Pilar IV Kerjasama ASEAN-China melalui ASEAN-China cooperative response to dangerous drugs (ACCORD) dalam menanggulangi perdagangan di Segitiga Emas

3.1.3 Tinjauan Perdagangan Narkotika Di Kawasan Asia Tenggara

Maraknya masalah peredaran dan perdagangan obat – obatan terlarang telah ada sejak ratusan tahun lalu. Obat – obatan seperti psychoactive telah digunakan sebagai keperluan pengobatan. Pada akhir abad ke 19 dengan semakin berkembangnya ilmu kimia dan farmakologi, masyarakat mensintesiskan berbagai macam zat yang amat sangat kuat dan bersifat adiktif yang dapat menyebabkan kecanduan yang sangat akut misalnya kokain dan heroin. Semakin berkembangnya zaman terdapat pula penemuan alat suntik hypodermic syringe yang disalahgunakan masyarakat untuk menyuntikan obat-obatan tersebut sehingga mengakibatkan efek yang lebih kuat dan semakin meningkatkan resiko ketergantungan yang lebih serius Dirjen Kerjasama ASEAN, 2000:21. Masalah narkotika dan obat – obatan terlarang telah menjadi fenomena global dan dampaknya telah dirasakan oleh berbagai negara di belahan dunia meskipun tingkat ancamannya berbeda – beda. Masalah narkotika dan obat – obatan telarang ini termasuk dalam kategori ancaman keamanan non – tradisional terhadap keamanan di kawasan Asia Tenggara. Dibawah ini adalah tabel penyalahgunaan narkoba yang dialami oleh negara – negara anggota ASEAN berdasarkan peringkat: Tabel 3.1.1 Penyalahgunaan Narkotika Yang Terjadi Di Negara – Negara Asia Tenggara Dengan jenis Obat Methampetamine Crystal, Metamphetamine Pills, Ecstacy Berdasarkan Peringkat Tabel 3.1.2 Penyalahgunaan Narkotika Yang Terjadi Di Negara – Negara Asia Tenggara Dengan jenis Obat Heroin dan Cannabis Berdasarkan Peringkat Sumber : UNODC, 2008:18 Penyalahgunaan narkoba seperti ATS, opium, dan ganja di Asia Tenggara selama tahun 2006 oleh negara-negara Asia Tenggara dilaporkan menjadi pola umum dan tren dikalangan masyarakat. Pada tahun 2005, Brunei, Kamboja, Laos, Filipina dan Thailand adalah negara dengan pengguna metamfetamin terbanyak. Shabu-shabu menjadi narkotika yang paling sering digunakan di Brunei dan Filipina. Pil yang dikenal dengan sebutan yaba atau yama adalah salah satu jenis amphetamineyang paling sering digunakan di Kamboja, Laos dan Thailand. Diantara negara – negara ASEAN lainnya hanya Thailand yang menjadi negara dengan penyalahgunaan obat-obatan terlarang baik dalam bentuk pil maupun kristal dengan bahan baku methamphetamine. Selain methamphetamine, obat-obatan ATS seperti ekstasi, dilaporkan sebagai narkoba yang mempunyai peringkat dalam pengguna tertinggi di Brunei, Myanmar dan Vietnam. Sementara beberapa negara dengan peringkat pengguna methamphetamine paling tinggi adalah Malaysia, Myanmar dan Vietnam. Beberapa negara juga melaporkan penggunaan heroin sebagai masalah utama pada tahun 2005, dengan Myanmar sebagai pengguna opium nomor satu. Indonesia menempati peringkat tertinggi sebagai penggunaan narkotika berjenis cannabis pada tahun 2005 dan tidak mengalami penurunan di tahun 2006. Buprenorphine adalah jenis narcotic analgesic yang menjadi perhatian pemerintah Singapore di tahun 2006 karena tingginya penggunaan narkotika jenis ini dan menggantikan beberapa jenis narkotika dengan jenis berbeda yaitu nimetazepam dan benzodiazepine yang menduduki peringkat tiga di tahun yang sama.

