Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertimbangan Tingkat Materialitas Laporan Keuangan

(1)

i ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS LAPORAN KEUANGAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

DHIEN MELATI WIJAYANTHI NIM : 107082003521

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ii ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS LAPORAN KEUANGAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

DHIEN MELATI WIJAYANTHI NIM : 107082003521

Dibawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Amilin, SE, Ak, M.Si Rini, SE, Ak, M.Si

NIP: 1973. 0615. 200501. 1009 NIP: 1976. 0315. 200501. 2002

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

iii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hariini, Rabu 9 November 2011 telah dilakukan ujian komprehensif atas mahasiswa:

1. Nama : Dhien Melati Wijayanthi 2. NIM : 107082003521

3. Jurusan : Akuntansi

4. JudulSkripsi : “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi

pertimbangan Tingkat Materialitas Laporan Keuangan.”

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses Ujian Komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ketahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperole gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Syarief Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 November 2011

1. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM ( )

NIP. 19690203 200112 1 003 Ketua

2. Atiqah, MS, Ak ( )

NIP. 19820120 200912 2 00 Sekretaris

3. Wilda Farah, M.Si ( )


(4)

iv LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini, Rabu16 maret 2012 telah dilakukan ujian skripsi atas mahasiswa: 1. Nama : Dhien Melati Wijayanthi

2. NIM : 107082003521 3. Jurusan : Akuntansi

4. JudulSkripsi : “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi

Pertimbangan Tingkat Materialitas Laporan Keuangan.”

Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Dr. Amilin, SE, Ak, M.Si ( )

NIP: 1973. 0615. 200501. 1009 Pembimbing I

2. Rini, SE. Ak, M.Si ( )

NIP: 1976. 0315. 200501. 2002 Pembimbing II

3. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM ( )

NIP. 19690203 200112 1 003 Ketua

4. Atiqah, MS, Ak ( )

NIP. 19820120 200912 2 004 Sekretaris

5. Wilda Farah, M.Si ( )


(5)

v LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertandatangan di bawah ini,

Nama : DhienMelatiWijayanthi NIM : 107082003521

Jurusan : Akuntansi

JudulSkripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertimbangan Tingkat Materialitas Laporan Keuangan

Menyatakan bahwa hasil penulisan skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata dikemudian hari penulisan skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak ada unsur paksaan.

Jakarta, Maret 2012

(Dhien Melati Wijayanthi) 107082003521


(6)

vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama :Dhien Melati Wijayanthi 2. Tempat, TanggalLahir : Jakarta, 6 April 1990

3. Alamat : Jl. Ibnu Khaldun I No. 4, Ciputat-Pisangan 4. Telepon : 085775854347

5. Email :dhienmelati@gmail.com

II. PENDIDIKAN

1. SDN Jombang III Tahun 1995-2001 2. SMPN 3 Ciputat Tahun 2001-2004 3. SMA Negeri 1 Ciputat Tahun 2004-2007

4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007-2012

III. PENGALAMAN ORGANISASI

1. Anggota Calon Paskibra (Capas) SMAN 1 Tangerang Selatan 2005.

2. Jaba divisi perlombaan kord. Lomba MTQ Panitia Peringatan HUT Fakultas Ekonomi

dan Ilmu Sosial UIN Jakarta yang ke-6 tahun 2008.

3. Jabatan Divisi Konsumsi, Panitia Program Pengenalan Studi dan Almamater (Propesa)

Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN Jakarta tanggal 29-30 Agustus 2008.

4. Jabatan LO (Liaison Officer), Panitia “Accounting Fair” JurusanAkuntansi, UIN

Jakarta tahun 2008.

5. Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEMJ) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta masa kepengurusan 2009.

6. Jabatan Bendahara II, Panitia “Accounting Fair” JurusanAkuntansi, UIN Jakarta

Tahun 2009.

7. Jabatan Mentor, Panitia Program Pengenalan Studi dan Almamater (Propesa) Fakultas


(7)

vii IV. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah :TeguhWijaya

2. Tempat, TanggalLahir :Cilacap, 19Maret 1959

3. Ibu :AswirahNuryati

4. Tempat, TanggalLahir : Jakarta, 30November 1963


(8)

viii “ANALYSIS OF FACTOR AFFECTING THE CONSIDERATION OF FINANCIAL

STATEMENTS MATERIALITY”

By

Dhien Melati Wijayanthi

Abstract

This study aims to analyze the factors that affect financial reporting materiality level consideration. In this study using primary data in the form of distribusing questionnaires conducted in Jakarta with the auditors of respondents who worked in Public Accounting Firm (KAP). The number of samples as many as 80 respondents from 13 public accounting firm.

Research methods used in the selection of the study sample is a sample selections aims (purposive sampling), a technique based on the consideration (judgement sampling) which is the type of sample selection is not random that the information obtained by using certain considerations. Data analysis methods used are factor analysis methods. The results of this study indicate that the professionalism, professional etnics, expertise, experience, and knowledge of auditors in detecting errors form the major factors that can affect the level of materiality considerations of financial statements.

Keywords: Profesionalism, Profesionaletnics, Expertise, Experience, Knowledge of Auditors in Detecting Errors, Materiality Considerations of Financial


(9)

ix

“ANALISIS FAKTOR-FAKYOR YANG MEMPENGARUHI PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS

LAPORAN KEUANGAN”

Oleh:

DhienMelatiWijayanthi

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

pertimbangan materialitas pelaporan tingkat keuangan. Dalam penelitian ini

menggunakan data primer dalam bentuk penyebaran kuesioner dilakukan di Jakarta

dengan auditor responden yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP). Jumlah

sampel sebanyak 80 responden dari 13 perusahaan akuntan publik.

Metode yang digunakan peneliti dalam pemilihan sample penelitian adalah

pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling), dengan teknik berdasarkan

pertimbangan (judgment sampling) yang merupakan tipe pemilihan sampel secara

acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu.

Metode analisis data yang dgunakan adalah metode analisis faktor. Hasil penelitian

ini menunjukan bahwa profesionalisme, etika professional, keahlian, pengalaman, dan

pengetahuan auditor dalam mendeteksi kesalahan bentuk factor utama yang dapat

mempengaruhi tingkat materialitas laporan keuangan.

Kata kunci: Profesionalisme, EtikaProfesi, Keahlian, Pengalaman, Pengetahuan

Auditor Dalam Mendeteksi Kekeliruan, Pertimbangan Tingkat


(10)

x KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pertimbangan materialitas laporan keuangan”. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, Sang Teladan yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, syukur Alhamdulillah penulis hanturkan atas kekuatan Allah SWT yang telah anugerahkan. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tuaku tercinta (terutama mama, I love you) yang telah memberikan rasa cinta, perhatian, kasihsayang, semangat, serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.

2. Adik-adikku yang telah menyemangati dan memberikan banyak inspirasi serta do’a terbaiknya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita dapat menjadi anak-anak yang membanggakan bagi kedua orang tua baik di dunia maupun di akhirat kelak.

3. Keluarga besar wawa Firman, terimakasih atas dukungan materiil untuk peulis. 4. Keluarga besar tante Lili, makasih tante atas dukungannya.

5. Sepupuku ka Ai yang juga selalu memberi semangat, makasih ka Ai buat handphonenya ya.

6. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Ibu Rahmawati, SE, MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(11)

xi 9. Bapak Dr. Amilin, SE, Ak, M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia menyediakan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing penulis selama menyusun skripsi. Terimakasih atas segala masukan guna penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasihat yang telah diberikan selama ini.

10. Ibu Rini, SE, Ak, M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas segala bimbingan dan konsultasi yang telah diberikan selama ini.

11.Seluruh staf pengajar dan karyawan Universitas Islam Negeri yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

12. Sahabat-sahabat terdekat penulis; Aprie, Dian, Tatie, Dhila, Dhania, Destia yang selalu memberikan support dan perhatian terbaiknya kepada penulis.

