JURNAL RESUME KETERLIBATAN PEREMPUAN DA

KETERLIBATAN PEREMPUAN DALAM AKSI TERORISME: SUATU
KAJIAN GENDER MENGENAI INDONESIA1
WOMEN’S INVOLVEMENT IN TERRORISM: A GENDER RESEARCH
ON INDONESIA
Idealisa Fitriana Aina2
Universitas Pertahanan Indonesia
(dea_becksaholic@yahoo.com)

ABSTRAK
Jurnal ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana keterlibatan
perempuan dalam aksi terorisme di Indonesia.Perspektif gender dan teori-teori
feminisme mengkaji isu terorisme yang biasa dilekatkan dengan sifat kemaskulinan
laki-laki serta pergeseran peran sosial perempuan melalui keterlibatannya tersebut.
Keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme dibuktikan dengankesamaan faktor,
motivasi, dan tingkatan komitmen. Terdapat pergeseran peran sosial perempuan,
yaitu terlibatnya perempuan dalam aktivitas yang maskulin seperti terorisme.
Feminitas perempuan termanfaatkan dan disalahgunakan oleh laki-laki untuk
dilibatkan dalam aktivitas menyangkut terorisme yang dijalaninya. Peran perempuan
yang termanfaatkan dalam aktivitas tersebut menunjukkan bukti ancaman keamanan
nasional dengan keberadaannya yang mempengaruhi komponen-komponen negara.
Kata Kunci: Keterlibatan Perempuan, Terorisme, Gender, Indonesia


ABSTRACT
This research is aimed at knowing how women’s involvement in Indonesia.
Respective gender and feminism theories explore terrorism activity usually
associated with men’s masculinities of nature as well as the transformation of
women’s social role through their involvement. Women’s involvement in terrorism is
confirmed by some even factors, motivation, and level of commitments. There is the
transformation kind of process taking place to lead women involved in terrorism as
one of masculine activities. Role and women’s feminities are misused to be involved
in terorism-based activities they do conduct. Misused women’s roles in terrorismbased activities, at the very final, show the proves of national security’s threat
regardless their existence affected by nations of pillar.
Key Words: Women’s Involvement, Terrorism, Gender, Indonesia
1 Jurnal merupakan resume dari Thesis Pascasarjana Universitas Pertahanan Prodi
Peperangan Asimetris yang telah berhasil dipertahankan oleh penulis dalam sidang/ujian
pada 23 Maret 2016.
2 Penulis adalah Magister Sains dalam Bidang Pertahanan, M.Si. (Han) di Universitas
Pertahanan Indonesia pada Program Studi Peperangan Asimetris. Terlebih dahulu penulis
telah mendapatkan gelar sebagai Sarjana Hubungan Internasional pada Program Studi
Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran, Bandung.


Pendahuluan
Saat ini, dunia telah mengalami perubahan agenda internasional secara
berkesinambungan. Setiap negara tengah menghadapi tantangan terkait ancaman
non-militer. Konsekuensi besar yang harus dihadapi dari adanya ancaman nonmiliter adalah ancaman asimetris. Ancaman asimetris muncul ke permukaan dari
adanya kekuatan yang tidak seimbang. Hal ini menumbuhkan gejala pemberontakan
oleh aktor non-negara atas negara sebagai aktor dominan dalam suatu sistem
internasional.
Dalam Studi Hubungan Internasional, konsep “perimbangan kekuatan” lahir
pada periode terbentuknya ikatan politik atau kerjasama Yunani sekaligus sebelum
Perjanjian Westphalia mencapai kesepakatannya pada tahun 1648. Konsep
“perimbangan kekuatan” memberikan gambaran khusus bagi aktor non-negara
untuk melakukan tindakan yang pada akhirnya memunculkan ancaman tidak wajar
(irregular threat). Salah satu bentuk irregular threat tersebut adalah aksi terorisme.
Pada Buku Putih Pertahanan Republik Indonesia, dijelaskan bahwa terorisme
merupakan salah satu isu prioritas yang merubah konsep keamanan secara
fundamental. Konsep keamanan yang awalnya mengutamakan pendekatan bersifat
konvensional pada akhirnya mempertimbangkan dan menerapkan pendekatan
bersifat menyeluruh.3
Salah satu bentuk ancaman asimetris adalah paham radikal (radikalisme)
melalui penggunaan kekerasan atau teror (terorisme). Dalam sejarahnya, terorisme

telah muncul dan digunakan sebagai alat bagi para revolusioner untuk memperbaiki
keadaan yang semestinya tidak mereka alami seperti ketidakadilan politik dan
ekonomi. Kemudian terorisme juga digunakan oleh para pemberontak dalam
menggulingkan pemerintah atau koloni yang menekan (oppressive).
Sementara itu, kaum agama dan etnis minoritas berjuang untuk melepaskan
diri dari masyarakat yang mereka percaya telah mendiskriminasi diri mereka. Kaum
tersebut juga berjuang dengan menggunakan taktik terorisme dalam meraih
tujuannya tersebut. Aksi terorisme juga dapat dilakukan oleh mereka yang bertujuan
dalam melukai dan mencelakakan ras atau kelompok sosial lain yang dianggap
mengancam kehidupannya. Di sisi yang berlawanan, terorisme juga dapat dilakukan
3Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Buku Putih Pertahanan 2008. Hal. 10

oleh pemerintah sebagai alat atau instrumen dalam menekan pihak yang
dianggapnya sebagai lawan.4 Hal ini berkaitan dengan ancaman kontra asimetris
yang dilakukan oleh negara terhadap aktor non-negara yang melawannya.
Sementara di sisi lain, pemangku kepentingan radikal dan konservatif juga
menggunakan terorisme sebagai taktik dalam agenda politiknya. 5 Oleh sebab itu,
terorisme menjadi salah satu ancaman asimetris yang berkaitan erat dengan paham
radikal sebagai penguat aksinya.
Terorisme memainkan peran yang signifikan pada penerapan pendekatan

menyeluruh sebagai alat (tools) bagi pemerintah dalam suatu negara dalam
mencapai

kepentingan

nasionalnya,

yaitu

melindungi

keselamatan

individu

masyarakat. Agenda internasional yang semakin memasuki era kontemporer
menggambarkan bahwa saat ini aktor utama di balik operasi dan aksi terorisme
bukan hanya dilakukan oleh laki-laki, namun juga perempuan.
Tinjauan Literatur
Gender

