Analisis Keragaman Beberapa Genotipe Tanaman Tebu (Saccharum spp.) Di Sumatera Utara Berdasarkan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA)
M
PRO
MARGARE
OGRAM M F UNIVE
TESI
Oleh ETTA JUL
127001003
MAGISTER FAKULTAS ERSITAS S
M E 2 IS
h :
LIANA TA 3/AET
R AGROEK S PERTAN SUMATER E D A N
2015
ARIGAN
KOTEKNO NIAN RA UTARA
OLOGI
(2)
Amplified Polymorphism DNA) Nama Mahasiswa : Margaretta Juliana Tarigan
NIM : 127001003
Program Studi : Magister Agroekoteknologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, MSi Ketua
Ir. Revandy I. M. Damanik, MSi, MSc, Ph.D. Anggota
Ketua Program Studi
Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf,MP
Dekan
Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS
(3)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, Msi
Anggota : 1. Ir. Revandy I. M. Damanik, MSi, MSc, Ph.D. 2. Prof. Dr. Ir. Rosmayati Tanjung, MS.
3. Luthfi A.M. Siregar, SP, M.Agr,M.Sc,Ph.D. 4. Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP. MP.
(4)
ANALISIS KERAGAMAN BEBERAPA GENOTIPE TANAMAN TEBU (Saccharum spp.) di SUMATERA UTARA BERDASARKAN MARKA
RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA)
Dengan ini penulis menyatakaan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan – pengutipan yang penulis lakukan pada bagian – bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai denga norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian – bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi – sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Medan, 4 Pebruari 2015 Penulis
(5)
MARGARETTA JULIANA TARIGAN. Analisis Keragaman Beberapa Genotipe Tanaman Tebu (Saccharum spp.) di Sumatera Utara Berdasarkan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA). Dibimbing oleh LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI dan REVANDY I. M. DAMANIK.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keragaman genetik dan pola kekerabatan beberapa genotipe tebu di Sumatera Utara berdasarkan marka RAPD. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Oktober 2014 di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 30 aksesi tanaman tebu di Sumatera Utara yang dianalisis keragaman dan kekerabatan materi genetiknya berdasarkan marka RAPD. Berdasarkan skrining primer yang digunakan sebanyak 13, ternyata 10 primer dapat mengamplifikasi template DNA dan menghasilkan fragmen DNA yang reproduktif. Dihasilkan total pita sebanyak 64 dan diskoring dengan menggunakan 10 primer dimana pita polimorfik diperoleh sebanyak 61 pita. Jumlah pita yang dihasilkan per primer berkisar 4 – 9 pita sedangkan ukuran pita berkisar antara 218 -2931 bp. Rataan persentase polimorphik dan Polymorphic Information Content (PIC) ke-10 primer yang digunakan masing – masing adalah 95,14 % dan 0,392. Analisa jarak genetik dan dendogram menggunakan Software Darwin 5.05. Koefisien kemiripan Dice digunakan untuk membentuk dendogram. Dari hasil analisis jarak genetik dan dendogram, 30 aksesi tebu Sumatera Utara dikelompokkan menjadi 3 cluster. Koefisien jarak genetik berkisar 0,063 (BZ 134 Tanjung Jati dan BZ 134 Hamparan Perak) - 0,778 (Berastagi Berastagi dan Cenning).
(6)
MARGARETTA JULIANA TARIGAN. North Sumatra’s Diversity Analysis of Some Sugarcane (Saccharum spp.) Genotypes Based on RAPD Markers (Random Amplified Polymorphism DNA). Supervised by LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI and REVANDY IM DAMANIK.
The objective of research was to determine the genetic diversity and patterns of genetic relationship several genotypes of sugarcane in North Sumatra based on RAPD markers . This study was conducted from April to October 2014 in Integrated Laboratory Faculty of Medicine, University of North Sumatra, Medan. The results showed that there were 30 accessions of sugarcane in North Sumatra diversity and analyzed genetic material based on RAPD markers. Total number of primers used are 13 primers but only 10 primers can amplify the DNA template and produce reproductive DNA fragments. Total band produced is 64 and scored by using 10 primers which obtained 61 polymorphic bands . The number of bands produced per primer ranged 4-9 and the band size ranges between 218 -2931 bp. Polymorphic percentage mean and Polymorphic Information Content (PIC) of - 10 primers used respectively is 95.14 % and 0.392 .Analysis of genetic distance and dendogram using Software Darwin 5.05. Dice similarity coefficient is used to form the dendogram. From the analysis of genetic distance and dendogram, 30 accessions of sugarcane North Sumatra grouped into 3 clusters . The coefficient of genetic distances ranging from 0.063 (BZ 134 Tanjung Jati and BZ 134 Hamparan Perak) - 0.778 ( Berastagi Berastagi and Cenning).
Keywords : Sugarcane, Genotype, RAPD, DNA , Diversity.
(7)
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis program studi Agroekoteknologi, Sekolah Pascasarjana Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Lollie Agustina P.Putri, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Revandy I.M. Damanik, MSi, MSc, Ph.D. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, masukan, bimbingan dan saran baik sewaktu penelitian maupun saat penyelesaian tesis ini.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS dan Bapak Luthfi A.M. Siregar,SP. MSc. Ph.D. selaku komisi penguji pada ujian akhir tesis, serta dosen Program Studi Agroekoteknologi atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama menempuh pendidikan.
3. Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,M.Sc (CTM),SP.A (K)., Direktur Pasca Sarjana USU Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, Dekan Fakultas Pertanian USU Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS dan Ketua Program Studi Agroekoteknologi Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti studi di program pasca Sarjana Pertanian di USU.
4. Kementerian Pertanian selaku sponsor biaya pendidikan melalui Program Beasiswa Pascasarjana 2012-2014 yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan.
(8)
6. PT. Perkebunan Nusantara II Riset Pengembangan Tebu Sei Semayang atas izin untuk pengambilan sampel bahan tanaman di Kebun Koleksi Sei Semayang dan Tanjung Jati.
7. Ibu dr. Tetty Aman Nasution selaku Kepala Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran USU beserta staf (Bu Mardiyah, Pak Indra, Bu Eli) yang telah memberikan izin serta bantuan didalam pelaksanaan praktek penelitian
8. Ayahanda Alm. Tuah Naman Tarigan dan Ibunda Renda Sembiring atas kasih sayang, doa, dan dukungan serta abang, adik dan keponakan saya yang menjadi penyemangat selama ini.
9. Ayah mertua Ir. W. Kaban dan Ibu mertua E. Tarigan, kakak dan adik ipar serta keponakan atas doa dan dukungannya bagi penulis.
10. Suamiku tercinta Mahaenca Cio Kaban, ST yang telah memberi izin dan kesempatan serta dukungan bagi penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Pascasarjana (S2).
11. Teman-teman AET angkatan 2012 (Cimoth, Dame, Ariani, Deden, Nani, Rini, Makruf, Hadi, Lentina, dll) dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian pendidikan, penelitian dan penulisan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Kiranya tesis ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan pengembangan tebu di Sumatera Utara.
Medan, Pebruari 2015
(9)
Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 19 Juli 1979, merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Alm. Bapak Tuah Naman Tarigan dan Ibu Renda Sembiring.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Kalam Kudus P. Siantar pada tahun 1992 dan Sekolah Menengah Pertama di SMP Sultan Agung P. Siantar pada tahun 1995. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Sultan Agung P. Siantar. Selanjutnya pada tahun 1998 melanjutkan kuliah Strata I di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara jurusan Ilmu Tanah dan selesai pada tahun 2003.
Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai staf Pengawas Benih Tanaman di Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian dan ditempatkan di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya dan mutasi ke instansi yang sama di Medan pada tahun 2008 hingga berkesempatan melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan September 2012.
(10)
Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana atas berkat dan rahmatNyalah Penulis dapat menyelesaikan Usulan Penelitian Tesis ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari Tesis ini adalah “Analisis Keragaman Beberapa Genotipe Tanaman Tebu (Saccharum spp.) di Sumatera Utara Berdasarkan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA) ” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Pertanian di Sekolah Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, Msi selaku ketua pembimbing dan Bapak Ir. Revandy I. M. Damanik, MSi, MSc, Ph.D selaku anggota pembimbing saya yang telah banyak memberikan masukan dan membimbing saya untuk menyelesaikan tesis ini. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata Penulis mengucapkan banyak terimakasih dan semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Pebruari 2015
(11)
PERNYATAAN……….. i
ABSTRAK………... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ………... iv
RIWAYAT HIDUP ……… vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang... 1
Tujuan Penelitian... 3
Hipotesis Penelitian………. 3
Manfaat Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA …... 4
Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)... 4
Daerah Asal ... 11
Keragaman Genetik Tebu ... 12
Kultivar Tebu di Sumatera Utara ... 14
Varietas dan Klon Tebu di Sumatera Utara...……….. 16
Marka Molekuler…... 17
Polimerase Chain Reaction (PCR) Berbasis Marka... 18
Marker Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD)... 19
Marka Molekuler RAPD pada Tebu (Saccharum officinarum L.)……….. 21 BAHAN DAN METODE PENELITIAN ...
Tempat dan Waktu ... Bahan dan Alat... Pelaksanaan Penelitian... Pengkoleksian Sampel ………... Isolasi DNA………... Uji Kualitas DNA………... Amplifikasi/Genotyping………... Elektroforesis………...
23 23 23 25 25 26 27 28 29
(12)
Hasil……… 32
Pembahasan………. 44
KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
Kesimpulan………... 49
Saran……… 50
DAFTAR PUSTAKA... 51
(13)
HAL.
Tabel 1. Bahan klon dan kultivar tebu yang digunakan... 24 Tabel 2. Proses amplifikasi PCR ... 29 Tabel 3. Urutan primer dan hasil amplifikasi... 34
(14)
HAL.
Gambar 1. Batang tebu ... 5
Gambar 2. Akar tebu ... 5
Gambar 3. Daun tebu ... 6
Gambar 4. Bunga tebu ... 6
Gambar 5. Biji tebu ... 7
Gambar 6. Profil kualitas DNA genotip tebu dengan gel agarose sebesar 0.8% ……….. 32
Gambar 7. Profil PCR primer OPA-02……….. 35
Gambar 8. Profil PCR primer OPA-08……….. 35
Gambar 9. Profil PCR primer OPB-11……….. 36
Gambar 10. Profil PCR primer OPB-17……… 36
Gambar 11. Profil PCR primer OPC-07……….... 37
Gambar 12. Profil PCR primer OPC-15……….... 37
Gambar 13. Profil PCR primer OPD-05..……….. 38
Gambar 14. Profil PCR primer OPE-04…..……….. 38
Gambar 15. Profil PCR primer OPH-06…..……….. 39
Gambar 16. Profil PCR primer OPI-20……….. 39 Gambar 17. Dendrogram 30 tanaman tebu hasil analisis kelompok
berdasarkan pola pita DNA dari sepuluh marka RAPD. Angka – angka pada garpu merupakan persentase tingkat kepercayaan pengelompokan dengan analisis bootstrap 1000 kali dengan program DARwin …………
41
Gambar 18. Faktorial analisis (Principal Coordinate Analysis) aksis 1 (horizontal) dan aksis 2 (vertikal) dengan 10 marka RAPD ………
42 Gambar 19. Profil Radial Neighbour-Joining dari 30 aksesi tebu yang
berasal dari varietas, tebu lokal, tipe liar dan klon di daerah Sumatera Utara yang dianalisis berdasarkan
Matrix Dissimilarity Simple Matching ………..
(15)
HAL.
