SUMBER ILMU PENGETAHUAN STUDI KOMPERATIF

SUMBER ILMU PENGETAHUAN
STUDI KOMPERATIF ISLAM DAN BARAT
By: Didin Chonyta (SIAI) _14750010_
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengetahuan
manusia,

(knowledge)

karena

pengetahuan

(natiqiyyah) adalah sebagai

adalah

bagian


adalah

buah

yang

dari

esensial-aksiden

"berfikir".

Berfikir

differentia (fashl) yang memisahkan manusia

dari sesama genus-nya. Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena
pengetahuan


yang

dimilikinya.

Begitu

urgennya,

sehingga

ketika

pengetahuan manusia mengalami kemunduran, maka tidak sedikit manusia
yang

mencoba

merumuskan

mengkritisi,


solusinya.

Hal

mencari
ini

lah

tahu

yang

persoalannya

tampak

dalam


kemudian

perkembangan

pemikiran ke-Islaman.
Dalam konteks Islam, sejarah menunjukkan bahwa saat ini dunia
Islam memiliki watak keilmuan yang stagnan atau statis. Para cendekiawan
muslim kontemporer berpendapat bahwa dalam Islam telah ada semacam
“indoktrinasi” terhadap khazanah warisan keilmuan klasik. Mereka antara
lain

M.

Arkoun,

menurutnya

dalam

Islam


telah

terjadi

pensyakralan

pemikiran keagamaan (taqdis al-afkar addiniyyah)1, hal ini karena wacana
Al-Qur’an

yang

interpretation)

semula

memberikan

bersifat


terbuka,

poly-interpretable

kemungkinan-kemungkinan

1

arti

yang

(multitidak

Sulhani, Muhammad Arkoun dan kajian pemikiran Islam, Jurnal DINIKA Vol:3, No:1
Januari 2004. H.101

1

terbatas, historis-spiritual, dan elastis, kini berubah menjadi bersifat tertutup,

final, a-historis dan kaku (rigid).
Al-Jabiri

yang

meneliti

secara

khusus

sistem-sistem

pengetahuan

yang dikembangkan dalam Islam, menemukan bahwa ummat Islam selama
ini

masih


sistem

terbelenggu

pengetahuan

dengan

‘irfani

sistem

dan

bāyani

burhāni.

yang


Sistem

dikontraskan

bāyani

yang

dengan
dominan

tersebut tidak lain merupakan warisan produk klasik yang telah berurat dan
berakar.2 Ia menyesalkan mengapa umat Islam masih saja terus mengadopsi
secara taken for granted tanpa adanya filterisasi, yang ia inginkan bukanlah
warisan seperti yang dipahami oleh nenek moyang kita dahulu atau seperti
yang termaktub dalam naskah-naskah kuno.
Berangkat dari kesadaran terhadap watak pemikiran Islam yang statis
tersebut, maka tidak aneh jika kemudian muncul pemikir-pemikir muslim
liberal dan kritis, mereka antara lain Fazlur rahman (Pakistan), M. Syahrur
(Syiria),

Hamid

Yusuf
Abu

Qardawi

Zayd

(Qatar),

(Mesir)

dan

Ali
di

Jumu’ah,
Indonesia


Djamaluddin
ada

Hasby

dan

Nasrh

Ashsiddiqiey,

Munawir Sadzali, Ahmad Azhar Basyir dan Nurcholis Madjid, dan lain-lain.
Namun ide pemikiran brillian mereka berupa pemikiran ulang (reThingking)
dicemooh

atau
dan

pembaharuan
tak

jarang

(Tajdid)

diisolasikan

bukannya
dari

disambut,

percaturan

melainkan

pemikiran

Islam,

bahkan sampai vonis pada kekafiran berfikir, hal ini karena corak pemikiran
mereka yang dianggap liberal bahkan kafir.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sumber kritisisme atas
kegelisahan

intelektual

mereka

memiliki

2

akar,

serta

bertumpu,

pada

Ketika al Jabiri melontarkan ide ini banyak menuai kritik dari berbagai pihak karena
terkesan tendensius dan sangat berbau klise. Lihat tulisan Muhammad Aunul Abid Shad an
Sulaiman Mapiase dalam buku Islam Garda depan, Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah,
(Bandung : Mizan, 2001), hlm 305

2

permasalahan epistemologi. Permasalahan yang dispesifikasikan dalam term
metodologi

ini

wacana-wacana

pada

dasarnya

modernitas.

memang

Epistemologi

menjadi

poros

adalah

sebuah

bagi

tumbuhnya

persoalan

yang

mendasar dalam setiap bangunan keilmuan, sebab ia mempertanyakan atau
mengkaji
validitas

secara

filosofis

pengetahuan,

tentang

teori-teori

asal
dalam

mula,
ilmu

susunan,

metode-metode,

pengetahuan,

dan

segala

sesuatu yang turut melandasi atau membentuk pandangan dunia keilmuan.
Dengan demikian setelah para pemikir muslim di atas bergumul dan
bersentuhan

dengan

wacana

filsafat

keilmuan,

maka

wajar

jika

isu-isu

epistemologis telah melatarbelakangi, melahirkan, ide-ide radikal dan sikap
kritis dari mereka yang membawa pada kesadaran bahwa khazanah keilmuan
klasik sudah tidak begitu relevan lagi dengan kondisi mutakhir.
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan Sumber pengetahuan dalam Islam?
2. Sebutkan sumber ilmu pengetahuan dari Barat?
3. Bagaimana metode dan analisis perbandingan sumber ilmu pengetahuan
antara Islam dan Barat?

