KEBIJAKAN SISTEM RESI GUDANG UNTUK MENIN

1

KEBIJAKAN SISTEM RESI GUDANG UNTUK MENINGKATKAN
KESEJAHTERAAN PETANI LAHAN BASAH SEBAGAI MODEL
PEMASARAN KOMODITAS PERTANIAN
(Studi Kasus Sistem Resi Gudang di Kabupaten Barito Kuala)
Dr. Abdul Halim Barkatullah, SH.M.Hum.
Ifrani, SH., MH
Mirza Satria Buana, SH., MH
ABSTRAK
Permasalahan umum pertanian di Indonesia adalah jatuhnya harga pada saat musim
panen raya. Para petani tidak dapat menyimpan hasil panen lebih lama karena sudah
kehabisan biaya dan tidak punya gudang yang memadai. Kondisi ini dimanfaatkan para
tengkulak dan rentenir untuk mengambil untung besar. Permasalahan tersebut kemudian
dicoba diatasi pemerintah melalui pendirian Sistem Resi Gudang (SRG) dan Resi
Gudang dapat dijadikan jaminan kredit di perbankan.
Dalam realisasi penerapan Resi Gudang untuk meningkatkan kesejahteraan petani
sebagai model pemasaran komoditas pertanian, khususnya dalam hal jaminan kredit di
perbankan masih terkendala pada peraturan internal perbankan itu sendiri, karena
jaminan resi gudang belum memenuhi kriteria yang diinginkan oleh lembaga perbankan.
Dalam penerapan SRG di Kabupaten Barito Kuala, kebijakan pemerintah tersebut masih

mengalami kendala dalam pelaksanaanya. Antara lain; kurangnya sosialisasi kepada
petani, belum tepat sasaran, tingginya bunga pada tahun kedua bagi petani yang
memanfaatkan SRG, besarnya biaya operasional pengangkutan hasil pertanian dari
tempat petani ke gudang SRG, dan tidak semua bank mau menerima sertifikat resi
gudang sebagai jaminan kredit perbankan mereka.
PENDAHULUAN
Salah satu upaya menghadapi persaingan global adalah dengan menerbitkan
instrumen baru dalam bidang pembiayaan perdagangan dan pengelolaan stok nasional,
sehingga harga barang yang ditawarkan dapat bersaing di pasar global. Sistem
pembiayaan perdagangan tersebut harus dapat diakses setiap waktu oleh setiap pelaku
usaha, terutama pengusaha kecil dan petani kecil, yang selama ini masih terbentur
masalah kesulitan permodalan dan keterbatasan jaminan kredit.1
Permasalahan umum pertanian di Indonesia adalah jatuhnya harga pada saat
musim panen raya. Para petani tidak dapat menyimpan hasil panen lebih lama karena
1

Iswi Hariyani dan Serfianto.D.P., Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit & Alat Perdagangan ,
Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm.4.

2


sudah kehabisan biaya dan tidak punya gudang yang memadai. Kondisi ini
dimanfaatkan para tengkulak dan rentenir untuk mengambil untung besar, para
tengkulak dan pengelola gudang besar milik BUMN atau swasta. Permasalahan tersebut
kemudian coba diatasi pemerintah melalui pendirian Pasar Lelang Komoditas, Kredit
Usaha Rakyat, dan Sistem Resi Gudang atau Werehouse Receipt System (selanjutnya
disebut dengan SRG). Dengan adanya SRG, petani tidak terlalu terburu-buru menjual
hasil panen, sebab mereka masih dapat menyimpan hasil panen di gudang terakreditasi,
dan dapat menjadikan dokumen resi gudang yang dimilikinya sebagai jaminan kredit di
bank. Pada saat harga pasaran telah membaik, petani dapat menjual barang dan melunasi
kredit, serta mendapat sisa uang hasil penjualan.
Melalui SRG, petani lebih mudah melakukan transaksi perdagangan tanpa harus
membawa barang hasil pertanian ke mana-mana, tetapi cukup dengan menunjukan
dokumen pengganti bernama Resi Gudang. Dokumen Resi Gudang dapat dialihkan,
diperjualbelikan, dijadikan jaminan kredit, dan dijadikan bukti untuk mengambil barang
di gudang. Resi Gudang dapat diperjual belikan melalui bursa (Bursa Berjangka
Komoditi/Bursa Efek) dan di luar bursa (Pasar Lelang Komoditas/Pasar Induk). Sistem
Jaminan Resi Gudang adalah hasil perkembangan lebih lanjut dari Sistem Jaminan
Fidusia, terutama yang khusus berkaitan dengan objek jaminan barang bergerak berupa
stok hasil panen pertanian/perkebunan/perikanan.

Pembiayaan pertanian melalui SRG dapat diperoleh dari lembaga perbankan,
lembaga keuangan nonbank, serta dari para investor yang berminat membeli produk
derivative Resi Gudang lewat bursa atau di luar bursa. Melalui cara tersebut, Resi

Gudang dapat berpindah tangan berkali-kali sehingga dapat meningkatkan volume
transaksi perdagangan dan keuangan yang pada akhirnya diharapkan juga dapat
mendorong kemajuan perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan petani.
SRG merupakan salah satu instrumen penting dan efektif dalam sistem
pembiayaan perdagangan. SRG dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha
dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. SRG juga bermanfaat
dalam menstabilkan harga pasar dengan memfasilitasi cara penjualan yang dapat
dilakukan sepanjang tahun.

