Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Produksi Kelapa Sawit

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

HASIL PRODUKSI KELAPA SAWIT

(STUDI KASUS : PTPN IV KEBUN PASIR MANDOGE) SKRIPSI

Diajukan Oleh:

RIRIN WIRDASARI SARAGIH 060501037

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, pemilik alam semesta ini, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat yang telah memperjuangkan agama Allah di muka bumi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu beban mata kuliah yang harus dilaksanakan dan untuk memenuhi persyaratan akademis untuk mendapatkan gelar sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI KELAPA SAWIT”.

Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dari semua pihak, maka skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, baik dari mulai penulisan proposal, saat penelitian, sampai selesainya skripsi ini, yaitu:

1. Orang tuaku tercinta Ayah dan Mami, yang selalu memberikan do’a, kasih saying, dukungan , semangat dan masukan yang tidak ternilai harganya. Terima kasih atas segala yang pernah Ayah n mam lakukan selama ini. I love both of you….always…

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M..Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan, Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Sekretaris Departemen Bapak Irsyad Lubis, Phd.

4. Bapak Kasyful Mahalli, Msi selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kearifan dan kesabaran telah memberikan bimbingan,


(3)

petunjuk dan saran yang sangat berharga sejak dimulai hingga penelitian ini selesai.

5. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin, M.Ec dan Bapak Drs. Rakhmad Sumanjaya, Msi selaku dosen penguji saya yang telah banyak memberikan masukan dalam pembuatan skripsi ini

6. Seluruh staf pengajar Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna dan tak ternilai harganya selama masa perkuliahan yang dapat menjadi bekal untuk meraih masa depan

7. Bapak Ir. Boediono, selaku manajer Kebun Pasir Mandoge yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi yang sangat dibutuhkan 8. Kepala Tata Usaha Kebun Pasir Mandoge, Bapak H. Surya Edi Pahlevi

atas bantuan untuk penulis

9. Asisten SDM & Umum, Bapak Lukman Silalahi, yang telah membantu melancarakan penelitian penulis

10.Kepala Dinas Tanaman, Bapak Ir. Made, juga kepada Bapak Ir. Aswin Ginting dan Bapak Ir. Darwis Damanik yang telah banyak memberikan masukan, nasehat dan informasi yang dibutuhkan dalam pembuatan skripsi ini

11.Pak Razak, terima kasih banyak yah pak atas bantuannya selama ini, sehingga Ririn mudah mendapatkan data-data yang dibutuhkan

12.Ibu Dewi, Bu Ir, Pak Haris, Bu Mus, Pak Jimi, Pak Surya, Pak Purba dan juga semua Bapak/Ibu karyawan yang bersedia memberikan informasi yang sangat penulis butuhkan

13.Kak Leni dan Bang Sugi yang telah memberikan kemudahan dalam urusan administrasi

14.Abang ku tersayang, Bang Dedek.... Makasih yah bang udah jadi abang yang baik (moga cepet dapet jodoh yah bang.... aamiin)

15.K’Gita dan B’Ijun makasih buat semua yang telah kalian berikan buat adek selama ini... (moga cepet dapet dedek yah kak....). I Love both of you....


(4)

16.K’Intan ku tersayang.... makasih buat semuanya yah kak... udah sabar menghadapi adek kk ini... (adek cayang kakak... hehe...)

17.Uppa ku yang lagi berjuang nun jauh disana demi cita-cita... thanks for every moment we’ve together….. SEMANGAT!!! Eropa Boii…. Hehehe… Sarang Hae....

18.Special Thanks to my Luvly Fren…. Ayom (Romauli) n Vika (Rafika)… Makasih banyak sahabat ku… tanpa kalian Alin gak akan bisa bertahan di kampus ini… Selamat yah udah SE duluan….. Kamsahamnida.... Arigato Gozaimasu....

18.Rasidah n Wati, temen kos ku yang baik hati... makacih yah say udah banyak ngajarin Alin.... bantuin Alin… n maap klo banyak ngerepotin kalian juga… makasih banyak yah…

19.David n Ipan... ”the bodyguard”.. hehe.. makasih banyak atas bantuannya selama ini

20.Buat anak-anak EP ’06: Kiki, Tya, Yuni, Yesi, Erna, Wirda, Lestari, Reni, Devi, n temen2 lain yang gak bisa disebutin satu-satu..

21.Buat anak-anak Pamen G 23: K’Wik, Rasidah, Wati (Again), Lisna, Lina, Wina, Miskah, Tiwi, Dini, Ria n Irma juga K’Ana.... arigato gozaimasu...

Penulis menyadari skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, karena sesungguhnya kesempurnaan itu hanyalah milik Allah AWT, tetapi penulis senantiasa berusaha untuk melakukan yang terbaik. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2010 Hormat saya


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ...……… v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAK ... ix

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Hipotesis ... 6

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II : URAIAN TEORITIS 2.1 Definisi Ekonomi Pertanian ... 9

2.1.1 Sejarah Ekonomi Pertanian ... 9

2.1.2 Fungsi Ekonomi Pertanian ... 10

2.2 Pengertian Perkebunan ... 11

2.2.1 Manajemen Perkebunan ... 13

2.3 Deskripsi Minyak Kelapa Sawit ... 16

2.3.1 Deskripsi Tanaman Kelapa Sawit ... 16

2.3.2 Tipe Kelapa Sawit ... 17

2.3.3 Hasil Tanaman Kelapa Sawit ... 18

2.3.4 Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit ... 19

2.4 Aspek-Aspek Produksi ... 20

2.4.1 Pengertian Produksi ... 20

2.4.2 Prinsip Ekonomi dalam Proses Produksi ... 21

2.4.3 Konsep Produksi ... 22

2.4.4 Tahapan Produksi ... 24


(6)

2.4.6 Fungsi Produksi ... 26

2.4.7 Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 29

2.5 Faktor-Faktor Produksi ... 33

2.6 Biaya Produksi ... 35

2.6.1 Fungsi Biaya Total ... 36

2.6.2 Economies dan Diseconomies Scale ... 38

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 39

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 39

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.4 Pengolahan Data ... 40

3.5 Model Analisis Data ... 41

3.6 Test Goodness Of Fit (Uji Kesesuaian) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square) ………... 42

3.6.2 Uji t-statistik ……… 42

3.6.3 Uji F-statistik ... 44

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1 Multicolinearity ... 45

7.7.2 Autokorelasi (Serial Correlation) ... 46

3.8 Definisi Operasional ... 47

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan ... 48

4.1.2 Profil Perusahaan ... 48

4.1.3 Keadaan Wilayah ... 49

4.2 Struktur Organisasi ... 49

4.2.1 Bagan Organisasi ... 50

4.2.2 Pembagian Fungsi dan Wewenang ... 50

4.3 Tenaga Kerja ... 53

4.4 Areal Konsesi ... 54

4.5 Pemupukan ... 55


(7)

4.6 Uraian Proses Produksi

4.6.1 Bahan Baku ... 58

4.6.2 Proses Produksi ... 59

4.7 Pembahasan ... 69

4.7.1 Interpretasi Model ... 69

4.8 Pengujian Hipotesis 4.8.1 Koefisien Determinasi (R-Square) ... 70

4.8.2 Uji t-statistik ... 71

4.8.3 Uji F-statistik ... 73

4.8.4 Uji Penyimpangan asumsi Klasik ... 74

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 78


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Kurva Tahapan Produksi ……… 24

Gambar 2.2 : Kurva Production Possibility Curve ……….... 26

Gambar 3.1 : Kurva Uji t-statistik ... 43

Gambar 3.2 : Kurva Uji F- statistic ... 45

Gambar 3.3 : Kurva Durbin-Watson ... . 46

Gambar 4.1 : Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Pasir Mandoge ... 50


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Jumlah Tenaga Kerja PTPN IV

Kebun Pasir Mandoge (2005-2009) ... 53

Tabel 4.2 : Luas Areal TM PTPN IV Kebun

Pasir Mandoge (2005-2009) ……… 55 Tabel 4.3 : Jumlah Pupuk PTPN IV Kebun

Pasir Mandoge (2005-2009) ... 57 Tabel 4.4 : Jumlah Produksi Kelapa Sawit PTPN IV


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil Regresi hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebubn Pasir Mandoge

Lampiran 2 : Hasil Uji Multikoliniearitas LX1

Lampiran 3 : Hasil Uji Multikoliniearitas LX2


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Hasil Produksi Kelapa Sawit (Studi pada : PTPN IV Kebun Pasir Mandoge)”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaruh luas

lahan, tenaga kerja dan pupuk terhadap hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu dengan pencatatan langsung data yang diperoleh dari perusahaan.

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary least Square). Dari hasil regresi, luas lahan dan tenaga kerja berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap hasil produksi kelapa sawit, variabel pupuk berpengaruh positif dan secara statistik tidak signifikan terhadap jumlah produksi.

Hasil uji koefisien determinasi (R²) menunjukkan bahwa variabel hasil produksi kelapa sawit sebagai variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel-variabel independen yaitu luas lahan, tenaga kerja dan pupuk sebesar 93,51 % dan sisanya 6,49 % dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model. Pengujian secara keseluruhan menggunakan uji F dimana F.hitung (45,36) > F.tabel (3,2406) artinya variabel luas lahan, tenaga kerja dan pupuk berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi kelapa sawit.

