Perempuan dalam Karya Sastra pdf

PEREMPUAN DALAM SASTRA:
KEPRIBADIAN DAN MEKANISME PERTAHANAN PEREMPUAN
DALAM PERSPEKTIF KARYA SASTRA
Mohammad Anwar Syi’aruddin
NIM. 21141200000051
ABSTRAK
Makalah ini mendeskripsikan tipe kepribadian dan mekanisme pertahanan
perempuan dalam menjaga eksistensinya yang digambarkan pengarang dalam suatu
karya sastra. Dalam pembahasannya memberikan gambaran tentang berbagai tipe
kepribadian perempuan mekanisme pertahanan diri dalam upaya menjaga
eksistensi dirinya sebagai seorang perempuan yang dalam hal ini digambarkan oleh
tokoh perempuan dalam suatu karya sastra. Makalah ini juga memberikan sedikit
penjelasan bahwa motif tingkah laku yang nampak pada tokoh wanita adalah
sebagian besar masih menampakan adanya pengaruh dari diri sendiri dan
lingkungannya. Jika dihubungkan dengan latar, cara, dan tujuan dilakukannya
suatu perbuatan atau tindakan, maka dapat melahirkan beberapa sifat dasar di
dalamnya yang memiliki keterkaitan antara perempuan dengan lingkungannya.
Tokoh-tokoh wanita terutama di dalam sebuah karya sastra lebih menunjukan
sikap reaktif. Kelabilan hatinya selalu menjadikan mereka lebih mudah terpengaruh
pada lingkungannya. Perempuan yang cenderung memiliki feminimitas lebih tinggi
memiliki kecenderungan bahwa mereka harus tunduk, patuh dan setia kepada

suaminya. Sedangkan sebaliknya mereka perempuan yang memiliki pendidikan
tinggi bahkan berkedudukan tinggi mereka lebih mengantarkan kedudukannya
dalam mensejajarkan kedudukan antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dalam
menjalani fungsinya sebagai istri sudah tidak lagi berperan sebagai sosok yang
memiliki konsep dan perilaku tradisional. Mereka cenderung menjadi memiliki
sikap tidak merasa ketergantungan terhadap suami sehingga peran yang dijalaninya
sebagian besar berfungsi sebagai penompang peran kedudukan sang suami.
Kata Kunci: Perempuan, Kepribadian, Feminisme, Karya Sastra
PENDAHULUAN
Perbedaan jender telah melahirkan perbedaan peran sosial. Terkadang
peran sosial tersebut dibakukan oleh masyarakat, sehingga tidak ada kesempatan
bagi perempuan atau laki-laki untuk berganti peran.1 Padahal pada hakikatnya
Laki-laki dan perempuan merupakan makhluk Tuhan yang berasal dari jenis
manusia yang sama. Tidak ada superioritas diantara keduanya, hanya saja ada
beberapa perbedaan yang spesifik antara laki-laki dan perempuan yaitu dari segi
Badriyah Fayumi, dkk., Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam), Tim
Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI, 2001. 58.
1

1


biologisnya. Dalam pendapatnya orang Yahudi dan Kristen yang mengatakan
bahwa Allah menicptakan Adam baru kemudian Hawa. Hal ini tidak ada bukti
dalam al-qur’an yang mengatakan bahwa Adam diciptakan pertama kali dan
kemudian Hawa karena dalam Al-Qur’an hanya berbicara tentang penciptaan
makhluk dalam berpasangan.2 Karena itu tidak ada perbedaan yang cukup
signifikan dalam kaitan tersebut.
Dewasa ini, isu perempuan selalu mendapat perhatian, terutama terlahir
dari orang-orang yang memandang dan menganggap perempuan diperlakukan tidak
adil dalam keluarga dan masyarakat. Dalam kaitannya dengan sastra, permasalahan
yang ada tidak terbatas pada keterlibatan perempuan di dalam dunia penciptaan,
kritik maupun sebagai penikmat saja, akan tetapi yang tidak kalah penting adalah
bagaimana sosok perempuan yang direpresentasikan di dalam sebuah teks sastra,
khususnya perbandingan teks yang diciptakan laki-laki dan perempuan. Bahkan
permasalahan yang ada saat ini yang tidak kalah penting adalah bagaimana sosok
perempuan direpresentasikan di dalam sebuah teks sastra.3
Tak sedikit tokoh perempuan yang diposisikan sebagai salah satu tokoh
yang termarjinalisasi bahkan tak kurang yang mengalami diskriminasi secara sosial
di masyarakatnya. Hal tersebut mengakibatkan perempuan mengalami viktimisasi
dengan berbagai label dan stigma yang dikenakan kepadanya. Pada akhirnya

menimbulkan jender sebagai satu istilah yang merupakan konstruk sosial yang
dipahami sebagai suatu sistem relasi sosial antara laki-laki dan perempuan. Dalam
istilah sastra dikenal dengan feminisme, bahkan ada yang disebut dengan kritik
sastra feminis, sebagai suatu disiplin ilmu yang membahas kajian feminisme dalam
karya sastra. Persfektif feminis yang banyak dipakai untuk menunjukkan adanya
hegemoni atas ideologi dominan yang sebenarnya berdampak negatif pada hak
perempuan.4
Pada dasarnya dalam artian umum, perempuan tidak dapat dilepaskan
sepenuhnya dari peran dan fungsinya sebagai seorang ibu. Dalam kedudukannya
sebagai sumber moralitas. Peran ibu dan suara-suara ibu yang selalu memberikan
prinsip-prinsip dasar bagi pembentukan dan pengembangan moral anak. Dalam
kelembagaan misalnya, perempuan menjadi sasaran dalam berbagai praktek dan
kebijakan di dalam masyarakat yang khususnya di dalam masyarakat yang di
dominasi kaum laki-laki. Karena itu bagi perempuan menjadi ibu merupakan
peristiwa biologis, tetapi penghayatan keibuan adalah sublimasi psikologis.5 Hal
2

Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,
2003), 227-228.
3

U’um Qomariyah, “Citera Perempuan Kuasa dalam Perspektif Kritik Sastra
Feminis Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El-Khalieqi”. Diakses pada
tanggal 29 April 2015.
4
Lina Meilinawati Rahayu, Muhammad Adji, Nani Darmayanti, “Gender,
Kekuasaan, dan Resistensi pada Masyarakat Adat Kampung Kuta, Kabupaten Ciamis, Jawa
Barat”., 2010, 9. Diakses pada tanggal 28 April 2015.
5
Nani Nurachman, “Women Psychology: Contextualisation and Constructivism in
Psychology“, Jurnal Psikologi Indonesia, 2010, Vol VII, No. 1, 1-8, ISSN. 0853-3098.
Diakses pada tanggal 14 April 2015, pukul 10.51 WIB.

