BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKAPEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Agronomi Kelapa Sawit - Analisis Break Even Point dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Kebun Bah

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKAPEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Agronomi Kelapa Sawit

  11 BAB II

  Agribisnis kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq), baik yang berorientasi pasar lokal maupun global akan berhadapan dengan tuntutan kualitas produk dan kelestarian lingkungan selain tentunya kuantitas produksi. Perusahaan perkebunan berusaha berperan dalam peningkatan produksi budidaya kelapa sawit secara Kuantitas, Kualitas dan tetap menjaga Kelestarian lingkungan (Aspek K-3). Dalam sistematika (taksonomi),tumbuhan kedudukan tanaman kelapa sawit diklkasifikasi sebagai berikut:

  Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Sub Divisio : Spermatophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Elaeis Species : Elaeis guineensis Jacq ( Pahan, I.2007)

  Syarat Pertumbuhan

  A. Iklim

  Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500- 4.000 mm. Temperatur optimal 24-28

  C. Ketinggian tempat yang ideal antara 1- 500 m dpl. Kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan.

  B. Media Tanam

  Tanah yang baik mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur.Berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm), pH tanah 4-6, dan tanah tidak berbatu. Tanah Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit.

  Pedoman Teknis Budidaya

  A. Pembibitan

  a) Penyemaian

  b) Pemeliharaan Pembibitan

  B. Teknik Penanaman

  a) Penentuan Pola Tanaman

  b) Pembuatan Lubang Tanam

  c) Cara Penanaman

  C. Pemeliharaan Tanaman

  a) Penyulaman dan Penjarangan

  b) Penyiangan

  c) Pemupukan d) Pemangkasan Daun

  e) Kastrasi Bunga

  f) Penyerbukan Buatan

D. Hama dan Penyakit Hama

  a. Hama Tungau Penyebab: tungau merah (Oligonychus). Bagian diserang adalah daun. Gejala: daun menjadi mengkilap dan berwarna bronz. Pengendalian: Semprot Pestona.

  b. Ulat Setora Penyebab: Setora nitens. Bagian yang diserang adalah daun. Gejala: daun dimakan sehingga tersisa lidinya saja. Pengendalian: Penyemprotan dengan Pestona.

  Penyakit a.

  Root Blast Penyebab: Rhizoctonia lamellifera dan Phythium Sp. Bagian diserang akar.

  Gejala: bibit di persemaian mati mendadak, tanaman dewasa layu dan mati, terjadi pembusukan akar. Pengendalian: pembuatan persemaian yang baik, pemberian air irigasi di musim kemarau, penggunaan bibit berumur lebih dari 11 bulan. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO.

  b. Garis Kuning Penyebab Fusarium oxysporum.Bagian diserang daun. Gejala: bulatan oval berwarna kuning pucat mengelilingi warna coklat pada daun, daun mengering.

  Pengendalian: inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO semenjak awal.

  c. Dry Basal Rot Penyebab: Ceratocyctis paradoxa. Bagian diserang batang. Gejala: pelepah mudah patah, daun membusuk dan kering; daun muda mati dan kering. Pengendalian: adalah dengan menanam bibit yang telah diinokulasi penyakit. Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.

  Penyemprotan herbisida (untuk gulma) agar lebih efektif dan efisien dapat di campur Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki .

E. Panen Umur Panen

  Mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.

  Kelapa sawit merupakan komoditas,mengalami peningkatan harga yang signifikan.berfluktuasinya harga minyak sawit dunia yang berimbas pada naik turunnya harga tandan buah segar (TBS) yang diterima oleh petani adalah murni merupakan akibat sistem ekonomi nasional dan internasional yang sudah semakin bebas.seluruh kebijakan ekonomi termasuk pangan dan perdagangannya telah dibebaskan oleh pemerintah sehingga harga komoditas pangan dan petanian menjadi sangat tergantung oleh permainan pasar (Swadaya,2001). Perkebunan kelapa sawit yaitu memproduksi produk dengan biaya yang rendah dalam tingkat produktivitas yang tinggi dan kualitas produk yang dapat diterima.setiap produsen kelapa sawit menghasilkan produk yang sama sehingga faktor yang menjadi pertimbangan ekonomis dalam permintaannya yaitu kualitas dan ketersediaan produk di pasar (Pahan,2006).

2.1.2 Tinjauan Sosial Ekonomi

  Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan.Pengertian sosial dan pengertian ekonomi sering dibahas secara terpisah.Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat.Sedangkan pada departemen sosial menunjukkan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekerjaan dan kesejahteraan sosial.