3

Barang hasil panen petani kecil selama ini tidak dapat dijadikan agunan kredit,
karena belum ada aturan hukum yang mengaturnya. Namun demikian, permasalahan
tersebut mulai ada jalan keluarnya sejak diundangkannya Undang-Undang No. 9 Tahun
2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006

tentang Sistem Resi (UU SRG) beserta peraturan pelaksanaanya. Dalam penerapan
SRG di Indonesia masih sebahagian besar di terapkan di pulau jawa, sangat sedikit
sekali yang diterapkan di luar jawa, sebagai contoh di pulau Kalimantan sebagai pulau
besar di Indonesia hanya ada satu SRG, yaitu di Kabupaten Barito Kuala Provinsi
Kalimantan Selatan.
Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai lahan basah, berupa lahan pasang surut
yang kebanyakan berupa lahan rawa gambut seluas 191.022 ha yang dominan terdapat
di Kabupaten Barito Kuala yang memiliki luasan 99.234 ha akan tetapi dari luasan
tersebut hanya 85% yang dimanfaatkan selebihnya adalah lahan tidur. 2 Luasan 15%
yang tidak diusahakan dalam skala usaha tani disebabkan karena adanya hambatan
internal lahan basah pasang surut rawa gambut berupa sifat fisik, kimia dan tata air yang
kurang mendukung kegiatan usaha tani. Sifat fisik yang menghambat terkait dengan
penyusutan , ketebalan dan kondisi fisik lahan. Sifat kimia lahan yang menghambat
terkait dengan keasaman tanah dan keharaan tanah yang rendah, sedangkan faktor tata
air yang menghambat terkait dengan adanya variasi genangan.
Kalimantan Selatan mempunyai satu-satunya SRG yang terdapat di Kabupaten
Barito Kuala di mana tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup petani,
berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti mencoba meneliti

tentang bagaimana


kebijakan pemerintah tentang sistem resi gudang dalam meningkatan kesejahteraan
petani lahan basah sebagai model pemasaran komoditas pertanian yang terdapat di
Kabupaten Barito Kuala.

2

BPTPH VII (Balai Penelitian Tanaman Pangan dan Hortikultura Wilayah VIII), 2011, Laporan
Bulanan Balai Proteksi Tanaman Pangan VIII, Banjarbaru, hlm. 45

4

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Sistem Resi Gudang
Sistem resi gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan,
penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang. (Pasal 1 angka 1 UU SRG)
Sedangkan pengertian Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang
yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang. (Pasal 1 angka 2 UU
SRG) Setiap pemilik barang barang yang menyimpan barang di gudang berhak
memperoleh Resi Gudang. (Pasal 6 ayat 1 UU SRG) pengelola gudang menerbitkan

Resi Gudang untuk setiap penyimpanan barang setelah pemilik barang menyerahkan
barangnya. (Pasal 6 ayat 2 UU SRG)
Pemegang resi gudang memiliki hak atas barang yang disimpan di gudang yang
dapat dibuktikan dengan resi gudang yang dibawanya, Pemegang resi gudang adalah
pemilik barang atau pihak yang menerima pengalihan lebih pemilik barang atau pihak
lain yang menerima pengalihan dari pemilik barang atau pihak lain yang menerima
pengalihan lebih lanjut (Pasal 1 angka 7 UU SRG). Karena resi gudang adalah surat
berharga yang dapat dialihkan dan diperjualbelikan berkali-kali, maka pemegang resi
gudang yang paling akhir adalah pihak yang paling berhak atas barang yang disimpan di
gudang.
Hak jaminan resi gudang adalah hak jaminan yang dibebankan pada Resi Gudang
untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima
hak jaminan terhadap kreditor lain (Pasal 1 angka 9 UU SRG). Disamping itu, resi
gudang sebagai dokumen kepemilikan dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa
dipersyaratkan adanya agunan lainnya (Pasal 4 ayat 2 UU SRG).
Tujuan dan Manfaat Sistem Resi Gudang
Tujuan pemberlakuan SRG dapat dilihat pada bagian Penjelasan Undang-undang
SRG yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan
kepastian hukum, menjamin, dan melindungi kepentingan masyarakat, kelancaran arus
barang, efisiensi biaya distribusi barang, serta mampu menciptakan iklim usaha yang

dapat lebih mendorong laju pembangunan nasional.

5

Untuk maksud tersebut di atas diperlukan sinergi diantara pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan sektor-sektor terkait yang mendukung SRG, serta Pasar Lelang
Komoditas. Sehingga dengan adanya SRG dapat menjadi salah satu pilar pembangunan
ekonomi nasional yang berasaskan kekeluargaan menurut dasar-dasar demokrasi
ekonomi sebagai pengejawantahan Pancasila dan UUD 1945.
Tujuan pemberlakuan SRG tersurat dalam konsiderans UU SRG, sebagai berikut:
1. Bahwa Sistem Resi Gudang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan pelaku usaha di bidang Sistem Resi Gudang
perlu adanya pengaturan mengenai Lembaga Jaminan Resi Gudang;
3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf
b, perlu membentuk UU SRG;
Guna mendukung sasaran pencapaian manfaat SRG yang mampu secara optimal
mendorong pembangunan nasional, diperlukan upaya menyeluruh, terintegrasi dan
terakselerasi oleh segenap stakeholders perekonomian Indonesia untuk mewujudkan

dasar-dasar pencapaian manfaat (means to end goal) penerapan SRG. Dasar-dasar
pencapaian manfaat SRG tersebut meliputi3 terbangunnya fungsi dan mekanisme pasar
yang

maksimal

atas

perdagangan

komoditas/produk

pertanian

terkait

SRG,

terbangunnya daya dukung lingkungan yang kondusif bagi komoditi-komoditi dan
produk pertanian, terbangunnya kepastian hukum melalui peraturan perundangundangan, peraturan serta kelembagaan yang mendukung terciptanya performence

guarantee SRG, terbangunnya sistem infeksi dan sertifikasi yang diakui, terbangunnya

sistem data dan informasi komoditi yang terakreditasi, terbangunnya partisipasi aktif
masyarakat, terbangunnya insentif untuk berkembangnya infrastuktur SRG termasuk
industri penyimpanan/pergudangan.

3

www.bappebti.go.id diakses tanggal 3 Maret 2012 jam 20.30 WiB.

