PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROG (1)

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL PROGRAM
PEMANFAATAN LIMBAH KULIT JAGUNG (Zea mays) SEBAGAI
KOMPOSIT PEMBUATAN SUMPIT MAKAN
BIDANG KEGIATAN:
PKM-GT

Diusulkan oleh:
Wahyudi Maha Putra/1106005742/2011
Achmad Fathony/1106007602/2011
Firna Indrianty Sari/1106004121/2011
Saraswati Andani Satyawardhani/1106006511/2011
Setia Bakti/1106004292/2011

UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2012
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan


2. Bidang Kegiatan
3. Ketua Pelaksan Kegiatan
a. Nama Lengkap
b. NPM
c. Program Studi
d. Universitas
e. Alamat Rumah dan No. Tel/HP

: Pemanfaatan Limbah Kulit Jagung
Sebagai Komposit Pembuatan Sumpit
Makan
: ( ) PKM-AI
(X) PKM-GT

: Wahyudi Maha Putra
: 1106005742
: Teknik Kimia
: Universitas Indonesia
: Jalan Rawajati Timur VI nomor 3,
Pancoran, Jakarta Selatan 12750

085691484482
f. Alamat email
: [email protected]
4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 4 (empat) orang
5. Dosen Pembimbing
a. Nama Lengkap dan Gelar
: Dr. Ir. Praswasti PDK Wulan, M.T.
b. NIP
: 196805061992032001
c. Alamat Rumah dan No. Tel/HP
: Perum Taman Puspa Blok C/53 RT
10/0, Kasir Gunung Selatan,
Cimanggis, Depok 16951
No. HP 081310761476
Depok, 30 April 2012
Menyetujui
Wakil/Pembantu Dekan atau Ketua
Jurusan/Departemen/Program Studi/Pembimbing
Unit Kegiatan Mahasiswa


Ketua Pelaksana Kegiatan

(_____________________)
NIP.

(Wahyudi Maha Putra)
NIM. 1106005742

Pembantu atau Wakil Rektor Bidang
Kemahasiswaan/Direktur Politeknik/Ketua
Sekolah Tinggi.

Dosen Pendamping

(_____________________)
NIP.

(_____________________)
NIP. 196805061992032001
KATA PENGANTAR


2

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur atas rahmat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas rahmat dan ridha-Nya Program Kreativitas Mahasiswa
Gagasan Tertulis ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Di
Indonesia, konsumsi jagung dari tahun ke tahun terus meningkat, sehingga
otomatis limbah kulit jagung juga akan meningkat. Dewasa ini, pemanfaatan
limbah kulit jagung di Indonesia dimanfaatkan untuk pakan ternak. Selain itu,
kulit jagung juga dimanfaatkan oleh banyak orang untuk kerajinan tangan seperti
tas, jepit rambut, bunga kering, dan lain-lain. Di lain sisi, bila dilihat dari
kandungannya, kulit jagung memiliki kandungan selulosa yang tinggi. Selulosa
tersebut dapat dipalikasikan untuk pembuatan alat makan, yaitu sumpit yang aman
untuk digunakan. Sedangkan bila kita lihat, sumpit yang digunakan di Indonesia
sebagian besar terbuat dari bambu dan kayu, padahal sumpit berbahan dasar
tersebut tidak aman untuk digunakan sebagai alat makan, karena saat proses
produksinya yang tidak higienis dan menggunakan bahan yang berbahaya bagi
kesehatan. Maka dari itu, kami menggagaskan pembuatan sumpit berbahan dasar
limbah kulit jagung. Kelebihan dari sumpit ini yaitu aman untuk digunakan
sebagai alat makan (food grade), serta dapat meminimalisir penggunaan bambu

dan kayu untuk pembuatan sumpit.
Dalam proses penyusunan PKM-GT ini, kami menghadapi cukup banyak
tantangan dan hambatan. Namun atas bantuanNya, serta dukungan dari dosen
pembimbing dan teman-teman Departemen Teknik Kimia, PKM-GT ini dapat
terselesaikan dengan baik dan selesai tepat waktu. Kami juga berterima kasih
kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan PKM-GT
ini. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Praswasti PDK Wulan, M.T, selaku dosen yang sudah bersedia
membagi waktu, pengetahuan, serta pengalamannya dalam menyusun
karya tulis ini.
2. Prof. Dr. Ir. Widodo Wahyu Purwanto, DEA, selaku Ketua departemen
Departemen Teknik Kimia UI yang sudah memberikan dorongan untuk
menyusun karya tulis ini.
3. Rekan-rekan Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia, baik
angkatan 2011, 2010, 2009 dan 2008, serta segala pihak yang telah
membantu penulis.
Penulis menyadari betul bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat
dalam karya tulis ini, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca. Akhir kata, kami sebagai penyusun mengucapkan terima kasih atas
berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan karya tulis ini.

Kami harap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca dan
memahaminya.
Depok, April 2012

Penulis
DAFTAR ISI

3

Halaman Judul..................................................................................................... i
Lembar Pengesahan............................................................................................ ii
Kata Pengantar.................................................................................................... iii
Daftar Isi.............................................................................................................. iv
Daftar Gambar..................................................................................................... v
Daftar Tabel......................................................................................................... v
Ringkasan............................................................................................................ vi
Pendahuluan........................................................................................................ 1
Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
Tujuan dan Manfaat................................................................................. 3
Gagasan............................................................................................................... 4

Kondisi Terkini........................................................................................ 4
Solusi Terdahulu...................................................................................... 6
Kondisi Terkini yang Dapat Diperbaiki Melalui Gagasan Baru............. 7
Ekstraksi Selulosa dar Kulit Jagung............................................ 7
Pembuatan Komposit Selulosa.................................................... 8
Proses Pencetakan Komposit....................................................... 10
Pihak-Pihak Terkait................................................................................. 11
Langkah Strategis Implementasi............................................................. 12
Peluang dan Tantangan............................................................................ 12
Kesimpulan......................................................................................................... 13
Gagasan yang Diajukan........................................................................... 13
Teknik Implementasi............................................................................... 13
Prediksi Hasil.......................................................................................... 14
Daftar Pustaka..................................................................................................... 14
Curriculum Vitae................................................................................................. 15

4

DAFTAR GAMBAR


Gambar 1. Ilustrasi struktur silane pada substrat selulosa.............................8
Gambar 2. Coupling Treatment Tipe 1...........................................................9
Gambar 3. Coupling Treatment Tipe 2...........................................................9
Gambar 4. Coupling Treatment Tipe 3...........................................................10
Gambar 5. Proses Pencetakan Tahap 1...........................................................10
Gambar 6. Proses Pencetakan Tahap 2...........................................................11

