Gambaran Status Gizi pada Siswa SD

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi yang baik merupakan landasan kesehatan yang dapat mempengaruhi
kekebalan tubuh, kerentanan terhadap penyakit, serta pertumbuhan dan
perkembangan fisik dan mental. Gizi yang baik akan menurunkan kesakitan,
kecacatan dan kematian sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Upaya pengembangan dan perbaikan gizi masyarakat sesuai dengan
target Rencana Pembangunan Jangka Menengah bertujuan meningkatkan
mutu gizi perseorangan dan masyarakat, melalui perbaikan pola konsumsi
makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu
pelayanan gizi kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi (Depkes
2014).
Masalah gizi terjadi disetiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam
kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun
pertama kehidupan merupakan masa penting, karena pada masa ini terjadi
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang
terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun
kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Mercedes, et al 2011).
Salah satu masalah gizi yang masih tetap terjadi hingga saat ini yaitu
malnutrisi. Definisi malnutrisi menurut WHO merupakan kondisi medis yang

disebabkan oleh asupan atau pemberian nutrisi yang tidak benar maupun yang
tidak mencukupi. Malnutrisi lebih sering dihubungan dengan asupan nutrisi
yang kurang atau sering disebut undernutrition (gizi kurang) yang bisa
disebabkan oleh penyerapan yang buruk atau kehilangan nutrisi yang
berlebihan. Namun istilah malnutrisi juga mencakup overnutrition (gizi lebih).
(Blossner, 2005).
Secara global malnutrisi masih menjadi masalah kesehatan utama di
seluruh dunia. Pada tahun 2014 terdapat 2-3 juta orang mengalami malnutrisi
disetiap negara, walaupun malnutrisi tidak secara langsung menyebabkan
kematian pada anak, namun malnutrisi dihubungkan dengan penyebab dari

1

54% kematian pada anak-anak di Negara berkembang pada tahun 2001.
Prevalensi gizi kurang di dunia pada anak dengan usia 5-12 tahun dari tahun
2010-2012 masih terbilang tinggi yaitu 15%, namun sudah mengalami
penurunan dari 25%. Prevalensi malnutrisi tidak hanya meningkat di Negara
maju tetapi juga di Negara berkembang. Selain gizi kurang, diperkirakan 44
juta (6,7%) anak usia 5-12 tahun mengalami gizi lebih dan jumlah ini terus
meningkat tiap tahunnya. Anak gizi lebih didefinisikan dengan nilai berat

badan untuk tinggi badan melebihi dua standar deviasi atau lebih dari nilai
median standar pertumbuhan anak menurut WHO (WHO 2012).
Global National Report 2014, menyebutkan bahwa Indonesia sendiri
memiliki angka gizi kurang maupun gizi lebih yang tinggi. Walaupun sudah
terjadi penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada anak usia 5-12
tahun dari tahun 2010 (47,8%) menjadi 41,9% pada tahun 2013, namun diikuti
dengan peningkatan prevalensi gizi lebih pada tahun 2010 (9,2%) menjadi
18,8% tahun 2013 (Riskesdas 2013).
Berdasarkan data Riskesdas Provinsi Bali tahun 2013 status gizi anak usia
5-12 tahun di provinsi Bali cenderung lebih baik, dengan prevalensi gizi
kurang sebesar 5,7%, gizi buruk 2,3% dan gizi lebih 8%. Berdasarkan tinggi
badan dibandingkan dengan umur (TB/U) sebesar 15,3% anak usia 5-12 tahun
masih tergolong pendek dan 5,7% sangat pendek. Sedangkan berdasarkan
berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB), sekitar 2,3% anak tergolong
sangat kurus, 5,7% kurus, dan yang tergolong gemuk sebesar 20,3%.
Prevalensi status gizi di Kabupaten Jembrana berdasarkan IMT/U umur 512 tahun yang termasuk kelompok gizi kurang sebesar 6,4%, gizi baik sebesar
75,1%, gizi lebih 8,7% dan obesitas sebesar 7,3%. Untuk prevalensi TB/U
umur 5-12 tahun di kota Jembrana, yaitu : 7,3% yang termasuk kelompok
sangat pendek, 13,2% termasuk kelompok pendek dan 79,5% termasuk
kelompok tinggi badan yang normal diusianya.


Meskipun dari data

didapatkan kejadian gizi buruk dan gizi kurang di provinsi Bali

dan

Kabupaten Jembrana khususnya tergolong rendah, namun kasus gizi lebih
masih menjadi permasalahan karena terus mengalami peningkatan dan perlu
mendapat perhatian khusus (Riskesdas Provinsi Bali, 2013).

