Task Laporan Pendahuluan Penyusunan RTR

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap wilayah mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisinya masing-masing. Perbedaan kondisi tersebut mengakibatkan ketidaksamaan kecepatan pengembangan dan pembangunan di masing-masing wilayah, kondisi tersebut dikenal dengan istilah disparitas/kesenjangan (perbedaan) wilayah (Dumairy,1996).

Dalam konteks pengembangan wilayah kesenjangan adalah suatu keadaan yang tidak seimbang atau terjadinya kesenjangan atau “gap” diantara bagian-bagian pada suatu wilayah (Tanjung Suharso dan Wara Indira Rukmi, 2003). Mengurangi kesenjangan wilayah adalah salah satu tema pokok dalam

pembangunan wilayah (Firman,2000). Perkembangan antar kabupaten di Provinsi Jawa Timur menjadi salah satu pertimbangan dalam perencanaan pembangunan dimana isu kesenjangan perekonomian dan distribusi pendapatan antar daerah berkaitan dengan pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan harmonisasi spasial. Dengan tingkat pendapatan tertentu, kenaikan kesenjangan akan selalu berimplikasi pada kenaikan kemiskinan dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah. Dalam level provinsi, Tambunan (2001) dan Firman (1995) menjelaskan bahwa terdapat sejumlah faktor penyebab kesenjangan wilayah antara lain distribusi PDRB, konsumsi rumah tangga perkapita, kontribusi sektoral terhadap PDRB dan tingkat kemiskinan. Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Jawa Timur dengan luas wilayahnya yang mencapai 30.706 hektar.

Sebagai salah satu kawasan berkembang di Jawa Timur, Kabupaten Bojonegoro memiliki sisi kesenjangan wilayah, dimana kesenjangan yang terjadi pada umumnya berasal dari kesenjangan finansial dan sosial. Hal ini dibuktikan dari masih banyaknya infrastruktur sosial seperti pelayanan pendidikan dan kesehatan yang masih kurang dalam hal pemerataan penyebaran dan kualitas pelayanan, serta masalah kemiskinan dimana masih rendahnya mutu kehidupan masyarakat dan penyebaran penduduk miskinnya yang masih mencapai angka 212,90 ribu jiwa (BPS, 2012). Selain itu, adanya isu permasalahan lingkungan juga makin memperparah keadaan wilayah, dimana masih banyaknya angka perusakan lingkungan yang belum disertai dengan penegakan hukum lingkungan secara tegas.

Terkait dengan kondisi yang telah dijelaskan diatas, maka dibutuhkan tanggung jawab dari berbagai pihak penyelenggara pembangunan baik dari pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam memutuskan kegiatan-kegiatan pembangunan di wilayah perencanaan. Oleh karena itu disusunlah dokumen Perencanaan Pengembangan Wilayah Kecamatan Kapas sebagai salah satu acuan dalam menyusun program-program pembangunan wilayah yang komprehensif dalam menangani isu-isu Terkait dengan kondisi yang telah dijelaskan diatas, maka dibutuhkan tanggung jawab dari berbagai pihak penyelenggara pembangunan baik dari pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam memutuskan kegiatan-kegiatan pembangunan di wilayah perencanaan. Oleh karena itu disusunlah dokumen Perencanaan Pengembangan Wilayah Kecamatan Kapas sebagai salah satu acuan dalam menyusun program-program pembangunan wilayah yang komprehensif dalam menangani isu-isu

1.2 Maksud Penulisan

Adapun maksud dari penyusunan Laporan Pendahuluan Perencanaan Pengembangan Wilayah Kecamatan Kapas di Kabupaten Bojonegoro adalah sebagai langkah awal penyusunan dokumen Rencana Pengembangan Wilayah Kecamatan Kapas untuk 20 tahun kedepan, dimana dokumen ini akan berfungsi sebagai pedoman bagi para pemangku kepentingan di wilayah tersebut sekaligus sebagai acuan dalam merumuskan penyusunan rencana rinci wilayah Kecamatan Kapas

1.3 Sasaran dan Tujuan Penulisan

Tujuan dari penyusunan dokumen Perencanaan Pengembangan Wilayah Kecamatan Kapas adalah sebagai acuan awal berbagai pihak dalam menentukan kegiatan pengembangan wilayah di Kecamatan Kapas sesuai dengan potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Dengan tersusunnya dokumen ini diharapkan dapat tercipta sinkronisasi dan integrasi program-program pembangunan wilayah yang akan dikembangkan, dapat mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah serta sebagai instrument pengendalian pembangunan di kawasan lindung,

Adapun sasaran dalam kegiatan pengembangan wilayah Kabupaten Bojonegoro adalah sebagai berikut:

 Mengidentifikasi gambaran umum Kecamatan Kapas di Kabupaten Bojonegoro secara rinci yang berfungsi sebagai basis data pengembangan wilayah  Mengidentifikasi potensi dan permasalahan yang ada di Kecamatan Kapas sesuai dengan rencana pengembangan wilayah di Kabupaten Bojonegoro  Merumuskan analisa dan konsep pengembangan wilayah yang sesuai dengan wilayah Kecamatan Kapas  Merumuskan tujuan, arahan kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Kecamatan Kapas  Menyusun rencana struktur ruang, rencana pola ruang, rencana kawasan strategis, dan rencana

pengembangan wilayah Kecamatan Kapas dalam mendorong pertumbuhan kawasan tersebut

1.4 Ruang Lingkup Studi

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah

Kecamatan Kapas merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bojonegoro yang terletak di jalur antara Bojonegoro-Surabaya. Kecamatan Kapas terletak antara 111 o

98’ dan 112 o 08’ Bujur Timur dan antara 7 o

25’ dan 7 o 35’ Lintang Selatan. Berikut merupakan batas-batas Kecamatan Kapas yaitu sebagai berikut.