Lamp. 1. Data ketidaksamaan 30 aksesi Saccharum spp. Sumatera
Utara ..……….……….. 57
Lamp. 2. Deskripsi pembuatan larutan stok………...……… 58
Lamp. 3. Peta pengambilan sampel tanaman tebu……...……… 62
(16)
MARGARETTA JULIANA TARIGAN. Analisis Keragaman Beberapa Genotipe Tanaman Tebu (Saccharum spp.) di Sumatera Utara Berdasarkan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA). Dibimbing oleh LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI dan REVANDY I. M. DAMANIK.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keragaman genetik dan pola kekerabatan beberapa genotipe tebu di Sumatera Utara berdasarkan marka RAPD. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Oktober 2014 di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 30 aksesi tanaman tebu di Sumatera Utara yang dianalisis keragaman dan kekerabatan materi genetiknya berdasarkan marka RAPD. Berdasarkan skrining primer yang digunakan sebanyak 13, ternyata 10 primer dapat mengamplifikasi template DNA dan menghasilkan fragmen DNA yang reproduktif. Dihasilkan total pita sebanyak 64 dan diskoring dengan menggunakan 10 primer dimana pita polimorfik diperoleh sebanyak 61 pita. Jumlah pita yang dihasilkan per primer berkisar 4 – 9 pita sedangkan ukuran pita berkisar antara 218 -2931 bp. Rataan persentase polimorphik dan Polymorphic Information Content (PIC) ke-10 primer yang digunakan masing – masing adalah 95,14 % dan 0,392. Analisa jarak genetik dan dendogram menggunakan Software Darwin 5.05. Koefisien kemiripan Dice digunakan untuk membentuk dendogram. Dari hasil analisis jarak genetik dan dendogram, 30 aksesi tebu Sumatera Utara dikelompokkan menjadi 3 cluster. Koefisien jarak genetik berkisar 0,063 (BZ 134 Tanjung Jati dan BZ 134 Hamparan Perak) - 0,778 (Berastagi Berastagi dan Cenning).
(17)
MARGARETTA JULIANA TARIGAN. North Sumatra’s Diversity Analysis of Some Sugarcane (Saccharum spp.) Genotypes Based on RAPD Markers (Random Amplified Polymorphism DNA). Supervised by LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI and REVANDY IM DAMANIK.
The objective of research was to determine the genetic diversity and patterns of genetic relationship several genotypes of sugarcane in North Sumatra based on RAPD markers . This study was conducted from April to October 2014 in Integrated Laboratory Faculty of Medicine, University of North Sumatra, Medan. The results showed that there were 30 accessions of sugarcane in North Sumatra diversity and analyzed genetic material based on RAPD markers. Total number of primers used are 13 primers but only 10 primers can amplify the DNA template and produce reproductive DNA fragments. Total band produced is 64 and scored by using 10 primers which obtained 61 polymorphic bands . The number of bands produced per primer ranged 4-9 and the band size ranges between 218 -2931 bp. Polymorphic percentage mean and Polymorphic Information Content (PIC) of - 10 primers used respectively is 95.14 % and 0.392 .Analysis of genetic distance and dendogram using Software Darwin 5.05. Dice similarity coefficient is used to form the dendogram. From the analysis of genetic distance and dendogram, 30 accessions of sugarcane North Sumatra grouped into 3 clusters . The coefficient of genetic distances ranging from 0.063 (BZ 134 Tanjung Jati and BZ 134 Hamparan Perak) - 0.778 ( Berastagi Berastagi and Cenning).
Keywords : Sugarcane, Genotype, RAPD, DNA , Diversity.
(18)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatera. Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air (Balitbangtan, 2007).
Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal sekitar 350 ribu ha, industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu petani dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai sekitar 1,3 juta orang (Balitbangtan, 2007).
Menurut Toharisman (2007), Sumatera Utara merupakan salah satu daerah penghasil gula di luar pulau Jawa, setiap tahunnnya mengalami penurunan produksi akibat menurunnya luas areal yang dapat ditanami tebu dan tingkat produktivitas gula PTPN II (Sumatera Utara) hingga Oktober 2007 hanya 2,83 ton/ha. Penurunan produktivitas gula juga terkait dengan berbagai faktor seperti penggunaan dan penataan varietas unggul, kultur teknis dan masa tanam yang tidak optimal.
(19)
Masyarakat di Sumatera Utara banyak memanfaatkan hasil tanaman tebu sebagai minuman segar. Beberapa klon dan kultivar yang di tanam masyarakat Sumatera Utara baik di pekarangan rumah atau pun di kebun mereka yaitu klon BZ 134, kultivar tebu kuning, tebu gelaga, tebu gambas, tebu berastagi dan tebu merah. Tebu klon BZ 134 merupakan tebu yang dibudidayakan secara luas baik oleh petani maupun oleh pihak PTP. Nusantara II (Persero). Klon ini merupakan klon yang sangat disukai oleh petani dan PTP. Nusantara II (Persero) walaupun belum dirilis sebagai benih bina dan kandungan rendemannya yang rendah. Hal ini dikarenakan klon tersebut tahan terhadap serangan hama penggerek batang raksasa (Pragmatoeceae hubner), hama yang hanya terdapat di Sumatera Utara. Selain itu disukai karena sangat memudahkan petani ataupun pekerja tebang angkut dalam panen dimana klon ini tidak mudah roboh dan performanya yang tegak. Kultivar, klon dan varietas yang dibudidayakan oleh petani dan pihak PTP. Nusantara II (Persero) banyak ditemukan di daerah Kabupaten Deliserdang, Kabupaten Langkat dan Kabupaten Karo.
Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan merupakan salah satu UPT Teknis Kementerian Pertanian dibawah Direktorat Jenderal Perkebunan yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang harus didukung dengan adanya penelitian terutama dalam hal pengawasan pelestarian plasma nutfah tingkat nasional (keragaman genotipe klon dan kultivar), pelaksanaan pengembangan teknik (pemanfaatan molekuler) dan metode pengujian mutu benih perkebunan dan uji acuan (referee test) (Deptan, 2013).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian karena sampai saat ini belum ada informasi genetik yang menggali
(20)
potensi mengenai keragaman dan kekerabatan beberapa klon dan kultivar tebu yang ada di Sumatera Utara.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik dan pola kekerabatan beberapa aksesi tebu di Sumatera Utara berdasarkan marka RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA).
Hipotesis Penelitian
Terdapat keragaman genotipe beberapa aksesi tebu di Sumatera Utara.
Manfaat Penelitian
1. Tersedianya informasi mengenai keragaman dan kekerabatan beberapa aksesi tebu (Saccharum spp.) yang ada di Sumatera Utara berdasarkan analisis RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA).
2. Tersedianya primer RAPD yang dapat dijadikan sebagai standar dalam analisis genetik varietas, klon dan kultivar tebu di Sumatera Utara.
3. Inventarisasi kultivar lokal sebagai sumber plasma nutfah yang bermanfaat dalam program pemuliaan baik secara konvensional atau modern.
(21)
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tebu (Saccharum spp.) Biologi Tanaman
Klasifikasi
Tanaman tebu tergolong tanaman perdu dengan nama latin Saccharum officinarum L. Di daerah Jawa Barat disebut Tiwu, di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut Tebu atau Rosan. Sistematika tanaman tebu adalah:
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Graminales Famili : Graminae Genus : Saccharum Species : Saccharum spp.
Morfologi 1. Batang
Batang tanaman tebu berdiri lurus dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku (Gambar 1). Pada setiap buku terdapat mata tunas. Batang tanaman tebu berasal dari mata tunas yang berada dibawah tanah yang tumbuh keluar dan berkembang membentuk rumpun. Diameter batang antara 3-5 cm dengan tinggi batang antara 2-5 meter dan tidak bercabang.
(22)
2. Akar Ak cincin tun akar dibag 3. Daun Da berpelepah berlekuk. (Gambar 3 kar tanaman nas anakan gian yang le
aun tebu be h seperti da Tepi dau 3).
Ga
n tebu terma (Gambar 2 ebih atas aki
G
erbentuk bu aun jagung un kadang
ambar 1. Ba
asuk akar se ). Pada fas ibat pember
Gambar 2. A
usur panah dan tak ber g-kadang
atang tebu
erabut tidak e pertumbu rian tanah s
Akar tebu
seperti pita rtangkai. Tu bergelomba
k panjang y uhan batang ebagai temp a, berseling ulang daun ang serta yang tumbuh g, terbentuk pat tumbuh. kanan dan sejajar, dite berbulu h dari k pula . n kiri, engah keras
(23)
4. Bunga Bu pada tahap tandan den dua kepala 5. Biji Bij biji (Gamb jenis baru (Indrawan
unga tebu be p pertama ngan dua bu a putik dan
ji tebu sepe bar 5). Biji
hasil persil nto, et al. 20
Ga
erupa malai berupa kar ulir panjang
bakal biji (G
Ga
erti padi, me tebu dapat langan yang 010).
ambar 3. Da
i dengan pa rangan bung g 3-4 mm. T Gambar 4).
ambar 4. Bu
emiliki satu t ditanam di g lebih ungg
aun Tebu
anjang antar ga dan pad Terdapat pu
unga Tebu
biji dengan i kebun per gul
ra 50-80 cm da tahap sel ula benangsa
n besar lemb rcobaan unt
m. Cabang b lanjutnya b ari, putik de
baga 1/3 pan tuk mendap bunga erupa engan njang atkan
(24)
Syarat Tum Ta isoterm 20 tebu adala tanaman t pengairan kedalaman unsur hara musim ke manyalurk yang dapa dalam tana Di jenis tanah antara 0 – adalah ku 1200 m d
mbuh anaman tebu
00C yaitu an ah yang tid tebu sangat
dan draina n sekitar 1 a pada lapi emarau tida kan kelebiha at mengham ah.
lihat dari je h seperti tan – 1400 m d urang dari 5 diatas permu
G
u tumbuh di ntara 190LU dak terlalu t sensitif te
ase harus s meter mem isan yang le ak tergangg an air dimu mbat pertu
enis tanah, nah alluvial diatas permu 500 m diata
ukaan laut p
Gambar 5. B
idaerah trop U – 350 LS. kering dan erhadap kek sangat dipe mberikan pe ebih dalam gu. Draina usim penghu umbuhan ta tanaman te l, grumosol, ukaan laut. as permukaa pertumbuha Biji Tebu
pika dan sub Kondisi tan n tidak ter kurangan ud erhatikan. D eluang akar sehingga p se yang ba ujan sehingg anaman kar
ebu dapat t , latosol dan
Akan tetap an laut. Sed an tanaman
b tropika sa nah yang ba rlalu basah,
dara dalam Drainase ya tanaman m pertumbuha aik dan da ga tidak terj rena berkur
tumbuh bai n regosol de pi lahan ya
dangkan pa relatif lam
ampai batas aik bagi tan , selain itu m tanah seh
ang baik de menyerap ai
an tanaman alam juga
adi genanga rangnya ok
ik pada ber engan ketin ng paling s ada ketingg mbat. Kemir garis naman akar ingga engan ir dan pada dapat an air ksigen rbagai ggian sesuai gian > ingan
(25)
lahan sebaiknya kurang dari 8%, meskipun pada kemiringan sampai 10% dapat juga digunakan untuk areal yang dilokalisir. Kondisi lahan terbaik untuk tebu adalah berlereng panjang, rata dan melandai sampai 2% apabila tanahnya ringan dan sampai 5 % apabila tanahnya lebih berat (Indrawanto et al., 2010).
Tanah
1. Sifat fisik tanah
Struktur tanah yang baik untuk pertanaman tebu adalah tanah yang gembur sehingga aerasi udara dan perakaran berkembang sempurna, oleh karena itu upaya pemecahan bongkahan tanah atau agregat tanah menjadi partikel-partikel kecil akan memudahkan akar menerobos. Sedangkan tekstur tanah, yaitu perbandingan partikelpartikel tanah berupa lempung, debu dan liat, yang ideal bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah tekstur tanah ringan sampai agak berat dengan kemampuan menahan air cukup dan porositas 30 %.
Tanaman tebu menghendaki solum tanah minimal 50 cm dengan tidak ada lapisan kedap air dan permukaan air 40 cm. Sehingga pada lahan kering, apabila lapisan tanah atasnya tipis maka pengolahan tanah harus dalam. Demikian pula apabila ditemukan lapisan kedap air, lapisan ini harus dipecah agar sistem aerasi, air tanah dan perakaran tanaman berkembang dengan baik.
