HUBUNGAN LAMA HARI RAWAT DENGAN KECEMASA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat
masalahkesehatan utama di negara berkembang maupun negara maju, modern
dan industry, Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit
degenerative, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa
tersebut tidak dirasakan sebagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian
secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut sertaketidakmampuan dan
invaliditas

baik

secara

individu

maupun

kelompok


akan

menghambat

pembangunan karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Hawari, 2001).
Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan
baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu
orang lain atau merusak/menyakiti dirinya sendiri (Baihaqi,dkk, 2005). Gangguan
jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan jasmaniah lainnya. Hanya saja
gangguan jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan seperti rasa cemas,
takut hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau kita kenal sebagai gila.
Salah satu penyakit gangguan jiwa adalah Gangguan jiwa (Hardianto, 2009).
Pasien gangguan jiwa merupakan pasien gangguan jiwa yang
perawatannya dapat melalui rawat inap di rumah sakit jiwa. Hari perawatannya
tergantung dari tipe gangguan jiwa yang diderita oleh pasien. Gejala positif berupa
delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau
bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar,
menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, kurang kontak emosional (pendiam,
1


sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan
kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif serta rasa takut dan cemas (Siahaan,
2012).
Rumah sakit sedang mencari cara baru dalam memberikan pelayanan
yang bertujuan untuk mencapai efisiensi dan waktu rawat yang lebih pendek.
Fokus Rumah Sakit adalah untuk memberikan pelayanan perawatan yang
berkualitas tinggi sehingga pasien dapat pulang lebih awal dengan aman
kerumahnya. Oleh karena itu diperlukan tenaga perawat yang profesional dan
harus memiliki pegetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk membina
hubungan yang adekuat dengan pasien dan anggota keluarganya sehingga
mereka mau berpartisipasi secara aktif dalam rencana perawatan (Perry dan
Potter, 2005).
Kecemasan adalah respon emosi tanpa obyek yang spesifik yang secara
subyektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah
kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab
yang tidak jelas dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya
(Suliswati, 2005).
Dalam kehidupan manusia tidak seorangpun yang dapat terbebas dari
perasaan cemas. Pada suatu saat perasaan cemas justru dibutuhkan untuk
memacu dan mendorong manusia lebih meningkatkan kualitas hidupnya.

Kecemasan yang demikian umumnya adalah kecemasan dalam batas normal.
Bila kecemasan sangat meningkat, maka akan berubah menjadi patologis, seperti
keadaan kecemasan neurosis, histeria, fobia, hipochondria, dan psikosomatis
(Ibrahim, 2006).

2

Kecemasan selalu melibatkan komponen psikis dan biologis. Komponen
psikis pada kecemasan berbentuk perasaan khawatir, cemas, was-was, gugup,
rasa tidak aman, takut, mudah terkejut, serta ketegangan terus-menerus.
Kadangkala disertai dengan pembicaraan yang cepat atau bahkan terputus-putus.
Gejala biologis antara lain keluhan sesak nafas, dada tertekan, kepala ringan
seperti mengambang, keringat dingin, detak jantung berdebar-debar, nyeri pada
daerah ulu hati serta lekas lelah. Kecemasan dapat dibedakan dengan ketakutan
dalam hal seseorang yang mengalami kecemasan tidak dapat mengidentifikasi
ancaman. Kecemasan dapat terjadi tanpa rasa takut, namun ketakutan biasanya
tidak terjadi tanpa kecemasan (Ibrahim, 2006).
Menurut World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia,
jumlah penderita gangguan jiwa gangguan jiwadi dunia pada 2011 adalah 450 juta
jiwa. Dengan mengacu data tersebut, kini jumlah itu diperkirakan sudah

meningkat. WHO memperkirakan, jumlah penderita sakit mental akan terus
meningkat di seluruh dunia pada tahun 2013 (British Broadcasting Corporation
(BBC) Indonesia Edisi 4 Oktober 2011).
Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas 2013 menunjukkan angka ratarata gangguan jiwa berat seperti gangguan jiwa sebesar 0,17 persen atau sekitar
400.000 orang. Jumlah tersebut belum termasuk penderita gangguan jiwa ringan
seperti cemas dan depresi yang mencapai 14 juta penduduk. Prevalensi tertinggi
terdapat di Provinsi Jogjakarta dan Aceh sedangkan yang terendah di Provinsi
Kalimantan Barat (Liputan 6.com Edisi 9 Oktober 2014).