2

tersebut menjadi sesuatu yang lain ketika realisasinya disajikan dalam suatu karya
sastra. Misalnya menyangkut kedudukan perempuan dalam kebebasan dirinya
untuk mengekspresikan diri.
Dewasa ini, fenomena kaum perempuan dalam hal bekerja bukan suatu hal
yang aneh lagi di dalam masyarakat Indonesia. Sekarang mereka dapat melakukan
pekerjaan seperti yang dilakukan oleh laki-laki. Bahkan termasuk dapat

berpartisipasi di dalam dunia politik. Sebagai contoh, kini jumlah angkatan kerja di
Indonesia jika ditelusuri, diperkirakan sebesar 125,3 juta pada Februari 2014, atau
naik 5,2 juta dibandingkan Agustus 2013 atau 1,7 juta dibandingkan bulan februari
2013. Tingkat berpatisipasi angkatan kerja diperkirakan sebesar 69,2 persen dan
jumlah orang yang bekerja pada Februari 2014 mencapai 118,2 juta. Peningkatan
partisipasi angkatan kerja ini didorong oleh peningkatan jumlah perempuan di
perkotaan yang masuk dalam angkatan kerja. Dimana tingkat partisipasi angkatan
kerja laki-laki 85,0 persen dan perempuan mencapai 53,4 persen pada Februari
2014.6
Hal tersebut membuktikan bahwa perempuan memiliki peran dan
kesempatan yang sama dalam memenuhi hak-haknya sebagai seorang individu.
Kepribadian seorang perempuan akan menjadi titik tolak ukuran dalam sebuah
pandangan. Kepribadian yang merupakan bagian dari jiwa yang membangun
kepribadian manusia menjadi satu kesatuan. Ketika memahami kepribadian itu
berarti memahami diri, aku, self, dan memahami manusia dengan seutuhnya.7
Karena itu, tulisan ini akan memberikan sedikit gambaran kepribadian perempuan
berikut mekanisme pertahanannya dalam menjaga eksistensi dirinya, sebagai
contoh kasusnya dari beberapa tokoh perempuan yang disajikan dalam suatu karya
sastra. Mungkin saja akan memiliki kesamaan dengan realita kehidupan pada
umunya, karena karya sastra lahir dari realitas sosial yang terjadi di masyarakat.

PEMBAHASAN
A. Sastra Feminis
Kritik sastra feminis berkembang di Indonesia sekitar tahun 1960-an yang
merupakan pembaharuan tradisi pemikiran dan tindakan atas diagnosis terhadap
masalah ketidaksetaraan posisi perempuan dalam masyarakat. Kritik sastra feminis
tersebut digunakan untuk melihat citra perempuan dan usahanya dalam meraih
eksistensinya dalam perspektif sastra.8 Siti Nurul mengutip pendapatnya
Sugihastuti yang mengemukakan bahwa feminisme adalah suatu teori tentang
6

Atep Hendang, “Perempuan Bekerja dalam Islam”, Majalah Tabligh No. 6/XII
Jumadil Akhir-Rajab 1436 H, 31.
7
Ulvadisa Santora, “Perjuangan Hidup dan Kemandirian Tokoh Utama dalam Novel
Padang Bulan Karya Andrea Hirata: Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra”, Jurnal Skripsi
Universitas Diponegoro, 2012, 6. Diakses pada tanggal 16 April 2015 pukul 07.36 WIB.
8
Siti Nurul Hikmah, “Perjuangan Perempuan Mengejar Impian: Sebuah Tinjauan
(Kritik Sastra) Feminisme Eksistensialis Terhadap Novel 9 Matahari Karya Adenita”,
Jurnal Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2013, 4. Diakses pada

tanggal 16 April 2015 pukul 08.09 WIB.

3

persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial,
atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan
perempuan. Aquarini juga mengungkapkan bahwa feminisme bukanlah sematamata milik perempuan akan tetapi milik laki-laki. Feminisme hanya memiliki satu
tujuan yaitu mewujudkan adanya keseimbangan dan interelasi gender.9
Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu dalam kritik sastra
yang muncul sebagai respons terhadap berkembang luasnya feminisme di berbagai
penjuru dunia. Sastra feminis pula sebagai salah satu studi sastra yang
mengarahkan fokus analisisnya pada perempuan.10 Beberapa ragam dalam kritik
sastra feminis diantaranya;
1. Kritik sastra feminis-idiologis, yaitu kritik sastra feminis yang menjadi pusat
perhatian pembaca wanita adalah citra serta stereotipe wanita dalam sebuah
karya sastra. Kritik sastra feminis ini dipakai dalam meneliti kesalahpahaman
tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan,
bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra.
2. Kritik sastra feminis ginokritik, yaitu penelitian tentang sejarah karya sastra
wanita, gaya penulisan, tema, genre, dan struktural tulisan wanita. Dikaji juga

kreativitas penulis wanita, profesi penulis wanita sebagai suatu perkumpulan
serta perkembangan dan peraturan tradisi penulis wanita. Adapun masalah yang
di kaji adalah masalah perbedaan antara tulisan pria dan wanita.
3. Kritik sastra feminis-sosialis (feminis-marxis), yaitu kritik sastra yang meneliti
tokoh-tokoh wanita dari sudut pandang sosialis. Kritik ini akan mencoba untuk
mengungkapkan bahwa kaum wanita merupakan kelas masyarakat yang
tertindas.
4. Kritik sastra feminis-psikoanalitik. Kritik sastra ini banyak diterapkan pada
tulisan-tulisan wanita, karena para feminis mempercayai bahwa pembaca
wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan atau menempatkan dirinya
pada tokoh wanita. Pengkritik sastra feminis biasanya perempuan dan pembaca
wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh-tokoh wanita yang
dibacanya. Pada umumnya tokoh-tokoh wanita di dalam suatu karya otobiografi, biografi, dan bahkan fiksi yang ditulisnya merupakan cerminan
penulisnya.
5. Kritik sastra feminis-lesbian, yaitu kritik sastra yang hanya meneliti penulis dan
tokoh wanita saja. Adapun tujuan kritik sastra feminis-lesbian adalah untuk
mengembangkan suatu definisi yang cermat tentang makna lesbian. Setelah
mengidentifikasi penulis-penulis serta karya-karya lesbian, para pengkritik akan
mampu membentuk suatu kanon sastra lesbian dari karya-karya masa silam,
kemudian dari kanon tersebut dapat dikembangkan suatu tradisi menulis sastra

9

Siti Nurul Hikmah, “Perjuangan Perempuan Mengejar Impian: Sebuah Tinjauan
(Kritik Sastra) Feminisme Eksistensialis Terhadap Novel 9 Matahari Karya Adenita”,
Jurnal Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2013, 5.
10
Esti Rohana Qudsiah, A. Fuad Effendy, Ahmad Munjin Nasih, “Pencitraan Wanita
dalam Novel Imro’ah Inda Nuqthah Ash-Shifr Karya Nawal El-Sadawi (Kritik Sastra
Feminis)”, 4. Diakses pada 29 April 2015.

