Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Biologi Ekstrak Rumput Laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST)

(1)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

SKRIPSI

OLEH:

VINDY CAROLINA NIM 081524044

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara OLEH:

VINDY CAROLINA NIM 081524044

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

OLEH:

VINDY CAROLINA NIM 081524044

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Juli 2012

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. Dra. Masfria, M.S., Apt. NIP 195107231982032001 NIP 195707231986012001

Pembimbing II, Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001

Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001 NIP 195008221974121002

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 195109081985031002

Medan, Juli 2012 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji dan syukur kehadirat Allah, karena limpahan rahmat kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Biologi Ekstrak Rumput Laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Zulfian Azwar dan Erlinawaty, yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada Adikku-adikku tersayang (Nanda Pratiwi dan Muhammad Farhan) yang selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., dan Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si, Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasihat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.sc., Apt., selaku penasehat akademis yang telah memperhatikan dan membimbing penulis selama masa perkuliahan. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., serta Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Juli 2012

Penulis


(5)

NIM 08152404

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

Abstrak

Rumput laut sudah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia, yaitu sejak zaman kekaisaran Shen Nung di Cina sekitar tahun 2700 sebelum Masehi. Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh merupakan salah satu jenis rumput laut yang banyak mengandung senyawa metabolit sekunder seperti florotanin, steroid dan sterol. Sargassum. sp merupakan sumber alginat yang digunakan sebagai bahan pembuatan cangkang kapsul, salep, emulsifier dan dapat juga digunakan sebagai bahan pembuat cat rambut dan krim, sedangkan oleh masyarakat setempat jenis ini lebih sering dikonsumsi sebagai sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas biologi ekstrak n-heksan, etilasetat, dan etanol rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.

Tahapan kerja meliputi penyiapan bahan, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, kromatografi lapis tipis (KLT) serta uji aktivitas biologi. Ekstrak Sargassum ilicifolium diperoleh secara perkolasi dengan menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol. Ekstrak Sargassum ilicifolium diuji terhadap Artemia salina Leach. Data diolah menggunakan analisis regresi linear untuk memperoleh harga Lethal Concentration 50 (LC50).

Hasil karakterisasi simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium secara makroskopik berbentuk talus, berwarna coklat kehitaman, berbau khas,dan tidak berasa. Secara mikroskopik serbuk simplisia memperlihatkan adanya sel parenkim, sel parenkim berisi pigmen coklat, sel propagule bersel satu, sel propagule bersel dua dan sel propagule bersel tiga. Kadar air 7,26%, kadar sari larut dalam air 5,89%, kadar sari larut dalam etanol 1,72%, kadar abu total 13,56% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,88%. Hasil skrining fitokimia talus rumput laut Sargassum ilicifolium menunjukkan adanya senyawa glikosida, tanin dan triterpenoid/steroid, serta hasil dari kromatografi lapis tipis menunjukan adanya senyawa golongan triterpenoid/steroid. Hasil uji aktivitas biologi terhadap ekstrak n-heksan LC50 11,48 μg/ml, ekstrak etilasetat LC50 21,18 μg/ml, dan ekstrak etanol LC50 30,90 μg/ml.

Kata kunci: Talus, simplisia Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, karakterisasi, ekstrak, Artemia salina Leach


(6)

CHARACTERIZATION OF SIMPLEX AND PHYTOCHEMICAL SCREENING BIOLOGICAL ACTIVITY TEST OF EXTRACT Sargassum

ilicifolium (Turner) C. Agardh METHOD WITH BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

Abstract

Seaweed has long been known and utilized by humans, since the days of empire Shen Nung in China around the year 2700 BC. Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh is one type of seaweed that produce several types of secondary metabolite compounds, such as phlorotanin, steroid and sterols. Sargassum sp is a source of alginate is used as material for shell capsule, ointment, emulsifier and can also be used an material for hair dye and cream, while the local communities of this type is more often consumed as a vegetable. This research was conducted to test the biologis activity from n -hexane,ethylacetat and ethanol extract of seaweed Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.

Stages of work included preparation of materials, characterization simplicia, phytochemical screening, the manufacture of test extract, thin layer chromatography (TLC), than test the biologis activity. The extract of the Sargassum ilicifolium was obtained by the means of percolation using n-hexane, ethylacetate, and ethanol as solvents. The extract of the Sargassum ilicifolium was tested against Artemia salina Leach. The data were processed using linier regression analysis to abtain the Lethal Concentration 50(LC50) value.

Result of characterization simplicia seaweed thallus Sargassum ilicifolium, macroscopic examination is shaped thallus, blackish brown color, distinctive smell, and tasteless. Microscopic examination the powder simplicia showed parenchymal cells, parenchymal cells contained brown pigment, single-celled propagule cells, cell-single-celled propagule two and three-single-celled propagule cells. 7.26% water content, 5.89% level of water soluble extract, 1.72% level of soluble extract in ethanol, 13.56% total ash content and ash content that does not dissolue in acid 0.88%. The result of phytochemical screening of seaweed thallus Sargassum ilicifolium indicate the presence of glicosida, tannin and triterpenoids/steroids, and the result of the thin layer chromatography (TLC) indicate the presence of triterpenoids/steroids. The result of the biological activity test for the n-hexane extract is LC50 11.48 µg/ml, for the ethylacetate extract is

LC50 21.18 µg/ml, and for the ethanol extract is LC50 30.90 µg/ml.

Keyword : Thallus, simplex Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh Artemia salina Leach, characterization, extract , Brine shrimp test


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ……… iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… . 6


(8)

2.1.1 Habitat Tumbuhan Rumput Laut ……… .. 6

2.1.2 Morfologi Tumbuhan ……… 6

2.1.3 Sistematika Tunbuhan ………. 7

2.1.4 Nama lain Tumbuhan ……… 7

2.1.5 Kandungan Kimia Rumput Laut ………... 7

2.1.6 Manfaat Rumput Laut Sargassum ……… . 7

2.2 Ekstraksi ………. . 8

2.3 Kromatografi ………. .. 10

2.3.1 Kromatografi Lapis Tipis ………. . 11

2.4 Artemia salina ……… 13

2.5 Uji Aktivitas Biologi ……….. 15

2.5.1 Brine Shrimp Lethality Test ……… 16

2.5.2 Metode Potato Disk ………. 17

2.5.3 Uji terhadap Lemna minor L ……… 17

2.5.4 Uji terhadap cell line ……… 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Alat-alat ... 18

3.2 Bahan-bahan ... 18


(9)

3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ... 19

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ... 19

3.3.3 Pengolahan Simplisia ……….. 19

3.4 Lokasi Penelitian ………... 20

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 20

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ……….. 22

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik ………. 22

3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik ……….. 22

3.6.3 Penetapan Kadar Air ………... 23

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ……….. 24

3.6.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ………. 24

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total ……… 25

3.6.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam …….. 25

3.7 Skrining Fitokimia ………. 26

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida ……… 26

3.7.2 Pemeriksaan Flavanoida ………. 26

3.7.3 Pemeriksaan Saponin ……….. 27

3.7.4 Pemeriksaan Tanin ……….. 27

3.7.5 Pemeriksaan Glikosida ……… 27


(10)

3.8 Pembuatan Ekstrak ………. 28

3.9 Analisis Ekstrak n-Heksan, Etilasetat, dan Etanol Secara KLT …… 29

3.10 Uji Aktivitas Biologi ………. 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 32

4.1 Identifikasi Tumbuhan ………. 32

4.2 Karakteristik Simplisia ……… ... . 32

4.3 Hasil Skrining Fitokimia ……… 33

4.4 Hasil Ekstraksi ……….. 34

4.5 Analisis Ekstrak n-Heksan, Etilasetat dan Etanol Secara KLT ……. 35

4.6 Hasil Uji Aktivitas Biologi ……… 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 37

5.1 Kesimpulan ……….. 37

5.2 Saran ……….... 38

DAFTAR PUSTAKA ……… 39


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel: Halaman

1. Hasil karakterisasi serbuk simplisia talus rumput laut Sargassum

ilicifolium (Turner) C. Agardh ……… 33

2. Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia ………. 34

3. Hasil Uji Aktivitas Biologi ……….. 36

4. Data persen kematian nauplii ekstrak n-heksan ……….. 57

5. Data persen kematian nauplii ekstrak etilasetat ……….. 57

6. Data persen kematian nauplii ekstrak etanol ……….. 58

7. Perhitungan harga LC50 ekstrak n-heksan menggunakan metode Analisa Regresi Linear ……… 59

8. Perhitungan harga LC50 ekstrak etilasetat menggunakan metode Analisa Regresi Linear ……… 61

9. perhitungan harga LC50 ekstrak etanol menggunakan metode Analisa Regresi Linier ………. 62


