Pengaruh Kepercayaan Kepada Pemimpin Terhadap Work Engagement

(1)

PENGARUH KEPERCAYAAN KEPADA PEMIMPIN

TERHADAP WORK ENGAGEMENT

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

RANI DIAN SARI

091301096

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2013/2014


(2)

SKRIPSI

PENGARUH KEPERCAYAAN KEPADA PEMIMPIN

TERHADAP WORK ENGAGEMENT

Dipersiapkan dan disusun oleh:

RANI DIAN SARI 091301096

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 21 Desember 2013

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, Psikolog NIP. 195301311980032001

Tim Penguji

1. Vivi Gusrini R Pohan, MA, Psikolog Penguji I/Pembimbing

NIP. 197808162003122002

2. Zulkarnain, Ph.D, Psikolog Penguji II

NIP. 197312142000121001

3. Siti Zahreni, M.Psi, Psikolog Penguji III NIP. 198201282005022001


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Pengaruh Kepercayaan Kepada Pemimpin Terhadap Work Engagement adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 21 Desember 2013

Rani Dian Sari 091301096


(4)

Pengaruh Kepercayaan Kepada Pemimpin Terhadap Work Engagement

Rani Dian Sari dan Vivi G. R. Pohan

ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir, engagement merupakan topik yang sedang hangat diantara perusahaan konsultan dan media-media bisnis terkenal. Hasil-hasil penelitian sebelumnya menemukan bahwa work engagement berhubungan dengan hasil yang positif bagi karyawan dan organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepercayaan kepada pemimpin terhadap work engagement pada karyawan. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 141 karyawan swasta yang bekerja di PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) yang diambil dengan metode accidental sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan skala kepercayaan kepada pemimpin (rxx’ = 0,978) dan skala work engagement

(rxx’ = 0,901).Metode analisis data yang digunakan adalah regresi sederhana. Hasil

analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh positif kepercayaan kepada pemimpin terhadap work engagement. Pengaruh ini mengindikasikan bahwa kepercayaan kepada pemimpin meningkatkan work engagement. Kepercayaan kepada pemimpin memberikan sumbangan sebesar 32,6% dalam meningkatkan

work engagement.


(5)

The Influence of Trust in Leader Towards Work Engagement

Rani Dian Sari and Vivi G. R. Pohan

ABSTRACT

For several years, engagement has become a hot topic among consulting firm and popular business press. Previous research has shown that work engagement is associated with positive outcomes for the employee and the organization. This research was aimed to investigate the effect of trust in leader toward work engagement among employees. Subjects of this research were 141 employees of Chevron Pasific Indonesia (CPI) in Duri-Riau, which collected by accidental sampling method. The data were collected by using trust in leader scale (rxx’ = 0,978) and work engagement scale (rxx’ = 0,901).The data were analyzed by

using simple regression method. The statistical analysis showed that trust in leader significantly influence toward work engagement among employees. The influence indicated that trust in leader contributed in increasing level work engagement of employees. Trust in leader contributed 32,6% towards improving work engagement among employees.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, atas berkat dan karunia-Nya yang telah memampukan saya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kepercayaan kepada Pemimpin terhadap Work Engagement” guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara serta meraih gelar Strata 1 (S1).

Keberhasilan penulisan skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih setulus-tulusnya kepada berbagai pihak yang telah membantu saya selama proses penyelesaian skripsi ini dan juga selama menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi yang telah memberikan dukungan yang terbaik untuk kesuksesan seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Vivi Gusrini R. Pohan, Msc.MA, Psi selaku dosen pembimbing yang telah sabar memberikan ilmu, masukan, arahan yang sangat bermanfaat dan bersedia meluangkan waktu untuk membimbing saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Pak Zulkarnain, Ph.D, psikolog dan Kak Siti Zahreni, M.Psi, Psi selaku dosen penguji yang sudah sangat teliti mengoreksi hasil penelitian saya.


(7)

Terima kasih telah memberikan saran-saran yang membangun untuk kesempurnaan hasil penelitian saya

4. Ibu Meutia Nauly, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan motivasi selama masa perkuliahan si Fakultas Psikologi

5. Dosen-dosen pengajar di Fakultas Psikologi yang tidak mungkin saya sebutkan namanya satu per satu. Terima kasih telah memberikan ilmu yang bermanfaat untuk saya.

6. Orang tua saya yang selalu setia memberikan saya dukungan, semangat yang tiada henti-hentinya dan terutama selalu menyebut nama saya di dalam doa. Kalian orang tua yang luar biasa. Kelulusan saya ini pertama sekali saya persembahkan buat kalian.

7. Saudara-saudara saya yang tercinta, abang Ari, Kak Tasya, Kak Olive, dan adekku Gabriel, terima kasih buat doa, semangat dan dukungannya.

8. Pihak perusahaan PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) atas izin yang diberikan dalam melakukan pengambilan data di perusahaan.

9. Sahabat-sahabat saya terkasih, Catriin yang selalu memberikan semangat dan setia menemani saya refreshing di tengah-tengah kepenatan mengerjakan skripsi, Ory si nona rocker, Rebekka yang juga selalu memotivasi saya untuk terus menyelesaikan skripsi secepatnya dan memberikan banyak masukan, Mbag Tina, dan Mamlia. Terima kasih atas pertemanan dan persaudaraan kita selama empat tahun lebih ini. Terima kasih buat penghiburan, masukan, dan semangatnya.


(8)

10.Teman-teman seperjuangan skripsi satu bimbingan saya, Mimi, Vina, dan Nana. Terima kasih buat kebersamaan kita selama skripsi, dan juga buat motivasi serta dukungannya. Semangat terus buat kita semua.

11.Kelompok kecil Yesyurun, terima kasih untuk kak Pipin, RanKet, Reffoni dan Rebekka buat dukungan dan doa nya.

12.Teman-teman seperjuangan, angkatan 2009, kita telah melalui empat tahun ini besama-sama, terima kasih untuk kebersamaannya dan untuk setiap momen yang berkesan yang akan selalu saya ingat.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun, sumbangan pemikiran yang peneliti sampaikan mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 21 Desember 2013


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

KATA PENGANTAR...…………...………...i

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR TABEL...viii

DAFTAR LAMPIRAN...x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...12

C. Tujuan Penelitian...12

D. Manfaat Penelitian...12

E. Sistematika Penulisan...13

BAB II LANDASAN TEORI A. Work Engagement...15

1. Definisi Work Engagement ...16


(10)

3. Konsep-Konsep yang Berkaitan dengan

Work Engagement...21

4. Faktor-Faktor Work Engagement...23

B. Kepercayaan kepada Pemimpin...27

1. Definisi Kepercayaan kepada Pemimpin...29

2. Aspek Kepercayaan kepada Pemimpin...32

C. Hubungan antara Kepercayaan kepada Pemimpin dengan Work Engagement……...36

D. Hipotesis Penelitian...39

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel...40

B. Definisi Operasional Variabel...40

1. Work Engagement ………...40

2. Kepercayaan kepada Pemimpin...41

C. Lokasi Penelitian...41

D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel...42

1. Populasi...42

2. Sampel Penelitian...42

3. Teknik Pengambilan Sampel...43

E. Metode Pengumpulan Data...43

1. Kolom Isian Data Pribadi...43

2. Skala Work Engagement...44


(11)

F. Uji Validitas dan Reliabilitas...48

1. Validitas Alat Ukur...48

2. Uji Daya Beda Aitem...48

3. Reliabilitas Alat Ukur...50

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur...50

G. Prosedur Penelitian ...55

1. Tahap Persiapan Penelitian...55

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian...56

3. Tahap Pengolahan Data...56

H. Metode Analisa Data...56

1. Uji Normalitas...57

2. Uji Linearitas……...57

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek Penelitian...58

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin...58

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia...59

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja...60

4. Gambaran Subjek Berdasarkan Suku...61

B. Hasil Penelitian...61

1. Hasil Uji Asumsi...62

2. Hasil Utama Penelitian...64


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...77

B. Saran...78

1. Saran Metodologis...78

2. Saran Praktis...79

DAFTAR PUSTAKA.....80


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Blue Print Skala Work Engagement Sebelum Uji Coba...45

Tabel 2.Blue Print Skala Kepercayaan kepada Pemimpin Sebelum Uji Coba………...47

Tabel 3. Distribusi Aitem-Aitem Hasil Uji Coba Skala Work Engagement...54

Tabel 4. Distribusi Aitem-Aitem Hasil Uji Coba Skala Kepercayaan Kepada Pemimpin...51

Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin...58

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia...59

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja...60

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku...61

Tabel 9. Normalitas Sebaran Variabel Work Engagement dan Kepercayaan Kepada Pemimpin...62


(14)

Tabel 11. Hasil Analisis Regresi...64

Tabel 12. Hasil Uji Nilai F...64 Tabel 13. Koefisien Regresi...65 Tabel 14. Nilai Empirik dan Nilai HipotetikKepercayaan

kepada Pemimpin...64

Tabel 15. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Work Engagement...67 Tabel 16. Kategorisasi Data Hipotetik Kepercayaan

kepada Pemimpin...68


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Uji Validitas Isi

Lampiran B. Skala Uji Coba

Lampiran C. Uji Daya Beda dan Reliabilitas Aitem

Lampiran D. Skala Penelitian

Lampiran E. Hasil Olah Data Penelitian


(16)

Pengaruh Kepercayaan Kepada Pemimpin Terhadap Work Engagement

Rani Dian Sari dan Vivi G. R. Pohan

ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir, engagement merupakan topik yang sedang hangat diantara perusahaan konsultan dan media-media bisnis terkenal. Hasil-hasil penelitian sebelumnya menemukan bahwa work engagement berhubungan dengan hasil yang positif bagi karyawan dan organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepercayaan kepada pemimpin terhadap work engagement pada karyawan. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 141 karyawan swasta yang bekerja di PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) yang diambil dengan metode accidental sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan skala kepercayaan kepada pemimpin (rxx’ = 0,978) dan skala work engagement

(rxx’ = 0,901).Metode analisis data yang digunakan adalah regresi sederhana. Hasil

analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh positif kepercayaan kepada pemimpin terhadap work engagement. Pengaruh ini mengindikasikan bahwa kepercayaan kepada pemimpin meningkatkan work engagement. Kepercayaan kepada pemimpin memberikan sumbangan sebesar 32,6% dalam meningkatkan

work engagement.