4

lesbian dari strategi membaca, dari sudut pandang lesbian baik pada teks-teks
lama maupun modern.
6. Kritik sastra feminis-ras atau kritik sastra feminis-etnik, yaitu kritik sastra
feminis yang mengkaji tentang adanya diskriminasi seksual dari kaum laki-laki
kulit putih atau hitam dan diskriminasi rasial dari golongan mayoritas kulit
putih, baik laki-laki maupun perempuan.11
Pemikiran feminisme dibangun atas kesadaran bahwa ada struktur yang
tidak adil dalam relasi antara laki-laki dan perempuan. ketidakdilan ditengarai

berakar dari sistem patriarki yang memandang dunia dengan laki-laki sebagai
subjek. Subjektivitas laki-laki yang disuburkan oleh praktik-praktik sosial
menjadikan perempuan terus-menerus dalam posisi objek (korban).12
B. Paradigma Terhadap Intensitas Perempuan
1. Manifestasi Budaya Patriarki Terhadap Kedudukan Perempuan
Adanya budaya patriarki yang masih berkembang di kalangan masyarakat
tertentu selalu memberikan pandangan yang banyak merugikan perempuan. Hal
tersebut tak lepas dari tradisi yang melekat pada suatu masyarakat. Perihal yang
memberikan pengaruh yang sangat kuat diantaranya;
a. Adanya tradisi dalam keluarga, yang sepertinya selalu membuat adanya
perbedaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan;
b. Tradisi perjodohan, yang tidak adanya pemberian kesempatan kepada
perempuan untuk memilih pasangan hidupnya sendiri;
c. Tradisi berpendapat yang seakan menafikan peran perempuan, sehingga
pendapat-pendapatnya selalu di nomor duakan;
d. Dominasi dan kekerasan terhadap perempuan13
Dari pengaruh-pengaruh tersebut yang mendapatkan sorotan paling
banyak, bahkan sampai saat ini merupakan isu paling kontemporer adalah aspek
kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan yang dapat diartikan sebagai suatu
tindak kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi pada suatu

keluarga atau lingkungan. Tindak kekerasan akan memberikan dampak dan resiko
yang sangat besar bagi perempuan. Bahkan dapat dikategorikan sebagai tindakan
yang melanggar hukum dan hak-hak asasi manusia karena melukai secara fisik dan
psikologis seorang perempuan.14
Bentuk kekerasan dalam kategori fisik misalnya menampar, memukul dan
perlakuan sikap kasar dari suaminya. Kekerasan seksual seperti melakukan
11

Soenarjati Djajanegara, Kritik Sastra Feminis Sebuah Pengantar, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2003), 27.
12
Muhammad Adji, Lina Meilinawati, Baban Banita, “Perempuan dalam Kuasa
Patriarki”, (Laporan Penelitian/Buku, Fakultas Sastra Universitas Padjajaran, 2009), 103.
13
Diambil dari contoh kasus dalam novel “Perempuan Berkalung Sorban” karya
Abidah El-Khalieqi. Lihat U’um Qomariyah, “Citera Perempuan Kuasa dalam Perspektif
Kritik Sastra Feminis Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El-Khalieqi”.
14
Afwah Mumtazah, dkk., Ragam Kajian Kekerasan dalam Rumah Tangga,
(Cirebon: Institut Studi Islam Fahmina (ISIF), 2012), 94.

5

tindakan yang mengarah kepada ajakan atau desakan seksual seperti mencium,
menyentuh, dan memaksa berhubungan seks. Kemudian dalam kategori psikologis
misalnya teriakan, menyumpah, mengancam, melecehkan sehingga adanya
tekanan yang menyebabkan hilangnya rasa percaya diri, rasa aman, dan tekanantekanan lainnya.15 Akan tetapi dalam hal tersebut seorang perempuan yang kuasa
tidak menyebabkan dirinya menjadi perempuan yang lemah, yang pasrah atas
keadaan yang menimpanya, seorang perempuan mampu menciterakan dirinya
sebagai perempuan kuasa dengan ketegasan, kecerdasan, sikap kritis, bertanggung
jawab, memiliki tekad yang kuat dan pantang untuk menyerah.16
Para pengarang perempuan di dalam menggambarkan dunia perempuan
mereka cenderung menggambarkan dunia perempuan domestik perempuan. Para
pengarang memberikan gambaran terhadap seorang perempuan secara kebahasaan
dengan nama citra perempuan. Terdapat enam citra perempuan yang digambarkan
dalam karya sastra, diantaranya citra seorang ibu, citra perempuan setia, citra
perempuan sukses, citra perempuan kedua, citra perempuan ideal, dan citra negatif
perempuan. Kecenderungan dunia domestik yang digambarkan pengarang atas
sosok perempuan memperlihatkan bahwa pengarang masih dipengaruhi pola pikir
masyarakat yang menganggap bahwa perempuan memang lebih baik di rumah,
sehingga hal tersebut memperlihatkan bahwa pengarang perempuan di Indonesia
menganut faham feminisme moderat.17
2. Perempuan tidak dapat Berkembang dan Laki-laki Takut Tersaingi
Seorang laki-laki dianggap memiliki kelebihan, baik secara fisik maupun
dari segi akal pikiran dibanding perempuan, sehingga memunculkan anggapan
bahwa seorang pemimpin haruslah laki-laki. Pandangan tersebut mempengaruhi
sikap sebagian perempuan. Perempuan cenderung membatasi dirinya agar tidak
melebihi laki-laki, sebab bisa jadi kelak dia mengalami kesulitan dalam mencari
jodoh. Bahkan sejak kecil baik laki-laki maupun perempuan sudah ditanamkan
bahwa laki-laki harus melebihi perempuan.18
3. Hubungan laki-laki dan Perempuan yang Timpang
Perbedaan jender yang menyebabkan adanya hubungan yang timpang
antara laki-laki dan perempuan. seperti lahirnya pepatah Jawa swargo nunut,
neroko katut (surga ikut, ke neraka turut) yang membenarkan kenyataan tersebut.
Hal demikian mengisyaratkan bahwa nasib seorang perempuan harus benar-benar

15

Afwah Mumtazah, dkk., Ragam Kajian Kekerasan dalam Rumah Tangga, Ibid. 97.
Digambarkan oleh sosok Annisa dalam novel “Perempuan Berkalung Sorban”
karya Abidah El-Khalieqi. Lihat U’um Qomariyah, “Citera Perempuan Kuasa dalam
Perspektif Kritik Sastra Feminis Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah ElKhalieqi”. Diakses pada tanggal 29 April 2015.
17
Yenni Hayati, “Dunia Perempuan dalam Karya Sastra Perempuan Indonesia
(Kajian Feminisme)”, Humanus, Vol IX No. 1 Th. 2012. 92. Diakses pada 29 April 2015.
18
Badriyah Fayumi, dkk., Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam), Tim
Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI, 2001. 65.
16

6

menaati aturan yang diterapkan oleh suami jika ingin selamat.19 Seorang
perempuan atau istri harus menunjukkan pengabdiannya kepada suaminya dengan
menunjukkan sikap menerima terhadap tindakan dan perintah suaminya walaupun
benar atau tidak. Pemikiran tersebut malah memberikan kesulitan perempuan
untuk bergerak dalam meningkatkan intensitas dirinya dalam kehidupan sosial.
4. Perempuan Lebih Rentan terhadap Kekerasan
Salim20 mengungkapkan, setidaknya ada dua kelompok yang rentan dengan
tindak kekerasan, yaitu anak dan perempuan. Kekerasan terhadap anak dan
perempuan masif terjadi terutama dalam tiga jenis, yaitu kekerasan fisik, seksual,
emosional serta kumpulan dari ketiganya. Hal tersebut terjadi sebagai akibat
subordinasi dan marginalisasi kaum perempuan pada relasi hubungan laki-laki dan
perempuan. Kerapkali para perempuan terkena dua dampak sekaligus dari tindak
kekerasanan yang mengena pada dirinya. Selain menderita fisik, mental, material,
kaum perempuan kurang memperoleh pelayanan untuk mengadukan penderitaan
yang dialaminya secara sepadan.
C. Latar Dunia Perempuan
Pokok pembahasan dalam dunia perempuan adalah aktivitas perempuan,
baik secara nyata maupun yang disaikan melalui karya sastra. Dunia perempuan
menjadi salah satu faktor dalam terbentuknya pribadi seorang perempuan. Latar
dunia perempuan sangat dominan dapat ditemukan dalam karya sastra. Berikut
yang menjadi latar dalam dunia perempuan;
1. Latar dunia domestik
Latar dunia domestik merupakan latar dunia yang sangat digemari
pengarang perempuan sejak dekade 1920-an sampai dekade 2000-an. Hal demikian
mungkin disebabkan karena dunia domestik adalah dunia yang paling dekat dan
paling dipahami oleh banyak pengarang perempuan. Sebagai latar dunia yang
paling dominan, latar dunia domestik ini menggambarkan bahwa perempuan
adalah makhluk rumahan yaitu makhluk yang selalu berada di rumah, mengerjakan
pekerjaan yang berhubungan dengan rumah seperti menyapu, memasak, mencuci,
mengasuh anak, dan melayani suami. Pekerjaan tersebut seringkali dinamakan
pekerjaan gratis karena pekerjaan-pekerjaan tersebut dianggap kurang bernilai atau
tidak bernilai secara finansial.21 Namun, kecendrungan banyak pengarang
perempuan dalam menggambarkan dunia domestik sebagai dunia perempuan bukan

