Studi Kelayakan Pemanfaatan Kayu Mindi
I.
Pendahuluan
Mindi merupakan salah satu jenis tanaman berkayu yang banyak ditanam di
hutan rakyat. Hal ini dikarenakan pohon mindi termasuk tanaman yang mudah
tumbuh pada berbagai kondisi tanah dan tidak memerlukan perawatan yang
intensif. Menurut Martawijaya (1989) tanaman mindi bahkan mampu tumbuh
pada tanah tersier, seperti tanah liat, tanah berbatu, berpasir dan vulkanik. Di
daerah Bogor, Jawa Barat, misalnya terdapat di daerah Rumpin, Sukamantri,
Cimahpar, dan Pondok Bitung, kayu mindi yang sengaja ditanam oleh masyarakat
di sekitar pelataran sawah atau kebun sebagai pelindung tanaman pokok seperti
cabe, secin, wortel, padi, jagung, pisang dll. Setelah tua (5-10) tahun, kayu
tersebut dijual sebagai tambahan pendapatan petani (Karyono dan Hariyatno,
2010).
Kayu mindi memiliki tekstur yang menarik menyerupai kayu jati atau
mahoni. Oleh sebab itu kayu mindi dapat dikelompokkan sebagai kayu komersial
karena telah laku diperdagangkan baik di pasaran lokal maupun di pasaran
internasional dalam bentuk barang jadi. Di masyarakat penggunaan kayu mindi
sudah sudah meluas, diantaranya digunakan untuk perabot rumah tangga, kusen,
gelagar, perahu, papan dan bangunan di bawah atap, untuk panil-panil kayu dan
juga beberapa sortimen kayu pertukangan baik ringan maupun berat untuk bahan
baku industri mebel dan furniture (Martawijaya, 1989).
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui ciri struktur kayu mindi baik
makroskopis maupun mikroskopisnya. Hasil praktikum ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai kelayakan penggunaan kayu mindi sebagai
bahan baku mebel ditinjau dari struktur anatomi kayu.
1
II.
Tinjauan Pustaka
Tanaman Mindi (Melia azedarach Linn.)
Mindi termasuk tanaman tahunan tergolong kedalam famili Meliaceae,
berwarna hitam, baunya tidak sedap serta rasanya pahit sekali. Biji dan daun
mindi mengandung senyawa glokosida flavonoid dengan aglikon quersetin yang
bersifat sebagai insektisida botanis. Pada umumnya bahan aktif yang terkandung
pada tumbuhan mindi berfungsi sebagai antifedan terhadap serangga dan
menghambat perkembangan serangga. Daun dan biji mindi telah dilaporkan dapat
digunakan sebagai pestisida nabati. Ekstrak daun mindi dapat digunakan pula
sebagai bahan untuk mengendalikan hama termasuk belalang. Cara pemanfaatan
tanaman ini sebagai pestisida nabati dapat dilakukan sebagai berikut yaitu daun
mindi dikupas, ditumbuk lalu direndam dalam air dengan konsentrasi 25-50 g/L
selama 24 jam. Larutan yang dihasilkan disaring agar didapat larutan yang siap
diaplikasikan dengan cara disemprotkan.
Daunnya majemuk, menyirip ganda, tumbuh berseling dengan panjang 2080 cm. Anak daun bentuknya bulat telur sampai lanset, tepi bergerigi, ujung
runcing, pangkal membulat atau tumpul, permukaan atas daun berwarna hijau tua,
bagian bawah hijau muda, panjang 3-7 cm, lebar 1,5-3 cm. Bunga majemuk dalam
malai yang panjangnya 10-20 cm, keluar dari ketiak daun. Daun mahkota
berjumlah 5, panjangnya sekitar 1 cm, warnanya ungu pucat, dan berbau harum.
Buahnya buah batu, bulat, diameter sekitar 1,5 cm. Jika masak warnanya cokelat
kekuningan, dan berbiji satu. Pebanyakan dengan biji. Biji sangat beracun dan
biasa digunakan untuk meracuni ikan atau serangga.