(17)

The Influence of Trust in Leader Towards Work Engagement

Rani Dian Sari and Vivi G. R. Pohan

ABSTRACT

For several years, engagement has become a hot topic among consulting firm and popular business press. Previous research has shown that work engagement is associated with positive outcomes for the employee and the organization. This research was aimed to investigate the effect of trust in leader toward work engagement among employees. Subjects of this research were 141 employees of Chevron Pasific Indonesia (CPI) in Duri-Riau, which collected by accidental sampling method. The data were collected by using trust in leader scale (rxx’ = 0,978) and work engagement scale (rxx’ = 0,901).The data were analyzed by

using simple regression method. The statistical analysis showed that trust in leader significantly influence toward work engagement among employees. The influence indicated that trust in leader contributed in increasing level work engagement of employees. Trust in leader contributed 32,6% towards improving work engagement among employees.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini, dunia persaingan bisnis global sudah semakin pesat dan ketat. Di Indonesia saja, banyak sekali perusahaan-perusahaan baru baik perusahaan dari investor dalam negeri maupun oleh investor asing yang tumbuh dan berkembang. Tantangan bisnis yang dihadapi perusahaanpun semakin kompleks sehingga berdampak pada persoalan sumber daya manusia (SDM) yang semakin banyak (Nurhayati, 2001). Untuk dapat mengatasi persaingan bisnis ini, perusahaan perlu meningkatkan pemberdayaan terhadap sumber daya yang salah satunya adalah individu-individu sebagai sumber daya esensial dalam perusahaan itu sendiri.

Karyawan sebagai SDM memiliki peran yang sangat dominan dalam organisasi, karena merupakan motor penggerak paling utama dalam suatu organisasi, sehingga pengelolaan SDM sebagai faktor penentu keberhasilan sangat diperlukan (Widarsono, 2004). SDM berperan memberikan nilai tambah bagi organisasi agar lebih efektif dan kompetitif melalui penurunan biaya, berorientasi pada pelanggan, meningkatnya poduktifitas serta komiten kerja, dan lain-lain (Fryzel & Wang, 1994; Nurhayati, 2001). Menciptakan pekerja yang engaged

sebagai sumber daya esensial merupakan tantangan bagi organisasi (Gaddi, 2004) terlebih lagi pada masa krisis global ini.

Untuk menjawab tantangan tersebut, dibutuhkan cara-cara atau strategi yang tepat sehingga karyawan sebagai sumber daya esensial ini bisa memberikan


(19)

yang terbaik bagi perusahaan. Manajemen SDM memegang peranan dan bagian penting dalam hal ini. Penting bagi fungsi-fungsi dalam organisasi, seperti manajemen SDM untuk berkolaborasi dan bermitra dalam membangun dan mengimplementasikan strategi perusahaan (Worley, Hitchin, & Ross, 1996). Manajemen SDM harus memulai dengan fokus terhadap perkembangan sumber yang paling bernilai yaitu karyawan (Sweem, 2009).

Untuk mempertahankan para karyawan, manajemen SDM harus aktif dan membuat kebijakan bagi perbaikan karyawan sehingga karyawan akan puas dengan organisasi dan bertahan dengan perusahaan dalam waktu yang panjang (Gaddi, 2004). Efektivitas manajemen SDM setiap organisasi dianggap sebagai karakteristik pembeda kesuksesan organisasi. Mengatur SDM secara efektif di organisasi dalam perubahan lingkungan bisnis yang cepat ini merupakan hal yang krusial bila organisasi ingin tetap bersaing (Airila, Hanaken, Punakallio, Lusa, & Luukkonen, 2012).

Salah satu hal yang sebaiknya dilakukan manajemen SDM adalah membuat strategi agar para karyawan dapat membawa keuntungan bagi organisasi melalui komitmen dan dedikasi, discretionary effort, dan menggunakan talenta secara penuh, serta mendukung tujuan dan niai-nilai organisasi (Robertson & Markwick, 2009). Inilah yang dikenal dengan istilah engagement. Engagement

menjadi salah satu topik yang cepat diserap dalam agenda Human Resource (HR), dimana engagement merupakan kunci tantangan yang menarik perhatian para eksekutif dan professional seperti HR (HR Focus, 2006; Robertson & Markwick, 2009).


(20)

Hasil survey engagement yang dilakukan oleh Kenexa Institute (2012) menemukan bahwa dari dua puluh delapan negara, yang salah satunya Indonesia, hanya India saja yang skor engagementnya termasuk dalam kategori tinggi, yaitu 77%, sedangkan negara-negara lainnya kebanyakan termasuk dalam kategori

engagement yang moderate dan low-moderate. Indonesia memperoleh skor

engagement 49% dan tergolong dalam kategori low-moderate. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata engagement di berbagai negara masih rendah dan perlu ditingkatkan karena dengan adanya pegawai yang engaged tentunya akan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan.

Wagner & Harter (2011) menyatakan bahwa pegawai yang engaged dan bertalenta merupakan sumberdaya terbesar bagi perusahaan. Dengan pengelolaan sumber daya yang baik, perusahaan dapat mencapai kinerja yang diharapkan serta memiliki keunggulan kompetitif ketika orang-orang di dalamnya melakukan apa yang terbaik dari dirinya. Untuk itulah, engagement dalam organisasi harus ditingkatkan bila ingin sukses dalam persaingan bisnis. Rashid, Ashad dan Ashra (2011; Sakovska, 2012) menyatakan bahwa engagement merupakan alat terbaik dalam usaha perusahaan untuk menggali keuntungan kompetitif dan tetap bersaing.

Hingga saat ini belum ada definisi yang konsisten dari engagement dimana

engagement dioperasionalisasikan dan diukur dalam banyak cara yang berbeda (Kular, Gatenby, Rees, Soane, & Truss, 2008). Kahn (1990) mendefinisikan

engagement sebagai memanfaatkan anggota-anggota organisasi untuk peran pekerjaan mereka. Orang-orang yang engaged akan bekerja dan mengekspresikan


(21)

diri mereka secara fisik, kognitif, dan emosional selama melakukan kinerjanya. Menurut Gibbons (2006; Hughes & Eveline, 2008) engagement adalah hubungan emosional dan intelektual yang tinggi yang dimiliki oleh karyawan terhadap pekerjaannya, organisasi, manajer, atau rekan kerja yang memberikan pengaruh untuk menambah kebebasan menentukan upaya terbaik dalam pekerjaannya.

Konsep engagement juga banyak didefinisikan sebagai komitmen emosional dan intelektual terhadap organisasi (Baumruk, 2004; Kular dkk, 2008). Sedangkan Schaufeli, Salanova, Gonzales, dan Bakker (2002) mendefinisikan

work engagement sebagai keadaan motivasional yang positif yang

dikarakteristikkan oleh adanya vigor, dedikasi dan absorpsi. Vigor mengacu pada level energi yang tinggi dan resiliensi, kemauan untuk berusaha, tidak mudah lelah dan gigih dalam menghadapi kesulitan. Dedikasi mengacu pada perasaan penuh makna, antusias dan bangga dalam pekerjaan, dan merasa terinspirasi dan tertantang olehnya. Absorpsi mengacu pada berkonsentrasi secara penuh dan mendalam, tenggelam dalam pekerjaan.

Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa work engagement

memberikan hasil yang positif bagi karyawan maupun organisasi. Dampak dari adanya engagement pada kinerja bisnis dari beberapa studi,seperti penelitian oleh

Corporate Leadership Council menemukan bahwa engagement menyumbangkan 40% bagi peningkatan kinerja, sementara karyawan yang berkomitmen tinggi berusaha 57% lebih keras dalam pekerjaannya, performanya 80% lebih baik dan 87% kurang mungkin untuk meninggalkan perusahaan. Studi dari Watson Wyatt (2006; CIPD, 2009) bahwa dari 115 perusahaan menyatakan bahwa perusahaan


(22)

dengan engagement yang tinggi mencapai kinerja finansial empat kali lebih besar dibandingkan perusahaan dengan engagement yang rendah.

Hasil penelitian CIPD (2006) menunjukkan bahwa pegawai yang engaged

kinerjanya lebih baik daripada yang lain, lebih mungkin untuk merekomendasikan organisasi mereka ke yang lain, kemungkinan yang rendah untuk keluar, mengalami kepuasan kerja yang meningkat dan lebih memiliki sikap dan emosi yang positif terhadap pekerjaan. Hal ini memperlihatkan bahwa peningkatan level

engagement memberikan keuntungan bagi karyawan dan perusahaan.

Penelitian Schaufeli dan Bakker (2004) menunjukkan karyawan yang

engaged akan memiliki engagement yang kuat dengan organisasinya dan kecenderungan keluar yang rendah. Hasil penelitian Nusatria (2011) menunjukkan bahwa engagement memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Menurut Gallup Organization (2004; Kular dkk, 2008),

Work Engagement Index (EEI) memiliki implikasi yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan, pertumbuhan yang berkelanjutan, kenaikan keuntungan, kenaikan nilai saham, produktivitas dan retensi karyawan.

Dalam berbagai studi penelitian juga banyak diungkapkan faktor-faktor yang menjadi pendorong karyawan untuk engaged. Pada tahun 2006, The Conference Board menerbitkan artikel “Work Engagement - Review Penelitian Saat Ini dan Implikasinya” berdasarkan 12 studi besar yang dilakukan oleh perusahaan riset seperti Gallup, Tower Perrin, Blessing White, dan lainnya. Hasilnya, 4 dari studi menyebutkan 8 faktor pendorong engagement dari 26 faktor yang dikumpulkan, yaitu, sifat pekerjaan, kesempatan pengembangan karir,


(23)

kebanggaan terhadap perusahaan, pengembangan karyawan, keanggotaan dalam tim, garis pandang antara kinerja pekerja dan kinerja perusahaan, hubungan dengan manajer serta kepercayaan dan integritas (Siddhanta & Roy, 2010). Dalam penelitian yang menyoroti engagement di China oleh Blessing White (2010) juga menyebutkan bahwa kepercayaan dalam kepemimpinan merupakan salah satu pendorong karyawan untuk terikat.

Sementara itu, Vazirani (2007) menyebutkan beberapa faktor yang menjadi pendorong engagement, diantaranya adalah kepemimpinan. Margaretha dan Saragih (2008) mengungkapkan bahwa engagement bergantung kepada para pemimpin dalam organisasi. Pemimpin harus berperan untuk menciptakan lingkungan yang dapat membuat karyawan terikat secara emosional dan kognitif. Jika tidak ada komitmen dan peran yang besar dari para pemimpin, sulit berharap karyawan akan engaged.

