Teori Konflik dalam perspektif hukum isl

Riki Andrian 1111015000011
Perbandingan 3 tokoh teori konflik

A. Karl Marx (1818-1883)1
Teori-teori sosial yang menekankan beberapa konflik sosial memiliki akar
dalam pemikiran Karl Marx (1818-1883), ahli teori besar Jerman dan aktivis politik.
Para Marxis, pendekatan konflik menekankan interpretasi materialis tentang sejarah,
metode dialektika analisis, sikap kritis terhadap pengaturan sosial yang ada, dan
program politik dari revolusi atau, setidaknya, reformasi.
Para materialis pandang sejarah dimulai dari premis bahwa penentu paling
penting dari kehidupan sosial adalah pekerjaan yang dilakukan orang, terutama
bekerja yang menghasilkan penyediaan kebutuhan dasar kehidupan, sandang, dan
papan. Marx berpikir bahwa cara kerja secara sosial terorganisir dan teknologi yang
digunakan dalam produksi akan memiliki dampak yang kuat pada setiap aspek
masyarakat lainnya. Dia mempertahankan bahwa semua nilai dalam masyarakat dari
hasil kerja manusia. Dengan demikian, Marx melihat orang-orang bekerja dan
perempuan sebagai terlibat dalam membuat masyarakat, dalam menciptakan kondisi
untuk keberadaan mereka sendiri.
Marx meringkas elemen kunci dari pandangan materialis tentang sejarah
sebagai berikut:
Dalam produksi sosial keberadaan mereka, orang pasti masuk ke dalam

hubungan tertentu, yang independen dari keinginan mereka, yaitu hubunganhubungan produksi sesuai dengan tahap yang diberikan dalam pengembangan
1 Harien Puspitawati. Teori Konflik Sosial dan Aplikasinya dalam Kehidupan keluarga. Fakultas Ekologi
Manusia IPB 2009

kekuatan materi mereka produksi. Totalitas dari hubungan-hubungan produksi ini
merupakan struktur ekonomi masyarakat-dasar yang nyata, di atas mana timbul
superstruktur hukum dan politik dan dengan mana cocok pula bentuk-bentuk
kesadaran sosial. Cara produksi kehidupan materiel proses umum kehidupan sosial,
politik dan intelektual. Bukan kesadaran manusialah yang menentukan eksistensinya,
melainkan eksistensi sosial yang menentukan kesadarannya mereka ( Marx 1971:20).
Marx sejarah dibagi menjadi beberapa tahap, sesuai dengan pola yang luas
dalam struktur ekonomi masyarakat. Tahapan yang paling penting untuk argumen
Marx adalah feodalisme, kapitalisme , dan sosialisme . Sebagian besar tulisan Marx
yang bersangkutan dengan menerapkan model materialis masyarakat terhadap
kapitalisme, tahap pembangunan ekonomi dan sosial yang Marx lihat sebagai
dominan di Eropa abad 19. Untuk Marx , lembaga sentral dari masyarakat kapitalis
adalah milik pribadi, sistem dengan mana modal (yang, uang, mesin, peralatan,
pabrik, dan benda-benda lain yang digunakan dalam produksi) dikendalikan oleh
minoritas kecil dari populasi. Susunan ini menyebabkan dua kelas menentang, para
pemilik modal (disebut kaum borjuis) dan pekerja (disebut kaum proletar), yang

hanya properti sendiri tenaga mereka waktu, yang mereka harus menjual kepada
kaum kapitalis.
Pemilik dianggap membuat keuntungan dengan membayar pekerja kurang
dari pekerjaan mereka bernilai dan, dengan demikian, mengeksploitasi mereka.
(Dalam terminologi Marxis, bahan kekuatan-kekuatan produksi atau sarana produksi
termasuk modal, tanah, dan tenaga kerja, sedangkan hubungan sosial produksi
mengacu pada pembagian kerja dan hubungan kelas tersirat.)
Eksploitasi ekonomi mengarah langsung ke penindasan politik, sebagai
pemilik menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk menguasai negara dan
mengubahnya menjadi hamba kepentingan ekonomi borjuis. Kekuasaan polisi,
misalnya, digunakan untuk menegakkan hak kepemilikan dan menjamin kontrak yang

tidak adil antara kapitalis dan pekerja. Penindasan juga mengambil bentuk yang lebih
halus: agama melayani kepentingan kapitalis oleh menenangkan penduduk;
intelektual, dibayar langsung atau tidak langsung oleh kapitalis, menghabiskan karir
mereka membenarkan dan rasionalisasi pengaturan sosial dan ekonomi yang ada.
Singkatnya, struktur ekonomi masyarakat cetakan suprastruktur , termasuk ide-ide
(misalnya, moralitas, ideologi, seni, dan sastra) dan lembaga-lembaga sosial yang
mendukung struktur kelas masyarakat (misalnya, negara, sistem pendidikan,
keluarga, dan lembaga agama). Karena kelas dominan atau yang berkuasa (kaum

