penyerapan karbon dari atmosfer dan penyimpanannya dalam beberapa kompartemen seperti tumbuhan, serasah dan materi organik tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai biommassa pada batang mangrove pidada merah (Sonneratia caseolaris)

  

PENDUGAAN BIOMASSA PADA BATANG MANGROVE JENIS Sonneratia Caseolaris DI

DESA REROJA KECAMATAN MAGEPANDA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA

TIMUR

  

The Estimation of Biomassa on Mangrove Stem Like Sonneratia caseolaris Form in Reroja Village

Magepanda District Sikka Regency of East Nusa Tenggara Province

Paulina R. Carvallo, Lusia Sulo Marimpan, Maria M. E.Purnama

Program Studi Kehutanani, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana Kupang,

Jl. Adisucipto-Penfui-Kupang, NTT 85001

  

ABSTRAK

  Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan global ini adalah dengan menjaga dan melestarikan hutan yang ada. Ekosistem mangrove berperan dalam mitigasi 2 perubahan iklim akibat pemanasan global karena mampu mereduksi CO melalui mekanisme “sekuestrasi”, yaitu penyerapan karbon dari atmosfer dan penyimpanannya dalam beberapa kompartemen seperti tumbuhan, serasah dan materi organik tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai biommassa pada batang mangrove pidada merah (Sonneratia caseolaris) di Desa Reroja Kecamatan Magepanda Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan menggunakan metode destructive sampling atau dengan pemanenan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada diameter 20,06 cm memiliki nilai biomassa yang paling besar yaitu 1,65 Kg, pohon sampel dengan diameter 15,92 cm memiliki nilai biomassa sebesar 1,10 Kg dan diikuti oleh pohon sampel dengan diameter 9,55 cm sebesar 0,53 Kg. Pohon sampel dengan diameter 20,06 memiliki nilai biomassa terbesar karena memiliki diameter yang paling besar dibandingkan dengan pohon sampel yang lain. Berdasarkan penelitian ini diameter dapat mempengaruhi nilai kandungan biomassa.

  Kata kunci : mangrove, biomassa.

  ABSTRACT

  Global warming is the one the great issues in today’s world. One way to overcome this problem is to preserve our environment, particularly the forest. In this case, the ecosystem of mangrove take a role to mitigate the climate 2 changing of global warming, because its able to reduce CO through “sekuestrasi” mecanism. It is the absorption of atmosphere carbon and its storage in some compartements, like vegetation, manure, and those organic materials of soil.The purpose of this research is to know the estimation of carbon that existed in the kind of sonneratia

  

Caseolaris Mangrove in Reropaja, Magependa, Sikka Regency, Nusa Tenggara Timur. This research tried to use

  the destructive sampling method or by harvest. The result presented that on 20,00 cm diameter, there is a highest biomassa value 1,65 Kg. The tree sample with the 15,92 cm diameter has biomassa value 1,10 Kg and tree sample with the 9,55 cm diameter has 0,55 Kg. The tree sampel with 20,06 cm diameter has a highest biomassa value from the others. Base on this, the diameter could influen e the percentage of biomassa content.

  Key Words: Mangrove, biomassa.

  

PENDAHULUAN

  Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini, kontributor terbesar pemanasan global saat ini 2 4 adalah karbon dioksida (CO ) dan metana (CH ) yang dihasilkan pertanian dan peternakan (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), nitrogen oksida (NO) dari pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin ruangan (CFC). Efek rumah kaca atau green house effect sebenarnya bukan hanya berdampak pada kenaikan suhu bumi, tetapi juga berdampak pada hampir semua aspek kehidupan yang akhirnya akan mengakibatkan kerusakan ekosistem dan kepunahan spesies, termasuk manusia.