Gender merupakan sebuah struktur yang mensignifikasi hubungan kekuatan
yang tidak sejajar antara wanita dan pria. Jika karakteristik gender memiliki
persamaan dengan ketidaksejajaran, gender menjadi sebuah mekanisme bagi
distribusi sosial atas ketidaksejajaran tersebut. Gender adalah seperangkat
karakteristik yang terkonstruksi secara sosial dan mendefinisikan apa yang kita
maknai sebagai maskulin dan feminin. Jadi, terdapat kemungkinan bagi seorang
perempuan

menampilkan

karakteristik

maskulin

dan

laki-laki

menampilkan


karakteristik feminin.6
Seks dan Gender
Feminis mendefinisikan gender sebagai sesuatu yang berbeda dari seks.
Feminisme memiliki perbedaan paham atau pandangan mengenai hubungan
gender. Perdebatan antar pemikiran kaum feminis memberikan pemahaman
mengenai perbedaan seks dan hubungan gender. Gender sering digunakan sebagai
4 Robert Taylor. The History of Terrorism. USA: Lucent Terrorism Library. Hal.8
5Robert Taylor. The History of Terrorism. USA: Lucent Terrorism Library. Hal.8
6 John Baylis, Steve Smith & Patricia Owens. 2008. The Globalization of World Politics, Fourth
Edition. USA: Oxford University Press Inc. Hal. 265

kata atau kode bagi perempuan. Intervensi kaum feminis gelombang kedua
menciptakan perbedaan antara seks dan gender. Seks dilihat sebagai suatu hal
yang menyangkut biologis. Sedangkan gender dilihat sebagai konstruksi sosial, apa
yang dimaksud pria atau wanita pada waktu dan tempat tertentu. Perbedaan antara
seks dan gender memberikan ruang bagi kaum feminis. Jika gender adalah
konstruksi sosial, hal ini dapat dirubah. Hal ini juga dapat memberi kemampuan
dalam mengembangkan arti yang berbeda atas gender. 7 Gender adalah:
1) identitas pribadi, konsep jawaban dari pertanyaan bagaimana seseorang
berpengalaman menjadi seorang perempuan.

2) identitas sosial, konsep jawaban dari pertanyaan apa yang diharapkan orang
lain terhadap seseorang sebagai seorang perempuan.
3) hubungan kekuatan, konsep jawaban dari pertanyaan mengapa perempuan
hampir selalu dinilai berada di bawah kekuatan. 8
Dalam buku “An Introduction To Feminist Philosophy” yang ditulis Alison
Stone, gender mencakup9:
1.) Ekspektasi sosial dan asumsi tentang apakah suatu perilaku tepat dan cocok
bagi suatu individu. Contohnya, laki-laki cenderung berkonfrontasi sedangkan
wanita cenderung menghindari konfrontasi.
2.) Masalah psikologis. Dalam memaknai diri, bahwa individu cenderung
berkembang di bawah pengaruh ekspetasi sosial. Contohnya, laki-laki sering
berkonfrontasi daripada perempuan.
Foucault menjelaskan power sebagai sesuatu yang tidak lagi dimiliki oleh
kekuasaan monarki (hirarkis), tetapi menyebar. Konsep ini menunjukan pemahaman
mengenai gender pada masyarakat modern, bahwa:


Laki-laki memiliki bentuk kekuasaan yang berbeda atas wanita. Setiap
bentuk mengatur norma gender yang spesifik dalam institusi sosial yang




berbeda.
Perempuan mencegah laki-laki dalam menerapkan kontrol langsung pada
wanita dengan cara menciptakan disiplinnya sendiri melalui regulasi dan
hukuman serta norma yang muncul di tengah masyarakat. Jadi, ada hal

7 John Baylis & Steve Smith (Ed). 2001. The Globalization of World Politics: An Introduction to
International Relations, Second Edition. USA: Oxford University Press Inc. Hal 587
8John Baylis & Steve Smith (Ed). 2001. The Globalization of World Politics: An Introduction to
International Relations, Second Edition. USA: Oxford University. Hal 588
9 Alison Stone. 2007. An Introduction To Feminist Philosophy. UK: Polity Press. Hal. 58

lain yang dapat mengarahkan wanita daripada pria yang biasanya
mengarahkan dan memberi petunjuk. Contohnya pemakaian komestik
selalu berkaitan dengan aturannya yang berlaku sehingga terlihat citra


feminin seperti yang diinginkan.
Kekuatan maskulin hanya dapat

berpartisipasi

dalam

berjalan

mereproduksinya.

selama

perempuan

Contohnya,

perempuan

memberikan pengaruh pada pria melalui penampilan dan daya tariknya.
Perempuan biasanya menginternalisasi diri mereka dan membuat mereka



terkooptasi dengan penampilannya yang menarik.
Resistensi yang dilakukan oleh perempuan selalu dimungkinkan dalam
melawan kekuatan maskulin. Contohnya resistensi wanita tahun 1969
terhadap kontes miss world.10

Beberapa kaum feminis telah mengembangkan representasi gender. Istilah
‘berlaku gender’ atau ‘gender sebagai penampilan’ memberikan penilaian bahwa
masyarakat memilih

dan menegosiasikan caranya melalui ekspektasi dan

kemungkinan yang terjadi di masyarakat (sosial). 11 Perempuan lebih mudah
melakukan mobilisasi dalam mendukung sebab-sebab yang berhubungan dengan
bangsanya (nasionalitas). Beberapa perempuan mengorganisasikan diri dalam
suatu gerakan yang bahkan berbahaya bagi pihak lain termasuk perempuan lain.
Perempuan dapat menjadi pendukung dan pemimpin ataupun pendukung aktif
dalam melawan berbagai kekerasan sistematis yang melibatkan suku atau dirinya
sendiri.12
Teori Feminisme
1) Feminis Liberal

