Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam video

Eksploitasi Tubuh Perempuan Pada Music Video Earned It
(Ost Fifty Shades Of Grey)

Michael Malieti (362013049)

Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi

Universitas Kristen Satya Wacana

SALATIGA

2015

I. Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Perkembangan media pada awalnya bertujuan untuk memudahkan
masyarakat dalam memperoleh informasi, hiburan ataupun edukasi. namun di
sisi lain pada perkembangan yang lebih lagi media mempunyai suatu kekuatan
untuk melecehkan dan mendiskriminasi kaum minoritas yang terkadang tidak
terlalu dipedulikan dilingkungan sekitar.
Abad 21 juga lahir banyak gaya hidup baru. Gaya hidup baru yang

diciptakan dengan/oleh bantuan media lebih mengarah kepada suatu
kebudayaan yang konsumtif dan dikendalikan oleh para elit bisnis (kaum
kapitalis). Kebuday4aan yang lahir ini berkembang dengan cepat karena
menyentuh dasar kebutuhan manusia yaitu hasrat.
Menurut Piliang (2010:220) kapitalisme global menawarkan sebuah ruang
di mana hasrat dapat mengalir dengan bebas, bersamaan dengan mengalirnya
kapital dan komoditi. Kapitalisme adalah ruang, yang di dalamnya terjadi
perputaran hasrat yang tanpa henti dan tanpa interupsi. Kapitalisme hidup dari
gejolak hasrat tak bertepi itu. Hal ini cocok dengan John Dewey yang dalam
Carnegie (1995:46) menyatakan desakan yang paling dalam pada sifat dasar
manusia adalah “hasrat untuk menjadi penting.”
Di jelaskan oleh J.F. Lyottard, dalam (Piliang, 2010:250) dalam libidinal
economy, menyebut logika ekonomi kapitalisme post-modern sebagai logika
ekonomi libido (libidinal economy), yaitu sebuah sistem ekonomi yang
menjadikan segala bentuk potensi energi libido dan hasrat sebagai komoditi.
Setiap potensi dorongan hasrat, setiap energy libido harus dijadikan sebagai alat
tukar (libidinal currency)

Dari pengertian J.F. Lyottard kita dapat mengetahui bahwa salah satu
caranya adalah dengan menampilkan dorongan hasrat sebagai alat tukar. Ini

dapat kita temukan di pencitraan “sosok ideal perempuan” yang diperankan para
“agen-agen” fashion, yang diwakili para model iklan, covergirl, dan bintang
film di media khususnya televisi. Peranan “agen-agen” fashion yang
mempunyai wajah, tubuh dan popularitas, semakin bertambah nilai plusnya saat
dorongan-dorongan hasrat juga dimasukkan. Contoh dorongan itu adalah
sexualitas dan erotisme.
Piliang (2010:251) menjelaskan di dalam sistem budaya kapitalisme, tubuh
dengan pelbagai potensi tanda, citra, simulasi dan arifice-nya menjadi elemen
yang sentral dalam ekonomi politik, disebabkan tubuh perempuan (estetika,
gairah, sesnsualitas, erotisme) merupakan raison d’etere atau adanya keinginan
sebuah kelompok tertentu untuk memaksakan kehendak, melampiaskan hasrat,
mengutamakan ego, merayakan ekspresi bebas, perilaku menyimpang, dan
perbuatan amoral. Dalam setiap produksi komoditi.seperti yang dikatakan oleh
Kris Budiman (1999:36), “Para pencipta kebudayaan ini, melalui suatu proses
sejarah yang njelimet, akhirnya berhasil menjadikan perempuan sebagai salah
satu eksperesi simboliknya. Makhluk perempuan, yang kini mendapatkan
posisinya sebagai objek, diolah sedemikian rupa sehingga menyerupai tanah
liat ditangan seorang seniman keramik”.
Video klip adalah kumpulan potongan-potongan visual yang dirangkai
dengan atau tanpa efek-efek tertentu dan disesuaikan berdasarkan ketukanketukan pada irama lagu, nada, lirik, instrumennya dan penampilan band,

kelompok musik untuk mengenalkan dan memasarkan produk (lagu) agar
masyarakan dapat mengenal yang selanjutnya membeli kaset, CD, DVD dan
Video di Youtube. Pada soundtrack video lagu Earned it ini terlihat adeganadegan yang menggambarkan keseksian perempuan dan lebih menekankan
bahwa perempuan itu adalah penggoda terhadap laki-laki.