Utara : Kecamatan Bojonegoro

Timur : Kecamatan Balen Barat

: Kecamatan Bojonegoro Selatan : Kecamatan Dander

Kecamatan Kapas memiliki luas wilayah sebesar 46,38 km 2 yang terbagi dalam 21 desa yaitu Desa Bakalan, Bangilan, Bendo, Bego, Kalianyar, Kapas, Kedaton, Klampok, Kumpurejo, Mojodeso, Ngampel, Padang Mentoyo, Plesungan, Sambiroto, Sembung, Semenpinggir, Sukowati, Tanjungharjo, Tapelan, Tikusan dan Wedi.

1.4.2 Ruang Lingkup Kegiatan

Adapun untuk ruang lingkup kegiatan dalam proses penyusunan rencana pengembangan wilayah Kecamatan Kapas terdiri atas beberapa bagian, yaitu:

1. Kegiatan Penyusunan Laporan Pendahuluan

Kegiatan ini merupakan salah satu proses awal yang dilakukan sebagai persiapan sebelum melaksanakan kegiatan survei untuk mengumpulkan data. Dengan disusunnya laporan pendahuluan ini, diharapkan akan diketahui konsep dan kerangka dasar dari kegiatan penyusunan rencana pengembangan wilayah Kecamatan Kapas, yang dimulai dari tahap input, tahap analisa, hingga tahap output nantinya.

Pada dasarnya, substansi laporan pendahuluan terdiri atas: latar belakang, maksud, tujuan, dan ruang lingkup perencanaan; tinjauan kebijakan pembangunan dan pengembangan wilayah; gambaran umum karakteristik wilayah perencanaan, metodologi pendekatan perencanaan dan teknik analisa; jadwal pelaksanaan pekerjaan perencanaan; serta struktur organisasi pelaksana pekerjaan dan desain survei

2. Kegiatan Pelaksanaan Survei

Dalam hal ini, kegiatan survei dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:  Survei instansional, merupakan survei dengan proses pengumpulan data secara sekunder ke instansi-instansi pemerintah terkait, baik yang berasal dari Kabupaten Bojonegoro maupun dari luar kabupaten tersebut. Selain itu, survei ini juga dilakukan dengan cara pengumpulan data dari dokumen-dokumen terkait perencanaan pengembangan wilayah Kecamatan Kapas

 Survei lapangan, merupakan survei dengan proses pengumpulan data secara primer, dimana kegiatannya dilakukan langsung pada lokasi perencanaan untuk mengidentifikasi karakteristik, potensi, dan permasalahan di wilayah perencanaan. Bentuk dari kegiatan ini dapat berupa observasi lapangan, wawancara dengan masyarakat, ataupun penyebaran formulir survei

3. Kegiatan Kompilasi Data dan Analisa

Kegiatan ini dimulai dengan mengumpulkan dan mengevaluasi data-data yang sudah terkumpul pada kegiatan survei sebelumnya. Dalam hal ini, kegiatan pokok pada tahap pengolahan data dan analisa adalah mentabulasikan dan menyusun data berupa fakta dan informasi sesuai dengan aspek perencanaan, yang kemudian akan dinilai dengan berdasarkan prinsip-prinsip pendekatan dan metode teknik analisa perencanaan pengembangan wilayah.

4. Kegiatan Penyusunan Rencana Pengembangan Wilayah

Kegiatan penyusunan rencana merupakan bagian akhir dari proses penyusunan rencana pengembangan wilayah Kecamatan Kapas ini, dimana pada tahap ini akan dikelurkan dokumen produk perencanaan (buku rencana) sebagai output utama dari proses perencananaan pengembangan wilayah.

Pada dasarnya substansi yang ada pada buku rencana terdiri atas: latar belakang, tujuan, metode pendekatan dan ruang lingkup perencanaan; tinjauan kebijakan pembangunan dan pengembangan wilayah; gambaran detail karakteristik wilayah perencanaan; kebijakan, konsep, dan strategi penataan ruang pada wilayah perencanaan; rencana tata ruang wilayah perencanaan; serta implementasi dari rencana tata ruang pada wilayah perencanaan

1.4.3 Ruang Lingkup Substansi

Adapun untuk ruang lingkup pembahasan dalam penyusunan laporan ini terdiri atas aspek- aspek yang terkait dan berpengaruh dalam penyusunan rencana pengembangan suatu wilayah, seperti aspek tata ruang, aspek biogeofisik dan lingkungan, aspek infrastruktur (transportasi, utilitas, fasilitas), aspek ekonomi dan kelembagaan, aspek demografi dan sosial budaya, serta aspek-aspek lainnya yang dianggap penting dalam proses pengembangan wilayah di Kecamatan Kapas. Untuk ruang lingkup dari penyusunan rencana pengembangan wilayah ini terdiri atas:

 Tinjauan kebijakan penataan ruang pada produk perencanaan yang terkait dengan wilayah proyek  Gambaran detail wilayah proyek dari tiap aspek perencanaan  Potensi dan permasalahan yang terdapat pada wilayah perencanaan  Konsep, kebijakan, dan strategi penataan ruang pada wilayah perencanaan  Rencana tata ruang wilayah perencanaan  Implementasi dalam rencana tata ruang wilayah perencanaan (indikasi program,

kelembagaan penataan ruang, pembiayaan pembangunan, dan pengendalian pemanfaatan ruang)

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam Laporan Pendahuluan ini adalah sebagai berikut:

 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan mengenai latar belakang, maksud penulisan, tujuan dan sasaran penulisan, ruang lingkup perencanaan serta sistematika penulisan dalam dokumen laporan pendahuluan ini

 BAB II TINJAUAN PUSAKA Bab ini berisikan mengenai review kebijakan yang terkait dengan wilayah perencanaan, yaitu Kecamatan Kapas di Kabupaten Bojonegoro beserta review literatur terkait teori-teori pengembangan wilayah yang berpotensi dapat diterapkan pada wilayah perencanaan