  Penyebab gas rumah kaca dapat berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, pembakaran hutan (termasuk lahan gambut), sawah yang tergenang yang dapat menghasilkan gas metana, pemanfaatan pupuk yang menghasilkan dinitro oksida, pembakaran padang sabana dan sisa-sisa pertanian, kotoran ternak yang membusuk dan akan melepaskan gas metana dan juga sampah yang menghasilkan gas metana. Dari waktu ke waktu penyebab pemanasan global di atas tidak akan mengalami penurunan bahkan akan mengalami peningkatan. Hal ini karena aktivitas manusia yang meningkat seiring jumlah penduduk dunia yang semakin meningkat. Untuk menghadapi fenomena perubahan ikilim ini diperlukan upaya mitigasi dan adaptasi. Adaptasi terhadap dampak perubahan iklim adalah salah satu cara penyesuaian yang dilakukan secara spontan atau terencana untuk memberikan reaksi terhadap perubahan iklim yang diprediksi atau yang sudah terjadi. Mitigasi adalah kegiatan jangka panjang yang dilakukan untuk menghadapi dampak dengan tujuan untuk mengurangi resiko atau kemungkinan terjadi suatu bencana.Kegiatan lebih lanjut dari mitigasi dampak adalah kesiapan dalam menghadapi bencana, tanggapan ketika bencana dan pemulihan setelah bencana terjadi.

  Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan pemanasan global ini adalah dengan menjaga dan melestarikan hutan yang ada. Vegetasi yang terdapat didalam hutan dapat menyerap karbon melalui proses fotosintesis. Dalam aktivitas metabolisme berupa fotosintesis, tumbuhan menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan mengubahnya menjadi energiyang bermanfaat bagi kehidupan.Sebagian besar energi ini disimpan oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa.

  Salah satu tipe hutan yaitu hutan mangrove. Mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat dipulihkan (renewable resources atau flow resources) yang mempunyai manfaat ganda (manfaat ekonomis dan ekologis).Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis yang sangat penting sebagai penyimpan karbon. Salah satu fungsi ekologis mangrove yang saat ini tengah diperbincangkan adalah mangrove sebagai penyimpan karbon.Hutan mangrove menyimpan karbon empat kali lebih cepat dari hutan tropis lainnya.

  Ekosistem mangrove berperan dalam mitigasi perubahan iklim akibat pemanasan global karena mampu mereduksi CO 2 melalui mekanisme “sekuestrasi”,yaitu penyerapan karbon dari atmosfer dan penyimpanannya dalam beberapa kompartemen seperti tumbuhan, serasah dan materi organik tanah (Hairiah dan Rahayu, 2007 dalam Imiliyana).

  Zainuddin dan Gunawan (2014) mengatakan bahwa luas hutan mangrove di Indonesia adalah 25% dari luas hutan mangrove di dunia. Pusat pemetaan dan integrasi tematik melaporkan bahwa pada tahun 2016 luas lahan mangrove di Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah 22.149,39 ha yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten dan kota di NTT, dengan kabupaten Malaka, kabupaten Kupang, kabupaten Manggarai Timur dan kabupaten Rote Ndao memiliki luas lahan mangrove yang lebih besar dibandingkan dengan kabupaten atau kota di NTT(Pusat pemetaan dan integrasi tematik, 2016). Kecamatan Magepanda merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Sikka yang memiliki luas hutan mangrove yang cukup besar yaitu sekitar 40 ha.

  Penelitian tentang pendugaan biomassa pada batang mangrove jenis sonneratia caseolaris di desa reroja kecamatan magepanda kabupaten sikka dirasa penting karena dengan mengetahui nilai bomassa yang terkandung dalam mangrove, kita akan lebih memahami manfaat ekologi mangrove sebagai penyerap karbon sehingga usaha konservasi mangrove dalam rangka mengurangi pemanasan global serta sebagai usaha perdagangan karbon dapat lebih ditingkatkan.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini dilakukan di desa Reroja, kecamatan Magepanda, kabupaten Sikka pada bulan Januari- Februari 2018 dan di Laboratorium Politani Kupang pada bulan Maret 2018. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pita meteran atau phi band, timbangan, haga meter, tali raffia, kamera, kertas label, kantung plastik dan

  thally sheet , sedangkan alat

  • –alat yang digunakan di laboratorium antara lain timbangan dan oven.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mangrove pidada merah (Sonneratia caseolaris).
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan hanya pada mangrove jenis pidada merah (Sonneratia caseolaris), pengambilan data pohon dilakukan dengan metode pemanenan dan data vegetasi dilakukan pada tingkat tiang, pancang dan pohon. Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1.