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar: Halaman

1. Makroskopik tumbuhan segar rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)C. Agardh ………... 42 2. Makroskopik simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh ...……… 43

3. Serbuk simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh

..…….……… 44

4. Mikroskopik serbuk simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh ... 45 5. Bagan pengolahan dan ekstraksi simplisia ... 51 6. Kromatogram ekstrak n-heksan Sargassum ilicifolium (Turner)

C. Agardh ...………. 53

7. Kromatogram ekstrak etilasetat Sargassum ilicifolium (Turner)

C. Agardh ….………. 54

8. Kromatogram ekstrak etanol Sargassum ilicifolium (Turner) C.

Agardh ..……… 55

9. Bagan Uji Aktivitas Biologi .………..….. 56


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil identifikasi rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)

C. Agardh …... 41

2. Gambar talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ………... 42

2. Gambar simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ……….. 43

2. Gambar serbuk rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)C. Agardh ……….. 44

3. Gamabr mikroskopik serbuk simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ... 45

4. Perhitungan Kadar Karakteristik Simplisia ... 46

5. Bagan kerja ... 51

6. Kromatogram ekstrak n-heksan Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ... 53

7. Kromatogram ekstrak etilasetat Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ... 54

8. Kromatogram ekstrak etilasetat Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ... 55

9. Bagan Uji Aktivitas Biologi ... 56

10. Data Persen Kematian Nauplii ………. 57


(14)

NIM 08152404

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

Abstrak

Rumput laut sudah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia, yaitu sejak zaman kekaisaran Shen Nung di Cina sekitar tahun 2700 sebelum Masehi. Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh merupakan salah satu jenis rumput laut yang banyak mengandung senyawa metabolit sekunder seperti florotanin, steroid dan sterol. Sargassum. sp merupakan sumber alginat yang digunakan sebagai bahan pembuatan cangkang kapsul, salep, emulsifier dan dapat juga digunakan sebagai bahan pembuat cat rambut dan krim, sedangkan oleh masyarakat setempat jenis ini lebih sering dikonsumsi sebagai sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas biologi ekstrak n-heksan, etilasetat, dan etanol rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.

Tahapan kerja meliputi penyiapan bahan, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, kromatografi lapis tipis (KLT) serta uji aktivitas biologi. Ekstrak Sargassum ilicifolium diperoleh secara perkolasi dengan menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol. Ekstrak Sargassum ilicifolium diuji terhadap Artemia salina Leach. Data diolah menggunakan analisis regresi linear untuk memperoleh harga Lethal Concentration 50 (LC50).

Hasil karakterisasi simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium secara makroskopik berbentuk talus, berwarna coklat kehitaman, berbau khas,dan tidak berasa. Secara mikroskopik serbuk simplisia memperlihatkan adanya sel parenkim, sel parenkim berisi pigmen coklat, sel propagule bersel satu, sel propagule bersel dua dan sel propagule bersel tiga. Kadar air 7,26%, kadar sari larut dalam air 5,89%, kadar sari larut dalam etanol 1,72%, kadar abu total 13,56% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,88%. Hasil skrining fitokimia talus rumput laut Sargassum ilicifolium menunjukkan adanya senyawa glikosida, tanin dan triterpenoid/steroid, serta hasil dari kromatografi lapis tipis menunjukan adanya senyawa golongan triterpenoid/steroid. Hasil uji aktivitas biologi terhadap ekstrak n-heksan LC50 11,48 μg/ml, ekstrak etilasetat LC50 21,18 μg/ml, dan ekstrak etanol LC50 30,90 μg/ml.

Kata kunci: Talus, simplisia Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, karakterisasi, ekstrak, Artemia salina Leach


(15)

CHARACTERIZATION OF SIMPLEX AND PHYTOCHEMICAL SCREENING BIOLOGICAL ACTIVITY TEST OF EXTRACT Sargassum

ilicifolium (Turner) C. Agardh METHOD WITH BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

Abstract

Seaweed has long been known and utilized by humans, since the days of empire Shen Nung in China around the year 2700 BC. Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh is one type of seaweed that produce several types of secondary metabolite compounds, such as phlorotanin, steroid and sterols. Sargassum sp is a source of alginate is used as material for shell capsule, ointment, emulsifier and can also be used an material for hair dye and cream, while the local communities of this type is more often consumed as a vegetable. This research was conducted to test the biologis activity from n -hexane,ethylacetat and ethanol extract of seaweed Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.

Stages of work included preparation of materials, characterization simplicia, phytochemical screening, the manufacture of test extract, thin layer chromatography (TLC), than test the biologis activity. The extract of the Sargassum ilicifolium was obtained by the means of percolation using n-hexane, ethylacetate, and ethanol as solvents. The extract of the Sargassum ilicifolium was tested against Artemia salina Leach. The data were processed using linier regression analysis to abtain the Lethal Concentration 50(LC50) value.

Result of characterization simplicia seaweed thallus Sargassum ilicifolium, macroscopic examination is shaped thallus, blackish brown color, distinctive smell, and tasteless. Microscopic examination the powder simplicia showed parenchymal cells, parenchymal cells contained brown pigment, single-celled propagule cells, cell-single-celled propagule two and three-single-celled propagule cells. 7.26% water content, 5.89% level of water soluble extract, 1.72% level of soluble extract in ethanol, 13.56% total ash content and ash content that does not dissolue in acid 0.88%. The result of phytochemical screening of seaweed thallus Sargassum ilicifolium indicate the presence of glicosida, tannin and triterpenoids/steroids, and the result of the thin layer chromatography (TLC) indicate the presence of triterpenoids/steroids. The result of the biological activity test for the n-hexane extract is LC50 11.48 µg/ml, for the ethylacetate extract is

LC50 21.18 µg/ml, and for the ethanol extract is LC50 30.90 µg/ml.

Keyword : Thallus, simplex Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh Artemia salina Leach, characterization, extract , Brine shrimp test


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kurang lebih 70% laut yang kaya akan berbagai jenis sumber hayati. Rumput laut merupakan salah satu komoditi hasil laut yang penting. Budidaya rumput laut merupakan salah satu jenis budi daya dibidang kelautan yang memiliki peluang untuk dikembangkan di wilayah perairan Indonesia. Istilah rumput laut sudah lazim dikenal dalam dunia perdagangan. Istilah ini merupakan terjemahan dari kata “seaweed”. Pemberian nama terhadap alga laut bentik ini sebenarnya kurang tepat, karena bila ditinjau secara botanis, tumbuhan ini tidak tergolong rumput (graminae), tetapi lebih tepat bila kita menggunakan istilah “alga laut bentik”, atau ”alga bentik” (Aslan, 1998).

Rumput laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina kira-kira 2700 SM. di masa itu, rumput laut digunakan untuk sayuran dan obat-obatan. Namun dari waktu kewaktu pengetahuan tentang rumput laut semakin berkembang, bangsa Romawi menggunakannya sebagai kosmetik dan pupuk tananaman. Pemanfaatan rumput laut diindonesia tidak diketahui pada awal mulanya. Hanya pada waktu bangsa Eropa datang kira-kira pada tahun 1929, mereka mencatat bahwa rumput laut telah dimanfaatkan sebagai sayuran, namun penggunaannya terbatas pada keluarga nelayan saja (Indriani, dan Sumiarsih , 1994).

Pada umumnya rumput laut atau alga dapat dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu rumput laut hijau (Chlorophyceae), rumput laut hijau biru (Cyanophyceae), rumput laut coklat (Phaeophyceae), dan rumput laut merah


(17)

(Rhodophyceae). Beberapa jenis rumput laut telah dikenal di pasaran internasional maupun lokal, sebagai penghasil karagenan, agar-agar dan alginat (Sediadi, dan Budiharjo, 2001).

Pada saat ini rumput laut telah banyak digunakan sebagai bahan pembuatan obat-obatan dan suplemen makanan. Jenis rumput laut yang banyak digunakan untuk pembuatan obat adalah rumput laut coklat khususnya Sargassum sp dan Turbinaria sp. Pengolahan rumput laut jenis tersebut menghasilkan ekstrak yang mengandung senyawa natrium alginat. Senyawa alginat inilah yang dimanfaatkan dalam pembuatan obat antibakteri, anti tumor, penurunan darah tinggi dan mengatasi gangguan kelenjar (Anonim, 2009).