Kata Kunci : Produksi Kelapa Sawit, Luas Lahan, Tenaga Kerja, Pupuk, Metode Kuadrat Terkecil


(12)

ABSTRACT

This research is entitled “Determinant Analyze of Crude Palm Oil

Production (A Case Study: PTPN IV Kebun Pasir Mandoge)”. This research

is aimed to find out how are the effects of the width of land, employees and fertilizer towards of CPO production in PTPN IV Kebun Pasir Mandoge. The data of this research are secondary data which are gained from collecting data directly into corporation.

In analyzing the effects of independent variables towards dependent variables is used econometric model by regressing all variables by using Ordinary Least Square Method. The regression result shows that the variable the width of land and employees has possitive effect and is statistically significant toward of CPO production, and the variable of the fertilizer usage is possitively effective but is not statistically significant towards the CPO productions.

The coefficient determining (R²) test result shows that the variables of the CPO production as dependent variable can be described by the independent variables, the width of land, employees and fertilizer for 93,51% and the rest 6,49% is described by the other variables out of the model. The overall tests use F where F sums (45,36) > F table (3,24) which means that the variables the width of land, employees and fertilizer significantly effective towards the rubber CPO production.

Keywords: Crude Palm Oil Production, Width of Land, Employees, Fertilizer, Ordinary Least Square


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Hasil Produksi Kelapa Sawit (Studi pada : PTPN IV Kebun Pasir Mandoge)”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaruh luas

lahan, tenaga kerja dan pupuk terhadap hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu dengan pencatatan langsung data yang diperoleh dari perusahaan.

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary least Square). Dari hasil regresi, luas lahan dan tenaga kerja berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap hasil produksi kelapa sawit, variabel pupuk berpengaruh positif dan secara statistik tidak signifikan terhadap jumlah produksi.

Hasil uji koefisien determinasi (R²) menunjukkan bahwa variabel hasil produksi kelapa sawit sebagai variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel-variabel independen yaitu luas lahan, tenaga kerja dan pupuk sebesar 93,51 % dan sisanya 6,49 % dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model. Pengujian secara keseluruhan menggunakan uji F dimana F.hitung (45,36) > F.tabel (3,2406) artinya variabel luas lahan, tenaga kerja dan pupuk berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi kelapa sawit.

Kata Kunci : Produksi Kelapa Sawit, Luas Lahan, Tenaga Kerja, Pupuk, Metode Kuadrat Terkecil


(14)

ABSTRACT

This research is entitled “Determinant Analyze of Crude Palm Oil

Production (A Case Study: PTPN IV Kebun Pasir Mandoge)”. This research

is aimed to find out how are the effects of the width of land, employees and fertilizer towards of CPO production in PTPN IV Kebun Pasir Mandoge. The data of this research are secondary data which are gained from collecting data directly into corporation.

In analyzing the effects of independent variables towards dependent variables is used econometric model by regressing all variables by using Ordinary Least Square Method. The regression result shows that the variable the width of land and employees has possitive effect and is statistically significant toward of CPO production, and the variable of the fertilizer usage is possitively effective but is not statistically significant towards the CPO productions.

The coefficient determining (R²) test result shows that the variables of the CPO production as dependent variable can be described by the independent variables, the width of land, employees and fertilizer for 93,51% and the rest 6,49% is described by the other variables out of the model. The overall tests use F where F sums (45,36) > F table (3,24) which means that the variables the width of land, employees and fertilizer significantly effective towards the rubber CPO production.

Keywords: Crude Palm Oil Production, Width of Land, Employees, Fertilizer, Ordinary Least Square


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian, baik pada tingkat nasional maupun regional. Sejarah perkebunan kelapa sawit di Indonesia dibagi ke dalam 5 periode, yaitu zaman penjajahan Belanda, Jepang, Revolusi Fisik, Nasionalisasi ke Orde Baru sampai Era Reformasi saat ini. Oleh karena itu, perkebunan kelapa sawit di Indonesia mempunyai peran yang sangat strategis dari sisi ekonomi antara lain sebagai komoditas ekspor, penyerapan kesempatan kerja, menekan jumlah penduduk miskin, mendorong pusat pertumbuhan wilayah, mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, dan lain-lain. Disamping itu sekarang ini semakin menguatnya permintaan Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan baku bahan bakar nabati (biodiesel) maka semakin menambah kuatnya permintaan terhadap hasil produksi kelapa sawit (Kompas, 2007).

Dengan besarnya produksi CPO yang mampu dihasilkan, tentunya hal ini akan berdampak positif bagi perekonomiam Indonesia, baik dari segi kontribusinya terhadap pendapatan negara, maupun besarnya tenaga kerja yang terserap di sektor industri ini yang mencapai 8,5 juta orang. Sektor ini juga mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar perkebunan sawit, dimana


(16)

persentase penduduk miskin di areal ini kurang dari 6%, jauh lebih rendah dari angka penduduk miskin nasional sebesar 17% (sumber:berkas sambutan Menteri Negara Riset dan Teknologi).

Berdasarkan data tahun 2006, Indonesia telah menjadi Negara penghasil CPO terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 16 juta ton. Sementara negara tetangga kita Malaysia yang selama ini berada pada posisi no.1, saat ini berada pada posisi ke-2 dengan total produksi sebesar 15,8 juta ton. Yang menarik dari data ini adalah ternyata Indonesia mampu menjadi negara penghasil CPO nomor 1 di dunia, 4 tahun lebih cepat dari prediksi sebelumnya, dimana Indonesia diperkirakan baru akan menjadi produsen CPO terbesar di dunia pada tahun 2010 (Berita Iptek: 2007).

Perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia ini sangat signifikan dan fantastis. Luas areal produksi dan ekspor kelapa sawit dari tahun 1916 sampai dengan 2006 menunjukkan angka yang sangat signifikan dan fantastik terutama antara tahun 1990 sampai dengan 2006, dimana untuk total luas areal dari 1.126.677 ha menjadi 6.074.926 Ha, sedangkan untuk produksi minyak sawit meningkat dari 7.000.508 ton menjadi 16.000.211 ton dan ekspornya dari 4.110.027 ton menjadi 12.101.000 ton. Dari total areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia, sejumlah 4.582.733 Ha atau sejumlah 75,4 % berada di Pulau Sumatera.

Sumatera Utara termasuk ke dalam daerah yang banyak memproduksi kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit itu sendiri telah dimulai di Sumatera Utara sejak tahun 1911 dan sampai saat ini Sumatera Utara termasuk provinsi penghasil utama minyak kelapa sawit bagi Indonesia. Minyak kelapa sawit bagi Provinsi


(17)

Sumatera Utara merupakan salah satu komoditi yang cukup menunjang pembangunan, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan ataupun bagi pemenuhan akan minyak nabati serta merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat yang berkecimpung didalamnya. Salah satu perkebunan besar yang ada di Sumatera Utara adalah Pt. Nusantara IV Kebun Pasir Mandoge.

PT. Nusantara IV Kebun Pasir Mandoge merupakan perkebunan yang berorientasi pada tanaman kelapa sawit. Lokasi ini dipilih sebagai pengembangan kelapa sawit karena telah dipertimbangkan dari segi kesuburan tanah, iklim, dan curah hujan sangatlah cocok. PT. Nusantara IV Kebun Pasir Mandoge adalah salah satu dari beberapa perkebunan yang dapat mengolah / memproduksi hasil perkebunannya sendiri, yaitu mengolah hasil dari Tandan Buah Segar (TBS) menjadi CPO.

Masalah produksi terutama, bukanlah merupakan hal yang baru dalam sebuah perusahaan baik itu perusahan industri maupun perusahaan yang bergerak dibidang pertanian. Usaha meningkatkan produksi merupakan suatu pendekatan yang positif bagi peningkatan keuntungan serta pertumbuhan perusahaan.

Proses penciptaan output (produksi) selalu dihadapkan kepada berbagai alternatif, apakah alternatif dimaksud berkaitan dengan penggunaan input atau penciptaan output. Proporsi maupun jenis input yang digunakan guna menghasilkan berbagai output dan bagaimana kombinasi penggunaan input sehingga proses produksi terkendali (Sumanjaya, 2008 ; 78).

Pengertian output dalam hal ini tentunya berkaitan dengan produk yang akan dihasilkan dengan berbagai kriteria, dan input meliputi antara lain penggunaan tenaga kerja, barang-barang modal, bahan baku, teknologi, dan


(18)

berbagai input lainnya dengan berbagai satuan. Secara umum faktor produksi terdiri dari empat macam yakni lahan (tanah), modal, tenaga kerja, dan manajemen. Akan tetapi dalam praktek, keempat faktor produksi tersebut belum cukup di dalam proses pertanian. Faktor-faktor sosial ekonomi lainnya, seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat keterampilan dan lain-lain juga berperan dalam mempengaruhi tingkat produksi (Sumanjaya, 2008 ; 80).

Dalam praktek, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Faktor Biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varitas, pupuk, obat-obatan, gulma, dan sebagainya. 2. Faktor Sosial Ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja,

tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, risiko dan ketidakpastian, kelembagaan, tersedianya kredit, dan sebagainya.

Beberapa faktor produksi diatas dapat dikombinasikan antara yang satu dengan yang lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang merupakan dambaan setiap orang. Tujuan yang dimaksud adalah produksi, prodiktivitas, efisiensi, profit, dan sebagainya.