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkembangan Penggunaan Jagung dalam Negeri, Total
Kebutuhan, Produksi dan Selisih Produksi dan Kebutuhan ............ 2
Tabel 2. Komposisi Kimia Kulit Jagung………………………………..…....3
Tabel 3. Produksi Jagung Nasional (2006 – 2012)…………….……………..4

RINGKASAN

5

Limbah menjadi salah satu masalah yang dihadapi umat manusia saat ini.
Banyaknya limbah sebanding dengan banyaknya produksi kebutuhan umat

manusia. Di Indonesia, salah satu komoditas yang menjadi kebutuhan pokok
terbanyak ialah jagung dengan rata-rata produksi dalam enam tahun terakhir
(2006-2011) adalah 15.754.505,5 ton. Namun, produksi jagung yang melimpah
tersebut nampaknya belum dapat dimaksimalkan dengan baik. Penggunaan
jagung saat ini lebih kepada pengonsumsian bijinya saja. Hal ini jelas bertampak
pada banyaknya limbah yang dihasilkan, seperti batang, bonggol, hingga kulitnya.
Penggunaan dari limbah-limbah jagung ini baru sebatas sebagai pakan ternak
ataupun kerajinan. Padahal potensi dari jagung bisa dimanfaatkan lebih maksimal.
Kulit jagung menjadi salah satu bagian yang kaya akan selulosa dengan
kadar 42%. Selulosa ini berguna sebagai bahan pembuatan komposit. Komposit
merupakan material yang saat ini banyak dicari oleh masyarakat. Dengan
memanfaatkan bagian ini, maka nilai jualnya dapat meningkat disamping dapat
mengurangi limbah yang dihasilkan. Salah satu pemanfaatannya ialah sebagai
bahan komposit pembuatan sumpit. Sumpit saat ini menjadi alat makan yang
banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Semakin besar permintaaan sumpit
maka akan semakin banyak kayu ataupun bambu yang ditebang untuk
membuatnya. Dengan memanfaaatkan limbah jagung ini sebagai bahan
pembuatan sumpit, maka selain dapat mengurangi limbah yang terbuang ke
lingkungan secara tidak langsung juga dapat mengurangi penggunaaan kayu
ataupun bambu.

Implementasi sumpit limbah jagung ini memerlukan berbagai langkah agar
dapat diterima masyarakat. Langkah yang diambil terdiri dari dua tingkatan skala,
yaitu kecil dan besar. Skala kecil meliputi sosialisasi, penyuluhan, serta
penyebaran iklan kepada masyarakat di daerah tertentu. Ini bertujuan agar
masyarakat mengenal sumpit limbah jagung ini. Langkah lebih besar diambil
dengan melakukan kerjasama dengan pemerintah. Pemerintah berguna sebagai
pembuat keputusan hingga sarana penyebaran sumpit ini ke tingkat nasional.
Dengan demikian diharapkan permintaan jagung sebagai bahan pembuatan sumpit
akan meningkat sehingga dapat menyejahterakan petani.

6

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT JAGUNG (Zea mays) SEBAGAI
KOMPOSIT PEMBUATAN SUMPIT MAKAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Permasalahan mengenai limbah umumnya masih marak terjadi dimana mana. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pemanfaatan limbah dari produk
yang dihasilkan membuat lingkungan semakin tercemar. Umumnya limbah –
limbah tersebut hanya dibuang begitu saja. Hanya sedikit dari hasil limbah

tersebut yang dimanfaatkan secara maksimal untuk diolah menjadi produk yang
bermanfaat. Hal itu menuntut manusia harus semakin berinovasi dalam
menciptakan sebuah karya yang bermanfaat dengan bahan dasar limbah.
Banyak sekali hasil limbah alami dari tanaman – tanaman maupun buah –
buahan yang keberadaannya sangat disepelekan. Padahal jika ditelusuri lebih
lanjut ternyata limbah alami tersebut punya beragam manfaat yang tidak terduga.
Salah satu jenis tanaman yang paling digemari oleh masyarakat Indonesia namun
hasil limbah tanaman tersebut belum termanfaatkan secara maksimal adalah
jagung.
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia
yang cukup banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Komoditas jagung
memiliki peranan penting dalam perkembangan perekonomian nasional
mengingat banyaknya kegunaan yang dapat dimanfaatkan dari tanaman jagung itu
sendiri mulai dari batang jagung, buah jagung, bonggol jagung, bahkan kulit
jagung. Manfaat dari pengolahan jagung sangat beragam diantaranya sebagai
pangan, bahan baku industri, pakan ternak dan lain – lain. Namun hasil
pemanfaatan bagian tubuh jagung belum dimanfaatkan secara maksimal .
Biasanya hasil pemanfaatan jagung menyisakan limbah diantaranya kulit jagung.
Pemanfaatan jagung sebagai bahan pangan sangat mendatangkan
keuntungan yang sangat besar terutama pada bidang perekonomian. Kontribusi
jagung dalam meningkatkan perekonomian nasional sangat penting karena jagung
merupakan penyumbang kedua terbesar setelah padi dalam subsektor tanaman
pangan . Menurut data dari Produk Domestik Bruto (PDB) kontribusi jagung terus
meningkat setiap tahun. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian
nasional mencapai Rp 9.4 trilyun dan pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp
18,2 trilyun. Kondisi demikian mengindikasikan besarnya peranan jagung dalam
memacu pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan perekonomian nasioanal
secara umum.
Walaupun produksi jagung di Indonesia melimpah ruah namun
pemanfaatannya sebagian besar digunakan untuk pangan. Menurut data dari
departemen pertanian (2005) produksi jagung di Indonesia mulai meningkat
tajam setelah tahun 2002 dengan laju 9,14% per tahun. Pada tahun 2005, produksi
jagung mencapai 12,5 juta ton. Sebelum tahun 1990, penggunaan jagung di
Indonesia lebih banyak (86%) untuk konsumsi langsung, hanya sekitar 6% untuk
industri pakan. Selama tahun 2002 – 2005 penggunaan untuk industri pangan
mulai semakin menurun sekitar 2%/th.
7