3.1.3.1 Perdagangan Narkotika di Segitiga Emas

The Golden Triangle atau Segitiga Emas adalah sebuah kawasan yang terletak di kawasan Asia Tenggara. Segitiga Emas ini terdiri dari daerah Thailand Utara, Laos bagian Barat, dan Myanmar bagian Timur. Di kawasan inilah obat-obatan berjenis heroin, amphetamine, opium diproduksi dan disebarkan keseluruh penjuru dunia Cipto, 2007:228. Bisnis dengan keuntungan berlipat-lipat ini membuat pelaku-pelaku utamanya, khususnya di kawasan Myanmar sangat susah untuk ditaklukan. Junta militer Myanmar cenderung mengambil garis lunak dan memberi otonomi bagi etnis Wa yang dikenal sebagai produsen utama amphetamine. Dari kawasan Segitiga Emas ini obat-obatan terlarang lalu disalurkan ke Thailand. Jalur lainnya ialah melalui Yunan, Guang Dong, Hongkong dan Macau di China. Jalur transit lain adalah Vietnam, Kamboja dan Filipina dan dari kawasan ini obat – obatan terlarang tersebut akan diedarkan ke seluruh penjuru dunia. Di bawah ini adalah negara yang termasuk dalam kawasan Segitiga Emas:

a. Laos

Pengendalian narkotika telah lama menjadi masalah di Laos. Pada tahun 1998, Laos adalah negara dengan peringkat sebagai produsen opium terbesar dunia ketiga. Pada saat itu, Laos juga menjadi salah satu negara dengan tingkat kecanduan opium tertinggi di dunia. Namun, karena adanya komitmen kuat pemerintah Laos untuk mengatasi masalah ini, dari 1998 hingga 2005, budidaya opium secara efektif dikurangi menjadi 94 persen dan kecanduan opium hingga 80 persen. Pada tahun 2006, Laos menyatakan keberhasilannya secara signifikan mengurangi budidaya opium http:www.unodc.orglaopdr diakses pada 30 Januari 2013. Pada tahun 2006, Laos berhasil mengeliminasi budidaya opium dan secara resmi dinyatakan sukses karena dapat secara signifikan menghilangkan 94 persen dari 27.000 hektar budidaya opium. Pada saat yang sama, jumlah pecandu opium berkurang sebesar 80 persen, dari 63.000 menjadi 12.000 pengguna. Tapi dalam enam tahun, produksi opium Laos meningkat dari tahun ke tahun. Laos mengalami peningkatan 173 persen dalam budidaya poppy dari 1.500 hektar pada tahun 2007 menjadi 4.100 hektar pada tahun 2011 http:www.unodc.orglaopdrenst oriesnarcotics-go-up-in-smoke-on-day-against-drugs.html diakses pada 30 Januari 2013. Pada tahun 2012, UNODC melaporkan bahwa terjadi peningkatan dalam permintaan heroin di wilayah China dan Asia. Seiring naiknya harga, luas lahan yang ditanami opium melonjak 66 persen menjadi 6.800 hektar pada 2012. Penelitian UNODC memperkirakan opium yang diproduksi oleh Laos bernilai US431 juta pada tahun 2012, sepertiga lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Harga di lahan pertanian per kilogram mencapai 1.800 di Laos karena pasokan yang kurang. Jumlah orang yang terlibat dalam budidaya tersebut naik juga menjadi 38.000 rumah tangga di Laos http:www.voaindonesia.comcontentpbb-lonjaka n-permintaan-di-asia-tingkatkan-budidaya-opium1536485.html diakses pada 30 Januari 2013.

