BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang - Pengaruh Etika Profesi, Independensi, Dan Professional Judgment Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Proses Audit Laporan Keuangan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Balakang
Laporan keuangan merupakan salah satu media yang penting untuk mengomunikasikan fakta-fakta mengenai perusahaan dan merupakan dasar dalam menentukan atau menilai posisi keuangan suatu perusahaan. Banyak pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan, antara lain pemilik perusahaan itu, kreditur, investor, lembaga keuangan, pemerintah dimana perusahaan itu berada, masyarakat umum dan pihak-pihak lainnya. Memandang pernyataan tersebut, Aqel (2011 : 83) menyatakan “Because of this conflict of
interests between agents and principals, users of the financial statements can not
just rely on the financial statements prepared by the management without being
”.
verified by an independent third party who is the auditor Laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen perusahaan dan
perlu diaudit oleh auditor independen yang merupakan pihak ketiga yang independen
menurut Wahyudi dan Mardiyah (2006 : 2) antara lain karena:a) Laporan keuangan ada kemungkinan mengandung salah saji baik yang disengaja ataupun tidak.
b) Laporan keuangan yang sudah diaudit dan mendapat opini unqualified (wajar
tanpa pengecualian) diharapkan oleh pemakai laporan keuangan dapat yakin bahwa laporan keuangan tersebut dapat terhindar dari salah saji yang material. Artinya, walaupun di dalam laporan keuangan tersebut terdapat salah saji
tersebut dianggap wajar
(tetapi tidak terlalu berpengaruh) maka salah saji
sehingga dapat disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang dapat diterima oleh umum. Namun, penyajian laporan keuangan sendiri pada era ini sering disajikan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada bahkan sampai menimbulkan skandal akuntansi. Skandal akuntansi atau skandal akuntansi perusahaan adalahyang muncul dengan pengungkapan kelakuan buruk para eksekutif perusahaan publik.
Berikut ini adalah fakta-fakta di lapangan akan skandal akuntansi keuangan di dunia.
Tabel 1.1 Daftar Skandal Akuntansi Company Year Audit Firm Country NotesKPMG-Siddharta Manipulasi pajak
PT Easman
2001 Indonesia Siddharta & Harsono $3 juta
Christensen
Pembatasan KAP Drs. Mitra Winata
PT Muzatek
2004 Indonesia penugasan audit dan Rekan
Jaya
umum Overstated cash
United 2002 Arthur Andersen flows,
States
KAP Prasetio, Sarwoko Laporan 2002 Indonesia
Bank Lippo
& Sandjaja keuangan ganda
emeriksa Manipulasi
2005 Indonesia
PT KAI
Keuangan
pencatatan
United 2001 Arthur Andersen
States Improper
2002 Bermuda accounting,
Manipulasi kredit 2010 KAP Biasa Sitepu Indonesia
Raden Motor
macet 52 miliar financial transactions
IAO (Audit among banks and
2011 organization) and other Iran Getting a lot of
Audit firms Business Loans Without Putting any Collateral
Company Year Audit Firm Country Notes
2009 India Falsified accounts
Falsified accounting 2003 pA Italy
documents Failure to
United disclose
2010 Ernst & Young
States transactions to investors Sumber :
Skandal akuntansi tersebut memberikan dampak besar terhadap praktek akuntansi dan profesi akuntan terutama yang terkait dengan perusahaan publik.
Melihat skandal tersebut, masyarakat umum pun bertanya-tanya di mana peran auditor independen sehingga tidak dapat mendeteksi kecurangan-kecurangan di dalam laporan keuangan tersebut. Atau bahkan masyarakat menjadi curiga akan profesionalisme auditor dalam bekerja. Kepercayaan masyarakat perlu dipulihkan dan hal itu sepenuhnya tergantung pada praktek profesional yang dijalankan para akuntan.
Pengertian akan etika profesi menurut Sunyoto (2014 : 39) : Merupakan peraturan-peraturan yang dirancang untuk mempertahankan suatu profesi pada tingkat yang bermartabat, mengarahkan anggota profesi dalam hubungannya satu dengan yang lain, dan memastikan kepada publik bahwa profesi akan mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi.
Memahami peran perilaku etis seorang auditor dapat memiliki efek yang luas pada bagaimana bersikap terhadap klien mereka agar dapat bersikap sesuai dengan aturan akuntansi berlaku umum. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Al Momani (2013 : 118), “The questionable issue is not about the competence of
auditors, but about their ethics. Some interested people believe that auditors'
ethics are more important than their competence ”.Kualitas audit dipengaruhi sikap auditor independen dalam menerapkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik. Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau Jaringan KAP, baik yang merupakan anggota Ikatan Akuntan Publik Indonesia (lAPI) maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi jasa assurance dan jasa selain
assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik profesi.
