Derajat deasetilasi Spektroskopi FTIR

untuk pengkhelatan, lebih banyak dibandingkan pada kitin, sehingga kemampuan pengumpulan kitosan dalam mengikat ion logam pun diperoleh lebih besar dari pada kitin Agusnar, 2006. Kitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimiliki yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak. Selain itu, melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi minimal antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesis yang sampai saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja kitosan sebagai pengawet, yaitu kitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berkaitan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein Sari, 2008.

2.4 Derajat deasetilasi

Kitin yang diperoleh dari deproteinisasi dan demineralisasi tidak larut dalam sebagian pereaksi kimia. Untuk memudahkan kelarutannya, maka kitin dideasetilasi dengan pelarut alkali menjadi kitosan. Setelah melalui proses deasetilasi maka daya absorbsinya akan meningkat dengan bertambahnya gugus amino NH 2 yang terdapat di dalamnya. Peningkatan kelarutan berbanding lurus dengan peningkatan derajat deasetilasi. Hal ini disebabkan gugus asetil pada kitin yang dipotong oleh proses deasetilasi akan menyisakan gugus amina. Ion H pada gugus amina menjadikan kitosan mudah berinteraksi dengan air melalui ikatan hidrogen Agusnar, 2006. Derajat deasetilasi kitosan dapat diukur dengan berbagai metode. Yang paling lazim digunakan adalah metode garis dasar Spektroskopi IR Transformasi Fourier FTIR yang pertama kali diajukan oleh Moore dan Robert pada tahun Universitas Sumatera Utara 1977. Teknik ini memberikan beberapa keuntungan, yaitu relatif lebih cepat, sampel tidak perlu murni, dan tingkat ketelitian tinggi Sugita, dkk. 2009. Derajat deasetilasi ditentukan untuk mengetahui seberapa besar kitin yang sudah berubah menjadi kitosan. Derajat deasetilasi kitosan ditentukan berdasarkan rumus : DD = DD = 1 – [ x ] 100 Semakin banyak gugus asetil yang dihilangkan, maka semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya. Kitosan dengan derajat deasetilasi 70-90 dinamakan kitosan pasaran Puspawati dan Simpen, 2010.

2.5 Uji aktivitas biologi

Penelitian terhadap senyawa aktif dari bahan alam sangat digalakkan. Tetapi banyak bahan-bahan obat alami yang telah diisolasi, dikarakterisasi dan dipublikasikan tanpa dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi. Aktivitas biologi tumbuhan dan hewan tersebut tidak diketahui hingga bertahun-tahun. Hal ini disebabkan karena karena pencarian untuk senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi sering menggunakan uji aktivitas dengan biaya yang mahal. Hambatan biaya ini mempengaruhi kegiatan farmakologis. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu uji aktivitas yang secara umum sederhana, mudah dan murah namun dapat dipercaya dan dapat mendeteksi adanya senyawa yang mempunyai aktivitas biologi secara luas yang terdapat pada ekstrak, fraksi dan isolat. Beberapa uji pendahuluan yang memenuhi syarat-syarat di atas antara lain: Metode Brine Shrimp Lethality Test BST, Potato Disk, dan Uji terhadap Lemna minor L Mclaughlin dan Rogers, 1998. Universitas Sumatera Utara

2.5.1 Brine Shrimp Lethality Test

Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu daya bunuh in vivo dari senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga untuk memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian. Salah satu organisme yang sangat sesuai untuk hewan uji tersebut adalah brine shrimp udang laut. Brine shrimp test sudah digunakan untuk berbagai sistem bioassay yaitu untuk menganalisa residu pestisida, mikotoksin, polutan pada air sungai. Dalam fraksinasi yang diarahkan dengan bioassay, metode brine shrimp telah digunakan untuk memonitor fraksi aktif mikotoksin dan antibiotik pada ekstrak jamur Meyer, et al, 1982. Artemia salina Leach adalah sejenis udang air asin. Telurnya merupakan makanan ikan tropis dan telur tersebut dapat dijumpai di toko-toko yang menjual ikan hias tropis dengan nama brine shrimp eggs. Telur ini dapat bertahan selama bertahun-tahun dalam keadaan kering. Jika dimasukkan dalam larutan air laut, telur-telur akan menetas dalam waktu 48 jam dan menghasilkan sejumlah nauplii. Nauplii Artemia salina Leach ini dapat dipakai sebagai alat yang baik untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas biologi Mclaughlin dan Rogers, 1998.

2.5.2 Metode Potato Disk menghambat tumor crown gall

Crown gall adalah penyakit tumor pada tumbuhan yang ditimbulkan oleh strain yang spesifik dari bakteri gram negatif Agrobacterium tumefaciens. Terdapat kesamaan antara mekanisme terjadinya tumor pada tumbuhan dan pada hewan, senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan tumor pada tumbuhan Universitas Sumatera Utara juga dapat berfungsi sebagai antitumor pada hewan. Uji ini merupakan uji pendahuluan yang sederhana untuk menemukan senyawa antikanker dari bahan alami. Penghambatan pertumbuhan crown gall tumor pada potato disk oleh ekstrak alami, menunjukkan bahwa ekstrak bahan alami tersebut aktif Mclaughlin dan Rogers, 1998.

2.5.3 Uji terhadap Lemna minor L.

Lemna minor L. adalah tumbuhan monokotil yang hidup di daerah perairan. Pada kondisi normal, kondisi ini secara langsung menghasilkan anak daun. Jika ekstrak bahan alami dapat menghambat pertumbuhan dari anak daun tumbuhan Lemna minor L., maka ekstrak bahan alami tersebut dapat berkhasiat sebagai antitumor Mclaughlin dan Rogers, 1998.