3

Di Provinsi Sulawesi Tenggara, jumlah pasien gangguan jiwa yang tercatat
di Rumah Sakit Jiwa pada tahun 2014 sebanyak 1111 orang yang dirawat inap
dan pada tahun 2015 dari bulan Januari hingga April tercatat 761 pasien yang
dirawat inap. Untuk jaminan pelayanan rata-rata pasien menggunakan jaminan
berupa kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) namun ada pula
pasien yang tidak menggunakan kartu jaminan dan dikenakan tarif sesuai dengan
ketentuan rumah sakit (Diklat RSJ Prov. Sultra, 2014).
Hari perawatan pada tahun 2014 rata-rata hari perawatan pasien rawat
inap adalah 69 hari. Menurun bila dibandingkan dengan tahun 2013 yang rata-rata

pelayanan hari perawatan mencapai 72 hari. (Diklat RSJ Prov. Sultra, 2014).
Berdasarkan standar dari Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sulawesi Tenggara sendiri
untuk hari perawatan sesuai dengan BPJS yaitu 32 hari. Selain itu, hari perawatan
menjadi gambaran tingkat keberhasilan pelayanan semakin singkat waktu
perawatan semakin baik pelayanannya (Diklat RSJ Prov. Sultra 2015).
Hari Perawatan (Inpatient bed day) merujuk pada jumlah pasien yang ada
saat sensus dilakukan ditambah pasien yang masuk dan keluar pada hari yang
sama pada hari sensus diambil, angka ini juga menunjukkan beban kerja unit
perawatan yang bersangkutan, karena dalam satu hari perawatan artinya pasien
menerima satu kali perawatan baik dari perawat maupun dokter (Buku Statistik
Rumah Sakit, 2013).
Berdasarkan hasil observasi awal, pasien gangguan jiwa dengan hari
perawatan yang cukup lama sudah menunjukkan sikap yang kooperatif,
komunikasi yang terarah dan emosi yang terkontrol, karena mereka sudah
4

beradaptasi dengan lingkungan dan situasi sekitarnya di Rumah Sakit Jiwa
Propinsi Sulawesi Tenggara. Untuk pelayanan perawatannya sendiri, pasien yang
sudah menjalani perawatan cukup lama ini sudah dikeluarkan dari ruang isolasi,
dan perawat tinggal mengarahkan, membimbing, dan melatih untuk mencapai

kemandirian pasien. Sedangkan pada pasien gangguan jiwa yang baru masuk,
biasanya pasien akan diisolasi terlebih dahulu sampai pasien kooperatif.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 orang pasien gangguan jiwa di
ruang Melati dan Delima diketahui bahwa pasien merasa cemas dan rindu dengan
keluarga. Karena selama dirawat inap dan mendapatkan perawatan sangat jarang
keluarga mereka datang menjenguk. Pasien merasa cemas karena pasien
merasa sudah lama dirawat inap di rumah sakit jiwa dan ingin segera pulang ke
rumah. Pasien juga merasa cemas apabila pulang apakah keluarga bisa
menerima dan mendukung pasien untuk sembuh dan tidak kambuh kembali.
Pasien juga mengatakan bahwa pada hari pertama hingga minggu pertama di
rawat inap mereka menjawab tidak merasakan cemas sama sekali. Mereka hanya
merasa banyak gangguan yang mereka alami seperti ingin marah, berteriak,
mendengar suara-suara dan sebagainya. Hanya setelah mereka merasa tenang
dan sadar baru merasakan cemas termasuk keberadaannya di rumah sakit jiwa
dan ingin segera pulang. Adapula pasien begitu masuk ke Rumah Sakit Jiwa
untuk menjalani pengobatan sudah mengalami kecemasan. Pasien merupakan
pasien baru yang mengalami gangguan jiwa namun tidak mengalami disorientasi.
Wawancara dengan perawat yang bertugas di ruang rawat inap diketahui
bahwa pasien yang sudah kooperatif dan sudah lama menjalani perawatan di
5


ruang rawat inap sering merasa cemas, rasa cemas ini ditunjukkan dengan
penyampaian ingin segera pulang, terkadang menangis sendiri, minta tolong
kepada perawat agar segera dihubungi keluarganya dan sebagainya. Mereka juga
mengalami kegelisahan, terbangun pada malam hari, mondar-mandir dalam
ruangan isolasi, tidak bisa berkonsentrasi dan penurunan daya ingat karena
sehubungan dengan lamanya mereka menjalani perawatan. Sementara itu, untuk
pasien yang baru menjalani perawatan, mereka awalnya dimasukkan ke ruang
isolasi. Namun terkadang ada beberapa dari mereka yang juga gelisah dan
meminta kepada perawat untuk mengeluarkan mereka dari ruang isolasi.
Dari hasil studi pendahuluan diatas dapat diketahui bahwa pasien dalam
menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa mengalami kecemasan melalui gejalagejala kecemasan yang ditunjukkannya baik dengan hari perawatan yang baru
beberapa hari maupun sudah lama.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul ”Hubungan hari perawatan dengan tingkat kecemasan
pasien gangguan jiwa di Rumah sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun
2015”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

suatu masalah yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran hari perawatan pasien gangguan jiwa di Rumah
sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015?
6