Tabel 1. Perkembangan penggunaan jagung dalam negeri, total kebutuhan, produksi, dan
selisih produksi dan kebutuhan, 1990 - 2005 (*000 ton)
Industri
Produksi Tahun
Konsumsi
Pakan
Kebutuhan
Produksi
pangan
kebutuhan
1990
396
5.703
4.99
6.596
6.734
+136
%
(6,00)
(86,44)
(7,56)
(100)
2000
3.713
4.657
2.340
10.719
9.677
-1,042
%
(43,45)
(21,83) (34,64)
(100)
2001
3.955
4.567
2.415
10.937
9.165
-1,772
%
(36,16)
(41,76)
(22,08)
(100)
2002
4.197
4.478
2.489
11.164
9.654
-1,150
%
(40,11)
(22,29) (37,59)
(100)
2003
4.438
4.388
2.564
11.390
10.886
-504
%
(38,53)
(22,51) (38,96)
(100)
2004
4.680
4.299
2.638
11.617
11.225
-392
%
(37,01)
(22,71) (40,29)
(100)
2005
4.935
4.212
2.714
11.861
12.253
+662
%
(41,61)
(35,51)
(22,88)
(100)
r (%/th)

-1,95

3,01

5,86

2,04

4,17

Angka dalam kurung menunjukkan presentase dari jumlah kebutuhan
(Sumber : Departemen Pertanian 2005)
Produksi jagung yang melimpah ruah tak lepas dari limbah yang
dihasilkannya. Salah satu limbah yang dihasilkan berupa kulit jagung. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Nandini Paramita, S.Sn (2010) bahwa limbah kulit
jagung dapat dimanfaatkan menjadi suatu produk sehingga dapat menambah nilai
dari limbah kulit jagung tersebut. Potensi limbah kulit jagung biasanya hanya
dimanfaatkan sebagai pakan ternak, bahan baku pengganti plastik serta bahan
baku kerajinan tangan seperti aksesoris rambut, tas, kertas kado, dan bunga hias.
Seharusnya pemanfaatannya bukan hanya sebatas itu saja, karena jumlah limbah
kulit jagung di Indonesia sangat banyak untuk itu pemanfaatannya harus
dimaksimalkan.
Potensi kulit jagung dapat dilihat dari kandungan nutrisi di dalamnya.
Sebagian besar tubuh dari kulit jagung mengandung selulosa. Selain itu, kulit
jagung juga mengandung lignin, abu, hemiselulosa dan komponen-komponen
lain. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Kulit Jagung
8

Unsur
Kulit
Selulosa ( % )
42.31 ± 0.7
Lignin ( % )
12.58 ± 0.2
Abu ( % )
4.16 ± 0.26
Lainnya ( % )
40.95
Kristalinitas ( % )
34.57 ± 0.91
(Sumber data : Shah N. Huda, 2008)
Melihat potensi yang besar dari limbah kulit jagung, maka dari itu kami
memiliki gagasan untuk memanfaatkan limbah kulit jagung yang mengandung
sebagai bahan baku pembuatan sumpit makan. Produk ini cukup unik karena
sumpit ini memanfaatkan limbah kulit jagung sehingga dapat meminimalkan
penebangan kayu dan bambu di Indonesia. Hal ini dikarenakan pemakaian kayu
dan bambu sebagai bahan dasar pembuatan sumpit makan telah menelan banyak
batang kayu maupun bambu untuk ditebang. Dengan berkurangnya penebangan
kayu dan bambu diharapkan akan turut mengurangi dampak global warming.
Tujuan dan Manfaat
Penulisan ini memiliki tujuan untuk:
a. Memaparkan salah satu alternatif penanggulangan limbah jagung di
Indonesia.
b. Mengetahui langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan dalam
mengimplementasikan alternatif tersebut.
c. Mengetahui peluang dan tantangan yang akan dihadapai dalam
mengimplementasikan gagasan tersebut.
Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah:
a. Memberi pemikiran baru kepada masyarakat, khususnya petani, mengenai
pengolahan limbah jagung yang lebih berpotensi.
b. Meningkatkan kreativitas masyarakat dalam menciptakan suatu gagasan
baru dengan menggunakan bahan baku limbah.
c. Mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah jagung.
d. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pemakaian
barang yang ramah lingkungan melalui gagasan yang diberikan.
e. Membuka peluang usaha baru dan meningkatkan kesehatan masyarakat
melalui gagasan tersebut.

GAGASAN

9

Kondisi Terkini
Produksi jagung di Indonesia
Berdasarkan perolehan data dari jagungbisi.com pada Juni 2011, 5
provinsi di Indonesia dengan produksi jagung tertinggi yaitu Provinsi Jawa Timur
dengan produksi jagung 4-5 juta ton, lalu diikuti oleh Jawa Tengah (3,3 juta ton),
Lampung (2 juta ton), Sulawesi Selatan (1,3 juta ton), dan Sumatera Utara (1,2
juta ton). Perolehan tersebut masih sangat rendah bila dibandingkan dengan
Amerika Serikat, yang mana merupakan negara dengan produksi jagung tertinggi
(256,9 juta ton per tahun), mencapai 40% produksi jagung di dunia.
Tabel 3. Produksi Jagung Nasional Periode 2006-2011
Periode

2006
2007
2008
2009
2010
2011
Rata-rata

Produksi (Ton)

Luas Panen (Ha)

Produktivitas
(Ton/Ha)

11.609.463
3.345.805
13.287.527
3.630.324
16.317.252
4.001.724
17.529.309
4.156.706
18.327.636
4.252.182
17.392.246
3.895.751
3.860.331
15.754.405,5
Sumber: Departemen Pertanian Republik Indonesia

