BAB 2 Landasan Teori 2.1. Manajemen Oper

BAB 2
Landasan Teori
2.1.

Manajemen Operasional
Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2010:4), manajemen operasi adalah

serangkaian aktifitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan
mengubah input menjadi output.
Richard L. Daft (2012:216) mendefinisikan Manajemen Operasi sebagai
bidang manajemen yang mengkhususkan pada produksi barang. Artinya kegiatan
operasi hanya berfokus pada kegiatan memproduksi barang dan memecahkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan sektor produksi.
Manajemen operasional adalah seluruh kegiatan yang berfokus pada
pengelolaan secara optimal penggunan faktor produksi: tenaga kerja, mesin-mesin,
peralatan, bahan mentah dan faktor produksi lainnya dalam proses tranformasi
menjadi berbagai produk barang dan jasa.
2.1.1.

Strategi Manajemen Operasional
Menurut F. Robert Jacobs, Richard B. Chasedan Nicholas J. Aquilano


(2010), Inventory adalah persediaan berbagai jenis barang atau sumber daya yang
digunakan dalam suatu organisasi.
Menurut Herjanto (2007:237), persediaan adalah bahan atau barang yang
disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk
digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk
suku cadang dari peralatan atau mesin.
Persediaan merupakan suatu sumber daya atau barang dagang yang
disimpan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan saat ini atau kebutuhan yang
akan datang. Persediaan diatas termasuk bahan mentah, barang dalam proses, dan
barang jadi. Ketika menentukan permintaan dari suatu barang, ini merupakan
informasi yang memungkinkan untuk dapat menentukan jumlah barang mentah yang
dibutuhkan untuk membuat barang jadi tersebut.
Mengendalikan persediaan yang tepat bukan hal yang mudah. Apabila
jumlah persediaan terlalu besar mengakibatkan timbulnya dana menganggur yang
7

8
besar (yang tertanam dalam persediaan), meningkatnya biaya penyimpanan dan
resiko kerusakan barang yang lebih besar. Namun, jika persediaan terlalu sedikit

mengakibatkan resiko terjadinya kekurangan persediaan (stockout) karena seringkali
barang tidak dapat didatangkan secara mendadak dan sebesar yang dibutuhkan, yang
menyebabkan terhentinya proses produksi, tertundanya penjualan, bahkan hilangnya
pelanggan.
Sebagaimana keputusan manajemen operasi lainnya, kebijaksanaan yang
paling efektif adalah dengan mencapai keseimbangan diantara berbagai kepentingan
dalam perusahaan. Pengendalian persediaan harus dilakukan sedemikian rupa agar
dapat melayani kebutuhan bahan/barang yang tepat dan biaya yang rendah.
Pengendalian persediaan berfungsi menentukan tingkat persediaan yang sesuai,
dimana pemesanan harus dilakukan kembali, persediaan pengaman, pendataan
tingkat dan kondisi persediaan.
2.2.

Pengertian Persediaan Bahan Baku
Adapun pengertian bahan baku menurut Farah Margaret (2007:147) adalah

“Persediaan bahan baku merupakan bahan baku atau bahan tambahan yang dimiliki
oleh perusahaan untuk digunakan dalam aktifitas proses produksi persediaan material
menjadi komponen utama dari suatu porduk.”
Menurut Fredy Rangkuti (2007:425) persediaan bahan baku adalah

“Persediaan bahan baku mempunyai kedudukan yang penting dalam perusahaan
karena persediaan bahan baku sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran
produksi.”
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa persediaan bahan
baku adalah bahan yang digunakan untuk aktifitas proses produksi, karena
persediaan bahan baku sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran proses
produksi.

9

2.2.1.

Fungsi Persediaan
Persediaan memiliki berbagai fungsi yang berguna untuk mempertahankan

kualitas perusahaan dan mempertahankan kepercayaan dari konsumen. Menurut
Eddy Herjanto (2007:238) fungsi persediaan adalah sebagai berikut:
1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku
atau barang yang dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik

sehingga harus dikembalikan.
3. Menaikan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara
musiman sehingga perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan
baku itu tidak tersedia di pasaran.
5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan diskon
kuantitas.
6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya
barang yang diperlukan.
Maka dari fungsi persediaan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi
persediaan untuk menghilangkan resiko keterlambatan bahan baku, resiko kenaikan
harga bahan baku dan untuk menyimpan bahan baku yang sewaktu-waktu
dibutuhkan oleh perusahaan untuk proses produksi.
2.2.2.