6

Pengertian Hukum Jaminan
Untuk menemukan perumusan hukum jaminan, baik dalam undang - undang maupun di
dalam literatur, maka tidak akan ada istilah yang tepat untuk rumusan jaminan tersebut.
Berdasarkan pendapat para pakar hukum, salah satunya adalah Hartono Hadisoeprapto
dalam bukunya yang berjudul Pokok - Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan,
memberikan definisi jaminan dapat diartikan sebagai sesuatu yang diberikan seorang
debitur kepada kreditur sehingga menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan
memenuhi segala kewajibannya yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu

perikatan.4
Didalam literatur memang ditemukan istilah Zekerheidsrechten, yang memang bisa
saja diterjemahkan menjadi hukum jaminan. Akan tetapi, hendaknya diingat, bahwa kata
" recht " di dalam Bahasa Belanda dan Jerman dapat mempunyai arti yang bermacam macam. Pertama ia berarti hukum (law), tetapi juga hak (right) atau keadilan. Pitlo
memberikan perumusan tentang zekerheidsrechten sebagai: hak (eenrecht) yang
memberikan kepada kreditur kedudukan yang lebih baik dari pada kreditur - kreditur
lain. Dari apa yang dikemukan oleh Pitlo tersebut di atas, dapat disimpulkan, bahwa kata
"recht " dalam istilah " zekerheidsrechten " berarti " hak ", sehingga zekerheidsrechten
adalah hak - hak jaminan, bukan " hukum jaminan ", kalau mau memberikan perumusan
juga tentang " hukum jaminan ", maka mungkin dapat diartikan sebagai: peraturan
hukum yang mengatur tentang jaminan - jaminan piutang seorang kreditur terhadap
seorang debitur.5

Jaminan Kredit Perbankan
Berdasarkan Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan (UU Perbankan), bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

4


Hartono Hadi Saputro, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.

5

J. Satrio, Hukum jaminan hak jaminan kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 2.

50.

7

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Sementara itu, karena pada umumnya perbankan memperoleh dana dari masyarakat
dan kegiatannya diawasi oleh pemerintah, beberapa tujuan kredit dapat ditambahkan
sebagai berikut :
1. Mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan
(kepentingan pemerintah);
2. Meningkatkan kegiatan perusahaan/perorangan yang didanai peminjam guna
terpenuhinya kebutuhan usaha dan kebutuhan lainnya (kepentingan masyarakat);
3. Memperoleh laba untuk kelangsungan hidup perusahaan sehingga dapat memperluas
usaha dan pelayanannya (kepentingan pemilik modal/bank/lembaga kredit)6.
Sehubungan dengan perjanjian kredit, maka penjaminan kredit merupakan
pelengkap suatu perkreditan. Dalam hal ini, sesuatu yang utama yang harus terlebih
dahulu ada adalah suatu kesepakatan antara debitor dan kreditor atau adanya kredit itu
sendiri sebagai underlying transaction-nya.
Pengertian jaminan kredit secara tersirat dan tersurat dijelaskan dalam Pasal 8 ayat
(1) UU Perbankan, yang menyatakan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan
analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur
untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan
yang diperjanjikan. Adapun pengertian agunan kredit menurut Pasal 1 angka 23 UU
Perbankan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank
dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

6

Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung , 1995, PT. Citra Adutya bakti, hlm. 126

8

PEMBAHASAN
A. Perlindungan Hukum Bagi Petani Terhadap Kebijakan Pemerintah Tentang
Sistem Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit Perbankan
1. Resi Gudang Sebagai Agunan Kredit Perbankan
Penggunaan Resi Gudang merupakan agunan kredit perbankan, di samping
telah diatur dalam UU SRG, juga diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI)
Nomor 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua atas PBI Nomor 7/2/2005
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Umum yang berlaku mulai tanggal 2 April
2007.
Diaturnya tentang SRG dalam PBI 9/2007 merupakan dasar hukum bagi
petani untuk dapat menjadikan Resi Gudang sebagai agunan kredit baru, selain
tanah, rumah, dan aset lainnya. Petani dengan membawa dokumentasi Resi
Gudang yang dimilikinya, dapat mengajukan permohonan kredit modal kerja
kepada lembaga perbankan. Agunan Resi Gudang ini jauh lebih fleksibel
dibandingkan dengan agunan lain, sebab agunan Resi Gudang (misalnya gabah,
beras, jagung) dapat langsung dijual dalam waktu singkat, sedangkan agunan
berupa rumah/tanah butuh proses lama untuk menjualnya. Keunggulan lain dari
agunan Resi Gudang adalah adanya aturan hukum yang lebih tegas tentang
penjualan agunan macet atas kekuasaan kreditor (penerima hak jaminan) tanpa
melalui fiat atau penetapan pengadilan, atau yang lebih dikenal dengan istilah
Parate Executie.

Dasar hukum penggunaan Resi Gudang sebagai jaminan utang atau agunan
kredit juga tertera dalam Pasal 4 ayat (1) UU SRG yang menyatakan bahwa Resi
Gudang dapat dialihkan, dijadikan jaminan utang, atau digunakan sebagai
dokumen penyerahan barang. Adapun Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa Resi
Gudang sebagai dokumen kepemilikan dapat dijadikan jaminan utang
sepenuhnya tanpa dipersyaratkan adanya agunan lainnya. Dengan kata lain, Resi
Gudang dapat digolongkan sebagai agunan pokok.

9

2.

Perjanjian Jaminan Resi Gudang
Perjanjian hak jaminan Resi Gudang merupakan perjanjian yang bersifat
ikutan (accessoir ) dari suatu perjanjian utang-piutang yang menjadi perjanjian
pokok. Di samping itu, setiap Resi Gudang yang diterbitkan hanya dapat
dibebani satu jaminan utang (Pasal 12 ayat 1 dan 2 UU SRG). Penerima hak
jaminan Resi Gudang harus memberitahukan perjanjian pengikatan Resi Gudang
sebagai hak jaminan kepada Pusat Registrasi dan Pengelola Gudang.
Pembebanan hak jaminan terhadap Resi Gudang harus dibuat dengan Akta
Perjanjian Hak Jaminan di hadapan Notaris. Ketentuan ini dimaksudkan untuk
lebih melindungi dan memberikan kekuatan hukum bagi para pihak dan dapat
digunakan sebagai alat bukti yang sempurna dalam penyelesaian setiap
perselisihan yang muncul di kemudian hari.
Perjanjian jaminan kebendaan pada umumnya selalu merupakan perbuatan
memisahkan suatu bagian dari kekayaan seseorang yang bertujuan untuk
menjaminkan dan menyediakan bagi pemenuhan kewajiban seorang debitur,
perjanjian jaminan kredit dengan resi gudang adalah merupakan perjanjian
accessior (Pengikut) dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang-piutang
antara kreditur dan debitur atau perjanjian pinjam-meminjam uang. Apabila
perjanjian pokok (Perjanjian hutang piutang) tersebut berakhir maka perjanjian
accesoir (Perjanjian jaminan kredit dengan resi gudang) tersebut demi hukum
berakhir pula.
Perbankan sebagai lembaga intermediasi mempunyai karekteristik usaha
yang khusus dan berbeda dengan kegiatan usaha yang lain, yaitu bekerja dengan
sebagian besar modalnya bersumber dari dana masyarakat. Dalam rangka
menjamin dan menjaga amanat masyarakat yang menyimpan dana di bank,
perbankan senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian bank dalam menyalurkan
kreditnya (Prudential Banking Principle). Sebagai salah satu implementasi dari
prinsip kehati - hatian bank dalam menyalurkan kredit maka dituangkan UU
Perbankan.
Terkait dengan jaminan utang tersebut dalam UU SRG telah mensyaratkan