Dalam kepemimpinan yang efektif, kepercayaan merupakan elemen yang mendasar (Dirks & Skarlicki, 2004). Oleh karena itu, kepemimpinan berkaitan erat dengan kepercayaan. Dalam kepemimpinan, kepercayaan berperan dalam mempengaruhi hasil perilaku pengikut dari seorang pemimpin. Beberapa organisasi juga menilai bahwa pemimpin dapat menciptakan kebudayaan organisasi yang baik apabila difalisitasi oleh kepercayaan dari bawahan mereka (Salam, 2000). Pemimpin memiliki otoritas untuk membuat keputusan yang memiliki dampak signifikan pada pengikutnya (seperti bayaran, tugas-tugas pekerjaan, dan promosi), sehinggga kepercayaan terhadap pemimpin merupakan hal yang penting bagi pengikutnya (Dirks & Skarlicki, 2004). Oleh karena itu,


(24)

dalam hubungan antara pemimpin dan pengikutnya, kepercayaan sangat dibutuhkan.

Matthai (1989; Astuti, 2005) mengatakan bahwa kepercayaan merupakan perasaan percaya diri yang dimiliki oleh karyawan dimana ketika menghadapi situasi yang tidak pasti atau beresiko, maka perilaku dan kata-kata pemimpin menunjukkan konsistensi dan sangat membantu. McAllister (1997) mengungkapkan kepercayaan didasarkan pada pengaruh terhadap kepemimpinan dan didefinisikan sebagai ikatan emosional diantara pemimpin dan pengikutnya yang dikarakteristikkan dengan adanya kepedulian dan perhatian dan kepercayaan dalam kata-kata, tindakan, dan keputusan dari yang lain.

Tyler dan Kramer (1996; Hua 2004) berpendapat bahwa kepercayaan merupakan hal yang kritis bagi bawahan karena pertama, bawahan tergantung kepada supervisor sebagai pemimpin mereka untuk berbagai jenis sumber-sumber organisasi yang kritis, seperti promosi, kenaikan gaji, dukungan staff, dan sumber-sumber lain yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan seseorang. Bagi bawahan, kepercayaan terhadap supervisor merupakan hal yang berarti karena kebanyakan hasil yang mungkin mereka peroleh dari organisasi berhubungan secara dekat dengan pemimpin mereka tersebut. Alasan kedua bahwa bawahan bergantung pada supervisor untuk sumber-sumber psikologis, seperti penguatan positif, empati, dan dukungan sosial.

Adanya kepercayaan dalam hubungan antara pemimpin dengan bawahan, tentunya akan memberikan dampak positif. Costigan, Insinga, Berman, Iter, Kranas dan Kureshov (2006) menyatakan bahwa bawahan yang memiliki


(25)

kepercayaan tinggi terhadap pemimpin mereka akan menjadi lebih mau berusaha dalam pekerjaannya dan lebih mungkin mengembangkan sikap inisiatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam pekerjaan, menunjukkan energi dan memiliki motivasi instrinsik untuk melakukan sesuatu, mengambil resiko dan mencoba ide-ide baru ataupun menjadi lebih kreatif. Kepercayaan karyawan terhadap pemimpin juga akan berkorelasi dengan kinerja pekerjaan dan OCB (Dirks dan Ferrin, 2002).

Mayer & Schoorman (1995) menyatakan bahwa semakin besar kepercayaan antara pemimpin dan pekerjanya, maka pertukaran informasi semakin akurat, pemahaman terhadap tujuan kinerja semakin baik dan kualitas komunikasi yang berkembang semakin tinggi. Tidak adanya kepercayaan dari bawahan, membuat seorang atasan sulit untuk dapat menyelesaikan tugas-tugasnya. Hubungan pemimpin dengan bawahannya bisa berhasil jika ada kepercayaan dan keterbukaan antara pemimpin dan bawahan (Argi, 2008). Kepercayaan kepada pemimpin berarti karyawan merasakan bahwa pemimpin dapat dipercaya dan dianggap bisa memberi manfaat kepada karyawan (Regiana, Nurtjahjanti & Putra, 2007).

Sementara itu, Kaskivirta (2011) menyatakan dengan adanya kepercayaan antara pemimpin dan bawahan, karyawan akan mampu bekerja pada level tertinggi dan bahkan pencapaian lebih terhadap tugas dan tujuan mereka, sehingga penting bagi organisasi untuk mempertahankan hubungan kepercayaan antara pemimpin dan bawahan. Kepercayaan menjadi lem yang mengikat bersama, pengikut dan pemimpinnya. Level kepercayaan yang tinggi antara pemimpin dan


(26)

bawahan menghasilkan hasil yang positif bagi organisasi dan individu itu sendiri. Dalam hal ini, terlihat jelas bahwa kepercayaan dalam hubungan pemimpin dan bawahan memainkan peranan besar dalam membangun kesuksesan organisasi.

Penelitian mengenai kepercayaan telah banyak dilakukan karena kepercayaan merupakan elemen penting dalam suatu hubungan (Tan & Tan, 2000). Penelitian Long dan Siktin (2006; Berg, 2011) menunjukkan bahwa elemen-elemen kunci untuk meningkatkan efektivitas organisasi adalah tergantung pada usaha manajeruntuk membangun kepercayaan antara pekerja dan organisasi. Ouchi (1981; Astuti, 2005) mengatakan bahwa kepercayaan merupakan hal pertama yang harus dipahami karena kepercayaan dan produktivitas berjalan beriringan. Adanya kepercayaan terhadap pemimpin akan memberikan banyak manfaat, yaitu karyawan yang terikat, budaya kerja yang positif dan hasil-hasil yang sangat penting (Development Dimensions International, 2000).

Wrebel (2009) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa kesetaraan, integritas, ketersediaan, keterbukaan dan discreteness merupakan hal yang penting bagi kepercayaan bawahan terhadap pemimpin dibandingkan dengan keadaan lain. Kesetaraan akan membawa kepada kepercayaan dan kepercayaan akan meningkatkan kemungkinan orang-orang akan mengambil resiko untuk menjadi

engaged (Schneider, Macey, Barbera, & Young, 2010).

Sementara, Chugtai dalam penelitiannya berpendapat bahwa pengukuran kepercayaan dengan menggunakan karakteristik kepercayaan dari Mishra, yaitu terbuka, kompeten, peduli dan dapat diandalkan paling sesuai dibandingkan


(27)

dengan pengukuran lainnya karena faktor kepercayaan dari Mishra paling sering muncul pada literatur-literatur penelitian dan menjelaskan bagian lebih besar dari sifat yang dapat dipercaya (Clark & Payne,1997; Chugtai, 2010). Apabila pekerja yakin bahwa pemimpinnya peduli terhadap kesejahteraan mereka, memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuannya dan memperlakukan bawahannya dengan hormat, mereka lebih mungkin untuk mengeluarkan energi yang lebih besar, pengabdian dan minat terhadap pekerjaannya (Saks, 2006). Mishra (1996) berpendapat bahwa keempat dimensi kepercayaannya tersebut mewakili komponen-komponen dari seluruh konstruk kepercayaan. Skala kepercayaan dari Mishra juga dapat digunakan untuk mengukur bentuk kepercayaan baik interpersonal maupun impersonal.

Schneider dkk (2010) menyatakan bahwa jika ingin mendapat keuntungan dari sumber kerja yang terikat, maka perusahaan harus bisa memunculkan hal-hal yang dapat mempromosikan dan mempertahankan kepercayaan. Orang-orang akan merasa terikat dalam bekerja sama dengan orang lain yang mereka percayai (Schneider dkk., 2010). Bukti penelitian mengindikasikan bahwa iklim kepercayaan membawa pada keuntungan yang luas dan berbeda bagi individu yang engaged dalam organisasi. Studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa meningkatnya kepercayaan menghasilkan secara langsung atau tidak langsung sikap dan perilaku positif di tempat kerja seperti komitmen organisasi dan

engagement (Hassan & Ahmed, 2011). Dengan adanya kepercayaan akan menghasilkan pekerja yang engaged yang akan memiliki motivasi yang tinggi dan bekerja lebih efektif.


(28)

Sebelumnya, telah ada penelitian yang terkait dengan engagement dan kepercayaan yang dilakukan oleh Hasan & Ahmed (2011) pada pegawai bank di Malaysia, yaitu penelitian mengenai “Authentic Leadership, Trust and Work Engagement”. Dalam studi ini peneliti menggunakan teori engagement dari Schaufeli dan menggunakan dimensi kepercayaan dari Mayer, Davis dan Schoorman (1995). Penelitian ini menelusuri isu mengenai kepemimpinan dari beberapa perspektif dan menguji bagaimana kepemimpinan autentik berkontribusi terhadap kepercayaan bawahan terhadap pemimpin dan juga bagaimana kepercayaan memprediksi engagement bawahannya. Hasil studi menunjukkan ketiga variabel saling berhubungan satu sama lain. Terdapat hubungan yang positif diantara komponen-komponen dari kepercayaan interpersonal dengan work engagement. Hubungan yang positif antara kepemimpinan autentik dengan kepercayaan interpersonal dan hubungan yang signifikan antara kepemimpinan autentik dengan work engagement.

Oleh karena itu, berkenaan dengan hal-hal di atas, dapat dilihat bahwa kepercayaan dalam suatu hubungan, khususnya hubungan antara pemimpin dengan bawahan memang merupakan hal yang penting untuk mendorong work engagement diantara para pekerja. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat hubungan antara kepercayaan dengan work engagement. Namun, karena penelitian sebelumnya dilakukan pada perusahaan perbankan, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh kepercayaan kepada pemimpin terhadap work engagement di perusahaan berbeda yaitu perusahaan migas, yang ditinjau dari


(29)

model dimensi kepercayaan yang berbeda, yaitu dimensi kepercayaan dari Mishra (2008).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas pertanyaan yang harus dijawab dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh kepercayaan kepada pemimpin terhadap work engagement?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepercayaan kepada pemimpin terhadap work engagement.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang psikologi, khususnya dalam Psikologi Industri dan Organisasi dalam aplikasinya terutama mengenai pengaruh kepercayaan kepada pemimpin terhadap work engagement. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menguji teori yang berkaitan dengan kepercayaan kepada pemimpin dan work engagement pada perusahaan migas.


(30)

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai work engagement dankepercayaan kepada pemimpinbagi perusahaan.

b. Bagi akademis, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan acuan atau pertimbangan untuk dijadikan langkah awal bagi peneliti selanjutnya yang ingin melengkapi penelitian ini dan mengembangkan penelitian mengenai work engagement dan kepercayaan kepada pemimpin.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab dan setiap bagiannya terdiri dari sub-sub bab yaitu ;

Bab I : Pendahuluan berisikan uraian mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan teori berisi tinjauan teoritis tentang work engagement dan kepercayaan kepada pemimpin, hubungan antar variabel dan hipotesa penelitian.