  Dalam konteks global, penggunaan komoditi minyak kelapa sawit telah menduduki posisi tertinggi sejak 2004 dalam pasar miyak nabati (vegetable oil) dunia. Menurut data Kemenperin, penggunaan komoditi minyak kelapa sawit ini mencapai sekitar 30 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 8% per tahun, mengungguli komoditi minyak kedelai sekitar 25 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 3,8% per tahun atau komoditi minyak bunga matahari dengan tingkat konsumsi sekitar 11,5 juta ton dan pertumbuhan rata-rata 2,2% per tahun.

  Beruntung World Bank me-releasi data prediksi jangka panjang harga CPO hingga tahun 2025. Data tersebut secara straight line menunjukkan penurunan harga CPO dari 970 pada tahun 2013 hingga 800 pada tahun 2025. Prediksi ini mungkin debatable, karena secara history harga komoditas ini sebenarnya sangat fluktuatif. Teori lain mengatakan bahwa minyak kelapa sawit bersifat subtitusi dengan komoditas vegetable oil lainnya. USDA melaporkan bahwa untuk tahun 2012/2013 produksi vegetable oil dunia dari komoditas minyak kelapa sawit mencapai 33,3 % sedangkan minyak kedelai mencapai 27,6 % sehingga total mencapai 60,9 %. Walaupun demikian ternyata data historis 30 tahunan, harga minyak kelapa sawit tidak dipengaruhi oleh harga minyak kedelai.

  Yang jelas penurunan harga minyak kelapa sawit pada tahun-tahun ini disebabkan oleh pengaruh meningkatnya sisi suplay dan yang paling penting dipengaruhi oleh perekonomian dunia yang memburuk.Oulook Palm Oil Price Malaysia untuk tahun 2013, menunjukkan pengaruh ekonomi dunia pada prediksi harga minyak kelapa sawit Malaysia. Dengan asumsi bahwa ekonomi dunia baru akan membaik pada semester kedua tahun 2013, trend harga minyak kelapa sawit Malaysia baru akan stabil pada semester kedua. Data Malaysia Palm Oil Board, menunjukkan bahwa pada September 2012 cadangan CPO Malaysia naik 17 % mencapai level tertinggi sepanjang sejarah yaitu 2,48 juta ton. Hal ini disebabkan karena tingkat produksi CPO meningkat 20% ke rekor tertinggi menjadi 2 juta ton. Melemahnya harga CPO pada tahun

  2013, menyebabkan Pemerintah Malaysia memotong bea ekspor CPO dari 23 % menjadi 8 – 10 % pada 1 Januari 2013.

2.1.3 TrendHarga TBS di Indonesia

  Harga TBS di Indonesia dipengaruhi beberapa hal, diantaranya : 1.

  Harga TBS pada semester pertama cenderung lebih tinggi daripada harga TBS pada semester kedua.

  2. Untuk Propinsi yang memiliki Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan kapasitas terbatas sehingga tidak mampu menampung hasil panen, maka harga TBS akan cenderung lebih rendah. Seperti yang di kemukakan Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Anizar Simanjuntak – dikutip Okezone.com 13 Nopember 2012, pada kasus di Sumatera Utara, Anizar menyebutkan, penurunan harga TBS yang terjadi saat ini merupakan kondisi yang tidak terelakkan. Saat ini produksi cukup banyak pasca panen raya sawit.Sementara ketersediaan PKS sangat minim.Sehingga dibandingkan harus membusuk, petani lebih memilih menjual dengan harga murah.

  Sebagai panduan, maka prediksi harga TBS kelapa sawit pada tahun 2013 adalah sbb (diluar ketentuan dasar seperti harga TBS berdasarkan usia pohon dan kualitas buah) : 1.

  Harga TBS 2013 lebih rendah dari pada harga tahun 2012.

2. Harga TBS tahun 2013 pada semester ke satu cenderung lebih tinggi dari harga semester ke dua.

  3. Harga jual TBS bisa lebih rendah lagi mengingat keterbatasan kapasitas pabrik, sehingga petani cenderung menjual murah daripada menahannya dengan resiko buah membusuk di pohon.