  Data primer atau data yang didapat secara langsung di lapanganberupa tinggi pohon, diameter pohon, berat basah setiap bagian pohon (batang,cabang dan ranting serta daun).

2. Data sekunder akan diperoleh dari Dinas Kehutanan Kabupaten Sikka berupa data luas letak, keadaan umum lokasi dan data potensi hutan serta kondisi fisik hutan.

  Prosedur pelaksanaan penelitian ini dibagi menjadi dua kegiatan yaitu observasi lapangan dan inventarisasi. Observasi lapangan diakukan dengan tujuan memperoleh gambaran detail kondisi hutan mangrove, distribusi tegakan berdasarkan diameter dan struktur tegakan. Informasi yang diperoleh dari observasi lapangan ini berguna untuk menentukan teknik inventarisasi yang tepat, jumlah sampel, dan areal sampel yang akan diambil.

  Metode sampling yang digunakan adalah sistem sampling sistematik yang digunakan berdasarkan arah rintis dan lebar hutan mangrove di Kecamatan Reroja. Intensitas sampling (IS) yang digunakan sebesar 5% dari luas areal mangrove. Populasi penelitian ini adalah hutan mangrove sedangkan sampelnya adalah jenis pidada merah (Sonneratia caseolaris). Petak pengamatan pohon dibuat berukuran 20m x 20 m, 10 x 10 m untuk tingkat tiang, dan 5 x 5 m untuk tingkat pancang. Penentuan jumlah petak didapat berdasarkan perhitungan berikut :

  Luas areal hutan mangrove desa Magepanda = 40 ha Luas unit penelitianq = 20m x 20m 2

  = 400m = 0,04ha Intensitas sampling (IS) = 5 % = 0,05

  Penentuan jumlah plot pengamatan adalah sebagai berikut (Simon, 1996) : Luas yang diamati = IS x luas areal hutan

  = 0,05% x 40 = 2 ha

  2 ℎ

  Jumlah plot yang diamati = =

  0,04 ℎ

  = 50 plot Perhitungan biomassa pohon akan dilakukan pada jenis biomasssa atas permukaan yaitu semua material hidup dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan. Perhitungan biomassa ini dilakukan menggunakan metode destruktif atau dengan pemanenan. Batang pohon sampel yang telah di tebang, dilakukan pembagian segmen batang dengan ukuran tertentu untuk selanjutnya dilakukan pengukuran pada masing-masing segmen. Untuk mendapatkan berat kering batang dilakukan dengan mengalikan kerapatan kayu dan volume batang. Pengambilan potongan kecil ( disc ) pada batang setebal 5cm, sebanyak tiga (3) yaitu dibagian pangkal,tengah dan ujung batang tetap dilakukan untuk pengukuran karbon. Pengovenan sampel batang dilakukan untuk proses pengarangan. Berat kering diperoleh dengan cara mengoven disc batang pada suhu 103±2 ˚Cselama 24 jam sampai mencapai berat kering yang konstan.

  Biomassa batang (stem weight) (Ws )= WD x volume Keterangan : WD : kerapatan kayu (wood density ) Volume : volume batang

  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Inventarisasi Hutan

  Istilah inventarisasi hutan diterjemahkan dari bahasa Inggris “Forest Inventory” dan dari bahasa Belanda “Bosch Inventarisatie”yang diterjemahkan menjadi Inventarisasi Hutan. Inventarisasi hutan merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang kekayaan hutan, menguraikan kuantitas dan kualitas pohon- pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya. Menurut Simon (1996) istilah inventore hutan dipakai pengelola hutan jati di Jawa, khususnya pada waktu inventore hutan masih menggunakan metode okuler. Dalam bahasa inggris, istilah yang sama dengan inventarisasi hutan, tetapi memiliki ruang lingkup yang lebih terbatas adalahtimber cruising, cruising, timber estimation.