b. Myanmar

Thailand digunakan sebagai transit untuk perdagangan narkotika yang didatangkan dari negara-negara lain dan situasi ini adalah situasi yang sangat memprihatinkan. Pada Oktober – Maret 2012, pemerintah Thailand menyita 31,3 juta pil methamphetamine. Telah terjadi peningkatan dalam peredaran narkotika sebesar 45 persen dari tahun sebelumnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa peredaran narkotika telah melintasi batas-batas negara. Para pedagang narkotika menggunakan berbagai metode untuk mendapatkan obat-obatan mereka. Seringkali mereka bersenjata dengan granat, melakukan perjalanan melalui hutan pegunungan yang tertutup. Beberapa menyembunyikan obat dalam truk yang membawa hasil-hasil produksi pertanian. Tahun lalu, polisi menemukan dua juta pil methamphetamine tersembunyi di bawah tumpukan labu http:www.nytimes.com20120514worldasiadrug- surge-clouds-myanmar-reform-effort.html?pagewanted=all_r=0 diakses pada 02 Februari 2013. Selama tiga tahun terakhir, para pejabat korup Thailand telah terlibat dalam bisnis narkoba, menjual tablet pseudoefedrin yang digunakan dalam produksi methamphetamine ke Myanmar. Pil pseudoefedrin dikirim ke Myanmar, diolah menjadi metamfetamin dan kemudian diselundupkan kembali melintasi perbatasan ke Thailand. Thailand berfungsi sebagai pasar utama bagi peredaran narkotika dan sebagai titik transit untuk mengekspor narkotika http:www.unodc. orglaopdrenOverviewRule-of-lawIllicit-trafficking.html diakses pada 02 februari 2013.

c. Thailand

Thailand digunakan sebagai transit untuk perdagangan narkotika yang didatangkan dari negara-negara lain dan situasi ini adalah situasi yang sangat memprihatinkan. Pada Oktober – Maret 2012, pemerintah Thailand menyita 31,3 juta pil methamphetamine. Telah terjadi peningkatan dalam peredaran narkotika sebesar 45 persen dari tahun sebelumnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa peredaran narkotika telah melintasi batas-batas negara. Para pedagang narkotika menggunakan berbagai metode untuk mendapatkan obat-obatan mereka. Seringkali mereka bersenjata dengan granat, melakukan perjalanan melalui hutan pegunungan yang tertutup. Beberapa menyembunyikan obat dalam truk yang membawa hasil-hasil produksi pertanian. Tahun lalu, polisi menemukan dua juta pil methamphetamine tersembunyi di bawah tumpukan labu http:www.nytimes.com20120514worldasiadrug-sur ge-clouds-myanmar-reform-effort.html?pagewanted=all_r=0 diakses pada 02 Februari 2013. Selama tiga tahun terakhir, para pejabat korup di rumah sakit Thailand telah terlibat dalam bisnis narkoba, menjual tablet pseudoefedrin yang digunakan dalam produksi methamphetamine ke Myanmar. Pil pseudoefedrin dikirim ke Myanmar, diolah menjadi metamfetamin dan kemudian diselundupkan kembali melintasi perbatasan ke Thailand. Thailand berfungsi sebagai pasar utama bagi peredaran narkotika dan sebagai titik transit untuk mengekspor narkotika http:www.unodc.org laopdrenOverviewRule-of-lawIllicit-trafficking.html diakses pada 02 februari 2013. 3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, Penelitian kualitatif adalah penelitian yang secara holistik bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, baik itu perilakunya, persepsi, motivasi maupun tindakannya, dan secara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus deskriptif. Adapun penggunaan studi kasus deskriptif dalam penelitian ini dimaksudkan agar dapat memperoleh informasi dari data penelitian secara menyeluruh, luas, dan mendalam. Penjelasan lainnya bahwa metode deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan fakta-fakta yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.Metode ini bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai hubungan antar fenomena yang diselidiki, yang kemudian pada akhirnya metode ini digunakan untuk mencari pemecahan masalah yang diteliti.