10

bahwa Resi gudang dapat dijadikan agunan oleh nasabah debitur dalam
mengajukan kredit ke perbankan tanpa adanya agunan tambahan, namun pada
umumnya bank memiliki penilaian dan ketentuan yang berbeda dalam
penyaluran kreditnya (Self Regulator Bankking Principle ).
Pada dasarnya perbankan dalam menentukan jaminan dalam pemberian
kredit lebih memilih jaminan tanah yang nilai jualnya lebih meningkat dalam
jangka waktu kedepan. Pada prinsipnya tidak ada hambatan bagi perbankan
untuk menerima resi gudang dalam hal menjadikannya agunan atau jaminan
pemberian kredit, sepanjang sistem resi gudang ini berjalan dengan baik. Untuk
itu diperlukan dukungan dan kepercayaan dari pihak-pihak yang terkait dan
infrastruktur yang ada dalam menjalankan sistem resi gudang ini sebagai
jaminan atau agunan dalam pemberian kredit.
Kalau dilihat dari segi jenisnya, maka kredit dengan jaminan sistem resi
gudang adalah jenis kredit tanpa jaminan atau kredit blanko (Unsecured Loan)
yaitu pemberian kredit tanpa jaminan material (agunan Fisik) pemberiannya
sangatlah selektif dan ditujukan kepada nasabah yang telah teruji bonafiditas,
kejujuran, dan ketaatannya baik dalam transaksi perbankan maupun kegiatan
usaha yang dijalaninya. Dalam praktik perbankan modern, pemberian kredit
seperti ini sering dilakukan.

3. Resi Gudang Sebagai Jaminan yang Bersifat Kebendaan
Pada dasarnya sistem resi gudang adalah satu bentuk jaminan yang bersifat
kebendaan dimana jaminan ini berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang
mempunyai ciri-ciri memiliki hubungan langsung atas benda tertentu dari
debitur, dapat dipertahankan dari siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de
suite), dan dapat dialihkan.

Resi gudang dapat dimasukan ke dalam jaminan kebendaan. Selain
pemegang resi gudang dapat dimasukan ke dalam jaminan kebendaan, pemegang
resi gudang juga memiliki hak atas barang yang disimpan di gudang yang dapat
dibuktikan dengan resi gudang yang dibawanya dan juga dapat dialihkan pada

11

orang lain (Pasal 4 Ayat 1 UU SRG). Pengalihan resi gudang disesuaikan
dengan bentuk resi gudang itu sendiri. Resi gudang atas nama dialihkan dengan
cessie, sedangka resi gudang atas perintah dialihkan dengan cara endosemen.

Berlakunya asas prioriteit pada jaminan kebendaan, juga dianut pula oleh
jaminan resi gudang, bahkan UU SRG secara tegas mengatur dalam Pasal 12
Ayat 2 bahwa setiap resi gudang yang diterbitkan hanya dapat dibebani satu
jaminan hutang saja, dan ini berarti bahwa dalam setiap resi gudang yang
diterbitkan dan dijadikan jaminan utang hanya terdapat satu kreditur saja.
Sedangkan untuk setiap resi gudang dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya
tanpa dipersyaratkan adanya agunan lain (Pasal 4 Ayat (2) UU SRG), sehingga
untuk besar jumlah kredit yang diberikan sesuai dengan nilai jaminannya. Hal
tersebut menjamin tidak akan terjadi permintaan pemenuhan hasil penjualan
objek jaminan baik melalui lelang umum maupun penjualan langsung terhadap
benda-benda jaminan lainnya.
Hak jaminan atas resi gudang adalah jaminan yang diperjanjikan atau yang
bersumber dari perjanjian karena adanya perjanjian khusus yang diadakan antara
debitur dengan kreditur. Selain dikatakan jaminan yang bersumber dari
perjanjian atau diperjanjikan, hak jaminan atas resi gudang dapat dikatakan
sebagai jaminan kebendaan karena yang dijadikan jaminan adalah resi gudang,
yang merupakan dokumen bukti penyimpanan barang di gudang.
Hak jaminan atas resi gudang telah disebutkan sebagai salah satu jaminan
kebendaan, sehingga mempunyai keterkaitan dengan hukum benda. Dari segi
fungsinya ini, hak jaminan atas resi gudang dapat dikatakan sebagai hak
kebendaan yang memberi jaminan (zekelijk zekerheidsrecht) karena hal ini dapat
diketahui dari rumusan Pasal 1 angka 9 UU SRG yang menyatakan :
"Hak jaminan atas resi gudang, yang selanjutnya disebut hak jaminan adalah
hak jaminan yang dibebankan pada resi gudang untuk pelunasan utang, yang
memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap
kreditur yang lain"
Dari Pasal 1 angka 9 ini, hak jaminan atas resi gudang adalah hak kebendaan