2. Bagaimanakah gambaran tingkat kecemasan pada pasien gangguan jiwa di
Rumah sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015?
3. Apakah ada hubungan hari perawatan dengan tingkat kecemasan pada pasien
gangguan jiwa di Rumah sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2015?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan hari perawatan dengan tingkat kecemasan
pada pasien gangguan jiwa di Rumah sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hari perawatan pasien gangguan jiwa di Rumah sakit Jiwa
Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015.
b. Mengetahui tingkat kecemasan pada pasien gangguan jiwa di Rumah sakit
Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015.
c. Mengetahui hubungan hari perawatan dengan tingkat kecemasan pada

pasien gangguan jiwa di Rumah sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian

diharapkan

dapat

memperkaya

khasanah

ilmu

pengetahuan di bidang keperawatan tentang hari perawatan dengan
tingkat kecemasan pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa
Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti

selanjutnya untuk mengembangkan penelitian yang berkaitan.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan

dalam

perkembangan ilmu keperawatan bagi Institusi Pendidikan STIKES
Mandala Waluya,
2. Manfaat Praktis

7

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Rumah Sakit
Jiwa Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara dalam mengambil kebijakan
terkait dengan hasil penelitian yang didapatkan
b. Penelitian ini merupakan pe6ngalaman yang sangat berharga dan dapat
menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Lokasi Penelitian

1. Pengertian Rumah Sakit
Departemen Kesehatan

RI

menyatakan

bahwa

rumah

sakit

merupakan pusat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar
dan medik spesialistik, pelayanan penunjang medis, pelayanan perawatan,
baik rawat jalan, rawat inap maupun pelayanan instalasi. Rumah sakit sebagai
salah satu sarana kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah, dan
atau masyarakat.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

8

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan yang juga
merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatapn yang optimal bagi masyarakat. Upaya
kesehatan

dilakukan

dengan

pendekatan

pemeliharaan,

peningkatan

kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu serta berkesinambungan.
2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna
adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah
sakit mempunyai fungsi :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan,
dan

9

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan
dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit
a. Jenis Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan
dan pengelolaannya.
1) Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan
dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.Rumah sakit umum,
memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis
penyakit.
2) Rumah sakit khusus, memberikan pelayanan utama pada satu bidang
atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit
publik dan rumah sakit privat.
1) Rumah sakit publik sebagaimana dimaksud dapat dikelola oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat
nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah
daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan
Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola
pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud tidak
dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.
2) Rumah sakit privat sebagaimana dimaksud dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.
10

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah
sakit pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit
pendidikan.
b. Klasifikasi Rumah Sakit Di Indonesia
Dalam rangka penyelenggaraan kesehatan secara berjenjang dan
fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah
sakit, rumah sakit umum diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Rumah Sakit umum kelas A
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5
(lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13
(tiga belas) subspesialis.
2) Rumah Sakit umum kelas B
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4
(empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2
(dua) subspesialis dasar.
3) Rumah Sakit umum kelas C
Adalah Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum
yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling

11

sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang
medik.

12

4) Rumah Sakit umum kelas D.
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud terdiri atas:
1) Rumah Sakit khusus kelas A
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan
medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
2) Rumah Sakit khusus kelas B
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan
medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.
3) Rumah Sakit khusus kelas C.
Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan
medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal.
B. Tinjauan Umum Penyakit Gangguan Jiwa
1. Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus
dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan
karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendirisendiri (Djamaludin, 2011). Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara
berpikir

(cognitive),

kemauan

(volition),

emosi

(affective),

tindakan

(psychomotor) (Yosep, 2007).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2005) adalah suatu perubahan
pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan

penderitaan

pada

individu

dan

atau

hambatan

dalam

melaksanakan peran social. Mental illness adalah respon maladaptive
13

terhadap stressor dari lingkungan dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran,
perasaan, dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan kultural
dan mengganggu fungsi sosial, kerja, dan fisik individu.
Konsep gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku, atau
psikologi seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara
khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya
(impairment/disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari
manusia (Kusumawati, 2010). Gangguan mental adalah gejala atau pola dari
tingkah laku psikologi yang tampak secara klinis yang terjadi pada seseorang
dari berhubungan dengan keadaan distress (gejala yang menyakitkan) atau
ketidakmampuan (gangguan pada satu area atau lebih dari fungsi-fungsi
penting) yang meningkatkan risiko terhadap kematian, nyeri, ketidakmampuan
ataukehilangan kebebasan yang penting dan tidak jarang respon tersebut
dapat diterima pada kondisi tertentu.
2. Penyebab Timbulnya Gangguan Jiwa
Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber
dari berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti
diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbatas,
kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain
itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan
gangguan pada otak (Djamaludin, 2011).Para ahli psikologi berbeda pendapat
tentang

sebab-sebab

terjadinya

gangguan

jiwa.