3.2.1.1 Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah kerjasama antara ASEAN dan China yang terikat dalam ASEAN and China Cooperative Operations in Response to Dangerous Drugs ACCORD. ACCORD dalam menjalankan tugasnyadalam menanggulangi perdagangan narkotika di kawasan Asia Tenggara dan China, berpegang teguh pada empat pilar utama. Kerjasama ini mengedepankan tentang keamanan non-tradisional termasuk perdagangan narkotika didalamnya, joint declaration ini dibentuk untuk memperkuat kerjasama dalam pertukaran informasi, personal training dan pengembangan kapasitas. Adanya pergeseran dalam rumus keamanan ASEAN – China menuju dimensi keamanan non-tradisional. Meningkatnya industri narkotika secara global dan melintasi batas negara.Dengan demikian situasi ini merupakan tantangan keamanan bersama yang mendorong kedua belah pihak untuk melakukan kerjasama dalam mengatasi ancaman tersebut.

3.2.1.2 Informan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, adapun pihak yang peneliti jadikan sebagai informan adalah sebagai berikut : 1 Sekretariat ASEAN. Berkaitan dengan fokus penelitian serta actor didalam permasalahan yang diangkat. Peneliti memfokuskan bagaimana peran dan upaya ASEAN dalam mengatasi permasalah perdagangan narkotika di Asia Tenggara. 2 Kedutaan Besar China di Indonesia. Berkaitan dengan fokus penelitian serta actor didalam permasalahan yang diangkat. Peneliti memfokuskan bagaimana peran dan upaya China dalam mengatasi permasalah perdagangan narkotika di Yunan yang berbatasan langsung dengan Myanmar, salah satu negara anggota ASEAN.

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Studi Kepustakaan, Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik kepustakaan dengan menelaah teori, opini, membaca buku atau jurnal yang relevan dengan masalah yang diteliti, juga data-data pendukung dari media internet serta media cetak seperti surat kabar, majalah dan sebagainya. Diharapkan dengan teknik studi kepustakaan peneliti dapat mengumpulkan data sekunder. Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan berita, data atau fakta untuk memperoleh keterangan. Pelaksanaannya bisa secara langsung, bertatap muka face to face dengan orang yang akan diwawancarai atau bisa secara tidak langsung dengan memanfaatkan akses teknologi melalui telepon, internet dan sebagainya. Pada penelitian ini, peneliti akan mewawancarai pihak Delegasi Perwakilan ASEAN dan Delegasi Perwakilan Kedutaan China untuk Indonesia di Jakarta. Diharapkan dengan teknik wawancara peneliti dapat mengumpulkan data primer.

3.2.3 Teknik Penentuan Informan

Teknik Penentuan informan yang dilakukan peneliti adalah dengan menggunakan teknik Purposive, yaitu teknik sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.Metode yang digunakan adalah metode wawancara sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Peneliti bertemu dengan narasumber yang menjadi salah satu staff dalam bidang dokumentasi yang secara komprehensif mendeskripsikan seputar program-program yang dilakukan oleh ACCORD di wilayah Asia Tenggara untuk mendapatkan data-data mengenai Annual Report ACCORD.

3.2.4 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti menganalisis data dengan menggunakan teknik reduksi data.Artinya, data-data yang diperoleh, baik melalui studi pustaka, penelusuran online dan wawancara, digunakan sesuai dengan keperluan penelitan berdasarkan dengan tujuan penelitian.Hal ini bertujuan supaya data yang digunakan berkorelasi dengan perumusan masalah yang telah dibuat. Penyajian Data, peneliti menyajikan data-data yang diperoleh dari hasil meneliti dan wawancara atau dari sumber-sumber internet sesuai dengan kebutuhan. Penarikan Kesimpulan, peneliti menarik kesimpulan dari beberapa data yang disajikan baik data primer atau sekunder yang didapatkan dari informan yakni SekretariatASEAN dan Kedutaan China untuk Indonesia. 3.2.5 Waktu Dan Lokasi Penelitian 3.2.5.1 Tempat Penelitian Dalam penelitian ini penulis memperoleh data dan informasi yang bersumber dari berbagai tempat, diantaranya: 1. Kedutaan Besar China di Indonesia, Jalan M.H. Thamrin 24 Jakarta Pusat 10350. 2. Sekretariat ASEAN, Jalan Sisingamangaraja no. 70A Jakarta Selatan 12110 Indonesia. 3. Sekretariat Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN, Lt.9 Gedung Utama Kementrian Luar Negeri, Jalan Taman Pejambon No.6 Jakarta Pusat. 4. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Jalan Dipatiukur No.112-114, Bandung 40132. 5. Perpustakaan Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Jalan Ciumbuleuit No. 94, Bandung 401.