 BAB III GAMBARAN UMUM Bab ini berisikan mengenai gambaran umum di wilayah perencanaan, yaitu Kecamatan Kapas di Kabupaten Bojonegoro  BAB IV METODOLOGI DAN TEKNIK ANALISIS PERENCANAAN Bab ini berisikan mengenai metode-metode serta teknik-teknik analisis yang akan digunakan dalam penyusunan dokumen perencanaan pengembangan wilayah di Kecamatan Kapas

 BAB V JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN Bab ini berisikan mengenai jadwal pelaksanaan penyusunan dokumen perencanaan pengembangan wilayah Kecamatan Kapas

 BAB VI STRUKTUR ORGANISASI DAN DESAIN SURVEY PEKERJAAN Bab ini berisikan mengenai desain survey yang akan dibutuhkan dalam mengidentifikasi kondisi Kecamatan Kapas secara terperinci serta struktur organisasi pelaksana pekerjaan yang terdiri dari tenaga ahli yang dibutuhkan dalam penyusunan rencana pengembangan wilayah Kecamatan Kapas

BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN

2.1 Rencana tata ruang provinsi jawa timur tahun 2011-2031

Arahan yang tertuang dalam Rencana TataRuang Wilayah Kabupaten Tulungagung Tahun 2011-2031 yang terkait dalam penyusunan RDTR Kecamatan Boyolangu beserta Peraturan Zonasinya meliputi :

2. 1. 1 Rencana Struktur Ruang

2. 1. 1. 1 Rencana Sistem Pusat Pelayanan

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Bojonegoro termasuk dalam pusat kegiatan yang akan dipromosikan untuk dikemudian hari dapat ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Propinsi Jawa Timur. Kemudian dilihat dari pembagian perwilayahan Propinsi Jawa Timur, Kabupaten Bojonegoro termasuk dalam Wilayah Pengembangan (WP) Gerbangkertasusilo Plus. Adapun Gerbangkertasusilo Plus meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep, dengan pusat pelayanan di Kota Surabaya dengan penjelasan pengembangan sistem perwilayahan sebagai berikut:

 Fungsi WP Germakertosusila Plus adalah: pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata, transportasi, dan industri.

 Fungsi pusat pengembangan/perkotaan adalah: pusat pelayanan, perdagangan, jasa, industri,

pemerintahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan prasarana wisata. Struktur pusat permukiman perkotaan Gerbangkertasusilo Plus terbagi atas enam satuan

wilayah. Kabupaten Bojonegoro merupakan satuan wilayah tersendiri. Wilayah Bojonegoro merupakan wilayah yang berkembang disebabkan adanya embrio kegiatan perekonomian, yang memungkinkan adanya konurbasi/penyatuan antarwilayah dan akan berdampak pada kawasan perkotaan Padangan, Ngasem hingga Sooko. Perkembangan perkotaan ini cenderung didominasi kegiatan industri, tambang dan perdagangan. Sedangkan pusat perkembangan wilayah cluster ini adalah perkotaan Bojonegoro.

Kegiatan Perkotaan Tulungagung diarahkan meliputi kegiatan Jasa, perdagangan, pendidikan, kesehatan, industri, dan pariwisata. Adapun rencana pengembangan fasilitas di wilayah perkotaan Tulungagung meliputi : Kegiatan Perkotaan Tulungagung diarahkan meliputi kegiatan Jasa, perdagangan, pendidikan, kesehatan, industri, dan pariwisata. Adapun rencana pengembangan fasilitas di wilayah perkotaan Tulungagung meliputi :

b. Fasilitas perdagangan:  Peningkatan pasar tradisional  Pengembangan ruko dan pertokoan

c. Fasilitas industri:  Kawasan eksplorasi migas

d. Fasilitas pendidikan:  SMA/MA/SMK

e. Fasilitas kesehatan:  Pengembangan rumah sakit tipe B  Peningkatan Puskesmas ke Puskesmas rawat inap

f. Fasilitas wisata:  Pengembangan dan peningkatan fasilitas daya tarik wisata

Letak Perkotaan Bojonegoro yang berada di Selatan Bengawan Solo menyebabkan perlunya pengendalian kegiatan industriyang berlokasi di bantaran sungai Bengawan Solo. Hal ini untuk menghindari berbagai efek negatif dari aktivitas industri, termasuk dari industri pengolahan berbasis kerajinan ke area DAS Bengawan Solo, terutama ke bagian hilir DAS. Adapun Perkotaan Bojonegoro diarahkan pengembangan pusat kegiatan perdagangan dan jasa serta kegiatan produksi pertanian. Selain itu juga diarahkan pengembangan industri pengolahan minyak bumi.

Strategi pengembangan wilayah akan diarahkan sebagai sub pusat koleksi dan distribusi di Perkotaan Bojonegoro, sub pusat industri migas di Padangan dan Kasiman. Sub-sub pusat ini akan melayani wilayah yang termasuk pada Kabupaten Bojonegoro.

Adapun untuk sistem pedesaan dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan perdesaan secara berhierarki yaitu sebagai berikut:

1. Pusat pelayanan antardesa (PPL), merupakan pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antardesa dalam satu kecamatan.

2. Pusat pelayanan setiap desa (PPd), merupakan pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala desa.

3. Pusat pelayanan pada satu atau beberapa dusun atau kelompok permukiman (PPds), merupakanpusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala satu atau beberapa dusun atau kelompok permukiman.

Pusat pelayanan perdesaan tersebut secara berhierarki memiliki hubungan dengan pusat pelayanan wilayah kecamatan sebagai kawasan perkotaan terdekat, dengan perkotaan sebagai pusat pelayanan sub WP (Wilayah Pengembangan), dan dengan ibukota kabupaten masing-masing.

Pengelolaan sistem perdesaan merupakan upaya untuk mempercepat efek pertumbuhan di kawasan perdesaan. Sistem pelayanan perdesaan dikembangkan seiring dengan pengembangan sistem agropolitan meliputi pertanian dalam arti seluas-luasnya, termasuk pengembangan minapolitan sebagai bagian dari sistem perdesaan.