2

Berdasarkan laporan bagian program gizi anak sekolah dasar terhadap
status gizi siswa kelas 1 SD Negeri di wilayah kerja Puskesmas I Negara
tahun 2014, terdapat 15,3% siswa terindikasi malnutrisi yang meliputi gizi
buruk, gizi kurang dan gizi lebih. Indikator penilaian adalah berdasarkan
standar indeks masa tubuh menurut umur berdasarkan standar antropometri
penilaian status gizi anak oleh Kemenkes RI 2010 (Data Puskesmas I Negara,
2014). Adapun upaya yang dilakukan Puskesmas I Negara selama ini

diantaranya dengan cara meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat tentang masalah gizi kurang melalui program gizi dan promosi
kesehatan. Penjaringan tersangka anak malnutrisi di lakukan di puskesmas
namun penyuluhan aktif secara lintas program oleh petugas kesehatan hanya
dilakukan di Posyandu yang sasarannya hanya ibu hamil dan balita. (Data
Puskesmas I Negara, 2014). Sangat penting jika permasalahan gizi pada anak
SD diketahui secara dini, sehingga dapat ditanggulangi dengan intervensi
yang tepat dengan tujuan hasil yang optimal, dari segi mengembalikan status
gizi, perubahan pola pikir anak dan orang tua untuk lebih peduli terhadap gizi
keluarga.
Dalam teori ditemukan sarapan pagi merupakan hal yang penting
namun sering terlewatkan oleh beberapa orang, dimana dalam sebuah studi
disebutkan bahwa kebiasaan sarapan dapat menentukan status gizi dan
kemampuan

beraktivitas

seseorang,

terutama


pada

anak-anak

akan

berpengaruh terhadap daya tangkap pelajaran di sekolah yang akan terlihat
dalam prestasi akademik. (Rampersaud, 2005). Sedangkan berat badan lahir
dan usia kelahiran juga dapat mempengaruhi status nutrisi yang terjadi karena
adanya pengaruh terhadap asupan kalori, protein, dan zat gizi esensial lainnya
(Depkes RI, 2005).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas memberikan dasar
bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
Bagaimanakah gambaran status gizi pada anak usia sekolah di wilayah kerja
Puskesmas I Negara, Kabupaten Jembrana ?

3


1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui
gambaran status gizi pada anak siswa SD di wilayah kerja Puskesmas I
Negara, Kabupaten Jembrana.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik anak usia sekolah dasar
yang meliputi usia dan jenis kelamin anak di wilayah kerja Puskesmas
I Negara Kabupaten Jembrana.
2. Untuk mengetahui gambaran asupan nutrisi siswa di wilayah kerja
Puskesmas I Negara Kabupaten Jembrana.
3. Untuk mengetahui gambaran kebiasaan sarapan siswa di wilayah kerja
Puskesmas I Negara Kabupaten Jembrana.
4. Untuk mengetahui gambaran status gizi berdasarkan asupan nutrisi
siswa di wilayah kerja Puskesmas I Negara Kabupaten Jembrana.
5. Untuk mengetahui gambaran status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan
siswa di wilayah kerja Puskesmas I Negara Kabupaten Jembrana.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari kegiatan maupun hasil

penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dapat digunakan sebagai dasar untuk acuan/sumber data bagi penelitian
lebih lanjut mengenai status gizi di cakupan wilayah kerja Puskesmas I
Negara pada khususnya dan Kabupaten Jembrana pada umumnya.

1.4.2 Manfaat untuk Program
Dapat digunakan sebagai dasar untuk acuan pembuatan program
kesehatan masyarakat berupa penyuluhan tentang status gizi anak di
wilayah kerja Puskesmas I Negara.
1.4.3 Manfaat untuk Masyarakat
Dengan adanya penelitian ini diharapkan sebagai deteksi dini untuk
mengetahui masalah gizi.

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Status Gizi
Gizi merupakan suatu istilah yang merujuk kepada suatu proses dari

organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan,
penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pembuangan yang

5

dipergunakan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan fungsi organ tubuh dan
produksi (Linder, 2006)
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan energi. Keseimbangan
tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi
badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai.
Jika keseimbangan tersebut terganggu, misalnya pengeluaran energi lebih
banyak dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi dan
jika berlangsung lama akan timbul masalah yang disebut dengan gizi kurang.
Status gizi optimal adalah suatu keadaan dimana terdapat keseimbangan
antara asupan dengan kebutuhan zat gizi yang digunakan untuk aktivitas
sehari-hari (Soekirman, 2000). Status gizi lebih terjadi apabila asupan zat gizi
diperoleh dalam jumlah berlebih, sedangkan status gizi kurang terjadi apabila
tubuh mengalami kekurangan zat-zat gizi. Status gizi seseorang dipengaruhi
oleh konsumsi makan yang bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang

dibeli, pemasukan, disitribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara
perseorangan (Coitinho, 2000)
Prevalensi gizi kurang di dunia pada anak dengan usia 5-12 tahun dari
tahun 2010-2012 masih terbilang tinggi yaitu 15%, namun sudah mengalami
penurunan dari 25%. Begitu juga, masalah gizi lebih akan timbul apabila
asupan zat gizi lebih banyak dibandingkan pengeluaran energi. Diperkirakan
44 juta (6,7%) anak usia 5-12 tahun mengalami gizi lebih dan jumlah ini terus
meningkat tiap tahunnya. (WHO 2012)