Bab III : Metode penelitian berisi uraian mengenai metode penelitian yang digunakan, meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional dari work engagement dan kepercayaan kepada pemimpin, populasi, sampel dan metode pengambilan sampel,


(31)

metode pengambilan data, uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisa data.

Bab IV : Analisa data dan pembahasan mengenai laporan hasil penelitian yang meliputi uji asumsi, yaitu uji normalitas dan linearitas, hasil utama penelitian, dan pembahasan data-data penelitian ditinjau dari teori-teori yang relevan.

Bab V : Kesimpulan dan saran berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya serta saran bagi organisasi.


(32)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Work Engagement

Saat ini, engagement merupakan salah satu topik yang hangat di antara perusahan konsultan dan media-media bisnis terkenal (Saks, 2006). Work engagement menjadi istilah yang meluas dan populer (Robinson, Perryman & Hayday, 2004) dan beberapa menyebutkan engagement dengan istilah “anggur tua dalam botol yang baru” (Saks, 2004). Hasil survey dari 665 kepala eksekutif karyawan di Amerika, Eropa, Jepang dan negara-negara lainnya menyebutkan bahwa engagement merupakan salah satu dari lima tantangan teratas bagi manajemen (Wah, 1999; Sakovska, 2012).

Penelitian-penelitian yang dilakukan menemukan banyak manfaat dan keuntungan dari adanya work engagement. Para peneliti yakin bahwa organisasi dengan level engagement yang tinggi memberikan hasil yang positif bagi organisasi (Kular, Gatenby, Rees, Soane, & Truss, 2008). Kahn (1990) menyatakan bahwa level engagement yang tinggi membawa kepada hasil yang positif bagi individu (kualitas dari pekerjaan orang-orang dan pengalaman mereka dalam melakukan pekerjaan) dan juga level organisasi (pertumbuhan dan produktivitas organisasi). Work engagement memungkinkan individu untuk menanamkan diri sepenuhnya terhadap pekerjaan dengan meningkatkan self-efficacy dan berdampak positif pada kesehatan karyawan yang akan meningkatkan dukungan karyawan terhadap organisasi (Robertson & Markwick, 2009).


(33)

1. Definisi Work Engagement

Telah banyak studi yang dilakukan mengenai engagement, tetapi sampai saat ini belum ada definisi yang konsisten dan universal mengenai engagement , begitu juga dalam hal operasionalisasi dan pengukurannya yang masih dalam cara yang berbeda-beda (Kular, Gatenby, Rees, Soane, & Truss, 2008). Oleh karena itu penggunaan istilah engagement yang dikemukakan oleh berbagai peneliti masih berbeda-beda, ada yang menyebut dengan istilah employee engagement seperti Saks (2006) dan istilah work engagement, seperti Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, & Bakker (2002).

Murnianita (2012) menyatakan bahwa istilah employee engagement

dengan work engagement seringkali digunakan bergantian, tetapi work engagement dianggap lebih spesifik. Work engagement mengacu pada hubungan antara karyawan dengan pekerjaannya, sedangkan employee engagement terkait hubungan antara karyawan dengan organisasi (Schaufeli & Bakker, 2010).

Konsep engagement pertama sekali diperkenalkan oleh Kahn. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai penguasaan karyawan sendiri terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikat diri dengan pekerjaannya, kemudian akan bekerja dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif dan emosional selama memerankan performanya. Aspek kognitif mengacu pada keyakinan pekerja terhadap organisasi, pemimpin dan kondisi pekerjaan. Aspek emosional mengacu pada bagaimana perasaan pekerja apakah positif atau negatif terhadap organisasi dan pemimpinnya. Sedangkan aspek fisik


(34)

mengenai energi fisik yang dikerahkan oleh karyawan dalam melaksanakan perannya.

Kahn (1990) juga berpendapat bahwa engagement meliputi kehadiran baik secara psikologis maupun fisik saat menunjukkan peran organisasi. Menurut Kahn, level-level ini secara signifikan dipengaruhi oleh tiga domain psikologis, yaitu kebermaknaan, keamanan dan ketersediaan. Domain inilah yang akan mempengaruhi bagaimana karyawan menerima dan melaksanakan peran mereka di tempat kerja. Namun demikian, meskipun Kahn memberikan model teoritis yang kompherensif dari kehadiran psikologis, ia tidak mengusulkan operasionalisasi dari konstruk engagement ini. Selain itu, model engagement

Kahn ini, belum teruji secara empiris di konteks yang berbeda dan diantara kelompok – kelompok pekerjaan lainnya dan inilah yang menjadi salah satu kelemahannya (Chugtai, 2010).

Pendekatan kedua mengenai konsep engagement berasal dari literatur mengenai burnout (Maslach, Schaufeli, & Leiter (2001). Maslach dkk. (2001) mendefinisikan work engagement sebagai lawan dari burnout, dimana

engagement sebagai keadaan emosional yang menetap (persisten),

dikarakteristikkan dengan adanya level yang tinggi dalam aktivasi dan kesenangan. Maslach & Leiter (1997; Schaufeli & Bakker, 2003) berasumsi bahwa engagement dan burnout membentuk kutub-kutub yang berlawanan dalam suatu kontinum kerja yang berkaitan dengan kesejahteraan, dimana burnout

sebagai kutub negatif dan engagement sebagai kutub positif. Namun demikian, meskipun penelitian burnout memberikan perkembangan terhadap


(35)

operasionalisasi definisi engagement, asumsi mengenai burnout dan engagement

merupakan kutub-kutub yang saling berlawanan belum begitu diterima dan penggunaan instrument tunggal, yaitu Maslach Burnout Index (MBI) untuk membuktikan konsep tersebut masih dipertanyakan dalam penelitian lain (Lee, 2012).

Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, & Bakker (2002) menyediakan pendekatan ketiga bagi engagement dengan memberikan perspektif yang berbeda mengenai teori kontinum engagement-burnout. Mereka mendefinisikan work engagement sebagai keadaan positif, pemenuhan, pandangan terhadap kondisi kerja yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor, dedication dan absorption.

Vigor mengacu pada tingkat energi dan resiliensi mental yang tinggi ketika sedang bekerja, kemauan berusaha sunguh-sunguh dalam pekerjaan dan gigih dalam menghadapi kesulitan. Dedication mengacu pada perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggan dan tantangan. Absorption dikarakteristikkan dengan konsentrasi penuh, minat yang mendalam terhadap pekerjaan dimana waktu terasa berlalu begitu cepat dan sulit melepaskan diri dari pekerjaan.

Schaufeli dkk. (2002) membedakan engagement dari konstruk-konstruk peran pekerjaan lainnya, dimana daripada keadaan sesaat dan spesifik,

engagement mengacu pada keadaan afektif-kognitif yang lebih menetap (persisten) dan menyeluruh, yang tidak hanya fokus pada objek, kejadian, individu atau perilaku tertentu.

Definisi work engagement oleh Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker (2002) ini, merupakan definisi yang lebih luas dan lebih sering digunakan


(36)

dalam studi penelitian (Lee, 2012). Selain itu, model work engagement Schaufeli dkk. (2002) memiliki dasar teori yang kuat dibandingkan teori engagement lain (Chugtai, 2010).

Berdasarkan uraian di atas, mengacu pada pendapat Schaufeli dkk. (2002), maka definisi work engagement dalam penelitian ini adalah keadaan motivasional yang positif dan adanya pemenuhan diri dalam pekerjaan yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor (kekuatan), dedication (dedikasi), dan absorption (absorpsi).

2. Aspek- Aspek Work Engagement

Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker (2002) mendefinisikan

work engagement sebagai keadaan motivasional positif, pemenuhan, pandangan terhadap kondisi kerja yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor, dedication

dan absorption. Berdasarkan definisi ini, Schaufeli dan Bakker (2003) mengkonseptualisasikan aspek-aspek dari engagement, sebagai berikut :

a. Vigor (kekuatan)

Vigor mengacu pada level energi yang tinggi dan resiliensi, kemauan untuk berusaha, tidak mudah lelah dan gigih dalam menghadapi kesulitan. Biasanya orang-orang yang memiliki skor vigor yang tinggi memiliki energi, gelora semangat, dan stamina yang tinggi ketika bekerja, sementara yang memiliki skor yang rendah pada vigor memiliki energi, semangat dan stamina yang rendah selama bekerja.


(37)

b. Dedication (dedikasi)

Dedication mengacu pada perasaan penuh makna, antusias dan bangga dalam pekerjaan, dan merasa terinspirasi dan tertantang olehnya. Orang-orang yang memiliki skor dedication yang tinggi secara kuat mengidentifikasi pekerjaan mereka karena menjadikannya pengalaman berharga, menginspirasi dan menantang. Disamping itu, mereka biasanya merasa antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka. Sedangkan skor rendah pada dedication berarti tidak mengidentifikasi diri dengan pekerjaan karena mereka tidak memiliki pengalaman bermakna, menginspirasi atau menantang, terlebih lagi mereka merasa tidak antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka.

c. Absorption (absorpsi)

Absorption mengacu pada berkonsentrasi secara penuh dan mendalam, tenggelam dalam pekerjaan dimana waktu berlalu terasa cepat dan kesulitan memisahkan diri dari pekerjaan, sehingga melupakan segala sesuatu disekitarnya. Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada

absorption biasanya merasa senang perhatiannya tersita oleh pekerjaan, merasa tenggelam dalam pekerjaan dan memiliki kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaan. Akibatnya, apapun disekelilingnya terlupakan dan waktu terasa berlalu cepat. Sebaliknya orang dengan skor

absorption yang rendah tidak merasa tertarik dan tidak tenggelam dalam pekerjaan, tidak memiliki kesulitan untuk berpisah dari pekerjaan dan mereka tidak lupa segala sesuatu disekeliling mereka, termasuk waktu.