2. Sifat kimia tanah
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH 6 - 7,5, akan tetapi masih toleran pada pH tidak lebih tinggi dari 8,5 atau tidak lebih rendah dari 4,5. Pada pH yang tinggi ketersediaan unsur hara menjadi terbatas. Sedangkan pada pH kurang dari 5 akan menyebabkan keracunan Fe dan Al pada
(26)
tanaman, oleh karena itu perlu dilakukan pemberian kapur (CaCO3) agar unsur Fe dan Al dapat dikurangi.
Bahan racun utama lainnya dalam tanah adalah klor (Cl), kadar Cl dalam tanah sekitar 0,06 – 0,1 % telah bersifat racun bagi akar tanaman. Pada tanah ditepi pantai karena rembesan air laut, kadar Cl nya cukup tinggi sehingga bersifat racun.
Iklim
Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan tebu dan rendemen gula sangat besar. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air, sedangkan saat masak tanaman tebu membutuhkan keadaan kering agar pertumbuhan terhenti. Apabila hujan tetap tinggi maka pertumbuhan akan terus terjadi dan tidak ada kesempatan untuk menjadi masak sehingga rendemen menjadi rendah.
1. Curah hujan
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik didaerah dengan curah hujan berkisar antara 1.000 – 1.300 mm per tahun dengan sekurang-kurangnya 3 bulan kering. Distribusi curah hujan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah: pada periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah hujan yang tinggi (200 mm per bulan) selama 5-6 bulan. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan 125 mm dan 4 – 5 bulan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang merupakan periode kering. Periode ini merupakan periode pertumbuhan generatif dan pemasakan tebu.
Ditinjau dari kondisi iklim yang diperlukan, maka wilayah yang dapat ideal diusahakan untuk tebu lahan kering/tegalan berdasarkan Oldemen dan
(27)
Syarifudin (1977) adalah tipe B2, C2, D2 dan E2. Sedangkan untuk tipe iklim B1C1D1dan E1 dengan 2 bulan musim kering, dapat diusahakan untuk tebu dengan syarat tanahnya ringan dan berdrainase bagus. Untuk tipe iklim D3, E3 dan D4 dengan 4 bulan kering, dapat pula diusahakan dengan syarat adanya ketersediaan air irigasi.
2. Suhu
Pengaruh suhu pada pertumbuhan dan pembentukan sukrosa pada tebu cukup tinggi. Suhu ideal bagi tanaman tebu berkisar antara 24 0 C–34 0C dengan perbedaan suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 100C. Pembentukan sukrosa terjadi pada siang hari dan akan berjalan lebih optimal pada suhu 30 0 C. Sukrosa yang terbentuk akan ditimbun/disimpan pada batang dimulai dari ruas paling bawah pada malam hari. Prosespenyimpanan sukrosa ini paling efektif dan optimal pada suhu 150C.
3. Sinar Matahari
Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12-14 jam setiap harinya. Proses asimilasi akan terjadi secara optimal, apabila daun tanaman memperoleh radiasi penyinaran matahari secara penuh sehingga cuaca yang berawan pada siang hari akan mempengaruhi intensitas penyinaran dan berakibatpada menurunnya proses fotosintesa sehingga pertumbuhan terhambat.
4. Angin
Kecepatan angin sangat berperan dalam mengatur keseimbangan kelembaban udara dan kadar CO2 disekitar tajuk yang mempengaruhi proses fotosintesa. Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam disiang hari berdampak positif bagi pertumbuhan tebu, sedangkan angin dengan kecepatan
(28)
melebihi 10 km/jam akan mengganggu pertumbuhan tanaman tebu bahkan tanaman tebu dapat patah dan roboh (Indrawanto et al., 2010).
Daerah Asal
Genus Saccharum mungkin sebelumnya berasal dari benua yang diasumsikan berdasarkan bentuk dan lokasinya saat ini. Genus tersebut terdiri dari 35-40 spesies dan memiliki dua daerah asal keragaman yaitu dunia lama (Asia dan Afrika) dan dunia baru (Amerika Utara, Tengah dan Selatan). Asia memiliki sekitar 25 spesies asli, Amerika Utara memiliki enam spesies asli dan 4 – 5 spesies telah dikenali, Amerika tengah memiliki tiga atau empat spesies asli dan beberapa diantaranya telah dikenal (Webster dan Shaw 1995). Afrika memiliki dua spesies asli dan Australia memiliki satu spesies naturalisasi (Darke 1999; Bonnett et al. 2008).
Spesies Saccharum Brasil belum dikarakterisasi dengan baik. Hanya survei floristik daerah yang telah melaporkan keberadaan spesies ini. Suatu studi menggambarkan spesies asli S. asperum, S.angustifolium, S. purpureum, S. biaristatum, S.glabrinodis, S. clandestinus dan S. villosum, tetapi penulis berkomentar bahwa spesies tersebut sangat terbatas sehingga ada kemungkinan bahwa semuanya bisa jadi dari keragaman satu spesies (Smith et al. 1982). Bahkan, dari spesies yang terdaftar pada penelitian ini, hanya S. asperum, S. angustifolium dan S. villosum yang diterima nama ilmiahnya (daftar tanaman 2010). Pada studi lain, spesies asli yang diidentifikasi adalah S. villosum, S. asperum dan S. baldwinii (Filgueiras dan Lerina 2001).
(29)
Spesies Saccharum berperan dalam pengembangan kultivar tebu modern yang berasal dari Asia Tenggara (Roach dan Daniels 1987) karena S. officinarum dan S. spontaneum adalah penyumbang utama genom varietas modern.
S. officinarum telah dibudidayakan sejak zaman prasejarah (Sreenivasan et al. 1987). Hal ini diyakini bahwa daerah asalnya adalah Polinesia dan bahwa spesies ini disebar luaskan ke seluruh Asia Tenggara, di mana daerah keanekaragaman modern adalah di Papua Nugini dan Jawa (Indonesia), ini adalah daerah di mana sebagian besar bahan percobaan dikumpulkan di akhir abad ke-19 (Roach dan Daniels 1987).
Daerah asal dan keanekaragaman S. spontaneum adalah daerah yang lebih beriklim subtropis seperti India. Namun, karena S. spontaneum dapat tumbuh di berbagai habitat dan ketinggian (di kedua daerah tropis dan subtropis), yang saat ini tersebar di garis lintang mulai dari 8°S sampai 40°N dalam tiga zona geografis yaitu : a) bagian timur, di Selatan Kepulauan Pasifik, Filipina, Taiwan, Jepang, Cina, Vietnam, Thailand, Malaysia dan Myanmar, b) bagian tengah, di India, Nepal, Bangladesh, Sri Lanka, Pakistan, Afghanistan, Iran dan Timur Tengah, dan c) bagian barat, di Mesir, Kenya, Sudan, Uganda, Tanzania, dan negara-negara Mediterania lainnya. Zona ini kira-kira mewakili cluster sitogeografikal alami karena S. spontaneum cenderung memiliki jumlah kromosom yang berbeda pada masing-masing lokasi (Daniels dan Roach 1987).
Keanekaragaman Genetik Tebu (Saccarum officinarum L.)
Keragaman genetik memainkan peran yang sangat penting dalam adaptabilitas suatu spesies karena ketika lingkungan suatu spesies berubah, variasi
(30)
gen yang kecil diperlukan agar spesies dapat bertahan hidup dan beradaptasi (Salisbury dan Ross, 1995). Spesies yang memiliki derajat keragaman genetik yang tinggi pada populasinya akan memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi (Elfrod dan Stansfield, 2007).
Tebu, Saccharum officinarum (2n = 70-140), disebut juga "noble cane" karena batangnya yang manis dan berair, merupakan spesies rumput tahunan tropis, (famili Poaceae; suku Andropogoneae). Kultivar modern memperlihatkan berbagai jumlah kromosom (2n = 100-130) dan urutan genom ~ 10 Gb berasal dari hibridisasi interspesifik yang rumit karena peristiwa hilangnya sebagian kromosom (aneuploidisasi) dan polyploidisasi (8-10x). Meskipun demikian, haplotype dasar tebu (X = 10; 930 Mb) adalah sangat kecil dan syntenic untuk model rumput, seperti sorgum (Scortecci et al, 2012).
Di China dan India, S. officinarum disilangkan dengan S. barberi (tebu India, 2n = 60-140) dan S. sinense (tebu Cina, 2n = 104-128) untuk menghasilkan hibrida, yang nantinya akan menjadi hybrid antara S. officinarum dan S. spontaneum (2n = 36-128). Selama abad XIX, persilangan menggunakan spesies liar S. spontaneum (2n = 36-128) dilakukan untuk meningkatkan hasil sukrosa dan ketahanan terhadap penyakit (Roach, 1972, 1989). Dengan demikian, kultivar tebu modern sesuai dengan introgresi dari spesies liar S. spontaneum dan S. robustum (2n = 66-170) ke spesies budidaya S. officinarum, S. sinense dan S. barberi (D'Hont et al., 2008, Grivet et al, 2006;. Irvine, 1999). S. edule (2n = 60, 70, 80) dianggap budidaya ornament di New Guinea dan Kepulauan Fiji, dimana tidak ada kontribusi terhadap kultivar modern. Portugis memperkenalkan tebu ke Brasil selama periode kolonisasi Eropa (abad XV) mungkin dengan
(31)
hibrida antara S. officinarum dan S. barberi yang berasal dari India dan Persia (Daniels dan Daniels, 1975).
Tanaman tebu (Saccharum spp. hibrid) merupakan tanaman rerumputan yang kompleks secara genetis karena daerah asal multi spesiesnya yang menghasilkan kromosom mosaik (umumnya 2n = 100 – 130). Disebabkan tingginya tingkat ploidi dan genom yang kompleks, maka perkembangan dalam pemecahan genetik tebu dirasakan lambat. Marka morfologi sering digunakan dalam analisa keragaman genetik, tetapi belakangan ini lebih banyak menggunakan teknik penanda molekuler dan telah berkembang menjadi suatu sarana yang sangat penting untuk menganalisa genotipe tebu terhadap ekploitasinya secara komersil dan seleksi khusus berbagai tetua secara genetis untuk keperluan pemuliaan (Kawar, et al, 2009)
Evaluasi keragaman genetik berdasarkan karakter morfologi sangat terbatas dan dipengaruhi oleh dampak lingkungan (Afghan et al., 2005). Oleh karena itu, teknik yang dapat mengukur hubungan genetik tanpa pengaruh faktor lingkungan dan sifat fenotip adalah kebutuhan program pemuliaan masa depan. Analisis marka molekuler menawarkan penilaian hubungan genetik yang efisien berdasarkan karakteristik genetik (Hussain et al, 2010).
Pencarian berbagai tetua secara genetik dapat didasarkan pada asal geografis, karakter agronomi, dan data silsilah atau data penanda molekuler (Melchinger, 1999).
Kultivar Tebu di Sumatera Utara
Hasil eksplorasi yang telah dilakukan oleh Sinaga dan Susanto (2009), saat ini ditemukan beberapa kultivar tebu di wilayah Sumatera Utara yaitu :
(32)
1. Kultivar tebu kuning
Tebu ini diperoleh dari kebun masyarakat di Desa Helvetia Kecamatan Marelan Medan utara. Jenis tebu ini banyak dijumpai di daerah – daerah lain di Sumatera Utara. Masyarakat biasanya menanam di pekarangan rumah atau kebun dalam jumlah yang tidak banyak dengan maksud untuk dikonsumsi karena rasanya yang manis, segar dan teksur batang rapuh sehingga mudah untuk digigit. Jenis tebu ini sangat mudah tumbuh dan bertunas terutama pada tanah yang tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering.