Berbicara mengenai produksi, tidak terlepas dari luas lahan. Kondisi pertanian dapat dilihat dari faktor luas lahan yang dapat mempengaruhi produksi setiap tahunnya. Lahan merupakan aset terpenting bagi kegiatan pertanian. Semakin luas lahan garapan maka semakin besar produksi yang dihasilkan dan sebaliknya.

Untuk mengolah lahan tersebut diperlukan sumber daya manusia. Peranannya berbeda dari faktor produksi lainnya, dimana sumber daya manusia


(19)

dan meningkatkan kemampuannya dalam mengelolah dan mendayagunakan berbagai faktor produksi untuk mengahsilkan barang. Tenaga kerja merupakan unsur tani dalam kemampuan produksi barang dan jasa serta mengatur sarana produksi yang lain seperti bahan mentah, tanah dan air. Oleh karena itu, tenaga kerja sangat dibutukan daam peningkatan kemampuan produksi untuk meningkatkan produktivitas karena kontribusi tenaga kerja dinilai menentukan kinerja usaha tani yang masih bersifat padat karya.

Namun dalam pelaksanaannya untuk mencapai peningkatan produktivitas produksi tersebut tidaklah mudah karena kedua hal tersebut tidaklah cukup. Hal yang tak kalah penting adalah modal. Modal disini mencakup uang, bibit, pupuk dan sebagainya yang cukup sebagai jaminan produktivitas dan kelancaran dalam peningkatan produksi.

Jika sebuah perusahaan memiliki tingkat tenaga kerja dengan tingkat keterampilan serta keahlian yang rendah, disamping modal yang terbatas, bahan baku yang juga langka, serta masih menggunakan teknologi yang sederhana dapat menyebabkan produksi yang dihasilkan kurang atau mungkin saja tidak akan disenangi oleh konsumen (masyarakat). Selain itu dampak yang timbul seperti diuraikan sebelumnya adalah produk tersebut tidak akan mampu bersaing dipasaran apakah itu dalam pasar domestik maupun pasar internasional.

Disisi lain tersedianya sarana atau faktor produksi yang banyak belum tentu pula akan menjamin produksi serta produktivitas yang diperoleh akan lebih baik. Namun yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah mengenai peranan dari pengusaha untuk melakukan berbagai cara atau usaha yang berkaitan terutama dengan kenaikan produksi serta pencapaian efisiensi.


(20)

Demikian juga halnya dengan perusahaan yang bergerak dibidang produksi pertanian/perkebunan tidak terlepas dari berbagai aspek ini. Oleh karena itu, sebelum seseorang merancang untuk menganalisis kaitan input dan ouput maka diperlukan pemahaman identifikasi terhadap vairabel-variabel apa yang mempengaruhi proses produksi.

Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil

Produksi Kelapa Sawit dengan Studi pada Perkebunan PTPN IV Kebun Pasir Mandoge.”

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang, maka perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pengaruh luas lahan terhadap hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge?

2. Bagaimanakah pengaruh tenaga kerja terhadap hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge?

3. Bagaimanakah pengaruh pupuk terhadap hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge?

I.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan


(21)

perumusan masalah tersebut diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Luas lahan mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan hasil produksi, ceteris paribus.

2. Penggunaan tenaga kerja mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan hasil produksi, ceteris paribus.

3. Penggunaan pupuk mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan hasil produksi, ceteris paribus.

I.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian I.4.1Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh luas lahan terhadap hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge.

2. Untuk mengetahui pengaruh tenaga kerja terhadap hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge.

3. Untuk mengetahui pengaruh pupuk terhadap hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya dibidang ekonomi.


(22)

2. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama Departemen ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

3. Sebagai penambah, pelengkap sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian menyangkut topik yang sama.

4. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi perusaan yang bersangkutan.


(23)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Definisi Ekonomi Pertanian

Ekonomi pertanian merupakan gabungan dari ilmu ekonomi dengan ilmu pertanian yang memberikan arti sebagai berikut: suatu ilmu yang mempelajari dan membahas serta menganalisis pertanian secara ekonomi, atau ilmu ekonomi yang diterapkan pada pertanian (Daniel, 2002; 9). Ilmu ini menjadi satu ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses pembangunan dan pemacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekonomi pertanian mencakup analisis ekonomi dari proses (teknis) produksi dan hubungan-hubungan sosial dalam produksi pertanian, hubungan-hubungan antar faktor produksi, serta hubungan antara faktor produksi dan produksi itu sendiri. Dalam kebijakan pembangunan nasional, pembangunan pertanian merupakan langkah awal dan mendasar bagi pertumbuhan industri. Salah satu sub sektor pertanian yang berkembang adalah sub sektor perkebunan.

2.1.1 Sejarah Ekonomi Pertanian

Ekonomi pertanian mula-mula berkembang di daratan Eropa. Muncul dan berkembangnya ekonomi pertanian di Eropa sangat berkaitan dengan lahir dan berkembangnya ilmu pertanian. Pada zaman Romawi, Cato, Varo, Palladus, dan Columela mulai melihat dan meninjau pertanian secara ilmu. Kemudian muncul tulisan tentang ilmu pertanian yang dikarang oleh Justur Moser, J.C. Schubart, dan J.C.Bergen. Awal abad ke-18, ilmu pertanian semakin berkembang, dan


(24)

bahkan sudah mulai membahas tentang hak dan kepemilikan tanah (Daniel, 2002; 3).

Di Amerika Serikat, ekonomi pertanian pertama kali diajarkan pada tahun 1892 di Universitas Ohio. Di Indonesia, Ilmu Ekonomi Pertanian baru dikembangkan mulai tahun 1950-an yang dipelopori oleh Iso Reksohadiprodjo dan Teko Sumardiwirjo, masing-masing dosen di Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada (Daniel, 2002; 4). Pada akhir dekade 1960-an, tepatnya tahun 1969 didirikan organisasi yang menghimpun para ahli ilmu ekonomi pertanian, organisasi tersebut diberi nama PERHEPI (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia).

2.1.2 Fungsi Ekonomi Pertanian

Ekonomi pertanian bukan sekedar gabungan antara ilmu ekonomi dengan ilmu pertanian, tetapi mempunyai arti yang sangat penting bagi pertanian dan juga bagi ekonomi. Ilmu ekonomi pertanian mempelajari faktor sumber daya atau faktor produksi dilengkapi dengan permasalahan, potensi, dan kebijakan serta kemitraan, kelembagaan, dan faktor pendukung lainnya. Sebelum proses produksi atau usaha tani dijalankan (baik dalam subsektor tanaman pangan dan holtikultura, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, maupun subsektor perikanan) perlu dilakukan perencanaan yang matang.

Dalam pelaksanaan dilapangan, pertanian juga membutuhkan ilmu ekonomi pertanian. Kalau pupuk diberikan sekian banyak, berapa hasil yang akan diterima, bila pupuk dikurangi atau ditambah berapa keuntungan yang akan diperoleh. Begitu juga dengan pengaturan tenaga kerja dan obat-obatan. Dalam


(25)

ekonomi pertanian, semua itu akan diperhitungakan dan dipelajari secara mendalam (Daniel, 2002; 6).

2.2 Pengertian Perkebunan

Istilah perkebunan sudah lama dikenal, sejak pemerintahan kolonial Belanda. Pada tahun 1938 di Indonesia terdapat 243 perkebunan besar. Pada tahun 1870 dengan keluarnya undang-undang agraria pengaturan perkebunan-perkebunan swasta di Indonesia lebih tegas dan jelas. Keluarnya undang-undang agraria mempunyai tujuan utama mengundang penanaman modal swasta ke Indonesia untuk berusaha mengembangkan produk-produk pertanian yang diperlukan pasaran dunia, terutama Eropa. Setelah merdeka, pemerintah Indonesia mengambil alih perkebunan-perkebunan yang dikelola oleh Belanda, tepatnya sejak tahun 1957 (Syamsulbahri, 1996; 1).

Perkembangan perkebunan setelah orde baru dengan program pembagunan lima tahunan (Pelita) tahap demi tahap telah memfokuskan program pembangunannya terutama dalam sektor tanaman pangan, sedangkan sektor perkebunan memberikan kerangka landasan peningkatan produksi dan diversifikasi tanaman ekspor. Pada tahun 1992 telah berhasil membuat Undang-Undang Nomor 12 tentang budidaya tanaman. Dengan adanya undang-undang tersebut pemerintah telah memberikan kebebasan kepada petani untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaannya, serta kewajiban pemerintah dalam menjamin penghasilan petani (Syamsulbahri, 1996; 1).

Sejarah perkebunan sebelum penjajahan Belanda di Indonesia, perkebunan belum terorganisir secara struktural. Selama dekade penjajahan


(26)

Belanda, Inggris, dan Jepang pengelolaan perkebunan beralih kepenguasa, dalam hal ini penjajah. Pada zaman Belanda dikenal ”sistem tanam paksa”. Setelah merdeka pengelolaan perkebunan masih seperti zaman Belanda, barulah tahun 1957 terjadi perubahan pengelolaan perkebunan. Pada tahun tersebut terjadi pengambil-alihan perkebunan dari orang-orang asing oleh pemerintah Republik Indonesia. Dambaan petani untuk menjadi tuan di tanahnya sendiri sangat diharapkan, karena menajer-manajer perkebunan telah diisi oleh putra-putra Indonesia. Pada kenyataannya kenyataan tersebut tidak bisa terwujud, karena didalam negeri sudah terlalu lama mengalami peperangan untuk merebut kemerdekaan.