Dalam teori feminisme, terdapat gagasan mengenai etika perempuan.
Menurut Jurnal Perempuan: Untuk Pencerahan dan Kesetaraan, etika perempuan
dibahas oleh Mary Wollstonecraft (1759-1799) dalam tulisannya yang berjudul
“Vindication of The Right of Woman”. Pada tulisan ini, Wollstonecraft menentang
definisi kebahagiaan dan kebijakan perempuan yang digagas oleh Rosseau. Secara
10 Alison Stone. 2007. An Introduction To Feminist Philosophy. UK: Polity Press. Hal.60
11 John Baylis & Steve Smith (Ed). 2001. The Globalization of World Politics: An Introduction to
International Relations, Second Edition. USA: Oxford University Press Inc. Hal.588
12John Baylis & Steve Smith (Ed). 2001. The Globalization of World Politics: An Introduction to
International Relations, Second Edition. USA: Oxford University Press Inc. Hal 592

teoritis, Wollstonecraft masuk ke dalam kelompok feminis liberal. Feminis liberal
sangat memprioritaskan kebebasan dan keindividuan manusia. Teori feminis liberal
menekankan bahwa manusia adalah spesies yang rasional dan dapat menentukan
tindakan-tindakannya sendiri. Menurut teori ini, moral tidak ditentukan oleh keluarga,
negara, maupun agama. Setiap perempuan dianggap mampu bertindak sesuai
dengan pilihannya sendiri dengan syarat tidak melawan hukum. Gagasan etika
perempuan dalam pandangan feminis liberal seperti ini membuat perempuan
tertarik. Oleh sebab itu, selama duapuluh tahun pandangan ini berkembang dan
melahirkan teori ataupun pandangan-pandangan feminisme yang menjadi landasan
bagi feminisme kontemporer.13
Dikutip oleh Jurnal Perempuan, Jean Grimshaw menyatakan bahwa adanya
agresi, dominasi, dan penindasan merupakan produk dari eksistensi laki-laki serta
psikologi kekerasan laki-laki.14 Merujuk pada hal tersebut, muncul pemahaman
esensial bahwa perempuan memiliki sifat alamiah, yaitu lembut dan cinta
kedamaian. Perempuan yang menginginkan jawaban esensial seperti ini ingin
membedakan diri mereka dari sifat agresifitas laki-laki. Perempuan merasa telah
sejak dulu direndahkan oleh adanya kualitas kefemininan yang mereka miliki. Bagi
mereka anggapan ini benar, namun kodrat perempuan yang dianggap kekuatan oleh
kaum esensial justru merupakan kelemahan yang membuat perempuan tertindas.
Intinya, kaum feminis yang menjunjung tinggi etika feminis menganggap tolak ukur
teorinya adalah pada titik penindasan perempuan, konstruksi sosial, dan dominasi
budaya patriarki. Secara luas, feminis liberal dipahami sebagai feminis yang
menjunjung nilai kesamaan (emansipasi), mencari akhir dari segala pengecualian
perempuan di ranah publik, politik, dan pekerjaan. Kaum feminis liberal mencari
kesamaan hak dalam militer, seperti kombatan, karena mereka melihat perlindungan
sebagai salah satu cara dalam melindungi perempuan dari adanya kekuatan. 15

13 Dikutip dari Jurnal Perempuan: Untuk Pencerahan dan Kesetaraan, Seksualitas Lesbian. 2008.
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Hal 9
14 Jean Grimshaw. The Idea of Female Ethic pada Peter Singer (ed). A Companion to Ethics, dalam
Jurnal Perempuan: Untuk Pencerahan dan Kesetaraan, Seksualitas Lesbian. 2008. Jakarta: Yayasan
Jurnal Perempuan. Hal. 10
15 John Baylis & Steve Smith (Ed). 2001. The Globalization of World Politics: An Introduction to
International Relations, Second Edition. USA: Oxford University Press Inc. Hal. 586

2) Feminis Radikal
Feminis radikal mengkritisi pemikiran feminis liberal. Mereka mencari
perubahan pada institusi yang berbau maskulin agar menjadi institusi atau ranah
yang ramah perempuan. Feminis radikal melihat subordinasi perempuan secara
universal, meskipun menurut mereka perempuan itu berbeda. Ada anggapan bahwa
perempuan berasal dari kelas seks dalam masyarakat, secara sistematis selalu
mengacu pada hak pria untuk berlaku seks dan berakses pada tubuh, anak, dan
pekerjanya.
Menurut Jaggar (1988), penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki dalam
pandangan kaum feminis radikal adalah bentuk dasar dari penindasan terhadap
perempuan.16 Caplan (1987) menjelaskan bahwa feminis radikal muncul sebagai
reaksi atas adanya kultur sexism atau diskriminasi sosial yang didasarkan pada jenis
kelamin di Barat. Pandangan feminis radikal didasarkan pada ideologi patriarki. 17
Bagi mereka, patriarki adalah suatu kekuatan sosial, politik, dan universal. Unsur
patriarki menyebar ke seluruh aspek kehidupan termasuk kehidupan sosial dan
personal. Kaum ini memperhatikan seksualitas dalam berpolitik. 18 Pada pandangan
feminis radikal ditekankan bahwa relasi patriarki lebih fundamental daripada relasi
kelas. Penindasan yang didasarkan pada kelas dan ras dianggap hanya perluasan
dari penindasan oleh patriarki.19
Laura Sjoberg pada penelitiannya yang berjudul “Gendered Realities of the
Immunity Principle: Why Gender Analysis Needs Feminism”, menjelaskan bahwa
analisis

feminis,

dengan

kepentingan

politiknya

pada

emansipasi

gender,

memandang sejarah subordinasi gender agar dapat memahami esensi gender
mengenai perlindungan bagi perempuan di lingkungan warga sipil. Analisis tersebut
menerangkan bahwa diskursus yang terjadi dalam bidang perlindungan bagi
perempuan biasanya justru memberikan resiko pada kehidupannya.
Ketidakefektifan prinsip imunitas atau perlindungan bagi perempuan saling
bertautan dengan esensi gender pada anggapan mengenai perang. Pendekatan
16Alison Jaggar. Feminist Politics and Human Nature. Dalam Rachmad Hidayat. 2004. Ilmu Yang
Seksis: Feminisme dan Perlawanan Terhadap Teori Sosial Maskulin. Yogyakarta: Jendela. Hal. 100
17Alison Jaggar. Feminist Politics and Human Nature. Dalam Rachmad Hidayat. 2004. Ilmu Yang
Seksis: Feminisme dan Perlawanan Terhadap Teori Sosial Maskulin. Yogyakarta: Jendela. Hal 99.
18 John Baylis & Steve Smith (Ed). 2001. The Globalization of World Politics: An Introduction to
International Relations, Second Edition. USA: Oxford University Press Inc Hal. 587
19Alison Jaggar. Feminist Politics and Human Nature. Dalam Rachmad Hidayat. 2004. Ilmu Yang
Seksis: Feminisme dan Perlawanan Terhadap Teori Sosial Maskulin. Yogyakarta: Jendela. Hal. 100