13. Seluruh teman-teman akuntansi E 2007.

14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkans atu-satu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran sertama suka dan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Jakarta, Maret 2012


(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman Judul... i

Lembar Pengesahan Skripsi... ii

Lembar Pengesahan Uji Komprehensif... iii

Lembar Pengesahan Uji Skripsi... iv

Lembar Pernyataan Bebas Plagiat...v

Daftar Riwayat Hidup... vi

Abstract ...viii

Abstrak...ix

Kata Pengantar... x

Daftar Isi ...xii

Daftar Tabel... xvi

Daftar Gambar... xviii

Daftar Lampiran... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ...…. 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Pengertian auditing ... 15

B. Profesionalisme...17

C. Etika profesi... ...22


(13)

xiii

E. Pengalaman... 31

F. Pengetahuan... 35

G. Audit Laporan keuangan... 36

H. Materialitas... 37

I. Kertekaitan Antar Variabel dan Hipotesis Penelitian ... 40

J. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu... ... 45

K. Kerangka Pemikiran ... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 50

A. Ruang Lingkup Penelitian... 50

B. Metode Penentuan Sampel... 50

C. Metode Pengumpulan Data ... 51

D. Metode Analisis Data... 52

1. Analisis Kualitatif... 52

2. Analisis Kuantitatif ... 52

a. Analisis Faktor ... 52

3. Pengujian Validitas... 57

4. Pengujian Reliabilitas ... 58

E. Operasional Variabel Penelitian... 58

a. Profesionalisme... 58

b. Etika Profesi... 59

c. Keahlian... 59

d. Pengalaman... 60


(14)

xiv

f. Materialitas ... 60

BAB 1V PENEMUAN DAN PEMBAHASAN……… 62 A. Gambaran Umum Objek Penelitian ……… 63

1. Tempat dan Waktu Penelitian ………..………. 63

2. Karakrteristik Responden ………..……… 65

B. Analisis Data………. ………..……….. 68

1. Uji Kulitas Data……. ………...……….. 68

a. Uji Validitas ……… 68

b. Uji Reliabilitas………. 72

2. Uji Analisis faktor….. ………..……… 73

C. Pembahasan dan Interprestasi………. 81

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ……...………... 88

B. Implikasi ……….…………. 89

C. Saran ……….……… 91

Daftar Pustaka……….… 93


(15)

xv

Daftar Tabel

No. Keterangan Halaman

2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 46

3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 60

4.1 Data Sampel Penelitian ... 62

4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian ... 62

4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... . 63

4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Posisi Terakhir ... 64

4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 65

4.6 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja ... 65

4.7 Hasil Uji Validitas (X1) Profesionalisme Auditor ... 67

4.8 Hasil Uji Validitas (X2) Etiks Profesi ... 67

4.9 Hasil Uji Validitas (X3) Keahlian Auditor... 68

4.10 Hasil Uji Validitas (X4) Pengalaman Auditor... 68

4.11 Hasil Uji Validitas (X5) Pengetahuan Auditor... 69

4.12 Hasil Uji Validitas (Y) Materialitas ... 69

4.13 Hasil Uji Reliabilitas ... 70

4.14 Hasil Uji KMO ... 74


(16)

xvi No. Keterangan Halaman

4.16 Hasil Uji Communalities………... 76 4.17 Hasil Uji Total Variance Explained ………... 77


(17)

xvii

Daftar Lampiran

No. Keterangan Halaman

1 Surat Penelitian Skripsi ... 106

2 Surat Penelitian ... 108

3 Surat Keterangan dari KAP ... 111

4 Kuesioner Penelitian ... 115

5 Daftar Jawaban Responden ... 120


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia bisnis dan usaha sekarang ini sudah sangat pesat. Ditunjang dengan kemajuan ilmu teknologi yang canggih dan sumber daya manusia yang mumpuni, membuat perusahaan melakukan inovasi-inovasi baru untuk terus meningkatkan usahanya.

Perusahaan yang go public, laporan keuangannya sudah tentu menjadi tolok ukur yang digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan (pimpinan perusahaan, pemegang saham, pemerintah, kreditur dan masyarakat lainnya) dalam pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen itu harus dilakukan audit oleh auditor yang telah ditunjuk oleh manajemen. Auditor harus memberikan pendapat (opini) atas laporan keuangan tersebut, apakah telah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Audit atas laporan keuangan sangat diperlukan, terutama bagi perusahaan berbadan hukum berbentuk perseroan terbatas yang bersifat terbuka (PT Tbk.). Dalam bentuk badan usaha ini, perusahaan dikelola oleh manajemen profesional yang ditunjuk oleh para pemegang saham sebagai pemilik perusahaan dan akan dimintai pertanggungjawabannya atas dana yang dipercayakan kepada mereka. Para pemegang saham akan meminta pertanggungjawaban manajemen dalam bentuk laporan keuangan.


(19)

2

Profesi dan professional dapat dibedakan secara konseptual seperti di kemukakan oleh Lekatompessy (2003) dalam jurnal Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia S. (2008). Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Seorang akuntan publik yang profesional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan seprofesinya untuk berperilaku semestinya.

Kepercayaan yang besar dari masyarakat khususnya dari pemakai laporan keuangan auditan terhadap jasa yang diberikan akuntan publik mengharuskan akuntan publik memberikan laporan keuangan yang akurat dan bebas dari slah saji yang dapat menimbulkan bias oleh pemakai. Maraknya kasus manipulasi akuntansi yang terjadi pada perusahaan-perusahaan besar diluar maupun didalam negeri membuat kepercayaan masyarakat mulai menurun dan mempertanyakan kembali keberadaan akuntan publik sebagai pihak independen yang memberikan penilaian atas kewajaran laporan keuangan.

Kasus manipulasi pembukuan yang terjadi pada Enron Corp. merupakan salah satu contoh kasus yang melibatkan akuntan publik. Laporan keuangan Enron sebelumnya dinyatakan wajar tanpa pengecualian oleh kantor akuntan Arthur Anderson yang merupakan salah satu KAP yang termasuk dalam jajaran big five, secara mengejutkan dinyatakan pailit pada 2 Desember 2001. Sebagian pihak menyatakan kepailitan tersebut salah satunya karena Arthur


(20)

3

Anderson memberikan 2 jasa sekaligus, yaitu sebagai auditor dan konsultan bisnis. Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen. Salah seorang eksekutif Enron dilaporkan telah memepertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan. Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari


(21)

4

transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron. Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama. Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron (penghambatan terhadap proses peradilan) dari jurnal DR. Dedi kusmayadi SE, M.si, Ak (

http://dedik68.blogspot.com/2009/06/kasus-enron-dalam-perspektif-etika.html).

Kasus Enron ini secara kasat mata telah melakukan pencorengan atas profesi akuntan publik, pertama KAP Andersen yang termasuk the Big Six (tahun 2001) tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan Enron, KAP Andersen telah melakuklan tindakan yang tidak etis dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap profesionalisme sebagai akuntan independen dengan melakukan tindakan


(22)

5

knowingly and recklessly yaitu menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan (deception of information).

Kedua, Adanya praktik discrimination of information/unfair discrimination, melalui suburnya praktik insider trading, dimana hal ini sangat diketahui oleh Board of Director Enron, dengan demikian dalam praktik bisnis di Enron sarat dengan collusion. Kondisi ini diperkuat oleh Bussines Round Table (BRT), pada tanggal 16 Pebruari 2002 menyatakan bahwa : (a). Tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen Enron berperan besar dari kebangkrutan perusahaan; (b). Telah terjadi pelanggaran terhadap norma etika corporate governance dan corporate responsibility oleh manajemen perusahaan; (c). Perilaku manajemen Enron merupakan pelanggaran besar-besaran terhadap kepercayaan yang diberikan kepada perusahaan.