C. Tujuan Masalah
1. Agar pembaca mengetahui Sumber pengetahuan dalam Islam.
2. Untuk memperjelas sumber ilmu pengetahuan dari Barat.
3. Untuk

mengetahui

metode

dan

analisis

pengetahuan antara Islam dan Barat.

3

perbandingan

sumber

ilmu

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber Ilmu Pengetahuan dalam Islam.
Epistemologi Islam yang berdiri di atas sumber naqliyyah (wahyu)
ini

tidak

juga

mengabaikan

aspek-aspek

`aqliyyah

yang

berasaskan

penyuburan akal dan perkembangan pemikiran manusia. Perbincangan
dalam Islam merupakan suatu acuan yang sepadu iaitu gabungan

ilmu
antara

akidah, syariah dan akhlak yang akhirnya membentuk tunjangan ilmu yang
bersifat saintifik dan kemanusiaan seperti ilmu sains, teknologi, ekonomi dan
yang lainya.3
Osman Bakar di dalam Classification of Knowledge in Islam telah
merumuskan

pandangan

al-Farabi

Kitab

dalam

Ihsa’

al-`Ulum

yang

menyatakan bahawa ilmu itu dibahagikan kepada lima bagian. Pertama
adalah sains matematik (the mathematical science) yang terdiri daripada
aritmetik, geometri, astronomi dan muzik. Yang kedua adalah sains fisik
(natural science). Seterusnya yang ketiga adalah metafizik (metaphysics) dan
pecahan-pecahannya. Yang keempat ialah sains Politik (political science).
Dan yang kelima adalah tentang sains atau falsafah undang-undang dan sains
skolastik (jurisprudence and dialetical theology)4
Ibn Khaldun di dalam bab terakhir Muqaddimah turut menyentuh
tentang persoalan epistemologi yang menjelaskan klasifikasi ilmu. Uraian
yang dibuat

oleh

Ibn Khaldun

dilihat

3

agak mendatar

di

mana

beliau

Basri Bin Husin, Beberapa Aspek Epistemologi:
Konsep, Tabiat Dan Sumber-Sumber
Ilmu Dalam Tradisi Islam, (Jurnal Usuluddin, 11/9/2010) H.185
4
Osman Bakar (1998), Classification Of Knowledge in Islam, Cambridge, (UK: The Islamic
Texts Society) h. 137-147.

4

mengkategorikan

ilmu

yang

menjadi

tumpuan

manusia

itu

kepada

dua

bagian iaitu ilmu naqli dan ilmu `aqli.
Ibn Khaldun membagi ilmu naqli kepada dua bagian iaitu ilmu yang
bersumberkan wahyu dan ilmu yang tidak bersumberkan wahyu. Ilmu yang
bersumberkan wahyu

terdiri

daripada al-Qur’an

dan

al-Hadith.

Manakala

ilmu yang tidak bersumberkan wahyu pula terdiri daripada ilmu tafsir, ilmu
qira’at, ilmu hadith, ilmu usul fiqh, ilmu fiqh, ilmu fara’id, ilmu kalam, ilmu
tasawuf dan ilmu tafsir mimpi.5
Sementara

itu,

klasifikasi

ilmu

pada

pandangan

al-Ghazali

dilihat

agak kompleks, di mana beliau mengkasifikasikan ilmu berdasarkan kepada
kelompok; klasifikasi berdasarkan kepada tahap kewajiban sumber ilmu dan
klasifikasi berdasarkan fungsi sosial. Hal ini banyak dibincangkan oleh alGhazali

dalam

kitab

beliau

Ihya’

`Ulum

al-Din

dan

al-Risalah

al-

Ladunniyah.
Sedangkan Naquib Al-Attas mengatakan bahwa sumber ilmu pertama
adalah datangnya dari Allah (The Islamic view of nature has its roots in the
Quran, the very word of God and the basis of Islam6) sebagai karunia-Nya
yang diberikan kepada manusia. Ilmu tersebut, hanya dapat diterima oleh
insan dengan daya usaha kerja amal ibadah serta kesucian hidupnya. Yakni
dengan keihsananya dan hikmah sejati ibadah kepada tuhannya yang hak itu
dengan ridhanya dan yang mungkin dapat menerimanya tergantung kepada
kehendak dan karunia Allah juga.

5

Ibn Khaldun, `Abd al-Rahman (1996M./1417H.), Muqaddimah Ibn Khaldun, c. 3. Beirut:
Dar al-Fikr, h. 549-629.
6
Yasmeen Mahnaz Faruqi, Islamic view of nature and values: Could these be the answer to
building bridges between modern science and Islamic science, (Flinders University, School
of Education faru0001@flinders.edu.au, International Education Journal, 2007, 8(2), 461469. ISSN 1443-1475 © 2007 Shannon Research Press.) h. 465

5

Apa

yang

dikemukakan

oleh

Naquib

sesuai

dengan

kesepakatan

dikalangan muslim yang telah memiliki landasan teologis, bahwa surah al‘Alaq ayat 1-5, diterima sebagai landasan bahwa Allah swt adalah sumber
segala ilmu. Mereka meyakini asal ilmu itu adalah Allah swt sendiri,
pencipta

alam

semesta

yang

diperuntukkan

bagi

hamba-Nya.