4. Trend bulanan harga TBS pada tahun 2012 bisa menjadi patokan untuk menentukan harga bulanan tahun 2013.

  Indonesia merupakan negara net exporter minyak sawit (Crude Palm Oil - CPO), artinya dalam keadaan tertentu masih mengimpor minyak sawit.Negara yang menjadi tujuan utama ekspor antara lain negara-negara di Eropa Barat, India, Pakistan, Cina, dan Jepang. Menurut data dari Deptan (2007), ekspor minyak sawit Indonesia pada 1980-2005 meningkat 12,9% per tahun. Pada tahun 2005 ekspor minyak sawit mencapai 39,35% dari ekspor minyak sawit dunia, dan tahun 2006 sedikit menurun menjadi 39,18%. Namun kemudian pada tahun 2006, Indonesia telah tampil sebagai penguasa CPO dunia dengan produksi 16,29 juta ton menggantikan posisi Malaysia yang produksinya pada tahun yang sama 15,88 juta ton. Pertumbuhan konsumsi perdagangan minyak sawit didorong oleh peningkatan jumlah penduduk dunia dan semakin berkembangnya trend pemakaian bahan dasar oleochemical pada industri makanan, industri shortening, dan farmasi (kosmetik).Meningkatnya konsumsi minyak sawit ini dapat dilihat salah satunya pada industri biodiesel.Menurut data Sawit-Centre (triwulan 2013), industri biodiesel berbahan sawit yang diproduksi oleh swasta PT Eterindo Wahanatata Tbk menunjukkan adanya peningkatan pendapatan pada penjualan biodiesel sebesar 61,60% atau sekitar 62,69 metrik ton dari sebelumnya 38,78 metrik ton.

  Peningkatan tersebut terjadi karena adanya mandatori penggunaan biodiesel pada sektor transportasi sebesar 7%.Hal tersebut mendorong swasta ini berencana melakukan ekspansi usaha.Hal tersebut juga berarti diperlukannya tambahan pasokan atau peningkatan produksi kelapa sawit dalam jumlah besar.

  Berdasarkan data Kementan (2013), perkiraan sementara luas lahan sawit Indonesia sampai tahun 2012 sudah mencapai 9.074.621ha yang tersebar di 22 provinsi, dimana terjadi peningkatan luas areal sebesar 0,91% dari tahun sebelumnya. Meskipun saat ini telah dikenal sebagai produsen minyak kelapa sawit mentah terbesar di dunia, namun tingkat produktivitas tanaman kelapa sawitnya masih sangat rendah.

  Rata-rata produktivitas minyak kelapa sawit Indonesia hanya sebesar 3,7 ton per hektar per tahun hingga 3,85 ton per hektar per tahun. Tahun 2011 sedikit meningkat menjadi 3,92 ton per hektar per tahun dan diproyeksikan pada tahun 2015 meningkat menjadi 4,22 per hektar per tahun (InfoSawit Feb 2013). Data produktivitas yang lebih kecil disampaikan oleh Sawit Centre (2013) yang dicatat hanya sekitar 2-3 ton per hektar per tahun. Sementara capaian produktivitas Malaysia 4,11ton per hektar per tahun(tahun 2010), 4,37 ton (2011) dan diproyeksikan menjadi 4,50 ton di tahun 2015 (InfoSawit, Februari 2013).Padahal dalam skala penelitian, potensi produksi minyak sawit dapat mencapai hingga 7-8 ton per hektar per tahun.

  Penilaian senada juga disampaikan Peneliti dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) bahwa produktivitas tanaman kelapa sawit Indonesia saat ini memang masih lebih rendah dari negara lain, namun demikian saat ini sudah ada beberapa perusahaan besar yang produktivitas minyak kelapa sawitnya sudah mencapai 7 ton per tahun. Catatan lebih rinci dari Litbang Kementan juga tidak jauh berbeda bahwa produktivitas CPO perkebunan rakyat hanya mencapai rata-rata 2,5 ton per ha, sementara di perkebunan negara rata-rata menghasilkan 4,82 ton per hektar, dan perkebunan swasta rata-rata 3,48 ton per hektar. Apabila dilihat pada produk asalnya, yaitu Tandan Buah Segar (TBS), maka produktivitas kelapa sawit menurut InfoSawit (Januari, 2013b) untuk kebun rakyat rata-rata adalah 16 ton per hektar per tahun, padahal potensinya dapat mencapai hingga 30 ton per hektar per tahun. Namun demikian, dengan ketersediaan lahan dan iklim yang mendukung, Indonesia tetap berpeluang besar meningkatkan produktivitas kelapa sawit dalam rangka memanfaatkan peluang pasar global yang cenderung positif.Berbagai kebijakan oleh pemerintah telah dilaksanakan dan terus diperbaiki dalam rangka mendorong percepatan pengembangan sektor hulu hingga hilir kelapa sawit.Kementerian Pertanian dan Pemerintah Daerah mendorong kelancaran pembangunan dan perluasan lahan sawit.Revitalisasi perkebunan merupakan salah satu bagian dari Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK).Program revitalisasi perkebunan adalah upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan, dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan perusahaan di bidang perkebunan sebagai mitra dalam pembangunan, pengolahan, dan pemasaran hasil.