Menurut

pendapat

Kusumawati, (2010), gangguan jiwa terjadi karena tidak dapat dimainkan
tuntutan id (dorongan instinctive yang sifatnya seksual) dengan tuntutan super
ego (tuntutan normal social). Orang ingin berbuat sesuatu yang dapat
14

memberikan kepuasan diri, tetapi perbuatan tersebut akan mendapat celaan
masyarakat. Konflik yang tidak terselesaikan antara keinginan diri dan tuntutan
masyarakat ini akhirnya akan mengantarkan orang pada gangguan jiwa.
Terjadinya gangguan jiwa dikarenakan orang tidak memuaskan
macam-macam kebutuhan jiwa mereka. Beberapa contoh dari kebutuhan
tersebut diantaranya adalah pertama kebutuhan untuk afiliasi, yaitu kebutuhan
akan kasih sayang dan diterima oleh orang lain dalam kelompok. Kedua,
kebutuhan untuk otonomi, yaitu ingin bebas dari pengaruh orang lain. Ketiga,
kebutuhan untuk berprestasi, yang muncul dalam keinginan untuk sukses
mengerjakan sesuatu dan lain-lain. Ada lagi pendapat Alfred Adler yang
mengungkapkan bahwa terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh tekanan
dari perasaan rendah diri (infioryty complex) yang berlebih-lebihan. Sebabsebab timbulnya rendah diri adalah kegagalan di dalam mencapai superioritas
di dalam hidup. Kegagalan yang terus-menerus ini akan menyebabkan
kecemasan dan ketegangan emosi.
Kartini Kartono (2008) mengartikan bahwa kebutuhan ialah alat
substansi sekuler. Dorongan hewani atau motif fisiologis dan psikologis yang
harus dipenuhi atau dipuaskan oleh organisme, binatang atau manusia,
supaya mereka bias sehat sejahtera dan mampu melakukan fungsinya.
Dari berbagai pendapat mengenai penyebab terjadinya gangguan jiwa
seperti yang

dikemukakan diatas disimpulkan bahwa

gangguan jiwa

disebabkan oleh karena ketidak mampuan manusia untuk mengatasi konflik
dalam diri, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup, perasaan kurang diperhatikan
(kurang dicintai) dan perasaan rendah diri. Adanya gangguan tugas
perkembangan pada masa anak terutama dalam hal berhubungan dengan
15

orang lain sering menyebabkan frustasi, konflik, dan perasaan takut, respon
orang tua yang mal adaptif pada anak akan meningkatkan stress, sedangkan
frustasi dan rasa tidak percaya yang berlangsung terusmenerus dapat
menyebabkan regresi dan withdral.Disamping hal tersebut di atas banyak
faktor yang mendukung timbulnya gangguan jiwa yang merupakan perpaduan
dari beberapa aspek yang saling mendukung yang meliputi Biologis,
psikologis, sosial, lingkungan. Tidak seperti pada penyakit jasmaniah, sebabsebab gangguan jiwa adalah kompleks. Pada seseorang dapat terjadi
penyebab satu atau beberapa faktor dan biasanya jarang berdiri sendiri.
Mengetahui sebabsebab gangguan jiwa penting untuk mencegah dan
mengobatinya (Djamaludin, 2001).
3. Sebab-sebab Gangguan Jiwa
Umumnya sebab-sebab gangguan jiwa dibedakan atas :
a. Sebab-sebab jasmaniah/ biologic
1) Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas
dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi
hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang
tidak sehat
2) Jasmaniah
Beberapa penyelidik berpendapat bentuk tubuh seorang berhubungan
dengan gangguan jiwa tertentu, Misalnya yang bertubuh gemuk /
endoform cenderung menderita psikosa manik depresif, sedang yang
kurus/ ectoform cenderung menjadi skizofrenia.
3) Temperamen

16

Orang yang terlalu peka/ sensitif biasanya mempunyai masalah
kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami
gangguan jiwa.
4) Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker dan
sebagainya, mungkin menyebabkan merasa murung dan sedih.
Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa
rendah diri.

17

b. Sebab Psikologik
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang
dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya dikemudian hari.
Hidup seorang manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada keadaan
tertentu dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa :
1) Masa bayi
Yang dimaksud masa bayi adalah menjelang usia 2 – 3 tahun, dasar
perkembangan yang dibentuk pada masa tersebut adalah sosialisasi
dan pada masa ini. Cinta dan kasih sayang ibu akan memberikan rasa
hangat/ aman bagi bayi dan dikemudian hari menyebabkan kepribadian
yang hangat, terbuka dan bersahabat. Sebaliknya, sikap ibu yang dingin
acuh tak acuh bahkan menolak dikemudian hari akan berkembang
kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.
Sebaiknya dilakukan dengan tenang, hangat yang akan memberi rasa
aman dan terlindungi, sebaliknya, pemberian yang kaku, keras dan
tergesa-gesa akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan.
2) Masa anak pra sekolah (antara 2 sampai 7 tahun)
Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh disiplin dan
otoritas. Penolakan orang tua pada masa ini, yang mendalam atau
ringan,