Tanaman mindi merupakan tanaman serbaguna karena dapat digunakan
untuk berbagai keperluan. Seluruh bagian tanaman mulai dari akar, batang yang
berkayu, kulit batang, daun, buah dan bijinya dapat dimanfaatkan. Kayu mindi
dapat digunakan dalam bentuk kayu utuh misalnya sebagi komponen rumah,
komponen mebel dan barang kerajinan. Kayu mindi dapat juga digunakan dalam
bentuk panel misalnya sebagai kayu lapis indah dan vinir lamina indah. Daun dan
biji mindi digunakan sebagi pestisida alami dan kulitnya digunakan sebagai obat
(Martawijaya dkk, 1989).
2
Mindi merupakan pohon berumah dua yang tingginya mencapai 45 m, garis
tengah batang dapat berukuran 60 (-120) cm. Kulit batang coklat keabuan,
bertekstur halus, berlentisel, semakin tua kulit akan pecah atau bersisik. Daun
majemuk menyirip ganda dua namun terkadang melingkar atau sebagian daun
menyirip ganda tiga, berhadapan, berlentisel, berbentuk bulat telur hingga jorong,
pangkal daun berbentuk runcing hingga membulat, tepi daun rata sampai
bergerigi. Perbungaan muncul dari bagian aksiler daun-daun, daun penumpu
berbentuk benang; bunga-bunga berwarna keunguan, berbau harum. Buah berupa
buah batu, berbentuk jorong-bundar, berwarna kuning kecoklatan ketika ranum,
permukaannya halus, mengandung 5 biji. Biji berbentuk memanjang, berukuran
panjang 3.5 mm dan lebar 1.6 mm, berwarna coklat.
Mindi memiliki adaptasi tinggi dan toleran dengan berbagai kondisi
lingkungan yang beragam. Jenis ini tumbuh pada tempat-tempat dengan rata-rata
suhu maksimum dan minimum per tahun, berturut-turut 39°C dan -5°C.
Umumnya tumbuhan ini tumbuh dari ketinggian 0-1200 mdpl, dan di pegunungan
Himalaya tumbuh pada ketinggian 1800 (sampai 2200) m. Curah hujan tahunan di
habitat alaminya berkisar antara 600-2000 mm. Di Afrika, jenis tumbuhan ini
ditanam sebagai pohon pelindung yang toleran terhadap kekeringan. Mindi
tersebar luas di daerah-daerah kering di bagian selatan dan barat daya Amerika
Serikat, yang memiliki curah hujan kurang dari 600 mm. Mindi dapat tumbuh
pada tanah-tanah berkadar garam, tanah dengan pH basa kuat, tapi tidak terlalu
asam. Jenis ini juga tumbuh pada tanah-tanah miskin, tanah marjinal, tanah
miring, dan tanah berbatu atau pada tebing curam berbatu (Wardiyono, 2008).
3
III.
Bahan dan Metode Praktikum
A. Bahan dan Alat praktikum
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kayu Mindi dengan
ukurann 4 x 2 x 2 cm. Bahan kimia yang digunakan berupa larutan HNO3,
KCLO3, safranin, xylol, alkohol dan entelan. Sedangkan peralatan penelitian
yang digunakan adalah mikrotom, mikroskop, pemanas listrik, tabung reaksi,
cutter, corong plastik, gelas ukur, pipet tetes, kertas saring dan alat tulis
menulis.
B. Metode Praktikum
1. Pembuatan Sayatan kayu
Sampel kayu direbus dengan air selama 2-3 hari sampai lunak, setelah itu
direndam dengan gliserol dalam wadah aqua gelas. Kemudian sampel
disayat dengan mikrotom setebal 10 - 20 mikron (μ). Sayatan berasal dari
3 bidang orientasi kayu, yaitu transversal, radial dan tangensial. Untuk
preparat awetan, sayatan yang baik direndam dalam safranin selama 12
jam, kemudian dicuci dengan air . Untuk pengeringan (dehidrasi)
dilakukan dengan menggunakan etanol secara bertingkat, yaitu 30%, 50%,
70%, 90% dan alkohol absolut masing-masing dengan waktu kurang lebih
15 menit. Agar sayatan benar-benar bersih dari air sayatan selanjutnya
direndam dengan xylol. Sayatan yang baik (tidak robek) ditempatkan di
atas kaca objek, masing-masing bidang transversal, radial dan tangensial,
lalu ditutup dengan kaca penutup dan diamati dibawah mikroskop.
