Pengetahuan legal dalam suatu perjanjian

Kamis, 30 Mei 2013

HUKUM PERJANJIAN
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan ridho-Nya sehingga
akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun terdapat
banyak kekurangan dalam makalah ini, itu merupakan fakta asli
kemampuan manusia yang pada dasarnya tidak pernah luput dari khilaf
dan salah.
Pada kesempatan kali ini, alhamdulillah makalah ini telah selesai
disusun
dengan
memanfaatkan
sumber-sumber
referensi
yang saya peroleh. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
wawasan lebih bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi kami
sebagai tim penyusun.
Bekasi, Mei 2013


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di
mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain
atau lebih.
Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena
menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak,
padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat
timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban
masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan
sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk
saling mengikatkan diri satu sama lain.
Para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai
pengertian perjanjian, Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa
perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta
kekayaan. Ahli hukum lain mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah
suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau

dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang
menimbulkan perikatan berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas
dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian
yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para
pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam
arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubunganhubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang
dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.
2. Rumusan Masalah
- Apa itu standar kontrak ?
- Apa saja macam – macam perjanjian ?
- Apa syarat sah perjanjian ?
- Kapan saat lahirnya perjanjian ?
- Kapan pembatalan dan pelaksanaan suatu perjanjian ?
BAB II
PENDAHULUAN
1. Standar Kontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris,

yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah
ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah
ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi
kuat terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang
dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan
seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk
formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak
tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan datadata informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam
klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak
mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk
menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah
satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat
sebelah.
Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika
membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun
dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks,
suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat
bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan
seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan

yang memeprburuk.
Menurut Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada
dua asas umum (general principle). Asas umum yang pertama
mengemukakan bahwa “hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh
diperjanjikan oleh para pihak: asas tersebut tidak membebaskan
berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syarat-syarat
perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Jadi ruang
lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk

menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat, dan yang kedua
bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa
untuk memasuki suatu perjnjian. Intinya adalah bahwa kebebasan
berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan
dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian.
Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka
perjanjian yang dibuat tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk
memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan dipaksa adalah
contradictio in terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya
sepakat. Yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk
memberikan pihak kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada

perjanjian yang dimaksud atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian
yang dimaksud. Dengan akibat transasksi yang diinginkan tidak dapat
dilangsungkan. Inilah yang terjadi dengan berlakunya perjanjian baku di
dunia bisnis pada saat ini.
Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa
batas. Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas. Dalam melihat
pembatasan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan pelaksanaan
kontrak baku terdapat dua pendapat yang dikemukaan oleh Treitel yaitu
terdapat dua pembatasan. Yang pertama adalah pembatasan yang
dilakukan untuk menekan penyalahgunaan yang disebabkan oleh karena
berlakunya asas kebebasan berkontrak. Misalnya diberlakukannya
exemption clauses (kalusul eksemsi) dalam perjanjian-perjanjian baku.
Yang kedua pembatasan kebebasan berkontrak karena alasan demi
kepentingan umum (public interest).
Dari keterangan diatas dapat di ketahui bahwa tidak ada kebebasan
berkontrak yang mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu
kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan
kepentingan masyarakat. Pembatasan-pembatasan terhadap asas
kebebasan berkontrak yang selama ini dikenal dan diakui oleh hukum
kontrak sebagaimana telah diterangkan diatas ternyata telah bertambah