12

yang memberi jaminan yang pada dasarnya terjadi atas benda, berupa resi
gudang milik debitor untuk pelunasan utangnya kepada kreditor, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor untuk mengambil
pelunasan piutangnya dari benda ini dengan mendahului kreditur - kreditur lain.
Hak jaminan atas resi gudang adalah sebagai salah satu jaminan kebendaan,
sehingga mempuyai keterkaitan dengan hukum benda. Hukum benda adalah
hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan benda - benda
yang diatur dalam Pasal-pasal buku II KUHPerdata dan menimbulkan hak atas
benda atau hak kebendaan. Maka untuk menganalisa kedudukan yuridis resi
gudang sebagai jaminan kebendaan, maka digunakanlah teori hukum jaminan
kebendaan.
"Dalam hal-hal tertentu, yakni hubungan antara Pemegang Resi Gudang dan
Kreditur didasari kepercayaan, Kreditur merasa tidak perlu lagi memegang hak
jaminan dan melepaskan hak jaminan tersebut. Dalam hal ini, kreditur tidak lagi
memegang hak jaminan dan Resi Gudang yang dijaminkan diserahkan kembali
kepada Pemegang Resi Gudang".
Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa apabila kreditor menyerahkan
kembali resi gudang yang dibebani hak jaminan kepada debitor pemegang resi
gudang, maka kreditur dapat dikatakan melepaskan hak jaminan dan hak jaminan
menjadi hapus. Dari ketentuan ini dan penjelasan Pasal 12 ayat (2) UU SRG ,
dapat dinyatakan bahwa resi gudang sebagai jaminan (resi gudang yang dibebani
hak jaminan) wajib diserahkan atau berada dalam penguasaan kreditur. Apabila
resi gudang tidak diserahkan kepada kreditur atau kreditur tidak menerimanya,
maka hak jaminan menjadi hapus.
Dari

rumusan

pasal-pasal

tersebut

dapat

diketahui

bahwa

tidak

dimungkinkan untuk dilakukan penyimpangan terhadap ketentuan mengenai hak
jaminan yang diatur dalam UU SRG . Dengan kata lain hak jaminan atas resi
gudang bersifat memaksa baik dari segi pengalihannya maupun dari segi proses
penjaminannya pada pihak kreditur.
Dari beberapa uraian di atas yang membahas tentang hak jaminan atas resi

13

gudang merupakan jaminan kebendaan yang diatur dalam KUHPerdata, dan
sesuai dengan asas-asas jaminan kebendaan. Berdasarkan asas- asas hak jaminan
kebendaan itu, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hak jaminan atas resi
gudang sebagaimana dimaksud dalam UU SRG adalah hak jaminan hanya
dapat dibebankan pada resi gudang saja dan tidak dapat dibebankan pada benda benda selain resi gudang. Resi gudang disini adalah dokumen bukti kepemilikan
atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang.
Resi gudang yang dibebani hak jaminan wajib diserahkan pemegang resi gudang
(Pemberi hak Jaminan atas resi gudang/debitur) kepada bank atau lembaga
keuangan non bank (Penerima hak jaminan/kreditur). Barang yang disimpan di
gudang sebagai dasar resi gudang tetap berada di bawah kekuasaan Pengelola
Gudang. Bukti adanya hak jaminan adalah adanya perjanjian pengikatan resi
gudang sebagai hak jaminan yang berbentuk akta perjanjian hak jaminan.
Untuk memperkuat kedudukan penerima hak jaminan atas resi gudang, maka
penerima hak jaminan atas resi gudang diwajibkan memberitahukan adanya
perjanjian pengikatan resi gudang sebagai hak jaminan yang berbentuk akta
perjanjian hak jaminan kepada Pengelola Gudang dan Pusat Registrasi.
Hapusnya hak jaminan disebabkan oleh dua hal, yaitu hapusnya hutang
pokok yang dijamin dengan hak jaminan dan pelepasan hak jaminan.atas resi
gudang oleh penerima hak jaminan atas resi gudang (kreditur). Eksekusi hak
jaminan dilakukan dengan cara menjual resi gudang atas kekuasaan penerima
hak jaminan sendiri melalui lelang umum atau penjualan langsung setelah
adanya pemberitahuan tertulis dari penerima hak jaminan atas resi gudang
(kreditur ) kepada pemberi hak jaminan atas resi gudang (debitur).

4. Realisasi Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit dalam Perbankan
Sistem resi gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan,
pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang (Pasal 1 Angka
UU SRG). Sedangkan resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas
barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang Pasal 1

14

Angka 2 UU SRG. Peraturan Pelaksananya masih mengacu pada peraturan
pelaksanaan dari UU SRG (sebelum perubahan) yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 36 Tahun 2007 yang telah disahkan pada tanggal 22 Juni 2007 serta
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26/M-DAG/PER/6/2007 tentang barang
yang dapat disimpan di dudang dalam penyelenggaraan Sistem Resi Gudang.
Selain itu Bank Indonesia ( BI ) juga mengakui resi gudang sebagai sal ah satu
jaminan untuk mendapatkan kredit, hal ini tertuang dalam Peraturan Bank
Indonesia ( PBI ) No 9/6/PBI/-2007, perubahan atas PBI No 7/2/2005 Tentang
Penilai Kualitas Aktiva Umum yang berlaku sejak 2 April 2007.
Karena perkembangan dalam dunia usaha dan perdagangan, barang -barang
yang disimpan tidak hanya barang komoditas pertanian saja. Warehouse receipt
ini sudah lama dijalankan oleh negara-negara maju, seperti Amerika Serikat
(untuk komoditas kapas, gandum, kedelai, kacang tanah), Kanada (untuk biji bijian), Inggris (untuk timah), Uni Emirat Arab (emas, BBM), Afrika Selatan
(jagung, gandum), Tanzania (kopi, kapas), Brazil (barang -barang pertanian dan
peternakan), India (kapas, kedelai, kopi), dan Filipina (gabah, jagung, kopi), dan
lain-lain.
Resi gudang tersebut merupakan surat berharga yang dapat dijadikan agunan
kredit pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan lainnya, dalam
menjadikan resi gudang sebagai jaminan kredit maka tidak perlu lagi adanya
agunan tambahan dalam hal pengajuan kredit pada lembaga perbankan, hal ini
sudah ditegaskan dalam Pasal ayat (2) UU SRG.
Sebagai suatu jaminan kredit resi gudang memberikan jaminan kepada
kreditur atas tersedianya komoditi dengan kualitas tertentu tanpa melakukan
pengujian atau pembuktian secara fisik, karena dalam resi gudang yang
diterbitkan oleh pengelola resi gudang, telah dimuat tentang deskripsi barang,
termasuk nilai barang berdasarkan harga pasar pada saat barang dimasukkan
kedalam gudang. Selain itu, atas barang atau komoditi akan dikeluarkan
sertifikat yang memuat antara lain jenis dan jumlah barang, metode pengujian
mum barang dan tingkat mutu dan kelas barang, serta jangka waktu mutu barang.