Ketiga, Adanya Deception Information, yang dilakukan pihak manajemen Enron maupun KAP Arthur Andersen, mereka mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Tetapi demi trust dari investor dan publik kedua belah pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi hancur berantakan.Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya masih tetap melakukan Deception dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. KAP Andersen tidak mau mengungkapkan apa sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap dipertahankan, hal ini dimungkinkan adanya coercion atau bribery, karena pihak Gedung Putih termasuk Wakil Presiden Amerika Serikat juga di


(23)

6

indikasikan terlibat dalam kasus Enron ini Ak (http://dedik68.blogspot.com/2009/06/kasus-enron-dalam-perspektif-etika.html). .

KAP Andersen sebagai pihak yang seharusnya menjungjung tinggi independensi, dan profesionalisme telah melakukan pelanggaran kode etik profesi dan ingkar dari tanggungjawab terhadap profesi maupun masyarakat diantaranya melalui Deception, discrimination of information, coercion, bribery. Akhirnya KAP Andersen ditutup disamping harus mempertanggung jawabkan tindakannya secara hukum.

Kondisi ini membuat masyarakat mempertanyakan kredibilitas profesi akuntan publik. Erosi kepercayaan terhadap profesi akuntansi semakin meningkat, padahal eksistensi profesi sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat sebagai pengguna jasa profesi. Perdagangan opini auditor menjadi hal yang “wajar” ketika independensi dan objektivitas sudah terabaikan (Murniati dan Purnamasari, 2002) dalam jurnal Vena Purnamasari (2006). Kepercayaan masyarakat perlu dipulihkan dan hal itu sepenuhnya tergantung pada praktek profesional yang dijalankan para akuntan. Profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dimiliki oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, pengetahuan, dan karakter. Karakter menunjukkan personality (kepribadian) seorang profesional yang diantaranya diwujudkan dalam sikap etis dan tindakan etis (Mar’ie, 2002) dalam Chrismastuti dan Purnamasari, 2003). Sikap dan tindakan etis akuntan publik akan sangat menentukan posisinya di masyarakat pemakai jasa profesionalnya (Machfoed, 1997) dalam Vena Purnamasari (2006).


(24)

7

Akuntan memiliki hubungan yang unik dengan pengguna jasanya jika dibandingkan dengan profesi lainnya. Profesi lain mendapatkan penugasan dari pengguna jasa dan bertanggung jawab juga kepadanya, sementara akuntan mendapat penugasan dan memperoleh fee dari perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan, namun bertanggung jawab kepada pengguna laporan keuangan. Hubungan yang unik ini sering kali menempatkan akuntan pada situasi-situasi dilematis, oleh sebab itu sangat penting bagi akuntan untuk melaksanakan audit dengan kompeten dan tidak bias (Arens dan Loebbecke, 2000) dalam Vena Purnamasari (2006). Keunikan hubungan profesi akuntan dengan pengguna jasa profesionalnya serta dampak luas dari pelanggaran etika profesi akuntan pada kepercayaan publik atas jasa profesionalnya, menjadikan masalah etika dan indepedensi auditor sebagai isu yang menarik untuk didiskusikan dan dikaji secara ilmiah khususnya mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap independensi dan sensitivitas etika akuntan.

Kasus manipulasi di Indonesia seperti yg terjadi pada PT. Kimia Farma, yaitu pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih


(25)

8

rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut (David

Parsaoran, 2009) dari jurnal

http://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-laporan-keuangan-pt-kimia-farma-tbk/.


(26)

9

Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan ( http://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-laporan-keuangan-pt-kimia-farma-tbk/) yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:

“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.

Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

Kasus yang menimpa PT. Kimia Farma dimana auditor yang mengaudit dalam hal ini adalah KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM), tidak mampu atau berhasil dalam mendeteksi terjadinya penggelembungan nilai persediaan


(27)

10

dan pencatatan ganda penjualan yang dilakukan oleh direktur produksinya. Seperti yang dilansir dari harian kontan seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh PT Kimia Farma seharusnya bisa dideteksi oleh KAP HTM selaku pemberi jasa audit, dalam kasus tersebut KAP HTM dianggap lalai mendeteksi kesalahan dan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen PT. Kimia Farma.

Auditor tidak dapat mendeteksi pencatatan ganda atas penjualan karena auditor tidak melakukan sampling pada unit-unit tersebut. Kesalahan oleh auditor ini mungkin saja dikarenakan akibat dari keahlian yang kurang sebagai bekal dalam melakukan audit. Auditor yang memiliki keahlian yang memadai sebagai auditor dapat tidak mungkin mengabaikan hal-hal terkecil dalam mengaudit, tentu keahlian yang dimiliki oleh auditor didapat dari pengalaman auditor dalam tugasnya yang dibekali dengan pengetahuan yang cukup sebagai seorang auditor.

Keahlian audit berkaitan erat dengan struktur kemandirian dalam bekerja yang dimiliki auditor karena adanya pengetahuan yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan pendapat audit terhadap suatu kasus tertentu. Keahlian auditor yang baik diharapkan mampu menganalisa secara tepat atas laporan keuangan auditan perusahaan. Pemahaman terhadap karakteristik keahlian auditan harus dimiliki oleh para auditor, sehingga mereka akan selalu berupaya mencapai karakteristik tepat dan tidak mengandung unsur kesalahan.

Pengalaman auditor dalam mengaudit laporan keuangan berbeda satu dengan yang lainnya. Auditor yang mempunyai lebih banyak pengalaman


(28)

11

dalam audit sangat mungkin dapat menemukan item-item yang tidak umum (atypical), di bandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman. Dalam beberapa kasus, pengalaman auditor mempunyai dampak yang signifikan terhadap kinerja. Abdolhammadi dan Wright (1987) dalam Sri Murtini dan Edi Wijayanto (2003) yang menyatakan bahwa pengalaman mungkin penting bagi keputusan yang kompleks, tetapi tidak untuk keputusan yang sifatnya rutin dan terstruktur. Pengaruh pengalaman akan signifikan setiap tugas yang dilakukan semakin kompleks.

Pengalaman audit sebagai pengukur keahlian yang dimiliki oleh auditor, sangat ditunjang dengan pengetahuan yang dimiliki oleh auditor tersebut, hasil penelitian Ashton (1991) dalam Sri Murtini dan Edi Wijayanto (2003) menunjukan bahwa perbedaan pengetahuan auditor mengenai error effect pada berbagai tingkatan pengalaman mengaudit pada industri tertentu, atau jumlah klien yang sudah mereka audit. Selain itu, pengetahuan audit yang mempunyai tingkat pengalaman yang sama mengenai sebab dan akibat, menunjukan perbedaan yang besar. Sehingga, keahlian yang dimiliki oleh seorang auditor sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki.

Pengetahuan yang luas tanpa pengalaman yang memadai kurang dapat menghasilkan audit yang baik, begitu pun dengan pengalaman yang banyak tetapi minim pengetahuan juga tidak lebih baik dalam menghasilkan audit yang kompeten.Kelebihan pengetahuan auditor berpengalaman dijelaskan antara lain Tubbs (1992) dalam jurnal Sri Sularso dan Ainun Naim (1999) bahwa auditor


(29)

12

berpengalaman akan memperlihatkan adanya experiental learning melebihi pengetahuan auditor yang belum berpengalaman.

Auditor bertanggung jawab untuk menemukan suatu errors yang mungkin beberapa sangat sulit di ukur. Ukuran tersebut yang di temukan dalam laporan keuangan dapat material atau tidak material, tergantung darimana diukurnya.

Materialitas merupakan unsur yang mengharuskan auditor mempertimbangan baik keadaan yang berkaitan dengan entitas maupun kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditan. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yang dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji.