Pada tahap dicanangkannya program-program Pelita, pada subsektor perkebunan mulai dilakukan pembenahan-pembenahan oleh pemerintah. Pada Pelita I dan II telah dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan dan memulihkan perkebunan-perkebunan yang terlantar. Pada Pelita III hingga V dilaksanakan serangkaian usaha-usaha intensifikasi, rehabilitasi, dan diversifikasi perkebunan. Pada Pelita III perkembangan sektor perkebunan amat mencolok, terutama ditinjau dari perluasan areal perkebunan baik di Jawa maupun diluar Jawa (Syamsulbahri, 1996; 3).

Sebelum mempelajari lebih jauh tentang perkebunan perlu kesatuan pengertian dari perkebunan itu sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam pemahaman selanjutnya, terutama tanaman perkebunan tahunan. Perkebunan dapat diartikan berdasarkan fungsi, pengelolaan, jenis tanaman, dan produk yang dihasilkan.


(27)

1. Perkebunan berdasarkan fungsinya dapat diartikan sebagai usaha untuk menciptakan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan devisa negara, dan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam

2. Berdasarkan pengelolaannya, perkebunan dapat dibagi menjadi :

1) perkebunan rakyat; 2) perkebunan besar; 3) perkebunan perusahaan inti rakyat; 4) perkebunan unit pelaksana proyek

3. Perkebunan berdasarkan jenis tanamannya dapat diartikan sebagai usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh rakyat, pemerintah, maupun swasta selain tanaman pangan dan holtikultura

4. Perkebunan berdasarkan produknya dapat diartikan sebagai usaha budidaya tanaman yang ditujukan untuk menghasilkan bahan industri (misalnya karet, tembakau, cengkeh, kapas), bahan industri makanan (misalnya kelapa, kelapa sawit, dan kakao), dan makanan (misalnya tebu, teh, kopi, dan kayu manis).

Dari pengertian-pengertian tersebut perkebunan dapat diartikan sebagai: ”usaha budidaya tanaman baik oleh pemerintah, swasta, rakyat, maupun secara bersama-sama dalam skala luas maupun sempit areal lahan yang digunakan namun bertujuan untuk mendapatkan peningkatan pendapatan dan devisa negara, tanpa mengabaikan penyerapan tenaga kerja dan pelestarian sumber daya alam” (Syamsulbahri, 1996; 15).

2.2.1 Manajemen Perkebunan

Manajemen dapat diartikan sebagai usaha pengelolaan sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, dimana sifatnya universal yang berarti dapat berlaku secara umum untuk berbagai organisasi. Dalam


(28)

perkembangannya, perkebunan dijadikan sebagai satu sub-sektor dari sektor pertanian. Dimana sub-sektor perkebunan dijadikan andalan dalam memasukkan devisa negara dari sektor non-migas. Pengelolaannya ada yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, maupun oleh rakyat. Sistem pengelolaan perkebunan di Indonesia ada keterpaduan antara unsur-unsur yang membentuk sub-sektor perkebunan yang meliputi pemerintah, swasta dan masyarakat (Syamsulbahri, 1996; 16).

1. Perkebunan Rakyat

Perkebunan rakyat yang sering disebut juga pola swadaya menduduki hampir 80% dari total areal perkebunan yang ada di Indonesia. Pengelolaannya masih terbatas, dalam artian belum ada pembagian pengelolaan untuk masing-masing sistem. Untuk itu seorang petani tanaman perkebunan dapat berfungsi dan bertindak sebagai pelaksana setiap kegiatan usahanya.

2. Perkebunan Besar

Perkebunan besar swasta dan perkebunan besar milik negara sering disebut sebagai satu plantation atau estate dimana pengelolaannya jelas untuk masing-masing sub-sistem, akan tetapi merupakan satu kesatuan manajemen. Manajemen perkebunan yang meliputi manajemen tanaman, manajemen pengolahan hasil dan manajemen pemasaran komoditi perkebunan.

Beberapa ciri dari perkebunan besar, antara lain : hamparan lahan relatif luas, tanaman dan tata tanam yang seragam, pemakaian bibit unggul dan teknologi relatif maju, perencanaan terinci dan pegawasan yang ketat, standarisasi (prosedur, prestasi, hasil, mutu dan biaya), penggunaan tenaga kerja terampil atau terlatih, disiplin dalam berbagai bidang, akomodasi pekerja di sekitar unit kerja,


(29)

wadah organisasi dan mekanisme koordinasi. Pola organisasi perusahaan perkebunan umumnya dapat digambarkan sebagai organisasi intern yang mengatur hubungan antara kantor Direksi dengan kebun atau Pabrik. Atas dasar laporan-laporan harian, bulanan serta tugas-tugas pengawasan dilakukan oleh aparat direksi. Seluruh kegiatan administrasi kebun/pabrik dikoordinir oleh Kantor Direksi.

3. Perusahaan Perkebunan Inti Rakyat

Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) Direktorat Jenderal Perkebunan mengartikan sebagai usaha pengembangan perkebunan dengan menggunakan perkebunan besar sebagai inti yang membantu dan membimbing perkebunan rakyat sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh, dan berkesinambungan. Perusahaan inti merupakan perusahaan perkebunan besar baik milik swasta maupun milik negara, sedangkan kebun plasma merupakan areal wilayah plasma yang dibangun oleh perusahaan inti dengan tanaman perkebunan yang diperuntukkan bagi petani peserta.

4. Perkebunan Unit Pelaksana Proyek

Unit pelaksana proyek merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan dalam pembinaan dan pelaksanaan proyek perkebunan, setiap unit pelaksanaan proyek perkebunan ditentukan oleh luas areal perkebunan rakyat yang dibina, dimana pembinannya dilaksanakan mulai dari pembibitan, penanaman sampai dengan pengolahan dan pemasaran hasil. Pembinaan dilakukan secara menyeluruh termasuk juga peningkatan keterampilan para petani dengan mengadakan kursus-kursus latihan-latihan, dan bimbingan didalam inti proyek.


(30)

2.3 Deskripsi Minyak Kelapa Sawit 2.3.1 Deskripsi Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis Guineensis) berbentuk pohon. Tingginya dapat menacapai 24 meter. Akar serabut taman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar nafas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.

Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelepah mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip kelapa.

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (Free Fatty Acid: FFA) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.

Buah terdiri dari tiga lapisan, yaitu:

1. Eksokarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin. 2. Mesokarp, serabut buah.

3. Endoskarp, cangkang pelinding inti.

Inti sawit (kernel, yang sebenarnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti kualitas tinggi.


(31)

Kelapa sawit berkembang baik dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).

Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15o LU – 15oLS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 meter dari permukaan laut dengan kelembapan 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan produksi kelapa sawit.

2.3.2 Tipe Kelapa Sawit

Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis, yaitu: Elaeis Guineensis dan Elaeis Oloifera. Jenis yang pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan orang. Elaeis Oloifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.

Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari:

1. Dura, merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. 2. Pisifera, buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril

sehingga sangat jarang menghasilkan buah.

3. Tenera, merupakan persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan


(32)

masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa Tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.

2.3.3 Hasil Tanaman Kelapa Sawit

Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit, dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.

Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil) yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.

Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulitnya buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang


(33)

disebut bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.

Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90oC. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.

Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.

2.3.4 Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit

Indonesia bukanlah daerah orijin tanaman kelapa sawit. Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848 dari Afrika. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pada pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide untuk membuat perkebuanan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit ”Deli Dura”.

Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal


(34)

perkebunan mencapai 5.123 Ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaysia pada 1911-1912. di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih Dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran dimulai pada tahun 1911.

Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940.

Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Buruh-Militer (Bumil) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).

Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem Perkebunan Intin Rakyat (PIR-BUN). Perluasan areal perkebuanan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi nabati meningkat sebagai energi alternatif.

Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12 meter, dan merupakan kelapa sawit tertua di asia Tenggara yang berasal dari Afrika.

2.4 Aspek-Aspek Produksi 2.4.1 Pengertian Produksi

Produksi dapat didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input), atau sering disebut


(35)

sebagai faktor-faktor produksi. Dengan demikian kegiatan produksi tersebut adalah proses mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output. (Agung, 1994; 9)

Dalam ilmu ekonomi istilah produksi mencakup jenis aktivitas yang jauh lebih luas dibanding pengertian sehari-hari. Menurut konteks ini produksi dapat diartikan sebagai hubungan fisik antar masukan (input) dan keluran (otput). Pengertian seperti ini sering disebut sebagai “proses produksi”. Fungsi yang menggambarkan keadaan seperti itu dinamakan “fungsi produksi”. Unsur-unsur ekonomi yang berkaitan erat dengan masalah produksi ini diantaranya adalah pendapatan sekaligus berhubungan dengan laba/rugi, biaya produksi, efisiensi, produktivitas, dll.

2.4.2 Prinsip Ekonomi Dalam Proses Produksi

Beberapa prinsip ekonomi dalam proses produksi sebagai kebijakan perusahaan, yaitu (Sumanjaya, 2008; 99):

1. Maksimalisasi Output

Kebijaksanaan perusahaan untuk maksimalisasi output dinyatakan berdasarkan kendala biaya, berarti perusahaan berupaya untuk mendapatkan output maksimum dengan mengeluarkan biaya tertentu.

2. Minimalisasi Biaya

Kebijakan perusahaan yang berupaya untuk meminimalisasi biaya produksi untuk tingkat output tertentu.