  Dalam revitalisasi perkebunan, pemerintah telah menyediakan berbagai kemudahan pada hal-hal yang berkaitan dengan: (1) investasi dan pembiayaan, (2) manajemen pertanahan dan tata ruang, seperti penetapan dan pemanfaatan lahan produktif untuk pembangunan kebun kelapa sawit di kawasan perbatasan Kalimantan, (3) pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam, (4) infrastruktur pertanian, (5) pengembangan SDM dan pemberdayaan petani, (6) insentif dan pendanaan riset dan pengembangan teknologi, (7) penyusunan kebijakan perdagangan yang mengedepankan kepentingan bangsa, (8) promosi dan pemasaran hasil, dan (9) insentif perpajakan dan retribusi. Disamping itu, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian juga telah mencanangkan visi 36:25, yaitu peningkatan produksi kelapa sawit dengan target capaian 36 ton per ha per tahun untuk TBS, serta mengejar rendemen 25 persen per ha per tahun.

2.2. Landasan Teori

2.2.1 Produksi

  Teori yang paling sesuai dalam memahami perilaku produsen adalah teori produksi.Teori produksi yang digunakan dalam studi ini adalah teori produksi yang memiliki kaitan efisiensi,intensitas penggunaan faktor produksi,skala usaha. Usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu (Soekartawi,1995).

  Pengertian Produksi

  Pada dasarnya produksi merupakan proses penciptaan dan penambahan faedah bentuk,waktu dan tempat dan faktor-faktor produksi,sehingga dapat lebih bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan manusia.Dalam artian yang lebih luas, produksi merupakan proses merubah input menjadi output.input yang di maksud berupa barang dan jasa yang dihasilkan dari suatu proses,dalam arti sempit,yang dimaksud produksi hanya secara fisik mengubah bahan mentah menjadi komoditas(Robert Y.Awh,1976). Produksi meliputi semua aktivitas.aktivitasnya dapat diukur melalui rata-rata output per unit dalam suatu periode,dimana output ditekankan kepala unit-unit konstan yang dalam hal ini peningkatan produksi berarti peningkatan rata-rata output dengan asumsi produksi yang lain konstan.

  Asumsi lain yang digunakan dalam analisis teori produksi ini adalah: 1.

  Produsen beroperasi pada tingkat teknologi tertentu.

  2. Untuk mempermudah analisis secara grafis,diasumsikan hanya ada 2 input,yaitu modal (K),dan satu output yang dihasilkan,sedangkanfaktor- faktor produksi yang lain dianggap konstan.

3. Produsen beroperasi pada proses produksi yang efisien, proses produksi yang tidak efisien tidak dipergunakan dalam proses produksi.

  Biaya Produksi

  Menurut Mubyarto (1994), biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang di lakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan di gunakan untuk menciptakan barang-barang yang di produksi perusahaan tersebut. Biaya produksi yang di keluarkan setiap perusahaan dapat di bedakan dalam (2) jenis.

  Biaya Eksplisit ‐

  Biaya Tersembunyi (InputeCost) ‐  Biaya Ekplisit yaitu : Semua pengeluaran untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan input lain yang di bayar melalui pasaran (pembayaran berupa uang)  Biaya Tersembunyi yaitu : pembayaran untuk keahliankeusahawanan produsen tersebut modalnya tersendiri yang digunakan dalam perusahaan dan bangunan perusahaan yang dimiliki.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya adalah: metode kerja, pekerja, lokasi, requirement alat, faktor satuan, budaya, komposisi sumberdaya yang dibutuhkan, pendefenisian lingkup pekerjaan, iklim, gempa bumi, badai, banjir, air pasang dan lain-lain (Mankiw, 2000).

2.2.2 Volume Penjualan Pengertian Penjualan

  Menurut Basu Swastha DH (2004 : 403) penjualan adalah interaksi antara individu saling bertemu muka yang ditujukan untuk menciptakan, memperbaiki, menguasai atau mempertahankan hubungan pertukaran sehingga menguntungkan bagi pihak lain. Penjualan dapat diartikan juga sebagai usaha yang dilakukan manusia untuk menyampaikan barang bagi mereka yang memerlukan dengan imbalan uang menurut harga yang telah ditentukan atas persetujuan bersama.