2. Kultivar tebu gelaga
Sebaran tebu ini di Sumatera Utara tidak seluas tebu kuning. Tebu jenis ini banyak dijumpai di wilayah Medan, Deliserdang dan Langkat. Tebu ini dapat dikonsumsi masyarakat secara langsung karena rasanya manis dan mudah tumbuh pada tanah yang cukup air.
3. Kultivar tebu Berastagi
Jenis tebu ini sangat baik tumbuh di daerah Kabupaten Karo, Dairi dan Phak – Phak Barat. Tebu ini memiliki rasa nira yang sangat manis namun tekstur batangnya sangat keras sehingga menyebabkan cara konsumsinya harus diperas/digiling untuk memperoleh niranya. Tebu ini sulit untuk bertunas dibandingkan dengan jenis lainnya. Munculnya tunas dari mata tunas relatif lebih lama dan cenderung akan mati apabila kondisi tanah terlalu basah.
4. Kultivar tebu gambas
Jenis tebu ini hampir dapat dijumpai di seluruh wilayah Propinsi Sumatera Utara yang ditanama masyarakat di pekarangan rumah dan kebun. Bagian
(33)
tebu yang dikonsumsi adalah bagian batang tua. Tebu ini kurang diminati masyarakat dibanding dengan tebu jenis kuning dan tebu hijau besar karena rasanya yang kurang manis dan agak keasam – asaman. Jenis tebu ini sangat mudah tumbuh sebagaimana yang terlihat di kebun masyarakat terutama pada tanah yang ketersediaan airnya cukup.
5. Kultivar tebu merah
Tebu ini memiliki batang yang berwarna merah dan daun yang agak kemerah – merahan. Kultivar ini banyak dibudidayakan masyarakat di pekarangan rumah dan ada yang tumbuh liar di kebun. Tebu jenis ini banyak digunakan masyarakat sebagai obat (Sinaga dan Susanto, 2009).
Varietas dan Klon Tebu di Sumatera Utara
Teknologi varietas merupakan salah satu input budidaya tanaman. Dampak masukan dengan menggunakan varietas unggul sudah banyak dilaporkan oleh kalangan praktisi maupun peneliti, yaitu mampu meningkakan produksi secara signifikan. Upaya P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia) pada KP (Kebun Percobaan) Medan mencari varietas unggul seri PS (Pasuruan) sudah berlangsung cukup lama sejalan dengan usia berdirinya industri gula di Sumatera Utara. Untuk mendapatkan satu jenis varietas memerlukan ± 3 tahun, melalui tahap SJT I (screening jenis tebu) sampai dengan SJT III. Tahap berikutnya dilakukan Orientasi Varietas (Orvar) dan Warteb (Warung Tebu) pada skala demo (Mulyadi, et al., 1997).
Sejak tahun 1982 – 1996 ± 1136 jenis varietas telah diuji adaptasikan P3GI KP. Medan di wilayah Sumatera Utara. Varietas yang mampu beradaptasi
(34)
baik di kedua Pabrik Gula ± ada 7 varietas atau sebesar 0,6 %. Selain varietas yang direkomendasikan P3GI, ada juga varietas introduksi dari luar negeri yaitu F 156 (BZ 134) yang sekarang dikenal sebagai varietas unggul lokal dan mendominasi pertanaman tebu di Sumatera Utara (Mulyadi, et al., 1997).
Beberapa varietas tebu yang dikembangkan oleh PTP. Nusantara II saat ini untuk Kebun Benih Induk (KBI) tahun tahun tanam 2014/2015 di Kebun T. Jati adalah BZ 134, PS 862, TLH 2, Kentung, GMP 2, VMC 76-16, PS. 921, PS. 864, PS. 951, PS. 851, PS. 881, PSJT. 941, PSBM 901, TLH 1, GMP 1, Kidang Kencana, Cenning. (Risbang Tebu, 2013).
Marka Molekuler
Pada awal abad ke-20 ilmuwan menemukan bahwa faktor Mendel mengendalikan warisan (gen) yang terletak dalam urutan linear pada struktur sitogenetik yang jelas dan disebut dengan kromosom. Hal tersebut menunjukkan bahwa kombinasi gen dapat diwariskan dalam kelompok (yaitu gen yang terkait bersama) karena dekat satu sama lain pada kromosom yang sama. Gen individu yang mengapit, dalam menentukan interval terdekat dikenal sebagai penanda molekuler DNA. Penanda molekuler adalah urutan DNA yang dapat diidentifikasi dan ditemukan pada lokasi genom tertentu dan terkait dengan pewarisan sifat atau gen linked (FAO, 2004).
Penanda harus polimorfik yaitu harus ada perbedaan bentuk sehingga kromosom pembawa gen mutan dapat dibedakan dengan membawa bentuk penanda kromosom gen normal. Polimorfisme dapat dideteksi pada tiga tingkatan yaitu morfologi, biokimia atau molekuler. Baru-baru ini istilah/profiling
(35)
fingerprinting DNA digunakan untuk menggambarkan penggunaan kombinasi beberapa sistem deteksi lokus tunggal dan digunakan sebagai alat serbaguna untuk menyelidiki berbagai aspek genom tanaman. Hal ini berisi karakterisasi variabilitas genetik, fingerprinting genom, pemetaan genom, lokalisasi gen, analisis evolusi genom, genetika populasi, taksonomi, peternakan dan diagnostik tanaman (Joshi et al, 2011). Menurut Joshi et al (2011), seorang peneliti DNA yang ideal harus dapat menunjukkan ciri - ciri berikut : (i) pewarisan kodominan- bentuk marker yang berbeda harus terdeteksi dalam organisme diploid untuk memungkinkan diskriminasi homozigot dan heterozigot. (ii) Selalu terjadi dalam genom (iii) Selektif dalam perilaku netral (urutan DNA organisme netral untuk lingkungan kondisi atau penerapan pelaksanaan) (iv) Dapat diakses (data tersedia) (v) Mudah dan pengujiannya cepat (vi) Dapat digandakan dan (vii) pertukaran data antar laboratorium mudah.
Polymerase Chain Reaction (PCR) Berbasis Marka
Satu dekade setelah munculnya AFLP, ada terobosan lain yang melibatkan penggunaan PCR pada tahun 1990 (Farooq dan Azam, 2002). PCR adalah metode in vitro asam nukleat sintesis dimana segmen tertentu dari DNA dapat khusus direplikasi (Mullis dan Faloona, 1987). Proses tersebut melibatkan dua primer oligonukleotida yang mengapit fragmen DNA yang diinginkan dan amplifikasi diperoleh dengan serangkaian siklus berulang panas denaturasi DNA, annealing primer kepada urutan komplementernya, dan perpanjangan primer anneal dengan polimerase DNA termofilik. Karena produk ekstensi sendiri juga melengkapi primer dan siklus amplifikasi berturut-turut pada dasarnya dua kali lipat jumlah
(36)
DNA target yang disintesis pada siklus sebelumnya dan hasilnya adalah akumulasi eksponensial dari target fragmen spesifik.
DNA genom dari dua individu yang berbeda sering menghasilkan amplifikasi yang berbeda dan fragmen khusus yang dihasilkan dari satu individu tetapi tidak untuk lainnya merupakan polimorfisme DNA dan dapat digunakan sebagai penanda genetik. Pola pita diamplifikasi sehingga bisa digunakan untuk genom fingerprint (Welsh dan McClelland 1990 ).
PCR didasarkan pada amplifikasi enzimatik fragmen DNA dengan menggunakan dua oligonuleotida primer yang komplementer dengan ujung 5’ dari kedua untaian sekuens target. Oligonukleotida ini digunakan sebagai primer (primer PCR) untuk memungkinkan DNA template dikopi oleh DNA polimerase. Untuk mendukung terjadinya annealing primer ini pada template pertama kali diperlukan untuk memisahkan DNA substrat melalui pemanasan. Suhu reaksi selanjutnya diturunkan untuk membiarkan terjadinya perpasangan sekuens dan akhirnya reaksi polimerisasi dilakukan oleh DNA polimerase untuk membentuk untaian komplementer (Nasir, 2002).
Marker Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD)
Marka Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD) merupakan suatu teknik untuk mendeteksi polimorfisme urutan nukleotida DNA dengan menggunakan primer tunggal urutan nukleotida (primer oligonukleotida, RAPD), (William et al, 1991 dalam Jonah, 2011). Dalam reaksi ini, satu primer spesies anneal ke DNA genom di dua lokasi yang berbeda pada komplementer untaian DNA template.
(37)
Keuntungan analisis RAPD meliputi:
(i) Menggunakan sedikit DNA sehingga mampu bekerja dengan populasi yang tidak dapat diakses dengan RFLP. Lebih cepat dan efisien dalam analisis pemetaan genetik dan memiliki kepadatan yang tinggi seperti pada banyak spesies tanaman alfafa (Kiss et al, 1993), kacang fabean (Torress et al, 1993) dan apple (Hammat et al, 1994)
(ii) Tidak berhubungan dengan uji radioaktif (Kiss et al,1993) (iii) Tidak membutuhkan penyelidikan spesies spesifik
(iv) Tidak terkait dalam blotting atau hibridisasi.
(v) Sederhana, biaya rendah dan tidak membutuhkan informasi urutan DNA sebelumnya untuk aplikasi
(Stammers M, et al, 1995). Kekurangan penanda RAPD adalah :
(i) polimorfisme diwariskan sebagai karakter dominan atau resesif menyebabkan hilangnya informasi relatif terhadap penanda yang menunjukkan kodominasi .
(ii) Primer relatif singkat, bahkan ketidakcocokan nukleotida tunggal sering dapat mencegah primer dari proses annealing yang menyebabkan hilangnya band.
(iii) Susah dalam pengulangan pada banyak sistem, terutama ketika mentransfer antara populasi atau laboratorium sehingga sering perlu bantuan program penanda seleksi ( Liu et al , 1994).
(38)
Marka Molekuler RAPD pada Tebu (Saccharum spp.)
Tabasum et al., (2010) dalam penelitiannya dengan 40 tebu genotipe termasuk S. officinarum dan S. barberi, menunjukkan bahwa tingkat polimorfisme terdeteksi tinggi dengan menggunakan 30 penanda RAPD, karena lebih dari satu alel yang berbeda dapat di identifikasi oleh setiap penanda sedangkan Hussain. A, (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dari dari 50 primer yang digunakan ternyata primer OPB3, OPB5, OPB8, OPB10, OPB11, OPB14, OPB15, OPB3 tingkat polimorfiknya terdeteksi sebesar 16 %.
Terdapat 20 primer RAPD yang digunakan dalam penelitian Pandey, et al. (2012) dan menghasilkan 110 amplikon dengan rata-rata 5,5 band per primer. Pola Amplifikasi organogenesis langsung mengangkat planlet tebu menggunakan RAPD primer OPA 13. Jumlah fragmen RAPD (110) yang diperoleh dalam penelitian ini sudah cukup untuk mengungkapkan variasi genetik pada tanaman tebu. Polimorfisme dalam profil amplifikasi terdeteksi pada 5 Gy dengan primer OPJ 13 dan 0PJ17 dan perlakuan 200 mM NaCl dengan primer 0PJ18. Band polimorfik merupakan perubahan genetik yang terjadi akibat stres garam dan iradiasi (Asad et.al., 1996)
Penilaian keragaman dan identifikasi plasma nutfah yang ada merupakan komponen penting dari program perbaikan tanaman. Teknik RAPD-PCR telah berhasil digunakan dalam hal ini. Pola amplikasi RAPD-PCR menjelaskan berbagai tingkat polimorfisme antara tiga genotipe tebu. Terdapat 44 fragmen pada tiap genotipe dan penanda yang dikemukakan oleh Ahmed dan Khaled (2008) dengan menggunakan 7 (tujuh) primer yaitu : OPA-01, OPA-04, OPA-07, OPB-07, OPB-10, OPO-10, OPO-14.