Media pun pada saat sekarang sangat mempertahankan ideologi patriarki
yang ada pada masyarakat dan mengambil pemahaman yang ada pada
lingkungan sekitar kita, dan membawa itu pada taraf yang lebih yaitu
media.Pada awalnya perbedaan tersebut diatas memang bersifat alami atau
nature, namun melalui konstruksi sosial atau nurture, kehidupan manusia
dikembangkan direkayasa dan dipaksa, dicegah atau bahkan diperlakukan
berlawanan dengan dasar almiah (Budiman,1999:104). Pada akhirnya ketika
kontruksi itu dianggap adalah sesuatu yang benar maka masyarakat pun terlena
dengan itu dan menganggap bahwa yang mereka lihat pada Tv itu adalah
sesuatu yang nyata, karena itu adalah sesuatu yang biasa ditemui dalam
kehidupan bermasyarakat.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk ekploitasi terhadap perempuan pada musik
video?

2. Mengapa terjadi eksploitasi terhadap tubuh perempuan didalam
musik video?

1.3 Teorisasi
Feminis sosialis: mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum
kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik
kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme

sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan
perempuan. Zillah Eisentein dan Heidi Hartmann berpendapat bahwa
perempuan dapat dilihat sebagai penghuni kelas ekonomi dalam pandangan
Marx dan “kelas seks”, sebagaimana disebut oleh Shulamith Firestone. Artinya,
perempuan menampilkan pelayanan berharga bagi kapitalisme baik sebagai
pekerja maupun istri yang tidak menerima upah atas kerja domestik mereka,
(Ben Agger:225). Dan mereka juga menekankan pada penindasan gender dan
kelas. Media berfungsi sebagai mekanisme kontrol sosial. media menampilkan
kapitalisme dan skema patriarki yang dianggap sebagai sistem yang paling
menarik. Kontrol sosial secara langsung menjadi tidak perlu karena ideologi
dominan telah diterjemahkan menjadi “sesuatu yang wajar atau dapat diterima
secara umum”, (Sunarto: 74).


II. Pembahasan
2.1 Penyebab Eksploitasi terhadap tubuh perempuan dalam musik video
Jika kita sebagai khalayak melihat video tersebut pasti akan
berpikiran dalam hal yang sama bahwa sebenarnya yang terjadi didalam
video tersebut adalah pelecehan terhadap kaum perempuan dimana
diperlihatkan beberapa perempuan yang tampil di depan kamera dengan
pakaian yang sangat kekurangan bahan dan menampilkan tubuh penari
yang sangat seksi.jika melihat hal ini para pemilik modal menggunakan
perempuan sebagai tolak ukur ekonomi untuk menguntungkan diri
mereka. terlepas dari faktor ekonomi yang menguntung kapitalis mungkin
ketika perempuan itu terjun kedalam media entah itu menjadi seorang
model atau penari latar, seperti pada soundtrack lagu Earned It pada Ost
fifty shadows of grey ini.

Mungkin dikarenakan perempuan sendiri sebenarnya ingin dilihat
oleh banyak kaum pria bahwa perempuan pun sendiri bisa bekerja dan
ingin keseteraan itu benar-benar terjadi dan hasilnya adalah perempuan
bisa bekerja di sektor publik tapi mereka sendiri tidak tahu bahwa ketika,
ia bekerja disektor publik seperti model atau penari latar seperti itu ia pun

secara tidak sadar sudah dikuasai oleh para laki-laki kapitalis yang ingin
memperlihat tubuh para perempuan ini sebagai suatu komoditas yang
layak jual dipublik untuk membuat video clip ini laku terjual dipasaran.
Perempuan adalah komoditas utama dari produksi media tersebut,
tanpa kehadiran perempuan rasanya media ibarat sayur tanpa garam,
hambar dan tentunya membosankan. Oleh karena itu di tengah persaingan
yang semakin sangat kompetitif, setiap media berupaya keras menyajikan
kemasan yang lebih untuk menarik bagi khalayak/pemirsa, dan
perempuan adalah bagian dari hal yang “menarik” tersebut.
Kemiskinan juga sudah menuntut bahwa perempuan harus bekerja
untuk membiayai hidup dan penerapan sistem ekonomi kapitalisme pun
turut memaksa kaum perempuan terjun dalam dunia kerja yang keras
tersebut. Padahal di saat sama, mereka tak bisa melepas peran kodrati
mereka sebagai istri bagi suami dan ibu bagi anak-anak mereka.
Dampaknya bisa dibayangkan. Perempuan terjebak dalam dilema. Dan
kualitas keluarga sebagai basis masyarakat pun menjadi taruhannya.
Hal ini kemudian diperparah dengan diintrodusirnya pemikiran
kesetaraan jender di tengah masyarakat yang nyatanya dikembangkan
untuk mendukung suksesnya agenda kapitalisme. Bagaimana tidak, selain
alasan kebutuhan, pemikiran inilah yang berhasil mendorong kaum