borjuis) mengatur hubungan-hubungan sosial produksi, dominan ideologi dalam
masyarakat kapitalis adalah bahwa dari kelas penguasa. Ideologi dan sosial lembaga,
pada gilirannya, berfungsi untuk mereproduksi dan melestarikan struktur kelas
ekonomi. Dengan demikian, Marx memandang pengaturan ekonomi eksploitatif
kapitalisme sebagai dasar yang nyata yang di atasnya superstruktur kesadaran sosial,
politik, dan intelektual dibangun. (Gambar 1 menggambarkan model materialisme
sejarah.)
Pandangan Marx tentang sejarah mungkin tampak benar-benar sinis atau
pesimis, kalau bukan karena kemungkinan perubahan diungkapkan oleh metodenya
analisis dialektik. (The Marxis dialektis metode, berdasarkan dialektika Hegel
sebelumnya idealis, memfokuskan perhatian pada bagaimana suatu pengaturan sosial
yang ada, atau tesis, menghasilkan berlawanan sosial, atau antitesis, dan bagaimana
bentuk sosial secara kualitatif berbeda, atau sintesis, muncul dari perjuangan yang
dihasilkan .) Marx adalah seorang optimis. Dia percaya bahwa setiap panggung
sejarah berdasarkan pengaturan ekonomi eksploitatif yang dihasilkan dalam dirinya
benih-benih kehancurannya sendiri. Sebagai contoh, feodalisme, di mana pemilik
tanah dieksploitasi kaum tani, memunculkan kelas kota yang tinggal pedagang, yang
dedikasi untuk membuat keuntungan akhirnya mengarah pada revolusi borjuis dan
era kapitalis modern. Demikian pula, hubungan kelas kapitalisme pasti akan
mengarah ke tahap berikutnya, sosialisme . Hubungan Kelas kapitalisme mewujudkan


kontradiksi : kapitalis membutuhkan tenaga kerja, dan sebaliknya, tetapi kepentingan
ekonomi kedua kelompok secara mendasar bertentangan. Kontradiksi seperti itu
berarti konflik inheren dan ketidakstabilan, perjuangan kelas. Menambah
ketidakstabilan sistem kapitalis adalah kebutuhan tak terelakkan untuk selalu lebih
luas pasar dan selalu lebih besar investasi modal untuk mempertahankan keuntungan
kapitalis. Marx diharapkan bahwa siklus ekonomi yang dihasilkan dari ekspansi dan
kontraksi, bersama dengan ketegangan yang akan membangun sebagai kelas pekerja
keuntungan lebih memahami posisinya dieksploitasi (dan dengan demikian mencapai
kesadaran kelas ), akhirnya akan berujung pada sebuah revolusi sosialis.
Meskipun rasa logika tidak dapat diubah dari sejarah, kaum Marxis melihat
kebutuhan untuk kritik sosial dan kegiatan politik untuk mempercepat kedatangan
sosialisme, yang, tidak berdasarkan kepemilikan pribadi, tidak diharapkan untuk
melibatkan banyak pertentangan dan konflik sebagai kapitalisme. Kaum Marxis
percaya bahwa teori sosial dan praktek politik yang terjalin secara dialektis, dengan
teori ditingkatkan dengan keterlibatan politik dan dengan praktek politik selalu
dipandu oleh teori. Kaum intelektual harus, karena itu, untuk terlibat dalam praksis,
untuk menggabungkan kritik politik dan kegiatan politik. Teori itu sendiri dipandang
sebagai sesuatu yang penting dan nilai-sarat, karena hubungan sosial yang berlaku
didasarkan pada mengasingkan dan manusiawi eksploitasi tenaga kerja dari kelas

pekerja.
Ide-ide Marx telah diterapkan dan ditafsirkan kembali oleh para sarjana
selama lebih dari seratus tahun, dimulai dengan teman dekat Marx dan kolaborator,
Friedrich Engels (1825-1895), yang mendukung Marx dan keluarganya selama
bertahun-tahun dari keuntungan dari pabrik-pabrik tekstil yang didirikan oleh Engels
'ayah, sementara Marx menutup diri di perpustakaan British Museum. Kemudian,
Vladimir I. Lenin (1870-1924), pemimpin revolusi Rusia, membuat kontribusi
berpengaruh beberapa teori Marxis. Dalam beberapa tahun terakhir teori Marxis telah