3,47
3,66
4,08
4,23
4,44
4,46
4.06

Menurut hasil dari simposium jagung dan kedelai pada Juli 2009, rata-rata
permintaan jagung di Indonesia sekitar 16,3 Mega Ton (MT). Sedangkan produksi
jagung pada tahun 2008 adalah 16.317.252 MT, sehingga dapat disimpulkan
bahwa antara permintaan dengan persediaan jagung di Indonesia sudah seimbang
dan sudah mnecapai target. Hal ini dapat tercapai karena diperkenalkannya bibit
jagung jenis hibrida. Jagung hibrida itu sendiri telah mencapai 45% areal
perkebunan jagung domestik dan terdapat 111 varietas jagung hibrida hingga Mei
2009. Untuk peluang, Provinsi Jawa Timur berpeluang untuk mengekspor lebih
banyak jagung ke negara lain karena Dinas Penelitian Pertanian di Jawa Timur
terus menggalakkan program intensifikasi teknologi terapan, sehingga Jawa Timur
dapat terus memroduksi jagung dengan hasil yang tinggi dan mengalami
peningkatan.
Menurut data yang diperoleh dari Harian Kompas (11 Januari 2012), pada
tahun 2012 ini produksi jagung di Indonesia menurun 6%. Menurut Kementrian
Pertanian, produksi jagung di Indonesia turun 1,1 juta ton atau 6% menjadi 17,23
juta ton dari produksi tahun 2011, sedangkan produksi pada 2010 adalah sebesar
18,33 juta ton. Produksi tersebut belum dapat mencapai target, karena target
produksi jagung pada tahun ini sebesar 24 juta ton.
Penurunan produksi jagung di Indonesia ini secara umum disebabkan oleh
perubahan iklim dan cuaca. Lalu periode musim di Indonesia yang kurang
menentu. Terkadang musim kemarau di Indonesia terjadi dalam jangka waktu
yang lebih pendek atau kurang dari 6 bulan, kondisi ini dapat menghalangi petani
dalam menanam jagung yang mana hanya dapat ditanam saat musim kemarau.

10

Untuk mengatasi permasalahan produksi produksi jagung ini, Balai
Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) menggalakkan uji pembudidayaan
jagung IP400.
Penggunaan Sumpit di Indonesia
Sumpit adalah alat yang digunakan untuk makan yang berasal dari Asia
Timur. Hampir di seluruh negara di Asia Timur menggunakan sumpit saat makan.
Sumpit berbentuk batang yang sejajar dan umumnya terbuat dari plastik, stainless
steel, kayu, bambu, bahkan gading. Cara menggunakan sumpit yaitu dengan cara
menjepit makanan untuk dipindahkan, baik dari satu wadah ke wadah lain
maupun untuk memasukkan makanan ke dalam mulut.
Selain di Asia Timur sendiri, sumpit juga digunakan di beberapa negara
lain saat menikmati makanan khas Asia Timur. Di Asia Tenggara pun penggunaan
sumpit sudah tidak mengalahi sendok dan garpu. Tidak terkecuali di Indonesia.
Tidak jarang bila kita berkunjung di restoran-restoran yang menyediakan mie
dalam menunya, maka di meja makan sudah tersedia alat makan dengan lengkap.
Sendok dan garpu, serta sumpit. Umumnya, di Indonesia sumpit terbuat dari
bambu, kayu, dan plastik. Sumpit yang terbuat dari stainless steel hanya dijual di
toko-toko, tidak disediakan di restoran-restoran Indonesia. Di Indonesia, sumpit
amat sering digunakan saat menikmati mie ayam, mie goreng, serta di setiap
restoran khas Asia Timur sudah pasti makanan disajikan bersama dengan sumpit
sebagai alat makannya. Bahkan saat kita menikmati mie ayam dan pangsit di
pinggir jalan pun, sang penjual sudah menyediakan sumpit sebagai alat makannya.
Salah satu keuntungan bila kita menggunakan sumpit sebagai alat makan
yaitu makanan yang kita ambil tidak terlalu banyak namun tidak terlalu sedikit
pula. Karena sumpit tidak dapat menjepit makanan yang dengan banyak dan
dengan ukuran yang cukup besar. Sehingga takaran makan kita dapat terjaga.
Selain itu, ukuran sumpit yang kecil dan beratnya yang ringan, membuatnya
mudah dibawa serta praktis.
Bahaya Sumpit
Bila kita dapat melihat keuntungan dari sumpit, maka kita juga harus
mengetahui apa saja bahaya dari penggunaan sumpit. Terlebih lagi di Indonesia
sumpit terbuat dari kayu, bambu, serta plastik, yang mana tidak diketahui dengan
jelas bagaimana proses produksinya.
Sumpit yang terbuat dari bambu dikatakan berbahaya karena saat proses
produksinya yang tidak higienis. Pertama-tama, sumpit diproduksi oleh home
industry, yang mana tidak terjaga kebersihan selama proses produksinya. Lalu
batangan-batangan sumpit “diputihkan” dengan menggunakan sulfur dan hidrogen
peroxida tanpa menggunakan desinfektan sedikitpun. Sumpit-sumpit yang telah
”diputihkan” lalu dikeringkan dengan menjemurnya di tanah dengan
menggunakan alas yang kurang jelas bersih atau tidaknya. Setelah itu, sumpit
dikemas dengan seadanya serta dengan kemasan yang kurang layak, karena hanya
terbuat dari plastik tipis serta tanpa desinfektan, sehingga bakteri-bakteri yang
terdapat dalam sumpit tidak mati. Proses produksi sumpit selesai, lalu
dilakukanlah proses pendistribusian. Proses ini membutuhkan waktu yang cukup

11

lama karena distribusi dilakuakan dengan menggunakan kapal, tidak
menggunakan pesawat yang mana jauh lebih mahal dibanding dengan kapal.
Dengan lamanya waktu yang dibutuhkan, maka semakin memperbesar
kemungkinan bahwa sumpit tersebut semakin banyak mengandung bakteri di
dalamnya. Ada suatu kasus di mana saat seseorang sedang menyantap mie panas
dengan menggunakan sumpit bambu, lalu secara tiba-tiba keluar ulat dari dalam
sumpit. Peristiwa tersebut membuktikan bahwa sumpit bambu maupun kayu tidak
terjamin keamanannya.
Bila kita melihat dengan teliti, pada bagian pangkal sumpit terdapat
lubang-lubang kecil. Lubang-lubang tersebut sebenarnya adalah lubang yang
berisi semua sisa cairan (pemutih, sulfur, hidrogen peroxida, kotoran tikus,
kotoran kecoa, telur kecoa, telur ulat dsb), dan akan terus menetap di lubanglubang kecil tersebut sampai sumpit digunakan. Maka dari itu, tidak heran bila
sumpit berbahan dasar kayu maupun bambu dipasarkan dengan harga yang murah,
karena setelah ditelusuri dari proses produksinya yang hanya membutuhkan biaya
yang sangat minim.
Selain bambu dan kayu, menggunakan sumpit berbahan dasar plastik
sangat tidak dianjurkan, karena plastik cenderung mudah meleleh dan bentuk
sumpit dapat berubah saat terkena panas. Bahan kimia yang terkandung dalam
sumpit plastik sangatlah berbahaya bagi tubuh manusia, karena plastik bersifat
karsinogenik, yaitu dapat menyebabkan kanker, bila digunakan dengan bahan
yang panas. Sedangkan kita menggunakan sumpit saat makanan masih dalam
keadaan panas.
Saat ini, sumpit yang paling aman digunakan yaitu sumpit yang berbahan
dasar stainless steel, karena bahan tersebut tidak berbahaya bila kontak dengan
panas, serta proses produksinya yang higienis dan terbuat dari bahan yang aman
bagi kesehatan. Namun, sumpit ini belum banyak digunakan di Indonesia,
walaupun di Asia Timur sudah marak digunakan. Hal ini disebabkan oleh
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan saat proses produksi serta harga beli dari
sumpit ini. Sehingga masih banyak restoran-restoran yang menggunakan sumpit
berbahan dasar kayu dan bambu saat menyediakan alat makan demi alasan
murahnya biaya yang dikeluarkan tanpa memikirkan dampak dari penggunaan
sumpit berbahan dasar kayu maupun bambu tersebut.
Solusi Terdahulu
Jagung merupakan salah satu tanaman yang cukup
terkenal tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara
lainnya. Bahkan tidak sedikit negara yang menjadikan jagung
tersebut sebagai makanan pokok. Produksi jagung dalam negeri
selalu meningkat tiap tahunnya. Namun, meningkatnya produksi
jagung juga secara tidak langsung menimbulkan masalah baru,
yaitu bertambahnya limbah kulit jagung yang akan dihasilkan.
Sejauh ini, limbah kulit jagung di Indonesia digunakan sebagai :
1. Pakan ternak
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
penduduk yang memelihara banyak binatang ternak. Untuk
12