akan

menimbulkan

rasa

tidak

aman

dan

ia

akan

mengembangkan cara penyesuaian yang salah, dia mungkin menurut,
menarik diri atau malah menentang dan memberontak. Anak yang tidak
mendapat kasih sayang tidak dapat menghayati disiplin tak ada
panutan,

pertengkaran

dan

keributan

membingungkan

dan

menimbulkan rasa cemas serta rasa tidak aman. hal-hal ini merupakan

18

dasar yang kuat untuk timbulnya tuntutan tingkah laku dan gangguan
kepribadian pada anak dikemudian hari.
3) Masa Anak sekolah
Masa ini ditandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan intelektual yang
pesat.

Pada

masa

ini,

anak

mulai

memperluas

lingkungan

pergaulannya. Keluar dari batas-batas keluarga. Kekurangan atau cacat
jasmaniah dapat menimbulkan gangguan penyesuaian diri. Dalam hal
ini sikap lingkungan sangat berpengaruh, anak mungkin menjadi rendah
diri

atau

sebaliknya

melakukan

kompensasi

yang

positif

atau

kompensasi negatif. Sekolah adalah tempat yang baik untuk seorang
anak

mengembangkan

kemampuan

bergaul

dan

memperluas

sosialisasi, menguji kemampuan, dituntut prestasi, mengekang atau
memaksakan kehendaknya meskipun tak disukai oleh si anak.
4) Masa Remaja
Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahanperubahan yang
penting yaitu timbulnya tanda-tanda sekunder (ciri-ciri diri kewanitaan
atau kelaki-lakian) Sedang secara kejiwaan, pada masa ini terjadi
pergolakan- pergolakan yang hebat. pada masa ini, seorang remaja
mulai dewasa mencoba kemampuannya, di suatu pihak ia merasa
sudah dewasa ( hak-hak seperti orang dewasa), sedang di lain pihak
belum sanggup dan belum ingin menerima tanggung jawab atas semua
perbuatannya. Egosentris bersifat menentang terhadap otoritas, senang
berkelompok, idealis adalah sifat-sifat yang sering terlihat. Suatu
lingkungan yang baik dan penuh pengertian akan sangat membantu
proses kematangan kepribadian di usia remaja.
5) Masa Dewasa muda
19

Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman dan
bahagia akan cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan diri dan
umumnya ia akan berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan pada masa ini.
Sebaliknya yang mengalami banyak gangguan pada masa sebelumnya,
bila mengalami masalah pada masa ini mungkin akan mengalami
gangguan jiwa.
6) Masa dewasa tua
Sebagai patokan masa ini dicapai kalau status pekerjaan dan sosial
seseorang sudah mantap. Sebagian orang berpendapat perubahan ini
sebagai masalah ringan seperti rendah diri. pesimis. Keluhan psikomatik
sampai berat seperti murung, kesedihan yang mendalam disertai
kegelisahan hebat dan mungkin usaha bunuh diri.
7) Masa Tua
Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan pada masa ini
Berkurangnya daya tanggap, daya ingat, berkurangnya daya belajar,
kemampuan jasmaniah dan kemampuan sosial ekonomi menimbulkan
rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering mengakibatkan kesalah
pahaman orang tua terhadap orang di lingkungannya. Perasaan
terasing karena kehilangan teman sebaya keterbatasan gerak dapat
menimbulkan kesulitan emosional yang cukup hebat.
c. Sebab Sosio Kultural
Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat
dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan
penyebab langsung menimbulkan gangguan jiwa, biasanya terbatas
menentukan “warna” gejala-gejala. Disamping mempengaruhi pertumbuhan

20

dan perkembangan kepribadian seseorang misalnya melalui aturan-aturan
kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut.
1) Cara-cara membesarkan anak
Cara-cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter , hubungan
orang tua anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anakanak setelah
dewasa mungkin bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak suka
bergaul atau justru menjadi penurut yang berlebihan.
2) Sistem Nilai
Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan yang satu
dengan yang lain, antara masa lalu dengan sekarang sering
menimbulkan masalah-masalah kejiwaan. Begitu pula perbedaan moral
yang diajarkan di rumah/sekolah dengan yang dipraktekkan di
masyarakat sehari-hari.