mengambil berbagai macam bentuk, terutama teori sistem dunia yang diusulkan oleh
Immanuel Wallerstein (1974, 1980) dan teori komparatif revolusi yang diajukan oleh
Theda Skocpol (1980). Ide-ide Marxis juga menjabat sebagai titik awal untuk banyak
teori feminis modern. Meskipun aplikasi ini, Marxisme pun beragam masih posisi
minoritas di antara sosiolog Amerika.
Marx adalah satu tokoh yang pemikirannya mewarnai sangat jelas dalam
perkembangan ilmu sosial. Pemikiran Marx berangkat dari filsafat dialektika Hegel.
Hanya saja ia menggantikan dialektika ideal menjadi dialektika material, yang
diambil dari filsafat Fuerbach, sehingga sejarah merupakan proses perubahan terus
menerus secara material. Sebagaimana dijelaskan Cambell dalam Tujuh Teori Sosial
(1994), bahwa Marx menciptakan tradisi materialisme historis yang menjetaskan

proses dialektika sosiat masyarakat, penghancuran dan penguasaan secara bergilir
kekuatan-kekuatan ekonomis, dari masyarakat komunis primitif kepada feodalisme,
berlanjut ke kapitalisme, dan terakhir adatah masyarakat komunis.
Berkaitan dengan konflik, Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang
masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara
panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke 19 di
Eropa dimana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja
miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial
hirarkhis, dan borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi
kapitalis. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis, false
consiousness, dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan
dan cita-cita akhirat. Dengan ini Marx mejadi orang yang tidak tertarik pada agama
karena itu candu (ang mengantar manusia pada halusinasi kosong dan menipu, untuk
itulah komunisme :;elalu diintepretasikan dengan politik anti Tuhan (atheisme).
Ketegangan hubungan produksi dalam sistem produksi kapitalis antara kelas
Jorjuis dan proletar mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi.

ketegangan hubungan produksi terjadi ketika kelas proletar telah sadar akan
eksploitasi borjuis terhadap mereka. Sampai pada tahap ini Marx adalah seorang yang
sangat yakin terhadap perubahan sosial radikal, tetapi lepas dari moral Marx, esensi

ademiknya adalah realitas kekuasaan kelas terhadap kelas lain yang lemah, konflik
antar kelas karena adanya eksploitasi itu, dan suatu perubahan sosial melalui
Jerjuangan kelas, dialektika material, yang sarat konflik dan determinisme ekonomi.
Jemikiran ini nantinya sangat berpengaruh dan berkembang sebagai aliran Marxis,
1eoMarxis, mazhab Kritis Frankurt, dan aliran-aliran konflik lainnya.
Ciri yang menonjol dari Marx adalah pemikirannya sangat radikal dan dia
melihat bahwa perubahan sosial harus menyeluruh/total, cepat dan kohesif/kekerasan
serta tiba-tiba (Iebih dikenal dengan revolusi). Pada masa Industri di mana Marx
hidup, dia melihat kehidupan kaum borjuis tidak punya unsur-unsur positif, baik dan
masyarakatnya maupun negara, yang bisa dipertahankan. Menurut Marx, kebanyakan
filosof hanya menafsirka apa yang terjadi, seharusnya yang perlu dilakukan adalah
merombak masyarakat lama menjadi masyarakat baru yang berbeda dalam banyak
hal. Sumber dari segala kebobrokan masyarakat adalah liberalisme dan kapitalisme
serta demokrasi. Dengan kata lain, Liberalisme menghasilkan KapitaHsme di bidang
ekonomi dan Demokrasi di bidang politik. Dalam paham liberal, rakyatlah yang
menentukan segalanya. Dan dalam sistem kapitalisme, untuk bisa membawa
masyarakat menuju kemajuan dibutuhkan pemodal (pemilik uang) yang haus akan
kekayaan. Ciri konkrit kemakmuran: tersedianya barang atau komoditas dalam
jumlah besar dan terjangkau dari segi harga beli. Tujuan kapitalis adalah keuntungan
bukan amal. Marx menyalahkan semua proses ini. Dalam proses ini, Marx melihat

adanya penindasan kaum borjuis terhadap kaum buruh dalam rangka memperbesar
modalnya.
Materiiasme Sejarah merupakan sebuah teon yang menjelaskan bahwa sejarah
umat manusia ditentukan oleh materi (benda). Material di sini adalah benda yang