Salah satu cara untuk mengetahui kandungan kimia aktif suatu tumbuhan dapat dilakukan uji aktivitas. Salah satu uji aktivitas yang paling sederhana, yang dapat dilakukan dengan mudah dan dapat diandalkan adalah uji aktivitas Metode Brine Shrimp menggunakan larva (nauplii) udang laut Artemia salina Leach. Kandungan kimia aktif dimaksudkan sebagai komponen aktif biologi terhadap manusia maupun hewan dan tumbuhan. Kandungan kimia aktif biologi dapat bersifat racun jika digunakan pada dosis yang tinggi, dengan demikian secara in vivo kematian suatu hewan percobaan dapat dipakai sebagai alat pemantau penapisan awal kandungan kimia aktif suatu bahan alam terhadap ekstrak. Namun pengujian ini masih bersifat umum oleh karena itu perlu dilakukan uji lain yang lebih terarah untuk mengetahui aktivitas spesifiknya (Meyer, at al., 1982).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, KLT dan melakukan uji aktivitas biologi terhadap ekstrak talus rumput laut Sargassum ilicifolium dengan menggunakan metode BST, ekstrak diperoleh dengan cara perkolasi


(18)

menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol 96% dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium. Pemilihan pelarut bertujuan untuk mendapatkan distribusi senyawa berdasarkan tingkat kepolaran pelarut yang digunakan sehingga dapat diketahui ekstrak yang paling aktif.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas perumusan masalah pada penelitian ini, yaitu:

a. Monografi dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium belum terdapat pada Materia Medika Indonesia jadi belum diketahui karakteristiknya. b. Apakah kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada simplisia

Sargassum ilicifolium dapat diketahui?

c. Apakah senyawa kimia yang terdapat dari ekstrak n-heksan, etilasetat dan ekstrak etanol 96% dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh dapat diidentifikasi secara kromatografi lapis tipis (KLT)? d. Apakah Ekstrak n-heksan, etilasetat dan ekstrak etanol 96% dari talus

rumput laut Sargassum ilicifolium memiliki aktivitas terhadap Artemia salina Leach?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dari perumusan masalah diatas, yaitu:

a. Karakteristik simplisia dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium dapat ditentukan dengan menggunakan prosedur yang terdapat di Materia Medika Indonesia.

b. Kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada simplisia Sargassum ilicifolium dapat diketahui dengan melakukan skrining fitokimia.


(19)

c. Senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol 96% dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium dapat diidentifikasi secara kromatografi lapis tipis (KLT).

d. Ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol 96% dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium memiliki aktivitas terhadap Artemia salina Leach.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik simplisia dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium yang dapat digunakan sebagai acuan untuk standarisasi simplisia.

b. Untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada simplisia Sargassum ilicifolium.

c. Untuk mengidentifikasi senyawa kimia yang terdapat pada Ekstrak n -heksan, etilasetat dan etanol 96% dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium.

d. Untuk mengetahui aktivitas biologis dari ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol 96% dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium terhadap larva Artemia salina Leach.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aktivitas biologi dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium sehingga dapat digunakan sebagai bahan obat.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Habitat tumbuhan rumput laut

Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut seperti halnya biota perairan lainnya sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi dari biota tersebut untuk beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti substrat, salinitas, tempratur, intensitas cahaya, tekanan dan nutrisi. Secara umum, rumput laut dijumpai tumbuh di daerah perairan yang dangkal dengan kondisi dasar perairan berpasir, sedikit lumpur, atau campuran keduanya. Rumput laut memiliki sifat benthic (melekat) dan disebut juga benthic algae, dengan cara melekatkan talus pada substrat pasir, lumpur berpasir, karang, fragmen karang mati, kulit kerang, batu atau kayu. Rumput laut jenis Sargassum mampu tumbuh pada substrat batu karang di daerah berombak (Anggadiredja, 2006). Penyebaran spesies ini banyak terdapat di perairan Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Kepulauan Seribu, Sulawesi, Lombok, dan Aru (Indriani dan Sumiarsih, 2001).

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Talus berbentuk silindris, akar (holdfast) membentuk cakram kecil, “batang” pendek dengan percabangan utama tumbuh rimbun dibagian ujungnya. “Daun” kecil, lonjong, ujungnya rata dan runcing, tepi daun bergerigi dan urat daun tidak begitu jelas, gelembung udara atau vesikel bulat telur, duduk pada percabangan (Atmaja, 1996).


(21)

2.1.3 Sistematika tumbuhan

Talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisio : Phaeophyta Kelas : Phaeophyceae Bangsa : Fucales Suku : Sargassaceae Marga : Sargassum

Spesies : Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh

2.1.4 Nama lain tumbuhan

Nama lain dari tumbuhan ini Oseng (kepulauan seribu).

2.1.5 Kandungan Kimia Rumput Laut

Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat, protein, dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Selain itu, rumput laut juga mengandung vitamin-vitamin, seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12, dan C, serta mineral, seperti kalium, kalsium, fosfor, dan natrium (Anggadiredja, 2006).

2.1.6 Manfaat Rumput Laut Sargassum

Rumput laut telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan makanan dan obat. Sebagai bahan makanan, rumput laut dikonsumsi dalam bentuk lalapan (dimakan mentah), dibuat acar dengan bumbu cuka, dimasak sebagai sayur atau ditumis (Anggadiredja, 2006).

Sargassum diketahui sebagai sumber penghasil alginat yang digunakan sebagai bahan pembuat cangkang kapsul, emulsifier dan stabilizer. Dibidang


(22)

kosmetik, kandungan koloid alginatnya digunakan sebagai bahan pembuat sabun, shampo dan cat rambut.

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

Menurut Ditjen POM (2000), beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:

A. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari dan tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari.


(23)

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. B. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga bahan dapat terekstraksi sempurna.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan secara terus-menerus pada temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit. Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari kandungan zat aktif yang larut dalam air dari


(24)

bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh karena itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan migrasi dari komponen-komponen senyawa diantara dua fase yaitu fase diam, dapat berupa zat cair atau zat padat, dan fase gerak, dapat berupa gas atau zat cair (Depkes, 1995; Stahl, 1985). Jika fase tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi.

Karena fase bergerak dapat berupa zat cair dan gas maka ada empat macam sistem kromatografi (Sastrohamidjojo, 1985):

1. Fase bergerak zat cair – fase tetap padat (kromatografi serapan): - Kromatografi lapis tipis

- Kromatografi penukar ion

2. Fase bergerak gas – fase tetap padat (kromatografi serapan): - Kromatografi gas padat

3. Fase bergerak zat cair – fase tatap zat cair (kromatografi partisi): - Kromatografi cair kinerja tinggi

4. Fase bergerak gas – fase tetap zat cair (kromatografi partisi): - Kromatografi gas cair


(25)

2.3.1. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan yang memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu yang singkat serta pemakaian pelarut dan cuplikan dalam jumlah sedikit. KLT termasuk kromatografi adsorpsi, dimana sebagai fase diam berupa zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fase gerak adalah zat cair yang disebut larutan pengembang (Gritter dkk., 1991; Stahl, 1985).

Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan pengamatan langsung atau dibawah sinar ultraviolet jika senyawanya berwarna dan pengamatan dengan cahaya biasa atau cahaya ultraviolet setelah disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut tampak. Beberapa senyawa organik bersinar atau berfluorosensi jika disinari dengan sinar UV gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm) (Depkes, 1995; Gritter dkk., 1991).

a. Fase diam (Lapisan Penyerap)

Pada kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan melekat pada permukaan dnegan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum (pati). Penyerap yang umum dipakai untuk kromatografi lapis tipis adalah silika gel, alumina, kieselgur, dan selulosa (Gritter dkk, 1991).

Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran partikel dan homogenitasnya, karena adhesi terhadap penyokong sangat tergantung pada kedua sifat tersebut. Ukuran partikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan


(26)

salah satu cara untuk memperbaiki hasil pemisahan adalah dengan menggunakan fase diam yang butirannya lebih halus. Butiran yang halus memberikan aliran pelarut yang lebih lambat dan resolusi yang lebih baik (Sastrohamidjojo, 1985). b. Fase gerak (Pelarut Pengembang)

Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Bila diperlukan, sistem pelarut multi komponen harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985).

c. Harga Rf

Untuk menggambarkan jarak pengembangan senyawa pada kromatogram dipakai istilah harga Rf (Stahl, 1985).