2. Pemisahan Serat
Dibuat contoh uji berbentuk batangan berukuran 1 x 1 x 2 mm sebanyak
3-5 batang untuk maserasi. Contoh uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan ditambahkan dengan KCLO3 dan HNO3. Tabung beserta isinya
dipanaskan hingga terjadi gelembung-gelembung udara berwarna putih
kekuningan, sebagai tanda proses maserasi sedang berlangsung dan serat
mulai terpisah, kemudian tabung digoyang-goyang. Setelah itu serat dicuci
4
dengan aquades beberapa kali hingga kandungan dan bau asamnya hilang,
lalu diwarnai dengan safranin. Selanjutnya dilakukan pengeringan
(dehidrasi) menggunakan etanol secara bertingkat, yaitu 30%, 50%, 70%,
90% dan alkohol absolut masing-masing dengan waktu kurang lebih 15
menit. Serat diletakan di atas kaca objek lalu diamati dan diukur dimensi
seratnya.
3. Prosedur Pengukuran
Pengamatan dan pengukuran sifat anatomi dari preparat hasil sayatan
mikrotom dan hasil maserasi meliputi panjang serat, diameter serat,
diameter lumen dan tebal dinding sel. Serat dipilih serat yang utuh atau
tidak patah, rusak, terlipat, pecah, terpotong dan kerusakan lainnya
5
IV.
Hasil dan Pembahasan
A. Sifat Makroskopis
Tekstur: Tekstur kayu adalah kesan permukaan kayu yang ditunjukkan oleh
besar-kecilnya diameter sel-sel penyusunnya (Haygreen dan Bowyer 1986).
Hasil pengukuran terhadap diameter tangensial pori adalah 139,72 μm.
Menurut Pandit (2002), ukuran pori tersebut termasuk dalam kelas sedang
dan oleh karena itu kayu Mindi dapat dinyatakan memiliki tekstur agak kasar
(Gambar 1).
Fibers
Pores
Rays
Amorf
Parenchyma
Figure 1. Transverse surface of Melia azedarach
Selain itu, kayu Mindi memiliki serat yang lurus dan tidak memiliki
saluran damar. Kayunya berwarna coklat muda, tidak mempunyai bau yang
khas, termasuk berat sedang, kerasnya sedang, kilap dan memiliki kesan raba
agak licin. Menurut Pandit (2002) kesan raba kayu dapat licin apabila tekstur
kayu halus dan permukaan kayu berlilin.
6
B. Sifat Mikroskopis
Pori: Pori atau pembuluh yang terlihat pada penampang lintang berbentuk
bulat sampai oval. Pola penyebaran pori tersebar menurut pola tata lingkar
yaitu pembuluh yang berdiameter besar tersusun dalam deret konsentrik pada
awal lingkar tumbuh sedangkan pembuluh yang kecil tersusun dalam deret
konsentrik pada akhir lingkaran tumbuh. Susunan porinya soliter. Hasil
pengukuran pori kayu Mindi secara terperinci disajikan pada Tabel 1.
Table 1. Measurement result of pores
No
Pores Element
1
Tangential diameter of pores
2
Number of pores per 4 mm2
*) Result of average range measurement
Value
± 139,72 μm*)
16 ̴ 21
Table 2. Measurement result of wood rays
No
Rays Element
1
Rays height
2
Rays width
3
Number of rays per mm on tangential direction
*) Result of average range measurement
Value
± 144,0 μm*)
± 16,4 μm*)
8̴9
Table 3. Measurement result of fibers element
No
Fibers Element
1
Fibers length
2
Lumina diameter
3
Fiber wall thickness
*) Result of average range measurement
Value
± 599,33 μm*)
± 4,4 μm*)
± 2,07 μm*)
Parenkim:
Parenkim jari-jari: Jari-jari kayu Mindi berupa jari-jari berseri satu sampai
tiga (IAWA, 2008). Hasil pengukuran jari-jari selengkapnya terdapat pada
7
Tabel 2. Menurut klasifikasi Martawijaya dkk (1995) maka jari-jari kayu
Mindi termasuk kelas sangat sempit (
Pendahuluan
Mindi merupakan salah satu jenis tanaman berkayu yang banyak ditanam di
hutan rakyat. Hal ini dikarenakan pohon mindi termasuk tanaman yang mudah
tumbuh pada berbagai kondisi tanah dan tidak memerlukan perawatan yang
intensif. Menurut Martawijaya (1989) tanaman mindi bahkan mampu tumbuh
pada tanah tersier, seperti tanah liat, tanah berbatu, berpasir dan vulkanik. Di
daerah Bogor, Jawa Barat, misalnya terdapat di daerah Rumpin, Sukamantri,
Cimahpar, dan Pondok Bitung, kayu mindi yang sengaja ditanam oleh masyarakat
di sekitar pelataran sawah atau kebun sebagai pelindung tanaman pokok seperti
cabe, secin, wortel, padi, jagung, pisang dll. Setelah tua (5-10) tahun, kayu
tersebut dijual sebagai tambahan pendapatan petani (Karyono dan Hariyatno,
2010).