memenuhi kebutuhan pangan hewan-hewan ternak tersebut,
biasanya para petani menggunakan limbah kulit jagung
sebagai pakannya.
2. Barang-barang kerajinan tangan
Salah satu pemanfaatan kulit jagung yang sangat sering
ditemukan adalah sebagai bahan dasar untuk kerajinan
tangan sebagai dekorasi di dalam rumah. kulit jagung yang
telah direbus dan diberi pewarna dapat dibentuk sedemikian
rupa hingga menjadi hiasan-hiasan yang menarik, seperti
berbagai jenis bunga, boneka, hingga lampu hias.
3. Pembungkus kue
Limbah kulit jagung juga biasa digunakan sebagai
pembungkus kue-kue tradisional khas daerah di Indonesia,
misalnya saja kue jenang yang merupakan kue khas dari
Kudus,
Jawa
Tengah,
biasanya
dibungkus
dengan
menggunakan kulit jagung.
4. Bahan baku pengganti plastik
Serat dari kulit jagung dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan plastik untuk kemudian diolah menjadi botol
dan gelas. Meskipun terbuat dari bahan organik, namun
kualitasnya tidak kalah dengan botol dan gelas plastik biasa.
Hal ini dikarenakan serat dari kulit jagung cukup kuat. Selain
itu, botol dan gelas dari kulit jagung ini dapat diserap tanah
dan sekaligus menjadi pupuk setelah digunakan. Namun
sayangnya peminat gelas dan botol dari kulit jagung ini masih
sedikit, karena harganya yang lebih mahal ketimbang gelas
dan botol dari plastik biasa.
Kondisi Terkini yang Dapat Diperbaiki Melalui Gagasan Baru
Ekstraksi selulosa dari kulit jagung
Kulit jagung dipotong menjadi panjang sekitar 3 sampai 4 cm
menggunakan pemotong kertas karton. Serat diperoleh dari kulit jagung oleh
kombinasi ekstraksi kimia dan enzimatik. Kulit jagung diperlakukan dengan
larutan natrium hidroksida 0,5 N selama 60 menit pada 95 ° C dengan dari kulit
jagung 5% massa dalam larutan alkali. Bubur (slurry) tersebut kemudian dicuci
dalam air untuk menghilangkan zat terlarut , dan serat kasar yang diperoleh
dinetralkan menggunakan 10% (v/v) larutan asam asetat. Serat yang telah
dinetralkan tersebut kemudian dikeringkan di bawah kondisi kamar. Dua jenis
enzim, dan pulpzyme selulase digunakan untuk menghilangkan lignin dan
hemiselulosa dari kulit jagung.
Pulpzyme adalah xilanase yang mendepolimerisasi hemiselulosa dan
memutuskan ikatan kovalen antara lignin dan karbohidrat dalam kulit jagung.
Hemiselulosa yang telah terdepolimerisasi dan lignin dipisahkan dikeluarkan
selama cuci. Selulase adalah enzim kompleks yang terdiri dari tiga unit utama
13

endoglucanases, cellobiohydrolases dan β-glucosidases. Endoglucanases
menyerang rantai selulosa secara acak, cellobiohydrolases menghidrolisis rantai
selulosa dari ujung dan β-glucosidases menghidrolisis cellulobiose menjadi
glukosa. Selulase digunakan dalam penelitian ini untuk menghilangkan serat-serat
pendek di kulit jagung. Serat pendek tidak cocok untuk tekstil aplikasi dan relatif
mudah untuk dihidrolisis. Namun, seperti alkali pretreatment, memilih
konsentrasi, waktu dan temperatur perlakuan enzim merupakan hal yang penting
karena selulase mampu merusak selulosa dalam kulit jagung mengakibatkan
penurunan kekuatan serat. Sebuah enzim yang konsentrasinya 5% massa dari serat
dengan sekitar 5% (b/v) dari serat dalam larutan enzim, waktu perlakuan 60
menit pada 50 °C ditemukan menghasilkan serat dengan kualitas yang diinginkan.
Serat diperoleh setelah enzim tersebut dibilas dalam air dan dikeringkan pada
kondisi kamar.
Proses pembuatan komposit selulosa
Material komposit merupakan material multifase yang dihasilkan dengan
mengkombinasikan bahan yang berbeda dengan tujuan untuk memperoleh sifatsifat baru yang merupakan kombinasi sifat dari beberapa bahan tersebut.
Komposit serat pendek biasanya dibuat dengan mencampur serat-serat dengan
resin cair untuk membentuk bubur, dan kemudian dicetak untuk membentuk
komposit. Pada pembuatan komposit dari kulit jagung ini, perlu dilakukan
beberapa tahap untuk mendapatkan suatu koposit, diantaranya pencampuran
dengan silane coupling agent dan resin polipropilen.
Langkah pertama yaitu pencampuran selulosa dengan resin polipropena.
Polipropilena atau polipropena (PP) adalah sebuah polimer termoplastik yang
dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, salah satunya
adalah pengemasan makanan. Tujuan dari pencampuran ini yaitu untuk
mendapatkan sifat kombinasi antara sifat selulosa dan polipropilena.
Polipropilena memiliki kristalinitas tingkat menengah di antara polietilena
berdensitas rendah dengan polietilena berdensitas tinggi; modulus Youngnya juga
menengah. Polipropilena memiliki permukaan yang tak rata, seringkali lebih kaku
daripada beberapa plastik yang lain, lumayan ekonomis, dan bisa dibuat
translusen (bening) maupun berwarna-warni dengan menggunakan pigmen.
Namun untuk mencampurnya selulosa dan polipropilen bukan merupakan
hal yang mudah hal ini disebabkan karena sifat selulosa yang hidrofilik
berlawanan dengan sifat dari resin polipropilen yang hidrofobik. Oleh karena itu
dibutuhkanlah suatu coupling agent. Pencampuran dengan coupling agent ini
bertujuan untuk meningkatkan adhesi dan afinitas antara selulosa dan resin
polipropilen. Gambar 1 menggambarkan bagaimana silane coupling agent
berikatan dengan serat selulosa.