mempunyai arti penting dalam masyarakat yaitu alat produksi (means of production).
Hal penting pada masa tersebut adalah siapa yang menguasai alat produksi maka
ialmereka akan menguasai masyarakat. Alat produksi adalah setiap alat yang
menghasilkan produk/komoditas. Para pemilik alat produksi adalah orang kaya dan
yang tidak memiliki alat produksi adalah orang yang ditindas dan dipaksa (terpaksa?)
bekerja. Dalam materialisme sejarah-nya Marx mengungkapkan selalu adanya konflik
antara pemilik dan bukan pemilik alat produksi yang tiada henti-hentinya.
Marx mengajukan konsepsi penting tentang konflik, yaitu tentang masyarakat
kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi
a menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada waktu itu, terdiri dan kelas pemilik
nodal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini
berada jalam suatu struktur sosial yang hirarkhis, dan borjuis melakukan eksploitasi
terhadap Jroletar dalam sistem produksi kapitalis. Eksploitasi ini terus berjalan karena
masih nengakamya kesadaran semu, false consiousness, dalam diri proletar, yaitu
berupa "asa menyerah diri, menerima keadaan dan berharap balasan akhirat. Dengan

ini Marx nejadi orang yang tidak tertank pada agama karena itu candu yang
mengantar nanusia pada halusinasi kosong dan menipu, untuk itulah komunisme
selalu lekat dengan anti Tuhan (atheisme).
Ketegangan hubungan produksi dalam sistem produksi kapitalis antara kelas )
orjuis dan proletar menyebabkan suatu bentuk gerakan sosial besar, yaitu revolusi.
(etegangan hubungan produksi terjadi ketika kelas proletar telah sadar akan
aksploitasi borjuis terhadap mereka. Sampai pada tahap ini Marx adalah seorang yang
sangat yakin terhadap perubahan sosial radikal dan ia merindukannya, tetapi lepas
dari moral Marx, esensi akademiknya adalah realitas kekuasaan kelas terhadap kelas
lain yang lemah, konflik antar kelas karena adanya eksploitasi itu, dan suatu
perubahan sosial, proses dialektika, yang sarat konflik dan determinisme ekonomi.

Pemikiran ini nantinya sangat berpengaruh dan berkembang sebagai aliran Marxis,
neoMarxis, madzab Kritis Frankurt, dan aliran-aliran konflik lainnya.
Garis besar teori Marx tentang konflik mencakup beberapa pokok bahasan:
:Jenyebab konflik, siapa yang konflik intensitas konflik dan penyelesaian konflik.
1. Apa Penyebab terjadinya konflik
Menurut Marx, sejarah umat manusia ditentukan oleh materi/benda
dalam bentuk alat produksL Alat produksi ini untuk menguasai masyarakat.
Alat produksi adalah setiap alat yang menghasilkan komoditas. Komoditas

diperlukan oleh masyarakat secara sukarela. Bagi Marx fakta terpenting
adalah materi Ekonomi. Oleh karena itu, teori Marx ini juga dikenal dengan
determinisrne ekonomi. Konflik terjadi karena faktor ekonomi (determinasi
ekonomi ). Yang dimaksud dengan faktor ekonomi disini adalah penguasaan
terhadap alat produksL Berdasarkan alat produksi Marx membagi
perkembangan masyarakat menjadi 5 tahap:
a. Tahap 1: Masyarakat Agraris I primitif . Dalam masyarakat Agraris
alat produksi berupa tanah. Dalam masyarakat seperti ini
penindasan akan terjadi antara pemilik alat produksi yaitu pemilik
tanah dengan penggarap tanah.
b. Tahap 2 : Masyarakat budak. Dalam masyarakat seperti budak
sebagai alat produksi tetapi dis tidak memiliki a!at produksi.
Penindasan tedadi antara majikan dan budak.
c. Tahap 3 : Dalam masyarakat feodal ditentukan oleh kepemilikan
tanah.

d. Tahap 4 : Masyarakat boduis. Alat Produksi sebagai industri.
Konflik tedadi antara kelas borjuis dengan buruh. Perjuangan kelas
adalah pe~uangan antara borjuis dan proletar
e. Tahap 5: Masyarakat komunis. Dalam masyarakat ini kelas

proletar akan menang.
2. Siapa yang konflik?
Konflik terjadi antara dua kelas (Borjuis dan Proretar ). Konflik ini
bersifat mendalam dan sulit diselesaikan. Perbedaannya bukan dalam cara
hidup melainkan perbedaan dalam kesadaran kelas. Dalam teori Marx
eksistensi sosial menentukan kesadaran dan perbedaan kelas (kaya miskin)
.Perbedaan ini mencakup dalam materi dan psikologi. Perbedaan antara kelas
borjuis dan kelas proletar tidak hany terdapat pada cara hidup melainkan juga
cara berfikir. Orang komunis menganggap penting kesadaran, makanya
mereka mementingkan sosialisasi dan indoktrinasi dan Brainwashing.
3. Sejauhmana intensitas konflik tersebut
Intensitas konflik mengakibatkan adanya kelas yang ditindas (proletar
ditindas oleh borjuis).
4. Bagaimana Penyelesaian konflik tersebut.
Konflik akan mengakibatkan kesadaran para kaum proletar nantinya
berada dalam kondisi yang sama. Penindasan akan mengakibatkan frustrasi,
dan frustrasi akan mengakibatkan revolusi. Revolusi proletarlah nantinya yang
akan menyelesaikan konflik.