Kayu mindi memiliki tekstur yang menarik menyerupai kayu jati atau
mahoni. Oleh sebab itu kayu mindi dapat dikelompokkan sebagai kayu komersial
karena telah laku diperdagangkan baik di pasaran lokal maupun di pasaran
internasional dalam bentuk barang jadi. Di masyarakat penggunaan kayu mindi
sudah sudah meluas, diantaranya digunakan untuk perabot rumah tangga, kusen,
gelagar, perahu, papan dan bangunan di bawah atap, untuk panil-panil kayu dan
juga beberapa sortimen kayu pertukangan baik ringan maupun berat untuk bahan
baku industri mebel dan furniture (Martawijaya, 1989).
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui ciri struktur kayu mindi baik
makroskopis maupun mikroskopisnya. Hasil praktikum ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai kelayakan penggunaan kayu mindi sebagai
bahan baku mebel ditinjau dari struktur anatomi kayu.
1
II.
Tinjauan Pustaka
Tanaman Mindi (Melia azedarach Linn.)
Mindi termasuk tanaman tahunan tergolong kedalam famili Meliaceae,
berwarna hitam, baunya tidak sedap serta rasanya pahit sekali. Biji dan daun
mindi mengandung senyawa glokosida flavonoid dengan aglikon quersetin yang
bersifat sebagai insektisida botanis. Pada umumnya bahan aktif yang terkandung
pada tumbuhan mindi berfungsi sebagai antifedan terhadap serangga dan
menghambat perkembangan serangga. Daun dan biji mindi telah dilaporkan dapat
digunakan sebagai pestisida nabati. Ekstrak daun mindi dapat digunakan pula
sebagai bahan untuk mengendalikan hama termasuk belalang. Cara pemanfaatan
tanaman ini sebagai pestisida nabati dapat dilakukan sebagai berikut yaitu daun
mindi dikupas, ditumbuk lalu direndam dalam air dengan konsentrasi 25-50 g/L
selama 24 jam. Larutan yang dihasilkan disaring agar didapat larutan yang siap
diaplikasikan dengan cara disemprotkan.
Daunnya majemuk, menyirip ganda, tumbuh berseling dengan panjang 2080 cm. Anak daun bentuknya bulat telur sampai lanset, tepi bergerigi, ujung
runcing, pangkal membulat atau tumpul, permukaan atas daun berwarna hijau tua,
bagian bawah hijau muda, panjang 3-7 cm, lebar 1,5-3 cm. Bunga majemuk dalam
malai yang panjangnya 10-20 cm, keluar dari ketiak daun. Daun mahkota
berjumlah 5, panjangnya sekitar 1 cm, warnanya ungu pucat, dan berbau harum.
Buahnya buah batu, bulat, diameter sekitar 1,5 cm. Jika masak warnanya cokelat
kekuningan, dan berbiji satu. Pebanyakan dengan biji. Biji sangat beracun dan
biasa digunakan untuk meracuni ikan atau serangga.