14

Gambar 1. Ilustrasi struktur silane pada substrat selulosa
Proses pencampuran coupling agent dengan komposit serat selulosa dan
dan polimer
(wood fiber and polymer composites) umumnya dibagi
menjadi 3 proses dasar (Gambar 2, 3, dan 4). Coupling agent dapat langsung
dilapisi pada serat kayu dan polimer selama pencampuran. Proses ini (proses satu
langkah) cukup sederhana dan murah (Gambar 2). Dalam proses dua langkah,
pelapisan atau okulasi dilakukan sebelum pencampuran (Gambar 3,4). Coupling
agent dilapisi atau diokulasi pada permukaan serat kayu, polimer atau baik
sebelum pencampuran dalam proses kedua. Pada proses ketiga, sebagian dari
polimer dan serat kayu diperlakukan dengan coupling agent, kemudian dicampur
dengan serat kayu dan polimer yang tidak diperlakukan dengan coupling agent
Pada proses yang pertama, dibutuhkan kondisi coupling agent yang sedikit
dan waktu pencampuran yang singkat untuk menghasilkan adhesi yang baik
antara serat kayu dan polimer. Proses kedua (Gambar 3) lebih disukai untuk
komposit yang dibentuk dalam ruang terbuka (air-formed composite). Selain itu
proses dua langkah membantu meningkatkan luas permukaan sentuh sehingga
meningkatkan sifat mekanik dari serat selulosa.

Gambar 2. Coupling Treatment Tipe 1

Gambar 3. Coupling Treatment Tipe 2

15

(Sumber: resin 5)

Gambar 4. Coupling Treatment Tipe 3
Proses pencetakan komposit
Metode pencetakan yang digunakan untuk mencetak komposit limbah
kulit jagung ini menjadi sumpit adalah Metode Compression Molding.
Compression Molding adalah metode pencetakan (molding) di mana bahan baku
yang akan dicetak diletakkan dalam cetakan yang terbuka, lalu cetakan ditutup
dengan menggerakkan pompa hidrolik untuk memberikan tekanan dan diberikan
panas untuk melelehkan bahan. Bahan yang meleleh tersebut akan mengisi
seluruh cetakan. Proses ini berlangsung selama 10-15 menit. Setelah crossed
linking terjadi secara sempurna antara matriks dan reinforced, plate pemanas
dimatikan dan plate pendingin dinyalakan. Setelah 10 – 15 menit, ejektor pin
ditekan sehingga bahan terlepas dari cetakan.
Kelebihan dari metode ini adalah kemampuannya untuk mencetak dengan
hasil luas dan besar, harganya pun lebih murah dari pada injection molding atau
transfer molding. Terlebih lagi alatnya hanya menghasilkan sedikit sekali limbah,
memberi keuntungan saat bahan yang digunakan cukup mahal, sehingga tidak
terbuang.
Proses pencetakan komposit limbah kulit jagung ini dibagi menjadi dua
tahapan, yaitu tahap pencetakan komposit menjadi lembaran. Komposit dengan
massa tertentu diletakkan di wadah bagian bawah molder. Kemudian bagian atas
molder yang dapat bergerak diturunkan hingga menekan komposit di bagian
bawah molder berubah bentuk menjadi lembaran yang rata.
Tampak atas

16

Gambar 5. Proses Pencetakan Tahap 1
Tahapan selanjutnya adalah pemotongan lembaran tersebut menjadi
batang-batang sumpit. Pada tahap ini, bagian atas molder dilengkapi dengan pisau
pemotong dengan ukuran yang telah disesuaikan sehingga akan menghasilkan
batang-batang sumpit dengan ukuran yang seragam.
Tampak atas

Gambar 6. Proses Pencetakan Tahap 2
Pihak-Pihak Terkait
Adapun pihak yang dapat membantu dalam mengimplementasikan
gagasan tentang pemanfaatan limbah kulit jagung untuk pembuatan sumpit yaitu :
No
.
1.

Lembaga
Lembaga Penelitian

2.

Kalangan Akademisi

3.

Pemerintah

4.

Dinas Pertanian

5.

Media Massa

6

Industri berbasis jagung

Peranan
Melakukan riset / uji coba kelayakan sumpit
berbahan dasar komposit kulit jagung
Meneliti, merancang, dan mengembangkan
komposit dari kulit jagung yang baik dan
aman untuk pembuatan sumpit
Menyediakan modal bagi daerah sasaran
dengan anggaran APBN dan APBD untuk
pengembangan daerah sehingga program
dapat berjalan dengan lancar
Mempermudah regulasi kerja sama dalam
mendapatkan limbah kulit jagung dari produk
pertanian serta memantau pertanian jagung
sehingga kulit jagung yang dihasilkan
berkualitas baik dan tidak terserang oleh
hama atau penyakit tanaman yang lainnya.
Menyosialisasikan sumpit berbasis komposit
kulit jagung pada masyarakat agar dapat
diterapkan di Indonesia
Mempermudah pelaksana gagasan dalam
mendapatkan sumber bahan utama dalam

17

pembuatan sumpit dari komposit kulit
jagung.
7

Distributor

Menentukan daerah tujuan operasi di dalam
dan luar negeri untuk memasarkan output
produk

8

Bank/koperasi

Memberikan pinjaman modal untuk memulai
merintis produksi sumpit berbahan dasar
komposit kulit jagung