19

Badriyah Fayumi, dkk., Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam), Tim
Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI, 2001 , 64.
20
Salim Segaf Al Jufri, Menteri Sosial. Diakses pada tanggal 5 Mei 2015. Lihat
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/05/23/n5zm74-anak-dan-perempuanrentan-dapat-kekerasan.
21
Gadis Arivia, Filsafat Berperspektif Feminis, (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan,
2003), 12.

7

berarti pengarang setuju dengan ungkapan bahwa dunia rumah tangga adalah dunia
yang aman dan dunia yang paling cocok untuk perempuan.22
Tokoh-tokoh perempuan yang digambarkan dalam novel yang sebagian
besar lebih banyak bergerak dalam bidang domestik menimbulkan beberapa
masalah. Permasalahan yang ditemui para tokoh perempuan tentulah banyak yang
berkaitan dengan urusan rumah tangga. Adapun permasalahan yang paling banyak
ditemui perempuan domestik tersebut adalah permasalahan terkait dengan
psikologis dapat mencapai 37, 5%, kekerasan dalam rumah tangga 28, 125%,
konstruksi gender di masyarakat 18, 75%, kebangsaan 9, 375%, dan politik serta
ketergantungan ekonomi masing-masing sebesar 3, 125%.23 Hal tersebut
menggambarkan bahwa latar domestik berdampak besar terhadap lahinya masalah
psikologis.
2. Latar domestik dan publik
Pengarang dalam sastra selain banyak menggambarkan sosok perempuan
dengan latar domestiknya, pengarang juga ada yang berusaha dengan menampilkan
dunia lain yang dapat digeluti oleh perempuan, yaitu ranah publik. Ketika
perempuan terjun ke dunia publik, sebagian perempuan tidak akan pernah mampu
untuk meninggalkan dunia domestiknya, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan
problem baru dalam kehidupan perempuan. Hal tersebut dikarenakan dismping dia
harus bertangung jawab terhadap keadaan rumah tangganya, dia juga akan
dituntut untuk menjaga keprofesionalannya di tempat dimana mereka bekerja.24
Peran perempuan di bidang public dapat ditunjukkan dengan keikutsertaan
perempuan dalam berbagai pergerakan, tingkat pendidikan, dan dalam dunia usaha.
Sedangkan perempuan yang berlatar domestic dapat terlihat dari peran-peran
perempuan sebagai seorang isteri yang hanya bertugas melayani kebutuhan suami
dan berperan sebagai seorang ibu yang bertugas merawat anak-anaknya serta
melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga lainnya. Kedua peran tersebut
pengaruh begitu besar dikarenakan peran tersebut merupakan bentuk double
burden atau beban ganda yang biasa dialami oleh perempuan-perempuan pekerja.
Bahkan beban ganda yang seperti itu nantinya dapat menimbulkan masalah di
rumah tangganya.25

22

Yenni Hayati, “Dunia Perempuan dalam Karya Sastra Perempuan Indonesia
(Kajian Feminisme)”, Humanus, Vol IX No. 1 Th. 2012, 88. Diakses pada 29 April 2015.
23
Else Liliani dan Esti Swatika Sari, “Refleksi Peran Perempuan dalam Novel
Indonesia
1900-2000”.,
p.
11.
Diakses
pada
10
Juni
2015.
Lihat
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132299491/RINGKASAN%20PENELITIAN%20R
EFLEKSI%20PERAN%20PEREMPUAN%20DALAM%20NOVEL%20INDONESIA.pdf.
24
Yenni Hayati, “Dunia Perempuan dalam Karya Sastra Perempuan Indonesia
(Kajian Feminisme)”, Humanus, Vol IX No. 1 Th. 2012, 89.
25
Else Liliani dan Esti Swatika Sari, “Refleksi Peran Perempuan dalam Novel
Indonesia 1900-2000”., p. 16. Diakses pada 10 Juni 2015.

8

D. Mekanisme Pertahanan dan Tipe Kepribadian Perempuan
Perempuan menjadi sangat menarik di mata dan pandangan setiap orang.
Apalagi di masa sekarang ini berbagai media, baik itu media cetak maupun media
masa memberikan porsi yang cukup banyak untuk mengekspresikan diri seorang
perempuan. Sehingga ekspresi yang ditampakkan oleh perempuan dalam
lingkungan masyarakatnya memunculkan berbagai macam tipe karakter dan
kepribadian dalam dirinya. Berikut adalah berbagai tipe kepribadian perempuan
yang banyak dimunculkan dalam suatu karya sastra, dimana kepribadian yang
terdapat pada tokoh perempuan dalam karya sastra tersebut pada dasarnya terlahir
dari situasi lingkungan masyarakat yang dialami pribadi pengarangnya;
1. Tipe ruling, senang bertengkar. Salah satu tipe kepribadian yang digambarkan
oleh tokoh Tini26. Perempuan yang berpendidikan tinggi dan memiliki
keleluasaan dalam bergaul. Dengan pendidikannya yang tinggi sehingga
membuat dirinya tidak mungkin melakukan hal yang biasanya banyak
perempuan lakukan. Karena perannya sebagai wanita karir menjadikan
komunikasi dengan suaminya tidak lancar. Hal tersebut berakibat kurang
harmonisnya hubungan sebagai suami istri, sehingga mengalami keretakan
dalam rumah tangganya.
2. Tipe ruling dan avoiding. Salah satu tipe kepribadian yang digambarkan oleh
tokoh Tuti27. Tipe ruling ini diartikan sebagai seseorang yang senang berdebat
yang diakibatkan karena pengaruh kesibukan aktiitasnya diluar, juga dikatakan
avoiding karena disela-sela kesibukannya seorang perempuan masih mampu
menata rumahnya dengan rapih dan teratur. Sosok perempuan yang
berpendidikan tinggi dan kuat dengan ajaran agama sehingga dia mampu
26