Jarak titik pusat bercak dari titik awal Rf =

Jarak garis depan pelarut dari titik awal

Harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf (Sastrohamidjojo, 1985):

a. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan b. Sifat penyerap

c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap d. Pelarut dan derajat kemurniannya

e. Derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana f. Teknik percobaan

g. Jumlah cuplikan yang digunakan h. Temperatur


(27)

2.4 Artemia salina

Artemia salina merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum Arthropoda dan kelas Crustaceae. Secara lengkap sistematika Artemia salina dapat dijelaskan sebagai berikut:

Filum : Arthropoda Kelas : Crustaceae Subkelas : Branchiophoda Ordo : Anostraca Famili : Artemiidae Genus : Artemia

Spesies : Artemia salina Leach

Artemia salina adalah spesies yang sangat tua yang tidak mengalami perubahan sejak 100 juta tahun lalu. Artemia salina ini sangat populer di Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara lain yang biasanya dijadikan hewan peliharaan untuk anak-anak dan didistribusikan dalam bentuk siste yang kering (Anonima, 2011).

Artemia salina hidup secara planktonik di perairan laut yang kadar garamnya (salinitas) berkisar antara 15–300 per mil dan suhu yang berkisar antara 25°C–30°C serta nilai pH antara 7,3–8,4. Keistimewaan Artemia sebagai plankton adalah memiliki toleransi (kemampuan beradaptasi dan mempertahankan diri) pada kisaran kadar garam yang sangat luas. Pada kadar garam yang sangat tinggi dimana tidak ada satu pun organisme lain mampu bertahan hidup (Mudjiman, 1989).

Pada kondisi alamiah, Artemia salina hidup di danau–danau dan perairan bersalinitas tinggi. Oleh karena itu, Artemia salina disebut juga udang renik asin


(28)

(brine shrimp). Secara fisik, Artemia salina tidak mempunyai pertahanan tubuh, oleh karena itu kemampuan hidup di danau dengan salinitas tinggi merupakan sistem pertahanan alamiah Artemia salina terhadap musuh-musuh pemangsanya. Artemia dapat tumbuh baik pada temperatur 25-30 oC.

Telur Artemia salina ada dua jenis yaitu telur berkulit tipis, dimana jenis telur ini akan segera menetas, dan telur yang berkulit tebal (siste), dimana jenis telur ini bisa tetap bertahan dalam keadaan kering. Siste ini bisa disimpan selama beberapa tahun dan akan menetas ketika mereka ditempatkan dalam air. Telur yang tebal akan diproduksi ketika tubuh Artemia salina kekurangan air dan konsentrasi garam air laut meningkat (Anonima, 2011).

Apabila telur Artemia salina (udang laut) yang kering direndam dalam air laut, akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkang keluar larva yang disebut dengan istilah nauplii. Dalam perkembangan selanjutnya, nauplii akan mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis). Setiap kali mengalami perubahan bentuk merupakan satu tingkatan. Tahapan perkembangan pertama disebut instar I, bentuk lonjong dengan panjang sekitar 0,4 mm dan beratnya 15 mikrogram. Warnanya kemerah-merahan karena masih banyak mengandung cadangan makanan. Oleh karena itu masih belum memerlukan makanan.

Setelah 24 jam menetas, nauplii akan berubah menjadi instar II. Pada tingkat ini nauplii mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan dan dubur. Oleh karena itu mereka mulai mencari makanan dan bersamaan dengan itu cadangan makanannya pun mulai habis. Artemia salina mempunyai cara makan dengan jalan menyaring makanannya atau filter feeder. Selama perubahan bentuk terjadi, nauplii akan mengalami perubahan mata majemuk, antena dan kaki. Setelah menjadi instar XV, kakinya sudah lengkap 11 pasang maka nauplii telah berubah


(29)

menjadi nauplii Artemia salina dewasa. Proses ini berlangsung antara 1-3 minggu. Artemia salina dewasa mempunyai panjang sekitar 1 cm dan beratnya 10 mg. Artemia salina dewasa dapat hidup sampai 6 bulan dan bertelur 4-5 kali. Setiap kali bertelur dapat menghasilkan 50-300 butir telur (Mudjiman, 1989).

2.5 Uji Aktivitas Biologi

Dewasa ini penelitian terhadap senyawa aktif dari bahan alam sangat digalakkan. Tetapi banyak bahan-bahan obat alami yang telah diisolasi, dikarakterisasi dan dipublikasikan tanpa dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi. Aktivitas biologi tumbuhan tersebut tidak diketahui hingga bertahun-tahun. Hal ini disebabkan karena pencarian untuk senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi sering menggunakan uji aktivitas dengan biaya yang mahal. Hambatan biaya ini mempengaruhi kegiatan farmakologis. Oleh karena itu dibutuhkan suatu uji aktivitas yang secara umum sederhana, mudah dan murah namun dapat dipercaya dan dapat mendeteksi adanya senyawa yang mempunyai aktivitas biologi secara luas yang terdapat pada ekstrak, fraksi dan isolat. Beberapa uji pendahuluan untuk pencarian obat kanker yang memenuhi syarat-syarat di atas antara lain: Metode Potato Disk, Brine Shrimp Lethality Test (BST) dan Uji terhadap Lemna minor L (McLaughlin and Lingling, 1998).

2.5.1 Brine Shrimp Lethality Test

Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu kematian hewan percobaan pada pengujian suatu ekstrak dapat digunakan sebagai skrining awal terhadap ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga untuk mengetahui komponen zat aktifnya.

Salah satu organisme yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut adalah udang laut (brine shrimp). Brine shrimp test sudah digunakan dalam


(30)

berbagai pengujian yaitu untuk menganalisa residu pestisida, mikotoksin, polutan pada air sungai, anastetik, toksin dinoflagelata senyawa yang berupa morfin, toksisitas pada dispersan minyak. Dalam fraksinasi yang diarahkan dengan bioassay, metode brine shrimp telah digunakan untuk memonitor fraksi aktif mikotoksin dan antibiotik pada ekstrak jamur (Meyer et al, 1982).

Artemia salina Leach adalah sejenis udang air asin. Telurnya merupakan makanan ikan tropis dan telur tersebut dapat dijumpai di toko-toko yang menjual ikan hias tropis dengan nama brine shrimp eggs. Telur ini dapat bertahan selama bertahun-tahun dalam keadaan kering. Setelah ditempatkan dalam larutan air laut, telur-telur akan menetas dalam menetas dalam waktu 48 jam dan menghasilkan sejumlah nauplii. Nauplii Artemia salina Leach ini dapat dipakai sebagai hewan percobaan untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas biologi (McLaughlin and Lingling, 1998).

2.5.2 Metode Potato Disk (menghambat tumor crown gall)

Crown gall adalah penyakit tumor pada tumbuhan yang ditimbulkan oleh strain yang spesifik dari bakteri gram negatif Agrobacterium tumefaciens. Terdapat kesamaan antara mekanisme terjadinya tumor pada tumbuhan dan pada hewan, senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan tumor pada tumbuhan juga dapat berfungsi sebagai antitumor pada hewan. Uji ini merupakan uji pendahuluan yang sederhana untuk menemukan senyawa antikanker dari bahan alami. Penghambatan pertumbuhan crown gall tumor pada potato disk oleh ekstrak alami, menunjukkan bahwa ekstrak bahan alami tersebut memiliki aktivitas biologi (Mclaughlin and Lingling , 1998).


(31)

2.5.3 Uji Terhadap Lemna minor L.

Lemna minor L. adalah tumbuhan monokotil yang hidup di daerah perairan. Pada kondisi normal, kondisi ini secara langsung menghasilkan anak daun. Jika ekstrak bahan alami dapat menghambat pertumbuhan dari anak daun tumbuhan Lemna minor L., maka ekstrak bahan alami tersebut dianggap juga dapat berkhasiat sebagai antitumor (McLaughlin and Lingling, 1998).

2.5.4 Uji Terhadap cell line

Bahan alami yang telah dinyatakan aktif pada uji pendahuluan, selanjutnya dilakukan uji pada tahap berikutnya yaitu uji cell line. Uji ini menggunakan sel-sel kanker secara in vitro, zat-zat antikanker diuji langsung terhadap sel kanker. Contoh-contoh cell line yang banyak digunakan dalam pengujian zat-zat antikanker antara lain L-1210 (leukemia pada tikus), S-256 (sarcoma pada manusia) (McLaughlin and Lingling, 1998).


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi pengumpulan dan pengolahan tumbuhan, pemeriksaan karakteristik, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, kromatografi lapis tipis (KLT) dan uji aktivitas biologi ekstrak talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh menggunakan larva Artemia salina Leach.