15

Oleh karena itu kreditur dapat mengetahui kondisi barang yang terdapat
digudang tanpa harus melakukan pengujian atau pembuktian terhadap barang barang yang disimpan dalam gudang oleh pengelola gudang.
Demikian juga dengan resi gudang, resi gudang setiap saat dapat dijadikan
uang. Resi gudang diatur dalam UU SRG sebagai dokumen penyerahan barang
dapat dialihkan kepada pihak lain yang diatur dalam Pasal 4 Ayat 1 dan Pasal 8
UU SRG, selain itu resi gudang dan Derivatif Resi Gudang dapat dijualbelikan di
pasar bursa, misalnya Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau diluar bursa (Pasal 9
UU SRG).
Dalam hal pengikatan, resi gudang lebih baik sebagai lembaga jaminan baru.
Selain prosedurnya sederhana, biaya murah dan waktunya cepat, eksekusinya
pun lebih mudah dilakukan walaupun masih ada kelemahannya. Adanya resi
gudang dalam kekuasaan kreditur selain memberikan kepastian hukum kepada
kreditur terhadap pelunasan kreditnya, tetapi juga bermanfaat mempermudah
eksekusi. Sehingga dapat dikatakan bahwa resi gudang memiliki nilai ekonomis
dan yuridis.
Dalam hal resi gudang sebagai jaminan kredit, nilai yang dijaminkan adalah
nilai yang terdapat dalam sertifikat resi gudang baik atas perintah maupun atas
nama apabila berbentuk warkat dan nilai yang tercatat secara elektronik apabila
berbentuk tanpa warkat (scripless). Seiring dengan itu maka secara tidak
langsung resi gudang dapat diikutsertakan ke dalam jaminan kredit perbankan
dengan kriteria senilai pinjaman yang diberikan kreditur kepada debitur dengan
jaminan resi gudang yang akan dijaminkan. Penilaian terhadap resi gudang
(verifikasi) dilakukan oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian sebagai lembaga
terakreditasi yang melakukan serangkaian kegiatan untuk menilai atau
membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang berkaitan dengan produk, proses,
sistem dan/atau personel terpenuhi. Untuk kemudian dikeluarkannya sertifikat
resi gudang.
berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa resi gudang sebagai jaminan
kredit pada lembaga perbankan adalah bahwa resi gudang sebagai jaminan

16

kebendaan yang mana objek jaminannya adalah barang - barang komoditas
yang disimpan di gudang oleh Lembaga Pengelola Gudang dalam hal prosedur
penerbitan resi gudang. Resi gudang adalah dokumen kepemilikan atas barang barang komoditas yang disimpan digudang dan dikelola oleh pihak Pengelola
Gudang tersebut yang dijadikan jaminan pada perbankan dalam hal untuk
memperoleh kredit.
Resi gudang secara yuridis dapat dijadikan jaminan yang layak dan memadai
untuk memperoleh kredit tanpa adanya agunan tambahan, hal ini telah diatur
dalam UU SRG yaitu pada Pasal 4 ayat (1) dan (2). Disamping itu resi gudang
dalam hal kedudukan hukumnya sebagai jaminan adalah merupakan jaminan
yang baik dari segi aspek yuridis dan ekonomis serta memberikan kepastian
hukum bagi debitur dan kreditur, dan yang paling penting adalah bahwa lembaga
hak jaminan atas resi gudang adalah sebuah lembaga jaminan baru yang berdiri
sendiri dan berbeda dari lembaga - lembaga jaminan lainnya yang sudah pernah
ada seperti hak tanggungan, gadai, fidusia, dan hipotik. Sehingga kebijakan
sistem resi gudang dapat dikatakan secara idealnya adalah dapat memberikan
perlindungan hukum terhadap petani dari kemerosotan harga gabah saat panen
tiba.

B. Penerapan Kebijakan Sistem Resi Gudang Untuk Menunjang Kesejahteraan
Petani Lahan Basah di Kabupaten Barito Kuala
Dalam penerapan SRG tidak semua bank mau menerima sertifikat resi gudang
sebagai jaminan kredit perbankan. Alasan utama bank dalam menolak resi gudang
sebagai jaminan kredit adalah karena ketidak percayaan pihak perbankan terhadap
kualitas dan kuantitas barang yang disimpan di pengelola gudang atas dasar
diterbitkannya resi gudang, dan pihak perbankan dalam menyikapi objek jaminan
untuk pemberian kredit lebih memilih "fixed asset" atau aset tetap dan nyata dan
memiliki daya jual yang tinggi seperti tanah, rumah dan kendaraan.
Dalam UU SRG yang mengamanatkan bahwa cukup dengan resi gudang saja tanpa

17

adanya agunan tambahan, maka resi gudang dapat dijadikan jaminan kredit pada
lembaga keuangan manapun Pasal Ayat (2) UU SRG. Hal ini tentu saja semakin
menambah kekhawatiran pihak perbankan atas kerugian yang dialaminya jika
menggunakan resi gudang sebagai jaminan kredit perbankan karena tidak disertai
dengan agunan tambahan seperti diamanatkan dalam Pasal 1 angka (23) Undang Undang Perbankan. Disamping itu pula ada hal yang membuat bank tidak terlalu berani
menjadikan resi gudang sebagai jaminan kredit, karena tingkat resiko kerugian yang
tinggi dan tidak adanya pihak penjamin yang dapat diikut sertakan apabila debitur atau
pemberi hak jaminan ingkar janji atau wanprestasi di samping itu pula bank berkilah
dalam hal eksekusi resi gudang jika terjadi wanprestasi dari debitur sangatlah sulit
karena tidak mengetahui secara jelas tentang penjualan barang komoditi yang menjadi
objek jaminan resi gudang di pasar lelang ataupun melalui penjualan langsung.
Dalam UU SRG setelah diperbaharui ada satu bab tambahan yang menyebutkan
adanya Lembaga Jaminan Resi Gudang (Bab IVA UU SRG Nomor 9 Tahun 2011).
Lembaga ini berfungsi sebagai penerima hak jaminan apabila terjadi kegagalan,
ketidakmampuan, dan/atau kebangkrutan pengelola gudang dalam menjalankan
kewajibannya dan memelihara stabilitas dan integritas Sistem ResiGudang sesuai
dengan kewenangannya (Pasal 37D UU SRG). Namun dalam kenyataan di masyarakat,
bank sangat jarang menerapkan resi gudang sebagai jaminan atau agunan dalam
pemberian kredit yang mana hal ini sudah diatur dalam

UU SRG, hal ini karena

masing-masing bank mempunyai kebijakan yang berbeda dalam penilaian pemberian
kredit.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kenapa pihak perbankan menolak resi
gudang sebagai jaminan kredit pada perbankan, antara lain adalah:
1.