(38)

3. Konsep-Konsep yang Berkaitan Dengan Work Engagement

Dalam literatur akademik, terdapat beberapa konsep yang dihubungkan dengan engagement, tetapi konsep-konsep tersebut tidak sama dengan

engagement (Saks, 2006), diantaranya : a. Flow

Flow merupakan sensasi menyeluruh yang dirasakan seseorang ketika mereka bertindak dengan penuh keterlibatan (Csikszentmihalyi, 1975; May, Gilson, & Harter, 2008). Ketika seseorang berada dalam keadaan

flow dibutuhkan sedikit kontrol kesadaran untuk tindakan mereka. Individu membatasi perhatian mereka kepada stimulus khusus. Mereka kehilangan kesadaran mengenai diri mereka sendiri karena sudah terlarut dengan aktivitas itu sendiri. Individu yang mengalami flow tidak membutuhkan

reward eksternal atau tujuan untuk memotivasi mereka selama aktivitas tersebut menghadirkan tantangan-tantangan yang konstan. Jika konsep

flow semata dinilai sebagai keterlibatan kognitif dengan suatu aktivitas dan menghadirkan pengalaman puncak yang unik dari keterlarutan kognitif menyeluruh (May dkk., 2004), engagement lebih digambarkan sebagai keadaan afektif-kognitif yang menetap dan tidak fokus pada objek, kejadian, individu atau perilaku tertentu (Schaufeli dkk., 2002).

b. Workaholism

Pekerja yang engaged bekerja keras karena pekerjaannya menantang dan menyenangkan, bukan karena mereka didorong oleh desakan kuat dari dalam diri yang tidak dapat dilawan (Schaufeli & Bakker, 2010).


(39)

c. Organizational Commitment

Work engagement juga sering didefinisikan sebagai komitmen emosional dan intelektual terhadap organisasi (Baumruk, 2005; Kular dkk, 2008). Menurut Maslach dkk. (2001) komitmen organisasi merupakan sikap seseorang dan kedekatan terhadap organisasi mereka, sedangkan work engagement bukanlah sikap, melainkan derajat dimana individu berminat dan terserap dalam kinerja peran mereka. Disamping itu, komitmen fokus pada organisasi, sedangkan work engagement fokus pada tugas-tugas. d. Organizational Citizen Behavior

Saks (2006) menyatakan bahwa OCB melibatkan kesadaran dan perilaku informal yang dapat menolong rekan kerja dan organisasi, sedangkan fokus engagement adalah kinerja peran formal seseorang dibandingkan peran ekstra dan perilaku sadar. Selain itu, OCB fokus pada karakteristik dan perilaku individu, dibandingkan organisasi.

e. Job Involvement

Work engagement juga berbeda pula dengan job involvement, dimana job involvement merupakan hasil dari penilaian kognitif mengenai kebutuhan pemuasan kemampuan dari pekerjaan dan mengikat gambaran diri seseorang, sedangkan work engagement melibatkan penggunaan secara aktif emosi dan perilaku disamping kognisi (May, Gilson, & Harter, 2004; Saks, 2006).


(40)

4. Faktor- Faktor yang Mendorong Work Engagement

Berbagai penelitian telah meneliti faktor-faktor yang menjadi pendorong

work engagement. Berikut ini dirangkum beberapa faktor pendorong dari berbagai penelitian, diantaranya sebagai berikut :

a. Job Characteristic

Kahn (1990) mengungkapkan bahwa kebermaknaan psikologis dapat dicapai dari karakteristik tugas yang menyediakan pekerjaan menantang, bervariasi, membutuhkan berbagai keterampilan, kebebasan mengambil keputusan sendiri dan kesempatan untuk membuat suatu kontribusi yang penting. Hal ini sesuai dengan karakteristik pekerjaan dari Hackman dan Oldham, yaitu skill variety, task identity, task significance, autonomy, dan feedback. Menurut Kahn, pekerja akan lebih engaged apabila disediakan pekerjaan yang memiliki kelima karakteristik tersebut.

b. Perceived Organizational and Supervisor Support

Variabel yang penting dalam dukungan sosial adalah peresepsi terhadap dukungan organisasi dan persepsi terhadap dukungan supervisor. POS mengacu pada keyakinan umum bahwa organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli akan kesejahteraan mereka. Dasar dari penelitian dukungan organisasi adalah social exchange theory (SET). SET merupakan norma timbal balik antara karyawan dengan perusahaan, dimana ketika karyawan menerima sumber-sumber yang penting dari organisasi, maka karyawan akan merasa berkewajiban untuk membayar ataupun meresponnya dengan kinerjanya terhadap organisasi. POS


(41)

menciptakan sebuah kewajiban karyawan untuk peduli terhadap kesejahteraan organisasi dan membantu organisasi mencapai tujuannya sebagai balasannya organisasi akan menghargai kontribusi karyawannya dan peduli terhadap kesejahteraan karyawannya. POS dapat membawa pada hasil yang postitif yaitu melalui engagement. Dengan kata lain, karyawan yang memiliki POS yang tinggi, menjadi lebih engaged terhadap pekerjaan dan organisasi mereka sebagai bagian dari norma timbal balik dari SET sehingga membantu organisasi untuk mencapai tujuannya (Saks, 2006).

c. Reward and Recognition

Kahn (dalam Saks, 2006) mengungkapkan bahwa individu bervariasi dalam engagement mereka sesuai dengan bagaimana fungsi mereka mempersepsikan keuntungan yang diterima dari perannya. Pekerja akan lebih mungkin untuk engaged dalam pekerjaan sejauh mana mereka mempersepsikan jumlah yang lebih besar dari rewards dan rekognisi bagi kinerja peran mereka

d. Distributive Justice-Procedural Justice

Distributive justice merupakan persepsi terhadap keadilan sebuah keputusan sedangkan procedural justice merupakan persepsi keadilan terhadap proses yang digunakan dalam menentukan dan mendistribusikan sumber daya yang ada. Ketika karyawan memiliki persepsi yang tinggi terhadap keadilan organisasi, mereka akan lebih mungkin untuk merasa


(42)

wajib adil untuk berperforma dalam peran mereka dengan memberikan diri mereka sendiri melalui tingkat engagement yang lebih besar (Saks, 2006). e. Keterlibatan dalam pembuatan keputusan, sejauh mana karyawan merasa

mampu menyuarakan ide mereka, manajer mendengar pandangan karyawannya dan menghargai kontribusi dari karyawan, kesempatan karyawan untuk mengembangkan pekerjaan mereka, dan sejauh mana organisasi perhatian terhadap kesehatan dan kesejahteraan karyawan akan meningkatkan engagement (Robinson, 2004).

f. Komunikasi

Perusahan harus mengikuti kebijakan pintu terbuka. Harus ada komunikasi ke atas dan ke bawah dengan jalur komunikasi yang tepat dalam organisasi. Jika karyawan diizinkan dalam memberikan pembuatan keputusan dan benar-benar di dengar oleh pemimpinnya, maka level

engagement akan tinggi (Vazirani, 2007). g. Kepemimpinan

Organisasi yang sukses menghargai setiap kualitas dan kontribusi karyawan tanpa menghiraukan level pekerjaan mereka (Vazirani, 2007). Pemimpin yang efektif mampu mempengaruhi pengikutnya untuk dapat mencapai tujuan organisasi. Pemimpin memiliki peran penting dalam mengembangkan engagement dengan menunjukkan karakteristik yang mendorong engagement, seperti mau berbagi visi organisasi dan menjadi


(43)

h. Health and Safety

Penelitian telah mengindikasikan bahwa level engagement rendah jika karyawan merasa tidak aman ketika bekerja. Oleh sebab itu, organisasi seharusnya membuat metode dan sistem yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan karyawan (Vazirani, 2007).

i. Job Satisfaction

Hanya karyawan yang puas yang dapat menjadi karyawan yang engaged. Oleh sebab itu, sangat penting bagi organisasi untuk melihat pekerjaan yang diberikan kepada karyawan dan membuat suatu tujuan karir dimana hal tersebut akan membuat mereka menikmati pekerjaan mereka dan otomatis akan puas dengan pekerjaannya (Vazirani, 2007).

j. Kepercayaan dan Integritas

Seorang manajer harus mengkomunikasikan dengan baik dan memegang perkataannya (The Conference Board dalam Siddhanta & Roy, 2010). Karyawan yang mempercayai pemimpin-pemimpin di organisasi karena pemimpin yang mengatur irama dari kebudayaan organisasi dan menginspirasi kinerja dan komitmen yang tinggi akan mendorong

engagement. Kepercayaan yang tinggi pada manajer dan pemimpin-pemimpin senior berhubungan dengan skor engagement yang tinggi (Blessing White, 2010).


(44)

B. Kepercayaan kepada Pemimpin

Kepercayaan merupakan topik yang telah banyak dipeljari dan telah diidentifikasi sebagai salah satu konstruk yang paling sering diteliti dalam literatur organisasi (Burke, Sims, Lazzara & Salas, 2007). Gambetta (1988) mendefinisikan kepercayaan organisasi sebagai evaluasi terhadap rasa percaya pada organisasi yang dipersepsikan oleh karyawan, dimana karyawan memiliki kepercayaan diri bahwa organisasi akan menunjukkan tindakan yang menguntungkan dan tidak merugikan karyawannya. Costigan (2006) membagi kepercayaan organisasi menjadi dua jenis, yaitu kepercayaan horizontal dan kepercayaan vertikal. Kepercayaan horizontal merupakan kepercayaan diantara sesama rekan kerja, sedangkan kepercayaan vertikal merupakan kepercayaan antara atasan-bawahan ataupun pemimpin dengan bawahannya.

Beberapa dekade terakhir, kepercayaan kepada pemimpin menjadi konsep yang penting dalam banyak disipilin ilmu, seperti psikologi organisasi manajemen, administrasi publik, komunikasi organisasi dan sebagainya. Dalam penelitian literatur perilaku organisasi, misalnya, kepercayaan diidentifikasi sebagai bagian yang penting dalam teori kepemimpinan (Dirks & Sarlicki, 2000).

Tan & Tan (2000) menyatakan bahwa kepercayaan kepada pemimpin dan organisasi merupakan variabel yang saling berhubungan. Pekerja bisa membuat penilaian terhadap kepercayaan organisasi dengan membuat kesimpulan dari interaksi dengan pemimpinnya. Ketika bawahan mempercayai pemimpin, mereka dapat menyamaratakan kepercayaan tersebut ke keseluruhan organisasi karena mereka menerima pemimpin sebagai representasi dari organisasi (Konovsky &


(45)

Pugh, 1994; Tan, 2000). Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa dengan adanya kepercayaan kepada pemimpin, akan lebih mudah bagi karyawan untuk mengembangkan kepercayaan terhadap organisasi.

