Mengembalikan Indonesia ke Investasi Global

1 | P a g e  
 

Mengembalikan Indonesia ke Investasi Global
Mengembalikan Indonesia ke dalam radar investasi global. Itu misi dari berbagai
agenda kebijakan probisnis yang coba ditempuh pemerintah beberapa bulan terakhir,
menurut Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Muhamad Lutfi.
Namun, mengembalikan tingkat kepercayaan investor ternyata tak semudah membalik
telapak tangan. Pernyataan pahit Wakil Presiden M Jusuf Kalla pada Indonesia
Investment Conference (IIC) di Nusa Dua, Bali, Senin lalu, menunjukkan optimisme dan
dukungan verbal masyarakat internasional saja tidak cukup. ”Mereka memuji-muji,
tetapi tetap saja mereka pergi ke China atau Vietnam,” katanya.
Upaya mengembalikan Indonesia ke dalam radar investasi global sebenarnya sudah
dimulai oleh beberapa rezim pemerintahan sebelumnya setelah Indonesia terjerumus
dalam krisis finansial tahun 1997. Namun, tidak banyak berhasil. Laporan Konferensi
Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD) menunjukkan neraca modal
Indonesia terus negatif sejak tahun 1997, kecuali mungkin setahun terakhir. Artinya,
arus modal keluar lebih besar ketimbang arus modal masuk.
Lutfi menyebut perbandingan kapitalisasi pasar PT Telkom dengan perusahaan
telekomunikasi Singapura, Singapore Telecom (SingTel), sebagai indikasi sederhana
masih rendahnya kepercayaan investor pada Indonesia. Kendati kapasitas terpasang

untuk sambungan telepon tetap (fixed line) dan seluler antara Telkom dan SingTel
hampir sama, tingkat kapitalisasi pasar Telkom hanya seperlima atau bahkan
seperenam SingTel.
Dari yang terlihat pada IIC di Bali—diikuti oleh hampir 750 delegasi, kebanyakan wakil
dari lembaga keuangan— animo para investor masih sangat tinggi, seperti halnya juga
pada Infrastructure Summit I di Jakarta awal tahun lalu. Para delegasi pada IIC
umumnya juga optimistis akan prospek ekonomi dan juga prospek berusaha di negara
ini.
Namun, lagi-lagi animo tinggi dan sikap optimistis itu baru sebatas pernyataan, belum
diwujudkan dalam investasi riil, khususnya di proyek-proyek greenfield (pendirian pabrik
baru atau perluasan pabrik lama). Investasi yang masuk sejauh ini lebih banyak
investasi jangka pendek di instrumen investasi berpendapatan tetap (fixed income),
seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), surat utang negara (SUN), baru kemudian
saham.
Hari-hari ini optimisme kita dibuat melambung oleh lonjakan indeks harga saham di
Bursa Efek Jakarta yang terus menguat—mencapai titik tertinggi dalam sejarah pada
pekan ini— yakni di atas level 1.300. Demikian pula, nilai tukar rupiah juga menguat
begitu perkasa, sempat di bawah level Rp 9.100 per dollar AS. Sejak awal tahun, rupiah
tercatat sudah menguat hampir 10 persen dan menjadikannya sebagai the best
performer di Asia.

EKONOMI MAKRO                                                                                                    http://atharfekonak.co.cc/ 
Mengembalikan Indonesia ke Investasi Global
 

 

2 | P a g e  
 

Sentimen positif terhadap Indonesia juga ditunjukkan dari kelebihan permintaan hingga
hampir empat kali lipat dalam penerbitan obligasi internasional senilai 2 miliar dollar AS
yang dilakukan oleh pemerintah awal bulan ini di New York. Bukan itu saja. Dua
lembaga pemeringkat asing juga menaikkan outlook peringkat utang Indonesia.
Beberapa pengamat mengaitkan kuatnya indeks saham dan rupiah yang tidak didukung
fundamental ini dengan serbuan uang panas (hot money), yang mencoba memburu
aset-aset yang menawarkan pendapatan lebih tinggi atau mengambil keuntungan dari
selisih suku bunga rupiah dan suku bunga dollar AS yang mencapai 8 persen saat ini.
Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ikhsan, menyebut angka hot money yang
bergentayangan di Indonesia saat ini mencapai 20 miliar dollar AS, suatu jumlah yang
amat besar untuk bisa menggoyang sistem keuangan kita mengingat kapitalisasi pasar