(39)
Beberapa primer dengan teknik RAPD yang digunakan Ullah et.al (2013) untuk menganalisa keragaman genetis varietas tebu yang dikonsumsi/dimakan meliputi : OPA-01, OPA-02, OPA-03, OPA-06, OPA-08, OPA-12, OPB-05, OPB-09, OPB-11, OPB-15, OPB-18, OPB-20, 01, 02, 03, OPC-04, OPD-01, OPD-03, OPE-02, OPE-04.
Dari total 40 primer yang digunakan untuk menilai keragaman genetis 17 kultivar tebu hanya 7 primer yang menghasilkan spesifik band. Primer tersebut adalah : OPA-04, OPA-17, OPAB-17, OPC-08, OPA-16, OPG-05, OPG-17 (Kawar et.al., 2009).
(40)
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April – Oktober 2014 di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, sedangkan pengoleksian sampel dilakukan di daerah Sumatera Utara bulan Maret - April 2014 dimana tempat pengambilan sampel dilakukan di beberapa lokasi di wilayah Sumatera Utara yaitu : Kabupaten Deliserdang, Langkat dan Karo.
Bahan dan Alat Di Lapangan
Bahan yang digunakan dalam pengoleksian sampel di lapangan adalah air untuk membersihkan sampel daun dan es untuk menjaga kesegaran daun. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah kantung plastik, karet gelang, kotak ice cooler, tissue, GPS, dan alat-alat tulis.
Di Laboratorium
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah daun yang berasal dari daun klon dan kultivar tebu yang dapat dilihat pada Tabel 1. berikut :
(41)
Tabel 1. Bahan varietas, klon dan kultivar tebu yang digunakan
No Bahan Tanaman Genotype SK
Mentan
Sampel ke..
1. R 579 / Bululawang Kebun T. Jati √ 1 2. PS 861 Kebun T. Jati √ 2 3. PS 863 Kebun T. Jati √ 3 4. PS 921 Kebun T. Jati √ 4 5. PS 881 Kebun T. Jati √ 5 6. PS 951 Kebun T. Jati √ 6 7. GMP 1 Kebun T. Jati √ 7 8. Cenning Kebun T. Jati √ 8 9. Kentung Kebun T. Jati √ 9 10 PSBM 901 Kebun T. Jati √ 10 11. PSCO 902 Kebun T. Jati √ 11 12. VMC 76 - 16 Kebun T. Jati √ 12 13. BZ 134 Hamparan Perak Hamparan Perak - 13
14. BZ 134 Sunggal Sunggal - 14 15. BZ 134 Tanjung Jati Kebun T. Jati - 15 16. Gambas Hamparan Perak Hamparan Perak - 16 17. Gambas Sunggal Sunggal - 17 18. Gambas Stabat Stabat - 18 19. Kuning Hamparan Perak Hamparan Perak - 19 20. Kuning Sunggal Sunggal - 20 21. Kuning Tanjung Jati Kebun T. Jati - 21 22. Gelagah Karo Kabanjahe - 22 23. Gelagah Sunggal Sunggal - 23 24. Gelagah Helvetia Helvetia - 24 25. Merah Binjai Timur Kota Binjai Timur - 25 26. Merah Kabanjahe Kabanjahe - 26 27. Merah Hamparan Perak Hamparan Perak - 27 28. Berastagi Sibolangit Sibolangit - 28 29. Berastagi Berastagi Berastagi - 29 30. Berastagi Kabanjahe Kabanjahe - 30
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nitrogen cair, CTAB (promega H6269), Go Taq (R) Green Master Mix, buffer CTAB, buffer TAE, buffer TE, Kloroform Isoamilalkohol 24:1 (KIAA), NaCl, NaOH, Na-EDTA, HCl p.a, alcohol 100% dan 70%, Isopropanol dingin, aquadest, ß-mercaptoetanol 2%, agarose (promega V3121), primer oligonukleotida (OPA-02, OPA-08, OPB-05, OPB-11, OPB-17, OPC-07, OPC-15, OPD-01, OPD-05, OPE-04, OPH-06, OPH-09 dan OPI-20), apabila primer yang digunakan tidak
(42)
menunjukkan polimorfisme, maka selanjutnya akan dilakukan seleksi primer kembali sampai terbentuk polimorfisme, Master mix (promega M7122), DNA ladder (G210A), kertas tissue.
Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting, timbangan digital, hot plate (Biosan), mortar, centrifuge (eppendorf 5415), vortex, frezer, tabung eppendorf 2.0 ml, 1.5 ml, dan 50 ul, mikropipet ukuran 1-50 µl, 100-500 µl, dan 200-1000 µl, pinset, sarung tangan karet, tip pipet (warna putih, kuning, dan biru), autoklaf, kamera, penangas air (water bath, BIOSAN), oven, pH meter, pengaduk magnetic, alat-alat gelas (gelas ukur, baker glass, Erlenmeyer, dll), UV-transilluminator (UV Tec Cambridge 20 UV), elektroforesis (Power PAC 3000, BIO RAD), PCR (Therma Cycler), Gel-Doc (U Cambridge), power supply.
Pelaksanaan Penelitian
Pengoleksian Sampel
Sampel daun yang digunakan adalah daun yang berasal dari genotip tebu yang berumur 3 – 8 bulan. Tiap genotip tebu diambil langsung dari lapangan. Untuk kultivar tebu kuning diambil dari Sei Semayang, Hamparan perak dan Binjai. Kultivar gelagah diambil dari Helvetia, Kutalimbaru dan Sunggal. Kultivar berastagi diambil dari Kabanjahe, Merek dan Berastagi. Kultivar gambas diambil dari Hamparan Perak, Labuhan Deli dan Stabat. Kultivar tebu merah diambil dari Hamparan Perak, Stabat dan Sunggal. Klon dan varietas tebu yang ada di Sumatera Utara diambil dari lokasi budidaya dan kebun koleksi PTP. Nusantara II yaitu kabupaten Deliserdang dan Langkat. Daun yang diambil sebanyak dua daun dari setiap individu dengan mengambil titik-titik penyebaran individu dengan
(43)
menggunakan GPS. Setelah sampel dikoleksi kemudian dicuci bersih, dilap pakai tissue dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang ditambahkan es batu sebagai pengawet di lapangan. Selanjutnya dibawa ke Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan untuk dilakukan isolasi atau ekstraksi DNA.
Isolasi DNA
Daun tebu yang berasal dari masing – masing klon dan kultivar yang berbeda ditimbang masing-masing 0,2 – 0,3 g. Daun dipotong halus dengan gunting secara melintang. Kemudian daun dimasukkan kedalam mortar untuk digerus. Potongan daun yang ada dalam mortar ditambah nitrogen cair. Daun digerus sampai halus berlawanan arah jarum jam. Kedalam mortar ditambah Polyvinil Polypirolidone (PVPP) 0,1 g, kemudian digerus kembali hingga benar-benar lumat seperti tepung. Hasil gerusan daun dipindahkan kedalam tabung mikro 2 ml, masing-masing tabung diberi tanda sesuai dengan genotip yang digunakan. Ke dalam tube ditambah 1 ml buffer ekstrak CTAB dan 10 µl ß-mercapthoehtanol, kemudian divortex hingga rata 5 – 10 menit.. Tabung tersebut diinkubasi kedalam penangas air bersuhu 650C selama 30 menit, setiap 10 menit tabung dikocok perlahan secara regular. Setelah selesai dipanaskan dimasukkan larutan KIAA 1 ml kedalam tabung. Kemudian tabung divortex lagi hingga homogen. Tabung disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 13.000 rpm.
Bila sentrifugasi berhasil maka supernatant akan terpisah berdasarkan berat jenisnya. Kemudian fase atas dipindahkan ke tabung mikro lain 2 ml dan ditambah larutan KIAA 1 ml, di vortex sampai larutan terlihat seperti kristal dan kembali disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan yang sama. Supernatant
(44)
dipindahkan ke tabung mikro 1.5 ml dan ditambah isopropanol dingin 1 ml. Tabung dikocok perlahan dan diperhatikan adanya benang-benang halus putih yang muncul. Bila benang-benang halus putih sudah tampak jelas disimpan pada suhu 40C selama 30 menit. Setelah 30 menit cairan isopropanol dibuang dan benang-benang halus dalam tabung ditinggalkan lalu dikering anginkan. Kemudian kedalam tabung ditambahkan 100 µl buffer TE dan dispin manual agar terbentuk suspense antara pellet dengan buffer TE (Orozco-Castillo et.al, 1994).
Bila masa inkubasi selesai, ke dalam tabung ditambahkan 1 ml etanol dingin 100% yang berisi suspense DNA dalam buffer TE dan dikocok kembali secara perlahan dan disimpan pada suhu 40C selama 30 menit. Tabung disentrifugasi kembali selama 5 menit pada kecepatan 13.000 rpm. Selanjutnya fase atas dibuang, tabung dikeringanginkan kemudian ditambah 100 µl buffer TE dan pellet DNA disuspensikan ke dalam buffer. Stock DNA yang diperoleh disimpan pada suhu - 200C bila tidak digunakan (Orozco-Castillo et.al, 1994).
Uji Kualitas DNA
Uji kualitas DNA dilakukan dengan elektroforesis metode standar dengan cara memasukkan 5 µl stok DNA ditambah 1 µl loading dye kedalam sumur gel agarose 0.8%.
Sebelum dilakukan elektroforesis disiapkan gel agarose konsentrasi 0,8% (b/v). Agarose ditimbang 1,04 g kemudian dilarutkan kedalam 130 ml buffer TAE 1x. Larutan tersebut dimasukkan kedalam Erlenmeyer kemudian dipanaskan dan diaduk dengan pengaduk magnetik hingga larutan menjadi bening kemudian didinginkan dengan cara dialirkan tabung tersebut pada air yang mengalir.
(45)
Setelah larutan agak dingin (suhu ± 600C), ditambahkan 1 µl etidium bromida, diaduk sambil dipanaskan kembali ± 2 menit dan didinginkan sampai ± 600C kemudian larutan dimasukkan dalam cetakan agar yang telah dipasang sisir pembuat lubang dan dibiarkan memadat selama ± 40 menit. Gel yang telah memadat dimasukkan kedalam elektroforesis dan diberi larutan TAE 1x ± 670 ml (hingga terendam). Contoh DNA yang telah disiapkan dimasukkan kedalam sumur gel. Setelah semua lubang sumur gel berisi selanjutnya dielektroforesis. Running elektroforesis dilakukan pada kondisi 70 volt selama 60 menit. Visualisasi DNA yang telah dielektroforesis dilakukan dengan UV transluminator dan didokumentasikan.
Kualitas DNA dinyatakan baik bila hasil elektroforesis menunjukkan pola pita yang terang dan fokus. Artinya DNA yang dihasilkan cukup solid, utuh dan mempunyai konsentrasi yang tinggi.
Amplifikasi/ Genotyping
Amplifikasi mengikuti prosedur baku analisis RAPD, sesuai prosedur William et al., (1990). Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan beberapa primer acak RAPD polimorfik yang digunakan berasal dari Operon Technologies, Inc. (USA).
Persiapan awal amplifikasi adalah mencairkan komponen untuk running PCR yaitu paket PCR produksi Promega (M7122) dalam kotak berisi pecahan es. Kemudian dibuat larutan master yang terdiri atas : ddH2O 9,5 µl x 31 = 294,5 µl, Go Green Tag 12,5 µl x 31 = 387,5 µl, Primer 1 µl x 31 = 31 µl. Dari tube master mix diambil 23 µl dan dipindahkan ke tube yang lain sebanyak 30 tube untuk PCR dan kedalam tube ditambahkan masing-masing DNA sebanyak 2 µl. Kemudian
(46)
tabung dispin manual. Tabung berisi stok DNA dan campuran master dimasukkan dalam blok sampel di mesin PCR dengan annealing 37 0 C. Reaksi amplifikasi Gene Amp PCR Applied Biosystems di desain waktu, suhu, dan jumlah siklus termal 45 kali (3 jam 51 menit). Proses amplifikasi PCR dapat dilihat pada tabel 2.