Pengelolaan sistem pedesaan di Jawa Timur konsisten pada konsep pengembangan desa-desa agropolis. Pengembangan desa agropolis secara struktural akan tekait pula dengan pengembangan interaksi desa-kota, dan membuat keterkaitan antarpusat-pusat permukiman tersebut dalam pola sistem jaringan (network system), sesuai dengan konsep penataan struktur tata ruang wilayah Jawa Timur dan pola pengembangan kegiatan ekonomi lokal yang diarahkan dapat memicu perkembangan wilayah yang berbasis pada sektor primer.

2.1.1.2 Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Penjabaran mengenai sistem jaringan prasarana untuk Kabupaten Bojonegoro yang tertuang

dalam Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang RTRW Propinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031 adalah :  Pengembangan jaringan jalan tembus/jalur alternatif  Terminal angkutan kelas A  Pengembangan bandara khusus (bandara pengumpan)  Pembangunan jalan bebas hambatan  Pengembangan jalan arteri primer  Pengembangan jalan kolektor primer sebagai Jalan Nasional yang meliputi ruas jalan Babat –

Bojonegoro – Padangan – Ngawi  Pengembangan terminal tipe A Rajegwesi  Rencana konservasi jaringan jalur kereta api mati Bojonegoro – Jatirogo  Pengembangan dam/embung penampungan air  Pengembangan energi baru dan terbarukan dari air  Pengembangan gardu induk 150/20  Pengembangan sumber dan prasarana minyak dan gas bumi

2. 1. 2 Rencana Pola Ruang Arahan rencana pola ruang untuk Kabupaten Bojonegoro berdasarkan Peraturan Daerah

Propinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang RTRW Propinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031 meliputi:

1. RENCANA KAWASAN LINDUNG

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.

A. Kawasan Hutan Lindung

Arahan penanganan kawasan hutan lindung meliputi:  Pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan konservasi dan kawasan hutan

lindung;  Mempertahankan luasan kawasan hutan lindung;  Pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya;  Pengembangan kerja sama antarwilayah dalam pengelolaan kawasan lindung;  Percepatan rehabilitasi hutan dan lahan yang termasuk kriteria kawasan lindung dengan

melakukan penanaman pohon lindung yang dapat digunakan sebagai perlindungan kawasan bawahannya yang dapat dimanfaatkan hasil hutan nonkayunya;

 Pemanfaatan jalur wisata alam jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa memiliki terhadap alam; dan  Pemanfaatan kawasan lindung untuk sarana pendidikan penelitian dan pengembangan kecintaan terhadap alam.

B. Kawasan Perlindungan Setempat

Arahan pengelolaan kawasan sempadan sungai meliputi:  Pembatasan dan pelarangan pengadaan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas sungai;  Pembatasan dan pelarangan penggunaan lahan secara langsung untuk bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau pengelolaan sungai;

 Reorientasi pembangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian dari latar depan pada kawasan permukiman perdesaan dan perkotaan; dan  enetapan wilayah sungai sebagai salah satu bagian dari wisata perairan dan transportasi sesuai dengan karakter masing-masing. Arahan pengelolaan kawasan danau/waduk meliputi:  Pembatasan dan pelarangan pengadaan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas sungai;  Perlindungan sekitar danau atau waduk dari kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air;  Pelestarian waduk beserta seluruh tangkapan air di atasnya;  Pengembangan kegiatan pariwisata dan/atau kegiatan budi daya lainnya di sekitar

lokasi danau atau waduk diizinkan membangun selama tidak mengurangi kualitas tata air; dan

 Pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan penutup tanah untuk melindungi pencemaran dan erosi terhadap air.

C. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Arahan pengelolaan kawasan cagar alam dan budaya meliputi:  Mendirikan musium purbakala sebagai sarana penelitian dan pendidikan bagi masyarakat;  Pengembangan kawasan sebagai obyek daya tarik wisata sejarah;  peningkatan fungsi lindung cagar alam;  Pengembangan kegiatan secara lebih spesifik berdasarkan karakteristik kawasan

dengan mengedepankan fungsi lindungnya.

D. Kawasan Rawan Bencana Alam

Arahan penanganan kawasan rawan tanah longsor meliputi:  Pengidentifikasian lokasi rawan longsor  Perbaikan drainase tanah, seperti perbaikan sistem drainase menggunakan

penyemprotan bibit tanaman (hydroseeding), dan pemasangan beton penahan tanah (soil nailing).

 Pembangunan terasering dengan sistem drainase yang tepat (drainase pada teras-teras dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapnya air ke dalam tanah).  Pembuatan tanggul penahan, khusus untuk runtuhan batu baik berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.  Peningkatan dan pemeliharaan drainase baik air permukaan maupun air tanah

Arahan penanganan kawasan rawan banjir meliputi:  Identifikasi wilayah rawan banjir,  pembangunan sistem dan jalur evakuasi yang dilengkapi sarana dan prasarana;  penyuluhan kepada masyarakat mengenai mitigasi dan respons terhadap kejadian

bencana banjir  Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai  Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran terbuka maupun

tertutup atau terowongan dapat membantu mengurangi terjadinya banjir.

Arahan penanganan kawasan rawan kebakaran hutan meliputi:  pengembangan sumber air untuk pemadaman api  pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan secara ketat;  penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman yang heterogen

2. RENCANA KAWASAN BUDI DAYA

A. Kawasan Hutan Produksi

Arahan pengelolaan kawasan hutan produksi meliputi:  Pengusahaan hutan produksi dilakukan oleh Perum Perhutani dengan menerapkan sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB).  Reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan dan tidak dapat dialih fungsikan ke budi daya nonkehutanan.  Pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan hutan serta gangguan keamanan hutan lainnya.  Pengembalian pada fungsi hutan semula dengan reboisasi bila pada kawasan ini terdapat perambahan atau bibrikan