feminis dalam meneliti perlindungan warga sipil mampu mengakui fenomena empiris
dari sebuah esensi gender. Teori feminis menjelaskan bahwa mengatasi masalah
mengenai

perlindungan

warga

sipil

tidak

akan

mudah

dan

hanya

mempertimbangkan subordinasi gender. 20
3) Feminis Post-Modern
Kaum post-modernis fokus pada hubungan antara pengetahuan dan kekuatan.
Kaum ini memiliki pemikiran bahwa mereka yang memaknai dan menciptakan
pengetahuan

memperoleh kekuatan yang besar atas tindakannya tersebut.

Perkembangan dalam feminisme telah merubah teori dan praktik dalam ranah
politik, contohnya feminis post-modern yang telah memberikan nilai tambah pada
perkembangan atas pengakuan terhadap adanya perbedaan antara perempuan.
Feminis post-modern menyatakan bahwa laki-laki dipandang secara umum sebagai
orang yang mengetahui (the knowers) dan pengetahuan dipandang berdasarkan
pada kehidupan laki-laki di ranah publik. Sedangkan, perempuan tidak dipandang
sebagai orang yang mengetahui (the knowers) atau sebagai subjek pengetahuan.21
Dalam politik dunia, pemahaman diarahkan pada anggapan bahwa laki-laki
adalah peran signifikan dan pembentuk hubungan internasional. 22 Sifat perempuan
yang dinilai bukan the knowers membuat mereka tersubordinasi, termasuk pada
pemahaman tentang hubungan internasional. Menurut pemikiran feminis postmodern, perempuan tidak seharusnya menjadi budak (subordinate). Kaum feminis
post-modern menerima hal ini namun mereka berpendapat bahwa aktivitas melawan
subordinasi sudah tidak diperlukan kembali. 23
Terorisme
Menurut Whittaker, terorisme berkaitan dengan bentuk pengejaran kekuatan,
akuisisi kekuatan, dan penggunaan kekuatan untuk mencapai perubahan politik.
Mengacu pada hal tersebut, terorisme diartikan sebagai kekerasan atau ancaman
kekerasan yang digunakan dalam mencapai tujuan politik. 24 Definisi terorisme
mencakup kekerasan yang dilakukan melalui kejahatan terorganisir dalam mencari
20 Jurnal Internasional Tahunan. Laura Sjoberg. 2006. “Gendered Realities of the Immunity Principle:
Why Gender Analysis Needs Feminism”. Hal. 907
21 John Baylis, Steve Smith & Patricia Owens. 2008. The Globalization of World Politics, Fourth
Edition. USA: Oxford University Press Inc. Hal. 267
22 John Baylis, Steve Smith & Patricia Owens. 2008. The Globalization of World Politics, Fourth
Edition. USA: Oxford University Press Inc. Hal. 267
23 Alison Stone. 2007. An Introduction To Feminist Philosophy. UK: Polity Press. Hal 9.
24 David J. Whittaker (Ed). 2001. The Terrorism Reader. London & Newyork: Routledge. Hal 6

pengaruh atas kebijakan pemerintah suatu negara. Esensi dari terorisme adalah
suatu keinginan dalam menciptakan ketakutan dalam diri seseorang yang pada
akhirnya membuat pemerintah merubah perilaku politiknya. 25 Jadi, dari rumusan
komponen dan definisi mengenai terorisme di atas, terorisme dapat dikonsepsikan
sebagai suatu penciptaan rasa takut atau cara (ways) yang digunakan oleh suatu
individu atau aktor non-negara dalam bentuk kekerasan untuk mencapai tujuan atau
motif politik tertentu.
Perempuan dapat terpapar paham radikal yang mengarahkannya melakukan
tindakan yang bersifat praktis, yaitu terorisme. Kasus terorisme di Indonesia yang
melibatkan perempuan merupakan aksi terorisme yang berkaitan erat dengan
jaringan JAT, JI, dan MIT. Setelah melakukan penelitian, peneliti menemukan kasuskasus temuan yang melibatkan perempuan dan memiliki karakteristik yang berbeda
satu sama lain.
Salah satu kasus yang menunjukkan keterlibatan perempuan adalah kasus
yang terjadi pada Noordin M. Top. Noordin M. Top merupakan salah satu aktor yang
terlibat dalam beberapa kasus terorisme. Seperti yang telah dijabarkan di atas,
Noordin M. Top mempunyai kedekatan dengan JI karena hidup di tengah-tengah
anggota-anggotanya. Sebelumnya, Noordin M. Top bersama Dr. Azhari melakukan
aksi teror Bom Bali I pada tahun 2002. Ia berkolaborasi dengan JI dan Ring Banten
untuk melakukan pengeboman di J.W Marriott dan di Bali (Bom Bali II). Setelah Dr.
Azhari ditangkap, fokus utama pemerintah dan aparat keamanan Indonesia adalah
menangkap Noordin M. Top. Dalam masa persembunyiannya, Noordin M. Top
menikahi beberapa perempuan, salah satunya adalah Munfiatun al Fitri.
Munfiatun al Fitri, seorang gadis berusia 28 tahun dinikahinya di Pasuruan
pada tahun 2004. Noordin M.Top memiliki beberapa istri, namun Munfiatun
merupakan salah satu perempuan yang keterlibatannya menonjol dalam kasus
Noordin M. Top. Sebelum menikah, Noordin M. Top telah memberi informasi pada
Munfiatun bahwa Ia adalah seorang buronan yang dikejar polisi atas aksi teror yang
Ia lakukan. Di sini, posisi Munfiatun jelas mengetahui dan memahami bahwa calon
suaminya adalah teroris yang sedang dikejar oleh pihak kepolisian. Untuk
melancarkan pernikahannya dengan Noordin M. Top, Munfiatun melakukan kontak
dengan pihak pengurusan surat-surat resmi di Bangil, Pasuruan. Kemudian ketika
25 David J. Whittaker (Ed). 2001. The Terrorism Reader. London & Newyork: Routledge Hal 17