Pola Konflik : Kelas Sosial – Konflik – Revolusi
Dalam konflik sosial kaum proletar tidak mau dan tidak bisa melepaskan diri .
Mereka terpaksa dan ditindas. Dalam paksaan dan penindasn ini hukum tidak dapat
dijatuhkan kepada majikan.

B. Lewis Coser (1913 – 2003)2
Lewis Coser (1913-2003), bertitik berat pada konsekuensi-konsekuensi
terjadinya konflik pada sebuah sistem sasial secara keseluruhan. Teorinya
menunjukkan kekeliruan jika memandang konflik sebagai hal yang melulu
merusak sistem sosial, karena konflik juga dapat memberikan keuntungan pada
masyarakat lues di mana konflik tersebut terjadi. Konflik justru dapat membuka
peluang integrasi antar kelompok.
Coser melihat konflik sebagai mekanisme perubahan sosial dan
penyesuaian, dapat memberi peran positif, atau fungsi positif, dalam masyarakat.
Pandangan teori Coser pada dasamya usaha menjembatani teor! fungsional dan
teori konflik, hal itu terlihat dari fokus perhatiannya terhadap fungsi integratif
konflik dalam sistem sosia!. Coser sepakat pada fungsi konflik sosial dalam
sistem sasial, lebih khususnya dalam hubungannya pada kelembagaan yang kaku,
perkembangan teknis, dan produktivitas, dan kemudian konsem pada hubungan
antara konflik dan perubahan sosial.
Coser memberikan perhatian terhadap asal muasal konflik soslal, sarna
seperti pendapat Simmel, bahwa ada keagresifan atau bermusuhan dalam diri
orang, dan dia memperhatikan bahwa dalam hubungan intim dan tertutup, antara
cinta dan rasa benci hadir. Sehingga masyarakat akan selalu mengalami situasi
2 Harien Puspitawati. Teori Konflik Sosial dan Aplikasinya dalam Kehidupan keluarga. Fakultas Ekologi
Manusia IPB 2009

konflik Karena itu Coser membedakan dua tipe dasar konflik (Wallace&Wolf,
1986: 124), yang realistik dan non realistik. Coser sendiri banyak dipengaruhi
oleh George Simme!. Simmel dan Coser adalah orang realis yang melihat konflik
dan integrasi sebagai dua sisi saling memperkuat atau memperlemah satu sama
lain.
Konflik realistik memiliki sumber yang kongkrit atau bersifat material,
seperti sengketa sumber ekonomi atau wilayah. Jika mereka telah memperoleh
sumber sengketa itu, dan bila dapat diperoleh tanpa perkelahian, maka konflik
akan segera diatasi dengan baik. Konflik non realistik didorong oleh keinginan
yang tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis, konflik ini seperti konflik
antar agama, antar etnis, dan konflik antar kepercayaan lairmya. Antara konflik
yang pertama dan kedua, konflik yang non realistik lah cenderung sulit untuk
menemukan solusi konflik atau sulitnya mencapai konsensus dan perdamaian.
Bagi Coser sangat memungkinkan bahwa konflik melahirkan kedua tipe ini
sekaligus dalam situasi konf!ik yang sama.
Coser memulai pendekatannya dengan suatu kecaman terhadap tekanan
pada

nilai

atau

konsensus

normatif,

ketaruran

dan

keselarasan.

Dia

mengemukakan bahwa proses konflik dipandang dan diperlakukan sebagai
sesuatu yang mengacaukan atau disfungsional terhadap keseimbangan sistem
secara keseluruhan. Padahal dalam pandangan Coser konflik tidak serta-merta
merusakkan, berkonotasi disfungsional, disintegrasi ataupun patologis untuk
sistem dimana konflik itu terjadi melainkan bahwa konflik itu dapat mempunyai
konsekuensi-konsekuensi positif untuk menguntungkan sistem itu.
Adapun kondisi sosial politik pada saat Coser memunculkan teori fungsi
konflik sosial ini adalah masih kuatnya pengaruh Anti-Semitisme atau prasangka
rasialisme, perang antar bangsa yang sering merangsang nasionalisme dan
semangat patriotisme yang tinggi, pengurangan kebebasan dari orang Amerika-