3.2.5.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu enam bulan terhitung dari bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2013. Tabel 3.2 Waktu Penelitian NO Uraian Waktu Penelitian 2013 Mar Apr Mei Jun Jul Agu 1. Pencarian Judul 2. Pengajuan Judul 3. Usulan Penelitian 4. Bimbingan Skripsi 5. Pengumpulan Data 6. Sidang Skripsi 80

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya dalam perumusan masalah, mengukur sebuah efektivitas dari sebuah kerjasama dapat dilakukan dengan melihat pencapaian kerjasama tersebut dalam mencapai tujuannya. Untuk mencapai tujuan ini secara keseluruhan, serangkaian tolok ukur, yaitu spesifik, berbasis waktu kegiatan, yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam strategi nasional berdasarkan pada tujuan dan sasaran yang diidentifikasi dalam Empat Pilar ACCORD. Sedangkan tujuan yang terkandung dalam Plan of Action menyediakan penjelasan dari tujuan strategi umum, tolok ukur ini dimaksudkan sebagai titik acuan yang dapat digunakan secara konstruktif untuk mengukur kemajuan nasional dalam mencapai hasil tertentu sesuai dengan jadwal yang ditetapkan ASEAN, 2000:93. Penerapan Plan of Action ACCORD didasarkan pada tiga kunci utama. Pertama, perdagangan dan penyalahgunaan narkotika telah menghantui semua negara ASEAN. Misalnya, beberapa sindikat transnasional telah mengambil langkah-langkah untuk mentransfer basis produksi ATS mereka ke Malaysia dan Filipina, dengan yang terakhir kini menghadapi masalah serius dari penyalahgunaan ATS, sementara Indonesia saat ini antara negara-negara sebagian besar dipengaruhi oleh penggunaan narkoba suntikan. Kedua, korelasi yang telah ada antara beberapa anggota ASEAN dan China. Salah satu contoh dari hal ini adalah bahwa Filipina telah menjadi salah satu tujuan metamfetamin kristal secara ilegal diproduksi di China selatan. Ketiga, integrasi di bagian depan sosial, sebagai komponen dari proses integrasi ASEAN memperdalam, telah dimasukkan dalam agenda organisasi regional, dan Drug-Free ASEAN 2015 sangat penting untuk pencapaian integritas sosial dalam ASEAN. Sebagai hasilnya sebuah mekanisme regional yang lebih besar telah terbentuk dan bertujuan untuk memetakan strategi kontra-narkotika.. Tujuannya adalah untuk mempromosikan dialog yang konstruktif antara negara-negara ASEAN, China, dan organisasi dengan kepentingan di kawasan itu dalam rangka mencapai konsensus tentang strategi bersama untuk meningkatkan upaya regional mengontrol narkotika, koordinasi dan dampaknya. ACCORD Plan of Action bertumpu pada empat pilar yaitu advokasi proaktif kesadaran kewarganegaraan pada bahaya narkotika dan respon sosial, membangun konsensus dan berbagi praktek terbaik tentang pengurangan permintaan, memperkuat supremasi hukum oleh jaringan tindakan pengendalian yang disempurnakan dan peningkatan kerjasama penegakan hukum dan legislative review, dan menghilangkan pasokan narkotika dengan meningkatkan program pembangunan alternatif dan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan tanaman obat ilegal. ACCORD Plan of Action juga mempertimbangkan penciptaan mekanisme regional untuk pertukaran informasi dan untuk pemantauan pelaksanaan Plan of Action dalam menanggapi kebutuhan untuk meningkatkan kerja sama pengawasan obat di semua tingkatan. Untuk mengikuti dari ACCORD Plan of Action, ada pembagian tugas baik di tingkat nasional dan regional untuk menangani pengurangan permintaan obat, pengembangan alternatif, dan drug suppression. Hal ini dapat dilihat dari analisis sebelumnya bahwa sebagai akibat dari interaksi jangka panjang antara pihak-pihak terkait, kerjasama pengawasan narkoba antara China dan negara-negara ASEAN telah memasuki tahap matang dengan beberapa mekanisme dan hasil yang baik. Dinilai dari segala aspek, tampaknya ACCORD tidak akan kehilangan relevansinya dimasa mendatang, dan ini dapat dijabarkan dalam empat aspek. Meskipun perang melawan obat-obatan terlarang oleh negara-negara di kawasan termasuk kampanye bersama tidak menghasilkan hasil yang signifikan, ancaman narkoba tetap berlanjut - meskipun derajat bervariasi dari satu negara ke negara. Dalam kasus China, penegakan hukum yang retak lebih dari 800.000 kasus narkoba, dan menyita 39,67 ton heroin, 16,894 ton opium, 15,079 ton ganja dan 23,375 ton methamphetamine antara 1991 dan 1999. Angka yang sesuai antara tahun 1998 dan 2003 adalah 500.000 kasus terdeteksi dan 51 ton heroin, 52 ton methamphetamine, 148 ton opium dan 1.412 ton bahan kimia prekursor ditangkap. Pada tahun 2003 saja, sekitar 94.000 kasus narkoba yang terungkap, 63.700 penjahat narkoba ditangkap, dan 9,53 ton heroin, 5,83 ton MDMA, ekstasi 409.000 tablet serta 72,8 ton bahan kimia prekursor disita oleh pemerintah nasional http:www.nytimes.com20120514worldasiadrug-surge-clouds-mya nmar-reform-effort.html?pagewanted=all_r=0 diakses pada tanggal 20 juli 2013.