  Kemampuan perusahaan dalam menjual produknya menentukan keberhasilan dalam mencari keuntungan, apabila perusahaan tidak mampu menjual maka perusahaan akan mengalami kerugian. Menurut Basu Swastha DH (2004 : 404) tujuan umum penjualan dalam perusahaan yaitu : 1) Mencapai volume penjualan 2) Mendapatkan laba tertentu 3) Menunjang pertumbuhan perusahaan Aktivitas penjualan banyak dipengaruhi oleh faktor yang dapat meningkatkan aktivitas perusahaan, oleh karena itu manajer penjualan perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan.Faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan menurut Basu Swastha(2005) sebagai berikut : 1)

  Kondisi dan Kemampuan Penjual Kondisi dan kemampuan terdiri dari pemahaman atas beberapa masalah penting yang berkaitan dengan produk yang dijual, jumlah dan sifat dari tenaga penjual adalah:

  a) Jenis dan karakteristik barang atau jasa yang ditawarkan

  b) Harga produk atau jasa

  c) Syarat penjualan, seperti: pembayaran, pengiriman 2)

  Kondisi Pasar Pasar mempengaruhi kegiatan dalam transaksi penjualan baik sebagai kelompok pembeli atau penjual. Kondisi pasar dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni : jenis pasar, kelompok pembeli, daya beli, frekuensi pembelian serta keinginan dan kebutuhannya.

  3) Modal

  Modal atau dana sangat diperlukan dalam rangka untuk mengangkut barang dagangan ditempatkan atau untuk membesar usahanya. Modal perusahaan dalam penjelasan ini adalah modal kerja perusahaan yang digunakan untuk mencapai target penjualanyang dianggarkan, misalnya dalam menyelenggarakan stok produk dan dalam melaksanaan kegiatan penjualan memerlukan usaha seperti alat transportasi, tempat untuk menjual, usaha promosi dan sebagainya. 4)

  Kondisi Organisasi Perusahaan Pada perusahan yang besar, biasanya masalah penjualan ini ditangani oleh bagian tersendiri, yaitu bagian penjualan yang dipegang oleh orang-orang yang ahli dibidang penjualan. 5)

  Faktor-faktor lain Faktor-faktor lain seperti periklanan, peragaan, kampanye, dan pemberian hadiah sering mempengaruhi penjualan karena diharapkan dengan adanya faktor-faktor tersebut pembeli akankembali membeli lagi barang yang sama.

  Menurut Efendi Pakpahan (2009) faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi volume penjualan adalah saluran distribusi yang bertujuan untuk melihat peluang pasar apakah dapat memberikan laba yang maksimum. Secara umum mata rantai saluran distribusi yang semakin luas akan menimbulkan biaya yang lebih besar, tetapi semakin luasnya saluran distribusi maka produk perusahaan akan semakin dikenal oleh mayarakat luas dan mendorong naiknya angkapenjualan yang akhirnya berdampak pada peningkatan volume penjualan.

  Volume penjualan merupakan hasil akhir yang dicapai perusahaan dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Volume penjualan tidak memisahkan secara tunai maupun kredit tetapi dihitung secara keseluruhan dari total yang dicapai. Seandainya volume penjualan meningkat dan biaya distribusi menurun maka tingkat pencapaian laba perusahaan meningkat tetapi sebaliknya bila volume penjualan menurun maka pencapaian laba perusahaan juga menurun.Menurut Kotler (2000) volume penjualan adalah barang yang terjual dalam bentuk uang untuk jangka waktu tertentu dan didalamnya mempunyai strategi pelayanan yang baik.Ada beberapa usaha untuk meningkatkan volume penjualan, diantaranya adalah : 1) Menjajakan produk dengan sedemikian rupa sehingga konsumen melihatnya. 2)

  Menempatkan dan pengaturan yang teratur sehingga produk tersebut akan menarik perhatian konsumen.

  3) Mengadakan analisa pasar. 4) Menentukan calon pembeli atau konsumen yang potensial. 5) Mengadakan pameran. 6) Mengadakan discount atau potongan harga.

2.2.3 Harga

  Harga identik dengan harga karena pada umumnya harga merupakan faktor yang dominan yang akan menentukan pertimbangan bagi pembeli. Dapat dikatakan bahwa harga merupakan jumlah yang dibayarkan oleh pembeli atas barang dan jasa yang ditawarkan oleh penjual. Harga mempunyai empat macam fungsi, yakni:

  1. Sebagai pembayaran kepada lembaga saluran pemasaran atas jasa-jasa yang ditawarkannya.

  2. Sebagai senjata dalam persaingan.

  3. Sebagai alat untuk mengadakan komunikasi.

  4. Sebagai alat pengawasan saluran pemasaran. Penetapan harga merupakan keputusan penjualan yang sangat menentukan karena berpengaruh besar terhadap hasil penjualan (penerimaan). Pengaruh tersebut berlangsung dalam dua cara: 1.