B. Kawasan Peruntukan Pertanian

Arahan pengelolaan kawasan peruntukan pertanian meliputi:  Pengembangan holtikultura komoditas salak  Area lahan sawah beririgasi harus dipertahankan agar tidak berubah fungsi menjadi

peruntukan yang lain.  Pengalihan fungsi areal wajib disediakan lahan pengganti.  Jika suatu areal terpaksa harus berubah fungsi maka harus disediakan lahan areal baru

yang menggantikannya dengan ditambah biaya investasi pembangunan prasarana irigasi di lokasi tersebut, penggantiannya mengikuti peraturan:

- Apabila yang dialihfungsikan adalah lahan beririgasi (sawah beririgasi teknis, sawah beririgasi teknis, sawah beririgasi semi teknis, sawah beririgasi sederhana,

sawah pedesaan) maka penggantiannya paling sedikit sebanyak 3 (tiga) kali luas lahan;

- Apabila yang dialihfungsikan adalah lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut maka penggantiannya paling sedikit 2 (dua) kali luas lahan; dan - Apabila yang dialihfungsikan adalah lahan tidak beririgasi (lahan kering) maka penggantiannya paling sedikit adalah 1 (satu) kali luas lahan  Peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan dengan mengembangkan

kawasan pertanian terpadu (cooperative farming), dan hortikultura dengan mengembangkan kawasan budi daya pertanian ramah lingkungan (good agriculture practices );

 Pengembangan kelembagaan kelompok tani ke arah kelembagaan ekonomi/koperasi melalui upaya penguatan modal, kewirausahaan, membuka akses pasar, kemitraan, serta pemberdayaan asosiasi petani.

C. Kawasan Peruntukan Perkebunan

Arahan pengelolaan kawasan peruntukan perkebunan meliputi:  pengembangan komoditas tembakau, tebu, dan kelapa  pemertahanan luasan lahan perkebunan saat ini;  peningkatan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing produk perkebunan;  pewilayahan komoditi sesuai dengan potensinya yakni pengembangan wilayah

Madura, Pantura, wilayah tengah, dan wilayah selatan; dan  pengembangan kelembagaan kelompok tani ke arah kelembagaan ekonomi/koperasi.

D. Kawasan Peruntukan Peternakan

Arahan pengelolaan kawasan peruntukan peternakan meliputi:  Sentra peternakan besar  pengembangan kawasan peternakan yang mempunyai keterkaitan dengan pusat

distribusi pakan ternak dan sektor industri pendukung lainnya;  pemertahanan ternak plasma nuftah sebagai potensi daerah;  pengembangan kawasan peternakan diarahkan pada pengembangan komoditas ternak

unggulan;

E. Kawasan Peruntukan Perikanan

Arahan pengelolaan kawasan peruntukan perikanan di Kabupaten Pasuruan meliputi:  Pemertahanan, perehabilitasian, dan perevitalisasian tanaman bakau/mangrove dan terumbu karang;  Pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budi daya;  Penjagaan kelestarian sumber daya air terhadap pencemaran limbah industri;  Pengembangan sarana dan prasarana pendukung perikanan;  Peningkatan nilai ekonomi perikanan dengan meningkatkan pengolahan dan

pemasaran hasil perikanan;  Pengembangan kelembagaan kelompok nelayan ke arah kelembagaan

ekonomi/koperasi.  Pemertahanan luasan dan sebaran kawasan tambak garam agar tidak berubah fungsi;  Pembukaan peluang pengembangan tambak garam baru dalam rangka meningkatkan

produksi garam dan membuka peluang investasi;  Pengembangan teknologi dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi

garam; dan  Pengembangan kawasan tambak garam dengan mempertimbangkan aspek lingkungan

hidup yang keberlanjutan.

A. Kawasan Pertambangan

Arahan penanganan kawasan pertambangan meliputi:  Pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan;

 Setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan mengamankan tanah atas

(top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas penambangan;  Menghindari dan meminimalisir kemungkinan timbulnya dampak negatif dari kegiatan sebelum, saat dan setelah kegiatan penambangan, sekaligus disertai pengendalian yang ketat

B. Kawasan Peruntukan Industri

Arahan penanganan kawasan peruntukan industri meliputi:  Pengembangan kawasan industri dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekologis;  Pengembangan kawasan industri harus didukung oleh adanya jalur hijau sebagai penyangga antar fungsi kawasan;  Setiap kegiatan industri sejauh mungkin menggunakan metoda atau teknologi ramah lingkungan, dan harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan terhadap kemungkinan adanya bencana industri.

F. Kawasan Peruntukan Pariwisata

Arahan pengelolaan kawasan peruntukan pariwisata meliputi:  pelengkapan sarana dan prasarana pariwisata Pantai Popoh, Gunung Wilis dan Waduk Wonorejo sesuai dengan kebutuhan, rencana pengembangan, dan tingkat pelayanan setiap kawasan daya tarik wisata;

 Pengembangan koridor wisata yakni jalur pengembangan koridor C di Candi Penampihan dan Pantai Popoh  pengembangan daya tarik wisata baru di destinasi pariwisata yang belum berkembang kepariwisataannya; dan  pengembangan pemasaran pariwisata melalui pengembangan pasar wisatawan, citra destinasi wisata, kemitraan pemasaran pariwisata, dan perwakilan promosi pariwisata.

G. Kawasan Peruntukan Permukiman

Arahan pengelolaan kawasan peruntukan permukiman perdesaan Pasuruan meliputi:  Pengelompokan lokasi permukiman perdesaan yang sudah ada.  Pengembangan permukiman perdesaan sedapat mungkin menghindari terjadinya alih

fungsi lahan produktif.

 Penanganan kawasan permukiman kumuh di perdesaan melalui perbaikan rumah tidak layak huni. Arahan pengelolaan kawasan permukiman perkotaan meliputi:  Pengaturan perkembangan pembangunan permukiman perkotaan baru.  Pengembangan permukiman perkotaan dengan memperhitungkan daya tampung

perkembangan penduduk, sarana, dan prasarana yang dibutuhkan.  Penanganan kawasan permukiman kumuh perkotaan dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun (rusun).