Langkah Strategis Implementasi
Dalam mewujudkan sumpit berbahan baku limbah jagung, diperlukan
berbagai langkah agar pengimplementasiannya berjalan dengan baik dan sesuai
harapan. Langkah yang kami targetkan terdiri dari 2 macam tingkatan skala, yakni
target skala kecil dan target skala besar. Adapun langkah-langkah sebagai target
skala kecil, yakni:
1. Melakukan sosialisasi mengenai sumpit limbah jagung kepada masyarakat
selaku penggunakan sumpit konvensional yang berbahan dasar bambu.
2. Melakukan penyuluhan kepada pedagang makanan yang menggunakan
sumpit sebagai salah satu peralatannya.
3. Menyebarkan iklan, seperti poster, mengenai sumpit limbah jagung yang
disebar ke sekolah-sekolah ataupun daerah-daerah padat penduduk, di
mana pada umumnya penggunaan sumpit konvensional banyak ditemukan.
Pada target skala kecil, langkah-langkah yang diambil bertujuan supaya
para pengguna sumpit di daerah-daerah tertentu mengetahui dan tertarik untuk
menggunakannya. Di lain pihak, diharapkan juga jika mereka mulai menyadari
tentang pentingnya penggunaan sumpit limbah jagung ini dibanding sumpit
konvensional.
Daerah yang hendak menjadi target skala kecil dipilih melalui beberapa
cara, yaitu peninjauan langsung (survei), pengumpulan data dari media masa, atau
menanyakan kepada pedagangnya langsung mengenai daerah yang biasa menjadi
tempat berjualannya.
Langkah skala besar adalah kerjasama dengan pemerintah dalam hal
sosialisasi dan pemberian kebijakan. Sosialisasi dilakukan lebih menyeluruh
secara nasional, di mana pemerintah juga bertindak sebagai penyedia dana.
Sedangkan dalam hal pembuatan kebijakan, pemerintah dapat membuat suatu
keputusan mengenai pengendalian peredaran sumpit konvensional yang kurang
baik bagi kesehatan. Pada langkah kedua ini, pemerintah juga dapat melakukan
pengontrolan lebih mengenai masuknya sumpit konvensional secara illegal, di
mana umumnya sumpit ini diimpor dari China.
Peluang dan Tantangan
Adapun peluang dari produksi sumpit dengan bahan dasar limbah kulit
jagung adalah sebagai berikut :

18

1. Menurut data dari Badan Pusat Statistik dan dan Departemen Pertanian
bahwa produksi jagung di Indonesia semakin melimpah tiap tahunnya
sehingga akan berdampak pada limbah kulit jagung yang dihasilkan.
2. Bahan baku pembuatan sumpit ini berasal dari limbah kulit jagung yang
umumnya kurang termanfaatkan secara maksimal sehingga dapat
diperoleh dengan mudah.
3. Dapat meminimalisir penebangan kayu dan bambu di Indonesia sehingga
akan turut membantu melestarikan lingkungan.
4. Tidak Menggunakan bahan – bahan kimia yang berbahaya seperti
hidrogen peroksida yang biasa digunakan pada sumpit kayu atau bambu
sehingga lebih aman untuk digunakan.
5. Penggunaan sumpit dengan bahan dasar limbah kulit jagung ini dapat
digunakan sekali pakai maupun berulang kali pakai selama masih dalam
kondisi yang wajar.
Sementara itu, tantangan yang akan dihadapi dalam menerapkan sistem ini adalah
sebagai berikut :
1. Sulitnya menemukan jenis resin yang bersifat food grade yang aman
sebagai bahan campuran untuk perekatan serat kulit jagung.
2. Membutuhkan kerja sama dengan pihak – pihak terkait seperti pemerintah,
industri serta silane distributor untuk mendapatkan bahan baku yang
dibutuhkan dalam pembuatan sumpit ini.
3. Harga produk dari sumpit ini relatif mahal karena proses pembuatan yang
cukup sulit dan waktu yang cukup lama.
KESIMPULAN
Gagasan yang Diajukan
Limbah kulit jagung selama ini masih kurang dimanfaatkan dibandingkan
dengan limbah dari bagian jagung yang lain seperti bonggolnya. Limbah kulit
jagung dapat dimanfaatkan menjadi komposit dalam pembuatan sumpit makan
karena kandungan selulosanya yang cukup tinggi yaitu sekitar 42%. Selulosa
tersebut akan menggantikan bahan dasar sumpit makan yaitu berupa kayu atau
bambu dan akan diolah menjadi komposit dengan campuran resin berupa
polipropilena. Kandungan selulosa pada kulit jagung mempunyai kepolaran yang
berbeda dengan polipropilena sehingga campuran tersebut tidak akan membentuk
komposit yang baik. Oleh karena itu, diperlukan coupling agent berupa silane
untuk mencampurkan keduanya.
Subtitusi kulit jagung dengan kayu atau bambu sebagai sumpit makan
diharapkan turut mengurangi penebangan kayu atau bambu khususnya di
Indonesia serta mengurangi limbah yang ada. Mengingat melimpahnya
ketersediaan kulit jagung maka tak perlu khawatir dalam mendapatkan bahan
baku dari sumpit ini. Proses pembuatan pada pengolahan sumpit makan ini dinilai

19

cukup aman karena tidak menggunakan pemutih dan teknologi pada pengolahan
sumpit ini sudah tergolong canggih.
Teknik Implementasi
Tahap implementasi dari produksi sumpit ini terbagi menjadi beberapa
tahapan, yang pertama yaitu tahap persiapan. Pada tahap ini produsen melengkapi
data serta mencari bahan-bahan yang dibutuhkan. Lalu mencari atau mengadakan
peralatan yang akan digunakan selama proses produksi. Setelah seluruh peralatan
dan bahan-bahan lengkap, dilakukan proses produksi dan apabila proses produksi
telah selesai, dilakukan uji produk, apakah sudah memenuhi standar atau belum.
Jika belum, dilakukan proses produksi ulang, jika sudah, produk akan
didistribusikan melalui toko-toko maupun supermarket, tentunya dengan
dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga lain yang terkait.
Prediksi Hasil
Sumpit berbahan dasar selulosa kulit jagung yang berpotensi sebagai
pengganti dari sumpit kayu dan bambu ini dapat direalisasikan melalui home
industry maupun tidak. Bila dipasarkan, sumpit ini diprediksikan memiliki potensi
yang cukup baik untuk kalangan menengah ke atas, dan sebaliknya, memiliki
potensi yang cukup rendah bagi kalangan menengah ke bawah. Karena harga dari
sumpit ini akan lebih mahal dibanding dengan sumpit bambu maupun kayu. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan dari proses produksi dan bahan dasar dari kedua
sumpit. Namun, apabila masyarakat mengetahui kelebihan dari sumpit ini (food
grade) dan kelemahan dari sumpit kayu dan bambu yang berbahaya bagi
kesehatan, maka mereka akan beralih ke sumpit berbahan dasar selulosa kulit
jagung ini.