21

3) Kepincangan antar keinginan dengan kenyataan yang ada
Iklan-iklan di radio, televisi. Surat kabar, film dan lain-lain menimbulkan
bayangan-bayangan yang menyilaukan tentang kehidupan modern
yang mungkin jauh dari kenyataan hidup seharihari. Akibat rasa kecewa
yang timbul, seseorang mencoba mengatasinya dengan khayalan atau
melakukan sesuatu yang merugikan masyarakat.
4) Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi
Dalam masyarakat modern kebutuhan dan persaingan makin meningkat
dan makin ketat untuk meningkatkan ekonomi hasil-hasil teknologi
modern. Memacu orang untuk bekerja lebih keras agar dapat
memilikinya. Jumlah orang yang ingin bekerja lebih besar dari
kebutuhan

sehingga

pengangguran

meningkat,

demikian

pula

urbanisasi meningkat, mengakibatkan upah menjadi rendah. Faktorfaktor gaji yang rendah, perumahan yang buruk, waktu istirahat dan
berkumpul

dengan

keluarga

sangat

terbatas

dan

sebagainya

merupakan sebagian mengakibatkan perkembangan kepribadian yang
abnormal.
5) Perpindahan kesatuan keluarga
Khusus untuk anak yang
perubahan-perubahan

sedang
lingkungan

berkembang

kepribadiannya,

(kebudayaan dan pergaulan),

sangat cukup mengganggu.

22

6) Masalah golongan minoritas
Tekanan-tekanan perasaan yang dialami golongan ini dari lingkungan
dapat mengakibatkan rasa pemberontakan yang selanjutnya akan
tampil dalam bentuk sikap acuh atau melakukan tindakan-tindakan yang
merugikan orang banyak.
4. Penggolongan Gangguan Jiwa
Penggolongan gangguan jiwa sangatlah beraneka ragam menurut para
ahli berbeda-beda dalam pengelompokannya, menurut Kusumawati, (2010)
macam-macam gangguan jiwa dibedakan menjadi gangguan mental organik
dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham,
gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform,
sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor
fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental,
gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional
dengan onset masa kanak dan remaja.
a. Skizofrenia
Merupakan

bentuk

psikosa

fungsional

paling

berat,

dan

menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga
merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimanamana sejak
dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab
dan patogenisanya sangat kurang (Kusumawati, 2010). Dalam kasus berat,
klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan
perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan
23

menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang
bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati
biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak “cacat”.
b. Depresi
Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.
Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan
pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan,
ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain
sebagainya (Hawari, 2001). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang
berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan
pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Nurjannah, 2005).
Depresi

adalah

gangguan

patologis

terhadap

mood

mempunyai

karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan
bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidakberdayaan,
harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya
yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan
perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya
kematian orang yang dicintai.

24

c. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia)
pdan gejala-gejala neurosa berbentuk hampir sama pada orang-orang
dengan inteligensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa
gangguan kepribadian, neurosa dan gangguan inteligensi sebagian besar
tidak tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi
gangguan kepribadian: kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau
siklotemik,

kepribadian

anankastik atau

skizoid,

kepribadian

axplosif,

obsesif-kompulsif, kepribadian

kepribadian

histerik, kepribadian

astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian pasif agresif, kepribadian
inadequat.
d. Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan
oleh gangguan fungsi jaringan otak (Kusumawati, 2010). Gangguan fungsi
jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama
mengenai otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang
terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama
saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya
bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah
yang

menentukan

gejala

dan

sindroma,

bukan

penyakit

yang

menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih
menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu
daripada pembagian akut dan menahun.
25

e. Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah.
Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian
besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang
dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat
disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena
biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga
gangguan psikofisiologik (Kusumawati, 2010).
f. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti
atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya
keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada
tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif,
bahasa, motorik dan social. Tanda dan gejala gangguan jiwa.
5. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa
Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah sebagai
berikut:
a. Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas,
perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah,
tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
b. Gangguan kognisi pada persepsi: merasa mendengar (mempersepsikan)
sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting,
membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan

26

suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu
sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering
disebut halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau
merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain.
c. Gangguan kemauan: klien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah
membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi,
mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.
d. Gangguan emosi: klien merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham
kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha,
orang kaya, titisan Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat
sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri
hidupnya.
e. Gangguan psikomotor : Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang
berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncatloncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang
disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh. (Yosep,
2007).
6. Penanganan Gangguan Jiwa
a. Terapi psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara
selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama
terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan
psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Hawari,
27

2001).Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya:
antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, antiinsomnia, antipanik, dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik
antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika
(Hawari, 2001).
b. Terapi somatic
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan
jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh lain. Salah
satu

bentuk

terapi

ini

adalah

Electro

Convulsive

Therapy.Terapi

elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana
arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada
pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya
diharapkan

efek yang

terapeutik tercapai. Mekanisme

kerja

ECT

sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan
perubahan-perubahan

biokimia

di

dalam

otak

(Peningkatan

kadarnorepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan.
(Kusumawati, 2010).
c. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien gangguan
yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa
dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.Ada beberapa
jenis terapi modalitas, antara lain:

28

1) Terapi Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan
pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan
seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara
perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang
dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan
dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini
terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan di awal hubungan.Hubungan terstruktur dalam terapi
individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang
dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan
penderitaan ( distress ) emosional, serta mengembangkan cara yang
sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
2) Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar
terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi
perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit
dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien
untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai
terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
3) Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang
mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan
29

adalah

membantu

mempertimbangkan

stressor

dan

kemudian

dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang
tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat
klien mengalami pola keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu
salah satu memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir
dan keyakinan tersebut. Fokus asuhan adalah membantu klien untuk
reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian
dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif.
4) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota
keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi
keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk
itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami
disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh
anggotanya.Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang
dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota
keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan
demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri;
apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masingmasing
terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk
mempertahankan

keutuhan

keluarga

dan

meningkatkan

atau

mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.

30

5) Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk
dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media
kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan
sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan
kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan
mengubah perilaku maladaptive.Terapi Perilaku Anggapan dasar dari
terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses
pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan
disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan
dalam terapi jenis ini adalah: Role model, Kondisioning operan,
Desensitisasi sistematis, Pengendalian diri dan Terapi aversi atau rileks
kondisi.
d. Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak
akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada
dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat
perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta
melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.
7. Rehabilitasi Gangguan Jiwa
a. Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian psikososial dan
latihan

vokasional

sebagai

usaha

untuk

memperoleh

fungsi

dan
31

penyesuaian diri yang optimal serta mempersiapkan klien secara fisik,
mental, sosial dan vokasional untuk suatu kehidupan penuh sesuai dengan
kemampuannya (Riyadi, S, 2009).
b. Tujuan Rehabilitasi
Maksud dan tujuan rehabilitasi klien mental dalam psikiatri yaitu mencapai
perbaikan fisik dan mental sebesar-besarnya, penyaluran dalam pekerjaan
dengan kapasitas maksimal dan penyesuaian diri dalam hubungan
perseorangan dan sosial sehingga bisa berfungsi sebagai anggota
masyarakat yang mandiri dan berguna .
c. Tahapan Rehabilitasi
Upaya Rehabilitasi menurut Riyadi S (2009) terdiri dari 3 tahap yaitu ;
1) Tahap persiapan
a) Orientasi
Selama fase orientasi klien akan memerlukan dan mencari
bimbingan seorang yang professional. Perawat menolong klien
untuk mengenali dan memahami masalahnya dan menentukan apa
yang diperlukannya.
b) Identifikasi
Perawat mengidentifikasi dan mengkaji perasaan klien serta
membantu klien seiring penyakit yang ia rasakan sebagai sebuah
pengalaman dan memberi orientasi positif akan perasaan dan
kepribadiannya serta memberi kebutuhan yang diperlukan.

32

2) Tahap pelaksanaan
Perawat melakukan eksploitasi dimana selama fase ini klien menerima
secara penuh nilai-nilai yang ditawarkan kepadanya melalui sebuah
hubungan (Relationship). Tujuan baru yang akan dicapai melalui usaha
personal dapat diproyeksikan, dipindah dari perawat ke klien ketika klien
menunda rasa puasnya untuk mencapai bentuk baru dari apa yang
dirumuskan.
3) Tahap pengawasan
Tahap pengawasan

perawat

melakukan

resolusi.

Tujuan

baru

dimunculkan dan secara bertahap tujuan lama dihilangkan. Ini adalah
proses dimana klien membebaskan dirinya dari ketergantungan
terhadap orang lain.
d. Jenis Kegiatan Rehabilitasi
Stuart (2006) menekankan 4 keterampilan penting psikososial pada klien
gangguan jiwa yaitu:
1) Orientation
Orientaton adalah pencapaian tingkat orientasi dan kesadaran terhadap
realita yang lebih baik. Orientasi berhubungan dengan pengetahuan dan
pemahaman klien terhadap waktu, tempat atau maksud/ tujuan,
sedangkan kesadaran dapat dikuatkan melalui interaksi dan aktifitas
pada semua klien.

33

2) Assertion
Assertion yaitu kemampuan mengekspresikan perasaan sendiri dengan
tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendorong klien dalam
mengekspresikan diri secara efektif dengan tingkah laku yang dapat
diterima masyarakat melalui kelompok pelatihan asertif, kelompok klien
dengan kemampuan fungsional yang rendah atau kelompok interaksi
klien.
3) Accuption
Accuption adalah kemampuan klien untuk dapat percaya diri dan
berprestasi melalui keterampilan membuat kerajinan tangan. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara memberikan aktifitas klien dalam bentuk
kegiatan sederhana seperti teka- teki ( sebagai aktivitas yang bertujuan)
mengembangkan keterampilan fisik seperti menyulam. Membuat bunga,
melukis dan meningkatkan manfaat interaksi sosial.
4) Recreation
Recreation adalah kemampuan menggunakan dan membuat aktifitas
yang menyenangkan dan relaksasi. Hal ini memberi kesempatan pada
klien

untuk

mengikuti

bermacam

reaksi

dan

membantu

klien

menerapkan keterampilan yang telah ia pelajari seperti: orientasi asertif,
interaksi sosial, ketangkasan fisik. Contoh aktifitas relaksasi seperti
permainan kartu, menebak kata dan jalanjalan, memelihara binatang,
memelihara tanaman, sosio- drama, bermain musik dan lain-lain.