  Harga sebagai komponen penerimaan mempunyai dampak atas penerimaan (Penerimaan = harga x kuantitas penjualan).

  2. Tingkat harga itu sendiri sangat berpengaruh terhadap kuantitas penjualan yaitu melalui mekanisme fungsi permintaan.

  Kedua cara ini akan menimbulkan komplikasi karena pengaruhnya saling bertentangan. Harga yang rendah menghasilkan pendapatan yang lebih kecil untuk setiap unit yang terjual tetapi biasanya mengakibatkan kuantitas penjualan yang meningkat, pengaruh sebaliknya akan terjadi akan terjadi apabila harga naik.

  Tentu saja, peningkatan kuantitas penjualan akan memperkecil biaya tetap per unit sampai mencapai skala produksi tertentu. Karena itu keputusan mengenai penetapan harga merupakan tantangan nyata bagi para manager (Downey), 1992). Menurut mankiw (2000), perusahaan yang bertujuan untuk mencari laba, tidak akan terlepas pada penentuan harga jual, oleh sebab itu dalam penentuannya turut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada tujuh faktor yang mempengaruhi dalam penentuan harga jual, yaitu sebagai berikut:

1. Keadaan perekonomian 2.

  Permintaan dan penawaran 3. Elastisitas permintaan 4. Persaingan 5. Biaya 6. Tujuan perusahaan 7. Pengawasan pemerintah

2.2.4 Pendapatan

  Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk tiap-tiap jenis faktor produksi yang ikut dalam usaha tergantung kepada tujuannya (Prawirakusumo, 1990).

  Dalam kegiatan perusahaan, pendapatan ditentukan dengan cara mengurangkan berbagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh. Apabila hasil penjualan yang diperoleh dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan produsen nilainya adalah positif maka diperolehlah pendapatan. Pendapatan merupakan keuntungan yang diperoleh para pengusaha sebagai pembayaran dari melakukan kegiatan-kegiatan seperti: menghadapi resiko ketidakpastian di masa yang akan datang, melakukan inovasi/pembaruan di dalam berbagai kegiatan ekonomi dan mewujudkan kekuasaan monopoli di dalam pasar (sukirno, 1994).

  Menurut Mankiw (2009), jumlah pendapatan yang diterima oleh suatu perusahaan sebagai hasil dari penjualan output disebut pendapatan total (Total Revenue-TR).

  Jumlah pengeluaran yang harus dilakukan suatu perusahaan untuk membeli input disebut biaya total (Total Cost-TC). Jadi, keuntungan (profit) dinyatakan sebagai pendapatan total dikurangi dengan biaya total. Dengan demikian.

  Keuntungan = Pendapatan Total – Biaya Total

2.2.5 Penerimaan

  Penerimaan (Revenue) adalah segala penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya.

  Macam-macam dari penerimaan yaitu diantaranya : 1.

  Total Penerimaan ( Total Revenue) adalah penerimaan dari hasil penjualan.

  2. Penerimaan Rata-rata (Avarage Total Revenue) adalah rata-rata penerimaan dari per kesatuan produk yang dijual atau yang dihasilkan dan yang diperoleh dengan jalan membagi hasil total penerimaan dengan jumlah satuan barang dijual.

3. Penerimaan Marginal (Marginal Revenue) adalah suatu penambahan penerimaan sebagai akibatpenambahan satu unit output.

  Fungsi penerimaan hasil penjualan merupakan fungsi dari jumlah barang yang terjual. Penerimaan total ( total revenue ) adalah hasil kali jumlah barang yang terjual dengan harga jual perunit.Penerimaan umumnya bersifat linier, karena tidak ada alasan mengapa penerimaan menurun bila produksi meningkat, kecuali bila harga jual menurun karena produksi meningkat (teori penawaran). Bentuk fungsi penerimaan total (total revenue) yang non- linier pada umumnya berupa sebuah persamaan parabola terbuka kebawah.Ini merupakan bentuk fungsi penerimaaanyang lazim dihadapi oleh seorang produsen yang beroperasi di pasar monopoli. Sedangkan fungsi penerimaan total yang linier, merupakan fungsi penerimaan yang dihadapi oleh seorang produsen yang beroperasi di pasar persaingan sempurna.