2.2. Indeks Antropometri
Antropometri adalah uji untuk mengetahui komposisi tubuh seorang dan
bentuknya. Pada anak-anak antropometri dilakukan untuk mengetahui
bagaimana kondisi pertumbuhan dan gizi anak tersebut. Pengukuran
antropometri sebaiknya dilakukan secara berkala dengan jarak yang teratur
dan disertai dengan pemeriksaan fisik. Pengukuran yang biasa dilakukan
adalah mengukur berat badan (BB), panjang badan (PB) atau tinggi badan

6

(TB), lingkar lengan atas (LILA), lingkar kepala (LK), lingkar dada (LD), dan

lapisan lemak bawah kulit.
Dalam penelitian ini pengukuran antopometri hanya menggunakan berat
badan dan tinggi badan. Untuk penilaian dari hasil antopometri diperlukan
data tambahan mengenai umur pasti, jenis kelamin, dan data acuan standar.
Dari data tersebut pengukuran dinilai dengan berat badan sesuai umur (BB/U),
dan tinggi badan sesuai umur (TB/U), dan indeks masa tubuh sesuai umur
(IMT/U) yang dimana hasilnya mengacu pada standar yang telah ditetapkan.
(PPM BMD)
2.2.1. Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah pengukuran yang paling sederhana, cepat, mudah
diukur serta diulang. BB merupakan skala pengukuran yang terpenting
dan tersering digunakan untuk skala pengukuran gizi dan tumbuh
kembang anak saat pemeriksaan. BB merupakan pengukuran yang
penting karena BB sangat sensitif terhadap perubahan yang sedikit
seperti pola makan, riwayat sakit, dan dari sisi pelaksanaan
pengukuran

BB

membutuhkan


alat

berupa

timbangan

saja,

pelaksanaan pengukuran mudah, murah, dan singkat. Pengukuran BB
memiliki beberapa kekurangan seperti tidak sensitif terhadap proporsi
tubuh seperti pendek gemuk atau tinggi kurus dan terdapat beberapa
kondisi penyakit yang dapat mempengaruhi pengukuran seperti
bengkak (edema), pembesaran organ (organomegali), hydrocephalus,
dan sebagainya. Penggunaan berat badan untuk menilai status gizi
menggambarkan kondisi saat ini (dekat dengan waktu pengukuran).
Keadaan kurang gizi yang diukur dengan berat badan bersifat akut.
Mengingat berat badan adalah parameter antropometri yang sangat
sensitif dengan perubahan, maka indeks BB/U lebih menggambarkan
status gizi seseorang saat ini (current national status). Indeks BB/U
yang

rendah

mengindikasikan

suatu

keadaan

yang

disebut

underweight.

7

2.2.2. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Selain pengukuran BB, pengukuran tinggi badan (TB) juga merupakan
pengukuran yang penting, sederhana dan mudah untuk dilakukan,
selain itu pengukuran TB juga cepat dan alat pengukuran
menggukanan microtoise atau meteran yang dapat dibuat sendiri. Hasil
pengukuran

TB

menggambarkan

proses

pertumbuhan

yang

berlangsung dalam proses lama (kronis), yang jika diukur berdasarkan
umur (TB/U) berguna untuk mendeteksi gangguan pertumbuhan fisik
di masa lampau. Proses pertumbuhan tinggi badan yang berlangsung
lama merupakan salah satu kekurangan dari pengukuran TB, dan
pengukuran TB secara tepat sukar untuk dilakukan (Thok, 2013).
2.2.3. Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
Indikator ini diperoleh dengan membandingkan antar IMT dengan
umur yang hasilnya cenderung menunjukkan hasil yang sama dengan
BB/TB. IMT adalah pengukuran yang digunakan sebagai indikator
untuk menilai kegemukan anak. IMT tidak mengukur lemak tubuh
secara

langsung

namun

dapat

digunakan

sebagai

alternatif

pengukuran lemak tubuh secara langsung. Pengukuran IMT adalah
pengukuran yang murah dan mudah untuk dilakukan. Pada anak-anak
IMT digunakan untuk menilai masalah berat badan pada anak berusia
mulai 2 tahun, dimana hasil pengukurannya berdasarkan IMT
berdasarkan umur. IMT dapat menskrining anak dengan obesitas,
berat badan lebih, berat badan sehat, dan berat badan kurang.
(CDC.gov, 2014)
2.3. Penilaian Status Gizi berdasarkan Antropometris
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu
populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih.
Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu penilaian status gizi secara
langsung (antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik) dan penilaian status gizi

8

secara tidak langsung (survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor
ekologi).
Pada prinsipnya, cara pemaparan indikator status gizi berdasarkan
antropometris dapat menggunakan tiga cara, yaitu presentase, persentil dan zscore, atau simpangan baku terhadap nilai median acuan. Dimana untuk
penggunaan presentase, mengacu pada presentase berat badan ideal berdasarkan
Waterlow menggunakan berat badan aktual dan berat badan ideal anak. Untuk
penggunaan persentil dan z-score, menggunakan tabel pengukuran yang
disesuaikan dengan kelompok umur.
Mengacu pada Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) tahun 2013, untuk anak
umur 5-18 tahun penilaian status gizi dapat ditentukan berdasarkan nilai Z-score
menggunakan kurva pengukuran WHO. Terdapat tiga poin penilaian yang dapat
dilakukan yaitu pengukuran berat badan dibandingkan dengan umur (BB/U),
tinggi badan dibandingkan dengan umur (TB/U) dan indeks massa tubuh
dibandingkan dengan umur (IMT/U). Dimana untuk klasifikasi indikator dari
masing-masing poin penilaian dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Interpretasi Indikator Poin Penilaian berdasarkan z-score
Sumber: Riskesdas 2013
Indeks
Antropometri
TB /U