menikah, Munfiatun memalsukan identitas suaminya, yaitu dengan mengganti nama
menjadi Abdul Rasyid.26
Keterlibatan Munfiatun juga terlihat ketika Noordin M. Top melakukan
persembunyian bersama beberapa teroris di suatu rumah selama tiga hari. Polisi
menangkap Munfiatun pada 23 September 2004 dengan tuduhan menyembunyikan
buronan atau pelaku teror. Dalam sidangnya, Munfiatun memberi informasi bahwa
Noordin M. Top pernah tinggal di Bangil, daerah yang pernah menjadi tempat
persinggahan Noordin M. Top. Pengadilan Negeri Bangil menjatuhkan hukuman tiga
tahun bagi Istri Noordin M. Top ini.27
Selain Munfiatun, terdapat keterlibatan perempuan dalam kasus yang berawal
dari adanya peretasan situs komersial speedline.com oleh Rizky Gunawan. 28 Rizky
mengikuti pelatihan militer di Poso oleh Santoso yang saat itu menjadi pimpinan atau
kepala militer (asykari) JAT Poso. Ia melakukan pelatihan selama satu bulan.
Setelah melakukan pelatihan militer di Poso, Rizky pulang dan meretas situs
speedline.com. Ia mendapat uang Rp. 120.000.000 sebagai hasil dari peretasan
tersebut. Dalam prosesnya ia bertemu dengan Cahya Fitrianta dan berkerjasama
hingga situs tersebut menghasilkan uang sebesar 5 miliar rupiah.
Cahya Fitrianta melakukan pencucian uang dengan menyimpan uang
tersebut di rekening istrinya, Nurul Azmi Tibyani. Dana sejumlah Rp. 667.000.000,dari hasil peretasan yang disimpan di rekening tersebut disinyalir digunakan untuk
membiayai pelatihan militer Santoso di Poso. 29 Nurul ditangkap di Bandung pada 17
Mei 2012 dengan vonis 4 tahun penjara yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan. sementara Cahya mendapat vonis 8 tahun penjara dari Pengadilan
Negeri Jakarta Barat.30

26 Dikutip dari Sulitnya Mengendus Jejak Noordin M. Top
(http://www.suaramerdeka.com/harian/0511/12/nas02.htm) Diakses pada 27 Februari
2016. Pukul 18.00 WIB
27Dikutip
dari
Sulitnya
Mengendus
Jejak
Noordin
M.
Top
(http://www.suaramerdeka.com/harian/0511/12/nas02.htm) Diakses pada 27 Februari
2016. Pukul 18.00 WIB
28Seorang anggota forum islam nahnumuslim.com. Ia dilansir membuat tim hacking untuk meretas
website. Ia bergabung dengan pelatihan militer di Poso melalui pesan yang disampaikan Abu Zulfah
di facebook
29 Dikutip dari tempo.co. dalam Petrus Reinhard Golose. 2015. Invasi Terorisme Ke Cyber Space.
Jakarta: YPKIK. Hal. 115
30 Petrus Reinhard Golose. 2015. Invasi Terorisme Ke Cyber Space. Jakarta: YPKIK. Hal. 116

Menurut jurnal International Crisis Group, salah satu cara untuk membangun
jaringan terorisme baru dan meningkatkan kekuatan suatu jaringan adalah melalui
perkawinan. Disebutkan juga bahwa perkawinan dapat membangun ikatan antar
jaringan wilayah dan memperbesar kesempatan dalam menghasilkan keturunan
yang nantinya mampu dijadikan penerus ataupun pengikut. 31 Perempuan yang
bersangkutan dipertautkan oleh pimpinan organisasi terorisme untuk dinikahi
dengan tahanan terorisme.
Pada tahun 2010, Putri Munawaroh dinikahkan dengan Ridwan Lestaluhu. 32
Saat itu, Putri berstatus sebagai janda dari salah satu pelaku terorisme yang tewas
bersama Noordin M. Top. Seperti halnya Ridwan, Putri juga sedang menjalani
hukuman penjara. Ia divonis selama tiga tahun atas kasus penyembunyian
suaminya. Melalui teleconference, keduanya dinikahkan oleh Adung, mantan ketua
JI. Pernikahan keduanya disaksikan oleh seorang anggota JI dan istrinya. Putri dan
Ridwan tidak memiliki hubungan dengan JI. Namun, pernikahan ini diharapkan dapat
memperkuat (mempererat) hubungan antara kelompok-kelompok transformasi JI
yang berada di Maluku dan Jawa.33
Sementara itu, di wilayah Poso Pesisir, Kabupaten Poso, terdapat tiga
perempuan yang diduga muncul dan berada dalam kelompok MIT. Ketiga
perempuan ini merupakan istri Santoso, Basri, dan Ali Kalora. Tiga perempuan yang
dijuluki Umi Fadel (UF), Umi Mujahid (UM), dan Umi Delima (UD) ini adalah janda
dari suami-suami mereka yang meninggal lebih dulu. Menurut Kepala Polisi Daerah
Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi Idham Aziz, mereka ingin mendampingi
suami-suaminya hingga mati. Oleh karena itu, mereka tidak ingin meninggalkan
Poso.34

31Jurnal International Crisis Group. 2012. Bagaimana Kelompok Ekstrimis Membentuk Kelompok
Baru. Asia Report No. 228. Hal. 21
32 Ridwan Lestaluhu merupakan tahanan ekstrimis yang berasal dari Ambon. Ridwan ditangkap
akibat menyerang tempat karaoke di Ambon tahun 2005 dan divonis dua belas tahun penjara di
lembaga permasyarakatan Porong, Surabaya
33 Op.Cit. Hal. 22
34Dikutip dari Tiga Perempuan Janda NTB Gabung Kelompok Santoso
(http://bali.tribunnews.com/2016/01/03/tiga-perempuan-janda-ntb-gabung-kelompoksantoso) Diakses pada 22 Februari 2016, pukul. 20.59 WIB