3.1 Alat-alat Yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, pipet tetes, kertas saring, aluminium foil, kaca penutup, kaca objek, vial, bejana penetasan telur Artemia salina Leach, lampu 18 watt (Hannochs), cawan berdasar rata, botol bersumbat, krusen tang, seperangkat alat destilasi,

seperangkat alat penetapan kadar air, cawan porselen, eksikator, mikroskop (Olympus), oven listrik (Stork), seperangkat alat kromatografi lapis tipis, elektromantel (EM 2000), neraca analitik (Vibra AJ), dan penangas air (Yenaco).

3.2 Bahan-bahan Yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, telur Artemia salina Leach (ISO), garam buatan, ragi, air suling.

Bahan-bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain berkualitas pro analisis yaitu n-heksan (destilasi), etilasetat (destilasi), etanol 96% (destilasi), asam asetat anhidrida, asam sulfat pekat, kloroform, toluen, timbal (II) asetat, amil alkohol, metanol, natrium hidroksida, asam klorida pekat, serbuk magnesium, serbuk seng, kloralhidrat, isopropanol, natrium sulfat anhidrida, α-naftol, amonia


(33)

pekat, besi (III) klorida, iodium, raksa (II) klorida, kalium iodida, bismut (III) nitrat, dan asam nitrat pekat.

3.3Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Umur tumbuhan yang diambil tidak diperhitungkan. Tumbuhan yang digunakan adalah talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh yang diambil dari perairan pantai Poncan, Kotamadya Sibolga, Propinsi Sumatera Utara dan dikumpulkan pada bulan Juli 2010.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI, Jakarta, Indonesia. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 41.

3.3.3 Pengolahan Simplisia

Talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh dibersihkan dari kotoran dan sisa-sisa karang yang melekat lalu dicuci dengan air mengalir sampai bersih, ditiriskan dan disebar diatas kertas koran sehingga airnya terserap, lalu ditimbang berat basahnya 14 kg. Tumbuhan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan diudara terbuka. Selanjutnya dikeringkan dilemari pengering pada suhu 40-50ºC sampai tumbuhan kering. Talus dianggap kering bila sudah rapuh (diremas menjadi hancur), kemudian disortasi kering dan diperoleh berat 1,2 kg, lalu diblender sampai menjadi serbuk. Selanjutnya serbuk simplisia disimpan dalam kantung plastik.


(34)

3.4 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.5.1 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.2 Larutan Pereaksi Natrum Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.3 Larutan Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.4 Larutan Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml. Pada wadah lain dilarutkan 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling. Kemudian keduanya dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.5 Larutan Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismut (III) nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat. Pada wadah lain dilarutkan 27,2 g kalium iodida dalam 50 ml air suling. Kemudian kedua larutan dicampurkan sama banyak dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).


(35)

3.5.6 Larutan Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1989).

3.5.7 Larutan Pereaksi Liebermann- Burchard

Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 1 bagian asam sulfat pekat. Larutan penyemprotnya dibuat dengan 20 bagian asam asetat anhidrida dengan 1 bagian asam sulfat pekat dan 50 bagian kloroform. Larutan penyemprot ini harus dibuat baru (Harborne, 1987).

3.5.8 Larutan Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh volume 100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.9 Larutan Air-Kloroform

Sebanyak 2,5 ml kloroform dikocok dengan 900 ml air suling, encerkan dengan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.10 Larutan Kloralhidrat

Sebanyak 50 gram kloralhidrat ditimbang dan dilarutkan dalam 20 ml air suling (Ditjen POM, 1979).

3.5.11 Larutan Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 N

Sebanyak 15,17 gram timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM, 1989).

3.5.12 Pereaksi Asam Nitrat 0,5 N

Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga volume 100 ml (Ditjen POM, 1979).


(36)

3.5.13 Pereaksi Asam Sulfat 50% dalam Metanol

Sebanyak 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan hati-hati kepada 5 ml metanol (Stahl, 1985).

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karateristik simplisia meliputi pemeriksan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Ditjen POM, 1989; SNI, 1992; WHO, 1992 ).

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau dan rasa talus rumput laut. Gambar simplisia Sargassum ilicifolium (Turner) C Agardh dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 42-44.

3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C Agardh. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan tutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Gambar mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 45.

3.6.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen) (WHO,1992).

Cara kerja:


(37)

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Kemudian toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan 0,05 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu yang berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetesan perdetik, sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan hingga 4 tetes perdetik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Perhitungan kadar air dapat dihitung dengan rumus:

% kadarair = 100%

(g) sampel Berat

(ml) air Volume ×

Perhitungan penetapan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 46.

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform dalam labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung dengan persen terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).


(38)

Perhitungan kadar sari yang larut dalam air dapat dihitung dengan rumus:

% Kadar sari larut dalam air =

20 100 simplisia berat

sari berat ×

x 100%

Perhitungan kadar sari yang larut dalam air dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 47.

3.6.5 Penetapan Kadar Sari Yang larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol 96%, sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105OC sampai bobot tetap.

Kadar sari larut dalam etanol dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

Perhitungan kadar sari yang larut dalam etanol dapat dihitung dengan rumus:

% Kadar sari larut dalam etanol =

20 100 simplisia berat

sari berat ×

x 100%

Perhitungan kadar sari larut dalam etanol dilihat pada Lampiran 4, halaman 48.

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500–600°C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).


(39)

Perhitungan kadar abu total dapat dihitung dengan rumus:

% Kadar abu total =

simplisia berat

abu berat

x 100%

Perhitungan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 49.

3.6.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

Perhitungan kadar abu yang tidak larut asam dapat dihitung dengan rumus:

% Kadar abu tidak larut dalam asam =

simplisia berat

abu berat

x 100%

Perhitungan kadar abu yang tidak larut dalam asam dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 50.

3.7 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavonoida, glikosida, glikosida antrakinon, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoida (Ditjen POM, 1989; Farnsworth, 1966).

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian ditambah 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit. Dinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:


(40)

a. Filtat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning bila terdapat alkaloida.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam bila terdapat alkaloida.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorf akan terbentuk warna merah atau jingga bila terdapat alkaloida.

3.7.2 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan saring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan serbuk Magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok kuat dan dibiarkan memisah.Bila terdapat flavonoida ditunjukkan dengan timbulnya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

3.7.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N bila adanya saponin.

3.7.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman bila adanya tanin.


(41)

3.7.5 Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks selama 1 jam, didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal asetat 0,4 M, dikocok, diamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya, diuapkan di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Tambahkan hati- hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin ungu pada batas kedua cairan bila adanya gula.

3.7.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan 2 tetes Liebermann-Burchard. Apabila terbentuk warna ungu atau merah berubah menjadi ungu atau biru hijau bila adanya steroida/triterpenoida.

3.8 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol 96%.

Cara kerja:

Sebanyak 400 gram talus rumput laut Sargassum illicifolium (Turner) C. Agardh yang telah diserbukkan dimasukkan ke dalam bejana tertutup, lalu direndam dengan cairan penyari selama 3 jam. Kemudian massa dimasukkan ke dalam perkolator, lalu pelarut n-heksan dituang secukupnya sampai terdapat selapis larutan penyari diatas serbuk simplisia, mulut perkolator ditutup dengan


(42)

plastik dan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam keran perkolator dibuka dan cairan perkolat dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 tetes per detik dan ditampung dalam botol berwarna bening. Perkolasi dihentikan setelah tetesan terakhir perkolat tidak berwarna lagi atau apabila sebanyak 500 mg cairan perkolat diuapkan di atas penangas air tidak meninggalkan sisa. Perkolat dipekatkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada temperatur tidak lebih dari 400C, lalu ampas dikeluarkan dari alat perkolator dan dikeringkan dengan cara di angin- anginkan selama 1 jam. Perkolasi dengan penyari etil asetat dan etanol 96% dilakukan dengan cara yang sama. Bagan pembuatan ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 51.

3.9 Analisis Ekstrak n-Heksan, Etilasetat dan Etanol Secara KLT

Terhadap komponen kimia ekstrak n–heksan dilakukan analisis secara Kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase diam silika gel F254 dan fase

gerak campuran n-heksan-etilasetat dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), dan (50:50). Sebagai penampak bercak digunakan pereaksi asam sulfat 50% dalam metanol.

Terhadap komponen kimia ekstrak etilasetat dilakukan analisis secara KLT menggunakan fase diam silika gel F254 dan fase gerak campuran etilasetat-n

-heksan dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), dan (50:50). Sebagai penampak bercak digunakan pereaksi asam sulfat 50% dalam metanol.