Pertimbangan materialitas diperlukan dalam menentukan bukti yang harus dikumpulkan atau kecukupan bukti, bagaimana bukti itu akan diperoleh dan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi bukti tersebut. Kecukupan bukti audit digunakan sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapat auditor atas laporan keuangan yang diaudit seperti tersebut dalam standar pekerjaan laporan ketiga.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena pertama, dalam menjalankan tugasnya auditor eksternal dituntut untuk melakukan pekerjaannya sesuai dengan kode etik yang berlaku agar tidak bias dalam melaksanakan kinerja mengaudit lapoaran keuangan. Hal ini, diharapkan dapat memperbaiki kemampuan auditor dalam menjalankan


(30)

13

profesinya. Kedua, dalam penelitian sebelumnya tentang materialitas terhadap kinerja auditor masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Ketiga, selama menyelesaikan penelitian ini peneliti belum menemukan penelitian yang sama dengan menggunakan variabel-variabel dependen yang peneliti lakukan. Mengacu pada latar belakang penelitian yang telah disampaikan, maka peneliti mengambil judul sebagai berikut: “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertimbangan Tingkat Materialitas Laporan Keuangan”.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh. Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2009) dan Reni Yendrawati (2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu: Variabel yang digunakan peneliti terdahulu adalah Profesionalisme, Etika Profesi, Pengetahuan Auditor Mendeteksi Kekeliruan, dan Materialitas laporan keuangan yang diduga mempengaruhi auditor dalam memeriksa laporan keuangan tidak bias dari salah saji. Sedangkan, dalam penelitian ini, peneliti menambahkan variabel keahlian dan pengalaman auditor, dimana variabel-variabel tersebut peneliti anggap memiliki peranan yang sama yang dibutuhkan auditor dalam melakukan audit terhadap laporan keuangan dan dianjurkan dalam penelitian sebelumnya.


(31)

14

B. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang dikemukakan pada penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pertimbangan

tingkat materialitas laporan keuangan?

2. Faktor apakah yang dominan yang mempengaruhi pertimbangan tingkat materialitas laporan keuangan?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisa faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertimbangan tingkat materialitas laporan keuangan.

2. Menganalisa faktor apa yang paling dominan dalam mempengaruhi pertimbangan tingkat materialitas laporan keuangan.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: kontribusi teoritis dan kontribusi praktis.

a. Kontribusi Teoritis

1. Mahasiswa jurusan akuntansi

Yaitu guna menambah wawasan dan pengetahuan tentang ilmu akuntansi, khususnya dalam memahami pengaruh antara profesionalisme, keahlian, dan pengalaman auditor dengan materialitas dalam menelaah setiap informasi agar informasi


(32)

15

tersebut dapat berguna dalam menambah ilmu mahasiswa terhadap bidang audit.

2. Peneliti

Yaitu guna memperluas wawasan dan menambah referensi mengenai materialitas dalam mengaudit laporan keuangan agar diperoleh hasil yang bermanfaat bagi peneliti dimasa yang akan datang dan juga ingin mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen mempengaruhi variabel dependennya.

3. Masyarakat

Sebagai sarana informasi tentang laporan keuangan yang sehat yang telah di berian pendapat (opini) oleh auditor yang kompeten untuk pengambilan keputusan serta kebijakan di sebuah perusahaan serta dapat menambah wawasan pada bidang akuntansi.

4. Ilmu Akuntansi Auditing

Menambah literatur dan acuan penelitian pada bidang akuntansi audit, terutama untuk peneliti yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut dan mengetahui lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menemukan materialitas saat melakukan audit atas laporan keuangan.

b. Kontribusi Praktis

1. Kantor Akuntan Publik (KAP)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan pemahaman lebih lanjut tentang materialitas yang mungkin tidak


(33)

16

terdeteksi oleh auditor. Selain itu, karena persaingan antar KAP sudah sangat besar dalam mencari klien sehingga di harapkan KAP dapat menambah kompetensi para auditornya dalam mengaudit laporan keuangan.

2. Perusahaan atau User dari jasa KAP, diharapkan dapat bermanfaat dalam menilai profesi akuntan publik, serta lebih memahami laporan keuangan yang telah dilakukan audit.

3. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan yang berkenaan mengenai kinerja auditor.

4. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), sebagai tambahan informasi yang dapat bermanfaat untuk dijadikan salah satu tinjauan dalam menilai kinerja auditor eksternal yang telah sesuai dengan aturan dank ode etik akuntan publik.

5. Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM), sebagai tambahan informasi yang dapat bermanfaat untuk dijadikan salah satu tinjauan dalam melihat laporan keuangan auditan yang sehat bebas dari salah saji. Sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan dalam berinvestasi bagi para investor.


(34)

18 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian Auditing

Perusahaan yang go public atau yang dimiliki oleh publik, diharuskan oleh BAPEPAM untuk diperiksa laporan keuangannya oleh independen yang kompeten. Pemeriksaan atas laporan keuangan ini dikenal dengan istilah auditing.

Auditing menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2010:4) adalah sebagai berikut:

Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”.

Artinya auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

Sedangkan menurut Boynton dan Johnson (2006:6), definisi audit yang berasal dari The Report of the Committee on Basic Auditing Concepts of the American Accounting Association (Accounting Review, Vol 47) adalah sebagai berikut:


(35)

19

A Systematic process of objectively obtaining and evaluating regarding assertions about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and communicating the results to interested users”.

Artinya Auditing adalah suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakaian yang berkepentingan”.

Menurut Soekrisno agoes (2004: 3), yaitu :

“Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah di susun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.

Dari pengertian di atas, ada beberapa hal yang perlu di bahas lebih lanjut, yaitu:

a. Yang diperiksa adalah laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya. Laporan keuanagn harus di periksa terdiri dari neraca, laporan laba/rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas. Catatan- catatan pembukuan terdiri dari buku harian (Buku kas/Bank, buku penjualan, buku pembelian, buku serba – serbi), buku besar, sub buku besar (piutang usaha, aktiva tetap, kartu persediaan).


(36)

20

b. Pemeriksaan dilakukan secara kritis dan sistematis. Agar pemeriksaan dapat dilakukan secara kritis, pemeriksaan tersebut harus dipimpin oleh seorang yang mempunyai gelar akuntan (registered accountant) dan mempunyai izin praktik sebagai akuntan publik dari menteri keuangan. Sedangkan agar pemeriksaan dapat dilakukan secara sistematis, akuntan publik harus merencanakan pemeriksaannya sebelum proses pemeriksaan dimulai, dengan membuat apa yang disebut Audit Plan (rencana pemeriksaan).

c. Pemeriksaan dilakukan oleh pihak independen, yaitu akuntan publik. Akuntan publik harus independen, dalam arti, sebagai pihak di luar perusahaan yang di periksa tidak mempunyai kepentingan tertentu di dalam perusahaan tersebut.

1. Jenis-jenis audit

Ada 3 macam jenis audit menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2008), yaitu:

a. Audit Operasional merupakan evaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode operasi organisasi.

b. Audit Ketaatan bertujuan untuk menentukan apakah pihak yang di audit mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan tertentu yang di tetapkan oleh otorisasi yang lebih tinggi.


(37)

21

c. Audit Laporan Keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan (informasi yang diversifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu.

Tujuan dari pemeriksaan akuntansi adalah untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa. Laporan keuangan yang wajar adalah yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, diterapkan secara konsisten dan tidak mengandung kesalahan yang material (besar atau signifikan).

2. Tujuan Audit Atas Laporan Keuangan

Auditor mengumpulkan bukti-bukti untuk membuat kesimpulan tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dan untuk menentukan ke efektifan pengendalian internal, sesudah itu baru menerbitkan laporan audit yang tepat. Sedangkan tujuan laporan keuangan menurut (Ida Suraida, 2005) adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Sementara tujuan audit atas laporan keuangan adalah untuk memberikan pendapat (opini) apakah laporan keuangan telah secara wajar disajikan sesuai dengan SAK. Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik akan digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan, ini berarti bahwa audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen, dalam hal ini yaitu akuntan publik, sehingga dengan


(38)

22

demikian profesi kepercayaan masyarakat, untuk itu akuntan publik dituntut untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.