(36)

3. Maksimalisasi Laba

Pengusaha memiliki kebebasan dalam penggunaan input sebagai biaya produksi guna menciptakan produksi optimal dengan tujuan untuk mendaptkan laba maksimum. Besarnya laba maksimum perusahaan sebagai penjualan output adalah selisih diantara jumlah penerimaan (total revenue) dikurangi dengan jumlah biaya (total cost).

2.4.3 Konsep Produksi

Konsep dasar teori produksi sangat diperlukan bagi berbagai pihak, terutama pihak produsen untuk menentukan bilamana output dapat memberikan maksimum laba. Beberapa informasi yang perlu diketahui produsen antara lain permintaan output maupun informasi ketersediaan berbagai input guna mendukung proses output. Demikian pula alternative penggunaan input dan bahkan pengorbanan terhadap sesuatu output guna kepentingan output lainnya. Keterangan ini perlu mendapat perhatian para pelaku kegiatan produksi sebagai suatu kebijaksanaan sekaligus keputusan.

Secara umum, konsep produksi dapat dibedakan menjadi 3 bagian (Kadariah, 1994; 100), yaitu:

1. Produk Total (Total Product)

Produk total adalah jumlah total produksi yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan selama kurun waktu tertentu dengan menggunakan sejumlah input yang dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian produk total ini merupakan fungsi dari input / faktor-faktor produksi yang tersedia, sehingga besarnya sangat dipengaruhi oleh kepemilikan terhadap input yang diperlukan.


(37)

Dalam hal ini fungsi produksi total dapat dirumuskan sebagai berikut: TP = f (FP)

Artinya bahwa produksi total itu merupakan variabel dependen terhadap faktor produksi (FP) yang dijadikan sebagai variabel independen, dimana:

TP = Total Product (produk total)

FP = Factor of Production (factor produksi) 2. Produksi Rata-rata (Average Product)

Produksi rata-rata adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh setiap unit (satuan) faktor-faktor produksi. Konsep ini diperoleh dengan cara membagikan total produksi dengan jumlah faktor produksi (input) yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Berdasarkan penjelasan tersebut, konsep ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

AP =

FP TP

Dimana: AP = average product (produksi rata-rata) TP = total product (total produksi)

FP = jumlah faktor produksi yang digunakan 3. Produksi Marginal (Marginal Product)

Produk marginal merupakan perubahan (pertambahan atau penurunan) produksi yang diperoleh seiring dengan dilakukannya penambahan input. Dengan demikian konsep ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

MP = ∆Q = Qa – Qa – 1


(38)

Qa = total produksi setelah penambahan faktor produksi Qa - 1 = total produksi sebelum penambahan faktor produksi

2.4.4 Tahapan produksi

Gambar 2.1. Kurva Tahapan Produksi

Sumber: Teori Ekonomi Mikro, Sumanjaya, 2008; 83

Berdasarkan data dan grafik pada gambar 2.1 dapat ditemukan tahapan (stage) produksi, apakah sebagai tahap I, tahap II, dan tahap III. Tahap I ditunjukkan dari penggunaan 1 input tenaga kerja sampai pada perpotongan marginal product dengan average product. Tahap II dimulai dari MP = AP sampai pada maksimum total product dengan MP = 0. Tahap III dimulai total product mengalami penurunan dan diikuti oleh marginal product yang negatif.

TP

APL

MPL

I II III

X Y


(39)

Tahap I penggunaan tenaga kerja relatif kecil sehingga total produksi masih memungkinkan untuk ditingkatkan, tahapan ini merupakan irrational stage sebagaimana tahap III dimana penambahan jumlah input tenaga kerja justru menurunkan jumlah produksi. Tahap II merupakan rational stage dimana penambahan input tenaga kerja dapat meningkatkan jumlah produksi. Dengan demikian berdasarkan ketiga tahapan produksi diatas, terbaik terdapat pada tahap produksi II (Sumanjaya, 2008; 83).

2.4.5 Production Possibility Curve

Proses penciptaan output selalu dihadapkan kepada berbagai alternative, apakah alternative dimaksud berkaitan dengan penggunaan input atau penciptaan output. Beberapa proporsi maupun jenis input yang digunakan guna menghasilkan berbagai output dan bagaimana kombinasi penggunaan input sehingga proses produksi terkendali. Informasi pasar output dan kesediaan input sangat berperan sehingga proses produksi memberikan laba maksimum bagi perusahaan. Konsep production possibility curve atau disebut production frontier dapat mengungkapkan keterangan diatas.

Dalam penerapannya pengertian ini mendukung makna berupa penggunaan berbagai sumber daya yang tersedia dalam kegiatan produksi secara keseluruhan dengan alternative output. Apabila sumber daya yang tersedia tidak digunakan secara keseluruhan berarti proses produksi tidak efisien. Tepatnya pengertian production possibility curve sendiri merupakan alternative pengorbanan yang diberikan sesuatu output guna peningkatan output lain seperti ditunjukkan pada gambar 2.2 (Sumanjaya, 2008; 78).


(40)

Gambar 2.2. Kurva Production Possibility Curve Sumber: Teori Ekonomi Mikro, Sumanjaya, 2008; 79

Berdasarkan uraian diatas, produksi pada dasarnya merupakan proses penggunaan input (masukan) untuk menghasilkan output (keluaran). Secara umum fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Output = f (input)

2.4.6 Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah abstraksi yang menggambarkan suatu proses produksi, lebih jelasnya fungsi produksi dapat diartikan sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan-kemungkinan prediksi teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan atau industri. Fungsi produksi memberikan output maksimum dalam pengertian fisik.

Menurut Samuelson dan Nordhaus (200; 125), pengertian fungsi produksi merupakan hubungan antara jumlah input yang diperlukan dan jumlah output

Q P

R

Production Possibility Curve

S T

0

P

roduk

(A

) P

e

r U

n

it

Produk (B) Per Unit


(41)

yang dihasilkan. Fungsi produksi menentukan output maksimum yang dapat dihasilkan dari sejumlah input tertentu, dalam kondisi keahlian dan pengetahuan teknis yang tertentu.

Juga disebutkan fungsi produksi merupakan hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya (Sukirno, 1994; 193).

Fungsi produksi menetapkan bahwa suatu perusahaan tidak bisa mencapai suatu output yang lebih tinggi tanpa menggunakan input yang lebih banyak, dan suatu perusahaan tidak bisa menggunakan lebih sedikit input tanpa mengurangi tingkat outputnya.

Dalam pembahasan teori ekonomi produksi, maka telaahan yang banyak diminati dan dianggap penting adalah telaahan fungsi produksi ini. Hal tersebut disebabkan karena beberapa hal, antara lain:

a. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti.

b. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependen variabel), Y, dan variabel yang menjelaskan (independen variabel), X, serta sekaligus mengetahui hubungan antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Y = f (X1,…)

Dengan fungsi produksi seperti tersebut diatas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1,...lainnya juga dapat diketahui.


(42)

a. Fungsi Produksi Satu Input Variabel

Fungsi produksi dengan satu input dapat ditunjukkan melalui grafik dua dimensi. Untuk penyederhanaannya dapat diasumsikan bahwa salah satu input adalah konstan dalam jangka pendek (Suharti, 2003; 78). Apabila input tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi berarti pembahasan bertumpu pada kemampuan tenaga kerja dalam menciptakan jumlah produksi (total physical

productivity of labor/TPPL atau acapkali disingkat (TP), produksi margin (MP),

rata-rata produksi (AP) dan sampai kepada laba maksimum (Sumanjaya, 2008; 80).

b. Fungsi Produksi Dengan Dua Input

Apabila dua input yang digunakan dalam proses produksi menjadi variabel semua, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan isoquan dan isocost.

a. Isoquant

Isoquant adalah kurva yang menunjukkan kombinasi input yang dipakai dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama (Suharti, 2003; 83).

Isoquant mempunyai cirri-ciri yang sama dengan indifference curve dalam analisis perilaku konsumen, yaitu (Suharti, 2003; 83):

1. Turun dari kiri atas kekanan bawah 2. Cembung ke arah titik origin 3. Tidak saling berpotongan


(43)

4. apabila jumlah output yang lebih banyak, artinya perubahan produksi digambarkan dengan pergeseran isoquan.

Marginal Rate of Technical Substitution (MRTS)

Adalah suatu pernyataan yang mengungkapkan penurunan/berkurangnya penggunaan sesuatu input (kapital) di satu sisi pada sumbu vertikal dan diganti dengan penambahan input lain (tanaga kerja) dengan tingkat produksi yang sama (Sumanjaya, 2008; 87). Secara matematis dapat dituangkan sebagai berikut:

MRTS =

K L

MP MP

b. Isocost

Isocost adalah kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi antara dua input yang berbeda yang dapat dibeli oleh produsen pada tingkat biaya yang sama (Suhartati, 2003; 87).

2.4.7 Fungsi Produksi Cobb Douglas

Fungsi produksi ini menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Cobb, C.W. dan Douglas, P. H. pada tahun 1928 melalui artikelnya yang berjudul “A Theory of Production” (Suhartati, 2003; 104).