Siane Indriani35 menyatakan, kumpulan istri-istri pelaku teror jaringan Santoso
yang berada di Poso saling berkumpul, bertemu, karena berlandaskan rasa
solideritas. Mereka mengalami pengalaman dan pemahaman yang sama, sehingga
saling berbagi rasa. Perempuan-perempuan ini tidak terlibat dalam baku tembak
atau operasi teror yang dilakukan oleh kelompok MIT. Menurut Siane Indriani, istri
dari Santoso hanya menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga dan mengurus
anak.36
Beralih pada kasus selanjutnya, sebuah keluarga kelas menengah di Batam
bergabung dengan ISIS di Suriah melalui Turki. Keluarga tersebut merupakan
keluarga salah satu direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Badan
Pengusahaan Kawasan Batam, Dwi Djoko Wiwoho. Mengutip pernyataan BIN,
ajakan untuk berangkat ke Suriah bermula dari istri dan anaknya. 37
Sementara itu hasil penyelidikan oleh Kementerian Dalam Negeri pada
Desember 2015, seperti yang dikutip dari situs Kemendagri, mengungkapkan bahwa
Djoko bergabung ke ISIS diduga karena dipengaruhi oleh istri dan kakak Iparnya. Ia
berangkat bersama 25 orang anggota keluarga istrinya. 38 Tanggal 21 Agustus 2015,
pada akun facebook milik istri Djoko, Ratna Nirmala, ditemukan gambar perempuan
memakai cadar hitam, dengan bendera hitam, dan memegang senjata sejenis AK47. Di gambar tersebut tertulis “This Is Ticket to My Jannah”. 39 Di bawah gambar
tersebut tertera pernyataan Ratna yang meminjamkan buku seputar mujahidah
kepada temannya.40

35 Siane Indriani adalah salah satu Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM). Beliau
berkali-kali melakukan kunjungan ke Poso dan bertemu dengan istri-istri pelaku teror jaringan
Santoso di Poso dan secara personal sangat mengenal istri Santoso.
36Hasil wawancara penelitian dengan Siane Indriani, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (HAM), di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, tanggal 15 Oktober 2015. Pukul.
11.00 WIB
37Hasil wawancara penelitian dengan Direktur Kontra Terorisme Badan Intelijen Negara (BIN), pada
22 Januari 2016, pukul. 16.00 WIB.
38Dikutip dari Mendagri: Pejabat Batam Dipengaruhi Istri dan Kakak Iparnya Masuk ISIS.
(http://keuda.kemendagri.go.id/berita/detail/2536-mendagri::-pejabat-batam-dipengaruhi-istri-dankakak-ipar-masuk-isis) Diakses pada 07 Maret 2016. pukul. 16.46 WIB.
39 Dikutip dari Laman Facebook Istri Dwi Djoko Wiwoho Memposting Foto Jihad.
(http://rakyatmediapers.co.id/laman-facebook-istri-dwi-djoko-wiwoho-memposting-foto-jihad/) Diakses
pada 03 Maret 2016, pukul 16.20 WIB.
40
Dikutip
dari
Jejak
Dwi
Djoko
Wiwoho
Hingga
Bergabung
Dengan
ISIS.
(http://www.pejabatpublik.com/jejak-dwi-djoko-wiwoho-hingga-bergabung-dengan-isis/) Diakses pada
03 Maret 2016, pukul 17.30 WIB.

Dalam situs online BBC, Irfan Idris 41 beranggapan orang-orang yang direkrut
oleh ISIS bukan orang-orang yang tidak berpendidikan. Kasus ini dinilai bukan
karena motif ekonomi tetapi ideologi. 42 Dalam kasus ini, paham Islam radikal yang
mengatasnamakan jihad terpapar pada perempuan (sang istri). Di sini perempuan
dapat dijadikan jembatan oleh kelompok ekstrimis Islam sebagai pengrekrut atau
pendukung yang membawa massa atau pengikut lebih banyak.
Kasus lain yang menunjukkan adanya keterlibatan perempuan diawali dengan
penangkapan enam orang di Poso yang diduga sebagai anggota kelompok jaringan
MIT. Kasus penangkapan ini telah dijabarkan pada sub bab sebelumnya. Enam
orang tersebut diketahui memiliki peran yang signifikan dalam jaringan MIT.
Penangkapan tersebut dilaksanakan dalam operasi Densus 88 dan Kepolisian
Daerah Sulawesi Tengah. Tersangka yang ditangkap tersebut diantaranya adalah
suami-istri Hasan dan Rosmawati. Kedua tersangka yang menjadi tahanan Rutan
Mako Brimob Kelapa Dua ini merupakan key informan yang diwawancarai oleh
peneliti.
Rosmawati adalah seorang perempuan asal Makassar yang tinggal di Poso.
Ia ditangkap pada 10 Januari 2014 dan dibawa ke Mako Brimob Kelapa Dua, Depok.
Dalam wawancaranya dengan peneliti, Rosmawati mengungkapkan bahwa Ia telah
disidang dan divonis dengan putusan 3 tahun 1 bulan. Ia terlibat pasal terorisme
dengan dugaan pendanaan terorisme. Suaminya, Hasan, juga ditangkap pada hari
yang sama dan telah disidang serta divonis selama 5 tahun 4 bulan, dengan denda
50 juta. Hasan hanya harus menjalani kurungan tambahan selama 6 bulan
(pengurangan menjadi 1 bulan) untuk mengganti pembayaran denda. Rosmawati
tidak mengetahui jika rekeningnya diambil oleh Hasan ketika Ia berpergian.
Sebelumnya, Hasan dihubungi melalui pesan singkat oleh teman sekaligus tetangga
mereka, Muchtar. Muchtar diduga bergabung dengan kelompok Santoso dan
menjadi DPO di Poso. Ia dan Hasan pernah mengikuti pelatihan militer yang
dipimpin oleh Santoso pada tahun 2011.
Nomor rekening Rosmawati diberikan kepada Muchtar. Selanjutnya, ada
seseorang yang mengirim uang untuk ditampung di rekening tersebut. Menurut
41 Direktur Deradikalisasi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
42 Dikutip dari BNPT: Warga Batam yang Bergabung ISIS dilatari ‘Faktor
(http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/11/151106_indonesia_isis_batam)
pada 03 Maret 2016, pukul 08.14 WIB.