dengan pembatasan-pembatasan baru yang sebelumnya tidak dikenal
oleh hukum perjanjian yaitu pembatasan-pembatasan yang datangnya
dari pihak pengadilan dalam rangka pelaksanaan fungsinya selaku
pembuat hukum, dari pihak pembuat peraturan perundang-undangan
(legislature) terutama dari pihak pemerintah, dan dari diperkenalkan dan
diberlakukannya perjanjian adhesi atau perjanjian baku yang timbul dari
kebutuhan bisnis.
Di Indonesia kita ketahui pula ada dijumpai tindakan negara yang
merupakan campur tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para
pihak. Sebagai contoh yang paling dikenal adalah yang menyangkut
hubungan antara buruh dan majikan/pengusaha. Tetapi tidak semua
tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasn
berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau peraturan perundanundagan yang lebih tinggi saja yang memepunyai kekuatan hukum untuk
emmbatsai bekerjanya asas kebebasan berkontrak.
Bila dikaitkan dengan peraturan yang dikeluarkan yang berkaitan
dengan kontrak baku atau perjanjian standar yang merupakan
pembolehan terhadap praktek kontrak baku, maka terdapat landasan

hukum dari berlakunya perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia, yaitu :

1. Pasal 6.5. 1.2. dan Pasal 6.5.1.3. NBW Belanda Isi ketentuan itu adalah
sebagai berikut : Bidang-bidang usaha untuk mana aturan baku
diperlukan ditentukan dengan peraturan. Aturan baku dapat ditetapkan,
diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui sebuah
panitian yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja
panitia diatur dengan Undang-undang. Penetapan, perubahan, dan
pencabutan aturan baku hanya mempunyai kekuatan, setelah ada
persetujuan raja dan keputusan raja mengenai hal itu dalam Berita
Negara. Seseorang yang menandatangani atau dengan cara lain
mengetahui isi janji baku atau menerima penunjukkan terhadap syarat
umum, terikat kepada janji itu.Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak
kreditoir mengetahui atau seharunya mengetahui pihak kreditur tidak
akan menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui isinya.
2. Pasal 2.19 sampai dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles of
International Comercial Contract). Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip
hukum yang mengatur hak dan kewajiban para pihak pada saat mereka
menerapkan prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip kebebasan
berkontrak jika tidak diatur bisa membahayakan pihak yang lemah. Pasal
2.19 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut : Apabila salah satu
pihak atau kedua belah pihak menggunakan syarat-syarat baku, maka

berlaku aturan-aturan umum tentang pembentukan kontrak dengan
tunduk pada pasal 2.20 – pasal 2.22. Syarat-syarat baku merupakan
aturan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu untuk digunakan secara
umum dan berulang-ulang oleh salah satu pihak dan secara nyata
digunakan tanpa negosiasi dengan pihak lainnya. Ketentuan ini mengatur
tentang :
- Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku.
- Pengertian kontrak baku.
3. Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut : Suatu
persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat
secara layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku
kecuali pihak tersebut secara tegas menerimanya. Untuk menentukan
apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas akan
bergantung pada isi bahasa, dan penyajiannya.
4. Pasal 2.21 berbunyi :dalam hal timbul suatu pertentangan antara
persyaratan-persyaratan standar dan tidak standar, persyaratan yang
disebut terakhir dinyatakan berlaku.
5. Pasal 2.22 Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratanpersyaratan standar dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk beberapa
persyaratan tertentu, suatu kontrak disimpulkan berdasarkan perjanjianperjanjian yang telah disepakati dan persyaratan-persyaratan standar
yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali suatu pihak

sebelumnya telah menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan
untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak
dimaksudkan untuk terikat dengan kontrak tersebut.
6. UU No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan.

7. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dengan telah
dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut diatas menunjukkan bahwa
pada intinya kontrak baku merupakan jenis kontrak yang diperbolehkan
dan dibenarkan untuk dilaksanakan oleh kedua belah pihak karena pada
dasarnya dasar hukum pelaksanaan kontrak baku dibuat untuk melindungi
pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang berlebihan dan untuk
kepentingan umum sehingga perjanjian kontrak baku berlaku dan
mengikat kedua belah pihak yang membuatnya. Macam-macam kontrak
atau perjanjian Tentang jenis-jenis kontrak KUHP tidak secara khusus
mengaturnya.
Penggolongan yang umum dikenal ialah penggolongan kedalam kontrak
timbal balik atau kontrak asas beban, dan kontrak sepihak atau kontrak
tanpa beban atau kontrak cuma-cuma. Kontrak timbal balik merupakan
perjanjian yang didalamnya masing-masing pihak menyandang status