perempuan berbondong-bondong masuk dunia kerja dan mengabaikan
peran kodrati mereka sebagai ibu dan manajer rumah tangga tanpa
perasaan bersalah sedikitpun. Mereka berpikir, dengan berdaya secara

ekonomi, martabat mereka menjadi lebih tinggi, terutama di hadapan
laki-laki.
Masyarakat pada umumnya akan berpikiran sama ketika melihat
video ini karena itu berangkat dari realitas yang ada pada lingkungan
sekitar yang dianggap wajar bahwa ketika perempuan sudah bekerja
dengan

menampilkan

sisi

keseksiannya

maka

akan


langsung

mendapatkan cemooh dari masyarakat.terlepas dari pernyataan ini bahwa
sebenarnya telah terjadi ekonomi libido seperti yang katakan penulis
diatas.
Ekonomi libido adalah sistem ekonomi yang cenderung melepas
katup nafsu kepuasan, dan membuka pintu bagi produksi objek sebagai
agen kepuasan(emosional, psikis, seksual) yang tanpa batas. Dari sini kita
bisa melihat bahwa para kapitalis telah membuat sesuatu video yang
menampilkan sisi nafsu perempuan dan keseksiannya.
Selain seksi, unsur erotisme juga menjadi pertimbangan dari para
pemilik modal untuk terus mengeksplor para perempuan tersebut dan
Kenapa dengan menjual tubuh perempuan bisa mendongkrak suatu
video musik itu terkenal karena tingkat konsumsi masyarakat yang ingin
menonton video seperti ini. Tapi kenapa juga video dengan tema yang
menampilkan keseksian yang harus selalu ditampilkan dan ingin dibuat
oleh para kapitalis ini. Kita sebagai akademisi seharusnya bisa melihat
bahwa sudah terjadi perubahan pola konsumsi dimana ketika dulu barang
diproduksi banyak, itu karena adanya permintaan yang banyak dari

masyarakat,tapi sekarang itu berubah dimana suatu barang diproduksi
secara berlebihan tanpa melihat permintaan dan itu sengaja diciptakan
oleh para masyarakat kapitalis ini agar barang tersebut bisa secara terus-

menerus dikonsumsi, agar keuntungan yang menjadi tolak ukur
terakhirnya yang sudah ia rencanakan dari awal.
Berangkat dari sini berarti dapat dipahami sebagai sesuatu yang
sudah kemukakan jauh-jauh oleh Garet Garrett dalam tulisan ”Businness”
yang diterbitkan dalam sebuah buku Civilization in the United States
(1992), yang berangkat dari tiga nafsu, yakni nafsu kebendaan, nafsu
kemegahan pribadi, dan nafsu kekuasaan (kasiyan:186-187). Dalam
kapitalis ini segala bentuk hasil produksi dan reproduksi akhirnya
dijadikan komoditi, untuk dipasarkan dengan tujuan mencari keuntungan.
2.2 Bentuk-bentuk Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Music Video
Bentuk dari eksploitasi bisa anda lihat dibawah ini, disini terlihat ada
beberapa penari yang menampilkan tubuh sebagai objek yang dapat ditangkap
oleh kamera dan menjadi suatu barang ekonomi yang nantinya layak dijual
dipublik itu karena didukung oleh teknologi informasi sehingga masyarakat pun
dapat melihatnya secara bebas pada media apapun. Disini pun terlihat adanya
upaya rangsangan libido kepada masyarakat agar tertarik melihat video ini

secara terus menerus sehingga mengakibatkan video ini menjadi sangat laris di
masyarakat sekitar,karena berangkat pandangan kapitalis sendiri bahwa dengan
tubuh yang demikian sudah yang bentuk akan menjadi suatu daya tarik dari
masyarakat.