BB/U

Nilai Z-score
Z-score < -3
Z-score  -3 s/d 2 s/d 3

Gizi Lebih

Z-score > 3
Z-score < -3
Z-score  -3 s/d 1 s/d  2

Gemuk

Z-score > 2

Obesitas

10

Gambar 2.1 Kurva Pengukuran BB/U untuk Jenis Kelamin Laki-laki
Sumber : WHO 2007, Growth Reference

Gambar 2.2 Kurva Pengukuran BB/U untuk Jenis Kelamin Perempuan
Sumber : WHO 2007, Growth Reference

11

Gambar 2.3 Kurva Pengukuran TB/U untuk Jenis Kelamin Laki-laki
Sumber : WHO 2007, Growth Reference

12

Gambar 2.4 Kurva Pengukuran TB/U untuk Jenis Kelamin Perempuan
Sumber : WHO 2007, Growth Reference

13

Gambar 2.5 Kurva Pengukuran IMT/U untuk Jenis Kelamin Laki-laki
Sumber : WHO 2007, Growth Reference

Gambar 2.6 Kurva Pengukuran IMT/U untuk Jenis Kelamin Perempuan
Sumber : WHO 2007, Growth Reference

2.4 Kebutuhan Makanan dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada Anak
Usia Sekolah Dasar

14

Awal usia 7 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian anakanak mulai masuk ke dalam dunia baru, dimana dia mulai banyak
berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya, dan dia berkenalan
dengan suasana dan lingkungan baru dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja
banyak mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pengalaman-pengalaman
baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut terlambat tiba di sekolah,
menyebabkan anak-anak ini sering menyimpang dari kebiasaan waktu makan
yang sudah diberikan kepada mereka.( Moehji, 2003).
Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kursus, mengerjakan
pekerjaan rumah (PR) dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya,
membuat stamina anak cepat menurun kalau tidak ditunjang dengan intake
pangan dan gizi yang cukup dan berkualitas. Agar stamina anak usia sekolah
tetap fit selama mengikuti kegiatan di sekolah maupun kegiatan ekstra
kurikuler, maka saran utama dari segi gizi adalah jangan meninggalkan
sarapan pagi. Ada berbagai alasan yang seringkali menyebabkan anak-anak
tidak sarapan pagi. Ada yang merasa waktu sangat terbatas karena jarak
sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak ada selera untuk
sarapan pagi (Sulasminingsih, 2006).
Pentingnya mengkonsumsi makanan selingan selama di sekolah adalah
agar kadar gula tetap terkontrol baik, sehingga konsentrasi terhadap pelajaran
dan aktivitas lainnya dapat tetap dilaksanakan. Kandungan zat gizi makanan
selingan ditinjau dari besarnya kandungan energi dan protein sebesar 300
kkal dan 5 gram protein. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif
lebih besar daripada golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan relatif
cepat, terutama penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-12 tahun,
Kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan (FK UI,
2009).
Penentuan

kebutuhan

zat

gizi

secara

umum

didasarkan

pada

Recommended Dietary Allowances (RDA) atau Angka Kecukupan Gizi
(AKG) (Arisman, 2004). AKG adalah banyaknya zat-zat minimal yang
dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi yang adekuat. AKG
yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing

15

kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, kondisi khusus
(hamil dan menyusui) dan aktivitas fisik (Almatsier, 2009). Angka kecukupan
zat gizi individu dapat diperoleh dari perbandingan antara asupan zat gizi
dengan standar angka kecukupan gizi seseorang. Angka kecukupan gizi
berguna sebagai nilai rujukan (reference values) yang digunakan untuk
perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan asupan gizi bagi orang
sehat, agar tercegah dari defisiensi ataupun kelebihan asupan zat gizi
(Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004). AKG perhari yang
dianjurkan oleh kementrian kesehatan tahun 2013, untuk anak usia 7-9 tahun
adalah sebesar 1850 kkal. Dimana minimal kebutuhan gizi perhari yang
ditetapkan yaitu sebesar 70% dari kebutuhan gizi perhari menurut usia.
Kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis
kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis, kegiatan, efek termik, iklim dan
adaptasi. Untuk kecukupan protein dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jenis
kelamin, ukuran tubuh, status fisiologi, kualitas protein, tingkat konsumsi
energi dan adaptasi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004). Hasil Riskesdas
2010 menunjukan 40,6% penduduk mengkonsumsi makanan di bawah
kebutuhan minimal (kurang dari 70% dari Angka Kecukupan Gizi/AKG)
yang dianjurkan. Berdasarkan kelompok umur dijumpai 24,4% pada balita,
dan 41,2% pada anak usia sekolah (Riskesdas, 2010).
2.5 Kebiasaan Sarapan dan Status Gizi
Sarapan memiliki peranan yang sangat penting dalam menciptakan
keseimbangan gizi pada siswa sekolah dasar. Banyak penelitian yang telah
membuktikan bahwa sarapan dapat meningkatkan status gizi siswa,
menjadikan siswa lebih perhatian pada pelajaran, dan mudah mengingat dan
mengerti apa yang sudah diajarkan. Selain itu, siswa menjadi lebih disiplin
dan tidak emosional. Angka kesakitan siswa juga rendah pada siswa yang
biasa sarapan. Sarapan pagi bermanfaat untuk konsentrasi belajar, mekanisme
sarapan pagi yaitu selama proses pencernaan, karbohidrat di dalam tubuh
dipecah menjadi molekul-molekul gula sederhana yang lebih kecil, seperti
fruktosa, galaktosa dan glukosa. Glukosa ini merupakan bahan bakar otak