Laine (2008) menyebutkan ada dua alasan utama mengapa kepercayaan dalam hubungan antara pemimpin atau atasan dengan bawahan itu penting. Alasan pertama dihubungkan dengan cara berhubungan di tempat kerja, karena bagi kebanyakan orang hubungan sosial di tempat kerja menjadi pusat dari interaksi kehidupan mereka setiap hari. Kepercayaan dalam hubungan antara atasan dengan bawahan berhubungan secara sosial karena atasan akan mempengaruhi kesejahteraan karyawannya di tempat kerja. Alasan kedua karena sejauh ini masih sedikit penelitian empiris mengenai kepercayaan dalam konteks kepemimpinan. Padahal pemimpin memiliki peran penting dalam menentukan efektivitas organisasi pada semua level (individu, tim, unit) yang ada dalam organisasi (Burke, Sims, Lazzara, & Salas, 2007).

Dirks dan Ferrin (2001) menemukan dari hasil metanalisisnya bahwa kepercayaan kepada pemimpin memiliki hubungan yang signifikan dengan dengan outcome individu, seperti kinerja pekerjaan, OCB, turnover intentions,

komitmen organisasi dan komitmen terhadap keputusan pemimpin. Studi-studi sebelumnya juga telah menyoroti pentingnya kepercayaan bagi kesejahteraan individu dalam lingkungan bisnis. Kepercayaan merupakan fondasi dari hubungan yang bermanfaat dan sukses diantara individu maupun organisasi (Mayer, Davis, & Schoorman, 1995).


(46)

1. Definisi Kepercayaan kepada Pemimpin

Definisi kepercayaan yang dikutip secara luas berasal dari definisi yang dikemukakan oleh Mayer, Davis, & Schoorman (1995). Mayer dkk. (1995) mendefinisikan kepercayaan sebagai kemauan seseorang untuk menjadi rentan (vulnerable) terhadap tindakan pihak lain dengan mengharapkan hal yang positif dari tindakan pihak lain tersebut. Dua hal penting dari definisi ini adalah adanya harapan positif dan kemauan untuk menjadi rentan, dalam arti, dimana rentan merupakan resiko yang harus diambil dalam menghadapi ketidakpastian. Model kepercayaan Mayer dkk. (1995) ketika diaplikasikan dalam hubungan antara pemimpin dan pengikutnya, memperkirakan bahwa kepercayaan pada pemimpin akan berfungsi khususnya pada ability, benevolence, dan integrity yang ada pada pemimpin. Ability merupakan sekelompok keterampilan, kompetensi dan karakteristik yang memungkinkan suatu pihak memiliki pengaruh dalam domain yang spesifik. Benevolence merupakan sejauh mana satu pihak (trustee) yakin untuk melakukan hal yang baik terhadap pihak lain yang dipercaya (trustor). Integrity melibatkan persepsi trustor yang dilekati oleh trustee terhadap seperangkat prinsip bahwa trustor menemukan penerimaan. Kelemahan konsep ini adalah belum mengungkapkan bagaimana harapan positif itu dapat dihasilkan (Chugtai, 2010).

Kelemahan konsep kepercayaan dari Mayer dkk. (1995) diatasi oleh konsep multidimensional kepercayaan yang dikemukakan oleh Mishra (1996). Mishra (1996) mendefinisikan kepercayaan sebagai kemauan untuk menjadi


(47)

rentan terhadap pihak lain berdasarkan keyakinan bahwa pihak lain tersebut

competen, reliable, openness, dan concern.

Mishra dan Mishra (2008) mengembangkan konsep kepercayaan dari Mishra (1996) dengan mengemukakan definisi yang sama, namun dimensi peduli (concern) berubah menjadi compassion, meskipun kedua konstruk tersebut sebenarnya memiliki makna yang sama. Konsep Mishra dan Mishra (2008) dikenal dengan istilah ROCC trust (reliability, openness, competence dan compassion). ROCC trust menjadi kunci elemen yang mempengaruhi seseorang untuk dapat mempercayai pemimpinnya (Mishra & Mishra, 2008). Melalui studi-studi penelitian selama hampir dua dekade, Mishra dan Mishra mengidentifikasi empat fondasi kuat bagi individu untuk dapat mempercayai pemimpinnya ataupun orang lain, yaitu didasarkan pada ROCC trust.

Definisi kepercayaan lainnya diungkapkan oleh McAllister (1997). McAllister mengemukakan kepercayaan interpersonal sebagai keyakinan individu dan kemauan untuk bertindak berdasarkan kata-kata, tindakan dan keputusan yang lain. Perspektif ini menunjukkan bahwa kepercayaan melibatkan keintiman dengan kepercayaan diri terhadap yang lain, yang dibawa oleh individu ke dalam situasi ketergantungan yang beresiko. McAllister membagi kepercayaan menjadi dua, yaitu cognition-based trust dan affect-based trust. Cognition based trust

berdasarkan keyakinan individu terhadap reliabilitas dan dependability. Affected-based trust berdasarkan saling peduli dan perhatian dalam suatu hubungan.

Kepercayaan terhadap pemimpin menurut Tan & Tan (2000) merupakan kemauan dari bawahan untuk menjadi rentan terhadap tindakan supervisornya


(48)

yang perilaku dan tindakan tersebut tidak dapat dikontrolnya dan yang bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan kepada mereka tujuan dan kebijakan yang telah ditentukan oleh manajemen atas. Persepsi mengenai kepercayaan ini didasarkan pada karakter yang dimiliki oleh pemimpin.

Dirks & Ferrin (2002) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan fitur penting dalam hubungan yang dimiliki pemimpin dengan bawahan mereka dan melalui kepercayaan bawahan dan respek dari pimpinan mereka, bawahan akan termotivasi untuk berperforma melebihi dari yang diharapkan.

Dirks and Skarlicki (2004) menyatakan bahwa kepercayaan dengan memperhatikan karakter pemimpin adalah penting karena pemimpin memiliki otoritas untuk membuat keputusan yang signifikan yang berdampak terhadap pengikutnya dan kemampuan pengikutnya untuk mencapai tujuan (seperti promosi, bayaran, tugas pekerjaan, pemberhentian sementara).

Berdasarkan pendapat yang tersebar diantara peneliti dan para ahli bahwa konsep kepercayaan Mishra memiliki kelebihan daripada konsep kepercayaan lain, sehingga lebih sering digunakan (Chugtai, 2010). Karakteristik kepercayaan dari Mishra paling sering muncul dalam berbagai literatur penelitian dan selangkah lebih maju daripada konsep Mayer dkk (1995) karena Mishra secara eksplisit menetapkan empat karakteristik dari trustee yang mana dapat menimbulkan harapan positif dan mendorong trustor untuk mau mengambil resiko dengan meletakkan kesejahteraannya sendiri di tangan trustee.

Berdasarkan uraian di atas, definisi kepercayaan kepada pemimpin merupakan kemauan karyawan untuk menjadi rentan terhadap pihak lain (dalam


(49)

hal ini adalah pemimpin) bedasarkan keyakinan bahwa pihak tersebut kompeten, terbuka, peduli (compassion) dan reliabel.

2. Aspek- Aspek Kepercayaan

Mishra & Mishra (2008) mengkonseptualisasikan aspek-aspek dari kepercayaan sebagai berikut :

a. Reliability

Seseorang dikatakan reliable ketika berperilaku dalam cara yang seimbang dan konsisten. Bertanggung jawab melakukan apa yang dikatakan untuk dilakukannya. Melakukan sesuatu ketika memiliki kemauan dan akan menunjukkannya ketika ada keinginan dan juga dapat diandalkan. Mengingat hal-hal yang penting bagi orang lain dan menjadi sumber kenyamanan dan keseimbangan dalam kehidupan orang tersebut. Kepercayaan tanpa aspek ini membuat orang lain tidak akan memberikan kesempatan kedua. Reliability memerlukan kata-kata dan tindakan. Adanya ketidakkonsistenan antara kata-kata dan tindakan menurunkan kepercayaan yang juga menyiratkan penjagaan komitmen seseorang. Orang-orang akan lebih mungkin untuk mempercayai pemimpin yang

reliable karena itu dapat mengurangi ketidakpastian akan perilaku pemimpin.

b. Openness

Keterbukaan merupakan kemauan untuk jujur dan terbuka dalam berhubungan dengan orang lain. Individu akan lebih mau mempercayai perkataan seseorang apabila mereka yakin bahwa orang tersebut berkata


(50)

jujur. Adanya keterbukaan dari diri sendiri juga akan mendorong orang lain untuk lebih terbuka. Jika seseorang itu jujur dengan tetangga, rekan kerja atau anggota keluarganya, maka orang lain akan lebih mau untuk terbuka kepadanya. Menjadi terbuka juga termasuk berlaku wajar dan mau berbagi informasi atau pandangan. Pemimpin menunjukkan openness

dengan berbagi informasi dan jujur terhadap satu sama lain. Minimalnya, menjadi terbuka berarti tidak berbohong kepada pihak lain. Sedangkan dalam level terbesarnya, openness berarti penuh penyingkapan (disclosure). Sifat kepercayaan dalam istilah openness membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dikembangkan dibandingkan dengan kepercayaan berdasarkan reliability karena tidak hanya melibatkan perkataan akan kebenaran saja, tetapi juga pernyataan informasi mengenai maksud dan harapan seseorang, dan bagi pemimpin hal ini dapat melibatkan informasi sensitif yang tinggi. Komunikasi yang jujur dan terbuka dapat mengurangi ketidakpastian dan ambiguitas karena membuat tujuan, agenda dan sasaran lebih transparan. Openness sebagai konstruk dari kepercayaan merupakan pertumbuhan informasi. Informasi dibagikan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan atau bersifat pribadi diantara trustee

dan trustor. c. Competence

Individu tidak ingin mempercayai orang lain sampai orang tersebut dapat melakukan pekerjaan tersebut bahkan ketika sebelumnya orang tersebut digambarkan sebagai seseorang yang reliable dan jujur. Pengalaman


(51)

langsung dengan orang lain merupakan cara yang lebih meyakinkan untuk memperlihatkan kompetensi yang dimiliki. Pemimpin menunjukkan kompetensi mereka dengan menemukan dan melebihi harapan kinerja dan memberikan hasil yang mendukung tujuan dan sasaran strategi organisasi. Pengikut ingin tahu apakah mereka dapat bergantung pada pemimpin mereka untuk menjadi kompeten dalam menyelesaikan masalah dan mengarahkan mereka kepada solusi. Pengikut akan lebih mungkin untuk merespon usaha yang dikembangkan oleh pemimpin apabila mereka percaya bahwa pemimpin memiliki pengetahuan dan kemampuan yang penting untuk mengasah bakat dan kekuatan mereka.