Penerapan prinsip prudential banking (prinsip kehati-hatian bank); Prinsip ini
mutlak dilakukan oleh bank kepada setiap permohonan kredit yang diajukan
calon debitur seperti yang diamanatkan dalam Pasal 8 Undang - Undang
Perbankan, salah satunya adalah mensyaratkan 5 C dan disertai agunan
tambahan, sedangkan resi; gudang dalam UU SRG menghendaki cukup dengan

18

resi gudang saja maka hal itu sudah dapat dijadikan jaminan kredit. 7 Meskipun
begitu, atas barang atau komoditi akan dikeluarkan sertifikat yang memuat antara
lain jenis dan jumlah barang, metode pengujian mutu barang dan tingkat mutu
dan kelas barang, serta jangka waktu mutu barang. Oleh karena itu kreditur dapat
mengetahui kondisi barang yang terdapat di gudang tanpa harus melakukan
pengujian atau pembuktian terhadap barang tersebut. Namun pihak lembaga
perbankan tetap saja khawatir menjadikan resi gudang sebagai jaminan kredit,
hal ini tentu saja tidak lepas dari peranan lembaga perbankan selain sebagai
lembaga intermediasi juga berperan sebagai perusahaan yang mengedepankan
provite oriented untuk menunjang kelangsungan hidup bank itu sendiri.
Bukankah pada dasamya fungsi daripada kredit adalah untuk mendorong bagi
kedua belah pihak untuk saling menolong untuk tujuan pencapaian kebutuhan,
baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari. Pihak yang mendapat
kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi berupa kemajuan
kemajuan pada usahanya atau mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya.
Adapun bagi pihak yang memberi kredit secara material dia harus mendapatkan
rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek
kredit dan secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan dapat membantu pihak
lain untuk mencapai kemajuan. Kredit yang diberikan oleh bank mengandung
risiko sehingga bank dituntut kemampuan dan efektivitasnya dalam mengelola
risiko kredit;
2.

Penerapan self regulating banking principle (prinsip bank membuat ketentuan
sendiri)

dalam hal membuat penawaran pemberian kredit, sehingga hal ini

menjadikan bank diposisi yang mempunyai power dan prinsip ini dilindungi oleh
ketentuan tentang peraturan perundang-undangan mengenai perbankan. Pihak
bank lebih memilih fixed asset atau aset nyata dan tetap serta kalau bisa nilainya
bisa naik atau bertambah beberapa tahun kedepan sebagai objek jaminan karena
akan memberikan keuntungan bagi pihak perbankan jika debitur wanprestasi,

7

Muhammad Djumhana, op.cit. hlm. 477.

19

yaitu melalui eksekusi langsung berupa lelang dan penjualan;
3.

Resi gudang bukanlah fixed asset dan sifat objek jaminannya juga tidak dapat
bertahan lama karena berupa barang - barang komoditi, dan dalam hal
eksekusinya baik perupa penjualan langsung atau penjualan melalui pelelangan
umum bank tidak terlalu menguasai dalam hal tersebut, sehingga tingkat
kerugian yang akan dialami oleh pihak bank diperkirakan akan besar;

4.

Bank akan menerima resi gudang sebagai jaminan resi gudang apabila ada pihak
ketiga yang bertindak sebagai penjamin utang - utang debitur atau pemberi hak
jaminan atas resi gudang bila terjadi wanprestasi, hal ini biasanya dituangkan .
dalam bentuk Colateral Management Agrement (perjanjian colateral) yang
dilakukan oleh para pihak yang terkait dalam hal ini adalah, pihak pemilik
barang atau debitur pemberi hak jaminan atas resi gudang dan pihak perbankan
dan pihak penjamin yang mungkin dapat bertindak sebagai pengelola gudang.

Tapi pada kenyataannya justru bank asing lebih banyak meminati penggunaan resi
gudang sebagai jaminan kredit ketimbang lokal termasuk bank BUMN padahal payung
hukumnya sudah jelas - jelas ada yaitu dengan diterbitkannya UU SRG , hal ini karena
bank asing lebih memiliki pengalaman menggunakan resi gudang sebagai jaminan
kredit, sementara bank lokal masih berpegang pada asset tetap (fixed asset), sampai
tahun 2008 ada 13 bank yang menandatangani perjanjian manajemen jaminan (colateral
management agrement) tetapi yang paling banyak berjalan hanya bank asing. Padahal

dalam kerjasama itu terlibat juga empat bank BUMN yakni, BNI, BR1, Mandiri, dan
Bank Ekspor Indonesia (BEI). Tetapi yang lebih banyak berjalan ternyata hanya dari
HSBC, Standard Chartered Bank, DBS, dan Rabo Bank.8 Saat ini ada beberapa bank
yang juga mau menerima kredit dengan jaminan resi gudang yaitu BJB dan Bank Kalsel.
Pada dasarnya bila resi gudang dapat diterapkan secara efektif dalam pemberian
kredit maka harus disesuaikan dengan keadaan kualitas dan daya tahan mutu barang
yang disimpan dalam gudang tersebut, dalam sistem resi gudang lebih diutamakan kredit
jangka pendek, mengingat dalam sistem pemberian kredit ini lebih mengedepankan

8

Majalah Berita Bulanan Notaris " RENVOI " Nomor. 1.61 juni 2008 .hlm. 25.