2.2.6 Titik Impas (Break Event Point)

  

Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam

  operasinya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau dengan kata lain total biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak ada rugi. Hal ini bisa terjadi apabila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya tetap dan biaya variabel, dan volume penjualannya hanya cukup menutupi biaya tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup menutupi biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Sebaliknya, perusahaan akan memperoleh keuntungan, apabila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.

  Namun ada juga yang membuat pengertian break even point (BEP) sebagai berikut

  1. Menurut S. Munawir (2002) Titik break even point (BEP) atau titik pulang pokok dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (total penghasilan = Total biaya).

2. Menurut Abdullah (2004) Analisis Break even point (BEP) disebut juga Cost

  

Volume Profit Analysis . Arti penting analisis break even point (BEP) bagi

  menejer perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan adalah sebagai berikut, yaitu :

   Guna menetapkan jumlah minimal yang harus diproduksi agar perusahaan tidak mengalami kerugian.

   Penetapan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan laba tertentu.

   Penetapan seberapa jauhkan menurunnya penjualan bisa ditolerir agar perusahaan tidak menderita rugi.

  3. Menurut Purba (2002) Titik impas (break even) berlandaskan pada pernyataan sederhana, berapa besarnya unit produksi yang harus dijual untuk menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut.

  4. Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugian.

  5. Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan biaya variabel) sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba tidak ada rugi.

  6. Menurut Garrison dan Noreen (2004) Break even point adalah tingkat penjualan yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional, dimana

  

break even tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol (0).

  Langkah pertama untuk menentukan break even adalah membagi harga pokok penjualan (HPP) dan biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya variabel.

  Biaya Tetap merupakan fungsi dari waktu, bukan fungsi dari jumlah penjualan dan biasanya ditetapkan berdasarkan kontrak, misalnya sewa gudang. Sedangkan biaya variabel tergantung langsung dengan penjualan, bukan fungsi dari waktu, misalnya biaya angkut barang.

  7. Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya)

  Menurut Rangkuti (2005), analisis Break Even Point (BEP) merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mempelajari keterkaitan antara biaya tetap, biaya variabel, tingkat pendapatan pada berbagai tingkat operasional dan volume produksi. Model yang paling banyak dipakai adalah dengan menggunakan kurva BEP. Selain memberikan informasi mengenai keterkaitan antara biaya dan pendapatan, diagram ini juga menunjukkan laba atau kerugian yang akan dihasilkan pada berbagai tingkat keluaran (output). Tujuan dari analisis BEP yaitu untuk mengetahui besarnya penerimaan pada saat titik balik modal, yaitu yang menunjukkan suatu proyek tidak mendapatkan keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian Adapun beberapa manfaat dari Break Even Point (BEP) antara lain sebagaimana berikut :

  1. Alat perencanaan untuk hasilkan laba 2.

  Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.

  3. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan

  4. Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti Analisis Break Even Point berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhi. Asumsi-asumsi tersebut adalah : 1.

  Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dikelompokan dalam biaya variabel dan biaya tetap.

  2. Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsional dengan volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap.

  3. Besarnya biaya tetap secara total tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.

  4. Jumlah unit produk yang terjual sama dengan jumlah per unit produk yang diproduksi.

  5. Harga jual produk per unit tidak berubah dalam periode tertentu.

  6. Perusahaan hanya memproduksi satu jenis produk, apabila lebih dari satu jenis komposisi masing-masing jenis produk dianggap konstan (tetap).

  Analisa break even point juga dapat digunakan oleh usahawan dalam berbagai pengambilan keputusan, antara lain mengenai :

  1. Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak mengalami kerugian.

  2. Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.

  3. Besarnya penyimpanan penjualan berupa penurunan volume yang terjual agar perusahaan tidak menderita kerugian.

  4. Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume penjualan terhadap laba yang diperoleh.

  Kurva BEP merupakan keterkaitan antara jumlah unit yang dihasilkan dan volume yang terjual (pada sumbu X), dan antara pendapatan dari penjualan atau penerimaan dan biaya (pada sumbu Y). BEP terjadi jika pendapatan dari penjualan (TR) berada pada titik keseimbangan dengan total biaya (TC).

  Sedangkan biaya tetap (FC) adalah variabel yang tidak berubah meskipun jumlah volume yang dihasilkan berubah. Kurva BEP dapat dilihat pada gambar 5 agar dapat lebih jelas mengenai perpotongan antara garis penerimaan dan biaya total.