Secara matematis fungsi produksi Cobb Douglas dapat ditulis dengan persamaan (Sumanjaya, 2008; 102):

Q = AKα Lβ Keterangan: Q = output


(44)

L = input tenaga kerja

A = parameter efisiensi/koefisien teknologi

α = elastisitas input modal

β = elastisitas input tenaga kerja

Fungsi produksi Cobb Douglas dapat diperoleh dengan membuat dengan membuat linear persamaan sehingga menjadi:

LnQ = LnA + αLn + βLnL + ε

Dengan meregres persamaan diatas maka secara mudah akan diperoleh parameter efisiensi (A) dan elastisitas inputnya. Salah satu kemudahan fungsi produksi Cobb Douglas adalah secara mudah dapat dibuat linear sehingga memudahkan untuk mendapatkannya.

a. Marginal Physical Productivity of Capital (MPk)

β α

αK L

A MPk K

Q = = −1

∂ ∂ K L K A MPk β α α = K Q

MPk =α ... (1) b. Marginal Physical Productivity of Labor (MPl)

1

− =

= ∂

MPl AβKαLβ

L Q L L K A MPl β α β = L Q


(45)

c. Avarage Productivity of Capital (Apk)

K Q

APk = ... (3) d. Average Productivity of Labor (APl)

L Q

APl = ... (4) e. Elasticity Product of Capital (Ek)

K Q Ek ∆∆ = % %

... (5)

f. Elasticity Product of Labor (El)

L Q El ∆ ∆ = % %

... (6)

Dalam fungsi produksi Cobb Douglas ini, penjumlahan elastisitas substitusi menggambarkan return to scale. Artinya apabila α + β = 1 berarti constan return to scale, bila α + β < 1 berarti decresing return to scale, dan apabila α + β > 1 berarti proses produksi berada dalam keadaan increasing return to scale. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:

Fungsi produksi Cobb Douglas:

Q = AKα Lβ

Apabila input dinaikkan dua kali lipat maka:

Q2 = A (2K1)α. (2L1) β

= A2αK1α .2βL1β


(46)

= 2 α+β Q1

Jadi, bila α+β = 1, maka Q2 = 2 Q1, berlaku constan return to scale

bila α+β > 1, maka Q2 > 2 Q1, berlaku increasing return to scale

bila α+β < 1, maka Q2 < 2 Q1, berlaku decreing return to scale

Dalam fungsi produksi Cobb Douglas asli berlaku constant return to scale (Nicholson, 1995; 332), sehingga dapat mengilustrasikan secara mudah perubahan output sebagai akibat perubahan input. Apabila input (baik K maupun L) naik sebesar 2 (dua) kali maka output akan naik sebesar 2 (dua) kali pula.

Karena dalam fungsi Cobb Douglas berlaku constant return to scale maka akan membawa konsekuensi bahwa substitusi antar faktor-faktor produksinya adalah substitusi sempurna, artinya satu input L (tenaga kerja) dapat digantikan dengan satu unit input K (modal). Dengan demikian, fungsi produksi Cobb Douglas mempunyai bentuk isoquan linear.

2.5 Faktor-Faktor Produksi 1. Tanah

Tanah merupakan lapisan kulit bumi terluar yang tersusun dari bahan mineral dan bahan-bahan organik. Dipengaruhi oleh bahan induk, iklim, bentuk wilayah, dan mikro organism. Unsur pembentuk tanah terdiri dari mineral (45%), udara (25%), air (25%) dan bahan organic (5%) (Indriani, 1993; 11).

Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan dari mana hasil produksi keluar. Dalam pertanian, terutama di Negara kita, faktor produksi tanah mempunyai kedudukan paling penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa


(47)

yang diterima oleh tanah dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya (Mubyarto, 1984; 76).

Tanah adalah faktor produksi yang tahan lama sehingga biasanya tidak diadakan depresiasi atau penyusutan. Bahkan dengan perkembangan penduduk nilai tanah selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Tetapi dalam pertanian tanah yang dikerjakan terus menerus akan berkurang pula kesuburannya. Untuk mempertahankan kesuburan tanah petani harus mengadakan rotasi tanaman dan usaha-usaha konservasi tanah lainnya (Mubyarto, 1984; 88).

Unsur-unsur sosial ekonomi yang melekat pada tanah dan memiliki peranan dalam pengelolaan usaha tani cukup beragam, diantaranya adalah:

1. Kekuatan atau kemampuan potensil dan aktuil dari tanah

2. Kapasitas ekonomis, efisiensi ekonomis dan keunggulan bersaing dari tanah 3. Produktivitas tanah, yang dimaksud dengan produktivitas tanah adalah jumlah

hasil total yang diperoleh dari satu kesatuan bidang tanah (satu hektar) selama satu tahun dihitung dengan uang.

4. Nilai sosial ekonomis dari tanah

Bagi sebuah perusahaan lahan (tanah) memiliki peranan penting terutama sebagai tempat pendirian perusahaan dan pabrik-pabrik yang dibutuhkan dalam proses produksi. Selain itu bagi perusahaaan tertentu tanah ini dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku, misalnya melalui pemberdayaan lahan yang dapat mendukung penyediaan bahan baku yang dibutuhkan sekaligus akan mengurangi biaya produksi.


(48)

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja sering disebut tenaga manusia mutlak dibutuhkan jika ingin menghasilkan sebuah produk. Tenaga kerja yang tersedia biasanya digunakan untuk mengoperasikan serta mengendalikan mesin/peralatan yang dimiliki oleh perusahaan. Untuk kasus tenaga kerja ini terutama tidak dipandang dari kuantitas (jumlah), tetapi juga mutu (kualitas) yang sangat mempengaruhi kinerja perusahaan yang bersangkutan.

Dengan adanya tenaga kerja yang terdidik dan terlatih maka dipastikan kesalahan-kesalahan fatal yang merugikan dan membahayakan akan dapat dicegah. Dalam hal ini sebuah perusahaan sangat mengharapkan tenaga kerja yang benar-benar berpengalaman serta memilki keahlian yang tinggi sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar terutama terhadap peningkatan produksi perusahaan. Selain keahlian, dan kejujuran, kedisplinan juga hal yang sangat dibutuhkan dari seorang tenaga kerja.

Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia dibedakan kedalam persoalan tenaga kerja dalam usaha tani kecil-kecilan (usaha tani pertanian rakyat) dan persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besaran yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya. Petani yang memiliki lahan tidak luas tidak membutuhkan tenaga kerja dari luar. Tetapi bagi petani yang memilki lahan yang luas akan membutuhkan tenaga kerja dari luar (Mubyarto, 1984; 104).


(49)

3. Modal

Pengertian modal adalah barang dan jasa yang bersama-sama dengan faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru.Barang-barang pertanian yang termasuk baru.Barang-barang modal dapat berupa uang, ternak, pupuk, bibit, cangkul, investasi dalam mesin dan lain-lain. Biasanya semakin besar dan semakin baik kualitas modal yang dimiliki maka akan sangat mendukung terhadap peningkatan produksi yang dihasilkan (Mubyarto, 1984; 91).

4. Manajemen (Skill)

Manajemen berarti proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota serta penggunaan sumber daya dalam rangka pencapian tujuan yang telah ditetapkan. Dari uraian di atas maka faktor produksi ini tidaklah kalah penting dibanding faktor produksi lain. Perlu diketahui ada 3 alasan manajemen ini sangat dibutuhkan oleh perusahaan, yakni:

1. Untuk mencapai tujuan perusahaan.

2. Untuk menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangan 3. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas

2.6 Biaya Produksi

Keputusan manajemen dalam kaitan dengan penggunaan input produksi sangat penting dan perlu menjadi perhatian yang serius. Untuk menciptakan sesuatu output tentunya dengan berbagai input yang digunakan seperti: tenaga kerja, bahan baku, barang-barang modal, teknologi, dan lainnya. Keseluruhan


(50)

input ini pada hakikatnya berupa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam proses produksi (Sumanjaya, 2008; 106).

2.6.1 Fungsi Biaya Total

Fungsi biaya total ini merinci biaya total yang dikenakan oleh perusahaan untuk memproduksi suatu output tertentu selama kurun waktu tertentu. Para ahli ekonomi mendefenisikan biaya ditinjau dari biaya alternative atau opportunity cost. Doktrin biaya alternative menetapkan bahwa biaya dari suatu faktor produksi merupakan nilai maksimum yang diproduksi oleh faktor ini dalam suatu penggunaan alternative (Suhartati, 2003; 123).

Biaya dapat kita kelompokkan berdasarkan realitas dan sifatnya. Berdasarkan realitas, biaya dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Suhartati, 2003; 23): 1. Biaya eksplisit ialah pengeluaran yang nyata dari suatu perusuhaan untuk

membeli atau menyewa input atau faktor produksi yang diperlukan di dalam proses produksi.

2. Biaya implisit ialah nilai dari suatu input milik sendiri atau keluarga yang digunakan oleh perusahaan itu sendiri di dalam proses produksi.

Berdasarkan sifatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Biaya tetap

Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan per satuan waktu tertentu, untuk keperluan pembayaran semua input tetap, dan bsarnya tidak tergantung dari jumlah produk yang dihasilkan.


(51)

2. Biaya variabel

Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan pada waktu tertentu, untuk pembayaran semua input variabel yang digunakan dalam proses produksi.

Penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel dalam proses produksi disebut sebagai biaya total. Terdapat dua fungsi biaya yang dapat diurunkan dari fungsi biaya total, yaitu:

1. Fungsi Biaya Tetap Total/Total Fixed Cost (TFC)

Didefinisikan sebagai nilai dari biaya total pada suatu tingkat output nol. TFC(q) merupakan suatu fungsi dari q yang konstan untuk semua nilai-nilai q yang mungkin:

TFC(q) = TC(0) ... (1) 2. Fungsi Biaya Variabel Total/Total Variabel Cost (TVC)

Sama dengan perbedaan antara biaya total memproduksi q dan biaya tetap total:

TVC(q) = TC(q) – TFC(q) ... (2)

Oleh karena itu biaya variabel total adalah bagian dari biaya total yang bervariasi dengan tingkat output.

Kemudian dari fungsi biaya total diatas dapat diturunkan fungsi biaya rata-rata yang merupakan suatu nilai tengah aritmatik bilangan, yaitu (Suhartati, 2003; 125):

1. Fungsi Biaya Tetap Rata-rata/Average Fixed Cost (AFC) adalah biaya tetap per unit output:

AFC(q) = q

q TFC( )


(52)

2. Fungsi Biaya Variabel Rata-rata/Average Variabel Cost (AVC) Adalah biaya variabel per unit output:

AVC = q

q TVC( )

... (2)

3. Fungsi Biaya Total Rata-rata Adalah biaya total per unit output:

ATC(q) = q

q ATC( )

... (3)

4. Fungsi Biaya Marginal

Adalah laju perubahan di dalam biaya total sebagai akibat perubahan output:

MC(q) = dq

d

[TC(q)] ... (4)

2.6.2 Economies dan diseconomies scale

Merupakan pernyataan tentang bagaimana alternative proses produksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Economies scale berarti penggunaan input produksi di mana rata-rata biaya produksi menunjukkan penurunan sedangkan output dinyatakan meningkat. Adapun diseconomies scale mengungangkapkan peningkatan output diikuti oleh kenaikan biaya rata-rata produksi (Sumanjaya, 2008; 112).


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah atau metode prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahn dan menguji hipotesis penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge, dengan menganalisis pengaruh luas lahan, jumlah tenaga kerja dan pupuk terhadap hasil produksi kelapa sawit. Pertimbangan pemilihan perusahaan ini adalah karena perusahaan ini telah lama memproduksi kelapa sawit hingga saat ini, diharapkan dapat memenuhi kriteria sebagai tempat penelitian yang dapat memberikan data serta informasi yang diperlukan.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series yang bersifat kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka. Sumber datanya diperoleh dari PTPN IV Kebun Pasir Mandoge dalam bentuk triwulan dalam kurun waktu 2005-2009. Disamping itu, data lainnya yang mendukung penelitian diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, literatur, jurnal, majalah-majalah ekonomi, laporan-laporan penelitian ilmiah dan internet.


(54)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, dan laporan-laporam penelitian ilmiah yang ada hubungan dengan topik yang diteliti. Sedangkan untuk teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah melakukan pencatatan secara langsung data faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge.

3.4 Pengolahan Data

Dalam melakukan pengolahan data penelitian, penulis menggunakan program Eviews 5.1 dengan terlebih dahulu melakukan pemindahan data yang diperoleh ke dalam Software Mirosoft Excel untuk mempermudah penginputan data pada proses selanjutnya

3.5 Model Analisis Data

Model dasar untuk analisis produksi kelapa sawit di PTPN IV kebun Pasir Mandoge merupakan pengembangan dari teori produksi Cobb-Doglas, yaitu persamaan:

Y = A KαLβ ... (1)

Dengan memecah variabel K dan L dalam bentuk yang lebih spesifik, yaitu variabel-variabel eksplanatori yang digunakan dalam penelitian ini, maka fungsi produksi menjadi:


(55)

Dari fungsi tersebut ditransformasikan kedalam model persamaan regresi linear dengan spesifikasi model sebagai berikut :

Y =

α

+

β

1

X

1

+

β

2

X

2

+

β

3

X

3

+

μ

... (3)

Dimana:

Y = Produksi (Kg)

α = Intercept / konstanta

βi = Koefisien regresi X1 = Luas Lahan (Hektar) X2 = Tenaga Kerja (Orang) X3 = Pupuk ( Kg)

µ = Term of Error (Kesalahan Pengganggu)

Selanjutnya untuk mendapatkan model penelitian, logaritma digunakan terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk menguji pengaruh antar variabel penjelas (explanatory variable) terhadap produksi kelapa sawit digunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dalam bentuk regresi berganda.

Adapun spesifikasi model penelitan ini sebagai berikut :

log Y =

α

+

β

1

log X

1

+

β

2

log X

2

+

β

3

log X

3

+

μ

...(4)

Secara sistematis bentuk persamaan hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1 X

Y

∂∂ > 0 artinya apabila X1 (luas lahan) mengalami kenaikan maka Y (produksi) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.


(56)

2 X

Y

∂∂ > 0 artinya apabila X2 (tenaga kerja) mengalami kenaikan maka Y

(produksi) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3 X

Y

∂∂ > 0 artinya apabila X3 (penggunaan pupuk) mengalami kenaikan

maka Y (produksi) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.6. Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.6.1. Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama memberi penjelasan terhadap variabel dependen .

Ada dua ciri dari R2 yang perlu diperhatikan: 1. Jumlahnya tidak pernah negatif

2. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0< R2≤1).

3.6.2. Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : bi = b Ha : bi ≠b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X


(57)

terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :

t-hitung =

(

)

Sbi b bi

Dimana :

bi = Koefisien variabel independen ke-i b = Nilai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i Kriteria pengambilan keputusan :

H0 : β =0 H0 diterima (t*<t-tabel) artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha : β ≠0 Ha diterima (t*>t-tabel) artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(58)

3.6.3 Uji F-statistik

Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

2 1 0 :b b

H ≠ ... bk = 0 (tidak ada pengaruh) 0

:b2 =

Ha ... i = 1 (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-statistik dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus :

F-hitung =

( )

(

R

)

(

n k

)

k R

− 2 −

2

1

1

Dimana :

R2 = Koefisien determinasi

k = Jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan n = Jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan :

0

: 1 2

0 β =β =

H H0 diterima (F*<F-tabel) artinya variabel

independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(59)

0 :β1 ≠β2

a

H Ha diterima (F*>F-tabel) artinya variabel

independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1. Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R2, F-hitung, t-hitung, dan standart error.

Adanya multikolinearity ditandai dengan : a. Standard error tidak terhingga

b. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 1%, α = 5%,

α = 10%

c. Membandingkan R2 regresi pertama dengan R2 regresi variabel-variabel independen


(60)

3.7.2. Autokorelasi (Serial Correlation)

Serial Correlation didefenisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Model regresi linear klasik mengasumsikan autokorelasi tidak terdapat didalamnya distribusi

atau gangguan μi dilambangkan dengan :

(

i : j

)

=0

E µ µ ij

Ada beberapa cara untuk menguji keberadaan autokorelasi, yaitu : 1. Dengan menggunakan atau memplot grafik

2. Dengan D-W Test (Uji Durbin-Watson) Uji D-W ini dirumuskan sebagai berikut :

Dw-hitung =

− − 2 2 1) ( t t t e e e

Dengan hipotesis sebagai berikut :

, 0 : 0 ρ =

H artinya tidak ada autokorelasi

, 0 :ρ ≠

a

H artinya ada autokorelasi

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk

berbagai nilai α. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :


(61)

Keterangan :

DW<dl : Tolak H0 (ada korelasi positif) DW>4-dl : Tolak H0 (ada korelasi negatif) du<DW<4-du : Terima H0 (tidak ada korelasi)

dl≤Dw<4-du : Tidak bisa disimpulkan (inconclusive) (4-du)≤Dw≤(4-dl) : Tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

3.8 Defenisi Operasional

1. Produksi kelapa sawit adalah jumlah kelapa sawit yang diproduksi oleh PTPN IV Kebun Pasir Mandoge dalam kurun waktu 2005-2009, yang dinyatakan dalam satuan Kg.

2. Lahan adalah adalah luas areal yang digunakan untuk memproduksi kelapa sawit, yang dinyatakan dalam satuan Hektar.

3. Tenaga kerja adalah jumlah angkatan kerja yang berfungsi dan ikut serta dalam proses produksi kelapa sawit, yang dinyatakan dalam satuan Orang.

4. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan kedalam tanah untuk menyediakan esensial bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit, yang dinyatakan dalam Kg.


(62)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah Perusahaan

Kebun Pasir Mandoge merupakan salah satu diantara beberapa kebun yang terdapat di PTP. Nusantara IV. PTP. Nusantara IV Kebun Pasir Mandoge mulai dibuka sejak 14 Januari 1976, merupakan kebun pengembangan dari PTP. Nusantara yang terpusat di Medan.

Kebun Pasir Mandoge yang dibangun pada tahun 1975 merupakan bagian dari PN. Perkebunan VII. Pada tanggal 14 April 1985 PNP VII berubah menjadi PT. Perkebunan VII (Persero) Kebun Pasir Mandoge kemudian pada tanggal 11 Maret 1996 berubah lagi menjadi PTP. Nusantara IV (Persero) Kebun Pasir Mandoge.

4.1.2 Profil Perusahaan

Kebun Pasir Mandoge memiliki satu unit pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang dibangun pada tahun 1980, dengan kapasitas olah 24 Ton TBS/jam. Pada tahun 1984, daya olah PKS Kebun Pasir Mandoge ditingkatkan kapasitas olahnya menjadi 48 Ton TBS/jam. Untuk memenuhi kebutuhan pengolahan TBS, maka pada tahun 1987 dilakukan rehabilitasi dan perluasan PKS dengan kapasitas 60 Ton TBS/jam sampai dengan sekarang.