2.2 Tinjauan Kebijakan Berdasarkan Rtrw Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011- 2031

Penataan Ruang pada dasarnya adalah proses, yang meliputi proses perencanaan, proses pemanfaatan dan proses pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan sebagai suatu sistem. Salah satu bagian penting dari proses menerus tersebut adalah perencanaan tata ruang yang dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, mulai dari proses penyusunan sampai penetapan dalam bentuk peraturan daerah.

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro telah memiliki dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah pada tahun 1993/1994 – 2003/2004 dan telah dilakukan proses peninjauan kembali (revisi) Rencana Tata Ruang Wilayah pada Tahun 1999/2000 – 2009/2010, tetapi belum sempat ditetapkan dalam bentuk Perda (berstatus hukum).

Selama periode tahun 1999 sampai dengan tahun 2009, telah banyak kebijakan baik yang berskala lokal, regional sampai nasional yang berubah, termasuk gambaran perkembangan pemanfaatan sumber daya baik alam maupun buatan.

Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2010 tentang Penataan Ruang sebagai pengganti Undang-undang 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, membawa perubahan yang cukup mendasar bagi pelaksanaan kegiatan penataan ruang, salah satunya pada aspek pengendalian pemanfaatan ruang, selain pemberian insentif dan disinsentif juga pengenaan sanksi yang merupakan salah satu upaya sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Pengenaan sanksi ini tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Disamping itu dengan lahirnya Undang-undang 26 Tahun 2010 memberikan kejelasan tugas dan tanggung jawab pembagian wewenang antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang.

RTRW mempunyai peranan penting, utamanya dalam penyusunan program dan pengendalian pemanfaatan ruang serta menjadi perangkat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berwawasan tata ruang. Produk RTRW dapat menjadi pedoman bagi penyusunan RTRW mempunyai peranan penting, utamanya dalam penyusunan program dan pengendalian pemanfaatan ruang serta menjadi perangkat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berwawasan tata ruang. Produk RTRW dapat menjadi pedoman bagi penyusunan

2.2.1 Azas Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro

Sesuai Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2010, maka dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bojonegoro, akan didasarkan pada azas-azas sebagai berikut :

a) Azas Keterpaduan,

Adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan (pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat).

b) Azas Keserasian, Keseimbangan dan Keselarasan,

Adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.

c) Azas Berkelanjutan, Adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.

d) Azas Keberdayagunaan dan Keberhasilgunaan, Adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.

e) Azas Keterbukaan,

Adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas- luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.

f) Azas Kebersamaan dan Kemitraan,

Adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

g) Azas Perlindungan dan Kepentingan Umum,

Adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengedepankan kepentingan masyarakat.

h) Azas Kepastian Hukum dan Keadilan,

Adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.

i) Azas Akuntabilitas,

Adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya maupun hasilnya.

2.2.2 Visi, Misi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro

Secara umum visi misi Pembangunan Wilayah Kabupaten Bojonegoro, mengacu pada visi misi Kabupaten Bojonegoro yang tercantum dalam Rencana Program Jangka Panjang Daerah (RPJPD). Berdasarkan kondisi Kabupaten Bojonegoro serta tantangan yang dihadapi dalam 20 tahun mendatang maka Visi Pembangunan Kabupaten Bojonegoro Tahun 2006-2025 adalah : Kebangkitan Menuju Bojonegoro Yang Sejahtera, Mandiri, Dan Berdaya Saing .

Visi ini memiliki makna sebagai berikut :

1. Kabupaten Bojonegoro memiliki kemampuan untuk bangkit dan berdaya dalam memanfaatkan segenap potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki;

2. Kebangkitan tersebut semata-mata untuk mewujudkan masyakarat Kabupaten Bojonegoro yang sejahtera lahir dan batin secara merata dan berkeadialan;

3. Masyarakat yang sejahtera lahir dan batin akan menjadi modal utama untuk mewujudkan masyarakat madani, yakni masyarakat sipil yang berdaya dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungannya sehingga senantiasa berpartisipasi aktif dalam setiap aktivitas pembangunan;

Dengan demikian maka Kabupaten Bojonegoro akan dapat bersaing secara sehat dengan daerah lain melalui keunggulan kompetitif yang dimiliki. Berlandaskan pada visi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro tersebut maka visi penataan ruang wilayah Kabupaten Bojonegoro adalah : Terwujudnya Kabupaten Bojonegoro Yang Mampu Mendorong Optimalisasi Peran Investasi Produktif, Dengan Mengedepankan Kelestarian Lingkungan Dan Berkeadilan”. Untuk mendukung visi tersebut, maka misi penataan ruang wilayah Kabupaten Bojonegoro sebagai berikut :

1) Mewujudkan terciptanya kepastian hukum dalam kegiatan usaha sesuai rencana tata ruang serta mendorong peluang investasi yang lebih produktif.

Misi penataan ruang wilayah ini diperlukan untuk terciptanya keharmonisan, keselarasan antar berbagai program yang akan dilaksanakan di Kabupaten Bojonegoro.

2) Mewujudkan stuktur ruang yang berimbang guna mendorong pertumbuhan wilayah sekaligus mengurangi kesenjangan antar wilayah guna meningkatkan kemandirian masyarakat yang berdaya saing tinggi Misi penataan ruang wilayah ini diperlukan untuk meningkatkan sarana dan prasarana/infrastruktur yang ada di Kabupaten Bojonegoro, sehingga masyarakat di Kabupaten Bojonegoro dapat menikmati sarana dan prasarana yang sama di setiap kecamatan, terciptanya aksesibilitas yang mudah sehingga dapat lebih menumbuhkan dan meningkatkan potensi yang ada di masing-masing kecamatan dan menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan.

3) Mewujudkan pola ruang yang produktif guna menunjang produktifitas wialyah secara berkelanjutan. Misi penataan ruang wilayah ini diperlukan untuk melakukan penataan terhadap kawasan lidung dan kawasan budidaya yang ada di Kabupaten Bojonegoro, sehingga lebih sinergis dalam pemanfaatannya, tetap terjaga fungsi lindungnya, berwawasan lingkungan dan terakomodir dalam penataan ruang yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungannya.