Selain

itu

sumber pengetahuan yang lainya berasal dari Intuisi, akal, wahyu, ilham,
pengalaman
dalam

dll.7

tataran

Sedangkan

sistemik

ilmuan

yang

adalah

disebut

peramu

manusia

butiran-butiran

dalam

nama-nama

ilmu
yang

disepakati bersama demi kemudahan menggalinya.
Sumber

epistemologi

Islam

kedua

adalah

Al-Qur’an.

Al-Qur'an

merupakan sumber ajaran Islam, yang disamping berfungsi sebagai hudan
(petunjuk) juga sebagai furqan (pembeda). Sehingga ia menjadi tolak ukur
dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Termasuk dalam penerimaan
dan penolakan apa yang dinisbahkan kepada nabi Muhammad saw.
Ringkasnya, al-Qur’an menjadi petunjuk dan konsultasi bagi ilmu
pengetahuan

Islam

yang

memiliki

kedudukan

tinggi

sebagai

sumber

sunnah.

Dalam

pengetahuan dibanding sumber-sumber pengetahuan yang lain.
Sumber

epistemologi

Islam

ketiga

adalah

mengomentari sunah ini Fazlur Rahman mengatakan:
“The second definitive source of Islam, afteer the Qur’an, is the sunna of the
prophet. The term sunna means the example or model for others to follow.
The sunna, therefore, purportdly gives is the precepts and actions of the
prophet Muhmmad outside the Qur’an”.
7

Intuisi menurut Al-Attas bukan hanya pemahaman langsung oleh banyak subyek yang
mengetahui tentang dirinya, dalam kondisi sadar, tentang diri orang lain, tentang dunia luar
tentang kebenaran, nilai, rasional, dan universal. Instuisi juga merupakan pemahaman,
langsung tanpa perantara tentang kebenaran agama, tentang realitas wujud tuhan, realitas
eksitensi sebagai lawan realitas esensi, Instuisi yg tertinggi adalah tentang wujud tuhan itu
sendiri. Lihat al-Attas, Prolegomena to the methaphisis of Islam an exposition of the
fundamental elemen of the worldview of Islam,( Kuala Lumpur, ISTAC, 1995) H.119

6

Sunnah
wajib

menurut

diamalkan.

Ia

para
berada

ulama

dipandang

pada

posisi

dari

setelah

segi

keberadaannya
dilihat

al-Qur’an

dari

kekuatannya, karena al-Qur’an berkualitas qath’iy baik secara global maupun
rinci.

Di

samping

itu,

al-Qur’an

merupakan

pokok,

sedangkan

sunnah

merupakan cabang, karena posisinya menjelaskan dan menguraikan. Dari
kenyataan ini, maka jumhur ulama menyatakan bahwa sunnah menempati
urutan kedua setelah al-Qur’an.
Jika sumber ilmu pengetahuan dalam Islam adalah dua jenis kitab
yaitu wahyu Al-Qur’an sebagai kitab tertulis, dan alasan bahwa semesta
adalah kitab yang tidak tertulis, maka pada keduanya terdapat ayat yang
perlu

dipahami

dengan

metodologi

masing-masing.

Al-Attas

memperkenalkan suatu analogi metodologis antara bahasa wahyu dan bahasa
penciptaan dengan ilmu alat yang disebut ta’wil dan tafsir.8
Menilik kembali sumber sumber filsafat di dalam pengetahuan islam,
tokoh

berserta

pemikiranya

memiliki

andil

besar

dalam

perkembangan

Filsafat Islam. Due to this they defined philosophy as:9
Theoretical and Practical (Al-Kindi)
Based on certainty and opinion (Farabi)
Perfection of the human soul (Ibn Sina)

8

Al-Attas, the concept of education in Islam: A framework for an Islamic Education, (Kuala
Lumpur, ISTAC, 1991) H. 7 ff; Osman Bakar mendiskusikan konsep tafsir Al-Attas ini
dalam “the Question of Methodologhy in Islamic Science dalam tawhid and science: Essay
on the history and philosophy of Islamic science, (Penang dan Kuala Lumpur, Secretariat for
islamic Philosophy and science, Nurin Interprise, 19991) buku ini diterbitkan sesuai aslinya
dengan judul the history and philosophy of Islamic Science, (Cambrige, Islamic Text
society, 1999) H.13-38, penulis mendapatkan makalah ini dalam seminar Hamid Fahmy
Zarkasyi, Worldview Islam (asas Islamisasi ilmu social humaniora) H. 16
9
Ali raza tahir, Islam and Phylosophy (meaning and relationship), (Department of
Philosophy, University of the Punjab, Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research
In Business Copy Right © 2013 Institute of Interdisciplinary Business Research
1287
January 2013 Vol 4, No 2.) H. 1297

7

Relationship between theoretical aspect and practical dimensions (Ismaili)
Words and deeds in accordance with knowledge (Ikhwan al Safa)
Purification of the soul (Suhrawardi-Hikmat al ishraq)
Perfecting of the human soul (Mulla Sadra-Al-Hikmat al mutaaliyah)
Al-Syaibani mengatakan, bahwa pengalaman langsung, perhatian dan
pengamatan indera adalah sebagian dari sumber ilmu pengetahuan, banyak
lagi sumber lain yaitu renungan pikiran dan pemikiran akal, bacaan dan
tela’ah terhadap pengalaman. Pengalaman orang-orang terdahulu, perasaan,
rasa

hati,

akal

serta

bimbingan

Illahi.