Competene mengacu pada kapabilitas dan keahlian individu untuk dapat tampil dalam tugas-tugas yang spesifik. Perasaan mampu atau kompeten merupakan pusat dari kepercayaan dalam hubungan pemimpin dan pengikutnya karena pengikut tidak akan mungkin mengembangkan kepercayaan terhadap pemimpin, kecuali jika mereka percaya bahwa pemimpin mampu melaksanakan peran kepimimpinan (Whitener, Korsgaard & Werner, 1998). Pemimpin juga dikarakteristikkan dengan bagaimana pengikutnya mempercayai mereka untuk membuat keputusan yang kompeten.

d. Compassion

Memiliki compassion terhadap orang lain berarti harus mau mengesampingkan kepentingan priadi untuk bisa menjadi benar-benar empati terhadap orang lain. Yang juga berarti harus meletakkan


(52)

kepentingan orang lain sama atau di atas kepentingan sendiri. Compassion

memerlukan waktu yang lama untuk dapat ditunjukkan karena membutuhkan pemahaman atau empati terhadap kebutuhan dan kepentingan orang lain. Compassion dari pemimpin juga dapat membangun hubungan positif dengan karyawannya. Pemimpin yang menunjukkan compassion lebih mungkin untuk meningkatkan hubungan yang membantu perkembangan individu dan pertumbuhan bersama. Seorang individu yang memiliki compassion terhadap orang lain berarti ia harus memiliki kemauan untuk mengatur kepedulian diri sehingga bisa benar-benar berempati terhadap orang lain. Percaya dalam hal concern

berarti bahwa kepentingan diri tersebut seimbang dengan minat dalam kesejahteraan orang lain (Mishra, 1996).

Aspek-aspek kepercayaan dari Mishra & Mishra (2008) merupakan aspek-aspek yang akan digunakan sebagai pengukuran dalam penelitian ini. Review dari literatur-literatur menyingkap bahwa aitem pada skala yang dikembangkan oleh Mishra menyediakan penilaian yang reliabel dan valid dari komponen-komponen kepercayaan yang diidentifikasi oleh Mishra. Selain itu juga karena pendapat yang tersebar di antara peneliti dan ilmuwan menyetujui bahwa keempat faktor kepercayaan dari Mishra (1996) sebelumnya, paling sering muncul pada literatur-literatur penelitian dan menjelaskan bagian lebih besar dari sifat yang dapat dipercaya (Ellis & Zalabak, 2001). Beberapa ilmuwan menganggap dimensi kepercayaan Mishra tersebut sebagai faktor krusial dari kepercayaan (Chugtai, 2010).


(53)

Kekuatan lainnya dari model Mishra adalah konseptualisasi kepercayaan sebagai konstruk yang multidimensional. Manfaat utama dari pandangan multi dimensi kepercayaan ini yaitu memberikan wawasan yang lebih mendalam dari kompleksitas hubungan kerja (Chugtai, 2010).

C. Hubungan antara Kepercayaan kepada Pemimpin dengan Work Engagement

Kepercayaan diantara pemimpin dan bawahan memampukan kedua bagian untuk dapat tampil dalam level yang tinggi dan bahkan mencapai tugas-tugas dan tujuan mereka (Kaskivirta, 2011).

Untuk dapat dipercaya, sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Mishra & Mishra (2008), seorang pemimpin harus memiliki karakteristik reliability, openness, competence, dan compassion. Ketika karyawan yakin bahwa pemimpin memiliki kapabilitas untuk menyelesaikan tanggung jawab pekerjaannya secara professional dan efisien, maka mereka lebih mungkin untuk merasa nyaman dan lebih mau untuk memberikan energi mereka dan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaannya. Level energi dan usaha ini dapat memuncak dalam work engagement yang lebih besar.

Pekerja yang merasa bahwa pemimpin mereka tidak sukses dalam memenuhi janji seperti dalam hal insentif, maka level kepercayaannya akan berkurang dan mereka bisa mempersepsikannya sebagai pelanggaran kontrak psikologis (Robinson, 1996). Dalam lingkup ini, pekerja dapat menjadi kurang menunjukkan energi, antusias dan keterlibatan dalam pekerjaan mereka dan lebih


(54)

mungkin untuk mengurangi level energi, antusias dan keterlibatan mereka bahkan dapat beralih kepada disengagement pada pekerjaan (Schaufeli & Salanova, 2007).

Apabila pekerja merasa bahwa pemimpin mengkomunikasikan isu-isu organisasi secara terus terang, terbuka dan jujur, maka ketidakamanan dan keraguan-keraguan akan rendah (Mishra & Sprietzer, 1998). Dalam keadaan seperti ini, pekerja akan cenderung untuk tetap fokus menyelesaikan tujuan pekerjaan mereka dibandingkan selalu sibuk memikirkan perasaan ketidakpercayaan dan keragu-raguaan. Keterlibatan psikologis secara penuh dalam pekerjaan dapat meningkatkan engagement dalam bekerja (Kahn, 1990).

Apabila pekerja merasa bahwa mereka tidak dapat mengandalkan pemimpin mereka untuk memberikan penghargaan secara adil bagi usaha mereka, maka kemungkinan mereka akan merasa tidak puas dan akibatnnya dapat menunjukkan berkurangnya antusias, keterikatan dalam pekerjaan mereka. Sebaliknya, ketika karyawan yakin bahwa pemimpinnya memperlakukan mereka secara adil, maka motivasi dan komitmen akan lebih mungkin untuk meningkat. Dalam keadaan seperti ini, karyawan akan lebih mungkin untuk memberikan jumlah yang lebih besar dari sumber mental dan fisik mereka terhadap performa peran, yang selanjutnya akan menghasilkan work engagement yang lebih tinggi (May, Gilson & Harter, 2004; Chugtai 2010).

Pekerja yang memiliki keyakinan bahwa pemimpinnya mampu dan terampil (kompeten), mereka lebih mungkin untuk merasa lebih pasti bahwa mereka dapat mengandalkan pemimpinnya untuk menyediakan bantuan dan


(55)

memandu mereka ketika mereka sedang berada dalam masalah yang berkaitan dengan pekerjaan (Tan & Tan, 2000). Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan membawa kepada work engagement yang kuat.

Pekerja yang yakin bahwa pemimpinnya peduli (compassion) terhadap kesejahteraan mereka, memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuannya dan memperlakukan bawahannya dengan hormat, mereka lebih mungkin untuk mengeluarkan energi yang lebih besar, pengabdian dan minat terhadap pekerjaannya (Saks, 2006).

Vazirani (2007) mengatakan bahwa kepemimpinan dan komunikasi merupakan beberapa faktor yang mendorong munculnya engagement. Di dalam kepemimpinan dan komunikasi itu sendiri, kepercayaan merupakan unsur yang penting. Krot & Lewicka (2012) mengungkapkan bahwa kepercayaan merupakan elemen kunci bagi komunikasi yang efektif dan kerjasama tim antara rekan kerja, antara manajer dan karyawannya, dan antara karyawan dengan manajernya. Dengan kata lain, komunikasi dan kepemimpinan yang dibangun dengan adanya unsur kepercayaan akan dapat menimbulkan work engagement karyawan dalam organisasi.

Dari studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa meningkatnya kepercayaan menghasilkan baik secara langsung maupun tidak langsung perilaku dan sikap yang positif di tempat kerja seperti komitmen organisasi dan engagement (Dirks & Ferrin, 2002). Dalam suatu hubungan, kepercayaan merupakan keadaan penting yang menjaga komitmen dan


(56)

pemimpin dan manajemen berbagi semua informasi yang tersedia dalam cara yang jujur dan terus terang (Axelrod, 2000; Dicke dkk., 2007). Dalam hal ini nyata bahwa kepercayaan berada di tangan pemimpin dan manajemennya dimana dengan adanya kepercayaan kepada pemimpin, akan dapat mendorong karyawan untuk menjadi engaged dengan pekerjaannya.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini, yaitu:

Kepercayaan kepada pemimpin berpengaruh positif terhadap work engagement. Kepercayaan karyawan kepada pemimpin akan meningkatkan work engagement.


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian korelasional kuantitatif, yang bertujuan untuk menguji hubungan dan pengaruh antara dua variabel (Azwar, 2009). Penelitian ini merupakan penelitian korelasional untuk menguji pengaruh kepercayaan kepada pemimpin terhadap

work engagement.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang hendak diukur dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah work engagement.

2. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepercayaan kepada pemimpin.

B. Definisi Operasional Penelitian

Definisi operasional dari kedua variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Work Engagement

Work engagement dalam penelitian ini merupakan penilaian mengenai sejauh mana karyawan merasa menikmati pekerjaannya, memiliki energi dan


(58)

semangat yang tinggi, antusias dan bangga serta merasa tenggelam dalam pekerjaannya.

Dalam penelitian ini, work engagement dilihat dari skor total keseluruhan dari alat ukur berupa skala work engagement yang disusun berdasarkan aspek-aspek work engagement dari Schaufeli dan Bakker (2003), yaitu vigor, dedication,

dan absorption dimana semakin tinggi skor totalnya berarti menunjukkan semakin tinggi pula work engagement dan demikian sebaliknya.

2. Kepercayaan kepada Pemimpin

Kepercayaan dalam penelitian ini merupakan kemauan karyawan untuk mempercayakan diri kepada pemimpin berdasarkan karakteristik reliabel, terbuka, kompeten, dan peduli yang terdapat pada pemimpinnya.

Kepercayaan terhadap pemimpin dalam penelitian ini dilihat dari skor total keseluruhan alat ukur berupa skala kepercayaan kepada pemimpin yang disusun berdasarkan aspek-aspek kepercayaan dari Mishra & Mishra (2008) dimana semakin tinggi skor totalnya berarti menunjukkan semakin tinggi pula kepercayaan kepada pemimpin dan demikian sebaliknya.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) yang berada di daerah Duri- Provinsi Riau.


(59)

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Hadi (2000) menyatakan bahwa populasi merupakan keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh karyawan yang bekerja di perusahaan Chevron Pacific Indonesia yang berada di daerah Duri, provinsi Riau dengan jumlah ± 3000 karyawan.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi dan harus memiliki paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Oleh karena luasnya keseluruhan populasi dan keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka subjek penelitian adalah sebagian dari keseluruhan populasi yang disebut dengan sampel. Adapun karakteristik populasi penelitian ini adalah :

1. Karyawan swasta yang bekerja di perusahaan migas 2. Merupakan karyawan tetap

3. Masa bekerja minimal 2 tahun dengan asumsi bahwa karyawan yang telah bekerja minimal 2 tahun sudah beradaptasi dan mengenal nilai-nilai, tujuan, serta aturan perusahaannya.