sebagai berhak dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur
secara timbal balik, kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak
lainnya adalah sebagai debitur, begitu juga sebaliknya. Kontrak sepihak
merupakan perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi
dan memberi hak pada yang lain untuk menerima prestasi.
Contohnya perjanjian pemberian kuasa dengan cuma-cuma, perjanjian
pinjam pakai cuma-cuma, perjanjian pinjam pengganti cuma-cuma, dan
penitipan barang dengan cuma-cuma. Arti penting pembedaan tersebut
ialah : Berkaitan dengan aturan resiko, pada perjanjian sepihak resiko ada
pada para kreditur, sedangkan pada perjanjian timbal balik resiko ada
pada debitur, kecuali pada perjanjian jual beli. Berkaitan dengan
perjanjian
syarat
batal,
pada
perjanjian
timbal
balik
selalu
dipersengketakan.

Jika suatu perjanjian timbal balik saat pernyataan pailit baik oleh
debitur maupun lawan janji tidak dipenuhi seluruh atau sebagian dari
padanya maka lawan janjinya berhak mensomir BHP. Untuk jangka waktu
8 hari menyatakan apakah mereka mau mempertahankan perjanjian
tersebut. Kontrak menurut namanya dibedakan menjadi dua, yaitu
kontrak bernama atau kontrak nominat, dan kontrak tidak bernama atau
kontrak innominat. Dalam buku III KUHP tercantum bahwa kontrak
bernama adalah kontrak jual beli, tukar menukar, sewa-menyewa, hibah,
penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa,
penanggungan utang, perdamaian, dll. Sementara yang dimaksud dengan
kontrak tidak bernama adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan
berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum tercantum dalam
kitab undang-undang hukum perdata. Yang termasuk dalam kontrak ini
misalnya leasing, sewa-beli, keagenan, franchise, kontrak rahim, joint
venture, kontrak karya, production sharing.
Kontrak menurut bentuknya dibedakan menjadi kontrak lisan dan
kontrak tertulis.Kontrak lisan adalah kontrak yang dibuat secara lisan
tanpa dituangkan kedalam tulisan. Kontrak-kontrak yang terdapat dalam
buku III KUHP dapat dikatakan umumnya merupakan kontrak lisan, kecuali
yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu kontrak hibah yang harus
dilakukan dengan akta notaris. Kontrak tertulis adalah kontrak yang
dituangkan dalam tulisan.Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak sendiri

atau dibuat oleh pejabat, misalnya notaris. Didalam kontrak tertulis
kesepakatan lisan sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320 KUHP,
kemudian dituangkan dalam tulisan.
2. Macam – macam Perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator ialah sbb :
1. Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang
satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima
suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak
memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu
manfaat bagi dirinya sendiri.
2. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik Perjanjian sepihak
adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu
pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi
kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
3. Perjanjian konsensuil, formal dan, riil Perjanjian konsensuil ialah
perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah
pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian formil ialah
perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu
dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain
diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
4. Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran Perjanjian bernama
adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya
dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII
KUHPerdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian
yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian
yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
3. Syarat Sah Perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian
tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal
1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya
suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Syarat pertama merupakan
awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para
pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu
timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya
unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut
dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka
perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Pada saat penyusunan
kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau
cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH
Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu
perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang
berada dibawah pengampunan.
3. Mengenai suatu hal tertentu Secara yuridis suatu perjanjian harus
mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini
adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki

objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek
yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4. Suatu sebab yang halal Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan
kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada
bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut
syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum
yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka
perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan
keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan
isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur
sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian
tersebut sah dan dapat dijalankan.
4. Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting
bagi :
- Kesempatan penarikan kembali penawaran.
- Penentuan resiko.
- Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa.
- Menentukan tempat terjadinya perjanjian. Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338
ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud
adalah
bahwa
perjanjian/kontrak
lahir
pada
saat
terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual.
Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak
atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang
dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming),
jika ia memang menghendaki apa yang disepakati. Mariam Darus
Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan
kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihakpihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte).
Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi
(acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan
kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu
yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat
lahirnya kontrak yaitu :
- Teori Pernyataan (Uitings Theorie) Menurut teori ini, kontrak telah
ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban
penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain
menyatakan penerimaan/akseptasinya.
- Teori Pengiriman (Verzending Theori). Menurut teori ini saat pengiriman
jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat
dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
- Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie). Menurut teori ini saat lahirnya
kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak
yang menawarkan.

- Teori penerimaan (Ontvangtheorie). Menurut teori ini saat lahirnya
kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat
tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat
tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai
sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
5. Pelaksanaan dan Pembatalan Suatu Perjanjian
Pelaksanaan kontrak Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak dalam
KUHP menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian,
yaitu diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHP. Pada
umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan
kontrak adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu. Salah satu
pasal yang berhubungan langsung dengan pelaksanaannya ialah pasal
1338 ayat 3 yang berbunyi ”suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan
etiket baik.” Dari pasal tersebut terkesan bahwa untuk melaksanakan
kontrak harus mengindahkan etiket baik saja, dan asas etiket baik
terkesan hanya terletak pada fase atau berkaitan dengan pelaksanaan
kontrak, tidak ada fase-fase lainnya dalam proses pembentukan kontrak.
Asas yang mengikat dalam pelaksanaan kontrak Hal-hal yang mengikat
dalam kaitan dengan pelaksanaan kontrak ialah : Segala sesuatu yang
menurut sifat kontrak diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undangundang. Hal-hal yang menurut kebiasaan sesuatu yang diperjanjikan itu
dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang yang merupakan hukum
pelengkap. Bila suatu hal tidak diatur oleh/dalam undang-undang dan
belum juga dalam kebiasaan karena kemungkinan belum ada, tidak begitu
banyak dihadapi dalam praktek, maka harus diciptakan penyelesaiannya
menurut/dengan berpedoman pada kepatutan.
Pelaksanaan kontrak
harus sesuai dengan asas kepatutan,
pemberlakuan asas tersebut dalam suatu kontrak mengandung dua
fungsi, yaitu :
- Fungsi melarang artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan
dengan asas kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan. Contoh :
dilarang membuat kontrak pinjam-meminjam uang dengan bunga yang
amat tinggi, bunga yang amat tinggi tersebut bertentangan dengan asas
kepatutan.
- Fungsi menambah artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau
dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas
kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu
kontrak yang tanpa isian tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak
akan tercapai.
Pembatalan perjanjian Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga
menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak
konstruksi tersebut dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji.
Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban
sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihakpihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak.
Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
- Tidak memenuhi prestasi sama sekali.
- Terlambat memenuhi prestasi.

- Memenuhi prestasi secara tidak sah Akibat munculnya wanprestasi ialah
timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk menuntut penggantian
kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi.
Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi
kepada pihak yang menderita kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan
terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa : Pemenuhan
perikatan Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi Ganti rugi Pembatalan
persetujuan timbale balik, atau Pembatalan dengan ganti rugi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Standar kontrak
merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam
bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah
satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
Kontrak menurut bentuknya dibedakan menjadi kontrak lisan dan
kontrak tertulis.Kontrak lisan adalah kontrak yang dibuat secara lisan
tanpa dituangkan kedalam tulisan. Kontrak-kontrak yang terdapat dalam
buku III KUHP dapat dikatakan umumnya merupakan kontrak lisan, kecuali
yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu kontrak hibah yang harus
dilakukan dengan akta notaris. Kontrak tertulis adalah kontrak yang
dituangkan dalam tulisan.Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak sendiri
atau dibuat oleh pejabat, misalnya notaris.