Namun

sumber-sumber

tersebut

meskipun beragam bentuk jenisnya dapat dikembalikan kepada lima sumber
utama yakni indera, akal, intuisi, ilham dan wahyu Illahi.
Keberadaan
Taimiyyah

yang

sumber
membagi

pengetahuan
ilmu

empirik

pengetahuan

ini

kepada

diakui
dua

oleh

bagian,

Ibn
yakni

pengetahuan tentang segala yang ada (al-ilmu bi al-ka’inat) dan pengetahuan
tentang

agama

(al-ilmu

bi

al-din).

Ia

mengatakan

bahwa

dengan

menggunakan metode tajribiyyah (empirisme) pengetahuan tentang al-ilmu
bi al-ka’inat dapat diperoleh. Menurutnya, tidak ada jalan untuk mengetahui
kebenaran,

kecuali

dengan

metode

ini.

Selanjutnya

ia

mengatakan

jika

silogisme dipisahkan dengan tajribiyyah maka tidak akan membawa kepada
kesimpulan atau atau pengetahuan yang benar. Dengan tajribiyyah ini lah
sebuah kebenaran paertikular dapat diketahui.
B. Sumber Ilmu Pengetahuan dari Barat
Dalam
tiga

babak

sejarahnya,
(periodesasi).

perkembangan
Pertama,

ilmu

sebelum

pengetahuan
15.00

tahun

dibagi
SM

dalam

(Sebelum

Masehi) dengan ciri utama manusia belajar dari alam sekitarnya. Manusia
menemukan cara-cara untuk tetap bertahan dengan cara mempelajari alam.

8

Dengan cara seperti itu, manusia mampu “menundukan” alam melalui daya
nalarnya yang pada saat itu masih dapat dikatakan terbatas. Sekitar 15.000 –
600 tahun SM, perioode awal, peradaban manusia telah mulai mengenal
membaca, menulis dan berhitung. Dalam kurun waktu yang relatif panjang
sejarah

peradaban

telah

banyak

melahirkan

para

filosof

terkenal

seperti

Sócrates, Aristóteles, Plato, Thales, Archimedes, Aristachus, dan lain-lain.
Pada masa ini telah dikenal apa yang disebut dengan logika deduktif dan
silogismo.
Kedua, periode atau abad pertengahan diwarnai oleh para pemikir
Arab-Islam yang membawa corak pemikiran berbasis agama dan moral. Pada
abad ini lahir para pemikir seperti Al-Kindi (Filosof Islam Pertama), Al
Khawarijmi (Aljabar), Al Idris (Astronomi), Ibnu Sina atau Avisena, Ibnu
Rusdi atau Averus, Umar Kayam, dan lain-lain.
Ketiga, abad modern. Pada abad ini ilmu pengetahuan berkembang
pesat sebagai hasil interaksi berbagai ilmu pengetahuan yang disebut dengan
proses sistesa. Abad modern pun ditandai oleh paradigma positivisme yang
digagas

oleh

August

Comte

melalui

Sosiologi

Positif.

Comte

ingin

menegaskan, bahwa kemajuan ilmu pengetahuan hanya akan berkembang
cepat apabila manusia melepaskan cara berpikir yang metafisi.10
Menurut

Jujun

S.Suria

sumantri

pengetahuan

tentang

ilmu

seyogyanya mencakup pengetahuan tentang apa yang dikaji ilmu, bagaimana
cara ilmu melakukan pengkajian, dan menyusun tubuh pengetahuannya, serta
untuk apa pengetahuan ilmiah yang telah disusun itu dipergunakan. Ketiga
hal tersebut dalam terminologi kefilsafatan dikenal dengan istilah ontologi
(apa),

epistemologi

(bagaimana),

dan

10

Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar,
H.30

9

axiologi

(untuk

apa).

Dalam

(Jakarta; Raja grafindo persada, 2013),

operasionalisasinya persoalan filsafat ilmu tesebut pun masih memerlukan
”bantuan” ilmu lain, seperti bahasa, logika, matematika, dan statistika.
Dalam epistemologi Barat, bagaimana cara memperoleh pengetahuan
dikenal dengan tiga paham: Pertama, pendekatan rasionalisme. Suatu paham
bahwa pengetahuan terjadi karena bahan pemberian panca indera dan batin
yang diolah oleh “akal”. Akal memegang peranan penting dalam, mengolah
informasi dari eksternal sehingga melahirkan pengetahuan. Rasionalisme ini
terbagi ke dalam dua aliran, yaitu rasionalisme idealis dan rasionalisme
realis.