2.5.4 Uji Terhadap cell line

Bahan alami yang telah dinyatakan aktif pada uji pendahuluan, selanjutnya dilakukan uji pada tahap berikutnya yaitu uji cell line. Uji ini menggunakan sel- sel kanker secara in vitro, zat-zat antikanker diuji langsung terhadap sel kanker. Contoh-contoh cell line yang banyak digunakan dalam pengujian zat-zat antikanker antara lain L-1210 leukimia pada tikus, S-256 sarcoma pada manusia Mclaughlin dan Rogers, 1998. Universitas Sumatera Utara

2.6 Uraian Artemia salina Leach.

2.6.1 Habitat dan morfologi

Pada kondisi alamiah, artemia hidup di danau–danau dan perairan bersalinitas tinggi. Oleh karena itu, artemia disebut juga udang renik asin brine shrimp. Secara fisik, artemia tidak mempunyai pertahanan tubuh. Oleh karena itu kemampuan hidup di danau dengan salinitas tinggi merupakan sistem pertahanan alamiah artemia terhadap musuh-musuh pemangsanya. Artemia dapat hidup pada temperatur 25-30 o C Mudjiman, 1989. Telur artemia udang laut yang kering direndam dalam air laut, akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Dalam cangkang keluar larva yang disebut dengan istilah nauplii. Dalam perkembangan selanjutnya, nauplii akan mengalami 15 kali perubahan bentuk metamorfosis. Setiap kali mengalami perubahan bentuk merupakan satu tingkatan. Tahapan perkembangan pertama disebut instar I, bentuk lonjong dengan panjang sekitar 0,4 mm dan beratnya 15 µgml. Warnanya kemerah-merahan karena masih banyak mengandung cadangan makanan. Oleh karena itu masih belum perlu makan. Setelah 24 jam, nauplii akan berubah menjadi instar II. Pada tingkat ini nauplii mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan, dan dubur. Oleh karena itu mereka mulai mencari makanan, dan bersamaan dengan itu cadangan makanannya pun mulai habis. Artemia mempunyai cara makan dengan jalan menyaring makanannya atau filter feeder. Selama perubahan terjadi, nauplii akan mengalami perubahan mata majemuk, antena dan kaki. Setelah menjadi instar XV, kakinya sudah lengkap 11 pasang maka nauplii telah berubah menjadi nauplii Artemia dewasa. Proses ini berlangsung antara 1-3 minggu. Artemia dewasa mempunyai panjang sekitar 1 cm Universitas Sumatera Utara dan beratnya 10 mg. Artemia dapat hidup sampai 6 bulan dan bertelur 4-5 kali. Setiap kali bertelur dapat menghasilkan 50-300 butir telur Mudjiman, 1989. Siklus hidup artemia adalah sebagai berikut: Gambar. 3 Siklus hidup Artemia salina Leach 2.6.2 Taksonomi Klasifikasi artemia adalah sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Crustaceae Subkelas : Branchiophoda Ordo : Anostraca Famili : Artemiidae Genus : Artemia Spesies : Artemia salina Leach. Universitas Sumatera Utara

2.7 Spektroskopi FTIR

Spektroskopi Fourier Transform Infrared pada prinsipnya sama dengan spektroskopi infra merah, hanya saja pada spektroskopi FTIR ditambahkan alat optik fourier transform untuk menghasilkan spektra yang lebih baik, sehingga spektroskopi FTIR dapat menghasilkan puncak yang diinginkan, dimana dengan spektroskopi inframerah puncak tersebut tidak muncul Khan, et al, 2002. Metode yang digunakan untuk menentukan absorbs pada spectra inframerah adalah metode garis dasar baseline. Dengan metode ini transmitan pada bilangan gelombang yang diinginkan ditentukan dengan membandingkan jarak antara dasar pita dan puncak pita pada bilangan gelombang yang diinginkan tersebut, yang secara matematis diberikan melalui persamaan sebagai berikut : Transmitan T = Karena absorbansi merupakan logaritma negative dari transmitan, maka absorbansi dapat dinyatakan sebagai berikut : A= - log = log Dimana I adalah intensitas sisa dan merupakan intensitas awal Bila suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan oleh contoh akan berkurang. Ini menyebabkan suatu penurunan T dan terlihat di dalam spectrum sebagai suatu sumur, yang disebut sebagai puncak absorbsi atau pita absorbsi peak atau band. Bagian spektrum dimana T menunjukkan angka 100 atau mendekati 100 disebut garis dasar baseline, yang di dalam spektrum inframerah direkam pada bagian atas Fessenden, 1992. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi pengumpulan cangkang rajungan, isolasi kitin deproteinasi dan demineralisasi, deasetilasi kitin menjadi kitosan, karakterisasi dan uji aktivitas biologi kitosan menggunakan larva Artemia salina Leach. 3.1 Alat-Alat Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas laboratorium, termometer, hot plate, ayakan, kertas saring, oven, lemari pengering, desikator, vial, bejana penetasan telur Artemia salina Leach, lampu 18 watt Hannochs, Spektrofotometer Fourier Transformation Infra Red Shimadzu, oven listrik Stork, neraca analitik Vibra AJ dan penangas air Yenaco.

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah cangkang rajungan, ragi, telur Artemia salina Leach, air suling dan aqua bidestilata. Bahan-bahan kimia yang digunakan berkualitas proanalisis yaitu natrium hidroksida, asam klorida, asam asetat glasial, kalium bromida dan asam fosfat. Sedangkan natrium klorida berkualitas teknis.

3.3 Pembuatan pereaksi

3.3.1 NaOH 2N

Sebanyak 8,002 gram NaOH dilarutkan dalam air suling bebas CO 2 sampai 100 ml Ditjen POM, 1979. Universitas Sumatera Utara