Jepang di Amerika Serikat dan berbagai konflik-konflik lainnya yang ikut
manjadi kajian analisis Coser khususnya konflik antar kelompok dan solidaritas
kelompok dalam. Coser tidak ragu-ragu untuk menulis kritis tentang politik dan
keadaan moral masyarakat. Sebagai reaksi terhadap intoleransi dari McCarthy
pada 1950-an, ia dan teman Irving Howe menciptakan anti kemapanan radikal
lewat jurnal Dissent, yang diterbitkan secara berkala dalam publikasi jurnal.
Konflik dan Solidaritas
Semula Lewis A. Coser menitikberatkan perhatiannya pada pendekatan
fungsionalisme struktural dan mengabaikan konflik. Menurut pendapatnya bahwa
sebenarnya struktur-struktur itu merupakan hasil kesepakatan, akan tetapi di sisi
lain ia juga menyatakan adanya proses-proses yang tidak merupakan kesepakatan,
yaitu yang berupa konflik. Lewis A. Coser ingin membangun suatu teori yang
didasarkan pada pemikiran George Simmel. Menurut pendapatnya dinyatakan
bahwa konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan
yang berkenaan dengan status, kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang
persediaannya

tidak

mencukupi.

Konflik

dapat

terjadi

antarindividu,

antarkelompok dan antarindividu dengan kelompok. Baginya konflik dengan luar
(out group) dapat menyebabkan mantapnya batas-batas struktural, akan tetapi di
lain pihak konflik dengan luar (out group) akan dapat memperkuat integrasi
dalam kelompok yang bersangkutan.
Konflik antara suatu kelompok dengan kelompok lain dapat menyebabkan
solidaritas anggota kelompok dan integrasi meningkat, dan berusaha agar
anggota-anggota jangan sampai pecah. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya
apabila suatu kelompok tidak lagi merasa terancam oleh kelompok lain maka
solidaritas kelompok akan mengendor, dan gejala kemungkinan adanya perbedaan
dalam kelompok akan tampak. Di sisi lain, apabila suatu kelompok selalu

mendapat ancaman dari kelompok lain maka dapat menyebabkan tumbuh dan
meningkatnya solidaritas anggota-anggota kelompok.
Konflik dan Solidaritas Kelompok
Menurut

Lewis

A.

Coser

dinyatakan

bahwa

konflik

internal

menguntungkan kelompok secara positif. la menyadari bahwa dalam relasi-relasi
sosial terkandung antagonisme, ketegangan atau perasaan-perasaan negatif
termasuk untuk relasi-relasi kelompok dalam, (in group) yang di dalamnya
terkandung relasi-relasi intim yang lebih bersifat parsial. Perlu diketahui bahwa
semakin dekat hubungan akan semakin sulit rasa permusuhan itu diungkapkan.
Akan tetapi semakin lama perasaan ditekan maka mengungkapkannya untuk
mempertahankan hubungan itu sendiri. Mengapa demikian karena dalam suatu
hubungan yang intim keseluruhan kepribadian sangat boleh jadi terlihat sehingga
pada saat konflik meledak, mungkin akan sangat keras.
Konflik akan senantiasa ada sejauh masyarakat itu masih mempunyai
dinamikanya. Adapun yang menyebabkan timbulnya konflik, yaitu karena adanya
perbedaan-perbedaan, apakah itu perbedaan kemampuan, tujuan, kepentingan,
paham, nilai, dan norma. Di samping itu, konflik juga akan terjadi apabila para
anggota kelompok dalam (in group) terdapat perbedaan. Akan tetapi, tidak
demikian halnya apabila para anggota kelompok dalam (in group) mempunyai
kesamaan-kesamaan.
Perbedaan-perbedaan antara para anggota kelompok dalam (in group)
tersebut dapat pula disebabkan oleh adanya perbedaan pengertian mengenai
konflik karena konflik itu bersifat negatif dan merusak integrasi. Akan tetapi, ada
pula pengertian dari anggota kelompok dalam (in group) bahwa karena adanya
perbedaan-perbedaan kepentingan maka konflik akan tetap ada. Perlu diketahui
bahwa suatu kelompok yang sering terlibat dalam suatu konflik terbuka, hal

tersebut sesungguhnya memiliki solidaritas yang lebih besar jika dibandingkan
dengan kelompok yang tidak terlibat konflik sama sekali.