  Dalam inventarisasi hutan penaksiran volume tegakan diminimalkan pada salah satu variabel penting. Volume tegakan selalu ditaksir dengan mengukur sejumlah pohon dalam petak ukur sebagai sampel pendugaan suatu komunitas salah satunya dilakukan dengan melakukan pengukuran pada diameter pohon dari komunitas yang akan diketahui tersebut.

  Dalam kegiatan inventarisasi hutan, terdapat beberapa metode yang dikembangkan untuk pengambilan data dan pengolahan data. Metode ini dikembangkan karena metode sensus tidak mungkin diterapkan untuk semua jenis dan kondisi hutan yang ada. Menurut Soedjarwo (1979) dalam Syaripuddin (2015) cara pengambilan data dalam inventarisasi hutan adalah sebagai berikut: a.

  Sensus jika memungkinkan (dalam skala kecil / terjangkau) b.

  Random sampling (bila keadaan lapangan vegetasi homogen) c. Sampling sistematik d.

  Purposive sampling (sengaja) Dalam inventarisasi hutan penaksiran volume tegakan diminimalkan pada salah satu variabel penting. Volume tegakan selalu ditaksir dengan mengukur sejumlah pohon dalam petak ukur sebagai sampel pendugaan suatu komunitas salah satunya dilakukan dengan melakukan pengukuran pada diameter pohon dari komunitas yang akan diketahui tersebut.

  Metode inventarisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah system sampling sistematik yang digunakan berdasarkan arah rintis.

  Gambar 1. Sampling Sistematis Dalam Proses Pengamatan Diameter merupakan dimensi pohon yang sangat penting dalam pendugaan potensi pohon dan tegakan. Data diameter ini akan digunakan untuk menentukan volume pohon selain itu diameter juga merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam perhitungan biomassa dan karbon. Selain data diameter dalam penaksiran volume dan perhitungan biomassa serta karbon, tinggi pohon juga merupakan salah satu parameter penting (Simon 1993 dalam Syaripudin 2015 ). Diameter setinggi dada ini diukur pada ketinggian 1,3 m di atas permukaan tanah. Tinggi pohon juga merupakan parameter selain diameter dalam kegiatan ini (Simon 1996 dalam Tono 2015). Tinggi dan diameter digunakan dalam perhitungan volume pohon. Dalam inventarisasi ada beberapa macam tinggi pohon, yaitu : tinggi total, yaitu tinggi dari pangkal pohon di permukaan tanah sampai puncak pohon. Tinggi bebas cabang, yaitu tinggi dari pangkal batang dipermukaan tanah sampai cabang pertama untuk daun lebar atau crow point untuk jenis conifer yang membentuk tajuk. Tinggi batang komersial, yaitu tinggi batang yang pada saat itu laku dijual dalam perdagangan.

  Rata-rata DBH dan tinggi pohon mangrove jenis pidada merah (Sonneratia caseolaris) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata DBH dan Tinggi Pohon Pidada Merah (Sonnerati caseolaris)

  Parameter Nilai

  Minimum Maksimum Rerata

  • N (2ha) 1.327 Diameter (cm) 1,11 27,07 11,43 Tinggi (m)

  2 18 8,61 Sumber : Data setelah diolah, 2018. Jumlah pohon sampel yang diukur sebanyak 1.327 pohon dengan jumlah 50 petak ukur. Rerata DBH =

  11,43 m dengan diameter terendah adalah 1,11 cm dan diameter tertinggi 27,07 cm. Rerata tinggi 11,43m dengan kisaran tinggi pohon antara 2

  • – 18 m. Data tinggi dan diameter ini nantinya akan digunakan dalam perhitungan volume pohon.