Tini adalah tokoh perempuan di dalam novel “Belenggu” karya Armijn Pane.
Novel yang menampilkan cerita perselingkuhan seorang dokter yang bernama Hartono
dengan perempuan penghibur karena dia merasa tidak mendapatkan kasih sayang seorang
istri yang memiliki karir yang cemerlang yang bernama Tini. Tini berasal dari keluarga
berada, mendapatkan pendidikan tinggi dan pergaulan yang luas. Dia bersuamikan seorang
dokter. Dia sibuk sebagai wanita karir sehingga komunikasi dengan suaminya jarang
dilakukan. Kesepian yang dirasakan menyebabkan suaminya tergoda perempuan lain bekas
temannya sewaktu kecil. Karena dia merasa perempuan cantik dan berpendidikan tinggi
tidak mau bersaing dengan kekasih suaminya yang seorang penyanyi akhirnya dia
meninggalkan suaminya. Lihat Ekarani Saraswati, “Pergeseran Citera Pribadi Perempuan
dalam Sastra Indonesia: Analisis Psikoanalisis Terhadap Karya Sastra Indonesia Mulai
Angkatan Sebelum Perang Hingga Mutakhir”. Jurnal Artikulasi, Vol. 12 No. 2 Agustus
2011. Diakses pada tanggal 14 April 2015.
27
Tuti adalah tokoh perempuan dalam novel “Layar Berkembang” karya Sutan
Takdir Alisyahbana. Novel tersebut berkisah tentang kebebasan seorang perempuan dalam
menentukan sikapnya terhadap kehidupan yang dia jalani. Kebebasan itu tergambar dalam
diri tokoh Tuti yang memiliki sikap tegas terhadap karir juga terhadap laki-laki. Tuti
seorang perempuan cerdas yang tidak mudah terayu dan kagum terhadap sesuatu. Dia
mencintai Yusuf kekasih adiknya, namun dia represi karena bagi dia tidak pantas merebut
kekasih adiknya. Lihat Ekarani Saraswati, “Pergeseran Citera Pribadi Perempuan dalam
Sastra Indonesia: Analisis Psikoanalisis Terhadap Karya Sastra Indonesia Mulai Angkatan
Sebelum Perang Hingga Mutakhir”. Ibid.

9

merumuskan hakikat agama secara luas. Keaktifannya di dunia luar mampu
memberikan sumbangsi-sumbangsi pemikiran. Mekanisme pertahanannya yang
dia pakai adalah rasionalisasi.
3. Tipe melankolik dan kolerik. Salah satu tipe kepribadian yang digambarkan
oleh tokoh Ati28. Mekanisme pertahanan yang dilakukannya adalah dengan
replacement meraih pendidikan yang tinggi. Tipe melankolik mempunyai sifat
dasar yang tertutup. Mereka sering mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi
dan bersifat estetis yang mendalam sehingga mereka lebih menghargai seni
dibandingkan dengan perangai yang lainnya. Mereka merupakan orang yang
mau mengorbankan diri sendiri, serius, dan takut akan kegagalan. Mereka
mempunyai sifat dasar yang teliti, hidup dengan tantangan atau visi untuk
menginvestasikan hidup mereka. Sedangkan kolerik adalah tipe terbuka.
Mereka merupakan orang yang aktif, semangat pekerja keras, ambisius,
motivator bagi orang lain. Karena sifatnya yang berkemauan keras mandiri dan
berpendidikan keras, orang kolerik cenderung keras kepala. Seseorang yang
kolerik adalah seseorang yang dikatakan berorientasi pada pekerjaan dan tugas,
dia adalah seseorang yang mempunyai disiplin kerja yang sangat tinggi.
Kelebihannya adalah dia bisa melaksanakan tugas dengan setia dan akan
bertanggung jawab dengan tugas yang diembannya.29
4. Tipe Sosially usefull, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Salah satu
tipe dimana dia berdampingan dengan orang lain dan akan berperilaku sesuai
dengan kebutuhan mereka. Orang-orang tersebut mengatasi permasalahan hidup
dengan mengembangkan kerangka sosial dengan baik. Hal ini juga yang
digambarkan oleh tokoh Ati.
5. Tipe leaning. Salah satu tipe kepribadian yang digambarkan oleh tokoh Laila30
dan Siti Nurbaya31. Tipe ini mengharapkan orang lain memenuhi kebutuhannya
28

Ati adalah tokoh perempuan dalam novel “Burung-burung Manyar” karya YB
Mangunwijaya. Novel tersebut menceritakan tokoh perempuan Ati sebagai sosok seorang
perempuan yang dapat menicptakan suasana perasaan pada diri dua orang laki-laki. Dia
memiliki daya tarik penuh sebagai seorang perempuan cantik, cerdas dan kaya. Ati berasal
dari keluarga bangsawan dan berpendidikan tinggi. Dia bersuami, akan tetapi dia juga
memiliki kekasih. Teto adalah kekasihnya sewaktu dia berusia remaja hingga sampai dia
telah menikah dia masih tetap mencintainya. Namun dengan egonya dia berusaha
meninggalkan kekasihnya dan kembali kepada suaminya. Lihat Ekarini Saraswati,
“Pergeseran Citera Pribadi Perempuan dalam Sastra Indonesia: Analisis Psikoanalisis
Terhadap Karya Sastra Indonesia Mulai Angkatan Sebelum Perang Hingga Mutakhir”.

Ibid.

29

Lihat
https://jokotingkir.wordpress.com/2008/12/25/4-tipe-manusia-sanguinkolerik-melankolis-plegmatik/. Diakses pada tanggal 5 Mei 2015.
30
Laila adalah tokoh perempuan yang diceritakan dalam novel “Saman” karya Ayu
Utami. Novel tersebut menceritakan tentang seorang perempuan karir, Laila namanya yang
memiliki tiga orang sahabat. Kesemua sahabatnya tersebut memiliki sikap bebas di dalam
pergaulan khususnya dalam menjalin cinta. Laila sendiri menganut sikap tradisional dengan
berusaha mempertahankan keperawanannya sebelum dia menikah. Laila merupakan
seorang perempuan karier dengan beragama Islam. Dia memiliki kekasih yang telah
beristri, namun dia dapat menghindari hubungan di luar nikah karena agamanya dan juga