Jenis-Jenis Persedian
Jenis persediaan menurut Farah Margaret (2007:147) adalah sebagai

berikut:
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Persediaan bahan baku.
Bahan dalam proses.
Persediaan barang jadi.
Persediaan barang dagangan.
Persediaan suku cadang.
Persediaan bahan bakar.
Persediaan barang cetakan dan alat tulis.

10

Adapun uraian dari jenis-jenis persediaan diatas adalah sebagai berikut:
1. Persediaan Material atau Persediaan Bahan Baku merupakan
baku atau bahan tambahan yang dimiliki oleh perusahaan

untuk digunakan dalam aktifitas proses produksi persediaan
material menjadi komponen utama dari suatu produk.
2. Persediaan Barang Setengah jadi atau Barang dalam Proses
adalah barang-barang yang sedang dikerjakan (diproses) tetapi
pada tanggal neraca barang-barang tersebut belum selesai
dikerjakan, untuk dapat dijual masih diperlukan pengerjaan
lebih lanjut.
3. Persediaan Barang Jadi atau Produk selesai yaitu barangbarang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik
dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain.
4. Persediaan barang dagangan merupakan persediaan yang
dipergunakan oleh suatu perusahaan dagang.
5. Persediaan suku cadang merupakan persediaan barang yang
digunakan untuk memperbaiki atau menggantu bagian yang
rusak dari peralatan maupun mesin.
6. Persediaan bahan bakar merupakan persediaan yang harus ada
dalam perusahaan terutama bagi perusahaan industri yang
menggunakan mesin disel sebagai pembangkit listrik.
7. Persediaan barang cetakan dan alat tulis merupakan persediaan
untuk kebutuhan kantor untuk memperlancar kegiatan tata
usaha.

2.2.3.

Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Pengendalian menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat

agar tidak ada kelebihan maupun kekurangan bahan baku dalam kuantitas dan waktu
yang tepat.
Adapun pengertian Pengendalian Persediaan Bahan Baku menurut William
K. Carter yang dialih bahasakan oleh Krista (2007:322) adalah “Pengendalian
persediaan bahan baku harus memenuhi dua kebutuhan yang saling berlawanan yaitu

11
menjaga persediaan dalam jumlah dan variasi yang memadai guna beroprasi secara
efisien dan menjaga persediaan yang menguntungkan secara financial.”
Maka dari definisi diatas pengendaluan persediaan bahan baku adalah suatu
sistem persediaan dengan serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan
tingkat persediaan sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan persediaan
bahan baku.
2.3.


Biaya Persediaan
Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2010:91) biaya persediaan ada 3

bagian yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Biaya Penyimpanan (holding cost)
Biaya yang terkait dengan menyimpan atau “membawa” persediaan
selama waktu tertentu. Oleh karena itu, biaya penyimpanan juga
mencakup biaya barang usang dan biaya yang terkait dengan
penyimpanan, seperti asuransi, pegawai tambahan, dan pembayaran
bunga. Banyak perusahaan yang tidak berhasil menyertakan semua
biaya penyimpanan persediaan. Akibatnya, biaya penyimpanan sering
diterapkan kurang dari sebenarnya.
2. Biaya Pemesanan (ordering cost)
Mencakup biaya dari persediaan, formulir, proses pesanan, pembelian,
dukungan administrasi, dan seterusnya. Ketika pesanan sedang
diproduksi, biaya pesanan juga ada, tetapi mereka adalah bagian dari
biaya penyetelan.
3. Biaya penyetelan (set up cost)
Adalah biaya untuk mempersiapkan sebuah mesin atau proses untuk
membuat sebuah pesanan. Ini menyertakan waktu dan tenaga kerja

untuk membersihkan serta mengganti peralatan atau alat penahan.
Manajer

operasi

dapat

menurunkan

biaya

pemesanan

dengan

mengurangi biaya penyetelan serta menggunakan prosedur yang efisien,
seperti pemesanan dan pembayaran elektronik.