  Kerapatan Kayu ( Wood Density )

  Kerapatan kayu adalah massa atau berat kayu per unit volume kayu. Kerapatan merupakan faktor penting untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik kayu (Panshin dan Zeeuw, 1980 dalam Sucipto, 2009). Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga kosong. Kerapatan suatu benda yang 3 homogen adalah massa atau berat persatuan volume, sehingga kerapatan selalu dinyatakan dengan satuan gram/cm 3 atau kg/m . Massa atau berat dan volume pada perhitungan kerapatan kayu dapat menggunakan berbagai macam kondisi kayu (kondisi segar/basah, kering udara, kadar air tertentu dan kering tanur) . Biomassa batang akan diperoleh setelah kerapatan kayu dikalikan dengan volume batang pohon (Purwanto, 2009).

  Sampel yang digunakan dalam perhitungan kerapatan kayu ini adalah berbentuk disk dari pangkal batang, batang tengah dan ujung batang dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Masing-masing sampel disk ini ditimbang sampai kering tanur. Hasil dari perhitungan ini akan digunakan dalam perhitungan biomassa batang.

  Kerapatan kayu pada mangrove pidada merah (Sonneratia caseolaris) dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Kerapatan Kayu pada Mangrove Pidada Merah (Sonneratia caseolaris)

  No Diameter WD 3

  (cm) (g/cm ) 1 20,06

  0,52 2 15,92 0,49 3 9,55 0,42

  Rerata 0,47 Sumber : Data setelah diolah, 2018.

  Berdasarkan tabel di atas nilai kerapatan kayu yang paling tinggi adalah pada pohon sampel satu dengan 3 diameter 20,06 cm yaitu 0,52gr/cm dan yang paling kecil adalah pohon sampel tiga dengan diameter 9,55 cm yaitu 3 3 0,42 gr/cm dengan rata-rata sebesar 0,47 gr/cm . Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Amira (2008) yang mengatakan bahwa pada tingkat pertumbuhan pancang dari mangrove jenis Rhizophora apiculata memiliki nilai 3 kerapatan yang paling rendah yaitu 0,82 gr/cm . Dari hasil ini dapat diketahui bahwa mangrove jenis pidada merah

  (Sonneratia caseolaris) memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan biomassa.

  Biomassa Batang

  Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown, 1997). Biomassa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon di vegetasi hutan sebab 50% dari biomassa adalah karbon.

  Biomassa dapat dibedakan kedalam dua kategori yaitu, biomassa diatas permukaan tanah (above ground

  

biomass ) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Pendugaan biomassa diatas

  permukaan tanah dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu, metode pendugaan langsung (destructive) dan metode pendugaan tidak langsung (non destructive).

  Biomassa dapat diukur secara akurat melalui penebangan, pengeringan dan penimbangan. Akan tetapi cara ini membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga kurang efisien. Menurut Jayasekara (1990), pengukuran biomassa dapat dilakukan melalui pengukuran diameter setinggi dada (dbh) dan tinggi pohon serta pengukuran volume kayu yang dikonversi menjadi berat kering. Kandungan biomassa diatas permukaan tanah dari berbagai spesies pohon dapat diukur dengan menggunakan persamaan alometrik.

  Beberapa istilah dalam perhitungan biomassa diantaranya adalah biomassa hutan yang merupakan keseluruhan volume makhluk hidup dari semua spesies pada suatu waktu tertentu dan dapat dibagi kedalam 3 kelompok utama yaitu pohon, semak dan vegetasi yang lain. Pohon secara lengkap berisikan keseluruhan komponen dari suatu pohon termasuk akar, tunggul/tunggak, batang, cabang dan daun. Batang di atas tunggul merupakan seluruh komponen pohon kecuali akar dan tunggul.