3. Tanggung Jawab Auditor SAS 1 (AU 110) menyatakan :

“Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh kepastian yang layak tentang apakah ia disebabakan oleh kekeliruan ataupun kecurangan. Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat dideteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh kepastian yang layak bahwa salah saji, apakah yang di sebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material bagi laporan keuangan dapat dideteksi”. Setiap anggota profesi akuntan publik betanggung jawab untuk :

a. Meningkatkan dan mengembangkan ilmu dan seni akuntansi. b. Menjaga kepercayaan publik terhadap profesi.

c. Mengadakan dan menjalankan setiap program dan kegiatan profesi yang bertujuan untuk menentukan kualitas jasa yang diberikan profesi.

B.Profesionalisme

Seorang akuntan publik, dalam perannya sebagai auditor, akan memberikan jasa atestasi mengenai kewajaran dari laporan keuangan sebuah entitas. Dalam menyediakan informasi yang andal, seorang auditor dituntut untuk bersikap profesional dalam menjalankan profesinya tersebut.

Profesional adalah tingkat penguasaaan dan pelaksanaan terhadap knowledge, skill, and character. Seorang yang professional akan mempunyai tingkat tertentu pada ketiga bagian tersebut Bedard (1994) dalam Siti Maria Wardayati (2005). Arrunada (2000) dalam Siti Maria Wardayati (2005) mendefinisikan bahwa


(39)

23

profesional merupakan perilaku untuk bertanggung jawab terhadap profesinya, dirinya sendiri, peraturan, undang-undang yang berlaku dan masyarakat.

Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual seperti dikemukakan oleh Lekatompessy (2003) dalam Arief Himawan DN (2004). Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Seorang akuntan publik yang profesional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan seprofesi untuk berperilaku semestinya.

Profesional bagi akuntan publik adalah perilaku bertanggung jawab seorang eksternal auditor atau independen auditor terhadap profesinya, peraturan, undang-undang, klien dan masyarakat termasuk para pemakai laporan keuangan

Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa audit profesional meningkat jika profesi menetapkan standar kerja dan perilaku yang dapat mengimpletasikan praktik bisnis yang yang efektif dan tetap mengupayakan profesionalisme yang tinggi. Konsep profesionalisme modern dalam melakukan suatu pekerjaan seperti dikemukakan oleh Lekatompessy (2003) dalam Arief Himawan DN (2004), berkaitan dengan dua aspek penting, yaitu aspek struktural dan aspek sikap. Aspek struktural karakteristiknya merupakan bagian dari pembentukan tempat pilihan, pembentukan asosiasi profesional dan pembentukan kode etik. Sedangkan aspek sikap berkaitan dengan pembentukan jiwa profesionalisme.


(40)

24

Konsep profesionalisme yang pertama kali diungkapkan oleh Hall R (1968) dalam Syahrir (2002:7) banyak digunakan sebagai acuan oleh para peneliti lainnya. Ada lima dimensi profesionalisme Hall tersebut yang diungkapkan sebagai berikut :

a. Pengabdian pada profesi (dedication) yang tercermin dalam dedikasi profesional melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari penyerahan diri secara total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan hidup dan bukan sekadar sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penyerahan diri secara total merupakan komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi utama yang diharapkan adalah kepuasan rohaniah dan kemudian kepuasan material. b. Kewajiban sosial (social obligation) yaitu pandangan tentang pentingnya

peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat ataupun oleh profesional karena adanya pekerjaan tersebut.

c. Kemandirian (autonomy demands) yaitu suatu pandangan bahwa seorang profesional harus mampu, membuat keputusan sendiri tanpa ada tekanan dari pihak lain.

d. Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation) yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang untuk menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.


(41)

25

e. Hubungan dengan sesama profesi (profesional community affiliation) berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan termasuk organisasi formal dan kelompok kolega-kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para professional membangun kesadaran profesinya.

Seorang auditor profesional harus mempunyai pengalaman yang cukup tentang tugas dan tanggung jawabnya. Pengalaman auditor akan menjadi pertimbangan yang baik dalam pengambilan keputusan oleh auditor pada saat menjalankan tugasnya (Libby dan Frederick, 1990) dalam Siti Maria Wardayati (2005). Colbert (1989) dalam Siti Maria Wardayati (2005) mengungkapkan bahwa auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan judgment yang memiliki tingkat kekeliruan lebih tinggi di bandingkan dengan auditor yang berpengalaman.

Dari sejumlah pengertian yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme auditor adalah tingkat penguasaan dan pelaksanaan terhadap knowledge, skill, character yang ditunjukkan auditor dalam menjalankan profesinya sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku. Auditor yang profesional dapat bertanggung jawab terhadap profesinya dan akan selalu independen dalam setiap penugasan.

C.Etika Profesi

Secara garis besar etika dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral yang dimiliki oleh setiap orang. Dalam hal ini kebutuhan etika dalam


(42)

26

masyarakat sangat mendesak sehingga sangatlah lazim untuk memasukkan nilai-nilai etika ini ke dalam undang-undang atau peraturan yang berlaku di negara kita. Banyaknya nilai etika yang tidak ada tidak dapat dijadikan undang-undang peraturan karena sifat nilai-nilai etika sangat tergantung pada pertimbangan seseorang.

Alasan diperlukannya etika bagi kehidupan profesional adalah kebutuhan akan keyakinan publik atas kualitas layanan yang diberikan oleh profesi. Begitu pula dengan seorang auditor yang harus memenuhi etika profesinya sehingga ia dapat memberikan kepercayaan masyarakat terhadap sesuatu yang telah dilakukannya khususnya bagi para pengguna laporan keuangan.

Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Ponemon (1988) dalam Sri Murtini dan Edi Wijayanto (2005) menyatakan bahwa pertimbangan etika merupakan suatu hal yang krusial bagi status profesionalisme akuntansi yang dipercayai banyak pihak sebagai “batu penjuru” dalam praktik akuntan publik. Organisasi profesi menyediakan suatu pedoman bagi para akuntan melalui strandar profesional agar dapat membantu dalam menghadapi suatu dilema etis.

Terdapat perbedaan antara profesi akuntan publik dengan profesional lainnya. Jika profesional memiliki tanggung jawab utama untuk membela kliennya maka kantor akuntan publik walaupun dibayar oleh kliennya namun pertanggung jawabannya bukanlah terhadap klien yang telah membayarnya tersebut melainkan


(43)

27

bertanggung jawab terhadap masyarakat, para pemegang saham, serta pihak lainnya yang berkepentingan terhadap laporan keuangan yang diterbitkan oleh kantor akuntan publik.

Dimensi etika yang sering digunakan dalam penelitian (Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia S., 2008) adalah: 1) kepribadian yang terdiri dari locus of control external dan locus of control internal, 2) kesadaran etis dan 3) kepedulian pada etika profesi, yaitu kepedulian pada kode etik IAI yang merupakan panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai akuntan publik, bekerja dilingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya. Untuk tujuan itu terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yaitu: kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa dan kepercayaan. Prinsip Etika Profesi dalam kode etik IAI adalah sebagai berikut: 1) Tanggung jawab professional 2) Kepentingan publik 3) Integritas 4) Objektivitas 5) Kompetensi dan kehati-hatian professional 6) Kerahasiaan 7) Perilaku professional 8) Standar teknis, harus melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar teknis dan standar professional yang telah ditetapkan.

Dari sejumlah pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa etika profesi adalah suatu karakteristik profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan-aturan khusus itu dimaksudkan untuk dipatuhi oleh akuntan publik atau profesional atau ahli dalam bidangnya agar tidak melakukan kesalahan atau pelanggaran hukum.


(44)

28 D.Keahlian

Seorang akuntan publik dalam melaksanakan tugasnya dituntut mempunyai keahlian yang memadai. Hal ini disebabkan hasil dari pekerjaannya akan dipergunakan oleh pihak yang lain yang berkepentingan terhadap kewajaran laporan keuangan auditan.

Standar auditing seksi 210 paragraf 01 dalam Arief Himawan DN (2004) menyatakan audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Penegasan ini menunjukkan bahwa betapapun kemampuan seseorang dalam bidang lain termasuk bidang bisnis, keuangan atau akuntansi, apabila tidak dapat memenuhi persyaratan sesuai standar auditing, pendidikan serta pengalaman dalam bidang auditing, ia tidak dapat melakukan audit laporan keuangan klien.