finansial kita yang masih terbatas.
Namun, tren positif bukan hanya terjadi di instrumen portofolio yang pergerakannya
sangat dipengaruhi oleh sentimen atau persepsi pasar. Angka penanaman modal asing
(PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) juga meningkat secara
spektakuler setahun terakhir.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan angka persetujuan
investasi dalam rangka PMA selama tahun 2005 meningkat 30,4 persen menjadi 13,58
miliar dollar AS dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Realisasinya juga meningkat
hampir dua kali lipat menjadi 8,9 miliar dollar AS. Untuk PMDN, angka persetujuan
meningkat 14,7 persen menjadi Rp 50,58 triliun. Sementara realisasinya juga
meningkat dua kali lipat menjadi Rp 30,67 triliun.
Kendati demikian, angka persetujuan PMA turun lagi pada awal tahun ini. Angka
persetujuan PMA selama periode Januari- Februari 2006 turun 61 persen dibandingkan
periode sama 2005, menjadi 1,27 miliar dollar AS.
Namun, untuk realisasinya, masih meningkat hampir empat kali lipat menjadi 2,21 miliar
dollar AS dibandingkan dengan periode sama tahun 2005. Peningkatan ini terutama
terjadi untuk investasi di sektor kertas dan tekstil. Untuk PMDN, angka persetujuan
masih meningkat sebesar 21,6 persen menjadi Rp 8,17 triliun dan realisasinya juga
meningkat 32,4 persen menjadi Rp 3,26 triliun.
Meskipun meningkatnya angka PMA dan PMDN ini di satu sisi bisa menjadi indikasi

mulai pulihnya tingkat kepercayaan, beberapa kalangan, seperti Bank Pembangunan
Asia (ADB), melihat peningkatan angka PMA dan PMDN yang terjadi sekarang ini
belum merupakan suatu tren yang berkesinambungan menuju pertumbuhan investasi
dan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.

EKONOMI MAKRO                                                                                                    http://atharfekonak.co.cc/ 
Mengembalikan Indonesia ke Investasi Global
 

 

3 | P a g e  
 

Peningkatan angka PMA dan PMDN tahun lalu, terutama pada awal tahun, menurut
Kepala Perwakilan ADB di Indonesia, David Green, seperti dikutip AFX Asia, lebih
disebabkan oleh dampak transisi politik di pemerintahan yang mulus pada waktu itu.
Namun, ia mengingatkan, stabilitas politik saja tak cukup untuk bisa menjaga
kesinambungan arus investasi, jika berbagai persoalan lain yang menghambat investasi
belum diatasi.

Menurut Green, kalangan investor dan pelaku usaha masih mengeluhkan
ketidakpastian hukum, ketidakpastian ekonomi dan kebijakan, instabilitas makroekonomi, buruknya infrastruktur (terutama pasokan listrik), ekonomi biaya tinggi,
ruwetnya masalah perburuhan, tingginya korupsi (baik di tingkat nasional maupun
daerah), tingginya biaya dana, tingginya tarif pajak, dan sebagainya.
Green mengingatkan, jika pemerintah gagal mengatasi masalah-masalah ini, bukan
lonjakan investasi yang akan dialami Indonesia beberapa tahun ke depan, tetapi
sebaliknya penciutan investasi. Faktanya, hingga sekarang fenomena hengkang
investor memang masih terjadi.
Peringatan senada diulang lagi oleh Direktur Infrastructure Division Southeast Asia
Department ADB Patrick Giraud pada wawancara dengan Kompas dan The Jakarta
Post di sela-sela IIC di Nusa Dua, Selasa lalu.
Menurut dia, orang lain mungkin merasa optimistis 100 persen soal Indonesia, tetapi dia
cukup 51 persen saja. Untuk saat ini, dia memilih lebih baik menunggu dulu bagaimana
pemerintah akan mengimplementasikan seabrek paket kebijakan yang sudah dibuatnya
sekarang ini.
Harus lebih serius
Sejumlah pengamat mengatakan, lonjakan indeks saham dan rupiah pekan lalu
memang membuat mata investor portofolio berpaling ke Indonesia. Pertanyaannya,
apakah ini akan menjadi tren berkesinambungan dan investasi jangka pendek ini akan
diikuti atau dikonversikan menjadi investasi jangka panjang yang bisa mendorong

pertumbuhan dan lapangan kerja?
Dalam sambutannya pada IIC, Menteri Koordinator Perekonomian Boediono
mengatakan sudah waktunya masyarakat internasional melihat Indonesia lebih serius
lagi di masa mendatang. Ada beberapa alasan yang dikemukakan Boediono—dan juga
beberapa pembicara lain—selain kinerja indeks saham dan rupiah yang mencapai rekor
pekan lalu.
Mereka umumnya menyebut pasar yang sangat besar dan potensi sumber daya alam
sebagai pesona yang sulit dilawan oleh banyak negara di dunia ini. Dalam konferensi
tersebut, Boediono kembali menegaskan hal yang sudah berulang kali diungkapkan
EKONOMI MAKRO                                                                                                    http://atharfekonak.co.cc/ 
Mengembalikan Indonesia ke Investasi Global
 

 