Setelah reaksi PCR selesai DNA hasil amplifikasi disimpan dalam suhu 40C bila sedang tidak digunakan.
Tabel 2. Proses amplifikasi PCR
No Tahapan Suhu Waktu Jumlah Siklus 1 Denaturasi awal 940C 2 menit 1
2 Denaturasi 940C 1 menit 45
3 Annealing 370C 1 menit 45
4 Ekstension 720C 2 menit 45 5 Ekstension akhir 720C 10 menit 1 6 Kondisi akhir PCR 40C Tak terbatas 1 (Setiyo, 2001)
Bila tidak ditemukan band DNA yang jelas/terang maka akan dicobakan optimasi proses amplifikasi PCR kembali terutama dalam waktu denaturasi awal sampai dengan ekstension akhir. Pada penelitian ini dilakukan optimasi pengenceran stok DNA dengan perbandingan 1 : 3 dimana 1 µl stok DNA dan 3 µl ddH2O.
Elektroforesis
Sebelum dilakukan elektroforesis disiapkan gel agarose konsentrasi 1,5% (b/v). Agarose ditimbang 1,525 g kemudian dilarutkan dengan menambahkan 35 ml buffer TAE 1x. . Larutan tersebut dimasukkan kedalam Erlenmeyer kemudian dipanaskan dan diaduk dengan pengaduk magnetik hingga larutan menjadi bening
(47)
kemudian didinginkan dengan cara dialirkan tabung tersebut pada air yang mengalir.
Setelah larutan agak dingin (suhu ± 600C), ditambahkan 1 µl etidium bromida, diaduk sambil dipanaskan kembali ± 2 menit dan didinginkan sampai ± 600C kemudian larutan dimasukkan dalam cetakan agar yang telah dipasang sisir pembuat lubang dan dibiarkan memadat selama ± 40 menit. Gel yang telah memadat dimasukkan kedalam elektroforesis dan diberi larutan TAE 1x ± 670 ml (hingga terendam). Hasil running PCR dimasukkan kedalam sumur gel masing-masing 8 µl. Setelah semua lubang sumur gel berisi selanjutnya dimasukkan marker 5 µl ditambah loading dye 1 µl kedalam sumur gel terakhir kemudian dielektroforesis. Running elektroforesis dilakukan pada kondisi 70 volt selama 80 menit. Visualisasi DNA yang telah di elektroforesis dilakukan dengan UV transluminator dengan cara meletakkan gel pada UV transluminator dan jika pita/ band molekul DNA kelihatan terang maka didokumentasikan.
Analisis Data
Penentuan Skoring Marka RAPD
RAPD merupakan marker dominan sehingga sulit dibedakan antara individu homozigot dan heterozigot dominan. Untuk menentukan keragaman genetik, produk PCR-RAPD diskoring berdasarkan muncul tidaknya pita DNA. Pita yang muncul pada gel diasumsikan sebagai alel RAPD. Berdasarkan ada atau tidaknya pita, profil pita diterjemahkan kedalam data biner. Pita yang muncul diberi kode l (ada) dan 0 (tidak ada).
(48)
Penentuan Ukuran Pasangan Basa
Matriks ketidaksamaan (
dissimilarity
) tiap kombinasi pasangan dihitung
berdasarkan
Dissmilarity Index Simple Matching
pada bootsraps 1000, sesuai
rumus :
djj =1-
∑
dengan
djj
ketidaksamaan antara i dan j, L jumlah lokus,
π
merupakan tingkat
ploidi dan m1 merupakan jumlah alel yang umum diantara I dan j untuk lokus l.
Matriks jarak atau ketidaksamaan genetik untuk semua kombinasi pasangan
individu dapat dilakukan dengan dua tipe analisis deskriptif dari keragaman : (i)
Principal Coordinates Analysis
(PCoA), suatu jenis analisis faktorial pada tabel
ketidaksamaan untuk mendapatkan group origin utama, dan (ii)
Neighbour-Joining Tree
(NJtree) berdasarkan Saitou dan Nei (1978) untuk memperoleh
gambaran dari kekerabatan diantara individu-individu. Perhitungan dan analisis
deskriptif ini menggunakan software DARwin5.05 (Perrier dan
Jacquemoundd-Collet, 2009).
PIC
(Polymorphic Information Content)
Untuk menentukan tingkat keinformatifan primer, dilakukan
penghitunganPolymorphic Information Content (PIC). PIC dihitung dengan rumus
PIC
i
= 2
fi
(1 -
fi
), dimana PIC
i
adalah PIC dari penanda i,
fi
merupakan frekuensi
pita yangmuncul, dan (1 -
fi
) merupakan frekuensi pita yang tidak muncul. Nilai
PIC untuk pita penanda dominan seperti penanda RAPD adalah 0.5 untuk
fi =
0.5
(Zhang
et al,
2013).
(49)
Uji Kuali
Uj
running e
tersebut da
Ha
yang teba
sehingga d
Gambar 6. P
Sa
CTAB ya
nitrogen c
tas DNA
i kualitas
electrophore
apat dilihat
asil pengam
al dan men
dapat dianal
Profil kualita 579/BL; 2.P 9.Kentung; Perak; 14.B Sunggal; 18 T.Jati; 22.G Binjai Tim 29.Berastagampel yang
ang dimodi
cair pada sa
HASIL
DNA yang
esis
pada g
pada Gamb
matan kualita
nunjukkan
lisa dengan
s DNA genot PS 861; 3.PS 10.PSBM 90 BZ 134 Sung 8.Gambas Sta Gelagah Kar mur; 26.Mera
gi Berastagi; 3
diuji adalah
ifikasi deng
aat proses p
L DAN PEM
Hasil
g menggun
gel agarose
bar 6.
as DNA pad
bahwa pad
menggunak
tip tebu deng 863; 4.PS 92 01; 11.PSCO ggal; 15.BZ abat; 19. Kuni ro; 23.Gelaga ah K.Jahe; 2 30.Berastagi K
h sebanyak
gan penggu
penggerusan
MBAHASA
l
nakan nitrog
e 0.8%. Ha
da Gambar 6
da pita ter
kan PCR.
gan gel agaro 21; 5.PS 881; 902; 12.VM 134 T.Jati; 1 ing H.Perak; ah Sunggal; 27.Merah H.P Kabanjahe.
k 30 (tiga pu
unaan
β
-me
n (Toruan d
AN
gen cair d
asil
running
6. memperl
rsebut terda
ose sebesar 0. 6.PS 951; 7. MC 76-16; 13 16.Gambas H
20. Kuning S 24.Gelagah H Perak; 28.Be
uluh) meng
ercaptoetha
dan Hutabar
dinilai dari
g electropho
ihatkan pol
apat DNA
.8 % dimana GMP 1; 8.Ce .BZ 134 Ham H.Perak; 17.G
Sunggal; 21. K Helvetia; 25. erastagi Sibo
ggunakan m
anol, PVPP
rat, 1997).
hasil
oresis
a pita
tebu
: 1. R enning; mparan Gambas Kuning Merah olangit;
metode
P
dan
Dari
(50)
hasil gel agarose 0.8 % diperoleh 30 DNA tanaman tebu yang dapat digunakan
dalam proses PCR.
Profil Pita DNA Hasil Amplifikasi PCR
Hasil screening terhadap 13 primer menunjukkan bahwa hanya 10 primer
yang memberikan hasil yang polimorfik pada tanamantebu
(Saccharum spp.).
Primer-primer lain yang diujikan adalah OPB-05, OPD-01, OPH-09 (sampel tidak
teramplifikasi semua). Dari hasil uji coba didapatkan masing-masing primer
(OPA-02, OPA-08, OPB-11, OPB-17,OPC-07, OPC-15, OPD-05, OPE-04,
OPH-06, OPI-20) menunjukkan adanya pita-pita dengan ukuran yang bervariasi dan
pita polimorfik. Profil pita-pita yang dihasilkan dari ke-10 (sepuluh) primer yang
telah diuji, dapat digunakan untuk tujuan analisis variasi genetik dan
kekerabatantebu
(Saccharum spp.)
karena pita-pita yang dihasilkan cukup jelas
(Gambar 6). Penggunaan teknik RAPD sebagai penanda molekuler pada
penelitian ini, memperlihatkan polimorfisme yang cukup besar. Dari ke-10
(sepuluh) primer yang digunakan, semuanya menunjukkan polimorfisme lebih
dari 70% (Tabel 5).
Tingginya polimorfisme pita pada penelitian ini menunjukkan tingginya
keragaman genetik pada tanaman tebu
(Saccharum spp.)
yang diamati. Menurut
Lynch dan Milligan (1994), secara umum, RAPD dapat memberikan data
berharga tentang variasi genetik di dalam dan antara populasi spesies, mengingat
data diperlakukan secara benar. Berikut urutan primer yang digunakan dan hasil
amplifikasinya dapat dilihat pada Tabel 3. berikut.
(51)
Tabel 3. Urutan primer dan hasil amplifikasi
Primer Sequence Primer
(5’ – 3’)
Band Size (bp)
Total Pita
Pita Polimorfik
Rasio Polimorfik
(%)
PIC
OPA-02 TGCCGAGCTG 695-1766 5 5 100 0.343
OPA-08 GTGACGTAGG 479-2065 9 9 100 0.278
OPB-11 GTAGACCCGT 308-1739 8 8 100 0.255
OPB-17 AGGGAACGAG 612-1130 5 4 80 0.430
OPC-07 GTCCCGACGA 647-2273 6 6 100 0.352
OPC-15 GACGGATCAG 443-1839 8 8 100 0.330
OPD-05 TGAGCGGACA 647-1635 4 4 100 0.500
OPE-04 GTGACATGCC 560-2080 5 5 100 0.500
OPH-06 ACGCATCGCA 430-2326 7 6 85.71 0.500
OP1-20 AAAGTGCGGG 218-2931 7 6 85.71 0.434
Total - - 64 61 951.42 3.922
Rataan - - 6.4 6.1 95.142 0.392
Ket. PIC =
Polymorphic information content
Ukuran pita hasil amplifikasi bekisar antara 218-2931 bp dengan 4 – 9 pita
per primer. Total pita polimorfik dengan RAPD adalah 64 yang berasal dari 10
primer dengan rataan 6.4 pita per primer. Persentase polimorfik bervariasi antara
85.71 % sampai 100% dengan rataan sebesar 95.14 % untuk setiap primer. Dari
hasil menunjukkan bahwa tanaman tebu memiliki tingkat keragaman genetis yang
tinggi dan variasi genetis yang berlimpah. Nilai PIC dari tiap primer bervariasi
dari 0,255 (OPB – 11) sampai 0,500 (OPD-05, OPE 04 dan OPH-06) dengan rata
– rata 0.392.
Amplifikasi primer OPA-02 menghasilkan 5 fragmen DNA dan 5 pita
polimorfis dengankisaran ukuran 695-1766 bp. Semua fragmen(100 %) adalah
polimorfis (Gambar 7).
(52)
Gambar 7. Profil PCR primer OPA-02 dengan marker (DNA ladder 1 kb Amresco). Lajur paling kiri adalah marker dan angka secara berurutan adalah tanaman tebu 1. R 579/BL; 2.PS 861; 3.PS 863; 4.PS 921; 5.PS 881; 6.PS 951; 7. GMP 1; 8.Cenning; 9.Kentung; 10.PSBM 901; 11.PSCO 902; 12.VMC 76-16; 13.BZ 134 Hamparan Perak; 14.BZ 134 Sunggal; 15.BZ 134 T.Jati; 16.Gambas H.Perak; 17.Gambas Sunggal; 18.Gambas Stabat; 19. Kuning H.Perak; 20. Kuning Sunggal; 21. Kuning T.Jati; 22.Gelagah Karo; 23.Gelagah Sunggal; 24.Gelagah Helvetia; 25.Merah Binjai Timur; 26.Merah K.Jahe; 27.Merah H.Perak; 28.Berastagi Sibolangit; 29.Berastagi Berastagi; 30.Berastagi Kabanjahe.