Hayes Roth, dkk(1983) dalam Arief Himawan DN (2004) mendefinisikan keahlian sebagai berikut:

”Keberadaan dari pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu, pemahaman terhadap masalah yang timbul dalam lingkungan tersebutdan keterampilan untuk memecahkan permasalahan tersebut”.

Pengertian keahlian semakin berkembang. Hal ini dapat dilihat dari pengertian ahli lainnya. Bedard (1989) dalm Arief Himawan DN (2004) mendefiniisikan keahlian seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan prosedural yang luas yang ditujukkan dalam pengalaman audit. Beberapa ahli selanjutnya memberikan masukan terhadap unsur yang lain dalam keahlian audit, yaitu kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge), dan pengalaman (experience)


(45)

29

dalam definisi keahlian dalam penelitian mereka (libby dan luft, 1993; libby and tan, 1994; libby, 1995) dalam Sri Murtini dan Edi Wijayanto (2002).

Dalam penelitian yang lain, Gibbons and Racroque (1990) dalam Arir Himawan DN (2004) menyatakan terdapat lima model umum atas keahlian auditor, yaitu person tasks, the social dan interpersonal setting, environmental incentives, constrains, practicalities, and judgment process. Abdol mohammadi dan Shanteu (1992) dalam Arief Himawan DN (2004) memberikan suatu kerangka keahlian seorang auditor dalam lima kategori, yaitu:

1. Komponen pengetahuan

Komponen pengetahuan merupakan komponen penting dalam keahlian yang meliputi fakta-fakta, prosedur-prosedur, dan pengalaman. Pengalaman ini akan memberikan suatu hasil pengetahuan dalam auditing. 2. Ciri-ciri psikologi

Komponen ini merupakan self presentation image attributes of experts, yaitu kemampuan dalam berkomunikasi, kreativitas, bekerja sama dengan orang lain, dan kepercayaan kepada keahlian.

3. Kemampuan berpikir

Kemampuan ini merupakan keahlian dalam mengumpulkan dan mengolah informasi seperti kemampuan beradaptasi pada situasi yang baru, perhatian terhadap fakta yang relevan dan kemampuan untuk mengabaikan fakta yang tidak relevan untuk menghindari tekanan.


(46)

30 4. Strategi penentuan keputusan

Komponen strategi penentuan keputusan baik formal atau informal akan membantu dalam keputusan yang sistematis untuk mengatasi keterbatasan manusia. Akuntan publik sangat berkepentingan dalam pengembangan strategi penentuan keputusan dalam pengambilan keputusan.

5. Analisis tugas

Analisis tugas sangat dipengaruhi oleh pengalaman audit sebelumnya yang akan mempengaruhi keputusan selanjutnya.

Literatur psikologi menunjukkan bahwa pengetahuan spesifik dan lama pengalaman kerja sebagai faktor penting untuk meningkatkan keahlian (ashton, 1991) dalam Sri Murtini dan Edi Wijayanto (2002). Pendapat ini didukung oleh Mc Daniel et al. (1998) yang memberikan bukti empiris bahwa hubungan antara pengalaman bekerja dengan kinerja dimoderasi dengan lama pengalaman dan kompleksitas tugas. Selain itu penelitian yang dilakukan banner (1990) dalam Arief Himawan DN (2004) menunjukkan bahwa pengetahuan spesifik tugas dapat meningkatkan kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan resiko analitis.

Oleh karena itu, keahlian auditor sangat erat kaitannya dengan pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan yang dimiliki oleh auditor yang berpengalaman memberikan bukti empiris bahwa auditor berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum (atypical) dibandingkan dengan auditor


(47)

31

yang berpengalaman, tetapi antara auditor yang berpengalaman dengan kurang pengalaman tidak berbeda dalam menemukan item-item yang umum (typical).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa auditor yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pandangan yang lebih luas mengenai beberapa hal. Dia akan mempunyai semakin banyak pengetahuan mengenai bidang yang digelutinya, sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam. Selain itu dengan ilmu pengetahuan yang cukup luas, auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang kompleks. Analisis audit yang kompleks membutuhkan spektrum yang luas mengenai keahlian, pengalaman, dan pengetahuan.

E.Pengalaman

Penelitian yang dilakukan Hamilton dan wright (1982) dalam Sri Murtini dan Edi Wijayanto (2002) menggunakan konsensus dan kestabilan keputusan sebagai salah satu bentuk kerja auditor. Tipe tugas evaluasi yang dilakukan auditor relatif sama berulang-ulang, sehingga keputusan yang diambil relative sama pula stabil. Sehingga peningkatan kestabilan ini akan berhubungan dengan peningkatan pengalaman.

Pengalaman sebagai salah satu variabel yang banyak digunakan dalam berbagai penelitian. Marinus, Wray (1997) dalam Yudhi Herliansyah dan Meifida Ilyas (2006) menyatakan bahwa secara spesifik pengalaman dapat diukur dengan rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu pekerjaan atau tugas (job).


(48)

32

Penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa tugas yang dilakukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar melakukannya dengan yang terbaik. Lebih jauh Kolodner (1983) dalam Yudhi Herliansyah dan Meifida Ilyas (2006) dalam risetnya menunjukkan bagaimana pengalaman dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja pengambilan keputusan. Namun dilain pihak beberapa riset menunjukkan kegagalan temuan tersebut (seperti Ashton, 1991; Blocher et al.1993) dalam Yudhi Herliansyah dan Meifida Ilyas (2006), hal ini karena menurut Ashton (1991) dalam Yudhi Herliansyah dan Meifida Ilyas (2006) sering sekali dalam keputusan akuntansi dan audit memiliki sedikit waktu untuk dapat belajar.

Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin terampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan bersikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Ananing, 2006:13).

Pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani. Libby and Frederick (1990) dalam Suraida (2005:5) menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit dan auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik. Mereka juga lebih mampu memberi


(49)

33

penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan itu berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari.

Menurut Butts (1998) dalam Herliansyah (2006), mengungkapkan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman membuat judgment lebih baik dalam tugas-tugas profesional ketimbang akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman. Hali ini dipertegas oleh Haynes (1998) dalam Herliansyah (2006) yang menemukan bahwa pengalaman audit yang dipunyai auditor ikut berperan dalam menentukan pertimbangan yang diambil.

Pengalaman juga membantu akuntan publik dalam mengambil setiap langkah dan prosedur disetiap penugasannya. Menurut Jeffrey (1992) dalam Herliansyah et al (2006), bahwa seseorang dengan lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa-peristiwa.

Hayes Roth (1975), Hutchinson (1983), Murphy dan Wright (1984) dalam Tubbs (1992) memberikan bukti empiris bahwa seseorang yang lebih berpengalaman pada bidang substantiv, maka orang tersebut mempunyai lebih banyak item yang disimpan dalam memorinya. Sehingga akan lebih mudah baginya untuk membedakan item-item menjadi beberapa kategori Weber (1983) dalam Tubbs (1982) menunjukkan bahwa semakin banyak pengalaman seseorang, maka hasil pekerjaan semakin akurat dan lebih banyak mempunyai memori tentang struktur kategori yang rumit. Sehingga semakin banyak pengalaman yang


(50)

34

dimiliki, semakin banyak kesalahan yang dapat ditemukan oleh auditor. Beberapa penelitian sebelumnya yang mempelajari mengenai pengaruh pengalaman dalam bukti audit tetapi menunjukkan hasil yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas (Bonner, 1990; Abdol Mohammadi dan Wright, 1987) seperti yang dinyatakan oleh Frederick dan Libby (1990) dalam Sri Murtini dan Edi Wijayanto (2002) bahwa penelitian mengenai dampak pengalaman pada pembuatan keputusan audit mempunyai hasil yang berbeda-beda. Perbedaan timbul karena beberapa penelitian tidak mempertimbangkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas eksperimental ketika pengetahuan tersebut dibutuhkan dan cara penggunaan pengetahuan tersebut untuk menyelesaikan tugas. Menurut Noviyani dan Bandi (2002) dalam Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia S. (2008) pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang dalam pertimbangan tingkat materialitas. Pengalaman membentuk seorang akuntan publik menjadi terbiasa dengan situasi dan keadaan dalam setiap penugasan. Pengalaman juga membantu auditor dalam mengambil keputusan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dan menunjang setiap langkah yang diambil dalam setiap penugasan.