Rasionalisme

pengetahuan

kita

idealis
dapat

berpegang

melampaui

teguh

kepada

pengalaman

keyakinan

panca

bahwa

indera

sejati.

Sedangkan rasionalisme realis berpendapat bahwa pengolahan pengetahuan
oleh rasio tidak terlepas dari obyek yang diamatinya “Rasio mengolah
pengalaman sambil meresap ke dalam obyek, sedangkan obyek itu sendiri
bukan hasil ciptaan sukma manusia”.
Melalui

rasio,

ilmuwan

dapat

melakukan

tiga

hal

penting

yang

menjadi basis pengembangan pengetahuan, yaitu (1) definisis, (2) komparasi,
dan (3) kausalitas. Definisi melakukan proses pembatasan tentang sesuatu
yang disebut ”A” atau ”B”. Komparasi melakukan proses perbandingan
antara ”A” dan ”B”. Kausalitas dapat menjelaskan mana yang menjadi
”sebab” dan mana yang menjadi ”akibat”. Bebarapa tokoh penting yang
berada

dibalik

Descrates

paham

(1596-1650),

rasionalisme
Spinoza

ini

misalnya,

(1632-1677),

Leibniz

Augustinus,

Scotus,

(1646-1716),

Fichte

(1762-1814), Hegel (1770-1813), dan lain-lain.
Meskipun

gegap

gempita

rasionalisme

telah

mampu

menyedot

perhatian ilmuwan seantero dunia, di sisi lain banyak pula yang mengkritik
atau

membantahnya.

Bantahan

terhadap

rasionalisme

misalnya:

(1)

rasionalisme bersifat spekulatif, terlalu mengandalkan olahan rasio dan lalai

10

dalam pengujian yang dihubungkan dengan dunia nyata. (2) rasionalisme
cenderung

a-priori,

pembawaan

dalam

individual

arti

masalah

psikologis

(tanggapan-tanggapan

yang

pembawaan)

merupakan

akan

berbeda

pada diri setiap orang.
empirisme,

Kedua,
pengetahuan

yang

yaitu

diperoleh

Suatu

terbatas

paham
hanya

yang
pada

berpendapat

bahwa

pengalaman.

Dalam

perkembangannya empirisme ini terbagi dua, yaitu empirisme sensualisme
dan

empirisme

konsiensialisme.

Empirisme

sensualisme

yaitu

proses

perolehan pengetahuan yang hanya bertumpu pada pengalaman pancaindera
semata-mata.

Sensualisme

pancaindera

bersifat

mengemukakan

ini

memiliki

semu.

bahwa

keterbatasan,

Sedangkan

Keputusan

yang

bahwa

empirisme

diambil

dari

kebenaran

konsiensialisme
pengalaman

panca

indera berdasarkan pertimbangan penuh kesadaran, dalam arti pertimbangan
yang matang. Beberapa tokoh yang menjadi “dewa” dalam paham empirismo
ini misalnya John Locke (1632-1704), Berkeley (1685-1753), David Hume
(1711-1776), termasuk “kaum positivis” seperti August Comte (1798-1857).
Paham empiris ini pun tida lupus dari sasaran kritik dan bantahan. Di
antara bantahan yang tajam misalnya dapat dilihat pada: (1) Kebenaran yang
dilahirkan
sendiri

apakah

?

dan

hasil
(2)

pengamatan

Pengamatan

nyata
hanya

atau

keputusan

menghasilkan

si

pengamat

kenyataan

yang

memerlukan keputusan, sedangkan situasi psikis si pengamat akan akan
berpengaruh terhadap keputusan yang diambil. Dengan demikian bisa terjadi
sikap “a priori” sehingga keputusan antara seorang pengamat bisa berbeda
dengan pengamat lainnya
Ketiga, paham dualisme. Paham ini berusaha menggabungkan atau
mendamaikan

kedua

kutub

paham

yang

bersebrangan

secara

diameteral.

Paham ini berpendapat bahwa pengetahuan sejatinya dihasilkan oleh kedua

11

instasnsi,

yaitu

rasio

dan

pengalaman

inderawi.

Rasio

dan

pengalaman

memiliki masing-masing keterbatasan yang tak terhindarkan, oleh karena itu
suatu proses yang mengkompromikan antara rasio dan pengalaman menjadi
jalan tengah yang paling ideal. Rasio atau akal tidak dapat menyerap
pengetahuan secara utuh tanpa pengalaman inderawi, sedangkan pengalaman
inderawi

saja

tidak

bisa

menghasilkan

pengetahuan

tanpa

diolah

secara

kreatif oleh rasio (otak).
Perbedaan

paradigma

pengetahuan

mangakibatkan

orientasi

keilmuan

yang berbeda, juga akan menghasilkan produk pemikiran dan teknologi yang
berbeda pula. Ilmu pengetahuan yang bersumber dari sesuatu yang material
hanya memperoleh sebatas dimensi material. Analisa beberapa agamawan
mengatakan keilmuan Barat yang positivistic-materialistik itu kering-bebas
nilai (value free).
Persoalan kemanusiaan tidak bisa hanya didekati dengan kajian yang
materilistik semata karena manusia memilik dua sisi, pertama adalah sisi
material yang terjelma dalam komposisi organ tubuhnya dan kedua adalah
sisi spiritual atau nonmaterial yang merupakan wilayah aktivitas pemikiran
dan mental. Manakala satu sisi terabaikan maka terjadi ketidakseimbangan.
Bila sisi material-empiris mendominasi maka ada sisi yang “terkosongkan”.
Konon, modernisasi sebagai akibat dari positivisme yang materialistik telah
mendominasi

pemikiran

dunia.