12


Dalam banyak lingkungan kerja, biaya penyetelan sangatlah berkaitan
dengan waktu penyetelan (setup time). Penyetelan biasanya memerlukan sejumlah
pekerjaan yang harus dilakukan sebelum penyetelan benar-benar dimulai di pusat
kerja. Dengan perencanaan yang tepat, banyak persiapan yang diperlukan untuk
melakukan sebuah penyetelan dapat dilakukan tanpa harus mematikan mesin atau
proses. Dengan demikian, waktu penyetelan cukup banyak yang dikurangi. Mesinmesin dan proses-proses yang secara tradisional akan memakan waktu berjam-jam
untuk dipasang, sekarang dapat dipasang dalam waktu kurang dari satu menit seiring
dengan semakin imajinatifnya pabrik-pabrik kelas dunia.
2.4.

Material Requirement Planning
Material Requirement Planning (MRP) atau Perencanaan Kebutuhan

Material merupakan suatu metode yang dimulai dengan kegiatan peramalan terhadap
permintaan produk jadi yang independen, menentukan kebutuhan permintaan terikat
untuk:
1. Kebutuhan terhadap tiap jenis komponen (material, parts, atau
ingredients)
2. Jumlah pasti yang benar-benar diperlukan, dan
3. Waktu membuat peramalan secara bertahap yang diperlukan

untuk memenuhi pesanan guna mencukupi suatu rencana
produksi (Haming dan Nurnajamuddin, 2011).
Haming dan Nurnajamuddin (2011) juga menyebutkan beberapa definisi
lain dari Material Requirement Planning yang dikemukakan oleh beberapa pakar.
MRP adalah model permintaan terikat yang menggunakan daftar kebutuhan bahan,
status persediaan, penerimaan yang diperkirakan, dan jadwal produksi induk, yang
dipakai untuk menentukan kebutuhan material yang akan digunakan (Heizer dan
Render, 2011).

13

Haming dan Nurnajamuddin (2011) menyimpulkan beberapa unsur penting
dapat dijumpai dari pengertian-pengertian MRP dari para ahli tersebut, yaitu:
1. Jadwal induk produksi sebagai landasan untuk menyusun rencana dan
jadwal pengadaan. Jadwal produksi ini disebut Master Production
Scheduling (MPS);
2. Status persediaan yang akan menjadi landasan penentuan jumlah unit
yang harus dipesan, disebut Inventory Record;
3. Struktur produk yang akan menjadi landasan untuk menghitung jumlah
unit bahan yang dibutuhkan untuk setiap jenis bahan yang dibutuhkan,
disebut dengan Bill of Material (BOM);
4. Waktu tenggang antara pemesanan dan penerimaan pesanan yang
dimaksud, disebut dengan lead time. Herjanto (2007) menyebutkan
bahwa sistem MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai
berikut.
 Meminimalkan persediaan; sistem MRP menentukan berapa
banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan
dengan jadwal induk produksi. Dengan menggunakan
metode

ini, pengadaan

(pembelian)

komponen yang

diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan
sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan
biaya persediaan.
 Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau
pengiriman; MRP mengidentifikasi banyaknya bahan dan
komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan
waktunya dengan memeperhatikan waktu tenggang produksi
maupun pengadaan (pembeliaan) komponen, sehingga
memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan
diproses

yang

mengakibatkan

terganggunya

rencana

produksi.
 Komitmen yang realistis; dengan MRP jadwal produksi
diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.Banyak perusahaan yang telah memanfaatkan

14
sistem MRP untuk mengendalikan persediaan, karena MRP
dapat memberikan manfaat sebagai berikut (Heizer dan
Render, 2011).
a. Mendapatkan respon yang lebih baik bagi pesanan
pelanggan sebagai hasil dari jadwal yang terus-menerus
diperbaiki. Penerapan MRP membutuhkan jadwal induk
produksi, fasilitas produksi, pelaksanaan jadwal, dan
pengiriman barang yang tepat waktu, akurat dan disiplin.
Perusahaan yang mampu menerapkannya akan memiliki
keunggulan bersaing dan mampu menguasai pasar.
b. Respon yang lebih cepat terhadap perubahan pasar.
Perubahan