Terhadap komponen kimia ekstrak etanol digunakan fase gerak campuran kloroform - metanol dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), dan (50:50). Sebagai penampak bercak digunakan pereaksi asam sulfat 50% dalam metanol.


(43)

Ekstrak ditotolkan pada plat lapis tipis, kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan uap fase gerak. Setelah pengembangan selesai plat dikeluarkan dan dikeringkan, plat disemprot dengan penampak bercak asam sulfat 50% dalam metanol dan dipanaskan di oven pada suhu 105°C selama 15 menit lalu diamati perubahan warna yang terjadi. Hasil analisis ekstrak n-heksan secara KLT dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 53, hasil analisi ekstrak etilasetat secara KLT dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 54 dan analisis ekstrak etanol secara KLT dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 55.

3.10 Uji Aktivitas Biologi

Metode ini dilakukan terhadap ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol menggunakan larva Artemia salina Leach, yaitu sebagai berikut:

Disiapkan air laut buatan dengan melarutkan 38 gram garam laut dengan air dua kali penyulingan dicukupkan hingga 1L, kemudian disaring. Bejana penetasan disekat menjadi dua bagian, yaitu bagian yang besar dan bagian yang kecil, lalu diberi lubang pada sekatnya. Setelah air laut buatan dimasukkan ke dalam bejana, telur Artemia salina Leach ditaburkan ke dalam bagian yang kecil kemudian bagian atasnya ditutup dengan aluminium foil sedangkan bagian yang besar dibiarkan terbuka menghadap lampu. Setelah 48 jam, telur akan menetas menjadi larva dan siap digunakan untuk hewan uji. Disiapkan larutan uji yang terdiri dari ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol dengan konsentrasi : 1000, 100 dan 10 , disiapkan 3 vial untuk masing-masing konsentrasi larutan uji sehingga semuanya menjadi 9 vial dan 1 vial untuk kontrol. Larutan induk I dibuat dengan menimbang 50 mg ekstrak lalu dilarutkan dengan pelarut yang sesuai sampai 5 ml sehingga diperoleh konsentrasi 10.000 . Dari larutan


(44)

induk I dipipet 0,5 ml lalu diencerkan sampai 5 ml sehingga diperoleh larutan induk II dengan konsentrasi 1000 . Dari larutan induk II dipipet 0,5 ml lalu diencerkan sehingga diperoleh konsentrasi 100 . Dari konsentrasi 100

dipipet 0,5 ml lalu diencerkan sampai 5 ml sehingga diperoleh konsentrasi 10 . Dimasukkan masing-masing larutan uji ke dalam vial, lalu pelarutnya dibiarkan menguap seluruhnya. Dimasukkan kira-kira 3 ml air laut buatan ke dalam masing-masing vial. Dimasukkan 10 ekor larva Artemia salina Leach, lalu ditambahkan air laut buatan sampai 5 ml. Ditambahkan 1 tetes suspensi ragi sebagai makanannya (3 mg dalam 5 ml air laut buatan), kemudian semua vial diletakkan di bawah cahaya lampu. Setelah 24 jam dihitung jumlah larva yang mati (Mclaughlin, et al., 1998). Data dianalisis dengan Analisa regresi linear untuk menentukan LC50. Bagan uji Brine Shrimp Lethality Test dapat dilihat pada


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan yang digunakan dilakukan Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, Indonesia, hasilnya adalah talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, suku Sargassaceae.

4.2 Karakteristik Simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh adalah bentuk talus yang terdiri dari “batang”, “daun” dan holdfast, berwarna coklat kehitaman, bau khas dan tidak berasa. Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh diperoleh adanya sel parenkim, sel parenkim berisi pigmen coklat, sel propagule bersel satu, sel propagule bersel dua dan sel propagule bersel tiga. Gambar makroskopik dan mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 2-3, halaman 42-45.

Hasil karakteristik serbuk simplisia talus sumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:


(46)

Tabel 1. Hasil karakteristik serbuk simplisia talus sumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.

No Parameter Hasil

1 Kadar air 7,26%

2 Kadar sari larut dalam air 5,89 %

3 Kadar sari larut dalam etanol 1,72 %

4 Kadar abu total 13,56 %

5 Kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,88 %

Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan simplisia dan ternyata hasilnya memenuhi syarat yaitu 7,26% lebih kecil dari 10%. Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar, sedangkan kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol, baik polar maupun non polar. Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa anorganik dalam simplisia, misalnya logam K, Ca, Na, Pb, Hg, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam, misalnya silikat. Perhitungan hasil karakteristik simplisia dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 46-50.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh menunjukkan adanya senyawa glikosida, tanin dan steroid/triterpenoid. Hasil skrining dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:


(47)

Tabel 2. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia

No Senyawa Hasil Skrining Serbuk Simplisia

1 Alkaloida -

2 Glikosida +

3 Saponin -

4 Flavonoida -

5 Tanin +

6 Triterpenoid/steroid +

7 Minyak Atsiri -

Keterangan: (+) mengandung senyawa yang diperiksa, (-) = tidak mengandung senyawa yang diperiksa

Skrining fitokimia golongan senyawa glikosida ditunjukkan dengan penambahan pereaksi Molish dan asam sulfat pekat terbentuk cincin ungu. Penambahan pereaksi FeCl3 1% memberikan warna biru kehitaman atau hijau

kehitaman yang menunjukkan adanya senyawa tanin. Penambahan pereaksi Liebermann-Burchard memberikan warna ungu menunjukkan adanya triterpenoid/steroid. Hasil skrining fitokimia simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh memperlihatkan adanya senyawa glikosida, tanin dan triterpenoid/steroid.

4.4 Hasil Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan dengan cara perkolasi secara bertingkat mula- mula menggunakan pelarut n-heksan, selanjutnya disari dengan pelarut etilasetat dan dilanjutkan dengan pelarut etanol 96%. Hasil perkolasi 400 g serbuk simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh diperoleh ekstrak n-heksan sebanyak 0,4273 g, ekstrak etilasetat sebanyak 3,287 g dan ekstrak etanol sebanyak 4,234 g.


(48)

4.5 Analisis Ekstrak n-Heksan, Etilasetat dan Etanol Secara KLT

Hasil analisis ekstrak n-heksan menggunakan fase diam silika gel GF254, fase

gerak n-heksan-etilasetat dengan berbagai perbandingan, sebagai pereaksi penyemprot adalah pereaksi asam sulfat 50% dalam methanol. Hasil KLT menunjukan bahwa fase gerak yang paling baik adalah n-heksan-etilasetat (80:20) karena menghasilkan pemisahan noda yang paling baik dan diperoleh 8 noda yaitu 2 noda berwarna hijau, 3 noda berwarna ungu muda, 2 noda berwarna merah jambu dan 1 noda berwarna biru.

Hasil analisis ekstrak etilasetat menggunakan fase diam silika gel GF254, fase gerak etilasetat-n-heksan dengan berbagai perbandingan, sebagai pereaksi penyemprot adalah pereaksi asam sulfat 50% dalam metanol. Hasil KLT menunjukan bahwa fase gerak yang paling baik adalah etilasetat-n-heksan (70:30) karena menghasilkan pemisahan noda yang paling baik dan diperoleh 5 noda yaitu 1 noda berwarna ungu, 3 noda berwarna hijau biru, dan 1 noda berwarna hijau.

Hasil analisis ekstrak etanol menggunakan fase diam silika gel GF254, fase gerak kloroform-metanol dengan berbagai perbandingan, sebagai pereaksi penyemprot adalah pereaksi asam sulfat 50% dalam metanol. Hasil KLT menunjukan bahwa fase gerak yang paling baik adalah kloroform-metanol (80:20) karena menghasilkan pemisahan noda yang paling baik dan diperoleh 5 noda yaitu 2 noda berwarna merah ungu, 2 noda berwarna ungu, 1 noda berwarna hijau.


(49)

4.6 Hasil Uji Aktivitas Biologi

Hasil Uji Aktivitas Biologi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Biologi dari ekstrak rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh

Harga LC50 yang diperoleh dari hasil uji Aktivitas Biologi ekstrak n-heksan,

ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol berturut-turut adalah 11,48 µg/ml, 21,18 µg/ml dan 30,90 µg/ml. Ekstrak dikatakan bersifat toksik jika memilki LC50 ≤ 30

µg/ml atau memiliki aktivitas biologi terhadap Artemia salina Leach (Brine shrimp) apabila memiliki LC50<1000 µg/ml (Meyer, at al., 1982).