DAFTAR PUSTAKA
Abdelmouleh, M. , et al.(2004). Modification of cellulosic fibres with
functionalised silanes: development of surface properties . International
Journal of Adhesion & Adhesives 24. 43—54
BPS dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2003. Statistik Indonesia.
BPS dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2006. Statistik Indonesia.
Chung, Deborah. (2009). Composite Material. New York: Springer
Departemen Pertanian. 2004. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan. www.deptan.go.id. 2004.
Huda, Shah N. (2008). Composites from Chicken Feather and CornhuskPreparation and Characterization. Nebraska : University of Nebraska
Reddy, Narenda. (2006). Structures of Natural Cellulose Fibers Obtained from
Cornhusk, Cornstalk, Rice, Wheat, Soybean Straw and Leaves. Nebraska
Xie, Yanjun., et al. (2004). Silane coupling agents used for natural fiber/polymer
composites: A review.

20

http://repository.usu.ac.id
http://www.scribd.com/doc/37170563/plastik-polipropilen
http://etd.lsu.edu/

21

Curriculum Vitae
1. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap
b. NPM
c. Tempat/Tanggal lahir
d. Fakultas/Departemen
e. Perguruan Tinggi
f. Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat
g. Penghargaan Ilmiah yang Diraih
2. Anggota Pelaksanaan Kegiatan
a. Nama Lengkap
b.
c.
d.
e.
f.
g.

NPM
Tempat/Tanggal lahir
Fakultas/Departemen
Perguruan Tinggi
Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat
Penghargaan Ilmiah yang Diraih

3. Anggota Pelaksaan Kegiatan
a. Nama Lengkap
b. NPM
c. Tempat/Tanggal lahir
d. Fakultas/Departemen
e. Perguruan Tinggi
f. Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat
g. Penghargaan Ilmiah yang Diraih
4. Anggota Pelaksanaan Kegiatan
a. Nama Lengkap
b. NPM
c. Tempat/Tanggal lahir
d. Fakultas/Departemen
e. Perguruan Tinggi
f. Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat
g. Penghargaan Ilmiah yang Diraih
5. Anggota Pelaksanaan Kegiatan
a. Nama Lengkap
b. NPM
c. Tempat/Tanggal lahir
d. Fakultas/Departemen
e. Perguruan Tinggi
f. Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat
g. Penghargaan Ilmiah yang Diraih

: Wahyudi Maha Putra
: 1106005741
: Jakarta, 18 Februari 1993
: Teknik/Teknik Kimia
: Universitas Indonesia
::: Saraswati Andani
Satyawardhani
: 1106006511
: Jakarta, 19 Juli 1993
: Teknik/Teknik Kimia
: Universitas Indonesia
::: Firna Indrianty Sari
: 1106004121
: Depok, 27 Januari 1994
: Teknik / Teknik Kimia
: Universitas Indonesia
::: Achmad Fathony
: 1106004071
: Jakarta, 26 Oktober 1993
: Teknik / Teknik Kimia
: Universitas Indonesia
::: Setia Bakti
: 1106004292
: Jakarta, 11 Desember 1992
: Teknik/Teknik Kimia
: Universitas Indonesia
::-

Resin 5
22

Review

Silane coupling agents used for natural fiber/polymer composites: A
review
Yanjun Xie a,b,*, Callum A.S. Hill b, Zefang Xiao a, Holger Militz a, Carsten Mai a

a Wood Biology and Wood Products, Burckhardt-Institute, Georg August
University of Göttingen, Büsgenweg 4, D37077 Göttingen, Germany
b Centre for Timber Engineering, School of Engineering and the Built
Environment, Edinburgh Napier University, 10 Colinton Road, EH10 5DT Edinburgh, United
Kingdom

Xie, Yanjun., et al. (2004). Silane coupling agents used for natural fiber/polymer
composites: A review.
Abdelmouleh, M. , et al.(2004). Modification of cellulosic fibres with
functionalised silanes: development of surface properties . International Journal
of Adhesion & Adhesives 24. 43—54

Resin 4
International Journal of Adhesion & Adhesives 24 (2004) 43–54

Modification of cellulosic fibres with functionalised
silanes: development of surface properties
M. Abdelmouleha, S. Boufia, M.N. Belgacemb,*, A.P. Duartec, A. Ben
Salaha, A. Gandinib
aLMSE,

Facult!e des sciences de Sfax, BP 802-3018 Sfax, Tunisie
Ecole Fran@aise de Papeterie et des Industries Graphiques (INPG), BP 65, Domaine Unviersitaire, F-38402 St.
Martin d’H" eres, France
cDepartment of Paper science and Technology, University Beira Interior, Rua Marques d’Avila e Bolama, 6201-001
Covilha, Portugal
Accepted 7 July 2003
bLGP2,

COMPOSITES FROM CHICKEN FEATHER AND CORNHUSK PREPARATION
AND CHARACTERIZATION
By

23

Shah N. Huda
A DISSERTATION
Presented to the Faculty of
The Graduate College at the University of Nebraska
In Partial Fulfillment of Requirements
For the Degree of Doctor of Philosophy
Major: Engineering
Under the Supervision of Professor Yiqi Yang
Lincoln, Nebraska
May, 2008
Huda, Shah
Reddy, Narenda. (2006). Structures of Natural Cellulose Fibers Obtained from
Cornhusk, Cornstalk, Rice, Wheat, Soybean Straw and Leaves. Nebraska
STRUCTURE AND PROPERTIES OF NATURAL CELLULOSE FIBERS
OBTAINED FROM CORNHUSKS, CORNSTALKS, RICE, WHEAT,
SOYBEAN
STRAW AND SORGHUM STALKS AND LEAVES
By
Narendra Reddy
A DISSERTATION
Presented to the Faculty of The Graduate College at the University of Nebraska
In Partial Fulfillment of Requirements
For the Degree of Doctor of Philosophy
Major: Human Sciences
Under the Supervision of Professor Yiqi Yang
Lincoln, Nebraska
December, 2006
http://etd.lsu.edu/

24