pasar

yang

cepat

dan

dinamis

turut

mempengaruhi permintaan dan selera pelanggan, karena
itu perusahaan sangat dituntut untuk mampu memenuhi
dan menjawab perubahan tersebut.
c. Mampu memanfaatkan fasilitas dan tenaga kerja secara
lebih optimal. Jadwal pengadaan bahan baku yang teratur
dengan berpedoman pada jadwal induk akan mampu
memberdayakan mesin dan tenaga kerja sesuai dengan
kebutuhan sehingga tidak menimbulkan pemborosan.
Melalui penerapan pengendalian persediaan, perusahaan
memang mendapatkan banyak manfaat. Namun manfaat
yang paling bisa dirasakan langsung bagi perusahaan
adalah berkurangnya tingkat persediaan, oleh karena itu
berdampak pada berkurangnya biaya persediaan yang
harus dikeluarkan.
d. Mendapatkan respon yang lebih baik terhadap pesanan
pelanggan dan pasar, sehingga mampu memenangkan
pesanan dan pangsa pasar. Pemanfaatan fasilitas dan
pekerja yang lebih baik akan menghasilkan produktivitas
dan pengembalian investasi yang lebih tinggi. Sedangkan
persediaan yang lebih sedikit dapat membebaskan modal
dan ruang untuk digunakan pada kepentingan yang lain.
Manfaat ini merupakan hasil dari sebuah keputusan

15
strategis

untuk

menggunakan

sistem

penjadwalan

persediaan yang terikat.
Agar efektif, pengendalian persediaan terikat melalui MRP mengharuskan
para manajer operasi memahami hal-hal berikut (Heizer dan Render, 2011).
1. Jadwal Produksi Induk (apa yang akan dibuat dan kapan)
2. Spesifikasi atau Daftar Kebutuhan Bahan (material dan komponen yang
diperlukan untuk memproduksi)
3. Ketersediaan persediaan (apa yang ada pada persediaan)
4. Pesanan pembelian yang belum dipenuhi (apa yang berada dalam
pesanan)
5. Waktu tunggu atau lead time (berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk mendapatkan berbagai komponen).
2.4.1.

Komponen Dasar MRP
Komponen dasar MRP terdiri atas jadwal induk produkis daftar kebutuhan

material, dan catatan persediaan, yang dapat digambarkan dalam suatu sistem MRP
seperti dalam suatu produk akhir. Selanjutnya dengan mengetahui komponen yang
membentuk produk akhir itu, status persediaan, dan waktu tenggang yang diperlukan
untuk memesan bahan atau merakit komponen yang bersangkutan, dapat disusun
suatu perencanaan kebutuhan dari komponen yang diperlukan (Herjanto, 2007).
Masing-masing komponen dasar MRP tersusun sebagaimana tersaji pada Gambar 2.1
Daftar material

Jadwal Induk Produksi

Catatan Penelitian

Perencanaan Kebutuhan Material

Daftar Material

Tenik Penentuan Ukuran lot

Gambar 2.1. Sistem MRP
Sumber : Herjanto, 2007

16

1. Jadwal Induk Produksi (MPS)
Jadwal Induk produksi (Master Production Schedule, MPS)
merupakan gambaran atas periode perencanaan dari suatu permintaan,
termasuk peramalan, backlog, rencana suplai/penawaran akhir, dan
kuantitas yang dijanjikan tersedia (available to promise, ATP). MPS
disusun berdasarkan perencanaan produksi agregat, dan merupakan
kunci penghubung dalam rantai perencanaan dan pengendalian
produksi. MPS berkaitan dengan pemasaran, rencana distribusi,
perencanaan produksi dan perencanaan kapasitas.MPS mengendalikan
MRP dan merupakan masukan utama dalam proses MRP. MPS harus
dibuat secara realistis, dengan mempertimbangkan kemampuan
kapasitas produksi, tenaga kerja, dan subkontraktor (Herjanto, 2007).
Gaspersz (2007) menyebutkan bahwa sebagai suatu aktifitas proses,
penjadwalan produksi induk (MPS) membutuhkan 5 input utama seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.1 input utama MPS adalah sebagai berikut:
 Data Permintaan Total, merupakan salah satu sumber data bagi
proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan
dengan ramalan penjualan (sales forecast) dan pesanan-pesanan
(orders).
 Status Persediaan, berkaitan dengan informasi tentang on-hand
inventory, stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu
(allocated stock), pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang
dikeluarkan (released production and purchase orders), dan firm
planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak
inventory yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus
dipesan.
 Rencana Produksi, memberikan sekumpulan batasan kepada MPS.
MPS harus menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi,
persediaan, dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi
itu.
 Data Perencanaan, berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot sizing
yang harus digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety

17
stock), dan waktu tunggu (lead time) dari masing-masing item yang
biasanya tersedia dalam file induk dari item (Item Master File).
 Informasi dari Rough Cut Capacity Planning (RCCP), berupa
kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi
salah satu input bagi MPS.
Ketepatan MPS bervariasi berdasarkan jangka waktu perencanaannya.
Perencanaan jangka waktu pendek harus lebih akurat, mengingat biasanya berisi
pesanan yang sudah pasti (fixed order), kebutuhan distribusi pergudangan, dan
kebutuhan suku cadang. Semakin jauh jangka waktu perencanaan ketepatan MPS
biasanya semakin berkurang. Gambar 2.2 merupakan contoh dari suatu jadwal induk
produksi.

Rrough Cut Capacity Planning
(RCCP)

INPUT:
Data permintaan
total.
Status Inventori

PROSES:

OUTPUT:

Penjadwalan Produksi
Induk

Jadwal Produksi
Induk (MPS)

Rencana produksi
Informasi dari
RCCP

Feedback
Gambar 2.2. Jadwal Induk Produksi
Sumber : Gaspersz (2007)

18
2. Daftar Material (Bill of Material)
Definisi yang lengkap tentang suatu produk akhir meliputi daftar
barang, atau material yang diperlukan bagi perakitan, pencampuran,
atau pembuatan produk akhir tersebut. Setiap produk mungkin
memiliki sejumlah komponen, tetapi mungkin juga memiliki ribuan
komponen. Setiap komponen sendiri dapat terdiri atas sebuah barang
(item) atau berbagai jenis barang (Herjanto, 2007).
Hubungan antara suatu barang dan komponennya dijelaskan dalam suatu
struktur produk. Secara konvensi, produk akhir atau parent item disebut sebagai level
(jenjang) 0, sedangkan komponen pembentuk produk akhir disebut sebagai level 1,
bagian rakitan berikutnya disebut level 2, dan seterusnya (Herjanto, 2007).
Aplikasi MRP dimulai dengan mengetahui komponen dari produk yang
akan diproduksi dengan mengetahui komponen dari produk yang akan diproduksi
atau dirakit. Daftar produk dan komponen yang diperlukan disebut daftar material
(bill of materials, BOM). BOM dibuat sebagai bagian dari proses desain dan
kemudian digunakan untuk menentukan barang mana yang harus dibeli dan barang
mana yang harus dibuat. BOM disimpan dalam suatu BOM files, yaitu basis data
yang dibuat oleh suatu BOM processor, yang menyusun BOM dalam berbagai
format yang dikehendaki perusahaan (Herjanto, 2007).
Heizer dan Render (2011) menyebutkan bahwa agar sebuah MRP dapat
bekerja dengan baik dibutuhkan suatu manajemen persediaan yang baik. Jika
perusahaan belum mencapai setidaknya 99 persen ketelitian catatan, maka
perencanaan kebutuhan material tidak akan bekerja dengan baik.
Sistem MRP harus memiliki dan menjaga suatu data persediaan yang up to
date untuk setiap komponen barang. Data ini harus menyediakan informasi yang
akurat tentang ketersediaan komponen dan seluruh transaksi persediaan, baik yang
sudah terjadi maupun yang sedang direncanakan. Data itu mencakup nomor
identifikasi, jumlah barang yang terdapat di gudang, jumlah yang dialokasikan,
tingkat persediaan minimum (safety stock level), komponen yang sedang dipesan dan
waktu kedatangan, serta waktu tenggang (procurement lead time) bagi setiap
komponen (Herjanto, 2007).