10

dan mendukung minatnya, dengan kata lain bergantung pada orang lain.
Merupakan kombinasi antara minat sosial yang rendah dan tingkat aktivitas
yang rendah.
E. Usaha untuk mencapai eksistensi diri tokoh perempuan
1. Perempuan menjadi Intelektual
Perempuan berpendidikan tinggi akan menentukan pola kehidupan seorang
perempuan. Secara perlahan perempuan dapat menaikkan mobilitas vertical untuk
memperbaiki status sosial ekonomi mereka. Perempuan akan mampu menyusun
perencanaannya sendiri untuk masa depannnya. Dengan berpendidikan akan dapat
menjadikan pribadi dan diri yang berkualitas, mampu menjadikan manusia yang
bermutu dan terbebas dari kemiskinan dan kebodohan.32 Hal tersebut seperti yang
tergambar dalam diri tokoh perempuan Matari33.
karena kekasihnya yang telah beristri. Lihat Ekarini Saraswati, “Pergeseran Citera Pribadi
Perempuan dalam Sastra Indonesia: Analisis Psikoanalisis Terhadap Karya Sastra
Indonesia Mulai Angkatan Sebelum Perang Hingga Mutakhir”, Ibid.
31
Novel Siti Nurbaya bercerita tentang kisah cinta tokoh Siti Nurbaya dengan
Samsulbahri yang harus kandas karena dengan terpaksa Siti Nurbaya menikah dengan lakilaki lain untuk menolong orang tuanya dari beban hutang. Tokoh Siti Nurbaya adalah tokoh
yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga kaya yang menganut agama Islam dia memiliki
paras yang cantik dan kekayaan melimpah sehingga kehidupan remaja yang dia jalani
berjalan dengan menyenangkan. Dia memiliki banyak teman dan kekasih yang mencintai
dan dicintainya. Di satu pihak kecantikan yang dia miliki memudahkan dia untuk bergaul,
namun di pihak lain membuat suatu bencana. Karena kecantikannya dia mengalami
kesengsaraan yang mengakibatkan dia harus menikah dengan orang yang tidak dia cintai.
Lihat Ekarini Saraswati, “Pergeseran Citera Pribadi Perempuan dalam Sastra Indonesia:
Analisis Psikoanalisis Terhadap Karya Sastra Indonesia Mulai Angkatan Sebelum Perang
Hingga Mutakhir”,
32
Siti Nurul Hikmah, “Perjuangan Perempuan Mengejar Impian: Sebuah Tinjauan
(Kritik Sastra) Feminisme Eksistensialis Terhadap Novel 9 Matahari Karya Adenita”,
Jurnal Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2013.
33
Matari adalah tokoh perempuan di dalam novel ”9 Matahari” karya Adenita. Novel
tersebut menceritakan seorang Matari Anas yang memiliki cita-cita untuk menjadi seorang
sarjana. Tujuan yang sederhana memang, tapi perjalanan untuk menjadi seorang Matari
Anas S.Sos tidak semudah yang dibayangkan. Kesulitan ekonomi membuat hidupnya
penuh cobaan. Berawal dari niatnya untuk melanjutkan kuliah, Tari membujuk kakaknya
untuk membantu dia mencari biaya kuliahnya. sadar akan kondisi keluarga yang berasal
dari ekonomi rendah dan biaya kuliah yang selangit, akhirnya dia nekat untuk meminjam
uang dari sanak keluarganya untuk membiayai dana awal kuliah. Dengan modal awal 6,5
juta, akhirnya Tari pergi merantau ke Bandung untuk melanjutkan program ekstensi di ilmu
komunikasi Universitas Panaitan. Hari-hari dilalui perempuan ini dengan penuh semangat,
sampai akhirnya kebutuhan hidup yang semakin mendesak membuat dia harus membagi
dua fokusnya, antara kuliah dan bekerja. disela-sela kuliahnya dia menyempatkan diri untuk
menjadi penyiar radio, lelah memang tapi tidak ada pilihan lain untuk dapat melanjutkan
hidup. Selain bekerja sebagai penyiar, tari juga harus meminjam uang kepada temantemannya agar dapat tetap hidup. Tari sangat menyadari kesulitan ekonomi yang dihadapi
keluarganya, sehingga tari tidak berani untuk meminta kepada ibunya. Awalnya tari bisa

11

2. Perempuan Bekerja
Seiring berkembangnya zaman, nampaknya perubahan sosial semakin
mantap. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya perempuan yang terlibat
dalam pekerjaan yang produktif. Perempuan yang sebelumnya hanya sebagai ibu
rumah tangga dan dipandang sebagai seseorang yang hanya mengikuti suaminya
tidak sepenuhnya berlaku lagi. Meskipun perempuan dikatakan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam hal tersebut, tapi ternyata keberadaan perempuan untuk
selalu menambah pendapatan keluarga semakin menjadi penting artinya dalam
kehidupan ekonomi rumah tangga. Dengan demikian kesejahteraan keluargapun
menjadi semakin meningkat, karena sumbangan pekerjaan perempuan pada
ekonomi rumah tangganya. Ada pandangan lain, khususnya bagi para perempuan
kalangan menengah ke atas yang berpandangan bahwa bekerja tidak dikarenakan
faktor ekonomi semata, melainkan lebih sebagai sarana untuk mengembangkan
dirinya.
Di dalam bekerja, khendaknya ada kesesuaian pekerjaan dengan fitrah dan
karakter diri sebagai seorang perempuan. Seorang perempuan harus memilih
pekerjaan yang sesuai dengan fitrah dan karakter feminisnya yang telah diciptakan
Allah SWT. Karena ada beberapa pekerjaan yang layak dikerjakan oleh keduanya,
ada juga beberapa pekerjaan yang khusus dikerjakan oleh masing-masing, seperti
menjadi seorang ibu, dengan karakter, keutamaan dan keletihannya adalah inti
tugas seorang perempuan. Adapun pekerjaan yang membutuhkan kerja otot
selamanya akan menjadi bagian tugas dari seorang laki-laki. Pembagian seperti itu
adalah sesuatu yang realistis sehingga kehidupan dapat berjalan secara normal.34
3. Bekerja untuk Mencapai Transformasi Sosial
Disaat bekerja perempuan akan dapat dikenal masyarakat banyak. Bahkan
mereka akan dapat melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang
berada dalam lingkungan pekerjaannya. Seperti yang digambarkan sosok Matari
tokoh perempuan dalam novel 9 Matahari. Matari mencoba mengembangkan

menyesuaikan kehidupan kampus dengan pekerjaannya, tapi lama kelamaan tari mulai
kewalahan menghadapi siklus hidupnya untuk tetap bisa hidup, sampai akhirnya tari mulai
sakit-sakitan dan sedikit mengalami gangguan mental. Tapi beruntung dia punya temanteman yang mengerti dia, sehingga walaupun jauh dari orang tua, tari mendapatkan
perawatan yang memadai dari teman-teman beserta keluarganya. Sampai akhirnya tari cuti
kuliah selama 3 semester. Selama masa itu Tari mencari kegiatan lain agar dirinya bisa lari
sejenak dari masalah yang dihadapinya. Dari situ dia banyak bergaul dengan berbagai
macam komunitas dan mendapatkan banyak teman baru dari pergaulannya. Ditengahtengah kesulitannya, Tuhan masih menolong dengan cara mempertemukan dirinya dengan
keluarga yang mengerti keadaan Tari. Uang kuliah tari pun ditanggung sepenuhnya oleh
keluarga temannya tersebut. sampai akhirnya Tari masuk kuliah lagi dan menyelesaikan
gelar sarjananya. Diakses dari http://imemiror.blogspot.com/2011/11/sinopsis-9matahari.html
34
Asyraf Muhammad Dawabah, Muslimah Karier, (Sidoarjo: Mashun, 2009), 101.