Azwar (2009) berpendapat bahwa secara tradisional statistika menganggap bahwa jumlah sampel lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak. Tidak ada batasan mengenai jumlah sampel ideal yang harus digunakan dalam suatu penelitian. Hadi (2000) menyatakan bahwa jumlah sampel yang lebih banyak akan lebih baik


(60)

dibandingkan dengan jumlah sampel yang lebih sedikit. Oleh karena itu, dalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan sebanyak 141 orang.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan cara non probability sampling, dimana tidak semua individu dalam populasi diberikan peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2011).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling,

yaitu mengambil responden sebagai sampel secara kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang tersebut dipandang sesuai sebagai sumber data yang diperlukan (Sugiyono, 2011).

E. Metode Pengumpulan Data

Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan lapor diri berupa kolom isian pribadi subjek penelitian dan skala, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Kolom Isian Data Pribadi

Digunakan untuk memperoleh data mengenai nama, jenis kelamin, masa bekerja, instansi, dan suku. Dalam hal ini subjek diminta untuk menuliskannya dalam kolom yang tersedia.


(61)

2. Skala

Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000).

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua skala, yaitu skala work engagement dan skala kepercayaan kepada pemimpin. a. Skala Work Engagement

Skala work engagement disusun berdasarkan aspek-aspek dari Schaufeli dan Bakker (2003), yaitu vigor, dedication, dan absorption.

Dalam mengisi kuesioner ini, partisipan diminta untuk memilih salah satu dalam lima alternatif pilihan jawaban yang disusun berdasarkan skala Likert. Setiap aspek akan diuraikan kedalam sebuah pernyataan favorable dan

unfavorable, dimana subjek diberikan lima alternatif pilihan, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Untuk aitem yang favorable, pilhan SS akan mendapatkan skor lima (5), S mendapatkan skor empat (4), N mendapatkan skor tiga (3), TS mendapatkan skor dua (2), dan pilihan STS mendapatkan skor satu (1). Sedangkan untuk aitem yang

unfavorable, pilihan SS akan mendapatkan skor satu (1), S akan mendapatkan skor dua (2), N akan mendapatkan skor tiga (3), TS mendapatkan skor empat (4), dan STS akan mendapatkan skor lima (5).


(62)

Tabel 1

Blue Print Skala Work engagement

Aspek Indikator Perilaku Aitem Jlh Bobot %

F UF

1. Vigor Memiliki level energi yang tinggi Berbagi informasi atau pandangan Adanya kemauan untuk menanamkan usaha Memiliki level resiliensi yang tinggi

1,4,7, 10, 13, 20, 23, 26, 29,,32, 35,39,42 44

17 15 33,33

2. Dedication Perasaan penuh makna terhadap pekerjaan

Bangga dan antusias terhadap pekerjaan Merasa tertantang dengan pekerjaan

5, 8, 11, 15, 18, 21, 27, 28, 30, 33, 36,

2, 14,24, 40

15 33,33

3. Absorption Konsentrasi penuh dalam pekerjaan Tenggelam dalam pekerjaan

6, 9, 12, 16, 22, 31, 34, 37, 41, 43, 45

3, 19,25, 38

15 33,33


(63)

b. Skala Kepercayaan Kepada Pemimpin

Skala kepercayaan kepada pemimpin disusun berdasarkan aspek-aspek dari Mishra dan Mishra (2008), yaitu reliability, openness, competence, dan

compassion.

Model skala kepercayaan kepada pemimpin dibuat dengan model skala Likert. Setiap aspek-aspek akan diuraikan kedalam sebuah pernyataan favorable

dan unfavorable, dimana subjek diberikan lima alternatif pilihan, yaitu; sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Untuk aitem yang favorable, pilhan SS akan mendapatkan skor lima (5), S mendapatkan skor empat (4), N mendapatkan skor tiga (3), TS mendapatkan skor dua (2), dan pilihan STS mendapatkan skor satu (1). Sedangkan untuk aitem yang

unfavorable, pilihan SS akan mendapatkan skor satu (1), S akan mendapatkan skor dua (2), N akan mendapatkan skor tiga (3), TS mendapatkan skor empat (4), dan STS akan mendapatkan skor lima (5).


(64)

Tabel 2

Blue Print Skala Kepercayaan kepada Pemimpin

Aspek Indikator Perilaku Aitem Jlh F UF

1. Openess Komunikasi yang transparan dan jujur Berbagi informasi atau pandangan

1, 5, 17, 21, 36, 48, 52

25, 29, 33, 40, 44

9, 13

14

2. Competence Memberikan hasil yang mendukung tujuan dan sasaran organisasi Mampu menyelesaikan masalah Memiliki kapabilitas dan keahlian Dapat mengambil keputusan 6 14

18, 22, 26, 30, 34, 41, 37 49, 55 2 10 45 14

3. Reliability Konsisten antara tindakan dan ucapan Dapat diandalkan Bertanggung jawab

7, 11, 15, 19, 23,

35, 42, 46 38

3, 27, 31

53, 56 14

4. Compassion Memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan orang lain

Menunjukkan sikap berempati

12, 16, 20

39, 43, 47, 51, 54

4, 8, 24, 28, 32

50

14


(65)

F. Validitas dan Reliabilitas

Tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

1. Uji Validitas

Untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, perlu pengujian validitas. Uji validitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah face validity dan content validity. Face validity merupakan tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena didasarkan pada penilaian terhadap format tampilan (appearance) tes. Bila penampilan tes telah memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur, maka face validity dikatakan telah terpenuhi. Sedangkan content validity

apakah aitem-aitem alat ukur sesuai dengan apa yang akan diukur. Content validity diperoleh melalui pendapat dari professional judgment. Pendapat professional diperoleh dengan cara berkonsultasi dengan empat orang dosen serta menggunakan koefisien validitas isi Aiken’s V. Formula Aiken’s V didasarkan pada penilaian panel ahli terhadap suatu aitem mengenai sejauh mana aitem tersebut memiliki konstrak yang diukur (Azwar, 2012).

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem bertujuan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur.


(1)

28. Atasan saya bersedia membagikan

pengalaman-pengalamannya dalam bekerja STS TS N S SS

29. Atasan saya terampil dalam mengerjakan tugas-tugasnya STS TS N S SS 30. Atasan saya lebih banyak berkata-kata daripada

bertindak STS TS N S SS

31. Atasan saya berusaha memanfaatkan dan mengambil

keuntungan pribadi dari bawahannya STS TS N S SS

32. Atasan saya berbagi info seputar kinerja perusahaan

kepada bawahannya STS TS N S SS

33. Atasan saya mampu memimpin para bawahannya STS TS N S SS 34. Atasan saya berusaha menjadi contoh yang baik bagi

bawahannya STS TS N S SS

35. Atasan saya mengevaluasi kinerja saya dengan jujur STS TS N S SS 36. Atasan saya dapat mengatur bawahannya dengan tegas STS TS N S SS 37. Atasan saya hadir tepat waktu saat jam kerja STS TS N S SS 38. Jika saya sedang menghadapi masalah, saya tahu atasan

saya akan peduli dan memberikan respon yang membangun

STS TS N S SS

39. Saya diberikan kebebasan untuk berpendapat STS TS N S SS 40. Meskipun sudah ahli dalam bidang pekerjaannya, atasan

saya tidak berhenti mempelajari hal-hal baru STS TS N S SS 41. Ketika menghadapi kesulitan dalam bekerja atasan saya

bersedia membantu STS TS N S SS

42. Atasan saya peduli akan kesejahteraan saya dalam

bekerja STS TS N S SS

43. Atasan saya mau berbagi isu-isu positif dalam


(2)

44. Atasan saya membiarkan masalah berlarut-larut tanpa

ada kepastian STS TS N S SS

45 Atasan saya bersedia mengarahkan saya dalam

tugas-tugas yang tidak saya mengerti STS TS N S SS

46 Atasan saya dengan tulus berusaha untuk memperhatikan

bawahannya STS TS N S SS

47 Atasan saya mau menerima kritikan dari bawahannya STS TS N S SS 48 Ketika menghadapi tekanan dalam pekerjaannya, atasan

saya tahu tindakan apa yang harus diambilnya STS TS N S SS 49 Atasan saya langsung memaki-maki saya bila saya

melakukan kesalahan. STS TS N S SS

50 Atasan saya peka terhadap kondisi bawahannya STS TS N S SS 51 Atasan saya transparan dalam keputusannya memberikan

ksempatan promosi bagi bawahannya STS TS N S SS

52 Atasan saya cenderung membawa permasalahan

pribadinya ke tempat kerja STS TS N S SS

53 Atasan saya turut memberikan dukungan ketika

bawahannya sedang berada dalam kemalangan STS TS N S SS 54 Atasan saya memikirkan dengan matang dampak negatif

dan positif dari setiap tindakan yang akan dilakukannya STS TS N S SS 55 Atasan saya meninggalkan pekerjaannya begitu saja

sesuka hatinya STS TS N S SS

Periksa kembali jawaban Anda.

Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan.

::.Terima Kasih.::


(3)

LAMPIRAN E


(4)

Uji Asumsi

1. Uji Asumsi Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Work_Engagem

ent

Kepercayaan

N 141 141

Normal Parametersa,b

Mean 136.25 220.51

Std. Deviation 10.176 20.826

Most Extreme Differences

Absolute .074 .103

Positive .074 .103

Negative -.046 -.102

Kolmogorov-Smirnov Z .882 1.218

Asymp. Sig. (2-tailed) .418 .103

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

2. Uji Asumsi Linearitas

Sum of Square

s

df Mean

Square F Sig.

Engagement * Kepercayaa n Between Groups`1

(Combined) 10043.

900 62 161.998 2.837 .000

Linearity 4720.5

67 1

4720.56

7 82.661 .000

Deviation from Linearity

5323.3

33 61 87.268 1.528 .039

Within Groups 4454.4

12 78 57.108

Total 14498.


(5)

Analisis Regresi Sederhana (Uji Hipotesis)

Model Summary Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

1 .571a .326 .321 8.387

a. Predictors: (Constant), Kepercayaan

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 4720.567 1 4720.567 67.107 .000b Residual 9777.745 139 70.343

Total 14498.312 140 a. Dependent Variable: Work_Engagement

b. Predictors: (Constant), Kepercayaan

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 74.764 7.539 9.917 .000

Kepercayaan .279 .034 .571 8.192 .000 a. Dependent Variable: Work_Engagement


(6)

Nilai Empirik Kedua Variabel

Statistics

Work_Engagement Kepercayaan

N Valid 141 141

Missing 0 0

Mean 136.25 220.51

Std. Deviation 10.176 20.826

Minimum 106 161