Sehingga menurut Primaraharjo dan Handoko (2011 : 28), menyatakan bahwa, “Dengan adanya Kode Etik Profesi Akuntan Publik, masyarakat akan dapat menilai sejauh mana seorang auditor independen telah bekerja sesuai dengan standar-standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya”.
Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Hal ini seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik akuntan independen, akuntan intern perusahaan maupun akuntan pemerintah melakukan kecurangan dalam memeriksa laporan keuangan suatu perusahaan. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya tekanan psikologis yang diterima akuntan dari perusahaan yang tidak akan menggunakan jasanya kembali di periode yang akan datang, bila akuntan tidak memberikan pendapat yang positif atas laporan keuangan yang diperiksanya saat ini.
Independensi diartikan oleh Agoes dan Cenik (2013 : 146) adalah “Sikap tidak memihak serta tidak di bawah pengaruh atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil keputusan dan tindakan”. Independensi merupakan kunci utama yang mutlak harus berada dalam diri seorang auditor dalam menilai kewajaran laporan keuangan.
Kepercayaan masyarakat terhadap independensi auditor sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Selain itu sikap independen juga berhubungan langsung dengan mutu pemeriksaan dan salah satu elemen penting kendali mutu. Untuk bersikap independen auditor secara intelektual harus berpikir jujur dan objektif, sedangkan untuk diakui sebagai seorang yang independen ia harus bebas dari setiap kewajiban terhadap klien, pemimpin dan pemilik perusahaan.
Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan. Arens, dkk (2008 : 111) menyatakan bahwa Independensi dalam fakta (independence in fact) ada bila auditor benar- benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias sepanjang audit, sedangkan independensi dalam penampilan (independence in appearance) adalah hasil dari interpretasi lain atas independensi ini. Bila auditor independen dalam fakta tetapi pemakai yakin bahwa mereka menjadi penasihat untuk klien, sebagian besar fungsi dari audit telah hilang. Independensi dalam kenyataan merupakan sikap mental yang benar-benar ada dalam kenyataan ketika auditor dapat mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan audit. Independensi ini terutama ditujukan ke pribadi auditor dalam melaksanakan auditnya. Sehingga independensi dalam kenyataan ini sulit untuk dinilai oleh orang atau pihak lain selain auditor sendiri. Independensi dalam penampilan adalah hasil interprestasi atau presepsi orang atau pihak lain mengenai independensi auditor. Walaupun auditor dapat mempertahankan independensi dalam kenyataan, namun apabila pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan yakin bahwa auditor memihak kepada maka opini dari hasil yang telah dibuat oleh auditor tidak akan credible
auditee lagi.
dan professional judgement merupakan bagian penting dari
“Judgement
dalam praktik audit” (Tuanakotta, 2011 : 61). Istilah ini sering
critical thinking
digunakan dalam mata kuliah auditing dan hampir selalu tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Professional judgement dalam artian kamus juga dapat berarti pertimbangan professional. Menurut pendapat Jamilah dkk, 2007 (dalam Yunitasari, 2014 : 4 ), “Professional judgment auditor merupakan suatu pertimbangan pribadi atau cara pandang auditor dalam menanggapi informasi berhubungan dengan tanggung jawab dan resiko audit yang akan dihadapi auditor, yang akan mempengaruhi pembuatan opini akhir auditor terhadap laporan keuangan suatu entitas”. dipengaruhi oleh penerapan pengetahuan dan
Professional judgment
pengalaman seorang auditor dalam melaksanakan audit. Penerapan pengetahuan yang maksimal tentunya akan sejalan dengan semakin bertambahnya pengalaman yang dimiliki. Penerapan pengetahuan dan pengalaman yang dilakukan oleh auditor secara terus menerus mengakibatkan lebih banyak pemahaman yang tersimpan dalam ingatannya dan auditor menjadi lebih peka terhadap kesalahan penyajian dalam laporan keuangan, sehingga akan semakin mendukung proses pertimbangan tingkat materialitas.
Professional judgment
auditor juga ditentukan oleh sikap skeptisme profesional auditor yang pada akhirnya juga mendukung suatu pertimbangan tingkat materialitas. Profesionalisme menjadi syarat utama orang yang bekerja sebagai auditor eksternal. Menurut Wahyudi dan Aida (2006:2) menyatakan bahwa, “Gambaran tentang profesionalisme seorang auditor tercermin dalam lima hal yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi, dan hubungan dengan rekan seprofesi.”