4.1 Latar Belakang Kerjasama ASEAN dan China Melalui ACCORD

Permasalahan narkoba telah menjadi isu yang meresahkan banyak negara, tak terkecuali ASEAN. Letak Asia Tenggara yang strategis menjadikannya rentan sebagai jalur perdagangan narkoba internasional. Tidak hanya itu, di wilayah ini juga terdapat Segitiga Emas yang merupakan kawasan penghasil opium berkapasitas dunia. Menanggapi adanya ancaman keamanan akibat permasalahan narkoba, ASEAN kemudian mencanangkan ASEAN Drug Free 2015. ASEAN bekerjasama dengan China karena status China dalam perdagangan narkoba telah berubah secara signifikan sejak 1980-an, ketika negara untuk pertama kalinya membuka perbatasannya bagi perdagangan dan pariwisata setelah 40 tahun mengisolasi diri. Seperti perdagangan dengan negara-negara Asia Tenggara dan tempat lain mengalami peningkatan, begitu pula aliran obat-obatan terlarang dan bahan kimia prekursor melalui China http:en.wikipedia.orgwiki Illegal_drug_trade_in_China diakses pada 27 Agustus 2013. China tidak hanya terus menerus menjadi rute transit utama heroin Asia Tenggara menuju pasar narkotika internasional, tetapi juga memasok pasokan heroin ke Afghanistan, Pakistan, dan Tajikistan http:fpc.org.ukarticles514 diakses pada 28 Agustus 2013. Sebagian besar dari heroin Asia Tenggara yang masuk ke China dari Burma transit di China bagian selatan lalu diedarkan ke berbagai pasar internasional dengan transportasi laut. Pengedar narkoba memanfaatkan perluasan fasilitas pelabuhan di kota-kota pesisir, seperti Qingdao, Shanghai, Tianjin, dan Guangdong, untuk kapal heroin sepanjang rute maritim http:www.associatedglobaltransportservices.comchinese-drug-traffickers-expa nding-port-facilities-in-coastal-cities diakses pada 28 Agustus 2013. China dipaksa untuk mengembangkan strategi yang kompleks kontra-obat yang mencakup pencegahan, pendidikan, pemberantasan, larangan, dan rehabilitasi. Dalam hal ini, China tidak hanya bekerjasama dengan ASEAN tetapi China juga bekerja sama dengan negara-negara anggota ASEAN, terutama dengan negara-negara GMS, dalam pengendalian narkotika. Pada awal Agustus 1990, Public Security Ministry of China mengirim delegasi ke Myanmar dan Thailand untuk berkonsultasi mengenai kejahatan narkotika transnasional. Pada Mei 1991, pejabat senior dari China, Myanmar, Thailand dan UNODCCP bertemu di Beijing untuk membahas tindakan terhadap obat-obatan terlarang. Pada bulan Juni tahun 1992, para pejabat China, Myanmar, Thailand dan UNODCCP bertemu di Yangon dan menandatangani perjanjian untuk meluncurkan proyek kerjasama penghapusan perdagangan narkoba, mengurangi permintaan obat dan memperkenalkan program-program alternatif di Myanmar