16

sehingga dapat membantu dalam mempertahankan konsentrasi, meningkatkan
kewaspadaan, dan memberi kekuatan untuk otak (Parreta, 2009).
Sarapan yang dianjurkan adalah mengkonsumsi makanan yang
mengandung gizi seimbang dan memenuhi 20%-25% dari kebutuhan energi
total dalam sehari yang dilakukan pada pagi hari sebelum kegiatan belajar di
sekolah (Khomsan, 2003). Membiasakan sarapan sangat dianjurkan karena
dapat menambahkan kebutuhan zat gizi sehari-hari. Frekuensi sarapan pagi
dengan prestasi belajar memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan
nilai (p :0,03), hal ini sesuai dengan penelitian Subiono dan Zaeni (2011)
bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan sarapan pagi dengan
prestasi belajar (Faizah, 2012). Hal ini sejalan dengan teori Khomsan (2003)
yang menyatakan bahwa aktivitas makan pagi secara langsung dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa, hal ini dikarenakan ada dua manfaat
dari sarapan pagi. Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang
siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula dalam darah, dengan kadar
gula darah yang normal gairah dan konsentrasi kerja akan lebih baik sehingga
berdampak pada prestasi belajar. Kedua, sarapan pagi memberikan kontribusi
penting akan zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, lemak,
vitamin dan mineral.
Apabila anak-anak berangkat ke sekolah tanpa sarapan mereka akan
mengalami kekurangan cadangan sumber tenaga yang dapat mempengaruhi
fungsi kognitif siswa. Otak tidak mendapat bahan bakar yang cukup untuk
memberikan perhatian, konsentrasi, belajar serta menjadikan emosi siswa
lebih labil. Hal ini disebabkan oleh karena tubuh memiliki prioritas dimana
saat energi yang tersedia hanya sedikit maka energi difokuskan untuk
menjalankan fungsi organ-organ tubuh yang penting. Jika ada sisa energi,
maka energi tersebut digunakan untuk pertumbuhan dan yang terakhir
digunakan untuk proses belajar dan aktifitas sosial. Sebagai dampaknya,
siswa yang tidak sarapan menjadi apatis dan mengalami kegagalan fungsi
kognitif. Beberapa penelitian mendapatkan bukti-bukti bahwa tidak sarapan
berkaitan dengan terjadinya angka kesakitan siswa terutama yang disebabkan

17

karena infeksi sehingga siswa sering absen dan ketinggalan pelajaran di
sekolah (Brown et al, 2008).
Khapipah (2000) melaporkan bahwa sebagian besar siswa yang makan
pagi mempunyai status gizi normal (86,7%), sebagian siswa yang hanya
makan pagi saja (84,2%) juga mempunyai status gizi normal, hal ini
disebabkan karena sebagian siswa sudah mengetahui tentang pentingnya
sarapan pagi dengan melakukan sarapan pagi maka status gizi siswa normal
dan konsentrasi dalam menangkap pelajaran di sekolah menjadi mudah.
Siswa yang biasa sarapan memiliki status gizi yang lebih baik dari siswa yang
tidak biasa sarapan, sedangkan pada kelompok siswa yang tidak biasa sarapan
kasus gizi terlihat lebih tinggi (Hapsari dkk, 2011). Penelitian Hapsari dkk
juga terlihat bahwa kasus gizi kurang lebih banyak pada kelompok siswa
yang tidak biasa sarapan. Rampersaud dkk serta Florence dkk menyebutkan
kualitas diet, tidak terkecuali kualitas sarapan, merupakan faktor penentu
status gizi siswa, sehingga meskipun sudah sarapan akan tetapi kualitas
sarapannya tidak baik maka siswa juga tidak akan mendapatkan energi dan
mikronutrien yang dibutuhkan. Dengan demikian informasi mengenai
kebiasaan sarapan harus diperkuat dengan informasi mengenai jenis makanan
yang dikonsumsi saat sarapan dan gambarannya terhadap status gizi siswa.
2.6 Faktor-faktor Penentu Status Gizi
Ada beberapa hal yang dapat menentukan status gizi individu :
2.5.1 Penyebab langsung
Terdapat dua faktor langsung yang mempengaruhi status gizi individu,
yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi dimana keduanya saling
mendorong (berpengaruh).
a. Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan yang
memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat
makanan beragam, bergizi seimbang, dan aman. Pada tingkat makro,
konsumsi

makanan

individu

dan

keluarga

dipengaruhi

oleh

ketersediaan pangan yang ditunjukkan oleh tingkat produksi dan
distribusi pangan. Ketersediaan pangan beragam sepanjang waktu