Tanaman mindi merupakan tanaman serbaguna karena dapat digunakan
untuk berbagai keperluan. Seluruh bagian tanaman mulai dari akar, batang yang
berkayu, kulit batang, daun, buah dan bijinya dapat dimanfaatkan. Kayu mindi
dapat digunakan dalam bentuk kayu utuh misalnya sebagi komponen rumah,
komponen mebel dan barang kerajinan. Kayu mindi dapat juga digunakan dalam
bentuk panel misalnya sebagai kayu lapis indah dan vinir lamina indah. Daun dan
biji mindi digunakan sebagi pestisida alami dan kulitnya digunakan sebagai obat
(Martawijaya dkk, 1989).
2
Mindi merupakan pohon berumah dua yang tingginya mencapai 45 m, garis
tengah batang dapat berukuran 60 (-120) cm. Kulit batang coklat keabuan,
bertekstur halus, berlentisel, semakin tua kulit akan pecah atau bersisik. Daun
majemuk menyirip ganda dua namun terkadang melingkar atau sebagian daun
menyirip ganda tiga, berhadapan, berlentisel, berbentuk bulat telur hingga jorong,
pangkal daun berbentuk runcing hingga membulat, tepi daun rata sampai
bergerigi. Perbungaan muncul dari bagian aksiler daun-daun, daun penumpu
berbentuk benang; bunga-bunga berwarna keunguan, berbau harum. Buah berupa
buah batu, berbentuk jorong-bundar, berwarna kuning kecoklatan ketika ranum,
permukaannya halus, mengandung 5 biji. Biji berbentuk memanjang, berukuran
panjang 3.5 mm dan lebar 1.6 mm, berwarna coklat.
Mindi memiliki adaptasi tinggi dan toleran dengan berbagai kondisi
lingkungan yang beragam. Jenis ini tumbuh pada tempat-tempat dengan rata-rata
suhu maksimum dan minimum per tahun, berturut-turut 39°C dan -5°C.
Umumnya tumbuhan ini tumbuh dari ketinggian 0-1200 mdpl, dan di pegunungan
Himalaya tumbuh pada ketinggian 1800 (sampai 2200) m. Curah hujan tahunan di
habitat alaminya berkisar antara 600-2000 mm. Di Afrika, jenis tumbuhan ini
ditanam sebagai pohon pelindung yang toleran terhadap kekeringan. Mindi
tersebar luas di daerah-daerah kering di bagian selatan dan barat daya Amerika
Serikat, yang memiliki curah hujan kurang dari 600 mm. Mindi dapat tumbuh
pada tanah-tanah berkadar garam, tanah dengan pH basa kuat, tapi tidak terlalu
asam. Jenis ini juga tumbuh pada tanah-tanah miskin, tanah marjinal, tanah
miring, dan tanah berbatu atau pada tebing curam berbatu (Wardiyono, 2008).
3
III.
Bahan dan Metode Praktikum
A. Bahan dan Alat praktikum
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kayu Mindi dengan
ukurann 4 x 2 x 2 cm. Bahan kimia yang digunakan berupa larutan HNO3,
KCLO3, safranin, xylol, alkohol dan entelan. Sedangkan peralatan penelitian
yang digunakan adalah mikrotom, mikroskop, pemanas listrik, tabung reaksi,
cutter, corong plastik, gelas ukur, pipet tetes, kertas saring dan alat tulis
menulis.
B. Metode Praktikum
1. Pembuatan Sayatan kayu
Sampel kayu direbus dengan air selama 2-3 hari sampai lunak, setelah itu
direndam dengan gliserol dalam wadah aqua gelas. Kemudian sampel
disayat dengan mikrotom setebal 10 - 20 mikron (μ). Sayatan berasal dari
3 bidang orientasi kayu, yaitu transversal, radial dan tangensial. Untuk
preparat awetan, sayatan yang baik direndam dalam safranin selama 12
jam, kemudian dicuci dengan air . Untuk pengeringan (dehidrasi)
dilakukan dengan menggunakan etanol secara bertingkat, yaitu 30%, 50%,
70%, 90% dan alkohol absolut masing-masing dengan waktu kurang lebih
15 menit. Agar sayatan benar-benar bersih dari air sayatan selanjutnya
direndam dengan xylol. Sayatan yang baik (tidak robek) ditempatkan di
atas kaca objek, masing-masing bidang transversal, radial dan tangensial,
lalu ditutup dengan kaca penutup dan diamati dibawah mikroskop.