http:www.unodc. orgeasternafricaenillicit-drugsdrug-trafficking-patterns.html diakses pada 29 Agustus 2013. Pada tahun 1993, China, Laos, Myanmar dan Thailand menandatangani nota kesepahaman bersama MOU yang bertujuan untuk memberantas budidaya opium poppy budidaya. Pembangunan alternatif, penghapusan perdagangan narkotika dan pemakaian bahan kimia dalam produksi obat-obatan terlarang, dan untuk mengurangi permintaan dan konsumsi lokal narkotika serta untuk mengatasi masalah infeksi HIV AIDS terkait dengan Injection Drugs User. Pada tahun 1995, Kamboja dan Vietnam bergabung dalam MOU. Ditandatangani juga oleh China bersama dengan Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja dan Vietnam, menyatakan niat untuk bekerja sama untuk mengurangi permintaan obat, pengelolaan narkotika, program pembangunan alternatif, pencegahan dan rehabilitasi, kerjasama teknis dan berbagi informasi http:en.wikipedia.org wikiUnited_Nations_Convention_Against_Illicit_Traffic_in_Narcotic_Drugs_an d_Psychotropic_Substances diakses pada 29 Agustus 2013. 4.2 Realisasi Kerjasama ASEAN – China Melalui Kerangka ACCORD Dalam Menanggulangi Perdagangan Narkotika Di Segitiga Emas Satuan tugas regional yang terdiri dari perwakilan pemerintah dari sebelas negara anggota ACCORD serta perwakilan dari kedutaan, LSM dan organisasi lainnya. Key Task Force bertanggung jawab untuk mendorong koordinasi operasional melalui penciptaan rencana kerja tahunan, review tindakan dan identifikasi proyek prioritas untuk setiap wilayah. Setiap Satgas bertemu setiap tahun untuk membahas berbagai kendala di dalam pelaksanaannya. Kemajuan yang dibuat dalam melaksanakan ACCORD Plan of Action dipantau melalui pengumpulan data dari berbagai sumber, dengan menganalisis laporan yang disampaikan oleh Delegasi Nasional di Task Force Meetings dan dengan penilaian rutin indikator nasional dan regional. Plan of Action ini di ratifikasi pada bulan Oktober 2005 di Kongres Internasional Kedua ACCORD di Beijing, China untuk mereleksikan perubahan dalam pengendalian narkoba di wilayah tersebut sejak didirikan pada tahun 2000. Pembaruan ini meliputi: 1. Menekan ketersediaan bahan kimia prekursor untuk pembuatan obat- obatan terlarang; 2. Memberikan kesempatan kepada petani budidaya tanaman obat-obatan terlarang untuk menghasilkan pendapatan alternatif dan beralih profesi; 3. Penurunan dan pengendalian perdagangan narkoba; 4. Meningkatkan ketersediaan pencegahan primer, pengobatan dan intervensi rehabilitasi; 5. Meningkatkan kerjasama regional antar pemerintah; 6. Memperkuat kapasitas lembaga penegak hukum; 7. Mengurangi HIVAIDS dari penyalahgunaan narkoba, dan 8. Memobilisasi instansi pemerintah, LSM, media dan sektor swasta dalam memerangi obat-obatan terlarang.