Penelitian yang dilakukan oleh Hendro (2006) dan Kurniawanda (2013), menunjukkan bahwa profesionalisme berpengaruh positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Sehingga semakin tinggi profesionalisme auditor maka semakin baik dalam pertimbangan tingkat materialitasnya. Hal ini juga didukung oleh pendapat Jordan, dkk (1995 : 1) bahwa ”An auditor’s decision on the
materiality of a change in a principles rests almost exclusively on professional
judgement”.Keraguan akan professional judgement seorang auditor independen pernah dikemukakan oleh Kwik Gian Gie (dalam Syafri, Sofyan, 2013 : 11) yang menyatakan bahwa
Prinsip Akuntansi Indonesia mengejar kebenaran formal, sedangkan praktik perdagangan di Indonesia yang serba korup membuat kebenaran formal bisa melesat sangat jauh dari kebenaran material. Akuntan publik yang mengejar kebenaran formal akan menyatakan harga sebidang tanah adalah Rp 100 miliar, asalakan ada kuitansi dari penjual yang menyatakan bahwa harga tanah tersebut adalah Rp 100 miliar. Walaupun akuntan publik menurut hati nurani dan keyakinannya merasa bahwa harganya tidak setinggi itu, dia akan menandatangani bahwa harga yang Rp 100 miliar itu menunjukkan kewajaran. Mengapa? Karena secara formal ada kuitasi dari penjual bahwa dia menerima harga jual sebesar Rp 100 miliar.
“Materialitas merupakan jumlah atau besarnya kekeliruan atau salah saji dalam informasi akuntansi yang dalam kaitannya dengan kondisi yang bersangkutan, mungkin membuat pertimbangan pengambilan keputusan pihak yang berkepentingan berubah atau terpengaruh oleh salah saji tersebut” (Yunitasari dkk, 2014 : 2). Menurut pendapat Tuanakotta (2013 : 159) “Materialitas mengukur apa yang dianggap signifikan oleh pemakai laporan keuangan dalam membuat keputusan ekonomis”. Pertimbangan auditor tentang materialitas itu sendiri adalah suatu masalah kebijakan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralasan dari laporan keuangan. Definisi tentang materialitas tersebut mengharuskan auditor mempertimbangkan baik keadaan yang berkaitan dengan entitas maupun kebutuhan informasi pihak yang meletakan kepercayaan atas laporan keuangan auditan.
Tujuan penetapan materialitas antara lain menurut penelitian Aqel (2011 : 1) “Materiality has been and continues to be a topic of importance for auditors. It
is considered as a significant factor in the planning of the audit procedures,
performing the planned audit procedures, evaluating the results of the audit
procedures and issuing an audit report ”.Tetapi dalam praktiknya saat ini belum ada standar akuntansi ataupun standar auditing yang berisi pedoman tentang pengukuran materialitas secara kuantitatif.dan kualitatif. “Pada kenyataannya dalam menentukan tingkat materialitas antar auditor berbeda-beda sesuai dengan aspek situasionalnya, sehingga penentuan materialitas terkesan bersifat subjektif” (Yunitasari, dkk, 2014 : 2).
Etika profesi, independensi, dan professional judgement merupakan standar yang harus dipenuhi oleh seorang auditor untuk dapat melakukan audit dengan baik. Namun, belum tentu auditor yang memiliki ketiga hal di atas akan memiliki komitmen untuk melakukan audit dengan baik. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Yoga Satria Prima (2012) telah menguji pengaruh etika profesi, independensi, dan professional judgement terhadap penentuan tingkat materialitas dalam audit laporan keuangan. Pada penelitian ini peneliti ingin menguji pengaruh dari ketiga variabel tersebut terhadap pertimbangan tingkat materialitas terhadap objek yang berbeda karena dari penelitian terdahulu, objek yang diteliti adalah auditor BPK di Kota Medan.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Etika Profesi, Independensi, dan
Professional Judgment Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat
Materialitas Dalam Proses Audit Laporan Keuangan”.1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Apakah etika profesi auditor memiliki pengaruh pada pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan?
2. Apakah independensi auditor memiliki pengaruh pada pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan?
3. Apakah professional judgment auditor memiliki pengaruh pada pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan?
4. Apakah etika profesi, independensi, dan professional judgment auditor memiliki pengaruh secara simultan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah etika profesi auditor memiliki pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
2. Untuk mengetahui apakah independensi auditor memiliki pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
3. Untuk mengetahui apakah professional judgment auditor memiliki pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
4. Untuk mengetahui apakah etika profesi, independensi, dan professional auditor memiliki pengaruh secara keseluruhan terhadap
judgment pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi: 1. Bagi peneliti, untuk memenuhi sebagian dari persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi p rogram strata satu (S-1) Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Sumatera Utara Medan dan untuk memperoleh pengetahuan mengenai pengaruh etika profesi, independensi, dan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam
professional judgement proses audit laporan keuangan.
2. Bagi akademisi, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur atau bahan di dalam pembelajaran, terutama literatur mengenai materi auditing di Indonesia.
3. Bagi pihak ketiga, manfaat bagi pihak yang terkait langsung, seperti: pemakai jasa akuntan, auditor independen; atau pihak yang tidak terkait langsung, seperti masyarakat umum agar hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan dapat digunakan sebagai dokumentasi ilmiah yang berguna untuk pengembangan ilmu dan teknologi.