(63)

4.1.3 Keadaan Wilayah

Kebun Pasir Mandoge merupakan salah satu unit usaha PTP. Nusantara IV (Persero) Medan yang dibangun pada tahun 1975 yang bernama PNP VII dengan Hak Guna Usaha (HGU) seluas ± 8.411,95 Ha. Hak Guna Usaha ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010. Kebun Pasir Mandoge terletak di Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian dari permukaan laut ± 350 meter yang diapit oleh Sungai Silau/Silabat dan Sungai Piasa.

4.2 Struktur Organisasi 4.2.1 Bagan Organisasi

Organisasi dalam arti luas adalah suatu proses penetapan dan pembagian kerja yang dilakukan, pembatasan tugas dan tanggung jawab serta melimpahkan wewenang dan penetapan dalam antara unsur-unsur organisasi sehingga memungkinkan orang dapat bekerja sebaik mungkin untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Untuk menciptakan suasana kerja yang terkoordinasi dengan baik sehingga jelas arah dan tujuannya, maka suatu organisasi harus memiliki struktur organisasi yang jelas, sehingga dengan adanya struktur organisasi yang jelas, maka setiap personel akan mengetahui tugas dan tanggung jawabnya atas apa yang ia kerjakan.

Struktur organisasi yang dimilki oleh PTP. Nusantara IV Kebun Pasir Mandoge adalah struktur organisasi ”Line and Staff Organization” dimana


(64)

manajer sebagai penaggung jawab utama dan dibantu oleh beberapa staf sesuai dengan tugasnya masing-masing.

Berikut ini adalah bentuk struktur organisasi pada Kebun Pasir Mandoge:

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Pasir Mandoge

4.2.2 Pembagian Fungsi dan Wewenang

Berikut adalah pembagian fungsi dan wewenang dari masing-masing jabatan pada struktur organisasi pabrik pengolahan kelapa sawit PTP. Nusantara IV Kebun pasir Mandoge, yaitu:

Manajer Unit Ka.Dinas Tanaman B Ka.Dinas Teknik Ka.Dinas Tata Usaha Ka.Dinas Tanaman A Ka.Dinas Pengolah an As.Tanam an Afd I

As.Tanam an Afd II

As.Tanam an Afd V

As.Tanam an Afd VI

As.Tanam an Afd

VII

As.Tanam an Afd III

As.Tanam an Afd IV

As.Tanam an Afd

VIII

As.Tanam an Afd IX

As.Tanam an Afd X

Ast. Teknik Pabrik As. Dinas Pengolah an Ast. SDM & Umum As.Dinas Pengolah an Ast. Teknik Pabrik Perwira Pengaman an Ka. SMP


(1)

Berdasarkan hasil output program e-views, diperoleh nilai D-W hitung sebesar 2,018868. Sementara nilai-nilai tabel yang diperoleh adalah :

1. du = 1.67 2. dl = 1.00 3. 4-du = 2,33 4. 4-dl = 3,00

Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa nilai D-W lebih besar dari nilai du dan lebih kecil dari nilai 4-du (1,67 < 2,018868 < 2,33). Berarti dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala autokorelasi pada model estimasi (Ho diterima).

Autokorelasi (+) inconclusive Autokorelasi (-) Inconclusive

Ho accept

1,00 1,67 2 2,33 3,00


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Variabel luas lahan memiliki pengaruh yang positif dan secara statistik berpengaruh signifikan terhadap produksi kelapa, hal ini sesuai dengan hipotesis awal.

2. Variabel tenaga kerja berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap hasil produksi kelapa sawit, hal ini sesuai dengan hipotesis awal. 3. Variabel pupuk berpengaruh positif namun secara statistik tidak signifikan

terhadap hasil produksi kelapa sawit.

5.2 Saran

Berdasarkan evaluasi dari hasil penelitian serta kesimpulan yang telah dirumuskan di atas, maka perlu untuk mengajukan saran-saran yang relevan sebagai usaha untuk memecahkan permasalahan yang ditentukan dalam analisis serta diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terkait.

Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dampak penggunaan faktor-faktor produksi lebih efektif jika pihak perkebunan lebih memfokuskan penggunaan faktor yang berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap kenaikan jumlah produksi, disamping disatu sisi menekan biaya produksi untuk hal-hal yang tidak perlu.

2. Perkembangan ilmu pengetahuan menuntut kita untuk lebih banyak belajar lagi, karena apa yang ada di dalam teori terkadang tidak sama dengan apa


(3)

yang terjadi dilapangan terkhusus dibidang pertanian banyak faktor yang tidak diperhitungkan didalam teori namun terjadi dilapangan.

3. Implikasi kebijakan yang kurang tepat dapat menyebabkan ketidakmaksimalan antara hasil yang ingin dicapai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Oleh sebab itu para pengambil kebijakan terkhusus di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge perlu mempertimbangkan efektifitas setiap kebijakan yang diambil.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sritua. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Jakarta : UI Press Cahyono, B. T. 1983. Kebijakan Pertanian. Yogyakarta : Andi Offset.

Daniel, Moehar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT Buni Aksara Gujarati, Damodar. 1998. Ekonometrika Dasar. Jakarta : Erlangga.

Kadariah, 1994. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Mubyarto. 1984. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES

Sumanjaya, Rakhmat, Syahrir Hakim Nst, dan H.B. Tarmizi. 2006. Teori

Ekonomi Mikro. Medan : USU Press.

Pratomo, Wahyu Aryo. dan Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan

Eviews Dalam Ekonometrika. Medan : USU Press.

Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Suhartati, T dan M. Fathorrozi. 2003. Teori Ekonomi Mikro Dilengkapi Dengan

Beberapa Bentuk Fungsi Produksi. Bandung : Salemba Empat

Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Malang : Gajah Mada University Press.

Hantoro. 2009. Produksi Kelapa Sawit. Medan: PPKS-Medan

Sihombing, Sarwedy. 2002. Analisis Pemanfaatan dan Pemberdayaan Faktor-Faktor Produksi serta Pengaruhnya terhadap Peningkatan Produksi Teh di PT. Perkebunan Sidamanik. Skripsi.

Wikipedia.com. 2007 . Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis). Diakses pada tanggal 21 November 2009.

tanggal 21 November 2009.


(5)

Lampiran 1 : Hasil Regresi hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebubn Pasir Mandoge

Lampiran 2 : Hasil Uji Multikoliniearitas LX1

Dependent Variable: LX1 Method: Least Squares Date: 02/12/10 Time: 14:50 Sample: 2004Q1 2008Q4 Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -760.4331 955.2628 -0.796046 0.4370

LX2 0.001597 0.000680 2.350332 0.0311

LX3 1.122974 0.507916 2.210946 0.0410

R-squared 0.376955 Mean dependent var 1670.515

Adjusted R-squared 0.303656 S.D. dependent var 439.1565

S.E. of regression 366.4640 Akaike info criterion 14.78316

Sum squared resid 2283030. Schwarz criterion 14.93252

Log likelihood -144.8316 F-statistic 5.142676

Durbin-Watson stat 0.430764 Prob(F-statistic) 0.017923

Dependent Variable: LY Method: Least Squares Date: 02/11/10 Time: 16:58 Sample: 2004Q1 2008Q4 Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 11.17079 0.583172 19.15522 0.0000

LX1 1.319175 0.510950 2.581808 0.0167

LX2 0,866005 0.280327 3.089267 0.0308

LX3 0.653314 0.402636 1.622592 0.0000

R-squared 0.935101 Mean dependent var 15.32034

Adjusted R-squared 0.917795 S.D. dependent var 0.162997

S.E. of regression 0.219663 Akaike info criterion 0.763389

Sum squared resid 0.772033 Schwarz criterion 0.962535

Log likelihood 4.165837 F-statistic 45.36302


(6)

Lampiran 3 : Hasil Uji Multikoliniearitas LX2 Dependent Variable: LX2

Method: Least Squares Date: 02/12/10 Time: 14:53 Sample: 2004Q1 2008Q4 Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 298829.4 292844.6 1.020437 0.3218

LX1 153.5615 65.33610 2.350332 0.0311

LX3 -179.4244 173.3310 -1.035155 0.3151

R-squared 0.245367 Mean dependent var 224145.5

Adjusted R-squared 0.156587 S.D. dependent var 123733.6

S.E. of regression 113633.9 Akaike info criterion 26.25683

Sum squared resid 2.20E+11 Schwarz criterion 26.40619

Log likelihood -259.5683 F-statistic 2.763754

Durbin-Watson stat 1.872985 Prob(F-statistic) 0.091360

Lampiran 4 : Hasil Uji Multikoliniearitas LX3

Dependent Variable: LX3 Method: Least Squares Date: 02/12/10 Time: 14:56 Sample: 2004Q1 2008Q4 Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1587.816 139.0106 11.42227 0.0000

LX1 0.198873 0.089949 2.210946 0.0410

LX2 -0.000330 0.000319 -1.035155 0.3151

R-squared 0.223448 Mean dependent var 1845.963

Adjusted R-squared 0.132089 S.D. dependent var 165.5375

S.E. of regression 154.2176 Akaike info criterion 13.05209

Sum squared resid 404312.2 Schwarz criterion 13.20145

Log likelihood -127.5209 F-statistic 2.445817