Sehingga

muncul

persoalan-persoalan

baru

yang berkaitan dengan dimensi “immaterial”. Disamping itu muncul juga
persoalan

yang

berdampak

pada

lingkungan,

Sumber

Ilmu

Pengetahuan

sosiologis,

psikologis

dan

sistem nilai.11
Tokoh-tokoh
yang
11

pertama,

Tokoh

Rasionalisme

diantaranya

Perspektif
yakni

Barat
Sokrates,

http://hisyamnur.blogspot.com/2009/12/sumber-ilmu-pengetahuan-paradigma.html

12

adalah
Plato,

Aristoteles, dan Rene Descartes. Dalam hal ini yang akan penulis uraikan
pernyataannya Aristoteles dan Rene Descartes. Aristoteles, mengungkapkan
bahwa rasio dapat menangkap segala sesuatu yang ada. Objek rasio bersifat
sama sekali umum. Oleh karenanya rasio dapat “menjadi” segala sesuatu.
Rene Deskartes, menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa
bandingannya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri
sendiri menurut satu metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal
yang benar dan yang jelas. Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu
pasti yang dapat dijadikan model secara dinamis.
Yang kedua, Tokoh Empirisme, saya cantumkan Thomas Hobes dan
John Locke. Thomas Hobbes, baginya filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan
tentang efek-efek atau akibat-akibat, atau dengan merasionalisasikan sebabakibat. John Locke, menurut dia, segala pengetahuan datang dari pengalaman
dan tidak lebih dari itu. Akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya
sendiri,. Semula akal serupa dengan secarik kertas yang tanpa tulisan, yang
menerima

segala

membedakan

sesuatu

antara

yang

datang

dari

pengalaman.

pengalaman

dengan

pengetahuan

akal.

Locke

tidak

Satu-satunya

sasaran atau objek pengetahuan adalah gagasan-gagasan atau ide-ide, yang
timbulnya karena pengalaman lahiriah (sensation) dank arena pengalaman
batiniah (reflection).
Kelebihan Ilmu Pengetahuan Barat dapat disimpulkan menjadi dua
yaitu rasionalis dan empiris. secara Rasional maksudnya adalah mampu
menyusun

system

kefilsafatan

yang

berasal

dari

manusia.

Umpamanya

logika, yang sudah ada sejak zaman Aristoteles, kemudian matematika dan
kebenaran rasio diuji dengan verifikasi dan konsistensi logis. Kelebihan
rasionalisme adalah dalam hal

nalar dalam

menjelaskan penalaran yang

rumit, kemudian rasionalisme berpikir menjelaskan dan menekankan akal
budi sebagai karunia lebih yang dimiliki oleh semua manusia. Kelebihan
13

Empirisme,
dalam

menurut

berpikir

kesejahteraan

saya

dan

dan

(penulis)

dapat

dapat

membuka

mewujudkan

kemandirian

serta

cakrawala

manusia

manusia

kepada

kehidupan

kedewasaan

dalam

menghadapai

problema hidup. Karena dengan cara berpikir empirislah maka manusia
dapat mengetahui asal usul dan sebab akibat yang terjadi dalam kehidupan di
dunia ini.
C. Analisis Perbandingan Sumber Ilmu Pengetahuan Islam dan Barat
Klasifikasi

ilmu

menurut

perspektif

Islam

amat

berbeda

jika

dibandingkan dengan klasifikasi ilmu oleh pihak Barat, di mana klasifikasi
ilmu

Islam,

pembagian

ilmunya

disusun

berdasarkan

keutamaan

dan

kepentingan ilmu yang didasari kepada al-Qur’an dan al-Sunnah. Ini dilihat
berbeda dengan klasifikasi ilmu Barat di mana ilmu dibagi berdasarkan
hierarki

yang

hanya

melihat

kepada

perspektif

dunia

semata-mata.

Berdasarkan kepada perspektif ini, umat Islam dinilai lebih komprehensif
dan teratur dalam mengklasifikasi ilmu yakni menggabungkan antara ilmu
wahyu dan ilmu akal.12
Menurut Naquib al-Attas hanya dengan hidayah (petunjuk) Allah_lah
sebuah

kebenaran

bisa

diperoleh

oleh

manusia,

bukan

dari

keraguan.

Pendapat Naquib ini sekaligus sebagai kritiknya terhadap epistemologi Barat
dengan

ciri

skeptis

atau

keragu-raguan

(kesangsian).