4 | P a g e  
 

dalam berbagai forum yang berbeda, yakni komitmen pemerintah untuk menjaga
stabilitas ekonomi dan reformasi, dalam upaya mengubah secara dramatis persepsi

mengenai Indonesia beberapa tahun ke depan.
Boediono juga kembali menyebut tiga pilar strategi untuk mendorong investasi dan
ekspor. Pertama, mengatasi masalah-masalah berkaitan dengan iklim investasi,
termasuk di sektor infrastruktur. Kedua, mempercepat penanganan kasus-kasus
penting (high profile), terutama karena persepsi yang diciptakannya. Ketiga, mengatasi
berbagai isu di sektor finansial, terutama dalam rangka mendorong penyaluran kredit
dan memperbaiki struktur pasar modal.
Dalam paket kebijakan perbaikan iklim investasi yang diluncur baru-baru ini, pemerintah
menetapkan 85 tindak kebijakan dalam lima bidang, antara lain pemangkasan waktu
pengurusan perizinan usaha dari rata-rata 150 hari menjadi 30 hari. Pemerintah juga
berencana menghilangkan semua diskriminasi terhadap PMA dan PMDN, serta
mengurangi daftar sektor yang terlarang untuk dimasuki asing (negative list).
Rancangan Undang-undang (RUU) Investasi-nya sendiri telah disampaikan ke DPR
bulan ini.
Kebijakan penting lain yang ditempuh adalah reformasi perpajakan, yang antara lain
mengurangi tarif pajak, memperbaiki administrasi pajak, serta harmonisasi pajak pusat
dan daerah. Tarif pajak yang 30 persen sekarang ini secara bertahap akan diturunkan
menjadi 28 persen pada tahun 2006 dan 25 persen pada tahun 2010.
Di sisi kepabeanan, reformasi difokuskan pada upaya menekan biaya logistik yang
selama ini dianggap sebagai sumber utama ketidakkompetitifan Indonesia. Termasuk

menambah jumlah importir jalur hijau. Untuk memperbaiki penciptaan lapangan kerja
dan fleksibilitas pasar kerja, pemerintah juga mengajukan revisi UU No 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Beberapa pasal yang akan direvisi adalah pasal-pasal
mengenai pesangon, kontrak kerja, outsourcing, dan penetapan upah minimum.
Pemerintah juga berusaha mengkaji persoalan-persoalan yang membuat 91 proyek
infrastruktur yang ditawarkan pada Infrastructure Summit I tak menarik minat investor.
Salah satunya dengan memperbaiki persiapan proyeknya. Pemerintah juga
memutuskan menempuh konsep pembagian risiko (risk-sharing) untuk proyek
infrastruktur tertentu. Beberapa proyek yang dipertimbangkan untuk menggunakan
kerangka kerja (framework) ini adalah sejumlah proyek ketenagalistrikan dan proyek
jalan yang sudah tertunda selama bertahun-tahun.
Sedangkan pilar ketiga meliputi akses ke kredit bagi investor domestik, terutama
perusahaan kecil dan menengah. Untuk ini, pemerintah dan Bank Indonesia sepakat
mengenai perlunya paket kebijakan sektor keuangan untuk mendukung dua pilar
terdahulu.

EKONOMI MAKRO                                                                                                    http://atharfekonak.co.cc/ 
Mengembalikan Indonesia ke Investasi Global
 


 

5 | P a g e  
 

Melalui semua langkah itu, pemerintah menargetkan tingkat investasi sudah kembali ke
level seperti sebelum krisis pada 2-3 tahun mendatang untuk mencapai pertumbuhan 67 persen.
Para pembicara pada IIC di Nusa Dua awal pekan ini mengakui kuatnya komitmen
pemerintah dan sudah banyak yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki iklim
investasi. Namun, menurut mereka, masih lebih banyak yang harus dilakukan untuk
memperbaiki iklim investasi. Mereka antara lain menunjuk pada masih maraknya praktik
korupsi dan buruknya governance atau corporate governance.
Hal lain yang ditunggu-tunggu investor adalah implementasi dari langkah-langkah
kebijakan dan berbagai paket kebijakan yang sudah dan akan diluncurkan oleh
pemerintah. Patrick Giraud menyebut, sejak Infrastructure Summit I, sudah ada sekitar
53 program reformasi yang sampai di meja presiden. Namun, pelaksanaannya belum
terlihat sampai sekarang.
Jadi, seperti ditegaskan oleh Giraud dan juga pembicara lain pada IIC di Bali: kini
saatnya implementasi. Kalau tidak, akan seperti yang dikeluhkan wakil presiden,
investor memuji-muji, tetapi tetap saja mereka bukan berinvestasi ke Indonesia, tetapi

ke China, Vietnam, atau India.
Oleh: Sri Hartati Samhadi
sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0603/25/Fokus/2537587.htm 

EKONOMI MAKRO                                                                                                    http://atharfekonak.co.cc/ 
Mengembalikan Indonesia ke Investasi Global
 

 

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157