Konsekuensi Konflik
Konflik merupakan suatu fenomena kemasyarakatan yang senantiasa ada
dalam kehidupan bersama. Sebenarnya konflik tidak usah dilenyapkan, akan
tetapi perlu dikendalikan konflik akan senantiasa ada di masyarakat, hal tersebut
karena dalam masyarakat itu terdapat otoritas. Hal tersebut dikandung maksud
bahwa apabila di suatu pihak bertambah otoritasnya maka di lain pihak akan
berkurang otoritasnya. Selain itu juga karena adanya perbedaan kepentingan
antara kelompok satu dengan kelompok yang lain.
Konflik dapat dikendalikan apabila kelompok yang terlibat dalam konflik
dapat menyadari adanya konflik, dan perlu dilaksanakannya prinsip-prinsip
keadilan. Di samping itu juga harus terorganisasi secara baik terutama yang
menyangkut semua kekuatan sosial yang bertentangan. Dalam hal ini, apabila
upaya pengendalian konflik itu tidak dilakukan maka konflik yang tertekan yang
tidak tampak di permukaan, dapat meledak sewaktu-waktu dan merupakan
tindakan kekerasan. Konflik yang tertekan dapat menyebabkan putusnya
hubungan, dan apabila emosionalnya meninggi maka putusnya hubungan tersebut
dapat meledak secara tiba-tiba. Berkenaan dengan hal tersebut di atas maka perlu
dibentuk saluran alternatif sehingga rasa dan sikap pertentangan dapat
dikemukakan dengan tidak merusak solidaritas.
Kinloch (2005) menyebutkan asurnsi dari teori Coser adalah :

1. Asumsi awal Coser adalah konflik akan cenderung meningkatkan daripada
menurunkan penyesuaian sosial adaptasi dan memelihara batas kelompok.
Konflik bersifat fungsional dan non fungsional.
2. imbalan sesuai dengan kerjanya. Konsekuensinya kemudian ditegaskan oleh
tipe dalam struktur sosial dan tipe perhatian masalah (isue consered), semua
yang mempengaruhi fungsi proses ;nj dalam masyarakat umum.
3. legitimasi masyarakat dan melibatkan ketidaksetujuan asumsi dasar yang
cenderung menimbulkan konflik tingkat.
4. Konflik fungsional akan membenkan dampak bagi sistem sosial sebagai
berikut : menstabilkan hubungan, memfungsikan kembali keberadaan
keseimbangan, menambah munculnya norma-norma baru, menyediakan
mekanisme bagi penyesuaian diri yang terus menerus dari keseimbangan
kekuasaan, mengembangkan koalisi dan asosiasi baru, menurunkan isolasi
sosial, dan menyumbangkan untuk pemeliharaan gans batas kelompok. Secara
umum, selanjutnya di bawah kondisi khusus, konflik akan menghasilkan
keadaan yang lebih stabil, fleksibel dan sistem sosiai yang terpadu.

Ringkasnya, konflik atas persoalan realistis dalam struktur sosial yang terbuka
memberikan kontnbusi penyesuaian struktur yang leb;h hebat, fleksibilitas dan
integrasi. Sebaliknya, konflik yang tidak realistis dalam lingkungan yang fleksibel
dan tertutup akan menimbulkan kekerasan dan disintegrasi. Adapun kasus
fungsifungs; konflik sosial dalam masyarakat, semua itu merupakan fokus sentral
teori ini.
C. Ralf Dahrendof 3
3 Harien Puspitawati. Teori Konflik Sosial dan Aplikasinya dalam Kehidupan keluarga. Fakultas Ekologi
Manusia IPB 2009

Selain kemuneulan teoretisi neo-marxis, pergulatan antar kelas ekonomi
menjadi inspirasi pula bagi lahirnya teori konflik. Sosiolog Jerman, Ralf
Dahrendorf, l1enerangkan konflik kelas dalam masyarakat industrial )ada tahun
1959. Teori ini sangat berbeda dari teon Marx (arena ia menganalisis konflik
tanpa memperhitungkan )olitlk ekonomi yang ada (apakah kapitalisme atau
sosialisme). Jika Marx bersandar pad a pemilikan a/at Jroduksl, maka Dahrendorf
bersandar pada kontrol atas allat produksi
Dalam terminologi Dahrendorf, pada masa pos-kapitalisme, kepemilikan
akan aIat produksi (baik sosialis atau kapitalis) tidak menjamin adanya kontrol
atas alat produksi Jadi, di luar Marxisme, ia mengembangkan beberapa
terminologi dari Max Neber, antara lain bahwa sistem sosiat itu dikoordinasi
seeara imperatif melalui otoritas/kekuasaan. Seeara sederhana dapat dikatakan
bahwa teori Dahrendorf nelakukan kombinasi antara fungsionalisme (tentang
struktur dan fungsi masyarakat) lengan teon (konflik) antar kelas sosial.
Teori sosial Dahrendorf berfokus pada kelompok kepentingan konflik
yang lerkenaan dengan kepemimpinan, ideologi, dan komunikasi di samping tentu
saja lerusaha melakukan berbagai usaha untuk menstrukturkan konflik itu sendiri,
mulai Ian proses terjadinya hingga intensitasnya dan kaitannya dengan kekerasan.
Jadi 'edanya dengan fungsionalisme jelas, bahwa ia tidak memandang masyarakat
sebagai ebuah hal yang tetap/statis, namun senantiasa berubah oleh terjadinya
konflik dalam llasyarakat. Dalam menelaah konflik antara kelas bawah dan kelas
atas misalnya, Dahrendorf menunjukkan bahwa kepentingan kelas bawah
menantang legitimasi struktur otoritas yang ada. Kepentingan antara dua kelas
yang berlawanan ditentukan :>Ieh sifat struktur otoritas dan bukan oleh orientasi
individu pribadi yang terlibat di jalamnya. Individu tidak harus sadar akan
kelasnya untuk kemudian menantang kelas sosial lainnya.