2. Pemisahan Serat
Dibuat contoh uji berbentuk batangan berukuran 1 x 1 x 2 mm sebanyak
3-5 batang untuk maserasi. Contoh uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan ditambahkan dengan KCLO3 dan HNO3. Tabung beserta isinya
dipanaskan hingga terjadi gelembung-gelembung udara berwarna putih
kekuningan, sebagai tanda proses maserasi sedang berlangsung dan serat
mulai terpisah, kemudian tabung digoyang-goyang. Setelah itu serat dicuci
4
dengan aquades beberapa kali hingga kandungan dan bau asamnya hilang,
lalu diwarnai dengan safranin. Selanjutnya dilakukan pengeringan
(dehidrasi) menggunakan etanol secara bertingkat, yaitu 30%, 50%, 70%,
90% dan alkohol absolut masing-masing dengan waktu kurang lebih 15
menit. Serat diletakan di atas kaca objek lalu diamati dan diukur dimensi
seratnya.
3. Prosedur Pengukuran
Pengamatan dan pengukuran sifat anatomi dari preparat hasil sayatan
mikrotom dan hasil maserasi meliputi panjang serat, diameter serat,
diameter lumen dan tebal dinding sel. Serat dipilih serat yang utuh atau
tidak patah, rusak, terlipat, pecah, terpotong dan kerusakan lainnya
5
IV.
Hasil dan Pembahasan
A. Sifat Makroskopis
Tekstur: Tekstur kayu adalah kesan permukaan kayu yang ditunjukkan oleh
besar-kecilnya diameter sel-sel penyusunnya (Haygreen dan Bowyer 1986).
Hasil pengukuran terhadap diameter tangensial pori adalah 139,72 μm.
Menurut Pandit (2002), ukuran pori tersebut termasuk dalam kelas sedang
dan oleh karena itu kayu Mindi dapat dinyatakan memiliki tekstur agak kasar
(Gambar 1).
Fibers
Pores
Rays
Amorf
Parenchyma
Figure 1. Transverse surface of Melia azedarach
Selain itu, kayu Mindi memiliki serat yang lurus dan tidak memiliki
saluran damar. Kayunya berwarna coklat muda, tidak mempunyai bau yang
khas, termasuk berat sedang, kerasnya sedang, kilap dan memiliki kesan raba
agak licin. Menurut Pandit (2002) kesan raba kayu dapat licin apabila tekstur
kayu halus dan permukaan kayu berlilin.
6
B. Sifat Mikroskopis
Pori: Pori atau pembuluh yang terlihat pada penampang lintang berbentuk
bulat sampai oval. Pola penyebaran pori tersebar menurut pola tata lingkar
yaitu pembuluh yang berdiameter besar tersusun dalam deret konsentrik pada
awal lingkar tumbuh sedangkan pembuluh yang kecil tersusun dalam deret
konsentrik pada akhir lingkaran tumbuh. Susunan porinya soliter. Hasil
pengukuran pori kayu Mindi secara terperinci disajikan pada Tabel 1.
Table 1. Measurement result of pores
No
Pores Element
1
Tangential diameter of pores
2
Number of pores per 4 mm2
*) Result of average range measurement
Value
± 139,72 μm*)
16 ̴ 21
Table 2. Measurement result of wood rays
No
Rays Element
1
Rays height
2
Rays width
3
Number of rays per mm on tangential direction
*) Result of average range measurement
Value
± 144,0 μm*)
± 16,4 μm*)
8̴9
Table 3. Measurement result of fibers element
No
Fibers Element
1
Fibers length
2
Lumina diameter
3
Fiber wall thickness
*) Result of average range measurement
Value
± 599,33 μm*)
± 4,4 μm*)
± 2,07 μm*)
Parenkim:
Parenkim jari-jari: Jari-jari kayu Mindi berupa jari-jari berseri satu sampai
tiga (IAWA, 2008). Hasil pengukuran jari-jari selengkapnya terdapat pada
7
Tabel 2. Menurut klasifikasi Martawijaya dkk (1995) maka jari-jari kayu
Mindi termasuk kelas sangat sempit (