  Dalam penelitian ini dilakukan pendugaan pada biomassa di atas permukaan tanah dengan menggunakan metode destructive atau dengan pemanenan. Biomassa batang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kerapatan kayu dan volume karena sampel pohon yang ditebang memiliki ukuran yang besar sehingga tidak dapat menggunakan pendekatan kadar air sampel. Pohon sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah tiga pohon dengan diameter berbeda. Sa mpel pohon ini ditentukan setelah melakukan kegiatan inventarisasi. Sampel batang yang diambil dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pangkal, tengah, dan ujung dengan ukuran panjang 1m. Masing-masing bagian batang ini kemudian dibagi lagi menjadi 3 ulangan. Data hasil perhitungan biomassa batang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Biomassa Batang Mangrove Pidada Merah (Sonneratia caseolaris)

  No DBH (cm) Biomassa Batang (Kg) 1 20,06 1,65 2 15,92 1,10 3 9,55 0,53

  Rerata

  1,09 Sumber : Data setelah diolah, 2018. Pohon sampel dengan diameter 20,06 cm memiliki nilai biomassa yang paling besar (1,65 Kg) dan yang paling rendah adalah pohon sampel dengan diameter 9,55 cm (0,53 Kg). Dari hasil ini dapat diketahui bahwa diameter berpengaruh pada jumlah atau kandungan biomassa dari suatu vegetasi. Penelitian yang dilakukan oleh Adinugroho dan Sidiyasa (2001) dalam Syurkri (2017) juga mendukung pendapat ini, dimana biomassa pada setiap bagian pohon meningkat secara proporsional dengan semakin besarnya diameter pohon sehingga biomassa pada setiap bagian pohon mempunyai hubungan dengan diameter pohon. Batang umumnya memiliki zat penyusun kayu yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan lainnya. Zat penyusun kayu ini menyebabkan rongga sel pada batang lebih banyak tersusun oleh komponen penyusun kayu dibandingkan dengan air sehingga bobot biomassa batang akan menjadi lebih besar.

  

PENUTUP

Kesimpulan

  Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa nilai biomassa dipengaruhi oleh diameter. Nilai biomassa pada batang mangrove pidada merah yang tertinggi terdapat pada pohon dengan diameter 20,06 yaitu sebesar 1,65 kg dan yang terendah terdapat pada pohon sampel demgan diameter 9,55 yaitu sebesar 0,59 Kg.

DAFTAR PUSTAKA

  Brown, S, 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: a Primer. (FAO Forestry Paper - 134). FAO, Rome. Hairiah, K, dan Rahayu, S. 2007.

  Pengukuran “karbon tersimpan‟ di berbagai macam penggunaan lahan.World Agroforestry Centre.ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia.

  Imiliyana, A, Mukmammad Muryono, Hery Purnobasuki. Estimasi Stok Karbon Pada Tegakan Pohon Rhizophora Stylosa Di Pantai Camplong, Sampang-Madura .Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Purwanto, R.H.,2009. Bahan Ajar Inventore Biomassa Hutan. Program Pascasarjana, Fakultas Kehutanan UGM,

  Yogyakarta Pusat Pemetaan Dan Integrasi Tematik, 2016.

  Simon, H. 1996. Metode Inventore Hutan. Buku. Aditya Media. Yogyakarta. 586p.

  Sucipto, T. 2009. Penentuan Air dalam Rongga Sel Kayu. Departemen Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Syaripuddin. 2015. Inventarisasi Pohon Jati (Tectona Grandis) Di Areal

  Agroforestry Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Jurusan Manajemen Pertanian. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

  

Syukri, M. 2017. Estimasi Cadangan Karbon Vegetasi Mangrove Hubungannya Dengan Tutupan Kanopi Di

Ampallas, Kelurahan Bebangga, Kecamatam Kalukku Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat. Universitas Hasanuddin Makasar.

  Tono, B. 2015. Pengukuran Diameter, Tinggi dan Volume Tegakan Sungkai (Paronema canescen JACK) Umur 18 Tahun Di Bukit Soeharto KM.60. Kab. Kutai Kartanegara.

  Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Zainudin dan Gunawan. 2014. https ://books.google.co.id/books. Diakses pada 16 Maret 2017.