20

kaum petani dalam mendapatkan kreditnya guna membiayai usahanya yang relatif
memerlukah jangka waktu yang pendek.
Dan juga pada dasarnya perbankan dalam menentukan jaminan dalam pemberian
kredit lebih memilih jaminan tanah yang nilai jualnya lebih meningkat dalam jangka
waktu kedepan. Pada prinsipnya tidak ada hambatan bagi perbankan untuk menerima
resi gudang dalam hal menjadikannya agunan atau jaminan pemberian kredit, sepanjang
sistem resi gudang ini berjalan dengan baik. Untuk itu diperlukan dukungan dan
kepercayaan dari pihak pihak yang terkait dan insfrastruktur yang ada dalam
menjalankan sistem resi gudang ini sebagai jaminan atau agunan dalam pemberian
kredit.9
Prinsip ini juga sangat membuat posisi nasabah debitur yang memohon pemberian
kredit pada lembaga perbankan tidak memiliki posisi tawar sendiri dalam transaksi ini.
Sehingga pihak yang perlu dalam pemberian kredit ini dalam hal ini adalah nasabah
debitur mau tidak mau, atau suka tidak suka harus mengikuti semua ketentuan yang
dibuat oleh lembaga perbankan dalam hal persyaratan untuk pencairan kredit tersebut.
Sehingga ada istilah Take it or Let it (Ambil atau tinggalkan sama sekali ) dari ketentuan
yang dibuat oleh bank tersebut, dengan segala persyaratan dan ketentuan yang
dituangkan dalam pasal-pasal perjanjian kredit yang bersifat baku dan lebih
mengedepankan asas eksonerasi dalam pemberian kredit tersebut telah memposisikan
bank sebagai pihak yang kuat dan menentukan segalanya, termasuk dalam hal
persyaratan jaminan kredit yang lebih aman bagi bank atau dengan menggunakan
agunan tambahan untuk menjamin keamanan resiko yang diterima oleh bank
(Persyaratan Kredit dengan jaminan atau agunan tambahan lebih banyak dipilih oleh
bank dalam pemberian kredit kepada nasabah debitur yang memohon pemberian kredit).
Berdasarkan prinsip-prinsip yang diterapkan oleh pihak perbankan dalam pemberian
kredit, maka jelaslah bahwa akan lebih berat bagi para debitur dari kalangan ekonomi
menengah kebawah untuk mendapat fasilitas kredit.
Dalam hasil penelitian dilapangan, meskipun tujuan Sistem Resi Gudang untuk
9

2006.

Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 4 Nomor 2 Agustus tahun

21

kesejahteraan petani, namum dalam praktiknya, khususnya di Kabupaten Barito Kuala
Kalimantan Selatan, kebijakan pemerintah tersebut masih mengalami kendala dalam
pelaksanaanya, diantaranya:
1. Kurangnya sosialisasi kepada petani mengenai keberadaan resi gudang di daerah di
Kabupaten Barito Kuala sehingga berpengaruh terhadap volume gabah yang
ditampung di dalam gudang;
2. Banyaknya tengkulak yang memanfaatkan resi gudang, sehingga tujuan resi gudang
tidak tepat sasaran;
3. Tingginya persentase bunga yang mencapai 12% pertahun di tahun kedua
(pemerintah hanya memberi subsidi pada tahun pertama yaitu petani hanya
dibebankan bunga 6% pertahun);
4. Besarnya biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh petani lebih besar dari
keuntungannya. Misalnya biaya pengangkutan sungai dan darat disebabkan kondisi
geografis di Kabupaten Barito Kuala tidak bisa dilalui hanya menggunakan angkutan
darat.

PENUTUP
Kesimpulan
1. Secara yuridis resi gudang dapat dijadikan jaminan kredit tetapi masih terkendala
pada peraturan internal perbankan itu sendiri, karena jaminan resi gudang untuk
beberapa perbankan belum memenuhi kriteria yang diinginkan oleh lembaga
perbankan itu, meskipun resi gudang telah diatur dalam UU SRG yang menyatakan
bahwa resi gudang dapat dijadikan jaminan kredit tanpa adanya jaminan tambahan.
Dalam Penerapan self regulating banking principle dalam hal membuat penawaran
pemberian kredit, objek yang dijadikan jaminan tentunya memenuhi kriteria-kriteria
yang dapat dilihat dari sudut kepentingan kreditur maupun debitur baik dari aspek
ekonomis maupun aspek yuridisnya.
2. Kebijakan pemerintah tentang SRG untuk memberikan kesejahteraan bagi petani,
khususnya di Kabupaten Barito Kuala masih mengalami kendala dalam
pelaksanaanya, antara lain masi kurangnya sosialisasi kepada petani mengenai

22

keberadaan resi gudang di daerah di Kabupaten Barito Kuala, banyaknya tengkulak
yang memanfaatkan resi gudang, tingginya persentase bunga yang mencapai 12%
pertahun di tahun kedua, besarnya biaya operasional pengangkutan dari tempat
petani untuk menuju gudang.

Saran
1. Adanya kekhawatiran perbankan terhadap berkurangnya nilai aset dalam
penerapan Resi Gudang sebagai jaminan, hal ini terkendala pada peraturan
internal perbankan itu sendiri, dan sebagai perusahaan yang mengedepankan
provite oriented. Perbankan lebih memilih fixed asset atau aset nyata dan tetap

serta kalau bisa nilainya bisa naik atau bertambah beberapa tahun kedepan, untuk
itu perlu adanya intervensi dari Pemerintah yang memberikan rasa aman bagi
perbankan dalam pemberian kredit yang menggunakan jaminan resi gudang.
2. Penerapan Sistem Resi Gudang di Kabupaten Barito Kuala, seyogianya adanya
kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah dari Pemerintah Kabupaten Barito
Kuala untuk mengurangi atau menghilangkan berbagai kendala dalam praktik
pelaksanaan Sistem Resi Gudang, sehingga tujuan Sistem Resi Gudang untuk
kesejahteraan petani dapat terwujud.

23

DAFTAR PUSTAKA

BPTPH VII (Balai Penelitian Tanaman Pangan dan Hortikultura Wilayah VIII), 2011,
Laporan Bulanan Balai Proteksi Tanaman Pangan VIII, Banjarbaru, hlm. 45
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 4 Nomor 2 Agustus tahun
2006.
Hariyani, Iswi, dan Serfianto.D.P., Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit & Alat
Perdagangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Majalah Berita Bulanan Notaris " RENVOI " Nomor. 1.61 juni 2008 .
Saputro, Hartono Hadi, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Satrio, J., Hukum jaminan hak jaminan kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007.
Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung, 1995, PT. Citra Adutya bakti.
www.bappebti.go.id diakses tanggal 3 Maret 2012 jam 20.30 WiB.