Amplifikasi primer OPA-08 menghasilkan 9 fragmen DNA dan 9 pita
polimorfis dengan kisaran ukuran 479-2065 bp. Semua fragmen(100 %) adalah
polimorfis (Gambar 8).
Gambar 8. Profil PCR primer OPA-08 dengan marker (DNA ladder 1 kb Amresco). Lajur paling kiri adalah marker dan angka secara berurutan adalah tanaman tebu 1. R 579/BL; 2.PS 861; 3.PS 863; 4.PS 921; 5.PS 881; 6.PS 951; 7. GMP 1; 8.Cenning; 9.Kentung; 10.PSBM 901; 11.PSCO 902; 12.VMC 76-16; 13.BZ 134 Hamparan Perak; 14.BZ 134 Sunggal; 15.BZ 134 T.Jati; 16.Gambas H.Perak; 17.Gambas Sunggal; 18.Gambas Stabat; 19. Kuning H.Perak; 20. Kuning Sunggal; 21. Kuning T.Jati; 22.Gelagah Karo; 23.Gelagah Sunggal; 24.Gelagah Helvetia; 25.Merah Binjai Timur; 26.Merah K.Jahe; 27.Merah H.Perak; 28.Berastagi Sibolangit; 29.Berastagi Berastagi; 30.Berastagi Kabanjahe
1500 2000 2500 3000 4000 5000 6000 8000 10000
500 1000
1500 2000 2500 3000 4000 5000 6000 8000 10000
500 1000
(53)
Amplifikasi primer OPB-11 menghasilkan 8 fragmen DNA dan 8 pita
polimorfis dengan kisaran ukuran 308 – 1739 bp. Semua fragmen(100 %) adalah
polimorfis (Gambar 9).
Gambar 9. Profil PCR primer OPB-11 dengan marker (DNA ladder 1 kb Amresco). Lajur paling kiri adalah marker dan angka secara berurutan adalah tanaman tebu 1. R 579/BL; 2.PS 861; 3.PS 863; 4.PS 921; 5.PS 881; 6.PS 951; 7. GMP 1; 8.Cenning; 9.Kentung; 10.PSBM 901; 11.PSCO 902; 12.VMC 76-16; 13.BZ 134 Hamparan Perak; 14.BZ 134 Sunggal; 15.BZ 134 T.Jati; 16.Gambas H.Perak; 17.Gambas Sunggal; 18.Gambas Stabat; 19. Kuning H.Perak; 20. Kuning Sunggal; 21. Kuning T.Jati; 22.Gelagah Karo; 23.Gelagah Sunggal; 24.Gelagah Helvetia; 25.Merah Binjai Timur; 26.Merah K.Jahe; 27.Merah H.Perak; 28.Berastagi Sibolangit; 29.Berastagi Berastagi; 30.Berastagi Kabanjahe
Amplifikasi primer OPB-17 menghasilkan 5 fragmen DNA dan 4 pita
polimorfis dengan kisaran ukuran 612 – 1130 bp. Semua fragmen(80 %) adalah
polimorfis (Gambar 10).
Gambar 10. Profil PCR primer OPB-17 dengan marker (DNA ladder 1 kb Amresco). Lajur paling kiri adalah marker dan angka secara berurutan adalah tanaman tebu 1. R 579/BL; 2.PS 861; 3.PS 863; 4.PS 921; 5.PS 881; 6.PS 951; 7. GMP 1; 8.Cenning; 9.Kentung; 10.PSBM 901; 11.PSCO 902; 12.VMC 76-16; 13.BZ 134 Hamparan Perak; 14.BZ 134 Sunggal; 15.BZ 134 T.Jati; 16.Gambas H.Perak; 17.Gambas Sunggal; 18.Gambas Stabat; 19. Kuning H.Perak; 20. Kuning Sunggal; 21. Kuning T.Jati; 22.Gelagah Karo; 23.Gelagah Sunggal; 24.Gelagah Helvetia; 25.Merah Binjai Timur; 26.Merah K.Jahe; 27.Merah H.Perak; 28.Berastagi Sibolangit; 29.Berastagi Berastagi; 30.Berastagi Kabanjahe
1500 2000 2500 30004000 50006000 800010000
500 1000
1500 2000 2500 3000 4000 5000 6000 8000 10000
500 1000
(54)
Amplifikasi primer OPC-07 menghasilkan 6 fragmen DNA dan 6 pita
polimorfis dengankisaran ukuran 647-2273 bp. Semua fragmen(100 %) adalah
polimorfis (Gambar 11).
Gambar 11. Profil PCR primer OPC-07 dengan marker (DNA ladder 1 kb Amresco). Lajur paling kiri adalah marker dan angka secara berurutan adalah tanaman tebu 1. R 579/BL; 2.PS 861; 3.PS 863; 4.PS 921; 5.PS 881; 6.PS 951; 7. GMP 1; 8.Cenning; 9.Kentung; 10.PSBM 901; 11.PSCO 902; 12.VMC 76-16; 13.BZ 134 Hamparan Perak; 14.BZ 134 Sunggal; 15.BZ 134 T.Jati; 16.Gambas H.Perak; 17.Gambas Sunggal; 18.Gambas Stabat; 19. Kuning H.Perak; 20. Kuning Sunggal; 21. Kuning T.Jati; 22.Gelagah Karo; 23.Gelagah Sunggal; 24.Gelagah Helvetia; 25.Merah Binjai Timur; 26.Merah K.Jahe; 27.Merah H.Perak; 28.Berastagi Sibolangit; 29.Berastagi Berastagi; 30.Berastagi Kabanjahe.
Amplifikasi primer OPC-15 menghasilkan 8 fragmen DNA dan 8 pita
polimorfis dengankisaran ukuran 443-1839 bp. Semua fragmen(100 %) adalah
polimorfis (Gambar 12).
Gambar 12. Profil PCR primer OPC-15 dengan marker (DNA ladder 1 kb Amresco). Lajur paling kiri adalah marker dan angka secara berurutan adalah tanaman tebu 1. R 579/BL; 2.PS 861; 3.PS 863; 4.PS 921; 5.PS 881; 6.PS 951; 7. GMP 1; 8.Cenning; 9.Kentung; 10.PSBM 901; 11.PSCO 902; 12.VMC 76-16; 13.BZ 134 Hamparan Perak; 14.BZ 134 Sunggal; 15.BZ 134 T.Jati; 16.Gambas H.Perak; 17.Gambas Sunggal; 18.Gambas Stabat; 19. Kuning H.Perak; 20. Kuning Sunggal; 21. Kuning T.Jati; 22.Gelagah Karo; 23.Gelagah Sunggal; 24.Gelagah Helvetia; 25.Merah Binjai Timur; 26.Merah K.Jahe; 27.Merah H.Perak; 28.Berastagi Sibolangit; 29.Berastagi Berastagi; 30.Berastagi Kabanjahe.
1500 2000 2500 30004000 50006000 8000 10000
500 1000
1500 2000 2500 3000 4000 5000 6000 8000 10000
500 1000
(55)
Amplifikasi primer OPD-05 menghasilkan 4 fragmen DNA dan 4 pita
polimorfis dengankisaran ukuran 647-1635 bp. Semua fragmen(100 %) adalah
polimorfis (Gambar 13).
Gambar 13. Profil PCR primer OPD-05 dengan marker (DNA ladder 1 kb Amresco). Lajur paling kiri adalah marker dan angka secara berurutan adalah tanaman tebu 1. R 579/BL; 2.PS 861; 3.PS 863; 4.PS 921; 5.PS 881; 6.PS 951; 7. GMP 1; 8.Cenning; 9.Kentung; 10.PSBM 901; 11.PSCO 902; 12.VMC 76-16; 13.BZ 134 Hamparan Perak; 14.BZ 134 Sunggal; 15.BZ 134 T.Jati; 16.Gambas H.Perak; 17.Gambas Sunggal; 18.Gambas Stabat; 19. Kuning H.Perak; 20. Kuning Sunggal; 21. Kuning T.Jati; 22.Gelagah Karo; 23.Gelagah Sunggal; 24.Gelagah Helvetia; 25.Merah Binjai Timur; 26.Merah K.Jahe; 27.Merah H.Perak; 28.Berastagi Sibolangit; 29.Berastagi Berastagi; 30.Berastagi Kabanjahe.
Amplifikasi primer OPE-04 menghasilkan 5 fragmen DNA dan 5 pita
polimorfis dengankisaran ukuran 560-2080 bp. Semua fragmen(100 %) adalah
polimorfis (Gambar 14).
Gambar 14. Profil PCR primer OPE-04 dengan marker (DNA ladder 1 kb Amresco). Lajur paling kiri adalah marker dan angka secara berurutan adalah tanaman tebu 1. R 579/BL; 2.PS 861; 3.PS 863; 4.PS 921; 5.PS 881; 6.PS 951; 7. GMP 1; 8.Cenning; 9.Kentung; 10.PSBM 901; 11.PSCO 902; 12.VMC 76-16; 13.BZ 134 Hamparan Perak; 14.BZ 134 Sunggal; 15.BZ 134 T.Jati; 16.Gambas H.Perak; 17.Gambas Sunggal; 18.Gambas Stabat; 19. Kuning H.Perak; 20. Kuning Sunggal; 21. Kuning T.Jati; 22.Gelagah Karo; 23.Gelagah Sunggal; 24.Gelagah Helvetia; 25.Merah Binjai Timur; 26.Merah K.Jahe; 27.Merah H.Perak; 28.Berastagi Sibolangit; 29.Berastagi Berastagi; 30.Berastagi Kabanjahe.
1500 2000 2500 3000 4000 5000 6000 8000 10000
500 1000
1500 20002500 30004000 50006000 8000 10000
500 1000
(56)
Amplifikasi primer OPH-06 menghasilkan 7 fragmen DNA dan 6 pita
polimorfis dengankisaran ukuran 430-2326 bp. Fragmen DNA polimorfis yang
didapat adalah sebesar (85.71%) (Gambar 15).
Gambar 15. Profil PCR primer OPH-06 dengan marker (DNA ladder 1 kb Amresco). Lajur paling kiri adalah marker dan angka secara berurutan adalah tanaman tebu 1. R 579/BL; 2.PS 861; 3.PS 863; 4.PS 921; 5.PS 881; 6.PS 951; 7. GMP 1; 8.Cenning; 9.Kentung; 10.PSBM 901; 11.PSCO 902; 12.VMC 76-16; 13.BZ 134 Hamparan Perak; 14.BZ 134 Sunggal; 15.BZ 134 T.Jati; 16.Gambas H.Perak; 17.Gambas Sunggal; 18.Gambas Stabat; 19. Kuning H.Perak; 20. Kuning Sunggal; 21. Kuning T.Jati; 22.Gelagah Karo; 23.Gelagah Sunggal; 24.Gelagah Helvetia; 25.Merah Binjai Timur; 26.Merah K.Jahe; 27.Merah H.Perak; 28.Berastagi Sibolangit; 29.Berastagi Berastagi; 30.Berastagi Kabanjahe.
Amplifikasi primer OPI-20 menghasilkan 7 fragmen DNA dan 6 pita
polimorfis dengankisaran ukuran 218-2931 bp. Fragmen DNA polimorfis yang
didapat adalah sebesar (85.71%) (Gambar 16).
Gambar 16. Profil PCR primer OPI-20 dengan marker (DNA ladder 1 kb Amresco). Lajur paling kiri adalah marker dan angka secara berurutan adalah tanaman tebu 1. R 579/BL; 2.PS 861; 3.PS 863; 4.PS 921; 5.PS 881; 6.PS 951; 7. GMP 1; 8.Cenning; 9.Kentung; 10.PSBM 901; 11.PSCO 902; 12.VMC 76-16; 13.BZ 134 Hamparan Perak; 14.BZ 134 Sunggal; 15.BZ 134 T.Jati; 16.Gambas H.Perak; 17.Gambas Sunggal; 18.Gambas Stabat; 19. Kuning H.Perak; 20. Kuning Sunggal; 21. Kuning T.Jati; 22.Gelagah Karo; 23.Gelagah Sunggal; 24.Gelagah Helvetia; 25.Merah Binjai Timur; 26.Merah K.Jahe; 27.Merah H.Perak; 28.Berastagi Sibolangit; 29.Berastagi Berastagi; 30.Berastagi Kabanjahe.