18

dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau oleh semua rumah
tangga sangat menentukan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga
dan tingkat konsumsi makanan keluarga.
b. Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang
berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit menular dan buruknya
kesehatan lingkungan. Untuk itu, imunisasi wajib yang lengkap sangat
diperlukan agar pada masa balita yang penting untuk pertumbuhan
anak.
2.5.2

Penyebab tidak langsung

Penyebab tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi individu
yaitu:
a. Faktor ekonomi. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang
cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
b. Pola pengasuhan anak. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan
dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak
agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.
c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan. Sistem pelayanan kesehatan
yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana
pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan.
Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan dan keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat
pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, makin baik tingkat
ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan
makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
2.7 Metode Food Recall 24 jam
Prinsip dari metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.
Dalam metode ini responden menceritakan semua yang dimakan dan

19

diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Recall 24 jam sebaiknya
dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Menurut Sanjur
yang dikutip oleh Supariasa, dkk (2001). Langkah-langkah pelaksanaan recall
24 jam adalah sebagai berikut :
1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua
makanan atau minuman yang dikonsumsi sampel dalam ukuran
rumah tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu, kemudian
petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram).
2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan
Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
(DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.
(Supariasa, 2007).
Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut:
1. Mudah melaksanakannya serta tidak membebani sampel. Biaya relatif
murah karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang
luas.
2. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak sampel.
3. Dapat digunakan untuk sampel yang buta huruf.
4. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi
individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.
Kekurangan metode recall 24 jam antara lain:
1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya
dilakukan recall satu hari.
2. Ketepatan sangat tergantung pada daya ingat sampel.

BAB III

20

KERANGKA BERPIKIR
Asupan Nutrisi dan kebutuhan kalori dapat menentukan status gizi seseorang. Jika
terjadi ketidakseimbangan antara asupan nutrisi dan kebutuhan seseorang maka
akan terjadi masalah status gizi. Berdasarkan hal tersebut peneliti akan mencari
gambaran status gizi pada siswa sekolah dasar dengan melakukan pengukuran
berat dan tinggi badan. Peneliti juga mencari asupan nutrisi pada siswa sekolah
dasar dengan menggunakan 24 hours food recall dan kebiasaan sarapan siswa.

Kebutuhan

Asupan Nutrisi

- Food recall
- Kebiasaan
sarapan
FFQ

Status Gizi:
- BB/U
- TB/U
- IMT/U

- Jenis Kelamin
- Usia
Aktivitas fisik

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian

Diteliti
Tidak Diteliti

BAB IV

21

METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan desain
cross-sectional. Studi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran status gizi
pada anak usia sekolah.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 3 Banyubiru, Kecamatan Negara,
Kabupaten Jembrana, pada tanggal 3 Desember dan 4 Desember 2015.
4.3 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak SD di wilayah kerja UPT
Puskesmas I Negara Kabupaten Jembrana. Jumlah anak SD di wilayah kerja
UPT Puskesmas I Negara pada tahun ajaran 2014/2015 adalah 1.742 orang.
4.4 Sampel Penelitian
Sebagai sampel penelitian dipilih siswa kelas 1, 2, dan 3 di SD Negeri 3
Banyubiru, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana
Kriteria Inklusi :
1. Terdaftar sebagai siswa-siswi kelas 1, 2, dan 3 di SD Negeri 3 Banyubiru,
Jembrana
Kriteria Eksklusi :
1. Siswa yang tidak masuk sekolah saat pengambilan data.
Drop out
1. Siswa yang tidak bersedia untuk dilakukan pengukuran dan wawancara.
4.4.1 Besar Sampel
Besar sampel dihitung menggunakan rumus berikut :
=

n

p
d

= besar sampel
= 1,96 (α = 0,05)
= estimasi proporsi
= penyimpangan absolut (10%)
=

22

n = 46
Besar p didasarkan pada data survei awal siswa kelas I dengan malnutrisi
sebesar 15,3%.
Jumlah populasi dalam penelitian ini terbatas (kurang dari 10.000), maka
jumlah sampel yang dibuat dari perhitungan rumus diatas perlu
dikoreksi. Jumlah sampel dengan koreksi dihitung dengan rumus sebagai
berikut :

nK = besar sampel setelah dikoreksi
n
nK =

= besar sampel sebelum

dikoreksi
N = jumlah populasi

nK = 45 orang
4.4.2 Teknik Pengambilan Sampel
Sampel dari penelitian ini dipilh dari salah satu SD yang berada di
wilayah kerja Puskesmas I Negara yaitu SD Negeri 3 Banyubiru. SD ini
dipilih karena memiliki jumlah siswa terbanyak dengan karakteristik
yang beragam. Jumlah sampel minimal yang diperlukan 45 anak tapi
untuk penelitian ini diambil seluruh siswa kelas 1,2 dan 3 di SD Negeri 3
Banyubiru sebanyak 54 anak dengan mempertimbangkan adanya
kemungkinan drop out.