Dari sini juga terlihat bagaimana para penari ini menggoyangkan
beberapa bagian tubuh yang seolah-olah ingin memberitahu kepada khalayak
yang melihatnya bahwa inilah perempuan pada umumnya terjadi domestifikasi
bahwa perempuan ketika ditempat tidur akan berperilaku seperti itu pada
suaminya Atau memberitahu bahwa pada dasarnya perempuan adalah individu
yang selalu menggoda laki-laki

media sendiri memberikan tekanan pada 3 fungsi ritual yaitu Mythial
Storytelling, Konstruksi sosial realitas, Kepuasaan dan kebutuhan palsu. Dari
sini kita bisa melihat bahwa media membuat suatu dongeng yang seolah-olah
nyata dan pada akhirnya sangat kuat dalam mempengaruhi para penonton.
Sebenarnya kondisi ini jauh-jauh hari sudah diungkapkan oleh Laura Mulvey
dalam artikelnya yang cukup terkenal Visual Pleasure and Narrative Cinema
(1974), dia mengungkapkan bahwa perempuan merupakan objek tontonan
untuk memenuhi hasrat laki-laki sebagai objek imajinasi serta fantasi seksual


laki-laki atau sebagai objek Sensual Pleasure laki-laki. Hal tersebut diperkuat
oleh Liesbet Van Zoonen, dalam bukunya Feminist Media Studies (1994),
mengatakan bahwa elemen utama budaya patriarkhal Barat adalah display
perempuan sebagai tontonan untuk dilihat dan ditujukan untuk tatapan khalayak
(pria).

III. Kesimpulan
Eksploitasi yang terjadi pada tubuh wanita itu adalah bentuk suatu
pelecehan dan itu terjadi pada ruang publik dimana ketika di zaman
kapitalis ini, Kemiskinan pun menuntut para perempuan pun harus
bekerja agar bisa membiayai hidup dia sendiri ataupun membantu
membiayai kehidupan keluarganya ketika ia bekerja di sektor publik
seperti menjadi penari latar dalam video clib diatas itu menjadi
konsekuensinya karena kapitalis sendiri melihat bahwa nilai plus ketika
ada perempuan dalam suatu industri layar kaca maka dapat membuat para
kapitalis ini mendapatkan keuntungan yang banyak dengan menjual
keseksian tubuh perempuan tersebut.
Kemudian terjadi yang nama perubahan pola konsumsi yang
dimana ketika diproduksi haruslah sesuai permintaan, maka sekarang ini
akan diproduksi secara terus menerus dan akan habis sesuai dengan yang
sudah ditetapkan oleh pemikiran dari para kapitalis ini melalui para
bawahan seperti bidang marketing dan periklanan untuk memenuhi 3
kriteria nafsu yang sudah diungkapkan pada pokok pembahasan diatas.
Dari sini juga terlihat adanya unsur penggoda yang dimana ini bisa
membuat para perempuan semakin dikucilkan dalam masyarakat.

Dari sini juga media sosial yang seharusnya berfungsi sebagai
pengontrol tapi seakan-akan tidak berfungsi, mungkin ini bisa dikaitkan dengan
kapitalis. Karena para pemilik modal ini mempunyai kekuasan untuk membayar
suatu institusi untuk melakukan sesuatu hal yang ia mau dan mau tidak mau
karena ia sudah membayar maka hak itu harus ia dapat. Karena itu sudah
menjadi hak dia karena ia sendiri sudah membayar tapi kita sebagai masyarakat
pun seharusnya tidak bisa juga menyalahkan orang-orang media, itu karena di
zaman serba kapital ini segala sesuatu harus berdasarkan uang sehingga mereka
pun tidak bisa disalahkan, karena ketika media mengangkat sebuah kasus itu
adalah realitas dari lingkungan dan di bawa kedalam media.

Daftar Pustaka
1. Arimbi.1998.Perempuan dan Politik Tubuh Fantastis.Yogyakarta : Kanisius.
2. Kasiyan.2008.Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam
Iklan.Yogyakarta
3. https://secangkirkopipagi.wordpress.com/2008/09/25/media-dan-

seksploitasi-perempuan/