Harga LC50 ekstrak n-heksan yaitu 11,48 µg/ml menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan ini lebih aktif, hal ini disebabkan oleh adanya kandungan senyawa golongan triterpenoid/steroid yang memberikan efek sinergis antara triterpenoid dan steroid sehingga menghasilkan aktivitas yang lebih kuat dibandingkan dengan ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol.

No Ekstrak LC50 (µg/ml)

1 n-heksan 11,48

2 Etilasetat 21,18


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Karakteristik simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh secara makroskopik yaitu berbentuk talus terdidri dari “batang”, “daun”, dan holdfast, berwarna coklat kehitaman, bau khas dan tidak berasa. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh diperoleh adanya sel parenkim, sel parenkim berisi pigmen coklat, sel propagule bersel satu, sel propagule bersel dua dan sel propagule bersel tiga. Kadar air 7,26%, kadar sari larut dalam air 5,89%, kadar sari larut dalam etanol 1,72%, kadar abu total 13,56% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,88%.

b. Hasil skrining dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh adalah senyawa glikosida, tanin dan triterpenoid/steroid.

c. Hasil KLT ekstrak n-heksan diperoleh 8 noda, ekstrak etilasetat diperoleh 5 noda serta hasil KLT ekstrak etanol diperoleh 5 noda hal ini menunjukan bahwa didalam ekstrak Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh mengandung senyawa kimia golongan triterpenoid/steroid. d. Hasil uji ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol

menunjukkan adanya aktivitas biologi terhadap Artemia salina Leach yaitu dengan LC50 yang berturut-turut adalah 11,48 µg/ml; 21,18 µg/ml


(51)

dan 30,90 µg/ml. dari ketiga ekstrak tersebut ternyata ekstrak n-heksan memiliki aktivitas biologi yang sangat aktif.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan isolasi seyawa kimia yang mempunyai aktivitas biologi terkandung dalam talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, T. dkk. (2006). Rumput Laut. Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya. Anonim. (2009). Rumput Laut. CCRC Farmasi UGM. Tanggal akses 20 Februari

2010.www.ugm.ac.id/ccrc.

Anonima. (2011). Artemia salina. Tanggal akses 08 Juni 2011. www.wikipedia.org.

Aslan, L. (1998). Budidaya Rumput Laut. Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 11-19.

Atmaja, W.S. (1996). Kondisi Pertumbuhan Sargassum (alga coklat) di Perairan Pulau Pari. Pulau-pulau Seribu. Prosid. Seminar Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI.I:113-120.

Attaway, H.D., dan Zaborsky, O.R. (1993). Marine Biotechnology. Volume 1. New York: Plenium Press. Halaman 197-198.

Ditjen POM. (1978). Materia Medika Indonesia. Jilid II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Halaman 150 – 156, 165 – 167.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 33 – 34, 696.

Ditjen POM. (1986). Sediaan Galenik. Jilid II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 19 - 22.

Ditjen POM. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 194-197, 516, 518, 522, 536, 540, 549-553.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 925.

Ditjen POM. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Depkes RI. Halaman 173-176.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Halaman 10-11.

Farnsworth, N.R. (1966). Biologycal and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Science. 55(3): 257-259, 263.

Gritter, R.J., Bobbitt, J., dan Schwarting, A.E. (1991). Pengantar Kromatografi. Penerjemah: Kosasih Padmawinata, Edisi 2. Bandung. Penerbit ITB. Halaman 6, 107, 109, 111.


(53)

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Hal 147.

Indriani, H., dan Sumiarsih, E. (2001). Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. Cetakan ke-8. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 1-18. McLaughlin, J.L., and Lingling L., R. (1998). The Use Of Biological Assays To

Evaluate Botanicals. Drug Information Journal, Volume 32. Pages 514. Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Nichols, D.E., Jacobsen, L.B., dan Mclaughlin, J.L.,

(1982), Brine Shrimp: A Covenient General Bioassay for Active Plant Constituents. Plant Medica Journal. 45(No): 31-35.

Mudjiman, A. (1989). Udang Renik Air Asin (Artemia salina). Bhratara, Jakarta. Halaman 15-18.

Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Yogyakarta : Penerbit Liberty. Hal. 1-2, 28, 35-36

Sediadi, A. dan Budihardjo, U. (2000). Rumput Laut Komoditas Unggulan. Jakarta: Grasindo. Halaman 3-4.

Stahl, E. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopik. Penerjemah: Padmawinata, K. dan Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 6, 16-17, 252

Trono, G.C., dan Ganzon-Fortes, E.T. (1988). Philippine Seaweeds. Manila: National Book Store, Inc. Halaman 174-175.

World Health Organization. (1992). Quality Control Methods for Medicinal Plant Material. Switzerland: Geneva. Halaman 25-28.


(54)

(55)

Lampiran 2. Gambar talus rumput laut (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh)

Gambar 1. Makroskopik tumbuhan segar rumput laut (Sargassum ilicifolium s(Turner)C. Agardh)

Keterangan: 1. “Batang” 2. “Daun” 3. Holdfast

1

2


(56)

Lampiran 2.(lanjutan)

Gambar 2. Makroskopik simplisia rumput laut (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh)


(57)

Lampiran 2. (lanjutan)

Gambar 3. Serbuk simplisia rumput laut (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh)


(58)

Lampiran 3. Mikroskopik serbuk simplisia rumput laut (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh)

1

2 3 4 5

Gambar 4. Mikroskopik serbuk simplisia rumput laut (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh) pada pembesaran 10 x 40

Keterangan: 1. Sel parenkim

2. Sel parenkim berisi pigmen coklat 3. Sel propagule bersel satu

4. Sel propagule bersel dua 5. Sel propagule bersel tiga


(59)

Lampiran 4. Perhitungan Kadar Karakteristik Simplisia 1. Penetapan Kadar Air

Berat sampel I = 5,001 g

Volume I = 1,8 ml Volume II = 2,2 ml

Kadar air = x 100%

5,001 8 , 1 2 , 2 − = 7,9%

Berat sampel II = 5,000 g Volume I = 2,2 ml Volume II = 2,5 ml

Kadar air = x 100%

5,000 2 , 2 5 , 2 − = 6%

Berat sampel III = 5,001 g Volume I = 2,5 ml Volume II = 2,9 ml

Kadar air = x 100%

5,001 5 , 2 9 , 2 − = 7,9%

Kadar air rata-rata = 3 % 7,9 % 6 % 9 ,

7 + +

= 7,26%

Kadar air simplisia = x 100% sampel

Berat

sampel Volume


(60)

Lampiran 4. (Lanjutan)

2. Perhitungan penetapan kadar sari yang larut dalam air % 100 x 20 100 x simplisia Berat air sari g Berat air dalam larut yang sari

Kadar =

Berat sampel I = 5,000 g Berat sari air = 0,053 g

% 100 x 20 100 x 5,000 0,053 air dalam larut yang sari

Kadar =

= 5,3 %

Berat sampel II = 5,001 g Berat sari air = 0,06 g

% 100 x 20 100 x 5,001 0,06 air dalam larut yang sari

Kadar =

= 5,99 %

Berat sampel III = 5,001 g Berat sari air = 0,064 g

% 100 x 20 100 x 5,001 0,064 air dalam larut yang sari

Kadar =

= 6,39%

Kadar sari rata-rata =

3 6,39% 5,99% %

5,3 + +


(61)

Lampiran 4 (Lanjutan)

3. Perhitungan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Berat sampel I = 5,002 g Berat sari etanol = 0,018 g

% 100 x 20 100 x 5,002 0,018 etanol dalam larut yang sari

Kadar =

= 1,79%

Berat sampel II = 5,001 g Berat sari etanol = 0,012 g

% 100 x 20 100 x 5,001 0,012 etanol dalam larut yang sari

Kadar =

= 1,49%

Berat sampel III = 5,002 g Berat cawan awal = 0,019 g

% 100 x 20 100 x 5,002 0,019 etanol dalam larut yang sari

Kadar =

= 1,89 %

Kadar sari rata-rata =

3 1,89% 1,49% %

1,79 + +

= 1,72% % 100 x 20 100 x simplisia Berat etanol sari g Berat etanol dalam larut yang sari


(62)

Lampiran 4. (Lanjutan)