  (Rp)

  Penerimaan

  TR T

  & Biaya

  VC

  BEP

  FC Q Volume

Gambar 2.1. Kurva Break Even Point(BEP)

  Keterangan:

  TR = Total Revenue (Penerimaan) Q = Quantities (Produksi)

  FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)

  VC = Variable Cost (Biaya Variabel) TC = Total Cost (Total Biaya) BEP = Break Even Point (Titik Impas)

  (Rangkuti, 2005) Disimpulkan bahwa Analisa break even point memberikan penerapan yang luas untuk menguji tindakan-tindakan yang diusulkan dalam mempertimbangkan alternatif-alternatif atau tujuan pengambilan keputusan yang lain. Analisa break

  even point tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang

break even saja, akan tetapi analisa break even point mampu memeberikan

  informasi kepada pimpinan perusahaan mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungan dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan. Pada gambar 2.1 dapat dilihat ketika tingkat produksi mencapai titik impas (BEP).BEP terletak pada perpotongan garis total penerimaan dan total biaya.

  Daerah sebelah kiri titik BEP yaitu bidang antara garis biaya total dengan garis penerimaan termasuk dalam daerah rugi. Hal ini disebabkan karena hasil penjualan lebih rendah daripada biaya total. Sedangkan daerah disebelah kanan garis biaya total dengan garis penerimaan merupakan daerah laba karena hasil penjualan lebih tinggi dari biaya total. BEP dapat dihitung dengan dua cara yaitu: a.

   Break Even Point (BEP) Produksi

  Rumus perhitungan BEP Produksi seperti berikut:

  PRODUKSI (Kg) =

  BEP

  Keterangan:

  BEP = Break Even Point (Titik Impas) produksi FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) AVC = AverageVariable Cost (Rata-Rata Biaya Variabel) P = Harga Produk

  (Suratiyah, 2008)

  b.Break Even Point (BEP) Harga

  Rumus perhitungan BEP Harga seperti berikut:

  BEP Harga (Rp./Kg) =

  Keterangan: BEP = Break Even Point (Titik Impas) Harga.

  TC = Total Cost (Total Biaya) Y = Produksi

  (Suratiyah,2008)

2.3. Kerangka pemikiran

  Subsektor perkebunan merupakan subsektor pertanian yang secara tradisional merupakan salah satu penghasil devisa negara. Hasil-hasil perkebunan yang selama ini telah menjadi komoditi ekspor adalah karet,kelapa sawit,teh,kopi,pala dan tembakau.sebagai besar tanaman perkebunan tersebut merupakan usaha perkebunan rakyat dan sisanya diusahakan oleh perkebunan besar,baik milik pemerintah atau swasta. Dalam Perkebunan Kelapa sawit kesediaan faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja,sarana produksi sangat diperlukan untuk menentukan lancar atau tidak suatu perkebunan tersebut,dalam hal ini penelitian hanya dibatasi pada faktor produksi dalam mengelola perkebunan. Di dalam perusahan Perkebunan Nusantara IV kelapa sawit,bahwa analisistitik impas dan faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha perkebunan kelapa sawit merupakan tingkat hidup yang dapat dinikmati oleh seseorang individu dan keluarga yang didasarkan atas penghasilan mereka dan sumber-sumber pendapatan. Dalam menjalani perusahaan perkebunan tersebut harus dapat mengalokasikan ekonomi dengan sebaiknya dan seefisien mungkin dengan tujuan untuk menghasilkan produksi yang optimal dimana titik impas menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan modal berkaitan dengan kegiatan usahatani yang diperoleh.tingkat pendapatan sangat penting dalam usahatani,nilai total produksi pemerintah,asuransi,tenaga kerja dan sebagainya. Pada perkebunan kelapa sawit dan dilihat pada skema pemikiran sebagai berikut ini: Secara skematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 2.2: Keterangan: : Hubungan

  Gambar2.2.Skema Kerangka Pemikiran

  BEP Harga Total Biaya 1. Biaya Tetap 2. Biaya Variabel 3. Biaya Tenaga Kerja 4. Biaya Sarana 5. Biaya Produksi 6. Biaya Total

  HARGA INPUT BEP Produksi

  FAKTOR PRODUKSI: 1.

  Lahan/Jumlah Pohon Per Hektar 2.

  Sarana Produksi a.

  Pupuk b. Pestisida 3. Tenaga Kerja

  Penerimaan Pendapatan

  USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT KEBUN BAH BIRUNG ULU

2.4Hipotesis Penelitian

  Hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: 1.

  Faktor produksi(tenagakerja,pupuk,pestisida,jumlah pohon perhektar) berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatanikelapa sawit