12

dirinya di dunia penyiaran. Karena profesi penyiar adalah salah satu pekerjaan yang
sejalan dengan tujuannya yaitu membangun jaringan informasi.35
4. Perempuan menjadi Subjek dan Menolak Keliyanannya
Digambarkan oleh sosok Matari, tokoh perempuan dalam novel 9 Matahari
karya Adenita. Dalam mencapai impiannya, dia banyak dikelilingi orang-orang
hebat yang mampu menginspirasi dirinya. Dia melepas dirinya menjadi objek atau
yang lain untuk menjadi dirinya sendiri. Transendensi perempuan perlu dilakukan
untuk mencapai keinginannya untuk bereksistensi. Karena itu, Matari memilih
untuk kuliah di jurusan komunikasi, jurusan yang mampu menjangkau semua
kebutuhan dan keinginan Matari, sehingga dia bisa tetap bekerja tidak jauh dari
bidang yang dia tekuni, yaitu dunia penyiaran. Hal tersebut membuat dia mampu
untuk mengaktualisasikan dirinya serta menunjukkan bakat-bakatnya, sehingga dia
mendapat pengakuan dari orang-orang di sekitarnya.36
5. Menjaga Hak-hak Rumah Tangga
Perempuan merupakan perempuan karier dalam rumah tangganya, yang
mengatur dan mengelola segala urusan rumah tangga. Peran perempuan di dalam
rumah tangganya tidak akan dapat dikalahkan oleh peran-peran lain dalam
kehidupannya. Meski demikian tugas tersebut tanpa saing adalah benar-benar
memiliki nilai keistimewaan.37
F. Citra Perempuan
1. Citra dan Pencitraan Perempuan
Citra merupakan penyerupaan yang mencerminkan terhadap sesuatu yang
asli. Dalam KBBI, kata citra bersinonim dengan kata shurah dalam bahasa Arab
yang berarti kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh suatu kata,
frasa, kalimat, dan merupakan unsur yang khas dalam karya prosa, puisi dan drama.
Istilah pencitraan, di definisikan sebagai gambaran-gambaran dalam pikiran dan
bahasa yang menggambarkannya, gambaran pikiran yang terdapat di dalam citra
merupakan efek dalam suatu pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang
dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh
mata, saraf penglihatan, dan daerah-daerah otak yang berhubungan.38

35

Siti Nurul Hikmah, “Perjuangan Perempuan Mengejar Impian: Sebuah Tinjauan
(Kritik Sastra) Feminisme Eksistensialis Terhadap Novel 9 Matahari Karya Adenita”,
Jurnal Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2013.
36
Siti Nurul Hikmah, “Perjuangan Perempuan Mengejar Impian: Sebuah Tinjauan
(Kritik Sastra) Feminisme Eksistensialis Terhadap Novel 9 Matahari Karya Adenita”,
Jurnal Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2013, 20.
37
Asyraf Muhammad Dawabah, Muslimah Karier, ibid, 106.
38
Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), 795.

13

Citra perempuan dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri fisik, psikis, dan
sosial.39 Pertama, citra perempuan ditinjau dari segi fisik merupakan gambaran
tentang sosok perempuan yang dilihat berdasarkan dari ciri-ciri fisik atau lahiriah,
seperti usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, dan ciri muka. Kedua, citra perempuan
ditinjau dari segi psikis atau kejiwaan adalah gambaran tentang sosok perempuan
yang dilihat dari segi psikologisnya, seperti mentalitas, moralitas, sehingga dapat
membedakan yang baik dan buruk dan antara yang benar dan salah, dan IQ atau
tingkat kecerdasan. Ketiga, citra perempuan ditinjau dari segi sosial yaitu
gambaran tentang perempuan yang dilihat berdasarkan ciri-ciri sosiologisnya baik
itu berkenaan dengan pekerjaan, jabatan, peran, pendidikan, pandangan hidup,
agama, kepercayaan, dan ideologi dalam kehidupan.
2. Citra Perempuan dalam Pandangan Islam
Citra perempuan yang disajikan dalam novel banyak ragamnya, akan tetapi
tidak semua citra perempuan yang ada di dalamnya sesuai dengan syariat Islam.
Citra perempuan yang sesuai dengan ajaran syariat Islam;
a. Seorang perempuan yang cantik sebagaimana yang disebutkan dalam Firman
Allah dalam surat Ali-Imron ayat 14,
b. Wanita sebagai seorang yang cerdas dan pintar dalam surat Al-Ankabut ayat 6,
c. Wanita adalah seorang yang cinta ilmu dalam surat Al-Mujadalah ayat 11,
d. Wanita ingin dicintai dan mencintai dalam surat Ali-Imron ayat 14,
e. Wanita ingin mengubah hidupannya menjadi lebih baik dan menjadi seorang
yang terhormat dalam surat Al-Ankabut ayat 6,
f. Wanita sebagai seorang ibu dan istri yang taat dalam surat Ar-Rum ayat 21 dan
surat An-Nisa’ ayat 34,
g. Wanita bekerja di kantor, sebagai seorang dokter, sebagai seorang sipir, dan
sebagai seorang guru dalam surat Al-Mulk ayat 15 dan surat An-Nahl ayat 97,
h. Wanita tidak bisa menjadi kepala negara dalam hadits shahih muttafaq alaih.40
G. Figur Perempuan dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an mengisahkan sejumlah perempuan yang berhubungan dengan
para nabi Allah. Di dalamnya digambarkan dengan beragam dan kompleksitas yang
berbeda-beda. Walaupun sebagian digambarkan dengan nama-namnya saja atau
hanya sketsa kecil saja. Akan tetapi sebagian lain digambarkan pula dengan porsi
yang lebih besar. Kisah-kisah dalam al-Qur’an tentang perempuan pada umumnya
merupakan contoh atas dosa dan keadilan, kelemahan dan kekuatan, serta
perbuatan jahat dan kebajikan. Perbuatan dosa dianggap sebagai pemberontakan
kepada Allah, kekafiran dan ketidaksetiaan kepada suami yang salih, sedangkan
kebajikan diidentikan dengan keyakinan kepada kesyahidan, taat kepada Allah,
39

Soediro Satoto, Metode Penelitian Sastra II, (Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Press, 1994), 45.
40
Esti Rohana Qudsiah, A. Fuad Effendy, Ahmad Munjin Nasih, “Pencitraan Wanita
dalam Novel Imro’ah Inda Nuqthah Ash-Shifr Karya Nawal El-Sadawi (Kritik Sastra
Feminis)”, 15. Diakses pada 29 April 2015

14

ikhlas dan taat pada suami yang salih.41 Figur seorang perempuan yang di jelaskan
dalam al-Qur’an sebagai berikut:
1. Perempuan yang berbuat kebajikan
a. Perempuan memiiki sifat kepekaan, perasa, dukungan, dan perhatian.
Sedangkan kaum laki-laki diberikan kehendak yang penting, kekuatan rasio
dan kekuatan fisik.42 Hal ini dalam kasus kisahnya Hawwa, istrinya nabi
Adam.
b. Perempuan muslim adalah pejuang iman. Dia adalah prajurit dalam ranah
peperangan melawan setan dan semua pengaruhnya yang akan membuat
rusak reputasinya.43
c. Patuh, memberikan dukungan dan kepercayaan kepada suaminya. Seperti
istrinya Nabi Ibrahim, Sarah dan Hajar. Mereka adalah istri yang percaya
terhadap ajaran yang dibawa suaminya.
2. Perempuan yang berbuat dosa
a. Perempuan yang melakukan pengkhianatan terhadap suaminya; tidak
percaya kepada Allah dan menyerang misi kenabian suaminya. Perempuan