4. Perhitungan penetapan kadar abu total % 100 x sampel Berat hasil sisa g Berat abu total Kadar =

Berat sampel I = 2,0002 g Berat abu = 0,2722 g

Kadar abu total = x 100% 2,0002

2722 , 0

= 13,60% Berat sampel II = 2,0001 g Berat abu = 0,2709 g

Kadar abu total = x 100% 2,0001

2709 , 0

= 13,54 % Berat sampel III = 2,0019 g Berat abu = 0,2713 g

Kadar abu total = x 100% 2,0019

2713 , 0

= 13,55 %

Kadar abu total rata-rata =

3 13,55% 13,54% %

13,60 + +


(63)

Lampiran . 4 (Lanjutan)

5. Perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam % 100 x sampel Berat hasil sisa g Berat asam larut abu tidak

Kadar =

Berat sampel I = 2,0002 g

Berat abu = 0,0167 g

Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,0002

0167 , 0

= 0,83%

Berat sampel II = 2,0001 g

Berat abu = 0,0184 g

Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,0001

0184 , 0

= 0,91%

Berat sampel III = 2,0019 g

Berat abu = 0,0181 g

Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,0019

0181 , 0

= 0,90 %

Kadar abu tidak larut asam rata-rata = 3 0,90% 0,91% %

0,83 + +


(64)

Lampiran 5. Bagan kerja

a. Bagan pengolahan simplisia

Dicuci dengan air keran yang mengalir

Ditiriskan Ditimbang

Dikeringkan di dalam lemari

pemgering dengan suhu 40-500C

Ditimbang

Diserbukan Talus Sargassum ilicifolium

(Turner)C. Agardh

Simplisia Sargassum ilicifolium (Turner)C. Agardh

Serbuk simplisia Sargassum ilicifolium (Turner)C. Agardh


(65)

diperkolasi dengan etilasetat

di KLT

di KLT diperkolasi dengan

etanol

di KLT

Lampiran . 5 (lanjutan)

b. Bagan ekstraksi serbuk simplisia secara perkolasi

diperkolasi dengan n-heksan

dipekatkan

Keterangan : * = uji BST

Serbuk simplisia

Ampas Perkolat

Ampas perkolat

Ekstrak kental n-heksan *

kromatogram

di pekatkan

Ekstrak kental etilasetat *

kromatogram Ampas

perkolat

di pekatkan

Ekstrak kental etanol *


(66)

bp

tp tp tp tp tp

bp bp bp bp

Lampiran 6.

Gambar 6. Kromatogram ekstrak n-heksan Sargassum ilicifolium (Turner)C. Agardh

Keterangan: Fase diam silika gel F254, fase gerak n-heksan-etilasetat {(90:10) ;

(80:20) ; (70:30) ; (60:40) ; (50:50)}, penampak bercak asam sulfat 50% dalam metanol, h = hijau, mj = merah jambu, um= ungu muda, mu = merah ungu, u = ungu, b = biru, tp = titik penotolan, bp = batas pengembangan.

(90:10) (80:20) (70:30) (60:40) (50:50)

h h mj mj

h h

um

mj mj b

um

um

h

u b mj

um

b

um

b u mu

u

b u mu


(67)

tp bp

tp bp

tp bp

tp bp

tp bp Lampiran 7.

Gambar 7. Kromatogram ekstrak etilasetat Sargassum ilicifolium (Turner)C. Agardh

Keterangan: Fase diam silika gel F254, fase gerak etilasetat-n-heksan {(90:10) ;

(80:20) ; (70:30) ; (60:40) ; (50:50)}, penampak bercak asam sulfat 50% dalam metanol, h = hijau, um= ungu muda, hb = hijau biru,b = biru, u = ungu,tp = titik penotolan, bp = batas pengembangan.

um

b h

um um

b h

u hb hb h

hb

b h

h b


(1)

Lampiran 10 (lanjutan)

Tabel 6: Data Persen Kematian Nauplii Ekstrak Etanol No Konsentrasi

(µg/ml)

Jumlah nauplii yang mati

Jumlah nauplii yang hidup

% Kematian nauplii

% Kematian

rata-rata P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P2

1 100 3 3 4 7 7 6 30 30 40 33,33

2 100 6 7 7 4 3 3 60 70 70 66,67

3 1000 10 10 10 - - - 100 100 100 100


(2)

Lampiran 11. Perhitungan Uji Bioassay 1. Perhitungan Persentase Kematian

Persentase Kematian =

(

)

X100%

Total Kontrol Tes

Tes = Jumlah kematian nauplii larutan uji Kontrol = Jumlah kematian nauplii larutan kontrol Total = Jumlah nauplii yang digunakan

2. Perhitungan Harga LC50

Menggunakan Analisa Regresi Linear.

2.1. Perhitungan harga LC50 untuk ekstrak n-heksan

Konsentrasi yang digunakan adalah 10, 100 dan 1000 µg/ml

Tabel 7: Perhitungan harga LC50 ekstrak n-heksan menggunakan metode Analisa

Regresi Linear No Log Konsentrasi

(X)

% Kematian (Y)

XY X2

1. 2. 3.

1 2 3

43,33 86,67 100

43,33 173,34

300

1 4 9

∑X = 6

= 2

∑Y = 230

= 76,67

∑XY =

516,67

∑X2

= 14

Persamaan garis regresi linear : Y = aX + b Y = konsentrasi kematian

X = log konsentrasi

a =

(

)

(

)

/

X

/ 2 2

n X

n Y X XY

∑ ∑

− −

=

(

)

( )

6.230 /3 67

, 516 −


(3)

=

12 14

460 67 , 516

− − =

2 67 , 56 = 28,335 b = Y - aX

= 76,67 – 28,335 . 2 = 76,67 – 56,67 = 20

Y = aX + b

= 28,335 X + 20 Untuk Y = 50

50 = 28,335 X + 20

X =

335 , 28

30

X = 1,06


(4)

Lampiran 11. (lanjutan)

2.2. Perhitungan harga LC50 untuk ekstrak etilasetat

Konsentrasi yang digunakan adalah 10, 100 dan 1000 µg/ml

Tabel 8: Perhitungan harga LC50 ekstrak etil-asetat menggunakan metode Analisa

Regresi Linear No Log Konsentrasi

(X)

% Kematian (Y)

XY X2

1. 2. 3. 1 2 3 33,67 83,33 100 33,67 166,66 300 1 4 9

∑X = 6

= 2

∑Y = 220 = 73,33

∑XY = 503,33 ∑X2

= 14

Persamaan garis regresi linear : Y = aX + b Y = konsentrasi kematian

X = log konsentrasi

a =

(

)

(

)

/ X / 2 2 n X n Y X XY

∑ ∑

− − =

(

)

( )

6 /3 14 3 / 220 . 6 33 , 503 2 − − = 12 14 440 33 , 503 − − = 2 33 , 63 = 33,665 b = Y - aX


(5)

= 8 Y = aX + b

= 31,665 X + 8 Untuk Y = 50

Y = 31,665 X + 8 50 = 31,665 X + 8

X =

665 , 31

42

= 1,326 LC50 = 21,18 µg/ml

Lampiran 11. (lanjutan)

2.3. Perhitungan harga LC50 untuk ekstrak etanol

Konsentrasi yang digunakan adalah 10, 100 dan 1000 µg/ml

Tabel 9: Perhitungan harga LC50 ekstrak etanol menggunakan metode Analisa

Regresi Linear No Log Konsentrasi

(X)

% Kematian (Y)

XY X2

1. 2. 3.

1 2 3

33,33 66,67 100

33,33 133,34

300

1 4 9

∑X = 6

= 2

∑Y = 200 = 66,67

∑XY = 466,67 ∑X2 = 14

Persamaan garis regresi linear : Y = aX + b Y = konsentrasi kematian


(6)

a =

(

)

(

)

/

X

/ 2 2

n X

n Y X XY

∑ ∑

− −

=

(

)

( )

16 /3 14

3 / 200 . 6 67 , 466

2

− −

=

12 14

400 67 , 466

− −

= 2

67 , 66 = 33,335 b = Y - aX

= 66,67 – 33,335 . 2 = 0

Y = aX + b = 33,335x Untuk Y = 50

50 = 33,335 X

X =

335 , 33

50

X = 1,49


Dokumen yang terkait

Uji aktivitas antijamur ekstrak etanol Rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh Terhadap Jamur Candida albicans

3 88 83

Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak N-Heksan Etilasetat Dan Etanol Rumput Laut Sargassum polycystum C. Agardh

1 61 83

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia, dan Uji Toksisitas dari Ekstrak Umbi Keladi Tikus (tuber Typhonii) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST)

8 80 57

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

17 53 74

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

0 0 15

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

0 0 2

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

0 1 4

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

0 2 16

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

5 19 4

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

0 0 17