4) Mewujudkan program pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang secara konsisten guna mendukung manfaat ruang dan mensejahterakan masyarakat. Misi penataan ruang wilayah ini diperlukan untuk memberikan kemudahan di dalam melakukan investasi di Kabupaten Bojonegoro dengan memberikan kemudahan di dalam perijinan, ketersediaan sarana dan prasarana/infrastruktur yang memadai serta iklim yang kondusif.

5) Meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat Kabupaten Bojonegoro Misi penataan ruang wilayah ini diperlukan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia di Kabupaten Bojonegoro dalam menerima perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, sehingga diharapkan dapat bersaing dengan wilayah lain, mampu menumbuhkan pendapatan, menumbuhkan perekonomian di wilayahnya sehingga tercipta kemandirian.

6) Meningkatkan akses, kesadaran, partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam pengembangan wilayah Kabupaten Bojonegoro Misi penataan ruang wilayah ini diperlukan untuk memberikan akses, kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungannya, dalam menata wilayahnya sehingga diharapkan tercipta keharmonisan pemanfaatan ruang.

7) Mewujudkan Keseimbangan pertumbuhan wilayah di Kabupaten Bojonegoro

Misi penataan ruang wilayah ini diperlukan untuk menumbuhkan pusat dan sub-sub pusat pertumbuhan baru di Kabupaten Bojonegoro yang sekaligus menjadi generator pertumbuhan bagi wilayah belakangnya dan diharapkan akan memberikan “Multiplier Effec ” sehingga dapat mengurangi ketimpangan atau kesenjangan pertumbuhan antar wilayah.

8) Mewujudkan Keseimbangan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bojonegoro. Misi penataan ruang ini diperlukan untuk menggerakkan dan menumbuhkan perekonomian masyarakat melalui pembangunan sektor agro dalam kerangka pencapaian visi pengembangan wilayah di Kabupaten Bojonegoro, serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

2.2.3 Isu-Isu Strategi Wilayah Kabupaten Bojonegoro

Isue-isue strategis yang ada di wilayah Kabupaten Bojonegoro, adalah :

1) Kabupaten Bojonegoro merupakan wilayah yang berpengaruh dan terpengaruh terhadap Kawasan Pengembangan Ratubangnegoro (Blora-Tuban-Rembang-Bojonegoro) di Perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Kawasan Pengembangan Gerbang Kertasusila Plus (Gresik-Jombang-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan dan Plus Tuban-Bojonegoro) sebagai Pusat Kegiatan Nasional

2) Kabupaten Bojonegoro memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang besar, disamping lahan pertanian, air dan hutan juga berupa pertambangan baik berupa bahan galian C maupun minyak dan gas bumi , yang diprediksi mencapai 20 % kandungan candangan migas nasional, dan sekarang telah terdapat dua operator pengeboran minyak atas nama Mobil Cepu Ltd (Exxon Mobil) dan Petro china.

3) Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu kawasan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo, yang membawa dampak terjadi bencana banjir, serta terjadinya penurunan kualitas air, sedimentasi dan kepadatan pemukiman sekitar bantaran sungai.

4) Ilegal Logging menyebabkan berkurangnya lahan hutan jati dan bertambahnya lahan kritis, yang membawa dampak angin topan/beliung serta terjadinya longsor dan banjir bandang.

5) Kesenjangan pembangunan antara wilayah utara Kabupaten Bojonegoro dengan wilayah selatan Kabupaten Bojonegoro, baik ekonomi dan infrastruktur wilayah.

6) Terdapat keanekaragaman potensi wisata (alam dan peninggalan sejarah/kerajaan Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram) di kabupaten Bojonegoro ini belum dikembangkan secara optimal.

7) Pengembangan kawasan agroindustri beserta agropolitan di Kecamatan Kapas, Dander dan Kalitidu

8) Perlunya optimalisasi pengelolaan dan pengembangan sumber daya air untuk pertanian, industri dan air minum

9) Kondisi/ jenis dan tekstur tanah yang mudah ekspansif (bergerak)

2.2.4 Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro

Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Bojonegoro, meliputi :

a) pengembangan lahan pertanian dan sistem agropolitan yang produktif dan ramah lingkungan.

b) pengembangan dan peningkatan potensi pariwisata yang ramah lingkungan serta berbasis masyarakat.

c) pengembangan dan peningkatan kawasan industri berbasis agro, yang ramah lingkungan serta bernilai ekonomis.

d) pemerataan pembangunan sektor ekonomi dan infrastruktur wilayah.

e) pengendalian secara ketat pada kawasan hutan.

f) peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara

2.2.5 Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro

Strategi pengembangan lahan pertanian dan sistem agropolitan yang produktif dan ramah lingkungan, meliputi :

a. mengembangkan sistem pemasaran hasil pertanian sesuai tingkat skala layanan sampai ekspor;

b. mengembangkan lumbung desa modern;

c. memulihkan lahan yang rusak atau alih komoditas menjadi perkebunan;

d. mengembangkan pusat penyuluhan tani;

e. mengembangkan pusat ekonomi agropolitan dan pusat bisnis;

f. mengembangkan sistem pemasaran hasil perkebunan sampai ekspor;

g. mengembangkan prasarana dan sarana pengangkutan barang dari dan ke pusat pemasaran dan wilayah pelayanannya;

h. meningkatkan status fungsi sawah secara bertahap;

i. mempertahankan kawasan pertanian pangan berkelanjutan; j. meningkatkan produktivitas, diversifikasi, dan pengolahan hasil pertanian; dan k. mengendalikan secara ketat fungsi lahan yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan

berkelanjutan.