34

C. Tinjauan Umum Kecemasan
1. Pengertian
Kecemasan adalah respon emosi tanpa obyek yang spesifik yang
secara

subyektif

dialami

dan

dikomunikasikan

secara

interpersonal.

Kecemasan adalah kebigungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi
dengan penyebab yang tidak jelas dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2005).
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang
tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dan kehidupan
sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subyektif dari individu dan
tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan
emosi tanpa obyek yang spesifik. Kecemasan pada individu dapat memberikan
motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam
usaha memelihara keseimbangan hidup. Kecemasan berbeda dengan rasa
takut, karakteristik rasa takut adalah obyek atau sumber yang spesifik dan
dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu. Rasa takut terbentuk
dari proses kognitif yang melibatkan penilaian intelektual terhadap stimulus
yang mengancam. Ketakutan disebabkan oleh hal yang bersifat fisik dan
psikologis.
2. Gejala Klinis Kecemasan
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami
gangguan kecemasan menurut Hawari (2002), antara lain :
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
b.
c.
d.
e.

tersinggung.
Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang
Gangguan pola tidur, mimpi yang menegangkan.
Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
35

f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.
3. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundden (2002), ada empat tingkat kecemasan
yang dialami oleh individu, yaitu :
a. Kecemasan ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari

dan

menyebabkan

seseorang

menjadi

waspada

dan

meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar
dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
b. Kecemasan sedang, memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang
lebih terarah.
c. Kecemasan berat,

sangat

mengurangi

lahan

persepsi

seseorang.

Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan
untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
d. Tingkat panik dari kecemasan, berhubungan dengan

terperangah,

ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalami
kehilangan kendali, orang yang mengalmi panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan pengarahan. Terjadi peningkatan aktivitas
motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,
persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.
4. Rentang Respon Kecemasan

36

Rentang respon kecemasan terdiri dari respon adaptif dan maladaptif.
Respon adaptif seseorang menggunakan koping yang bersifat membangun
(konstruktif)

dalam

mengatasi

kecemasan

berupa

antisipasi.

Respon

maladaptif erupakan koping yang bersifat merusak (destruktif) dan disfungional
seperti individu menghindari kontak dengan orang lain atau mengurung diri,
tidak mau mengurus diri (Suliswati, 2005).
5. Teori Kecemasan
Ada beberapa teori kecemasan, yaitu :
a. Teori Psikoanalitik
Menurut Freud (dalam Suliswati, 2005), kecemasan timbul akibat
reaksi psikologis individu terhadap ketidakmampuan mencapai orgasme
dalam hubungan seksual. Energi seksual yang tidak terekspresikan akan
mengakibatkan rasa cemas. Kecemasan dapat timbul secara otomatis
akibat dari stimulus internal dan eksternal yang berlebihan. Akibat stimulus
(internal dan eksternal) yang berlebihan sehingga melampaui kemampuan
individu untuk menanganinya.
b. Teori interpersonal
Sullivan (dalam Suliswati,
kecemasan

timbul

akibat

2005)

mengemukankan

ketidakmampuan

untuk

bahawa

berhubungan

interpersonal dan sebagai akibat penolakan. Kecemasan bisa dirasakan
bila individu mempunyai kepekaan terhadap lingkungan. Kecemasan
pertama kali ditentukan oleh hubungan ibu dan anak pada awal kehidupan,
bayi berespon seolah-olah ia dan ibunya adalah satu unit. Adanya trauma
seperti

perpisahan

dengan

orang

berarti

atau

kehilangan

dapat

menyebabkan kecemasan pada individu.
c. Teori prilaku

37

Teori prilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil
frustasi akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai
tujuan yang diinginkan. Prilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman
yang pernah dialami. Kecemasan antara dua pilihan yang saling
berlawanan dan individu harus memilih salah satunya. Konflik menimbulkan
kecemasan dan kecemasan akan meningkatkan persepsi terhadap klonflik
dengan timbulnya perasaan ketidakberdayaan.
d. Teori Keluarga
Studi pada keluarga dan epidemiologi memperhatikan bahwa
kecemasan selalu ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk dan
sifatnya heterogen.
e. Teori biologik
Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepin, reseptor
terse