Ralp Dahrendorf membicarakan tentang konflik antara kelompokkelompok terkoordinasi (imperatively coordinated association), dan bukan anal
isis perjuangan kelas, lalu tentang elit dominan, daripada pengaturan kelas, dan
manajemen pekerja, jaripada modal dan buruh (Me Quarie, 1995: 66).
Dahrendorf menolak utopia teori fungsionalisme yang lebih menekankan
konsensus dalam sistem sosial seeara berlebihar:1. Wajah masyarakat menurutnya
tidak selalu dalam kondisi terintegrasi, harmonis, dan saling memenuhi, tetapi ada
wajah lain yang memperlihatkan konflik dan perubahan. baginya, pelembagaan
melibatkan dunia kelompok-kelompok terkoordinasi (imperatively coordinated
association), dimana, stilah-istilah dari kriteria tidak khusus, mewakili peranperan organisasi yang dapat jibedakan. Organisasi ini dikarakteri oleh hubungan
kekuasaan (power'), dengan )eberapa kelompok peranan mempunyai kekuasaan
memaksakan dari yang lainnya.
Saat kekuasaan merupakan tekanan (coersive) satu sama lain, kekuasaan
jalam hubungan kelompok-kelompok terkoordinasi ini memeliharanya menjadi
'egitimate dan oleh sebab itu dapat dilihat sebagai hubungan "authority",
dimana, )eberapa posisi mempunyai hak normatif untuk menentukan atau
memperlakukan yang ain lain (Turner, 1991: 144). Sehingga tatanan sosial
menurut Dahrendorf, dipelihara )Ieh proses peneiptaan hubungan-hubungan
wewenang dalam bermacam-maeam tipe (elompok terkordinasi yang ada hingga
seluruh lapisan sistem sosial. Kekuasaan dan Newenang adalah sumber langka
yang membuat kelompok-kelompok saling bersaing.
Resolusi dalam konflik antara kelompok-kelompok itu adalah redistribusi
kekuasaan, atau wewenang, kemudian menjadikan konflik itu sebagai sumber dari
perubahan dalam sistem sosial. Selanjutnya sekelompok peran baru memegang
kunci (ekuasaaan dan wewenang dan yang lainnya dalam posisi di bawahnya
yang diatur. redistribusi kekuasaan dan wewenang merupakan pelembagaan dari

kelompok )eranan baru yang mengatur (ruling roles) versus peranan yang diatur
(ruled roles), dimana dalam kondisi khusus kontes perebutan wewenang akan
kembali muncul dengan inisiatif kelompok kepentingan yang ada, dan dengan
situasi kondisi yang bisa berbeda. Sehinga kenyataan sosial merupakan siklus tak
berakhir dari adanya konflik wewenang dalam bermacam-macam tipe kelompok
terkoordinasi dari sistem sosial.
Konflik sosial dalam teori ini berasal dari upaya merebut dan
mempertahankan lVewenang dan kekuasaan antara kelompok-kelompok sosial
yang ada di dalamnya. ;anya dalam bentuk wewenang dan kekuasaan yang
bagaimanakah konflik tersebut dapat digambarkan.
Pendekatan teoritis Dahendrof adalah teori pemaksaan yang berasumsi
bahwa dimana pun bisa terjadi perubahan sosial, konflik sosial, pemaksaan dan
kontribusi tiap-tiap elemen itu terhadap perubahan dan disintegrasi masyarakat.
Asumsi itu merupakan dasar paradigma konflik masyarakat.
Dengan menerima model realitas sosial ini, Oahendrof berasumsi bahwa
kelompok dalam masyarakat perlu dikoordinasikan (seperti hubungan antar
anggota masyarakat) dan dibentuk oleh dua agregat posisi dominasi dan
kepatuhan.