Ideologi’
Diakses

Hasan, uang yang ditampung nantinya akan digunakan untuk membiayai janda istriistri teroris. Rosmawati mengaku, walaupun Ia tidak tahu Hasan mengambil
rekeningnya diam-diam, Ia tidak keberatan jika Hasan membantu dalam membiayai
istri-istri yang sudah ditinggal mati suami dengan alasan kemanusiaan. 43 Namun, Ia
menyesal karena selama di tahanan Ia tidak bisa bertemu dengan anak-anaknya.
Analisis Keterlibatan Perempuan Dalam Aksi Terorisme di Indonesia
Adanya keterlibatan perempuan sering menjadi suatu yang terabaikan
(neglected) karena berkaitan dengan perannya dalam sistem sosial dan sifatnya
yang dianggap tidak mungkin melakukan aksi kekerasan ataupun terorisme. Proses
dan keterlibatan perempuan sering terabaikan karena kelompok jihadis atau
terorisme sendiri memiliki wajah maskulin.Proses radikalisasi dapat dilakukan
melalui tehnologi informasi seperti internet sehingga baik laki-laki maupun
perempuan mampu terbujuk untuk melaksanakan jihad atau amalan (amaliyyah).44
Salah satu karakteristik terorisme baru seperti yang disebutkan di Bab 2 adalah
kemampuan dalam meningkatkan implementasi serangan. Hal ini berkaitan dengan
era globalisasi yang cenderung menciptakan dorongan bagi gerakan radikal atau
teroris untuk bergerak bebas dari satu negara ke negara lain. Hal ini pula yang
dimanfaatkan oleh ISIS dalam merekrut perempuan terutama perempuan Indonesia.
Pergerakan aktif ISIS ditandai dengan rekrutmen terhadap perempuan dan
penanaman paham radikal (radikalisasi). Tehnologi informasi menjadi tolak ukur bagi
pelaku teror atau jaringan global untuk mengembangkan jaringannya melalui
kelompok baru atau orang-orang yang bergabung ke jaringan lamanya. Seperti pada
kasus Ratna Nirmala, perempuan dapat pergi untuk menjadi pejuang teroris luar
negeri (Foreign Terrorism Fighters).
Karakteristik

terorisme

baru

dalam

teori

Asymmetric

Warfare

juga

menyebutkan bahwa teroris mampu menyembunyikan identitas dirinya melalui
tehnologi informasi.45 Dengan anggapan bahwa identitas pelaku akan sulit dilacak,
teroris lebih memilih memanfaatkan internet untuk melakukan pendanaan bagi
aktivitas terorisme. Kasus yang menggambarkan pemanfaatan tehnologi internet
untuk keperluan terorisme adalah kasus pendanaan melalui pengeksploitasian
43 Hasil Wawancara Penelitian dengan Rosmawati, Tahanan Terduga Kasus Pendanaan Terorisme
di Poso, tanggal 18 Desember 2015, pukul. 15.00 WIB.
44 Jurnal International Crisis Group. 2012. Bagaimana Kelompok Ekstrimis Membentuk Kelompok
Baru. Asia Report No. 228. Hal. 1.
45Rod Thornton. 2007. Asymmetric Warfare. USA: Polity Press. Hal. 27 - 33

sistem pembayaran online. Pengeksploitasian dapat dilakukan dengan cara meretas
situs komersial. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Rizky dan Cahya Fitrianta.
Aktivitas terorisme pada kasus Nurul Azmi tersebut merupakan bukti bentuk
terorisme baru yang menggunakan taktik asimetris, yaitu pemanfaatan tehnologi
informasi seperti internet.46 Pemanfaatan ini dilakukan oleh mantan pelatihan militer
yang dibina oleh Santoso dalam kelompok JAT Poso. Kelompok ini melihat adanya
keuntungan yang akan didapat untuk kepentingan militer (keperluan pelatihan dan
pembelian senjata api laras panjang) dengan cara mempercayakan Rizky sebagai
anggota yang juga berfungsi sebagai hacker. Untuk mempermudah taktik yang
dilakukan, Rizky menciptakan strategi asimetris dengan melibatkan perempuan
melalui rekannya, Cahya Fitrianta.
Aliran uang hasil peretasan diharapkan sulit dideteksi sehingga Cahya
melakukan pencucian uang tersebut dengan cara menampungnya di rekening milik
istrinya, Nurul. Jadi dalam kasus tersebut, perempuan yang terlibat adalah istri
pelaku kasus pencucian dana untuk kepentingan pendanaan terorisme. Bentuk
keterlibatannya yaitu mengakomodasi dengan cara menerima uang hasil peretasan
untuk nantinya disalurkan ke pelatihan militer kelompok teroris, JAT Poso.
Kasus Nurul Azmi memberikan bukti bahwa keterlibatan perempuan tidak
dapat terlepas dari adanya hubungan suami-istri dalam suatu kasus terorisme. Hal
yang sama juga ditunjukkan dalam kasus Munfiatun. Kasus tersebut menunjukkan
bahwa perempuan yang terlibat merupakan istri pelaku teror. Bentuk keterlibatannya
adalah memberikan tempat perlindungan dan menyembunyikan identitas asli
suaminya. Keterlibatan ini membuktikan dukungan secara tidak langsung dilakukan
oleh seorang perempuan yang memiliki ikatan suami-istri dengan pelaku teror.
Hal ini juga yang dimanfaati dalam kasus Putri Munawaroh. Perempuan
dianggap dapat menentukan masa depan suatu kelompok atau jaringan terorisme.
Oleh karena itu, perempuan yang ditarik dalam membangun ikatan suami-istri
bersama target atau anggota ekstrimis dijadikan jembatan bagi eratnya hubungan
antara anggota kelompok yang satu dengan yang lain di wilayah tertentu.
Sementara itu, sebagai istri dari pelaku teror, UD, UM, UF memiliki kesadaran
untuk saling berbagi rasa. Kesamaan nasib sebagai janda dan kondisi hidup mereka
46Rod Thornton. 2007. Asymmetric Warfare. USA: Polity Press. Hal. 27 - 33