Aliran

skeptisisme

(irtiyabiyah) ini untuk pertama kalinya di dunia Barat diperkenalkan oleh
Rene Descartes (1456-1658), dia mendapat gelar “bapak filsafat modern”.
Bagi Descartes, filsafat dan ilmu pengetahuan dapat diperbaharui melalui
metode dengan menyangsikan segala-galanya. Dalam bidang ilmiah tidak

12

Wan Mohd Nor Wan Daud (2005), Falsafah Dan Amalan Pendidikan Islam Syed M.
Naquib al-Attas: Satu Huraian Konsep Asli Islamisasi, Kuala Lumpur: Penerbit Universiti
Malaya, h. 92

14

ada sesuatu pun yang dianggap pasti, semuanya dapat dipersoalkan dan pada
kenyataannya memang dipersoalkan juga, kecuali ilmu pasti.
Pengetahuan Barat menurut Naquib seolah-olah benar, namun pada
dasarnya

hanya

menghasilkan

kebingungan

dan

( ‫)إرتيابيههههه‬.

skeptisisme

Mengangkat keragu-raguan dan meraba-raba ke derajat ilmiah dalam hal
metodologi
suatu

unsur

Keraguan

‫)منههههالبحث ههه‬

(methodology,
epistemologis

ditinggikan

yang

posisinya

dan

memandang keraguan

istimewa
menjadi

dalam

metode

mengejar

sebagai

kebenaran.

epistemologis.

Melalui

metode inilah kaum rasionalis dan sekularis percaya bahwa mereka akan
mencapai kebenaran. Tidak ada bukti, bahwa keraguan, dan bahkan sesuatu
lainnya yang mengantarkan mereka berada pada kebenaran. Sesungguhnya,
tambah

Naquib,

yang

mengantarkan

kepada

kebenaran

adalah

hidayah

(petunjuk) Allah bukan keraguan.
Di dalam table ini dapat dibedakan sumber pengetahuan menurut
Islam dan Barat:
No

Sumber Pengetahuan Islam

Sumber pengetahuan Barat

1

Allah SWT (Relegion)

Rasionalisme

Petunjuk

menurunkan

al-Qur’an Melalui rasio, ilmuwan dapat

sebagai Huda li- nass

melakukan tiga hal penting yang
menjadi basis pengembangan
pengetahuan, yaitu (1) definisis, (2)
komparasi, dan (3) kausalitas.

2

Al-Qu’ran

Empirisme

(sumber ilmu yang paling tertinggi

Dalam perkembangannya empirisme

setelah Tuhan)

ini terbagi dua, yaitu empirisme
sensualisme dan empirisme
konsiensialisme.

15

3

As-Sunnah

Dualisme

(sunnah adalah perkataan, perbuatan

Paham ini berpendapat bahwa

maupun pernyataan Nabi

pengetahuan sejatinya dihasilkan oleh

Muhammad saw)

kedua instasnsi, yaitu rasio dan
pengalaman inderawi.

4

Akal

-

5

Intuisi

-

6

Wahyu

-

7

Indera

-

8

Ilham

-

Epistemologi Islam amat menekankan ilmu yang bertaraf keyakinan
dalam akhir sesuatu perkara yang mempunyai unsur-unsur kebenaran secara
mutlak.

Sesuatu

yang

benar

itu

seharusnya

mempunyai

elemen

yang

dipercayai kebenarannya secara yakin tanpa ada unsur keraguan, kesamaran
dan prasangka terhadapnya. Dalam arti kata yang lain, sesuatu yang diterima
sebagai benar itu adalah berasaskan kepada `ilm al-yaqin.
Konsep `ilm al-yaqin ialah ilmu yang boleh menbedahkan sesuatu
secara

jelas,

di

mana

sebarang

keraguan

dan

kemungkinan

wujudnya

kesilapan dan kesamaran (al-wahm) di sekitarnya tidak pernah difikirkan
oleh seseorang yang memiliki ilmu tersebut. `Ilm al-yaqin adalah ilmu yang
tidak

mungkin

ada

unsur

kekeliruan,

kesalahan

dan

kesamaran.

Istilah

‘yaqin’ adalah jauh berlawanan dengan ‘shak’, ‘wahm’ dan ‘dzann’. Konsep
‘yaqin’ ini amat ditekankan dalam epistemologi Islam, di mana hal-hal yang

16

melibatkan persoalan akidah Islam dan syariah memerlukan taraf keyakinan
yang tinggi dalam pencapaian sesuatu matlamat.13
Dalam

soal

akidah,

seorang

muslim

mempunyai

keyakinan

yang

tinggi dalam menyatakan ketauhidannya kepada Allah S.W.T. Keyakinan
terhadap

sesuatu

perkara

melibatkan

tiga

keyakinan

yang

bersangkutan

dengan ilmu manusia iaitu `ilm al-yaqin, `ayn al-yaqin dan haqq alyaqin.`Ilm al-yaqin adalah ilmu yang bersandarkan alasan atau kesimpulan
hasil dari kuasa manusia yang mengadilinya.

Ashraf bin Md. Hashim (2001), “Tahap Pembuktian di Dalam Kes-Kes Jenayah: Kajian
Perbandingan Antara Undang-Undang Islam”, Jurnal Syariah, Jil. 9. bil. 2, Julai 2001, h. 15.