23

4.5 Variabel Penelitian
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah :
 Usia
 Jenis kelamin
 Berat badan
 Tinggi badan
 Status gizi
 Asupan nutrisi
 Kebiasaan sarapan
4.6 Definisi Operasional
a. Usia sampel, didapat dari hasil perhitungan tanggal lahir dengan tanggal
pengambilan data dengan satuan dalam tahun. Tahun kelahiran sesuai
dengan data sekolah. Usia dibagi menjadi 3 kelompok usia, yaitu usia 7,8
dan 9 tahun.
b. Jenis kelamin sampel, dikategorikan menjadi laki-laki dan perempuan
(sesuai dengan data sekolah)
c. Berat badan adalah ukuran berat tubuh menggunakan alat penimbang berat
badan (weight scale) dengan merek one med. Berat badan diukur dalam
satuan kilo gram (kg) dengan akurasi 0,1 kg.
d. Tinggi badan adalah ukuran jarak tubuh dari ujung kepala hingga tumit
dalam posisi berdiri tegak. Tinggi badan diukur dengan menggunakan
microtoise merek one med dalam satuan dalam sentimeter (cm) dengan
akurasi 0,1 cm.
e. Status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan
kebutuhan dan masukan nutrisi atau zat gizi. Status gizi dihitung dengan
penentuan klasifikasi status gizi untuk anak usia SD (termasuk kelompok
usia 5-18 tahun) menggunakan 3 indikator status nutrisi berdasarkan Zscore oleh WHO yaitu TB/U, BB/U dan IMT/U.
Untuk indikator tinggi badan menurut umur (TB/U), yaitu:
- Sangat Pendek < -3 SD
- Pendek -3 SD sampai dengan 3 SD.

Untuk indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U), yaitu:
- Sangat Kurus < -3 SD
- Kurus -3 SD sampai dengan 1 SD sampai dengan 2 SD
- Obesitas > 2 SD.
f. Asupan nutrisi adalah jumlah energi yang diperoleh anak dari segala
makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam satu hari yang disajikan
dalam satuan kilokalori (kkal). Data ini didapat dengan menggunakan
wawancara yang mengacu 24 hours dietary recall. Data yang didapat pada
wawancara akan dikonversi dalam satuan berat (gram) sesuai dengan
padanan makanan pada buku pedoman pelaksanaan program gizi
masyarakat, dinas kesehatan provinsi bali tahun 2008. Sedangkan jumlah
energi yang terdapat pada makanan dan minuman tersebut dikonversikan
sesuai dengan aplikasi Nutrisurvey yang didalamnya mengacu pada Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM) Dinas Kesehatan, kementrian
Kesehatan RI.
g. Kebiasaan sarapan adalah kebiasaan anak makan pagi sebelum melakukan
aktivitas minimal 5 kali dalam seminggu. Kebiasaan sarapan diperoleh
dari hasil wawancara.

4.7 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian berupa timbangan berat badan
merek one med dalam satuan kilogram (kg) dengan ketelitian 0,1 kg, untuk
mengukur tinggi badan (TB) menggunakan microtoise merek one med dalam
satuan sentimeter (cm) dengan ketelitian 0,1 cm, kuisioner 24 hours dietary
recall anak serta angket yang dibagikan kepada orang tua anak, tabel standar
antropometri penilaian status gizi anak oleh WHO 2007, padanan makanan
pada buku pedoman pelaksanaan program gizi masyarakat, dinas kesehatan
provinsi bali tahun 2008, serta aplikasi Nutrisurvey yang didalamnya mengacu

25

pada Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) Dinas Kesehatan,
kementrian Kesehatan RI.
4.8 Cara Pengumpulan Data
Data diperoleh dari pengukuran langsung untuk berat badan (BB) dan tinggi
badan (TB) terhadap semua subjek penelitian oleh pengumpul data. Data usia
dan jenis kelamin didapatkan dari daftar absen siswa milik wali kelas 1, 2 dan
3 SN Negeri 3 Banyubiru. Kuisioner yang berisi data asupan nutrisi dan
kebiasaan sarapan dibagikan kepada sampel untuk diberikan ke orangtua dan
dibawa kembali ke sekolah keesokan harinya. Apabila sampel tidak membawa
kuisioner keesokan harinya atau terdapat data yang kurang lengkap, peneliti
mendatangi

masing-masing

rumah

sampel

untuk

secara

langsung

mewawancarai orang tua.. Jika pada hari pelaksanaan penelitian sampel tidak
datang, maka sampel dinyatakan drop out.
4.9 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif kuantitatif dan disajikan dalam
bentuk tabel dan naratif.
4.4.1. Pengolahan data
a. Coding data
Masing-masing form penelitian diberikan kode tertentu untuk
mempermudah entry dan analisis data.
b. Entry data
Data dimasukkan secara komputerisasi menggunakan software
SPSS Windows versi 16.0. Struktur entry data mencakup nomor,
nama, variabel, tipe variabel, width, decimals, variable labels, value
labels, dan missing values.
c. Cleaning data
Untuk menghindari kemungkinan adanya kesalahan dalam analisis
data, data yang telah dimasukkan akan dicek kembali sehingga
kesalahan data dapat segera diperbaiki.
4.4.1.9.2. Teknik analisis data
Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis secara
deskriptif dengan menggunakan software komputer. Bentuk penyajian
data dari masing-masing variabel dilakukan dengan :