memaksa untuk tidak jauh dari suami mereka yang merupakan pelaku teror (jaringan
MIT). Tujuan dasarnya yaitu untuk melayani suami mereka, sehingga mereka tidak
memiliki keterlibatan secara langsung dalam aksi terorisme yang dilakukan oleh
suami-suami mereka. Kemudian, perempuan yang terlibat tidak hanya dibantu
dengan adanya hubungan suami-istri, tetapi juga adanya kesempatan yang
membuat perempuan tersebut pada akhirnya dapat terlibat dengan sendirinya tanpa
kesadaran ataupun keinginan langsung. Dalam kasus Hasan dan Rosmawati,
perempuan menjadi perantara tidak langsung dalam melakukan tindakan yang dinilai
aktivitas pendanaan terorisme.
Pada kasus di Indonesia, perempuan terlihat seakan terlibat dalam aktivitas
terorisme yang dilakukan oleh beberapa jaringan terorisme. Jaringan terorisme di
Indonesia sendiri bergerak di ranah publik dan privat. Walaupun kegiatan terorisme
bersifat maskulin, ada aktivitas menyangkut aksi terorisme yang pada hakikatnya
bersifat feminin karena bergerak di ranah privat. Dalam pelaksanaannya, aktivitas
menyangkut teroris seperti ini dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan.
Pada kasus Putri, Putri terlibat sebagai pendukung aktif yang bersedia
dinikahkan oleh Ridwan melalui Adung. Feminitas ditunjukkan oleh sikap putri yang
menerima. Hal ini dapat dijelaskan melalui konsep hubungan kekuatan pada gender
yang membuat perempuan selalu dianggap berada di bawah kekuatan atau menjadi
sub-ordinat. Kekuatan maskulin tidak menindas atau memaksa Putri untuk terlibat
dalam membangun kekuatan dan menjadikannya sebagai jembatan bagi kelompokkelompok teror, karena terdapat internalisasi dirinya terhadap nilai agama dan
kebutuhannya untuk masuk ke sistem sosial milik suami yang akan dinikahkan
kepadanya. Dengan begitu, sistem yang maskulin menempatkan Putri masih di
ruang privat walaupun secara tidak langsung ditarik untuk tujuan melancarkan dan
memelihara kekuatan kelompok-kelompok teror. Dalam hal ini, peran seorang
perempuan disalahgunakan. Pernikahan dianggap melancarkan tujuan hakiki
terorisme dalam membentuk kelompok-kelompok baru. Bahkan menjadi unsur
utama yang dapat mendukung relasi kuasa laki-laki terhadap perempuan melalui
hubungan antara suami-istri. Pada kasus Munfiatun ditunjukkan peran tidak
langsung perempuan. Noordin M. Top, sebagai suami Munfiatun pernah dengan
sengaja melakukan persembunyian di beberapa daerah. Ia menikahi beberapa
perempuan di tempat yang berbeda untuk menyembunyikan identitas dan untuk

perlindungan diri. Munfiatun sadar bahwa Ia merupakan Istri yang seharusnya
membantu suami.
Kasus Munfiatun juga sama dengan kasus Nurul Azmi. Nurul terlibat dalam
kasus pendanaan terorisme dengan suaminya. Hal yang dilakukan adalah
kerjasama. Dengan motivasinya sebagai istri, Nurul ikut berkontribusi dalam
melancarkan niat suaminya untuk menampung dana. Di sini kembali ditemukan
bahwa peran perempuan terdekat memiliki makna dan dimaknai oleh laki-laki
sebagai pihak yang dapat didominasi sehingga pendekatan dengan cara feminin pun
(seperti kerjasama) diterapkan agar terorisme dapat terus berjalan.
Dari dua kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa perempuan bergerak di
ranah privat dengan menonjolkan sisi femininnya sebagai perempuan (istri). Namun,
feminitas perannya sebagai istri termanfaatkan. Pada kasus Munfiatun, feminitasnya
yang termanfaatkan itu secara tidak langsung membuatnya menggunakan
kemaskulinannya untuk melindungi suami (laki-laki). Sementara itu, Nurul tetap
bergerak di ranah privat dan menggunakan cara feminin untuk terlibat berkerjasama
dengan suaminya. Dari kedua keterlibatan ini, perempuan merupakan objek dengan
peran femininnya yang disalahgunakan oleh suami untuk bisa melaksanakan
aktivitas yang menyangkut terorisme, di ruang privat.
Dalam kasus Ratna Nirmala digambarkan bahwa sebagai perempuan Ratna
tidak menghiraukan peran perempuan sebagai istri. Ia melaksanakan rencananya
sebagai individu yang memiliki pilihan. Menurut feminis liberal, perempuan
berangkat dari gagasan emansipasi dan kebebasan di ruang publik. Terkait dengan
komunikasi yang dilakukannya melalui facebook, Ia sebagai perempuan telah masuk
ke sistem yang maskulin dan mengalahkan dominasi laki-laki dalam menyebarkan
propaganda dan mempengaruhi masyarakat. Namun, cara yang dilakukannya
adalah

cara

feminin

karena

menggunakan

media

untuk

menyampaikan

pemahamannya. Untuk memperkuat pemahaman dan proses internalisasi diri.
Simpulan
Perempuan di Indonesia menjadi subjek sekaligus objek yang terlibat dalam
aksi terorisme. Sebagai objek, mereka terlibat karena peran keperempuanan mereka
yang termanfaatkan (tereksploitasi) dan didukung oleh adanya hubungan suami istri.
Peran mereka disalahgunakan untuk mendukung dan melancarkan aksi terorisme

yang dilakukan oleh suaminya atau jaringan terorisme tertentu yang memiliki
keterkaitan dengan suami mereka sebagai pendukung atau pelaku teror.
Keterlibatan mereka sebagai objek masih sebatas pendukung aktif dan pasif.
Sementara, internalisasi nilai-nilai agama memberikan kesempatan bagi
perempuan untuk menjadi subjek yang terlibat dalam aksi terorisme. Sebagai
subjek, perempuan di Indonesia dapat menjadi kader bagi jaringan terorisme global
yang mendukung internalisasi atau pemahamannya tersebut. Menurut perspektif
gender, peran sosial perempuan dikaitkan dengan sifat feminitas perempuan dan
cakupan ruang gerak mereka yang bergerak dalam aktivitas yang feminin (privat).
Peran sosial perempuan yang bergeser di Indonesia dibuktikan dengan adanya
peran-peran istri pelaku teror yang dimanfaatkan untuk bisa ditarik dan bergerak
dalam aktivitas yang maskulin seperti terorisme ataupun aktivitas yang menyangkut
terorisme.