Dari sejumlah pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman audit adalah banyaknya penugasan audit dari segi waktu maupun pekerjaan audit yang pernah ditangani. Sehingga auditor yang berpengalaman dapat membuat judgment yang lebih baik dalam tugas-tugas profesional ketimbang auditor yang belum berpengalaman. Serta, pengalaman audit yang dimiliki auditor ikut berperan dalam menentukan pertimbangan yang diambil.


(51)

35 F. Pengetahuan

Pengetahuan akuntan publik bisa diperoleh dari berbagai pelatihan formal maupun dari pengalaman khusus, berupa kegiatan seminar, lokakarya, serta pengarahan dari auditor senior kepada auditor yuniornya. Pengetahuan juga bisa diperoleh dari frekuensi seorang akuntan publik melakukan pekerjaan dalam proses audit laporan keuangan seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik daripada yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup memadai akan tugasnya.

Pengetahuan akuntan publik digunakan sebagai salah satu kunci keefektifan kerja. Dalam audit, pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan dengan kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan penting untuk membuat perencanaan audit yang efektif (Noviyani dan Bandi 2002) dalam Arleen Herawaty dan Yulius S. (2008). Seseorang akuntan publik yang memiliki banyak pengetahuan tentang kekeliruan akan lebih ahli dalam melaksanakan tugasnya terutama yang berhubungan dengan pengungkapan kekeliruan.

Kegagalan dalam mendeteksi kekeliruan yang material akan mempengaruhi kesimpulan dari pengguna laporan keuangan faktor utama yang membedakan antara kesalahan dengan kecurangan adalah tindakan yang mendasarinya yang berakibat terjadinya salah saji (misstatement) dalam laporan keuangan untuk membedakan salah saji tersebut disengaja atau tidak disengaja, dalam praktiknya


(52)

36

sangat sulit untuk dibuktikan, terutama yang berkaitan dengan estimasi akuntansi dan penerapan prinsip akuntansi (Erick, 2005).

Pengetahuan auditor tentang pendeteksian kekeliruan semakin berkembang karena pengalaman kerja. Semakin tinggi pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan maka semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitas.

Dari sejumlah pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan auditor yang diperoleh dari pelatihan formal maupun pengalaman khusus dan juga dari frekuensi seorang akuntan publik melakukan pekerjaan dalam proses audit laporan keuangan. Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilkinya kan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang memadai akan tugasnya.

G.Audit laporan keuangan

Menurut Agoes (2004), ada dua alasan perlunya suatu laporan keuangan diaudit oleh KAP, yaitu:

1. Jika tidak diaudit ada kemungkinan bahwa laporan keuangan tersebut mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja sehingga diragukan kewajarannya oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan.

2. Jika laporan keuangan sudah diaudit dan mendapat opini wajar tanpa (unqualified opinion) dari KAP, berarti laporan keuangan tersebut dapat


(53)

37

diasuransikan bebas dari salah saji yang material dan telah disajikan sesuai dengan SAK yang berlaku umum di Indonesia.

Laporan keuangan yang mengandung salah saji material dampaknya, secara individual disajikan secara tidak wajar dalam semua hal yang material. Disinilah peran akuntan publik dalam menentukan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.

H.Materialitas

Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek dalam audit atas laporan keuangan.

Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena keadaan yang melingkupi berubah, informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.

Arens (2005;234) menyatakan konsep materialitas menggunakan tiga tingkatan dan mempertimbangkan jenis laporan yang harus dibuat, antara lain:

1. Jumlah yang tidak material, jika terdapat salah satu saja laporan keuangan tetapi cenderung tidak mempengaruhi keputusan pemakai laporan, salah saji tersebut dianggap tidak material.


(54)

38

2. Jumlahnya material. Tetapi tidak mengganggu laporan keuangan secara keseluruhan tingkat materialitas ini terjadi jika salah saji didalam laporan keuangan dapat mempengaruhi keputusan pemakai, tetapi keseluruhan laporan keuangan tersebut tersaji dengan berguna sehingga tetap berguna. 3. Jumlahnya sangat material atau pengaruhnya sangat meluas sehingga

kewajaran tingkat laporan keuangan secara keseluruhan diragukan. Tingkat tertinggi terjadi jika para pemakai dapat membuat keputusan yang salah jika mereka mengandalkan laporan keuangan secara keseluruhan. Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut.

Pertimbangan auditor tentang materialitas adalah suatu masalah kebijakan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralasan dari laporan keuangan. Definisi materialitas itu sendiri adalah besarnya penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang dengan memperhitungan situasinya, menyebabkan pertimbangan seseorang yang bijaksana yang mengandalkan informasi tersebut mungkin akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan salah saji tersebut (kata bercetak miring di tambahkan), FASB 2 dalam Arens(2008:318).


(55)

39

Dari definisi FASB ini, terungkap kesulitan yang dihadapi auditor dalam menerapkan konsep materialitas dalam praktek. Meskipun definisi tersebut menekankan pada pemakai bijaksana yang mengandalkan laporan keuangan untuk membuat keputusan, auditor harus memiliki pengetahuan mengenai siapa saja pemakai laporan keuangan klien serta keputusan apa yang akan dibuat.

Tujuan dari penetapan materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah, lebih banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan daripada jumlah yang tinggi tetapi sedikit mengumpulkan bahan bukti. Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi klien atapun pemakai laporan keuangan lainnya, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat. Auditor tidak dapat memberikan jaminan karena ia tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat ditentukan apakah semua transaksi dalam tahun yang diaudit telah dicatat, diringkas, digolongkan dan dikompilasi seluruhnya dalam laporan keuangan (Arifuddin, dkk., 2002).

Dalam menerapkan materialitas auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan pada saat mengevaluasi bukti dalam pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan.


(56)

40

Laporan keuangan mengandung salah saji yang material jika laporan tersebut berisi kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara gabungan, sedemikian signifikan sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan tersebut dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam keadaan ini, salah saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan secara keliru prinsip akuntansi berlaku umum, penyimpangan dari fakta, atau penghilangan informasi yang diperlukan.

Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan. Kenyataannya, setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu tingkat materialitas, (untuk laporan laba/rugi) materialitas dapat dihubungkan dengan total pendapatan, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak atau laba bersih setelah pajak. Untuk neraca, materialitas dapat didasarkan pada total aktiva, aktiva lancar, modal kerja, atau modal (saham).

I. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis Penelitian 1. Profesionalisme dengan pertimbangan materialitas

Profesionalisme adalah tanggung jawab untuk berperilaku lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar memenuhi UU dan peraturan masyarakat. Pengalaman auditor akan menjadi pertimbangan yang baik dalam pengambilan keputusan oleh auditor pada saat menjalankan tugasnya (Libby dan Frederick, 1990) dalam Ida Suraida


(57)

41

(2005). Colbert (1989) mengungkapkan bahwa auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan judgment yang memiliki tingkat kekeliruan lebih tinggi di bandingkan dengan auditor yang berpengalaman.

Pengaruh profesionalisme yang dikemukakan Hall R (1968) dalam Syahrir (2002) dibagi dalam beberapa dimensi profesional, yaitu pengabdian terhadap profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi, dan hubungan profesi.

Ha1: Profesionalisme Auditor Berpengaruh Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Laporan Keuangan.

2. Pengaruh Etika Profesi auditor terhadap pertimbangan materialitas

Sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas.

Ha2: Etika Profesi Auditor Berpengaruh Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Laporan Keuangan.