13

17

BAB III
PENUTUP
Dari berbagai tulisan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Menurut Naquib Al-Attas sesuai dengan kesepakatan dikalangan muslim,
landasan teologis surah al-‘alaq ayat 1-5, diterima sebagai informasi
bahwa Allah itulah sumber segala ilmu yang kemudian diajarkan kepada
manusia. Mereka meyakini asal (origin) ilmu itu adalah Allah sendiri,
pencipta alam semesta yang diperuntukkan bagi hamba-Nya. Selain itu
sumber ilmu pengetahuan dari Islam bersumber dari Al-Qur’an, Assunnah / hadist Nabi Muhammad SAW, Akal, Wahyu, ilham, Panca
indra, pengalaman, Intuisi dll.
2. Dalam epistemologi Barat, cara memperoleh pengetahuan dikenal dengan
tiga

paham:

pendekatan

Pertama,

rasionalisme.

Suatu

paham

bahwa

pengetahuan terjadi karena bahan pemberian panca indera dan batin yang
diolah

oleh

“akal”.

berpendapat

bahwa

pengalaman.

pengetahuan

yang

paham

Ketiga,

menggabungkan

empirisme,

Kedua,

atau

yaitu

diperoleh

dualisme,

mendamaikan

Suatu

yang

hanya

pada

terbatas

Paham

kedua

paham

kutub

ini

berusaha

paham

yang

berbeda

jika

bersebrangan secara diameteral.
3. Klasifikasi

ilmu

menurut

perspektif

Islam

amat

dibandingkan dengan klasifikasi ilmu oleh pihak Barat di mana dalam
klasifikasi

ilmu

Islam,

pembagian

ilmu

itu

disusun

berdasarkan

keutamaan dan kepentingan ilmu yang didasari kepada al-Qur’an dan alSunnah. Ini dilihat berbeda dengan klasifikasi ilmu Barat di mana ilmu itu
dibagi berdasarkan hierarki yang hanya melihat kepada perspektif dunia
semata-mata. Berdasarkan kepada perspektif ini, umat Islam dilihat lebih
komprehensif

dan

teratur

dalam

mengklasifikasi

menggabungkan antara ilmu wahyu dan ilmu akal.

18

ilmu

yakni

Daftar pustaka
Ali

raza

tahir,

Islam

and

Phylosophy

(meaning

and

relationship),

(Department of Philosophy, University of the Punjab, Interdisciplinary
Journal Of Contemporary Research In Business Copy Right © 2013
Institute of Interdisciplinary Business Research

1287 January 2013

Vol 4, No 2.)
Ashraf bin Md. Hashim (2001), “Tahap Pembuktian di Dalam Kes-Kes
Jenayah: Kajian Perbandingan Antara Undang-Undang Islam”, Jurnal
Syariah, Jil. 9. bil. 2, Julai 2001
Basri Bin Husin, Beberapa Aspek Epistemologi:
Sumber-Sumber

Ilmu

Dalam

Tradisi

Islam,

Konsep, Tabiat Dan
(Jurnal

Usuluddin,

11/9/2010)
Fahmy Zarkasyi, Worldview Islam (asas Islamisasi ilmu social humaniora),
Jurnal
Ibn Khaldun, `Abd al-Rahman (1996M./1417H.), Muqaddimah Ibn Khaldun,
c. 3. Beirut: Dar al-Fikr
Muhammad Aunul Abid Shad an

Sulaiman Mapiase, Islam Garda depan,

Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah, (Bandung : Mizan, 2001)
Naquib Al-Attas, the concept of education in Islam: A framework for an
Islamic Education, (Kuala Lumpur, ISTAC, 1991)
Naquib Al-Attas, Prolegomena to the methaphisis of Islam an exposition of
the fundamental elemen of the worldview of Islam,( Kuala Lumpur,
ISTAC, 1995)

19

Osman Bakar (1998), Classification Of Knowledge in Islam, Cambridge,
(UK: The Islamic Texts Society)
Osman Bakar mendiskusikan konsep tafsir Al-Attas ini dalam “the Question
of Methodologhy in Islamic Science dalam tawhid and science:

Essay

on the history and philosophy of Islamic science, (Penang dan Kuala
Lumpur,

Secretariat

for

islamic

Philosophy

and

science,

Nurin

Interprise, 1991) buku ini diterbitkan sesuai aslinya dengan judul the
history and philosophy of Islamic Science, (Cambrige, Islamic Text
society, 1999)
Soerjono

Soekanto,

Sosiologi

suatu

pengantar,

(Jakarta;

Raja

grafindo

persada, 2013)
Sulhani, Muhammad Arkoun dan kajian pemikiran Islam, Jurnal DINIKA
Vol:3, No:1 Januari 2004
Wan Mohd Nor Wan Daud (2005), Falsafah Dan Amalan Pendidikan Islam
Syed M. Naquib al-Attas: Satu Huraian Konsep Asli Islamisasi, Kuala
Lumpur: Penerbit Universiti Malaya,tt)
Yasmeen Mahnaz Faruqi, Islamic view of nature and values: Could these be
the answer to building bridges between modern
science,

(Flinders

faru0001@flinders.edu.au,

University,
International

science and Islamic

School
Education

of

Journal,

8(2), 461-469. ISSN 1443-1475 © 2007 Shannon Research Press.)
http://hisyamnur.blogspot.com/2009/12/sumber-ilmu-pengetahuan
paradigma.html

20

Education
2007,