4.2.1 Realisasi Empat Pillar ACCORD

ACCORD menetapkan Plan of Action yang dinamis dan bertumpu pada empat pilar yang masing-masing mempunyai pelaksanaan yang berbeda-beda.

1. Pilar I

Semua hal yang berkaitan dengan Demand Reduction Division dibahas dalam target dan tujuan yang terkandung dalam Pilar I Civic Awareness dari ACCORD Plan of Action. Hal ini dicapai melalui: a. Pembentukan kampanye berkelanjutan yang memberikan informasi berdasarkan fakta tentang bahaya narkoba dan pengembangan norma-norma sosial yang mencegah penyalahgunaan narkoba. b. Pembentukan kemitraan antara sektor publik dan swasta, termasuk media, organisasi berbasis non-pemerintah dan masyarakat, akademik dan lembaga penelitian, dan organisasi berbasis keagamaan untuk merencanakan, melaksanakan, dan memantau kesadaran masyarakat sipil dan melakukan advokasi untuk penyalahgunaan narkoba.

2. Pilar II

Tujuan dari Pilar II adalah untuk mengurangi konsumsi narkoba dengan membangun konsensus dan berbagi praktik terbaik dalam pengurangan permintaan dan panggilan untuk peningkatan kegiatan pencegahan primer untuk ATS dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang lainnya di sekolah melalui: a. Pengembangan program pencegahan berbasis sekolah, termasuk kurikulum keterampilan hidup. b. Penguatan kebijakan ATS nasional untuk yang efektif mengurangi permintaan dengan mengatasi ATS sebagai prioritas nasional dan menggabungkan kebijakan dan program pengurangan permintaan ATS ke dalam kebijakan pengendalian obat bertaraf nasional Untuk pertama kalinya survei dilakukan di kalangan anak – anak sekolah menengah ke atas di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 27 Maret 2002. Survei ini dilakukan oleh UNDCP dalam proyek “Subregional Development of Institutional Capacity for Demand Reduction among High Risk Groups” yang juga diselenggarakan oleh National Authority for Combating Drugs NACD dan didukung oleh UN Office for Drug Control and Crime Prevention cabang Kamboja. Sebanyak 2.000 siswa SMA yang berusia dari 14 hingga 17 telah mengisi Cambodian language survey yang berisi 191 pertanyaan. Sekolah-sekolah yang terlibat dalam survei termasuk Sonthormok, Indratevi, Bak Touk dan Preah Sisowath, yang dipilih secara acak. Survei lebih dari siswa SMA akan dilakukan di Battambang 800 siswa dan Sihanoukville 700 siswa dalam beberapa minggu mendatang dan diharapkan bahwa hasil akhir dari data yang dikumpulkan akan dipublikasikan pada akhir Juli 2002 UNODCCP, 2002:3. Untuk mengejar tujuan drug awarness campaign dengan target generasi muda, UNDCP berkolaborasi dengan selebriti lokal untuk mengkampanyekan tentang bahaya dan ancaman narkoba. Dari hasil survei yang dilakukan oleh UNDCP di sekolah – sekolah menengah keatas diketahui bahwa setelah ganja dan heroin adalah jenis narkoba yang intens digunakan dikalangan remaja. UNDCP bekerjasama dengan delapan LSM Yangon untuk menekan tingkat pemakaian narkotika di Myanmarn UNODC, 2002:5.

1. Treatment dan Rehabilitasi

Demand Reduction Division mengenai treatment dan rehabilitasi terkandung dalam target dan tujuan Pilar II Demand Reduction. Pilar II