3. Pengaruh keahlian auditor terhadap pertimbangan materialitas

Bedard (1989) dalam Arief Himawan DN (2004) mendefiniisikan keahlian seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan prosedural yang luas yang ditujukkan dalam pengalaman audit. Beberapa ahli selanjutnya


(58)

42

memberikan masukan terhadap unsur yang lain dalam keahlian audit, yaitu kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge), dan pengalaman (experience) dalam definisi keahlian dalam penelitian mereka (libby dan luft, 1993; libby and tan, 1994; libby, 1995) dalam Sri Murtini dan Edi Wijayanto (2002).

Ha3: Keahlian Auditor Berpengaruh Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Laporan Keuangan.

4. Pengaruh Pengalaman auditor terhadap pertimbangan materialitas

Pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam melakukan audit atas laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani. Menurut Noviyani dan Bandi (2002) dalam Arleen Herawaty dan Yulius S. (2008) pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang dalam pertimbangan tingkat materialitas. Pengalaman membentuk seorang akuntan publik menjadi terbiasa dengan situasi dan keadaan dalam setiap penugasan. Pengalaman juga membantu auditor dalam mengambil keputusan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dan menunjang setiap langkah yang diambil dalam setiap penugasan.

Ha4: Pengalaman Auditor Berpengaruh Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Laporan Keuangan.

5. Pengaruh Pengetahuan terhadap pertimbangan materialitas

Seorang akuntan publik yang memiliki banyak pengetahuan tentang kekeliruan akan lebih ahli dalam melaksanakan tugasnya terutama yang berhubungan dengan pengungkapan kekeliruan. Pengetahuan akuntan tentang


(59)

43

pendeteksian kekeliruan semakin berkembang karena pengalaman kerja. Semakin tinggi pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan maka semakin baik pola pertimbangan tingkat materialitas.

Ha5: Pengetahuan Auditor Berpengaruh Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Laporan Keuangan.

J. Penelitian Terdahulu

a. Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2009), menyatakan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan dan ketaatannya akan semakin baik pula tingkat pertimbangan materialitas dalam melaksanakan audit laporan keuangan.

b. Reni Yendrawati (2008), menyatakan bahwa dari 5 dimensi profesionalisme auditor, yaitu pengabdian terhadap profesi, kewajiban sosial, keyakinan terhadap profesi dan hubungan signifikan terhadap tingkat pertimbangan materialitas adalah hanya dimensi keyakinan terhadap profesi. Sedangkan dimensi yang lain tidak mempunyai hubungan signifikan. Dan terdapat korelasi yang positif antara dimensi keyakinan terhadap profesi dengan tingkat materialitas. Korelasi positif ini menunjukan bahwa semakin tinggi


(60)

44

profesionalisme seorang auditor maka akan semakin tepat pertimbangan auditor terhadap materialitas dalam pengauditan laporan keuangan.

c. Ariffudin, Faridah dan Yuni Wahyudin (2002), menyatakan laporan keuangan kaitannya dengan judgment yang diputuskan oleh auditor mengenai kewajaran laporan keuangan. Tetapi, opini auditor tersebut tidak semata-mata di dasarkan pada materialitas tidaknya suatu bukti audit. Ada berbagai faktor pembentuk opini dari auditor mengenai kewajaran laporan keuangan, yaitu kehandalannya sistem pengendalian klien, kesesuaian pencatatan transaksi akun dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum, ada tidaknya pembatasan audit yang dilakukan oleh klien, konsistensi pencatatan transaksi akuntansi.

d. Siti Maria Wardayanti (2005), seorang akuntan publik, dalam perannya sebagai auditor senantiasa mematuhi standard dan berperilaku sesuai dengan kode etik, yang perlu diketahui adalah hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku professional terhadap hasil kerja mereka. Robbins (2001) berpendapat bahwa perilaku professional auditor termotivasi oleh harapan yang mereka ingin dapatkan dengan baik untuk pribadi dan organisasi. Teori harapan (ekspektasi) dari vroom (1964) berpendapat bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh keluaran (output) tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Dengan kata lain teori harapan membantu menjelaskan banyak sekali


(61)

45

auditor tidak termotivasi pada pekerjaan merekan dan semata-mata melakukan yang minimum untuk menyelamatkan diri.

e. Yudhi Herliansyah dan Meifida Ilyas (2006). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pengalaman mengurangi dampak informasi tidak relevan terhadap judgment auditor. Auditor berpengalaman (partner dan Manajer) tidak terpengaruh oleh adanya informasi tidak relevan dalam membuat going concern judgment.

K.Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 2.1.


(62)

46

Tabel 2.1

Hasil-hasil penelitian terdahulu

No. Peneliti

(Tahun)

Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

Persamaan Perbedaan

1. Arleen

Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2009) Pengaruh profesionalisme, pengetahuan mendeteksi kekeliruan, dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik Variabel Profesionalisme, etika profesi dan pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan materialitas Peneliti menambahkan variabel keahlian dan pengalaman auditor dalam penelitian ini.

Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa secara parsial baik peran

profesionalisme, pengetahuan dalam

mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh dalam Pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik. 2. Reni

Yendrawati (2008) Variabel Independen: Profesionalisme Auditor Variabel Dependen: Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan Variable profesionalisme dan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan, obyek penelitian Peneliti menambahkan variable etika profesi, keahlian, pengalaman, dan pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel profesionalisme auditor berpengaruh signifikan dalam memberikan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan.

3. Ariffudin, Faridah dan Yuni

Wahyudin (2002)

Judgment Audit, Resiko Dan Materialitas Menggunakan variabel materialitas Peneliti menjadikan materialitas sebagai variabel dependen. Menyatakan laporan keuangan kaitannya dengan judgment yang diputuskan oleh auditor mengenai kewajaran laporan keuangan. Bersambung ke halaman berikutnya


(1)

Communalities

Initial Extraction

Pa 1.000 .928

Ep 1.000 .897

Ka 1.000 .934

Pla 1.000 .912

Pta 1.000 .906

Extraction Method: Principal Component Analysis.


(2)

Compon ent

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings

Total

% of

Variance Cumulative % Total

% of Variance

Cumulative

% Total

% of Variance

Cumulative %

1 3.222 64.432 64.432 3.222 64.432 64.432 3.071 61.426 61.426

2 1.355 27.101 91.533 1.355 27.101 91.533 1.505 30.107 91.533

3 .199 3.987 95.520

4 .134 2.677 98.197

5 .090 1.803 100.000

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Component Matrixa

Component

1 2

Pa -.352 .897

Ep .900 -.296

Ka .966 -.027

Pla .690 .660

Pta .938 .163

Extraction Method: Principal Component Analysis.


(3)

Reproduced Correlations

Pa Ep Ka Pla Pta

Reproduced Correlation Pa .928a -.583 -.364 .349 -.184

Ep -.583 .897a .877 .425 .795

Ka -.364 .877 .934a .649 .901

Pla .349 .425 .649 .912a .755

Pta -.184 .795 .901 .755 .906a


(4)

Ep .064 -.019 -.034 -.030

Ka .013 -.019 -.016 -.033

Pla -.069 -.034 -.016 -.042

Pta .003 -.030 -.033 -.042

Extraction Method: Principal Component Analysis.

a. Reproduced communalities

b. Residuals are computed between observed and reproduced correlations. There are 2 (20.0%) nonredundant residuals with absolute values greater than 0.05.

Rotated Component Matrixa

Component

1 2

Pa -.083 .960

Ep .778 -.539

Ka .919 -.300

Pla .849 .437

Pta .945 -.110

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.


(5)

Rotated Component Matrixa

Component

1 2

Pa -.083 .960

Ep .778 -.539

Ka .919 -.300

Pla .849 .437

Pta .945 -.110

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

a. Rotation converged in 3 iterations.

Component Transformation Matrix

Compo

nent 1 2

1 .959 -.284


(6)

Component Transformation Matrix

Compo

nent 1 2

1 .959 -.284

2 .284 .959

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.