19
Data persediaan bisa merupakan catatan manual selama di-up date dari hari
ke hari. Namun, dengan berkembangnya teknologi dan semakin murahnya harga
computer maka kini banyak perusahaan sudah menggunakan jaringan sistem
informasi melalui computer sehingga apabila barang masuk atau barang
terpakai/terjual, datanya dapat langusng diakses di semua unit terkait (Herjanto,
2007).
3. Catatan Persediaan (Inventory Record)
Heizer dan Render (2011) menyebutkan bahwa agar sebuah MRP
dapat bekerja dengan baik dibutuhkan suatu manajemen persediaan
yang baik. Jika perusahaan belum mencapai setidaknya 99 persen
ketelitian catatan, maka perencanaan kebutuhan material tidak akan
bekerja dengan baik.
Sistem MRP harus memiliki dan menjaga suatu data persediaan yang up to
date untuk setiap komponen barang. Data ini harus menyediakan informasi yang
akurat tentang ketersediaan komponen dan seluruh transaksi persediaan, baik yang
sudah terjadi maupun yang sedang direncanakan. Data itu mencakup nomor
identifikasi, jumlah barang yang terdapat di gudang, jumlah yang dialokasikan,
tingkat persediaan minimum (safety stock level), komponen yang sedang dipesan dan
waktu kedatangan, serta waktu tenggang (procurement lead time) bagi setiap
komponen (Herjanto, 2007).
Data persediaan bisa merupakan catatan manual selama di-up date dari hari
ke hari. Namun, dengan berkembangnya teknologi dan semakin murahnya harga
computer maka kini banyak perusahaan sudah menggunakan jaringan sistem
informasi melalui computer sehingga apabila barang masuk atau barang
terpakai/terjual, datanya dapat langusng diakses di semua unit terkait (Herjanto,
2007).
4. Teknik Penentuan Ukuran Lot (Lot Sizing)
Menurut Herjanto (2007:271), teknik penentuan ukuran lot (lot sizing)
terbagi atas beberapa teknik, yaitu lot for lot (LFL), economic orde
quantity (EOQ).

20

a. Lot For Lot (LFL)
Metode lot for lot (LFL) atau metode persediaan minimal berdasarkan pada
ide menyediakan persediaan (memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan
pada saat itu. Jadi biaya yang timbul hanya berupa biaya pemesanan. Apabila
terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang, maka akan berakibat pada
terhambatnya proses produksi apabila persediaan itu berupa bahan baku, atau
tidak terpenuhinya permintaan pelanggan apabila persediaan tersebut berupa
bahan jadi. Namun, bagi perusahaan tertentu yang menjual barang-barang
yang tidak tahan lama, metode lot for lot (LFL) merupakan pilihan yang
terbaik. Metode ini menggunakan tabel khusus yang terdiri dari banyaknya
kebutuhan bahan baku dalam periode tertentu, jumlah pemesanan bahan baku
tersebut, jumlah persediaan akhir, biaya pesan dan total biaya.
b. Economic Order Quantity (EOQ)
Dalam teknik economic order quantity (EOQ), besarnya ukuran lot adalah
tetap. Namun perhitungannya adalah sudah mencakup biaya pesan serta biaya
simpan. Economic order quantity (EOQ) dipengaruhi oleh 2 (dua) jenis
biaya, yaitu biaya pemesanan untuk setiap pengadaan atau pembelian bahan
baku, dan biaya penyimpanan bahan baku di perusahaan untuk jumlah
tertentu sesuai dengan jumlah yang dipesan atau dibeli pada suatu periode.
Rumus yang digunakan dalam teknik ini adalah sebagai berikut:

Keterangan:
D = Jumlah kebutuhan barang
S = Biaya pemesanan
H = Biaya penyimpanan
c. Least Unit Cost (LUC)
Metode least unit cost (LUC) merupakan metode yang menggunakan
permintaan dari periode saat ini, kemudian dievaluasi untuk menentukan
jumlah lot yang diperlukan untuk periode selanjutnya. Cara menggunakan
metode ini adalah dengan memilih biaya terkecil per unitnya dari beberapa
periode tertentu dengan menambahkan biaya penyimpanan total terhadap

21
biaya pemasangannya, dan kemudian mencari periode yang biaya per unit
yang paling kecil.
d. Least Total Cost (LTC)
Metode ini merupakan teknik lot sizing yang menghitung jumlah pemesanan
dengan membandingkan antara set-up cost dan carrying cost untuk lot sizing
yang bervariasi dan memilih sebuah lot yang memberikan atau mempunyai
set-up cost dan carrying cost yang hamper sama. Prosedur untuk menghitung
least total cost (LTC) adalah dengan membandingkan biaya pemesanan
(ordering cost) dengan biaya penyimpanan (holding cost) untuk beberapa
periode. Pemilihan yang tepat adalah lot sizing yang memiliki biaya
pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (holding cost) yang kirakira sama.
Dari keseluruhan komponen yang ada dalam material requirement
planning (MRP) serta teknik-teknik yang ada, maka kita dapat menggambarkan
proses dari pelaksanaan material requirement planning (MRP) seperti gambar 2.3 di
halaman berikut ini:
Gambar 2.3. Proses MRP