41

Dalam surah at-Tahrim ayat 10-12. Lihat Barbara Freyer Stowasser, Reinterpretasi
Gender: Wanita dalam Al-Qur’an, Hadis, dan Tafsir, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001),
55. Terj. Oleh Mochtar Zoerni.
42
Menurut pandangan kaum konservatif kontemporer yang memberikan penekanan
terhadap persamaan seks dalam Islam. Mereka menggunakan hadis “perempuan dari tulang
rusuk laki-laki” akan tetapi dengan konteks dan tujuan yang baru sebagai acuannya. Nabi
saw. Bersabda, “Perempuan terbuat dari tulang rusuk yang bengkok; yang paling bengkok
adalah paling atas, jika engkau ingin meluruskannya, engkau harus mematahkannya (patah
menandakan perceraian); dengan demikian, nikmati dia dengan kebengkokannya”. Dalam
ungkapan itu beliau tidak menyalahkan perempuan, tetapi menjelaskan watak alami
perempuan denggan proporsi emosi yang lebih besar disbanding rasionalitas. Allah telah
membuatnya berbeda. Tidak seperti laki-laki yang rasionalitasnya mengungguli emosi.
Tidak ada yang lebih tinggi baik laki-laki maupun perempuan. “Kebengkokan” dalam hadis
itu tidak menunjukkan kekurangan atau ketidaksempurnaan sifat perempuan. Kebengkokan
itu memungkinkan perempuan untuk melakukan tugasnya, berhubungan dengan anak-anak
yang membutuhkan kasih sayang dan simpati yang kuat, bukan rasionalitas. Kata-kata
“bagian tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atas” menandakan kasih sayang
perempuan terhadap anaknya dan perasaannya yang melampaui rasionalitas. Atas dasar ini,
“kebengkokan”nya menjadi keistimewaan perempuan, karena “kebengkokan” ini pada
kenyataannya merupakan kualifikasi perempuan “paling lurus” untuk melaksanakan
tugasnya. Lihat Barbara Freyer Stowasser, Reinterpretasi Gender: Wanita dalam AlQur’an, Hadis, dan Tafsir (Women in the Qur’an, Traditions, and Interpretation, Terj.
Mochtar Zoerni (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001),92.
43
Pandangan kaum fundamentalis atas persamaan perempuan dengan kaum laki-laki.
Mereka mengatakan bahwa orang mukmin laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan
untuk memikul tanggung jawab, sama-sama berjuang dan memperoleh ganjaran atas
perjuangan mereka di jalan Allah. Lihat Barbara Freyer Stowasser, ibid, 93.

15

yang memiliki sikap pembohong dan menentang Allah. Seperti istrinya nabi
Nuh dan Luth.44
b. Perempuan penggoda, seperti Zulaikha. Karena itu tipu daya perempuan
sangat berbahaya.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Eksistensi perempuan dipengaruhi oleh paradigma yang berkembang,
diantaranya; (a) Adanya manifestasi budaya patriarki terhadap kedudukan
perempuan. Manifestasi budaya patriarki terlihat dalam beberapa hal, seperti
pada tradisi keluarga yang sepertinya membuat perbedaan antara kedudukan
laki-laki dan perempuan, pada tradisi perjodohan yang tidak memberikan
pilihan bagi perempuan untuk memilih pasangan hidupnya sendiri, dan pada
tradisi berpendapat yang menafikan peran perempuan, (b) Perempuan tidak
dapat berkembang dan laki-laki takut tersaingi, seorang laki-laki dianggap
memiliki kelebihan, baik secara fisik maupun dari segi akal pikiran dibanding
perempuan, (c) Hubungan laki-laki dan perempuan yang timpang yang
mengisyaratkan bahwa nasib seorang perempuan harus benar-benar menaati
aturan yang diterapkan oleh suami jika ingin selamat, (d) Perempuan lebih
rentan terhadap kekerasan, sehingga munculnya banyak kekhawatiran jika
dirinya bersikap bebas.
2. Tipe kepribadian perempuan yang digambarkan sebagian dalam karya sastra
diantaranya; tipe ruling, avoiding, melankolik dan kolerik, Sosially usefull, dan

leaning.
3. Usaha untuk mencapai eksistensi diri tokoh perempuan sebagai mekanisme
pertahan dirinya, tokoh perempuan melakukan beberapa usaha, diantaranya; (a)
Perempuan berusaha menjadi intelektual karena dengan perempuan
berpendidikan tinggi akan menentukan pola kehidupan seorang perempuan, (b)
Perempuan bekerja karena ada beberapa pekerjaan yang layak dikerjakan oleh
keduanya, juga bekerja sebagai syarat untuk mencapai transformasi sosial,
sehingga dirinya mampu dikenal masyarakat. Namun mereka tetap mampu
menjaga yang menjadi hak-hak dalam rumah tangganya, karena peran
perempuan di dalam rumah tangganya tidak akan dapat dikalahkan oleh peranperan lain dalam kehidupannya.
4. Di dalam al-Quran hanya dijelaskan figur perempuan yang di contohkan oleh
istri-istri para nabi melalui kisah-kisah. Kisah-kisah dalam al-Qur’an tentang
perempuan pada umumnya adalah sosok perempuan yang senantiasa berbuat
kebajikan dan perempuan yang senantiasa berbuat dosa.

44

Peringatan Al-Qur’an kepada mereka muncul dalam surah at-Tahrim ayat 10, tema
utama surah tersebut adalah pemberontakan perempuan dalam rumah tangga seorang nabi
berikut hukumannya.

16

DAFTAR PUSTAKA
Adji, Muhammad., Lina Meilinawati, Baban Banita, “Perempuan dalam Kuasa
Patriarki”, Laporan Penelitian/Buku, Fakultas Sastra Universitas
Padjajaran, 2009.
Arivia, Gadis., Filsafat Berperspektif Feminis, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan,
2003.
Dawabah, Asyraf Muhammad., Muslimah Karier, Sidoarjo: Mashun, 2009.
Djajanegara, Soenarjati., Kritik Sastra Feminis Sebuah Pengantar. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Engineer, Asghar Ali., Pembebasan Perempuan, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,
2003.
Fayumi, Badriyah., dkk., Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam), Tim
Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI, 2001.
Hayati, Yenni., “Dunia Perempuan dalam Karya Sastra Perempuan Indonesia
(Kajian Feminisme)”, Humanus, Vol IX No. 1 Th. 2012.
Hendang, Atep., “Perempuan Bekerja dalam Islam”, Majalah Tabligh No. 6/XII
Jumadil Akhir-Rajab 1436 H.
Hikmah, Siti Nurul., “Perjuangan Perempuan Mengejar Impian: Sebuah Tinjauan
(Kritik Sastra) Feminisme Eksistensialis Terhadap Novel 9 Matahari
Karya Adenita”, Jurnal Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Diponegoro, 2013,
Liliani, Else., dan Esti Swatika Sari, “Refleksi Peran Perempuan dalam Novel
Indonesia 1900-2000”.
Mumtazah, Afwah., dkk., Ragam Kajian Kekerasan dalam Rumah Tangga,
Cirebon: Institut Studi Islam Fahmina (ISIF), 2012.
Nurachman, Nani., “Women Psychology: Contextualisation and Constructivism in
Psychology“, Jurnal Psikologi Indonesia, 2010, Vol VII, No. 1, 1-8, ISSN.
0853-3098.
Pradopo, Rachmat Djoko., Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Qomariyah, U’um., “Citera Perempuan Kuasa dalam Perspektif Kritik Sastra
Feminis Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El-Khalieqi”.
Qudsiah, Esti Rohana., A. Fuad Effendy, Ahmad Munjin Nasih, “Pencitraan
Wanita dalam Novel Imro’ah Inda Nuqthah Ash-Shifr Karya Nawal ElSadawi (Kritik Sastra Feminis)”.

17

Rahayu, Lina Meilinawati., Muhammad Adji, Nani Darmayanti, “Gender,
Kekuasaan, dan Resistensi pada Masyarakat Adat Kam