Strategi pengembangan dan peningkatan potensi pariwisata yang ramah lingkungan serta berbasis masyarakat, meliputi :

a. mengembangkan obyek wisata andalan prioritas;

b. membentuk zona wisata dengan disertai pengembangan paket wisata;

c. meningkatkan sarana dan prasarana wisata yang ada di masing-masing objek wisata; c. meningkatkan sarana dan prasarana wisata yang ada di masing-masing objek wisata;

e. mengembangkan sarana dan prasarana mendukung budaya lokal;

f. mengembangkan pusat sentra industri kerajinan; dan

g. meningkatkan potensi agroekowisata dan ekowisata.

Strategi pengembangan dan peningkatan kawasan industri berbasis agro, yang ramah lingkungan serta bernilai ekonomis meliputi :

a. mengembangkan dan memberdayakan industri kecil dan industri rumah tangga;

b. mengembangkan industri agrobisnis yang mendukung komoditas agrobisnis unggulan dengan teknologi ramah lingkungan;

c. mengembangkan pusat promosi dan pemasaran hasil industri kecil;

d. mengembangkan kawasan industri menengah – besar;

e. menangani dan mengelola limbah yang dihasilkan industri dengan penyediaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), secara individual maupun komunal;

f. menyediakan sarana dan prasarana pendukung pengelolaan kegiatan industri;

g. mengembangkan zona industri polutif;

h. menyediakan jalur hijau sebagai zona penyangga pada tepi luar kawasan industri; dan

i. mengembangkan kawasan peruntukan industri yang saling bersinergi dan terpadu.

Strategi pemerataan pembangunan sektor ekonomi dan infrastruktur wilayah, meliputi :

a. meningkatkan produktivitas kegiatan budidaya;

b. mendorong pemenuhan pelayanan kebutuhan masyarakat; dan

c. mengembangkan dan meningkatkan prasarana dan sarana wilayah dibagian utara dan selatan.

Strategi pengendalian secara ketat pada kawasan hutan, meliputi :

a. mengendalikan dan memulihkan fungsi hutan;

b. mengelola hutan yang berorientasi pada seluruh potensi sumberdaya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat dengan sistem pengelolaan hutan bersama;

c. mengembangkan zona penyangga pada kawasan hutan produksi yang berbatasan dengan hutan lindung; dan

d. mengolah hasil hutan produksi yang memiliki nilai ekonomi tinggi tanpa mengabaikan fungsi perlindungan.

Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f, meliputi: Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f, meliputi:

b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;

c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan budidaya terbangun; dan

d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI.

2.2.6 Kecamatan Kapas Sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (Ppk)

Menurut arahan kebijakan yang direncanakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Bojonegoro bahwa Kecamatan Kapas termasuk dalam rencana pengembangan sistem pusat – pusat kegiatan berada di Perkotaan Trucuk, Kapas, Sukosewu, Malo, kalitidu, Balen, kanor, Kepohbaru, Purwosari, Margomulyo, Ngambon, Tambakrejo, Kasiman, Kedewan, Bubulan, Gondang, Sekar dan Sugihwaras.

Selanjutnya Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau ibukota Kecamatan atau beberapa desa/kelurahan yakni seluruh ibukota kecamatan yang tidak termasuk dalam PKLp. Fungsi dari masing-masing ibukota kecamatan tersebut antara lain :

a) Pusat pelayanan umum, dan pemerintahan bagi desa-desa yang berada di wilayah administrasinya.

b) Pusat perdagangan dan jasa bagi desa-desa yang berada di wilayah administrasinya.

c) Pusat pelayanan antar desa/kelurahan (PPL).

2.3 Tinjauan Kebijakan Peraturan Minyak Dan Gas

2.3.1 Tinjauan Perda No.23 Tahun 2011 Kabupaten Bojonegoro Terkait Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Dalam Pelaksanaan Eksplorasi Dan Eksploitasi Serta Pengelolaan Migas

Berdasarkan perkembangannya wilayah kabupaten bojonegoro melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dengan menanggapi aspirasi dari masyarakat untuk secara lebih aktif dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi yang dimana diharapkan semaksimal mungkin menggunakan sumberdaya yang ada.

Dalam peraturan UU No.22 Tahun 2001 terkait minyak dan gas dijelaskan bahwa dalam kegiatan migas ditetapkan rantai suplai (Supply Chain) yaitu kegiatan penyediaan dan pendayagunaan barang dan jasa yang mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang telah dikompetensikan pada standar dalam Dalam peraturan UU No.22 Tahun 2001 terkait minyak dan gas dijelaskan bahwa dalam kegiatan migas ditetapkan rantai suplai (Supply Chain) yaitu kegiatan penyediaan dan pendayagunaan barang dan jasa yang mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang telah dikompetensikan pada standar dalam

a. Mengatur dan melindungi serta memberdayakan potensi kandungan lokal di daerah. b. Keterlibatan kontraktor KKS dan Mitra K-KKS golongan besar serta pengelola MIGAS dalam memberdayakan kandungan Lokal di Daerah. c. Tanggung Jawab sosial Kontrak KKS dan Mitra K-KKS Golongan Besar serta Pengelola MIGAS dalam pemenuhan dana CSR dalam kerangka percepatan pembangunan daerah.

Dalam merumuskan program Corporate Sosial Responsibility (CSR), pihak operator harus melakukan kordinasi dengan badan perencanaan pembangunan daerah kabupaten bojonegoro dalam rangka sinkronisasi sebagai langkah preventif mengantisipasi munculnya overlapping/tumpang tindih dengan program/atau kegiatan pembangunan pemerintah kabupaten. Melalui poin-poin penting kerjasama ,yaitu :

1. Pihak Kontraktor KKS dan Mitra K-KKS serta pengolah MIGAS wajib bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat setempat, melalui pelaksanaan CSR. 2. Program Corporate Sosial Responsibility (CSR) dari masing-masing kontraktor KKS dan Mitra K- KKS serta pengelolah MIGAS harus dirumuskan berdasar kebutuhan riil masyarakat Bojonegoro dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, yang pelaksanaannya dapat melibatkan organisasi masyarakat sipil local. 3. Program CSR wajib merujuk pada Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dan/atau Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes).

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH

3. 1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bojonegoro

3. 1. 1 Wilayah Administratif