26

a. Analisis Univariat
Data dengan skala pengukuran berupa skala nominal seperti usia,
jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, status gizi, kebiasaan
sarapan, dan asupan nutrisi disajikan dalam bentuk distribusi
frekuensi berupa tabel.
b. Analisis Bivariat
Untuk data univariat pada karakteristik sampel dan status gizi
dilakukan analisis frekuensi, kemudian dilakukan tabulasi silang
antara variabel usia dan status gizi, serta jenis kelamin dan status
gizi. Data kemudian disajikan dalam model tabel agar mudah
dibaca

BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 54 orang dan dalam
pelaksanaanya pada semua responden telah dilakukan wawancara terhadap
kebiasaan sarapan dan 24 hours dietary recall.
Tabel 1 Karakteristik Responden
No.
1
2

Variabel
Jenis

Kriteria
Laki-laki

Jumlah
20

Persentase (%)
38

Kelamin
Hubungan

Perempuan
Ayah

34
20

62
38

Terhadap

Ibu

34

62

27

sampel
Total

54

100

Dalam tabel 1 di atas terlihat bahwa persebaran responden berdasarkan
jenis kelamin terbanyak yaitu pada perempuan sebesar 62% sedangkan pada
laki-laki sebesar 38%. Persebaran responden berdasarkan hubungan
responden terhadap sampel terbanyak yaitu pada ibu sebesar 62% dan ayah
sebesar 38%.
5.2 Karakteristik Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah berjumlah 54 orang dan dalam
pelaksanaanya pada semua sampel telah dilakukan pengukuran berat badan
dan tinggi badan.

Tabel 2 Karakteristik Sampel
No.
1

2

3

Variabel
Kelas

1
2
3
7 tahun

Jumlah
20
18
16
21

Usia

8 tahun

19

35

9 tahun
laki-laki
perempuan
Total

14
29
25
54

26
54
46
100

Jenis
Kelamin

Kriteria

Persentase (%)
37
33
30
39

Dalam tabel 2 di atas terlihat bahwa persebaran sampel berdasarkan
tingkatan memiliki persebaran yang homogen, persentase tertinggi dimiliki
oleh kelompok kelas 1 sebesar 37% dan pada kelompok kelas 2 sebesar 33%
serta pada kelompok kelas 3 sebesar 30%. Persebaran sampel berdasarkan
umur cukup heterogen dengan usia terbanyak yaitu 7 tahun sebesar 39%.
Persebaran sampel berdasarkan jenis kelamin menunjukkan siswa laki-laki
lebih banyak daripada siswa perempuan yaitu sebesar 54%.

28

5.3 Distribusi Frekuensi Status Nutrisi, Asupan Nutrisi dan Kebiasaan
Sarapan
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Variabel
No.

Variabel

Kriteria

Jumlah

Persentase (%)

1

Status Nutrisi TB/U

Pendek
Normal

11
43

21
79

2

Status Nutrisi BB/U

3

Status Nutrisi IMT/U

4

Asupan Nutrisi

5

Kebiasaan Sarapan

Gizi Kurang
Gizi Baik
Gizi Lebih
Obesitas
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
 70% AKG
< 70% AKG
Biasa
Tidak Biasa

16
29
7
2
13
29
7
2
29
25
20
34

30
53
13
4
24
54
13
4
54
46
37
63

Total

54

100

Tabel 3 menggambarkan distribusi frekuensi variabel-variabel yang
diteliti dalam studi ini. Pada variable status gizi terdapat tiga poin indikator,
untuk indikator TB/U dimana sampel dengan kriteria normal sebanyak 79%

29

dan pendek sebanyak 21%. Untuk indikator BB/U, sampel dengan gizi
kurang sebanyak 30%, gizi baik 53%, gizi lebih 13% dan obesitas sebanyak
4%. Selanjutnya untuk indikator IMT/U terdapat sampel dengan kriteria
kurus 24%, normal 54%, gemuk 13% dan obesitas 4%.
Angka kecukupan gizi memiliki distribusi frekuensi yang relatif setara
antara sampel yang sudah dan belum memenuhi anjuran Depkes RI.
Berdasarkan pola makanan yang dikonsumsi sampel dalam satu hari,
diketahui lebih dari setengah (54%) mengkonsumsi asupan kalori sesuai
angka kecukupan gizi (AKG) yakni ≥70%. Dan sisanya 46% sampel tidak
memenuhi angka kecukupan gizi yakni

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22