Sumber: (Astana, 2007:188)

22

Penjelasan mengenai gambar diatas dapat kita mulai dengan memasukan
jadwal induk produksi (JIP), struktur produk, serta status perusahaan. Setelah itu kita
hitung kebutuhan bersihnya (netting), lalu menentukan besarnya pemesanan produk
(lotting), kemudian menentukan perubahan perencanaan, maka dilakukan exploding
ulang untuk level berikutnya dan kemudian menghitung ulang kebutuhan berishnya
(netting), lalu menghitung ulang besarnya pemesanan produk (lotting), kemudian
menghitung ulang kapan waktu pemesanan barang dilakukan (offsetting). Setelah
memastikan tidak ada lagi perubahan, maka pelaksanaan material requirement
planning (MRP) mengalami perubahan rencana atau informasi, maka proses diulang
kembali dengan memasukan jadwal induk produksi (JIP), struktur produk, dan
perusahaan pun harus mengulang terhadap netting, lotting, dan offsetting dilakukan
kembali.
2.5.

Tujuan dan Manfaat Material Requirement Planning (MRP)
Suatu tujuan MRP pada dasarnya bertujuan untuk merancang suatu sistem

yang mampu menghasilkan informasi untuk mendukung tindakan yang tepat baik
berupa pembatalan pesanan, pesan ulang, atau penjadwalan ulang. Tindakan ini
sekaligus merupakan suatu pegangan untuk melakukan pembelian bahan baku atau
produksi. Menurut Herjanto (2007:276) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen
Operasi”, mengemukakan beberapa tujuan dari MRP, diantaranya:
1. Meminimalkan persediaan, MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu
komponen diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi (Master
Production Schedule). Dengan menggunakan metode ini, pengadaan
(pembelian) atas komponen-komponen yang diperlukan untuk suatu rencana
dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan
biaya persediaan.
2. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman. MRP
mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari
segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggan produksi
maupun pengadaan komponen, sehingga dapat memperkecil resiko tidak
tersedianya bahan yang akan diproses yang dapat mengakibatkan
terganggunya rencana produksi.

23

3. Dengan MRP, jadwal produksi diharpkan dapat dipenuhi sesuai dengan
rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dapat dilakukan
secara realistis. Hal ini mendorong meningkatnya kepuasan dan kepercayaan
konsumen.
4. Meningkatkan efisien, MRP juga mendorong peningkatan efisien karena
jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat
direncanakan lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi.
Menurut Render dan Heizer (2010), manfaat dari MRP adalah:
1. Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen.
2. Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja.
3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik
4. Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan
pergeseran pasar.
5. Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan
kepada konsumen.
2.6.

Kelebihan dan Kelemahan Material Requirement Planning (MRP)
Menurut Yolanda Siagian (2007:194) MRP memiliki beberapa keunggulan,

diantaranya:
1. Respon yang lebih baik pada permintaan konsumen, sebagai
hasil dari perbaikan pada penjadwalan.
2. Respon yang lebih cepat terhadap perubahan pasar.
3. Meningkatkan penggunaan fasilitas dan tenaga kerja.
4. Mengurangi tingkat persediaan.
Kelemahan MRP terjadi karena kurang nya integritas data, yang dimaksud
dengan integritas data adalah terdapat kesalahan dalam memasukan data persediaan
pada Bill of Material dan Master Production Schedule yang mengakibatkan hasil
data yang salah. Problem utama lainnya adalah MRP membutuhkan data spesifik
berapa lama perusahaan menggunakan berbagai komponen dalam memproduksi
produk tertentu (asumsi semua variable).

24

2.7.

Kerangka Pemikiran Masalah
Kerangka pemecahan masalah diperlukan untuk memeberikan gambaran

sistematika yang digunakan dalam menjawab permasalahan yang dihadapi para
peneliti. Adapun kerangka pemecahan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Masalah