1500 20002500 30004000 50006000 8000 10000
500 1000
1500 2000 2500 30004000 50006000 8000 10000
500 1000
(57)
Analisis Hubungan Keragaman dan Kekerabatan Tebu
(Saccharum spp.)
Berdasarkan profil pita DNA hasil amplifikasi menggunakan sepuluh
primer,ditentukan matrik ketidaksamaan untuk menentukan hubungan
kekerabatan 30 tanaman tebu. Masing – masing genotip membentuk kelompok
denganjarak genetik tertentu. Jarak genetik menunjukkan dekat atau tidaknya
hubungankekerabatan dari genotip – genotip yang diamati.
Jarak matriks dengan Dice yang didapat dengan penggunaan software
DARwin menunjukkan bahwa kisaran indeks jarak genetis dari 0.0625 hingga
0.7778. Nilai jarak genetis yang tertinggi adalah 0.7778 ditemukan pada aksesi
tebu Cenning dan tebu Berastagi Berastagi yang berarti merupakan jarak terjauh.
Sedangkan nilai terendah adalah 0.0625 ditemukan pada tanaman tebu BZ
134Tanjung Jati dan tebu BZ 134 Hamparan Perak yang menunjukkan hubungan
genetis terdekat diantara 30 aksesi yang diuji.
Jarak matiks berdasarkan Dice secara grafik dapat dilihat pada Dendogram
menggunakan metode
Neighbour Joining
(Gambar 17). Dari hasil dendogram
menunjukkan 30 tanaman tebu dibagi dalam tiga kelompok (I,II dan III) dan
masing
–
masing kelompok terdiri atas dua subkelompok (A dan B) yang berada
pada jarak genetik 0.065 – 0.7778.Subkelompok IA terdiri atasPS 951, R 579/BL,
PS 863, PS 861, PS 881, PS 921, Kentung, Cenning yang membentuk kelompok
dengan tebu GMP 1.SubkelompokIB terdiri atas tebu PSBM 901. Sub kelompok
IIA terdiri atas tebu Merah Binjai Timur, Gelagah Helvetia, Gelagah Sunggal,
Gelagah Karo, Kuning Tanjung Jati, Gambas Sunggal yang membentuk kelompok
dengan tebu Berastagi Kabanjahe, Berastagi Berastagi, Berastagi Sibolangit,
Merah Hamparan Perak dan Merah Kabanjahe.
(58)
Sub kelompok IIB terdiri atas tebu Gambas Stabat, Gambas Hamparan
Perak, Kuning Sunggal yang membentuk kelompok dengan tebu dan Kuning
Hamparan Perak
Kelompok IIIAterdiri atas tebu BZ 134 Sunggal, BZ 134 Hamparan Perak
yang membentuk kelompok dengan tebu BZ 134 T. Jati. Kelompok III B terdiri
atas tebu VMC 76-16 dan tebu PSCO 902.
Gambar 17. Dendrogram 30 tanaman tebu hasil analisis kelompok berdasarkan pola pita
DNA dari sepuluh marka RAPD. Angka –angka pada garpu merupakan persentase tingkat kepercayaan pengelompokan dengan analisis bootstrap 1000 kali dengan program DARwin.
Gambar 18. menunjukkan persentase keragaman genetikberdasarkan PcoA
(faktor analisis)diperoleh nilai aksis 1 sebesar 28,31 % sedangkan pada aksis 2
1
2
(59)
sebesar 14,47 % dengan total sebesar 42,78 %. Dari data PcoA dapat dilihat
bahwa keragaman genetik dari 30 aksesi tanaman tebu adalah sebesar 57.22 %.
Sebaran dari genotip dapat dilihat pada tiap aksis (gambar 18).
Gambar 18. Faktorial analisis (Principal Coordinate Analysis) aksis 1 (horizontal) dan aksis 2 (vertikal) dengan 10 marka RAPD
(60)
Gambar 19. menunjukkan profil pohon filogenetik berdasarkan analisis
pengelompokan WPGMA (
Weighted Pair-Group Method with Arithmetic
)
menggunakan metode
Matrix Dissimilarity Simple Matching
untuk30 aksesi tebu
dengan 10 marka RAPD. Dari hasil perhitungan koefisien ketidaksamaan genetik
memperlihatkan bahwa 30 aksesi tebu tersebut terbagi atas 3 group. Group 1
merupakan varietas tebu yang telah dilepas oleh Kementan (10 aksesi). Group 2
merupakan tebu lokal dan tipe liar (15 aksesi). Group 3 merupakan tebu yang
berasal dari klon (3 aksesi) dan varietas tebu yang telah dilepas Kementan (2
aksesi).
Gambar 19. Profil Radial Neighbour-Joining dari 30 Aksesi Tebu yang berasal dari
Varietas, Tebu lokal, Tipe liar dan Klon di Daerah Sumatera Utara yang
Dianalisis Berdasarkan Matrix Dissimilarity Simple Matching
2A
3A
1B
2B
1A
(61)
Pembahasan
Teknik RAPD telah berhasil digunakan dalam penelitian keragaman
genetis pada beberapa tanaman tebu
(Saccharum spp.)
karena merupakan teknik
yang sederhana, berbiaya rendah dan tidak membutuhkan informasi urutan DNA
sebelumnya dalam aplikasi (Stammers,
et al
, 1995). Kendala yang ditemukan
dalam RAPD ini adalah rendahnya reproduksi (stabilitas) sehingga pemecahannya
membutuhkan kualitas sampel DNA yang tinggi.
Nilai PIC pada 10 primer yang digunakan dalam penelitian ini berkisar
antara 0.255-0.500 dimana bahwa nilai PIC untuk dominan marker seperti marka
RAPD memiliki nilai maksimum sebesar 0.5 (
f
i= 0.5)
. Hal ini menunjukkan
bahwa kesepuluh primer yang digunakan dapat memberikan informasi genetis
terhadap 30 aksesi tanaman tebu (Zhang
et al,
2013).
Berdasarkan cluster dendogram (gambar 17 dan 19.) menunjukkan bahwa
analisis tersebut memperlihatkan populasi tebu mengelompok menjadi satu group
(IA dan IB) berdasarkan bahan materi genetik yaitu varietas. Pada cluster I ini
terdiri dari dua sub group dimana sub group IA terdiri dari tebu PS 951, R
579/BL, PS 863, tebu PS 881, PS 921, PS 861, Kentung, Cenning dan GMP 1.
Sedangkan sub group IBterdiri dari tebu PSBM 901. Pada sub group IA varietas
PS 951 kekerabatannya lebih dekat dengan varietas R 579 dikarenakan varietas PS
951 merupakan tanaman hasil persilangan antara tebu seri BR 913 x PS 60
(lampiran 4.) sedangkan tebu varietas R 579/BL merupakan nama baru untuk tebu
seri BR (nama lama varietas R 579/BL sebelum dilepas Mentan). Varietas PSBM
901 memiliki kekerabatan yang jauh dengan varietas R 579/BL dikarenakan
berdasarkan sejarah persilangannya varietas PSBM 901 merupakan persilangan
(1)
12. Deskripsi Tebu Varietas VMC 76 - 16
SK Pelepasan
Nomor : - Tanggal : -
Asal persilangan
: VMC 76-16 berasal dari Philippina hasil pertukaran varietas pada CFC/ISO/20Project
Sifat-sifat morfologis 1. Batang
Bentuk ruas batang : Ruas tersusun agak berbiku dan silindris Warna batang : kuning keunguan bila terlindung matahari, dan
menjadi merah keunguan setelah terpapar matahari
Lapisan lilin : ada, tipis tidak mempengaruhi warna Teras dan lubang : Masif, berlubang kecil
Alur mata : sempit tidak sampai tengah ruas
2. Daun
Warna daun : hijau Ukuran daun : sedang
Lengkung daun : melengkung kurang dari ½ panjang daun Telinga daun : ada, sedang, kedudukan serong
Bulu bidang
punggung :
ada, sedikit, kurang dari ¼ lebar pelepah, kedudukan rebah
Segitiga daun : berwarna hijau keunguan
3. Mata
Letak mata : pada pangkal pelepah
Bentuk mata : bulat telur, bagian terlebar pada tengah mata Sayap mata : berukuran sama lebar, dengan tepi sayap bergerigi Ukuran mata : besar
Rambut jambul : tidak ada Pusat tumbuh di puncak mata
Sifat-sifat agronomis 1. Pertumbuhan
Perkecambahan : Cepat Kerapatan Batang : sedang Diameter batang : sedang
(2)
2. Potensi Hasil
Hasil tebu (ku/ha) : 1.105 ± 182 Rendemen (%) : 10,02 ± 0,52 Hablur gula (ku/ha) : 89,27 ± 19,90
3. Ketahanan Hama dan Penyakit
Toleran hama penggerek pucuk dan penggerek batang.
Tahan terhadap penyakit-penyakit mosaik, blendok dan pokkahboeng Tahan terhadap penyakit luka api.
4. Kesesuaian Lokasi
Cocok dikembangkan pada tipologi lahan sawah dan tegalan beriklim C2 dan D3(Oldeman) dengan jenis tanah Aluvial dan Grumosol..
(3)
13. Deskripsi Tebu Varietas BZ 134
1. SIFAT-SIFAT MORFOLOGIS 1.1Daun
Helai daun : Warna daun hijau-kuning dengan ukuran sedang. Kedudukan daun hampir tegak dengan ujung-ujung daun melengkung kurang dari ¼ panjang helai daunnya
Pelepah Daun
: Telinga daun, telinga daun sebelah dalam ada dengan pertumbuhan yang kuat dan berkedudukan tegak hampir serong. Telinga daun sebelah luar terdapat pula dengan pertumbuhan yang lemah serta tegak.
Bidang punggung, terdapat bulu-bulu bidang punggung pelepah daun yang panjangnya lebih kurang 3 mm, pertumbuhannya lebar, lebat dan tidak sampai ke puncak pelepah daun. Bulu-bulu tersebut berdiri
1.2Batang
Ruas : Sifat-sifat umum, ruas-ruas tersusun lurus, bentuk kelos hampir konis dengan penampang melintang ruas yang bulat. Warna ruas hijau ungu agak kemerahan, dengan lapisan lilin yang tebal. Besar ruas termasuk sedang dengan panjang ruas yang sedang pula.
Alur mata, tidak terdapat dan kalau ada pertumbuhannya sempit, pendek dan dangkal.
(4)
puncak mata, kadang-kadang melingkar mendatar diatas puncak mata.
Cincin akar, berwarna hijau kekuningan, berbentuk konis terbalik sampai silindris. Mata akar terdiri dari 2-3 baris, barisan atas tidak melampaui puncak mata.
1.3 Mata : Sifat-sifat umum, mata duduk pada bekas pangkal pelepah daun, bentuk mata pada umumnya belah ketupat dengan bagian terlebar ditengah-tengah mata. Pusat tumbuh terletak diatas tengah-tengah mata.
Sayap mata, berpangkal dibawah tengah samping mata, ukuran sayap sama lebarnya dengan tepi sayap mata rata
Rambut mata, terdapat rambut tepi basal-mata berupa pita yang lebarnya kurang dari 1 mm, sedang rambut jambul tidak ada
2. SIFAT-SIFAT AGRONOMIS 2.1Pertumbuhan
2.1.1 Kecepatan Tumbuh
Jenis ini mempunyai kecepatan pertumbuhan sejak awal hingga akhir lebih baik dari POJ 3016 dan POJ 3067
Pengukuran tinggi batang yang dilakukan menjelang tebang menunjukkan bahwa F 156 mencapai 3.96 m, sedang POJ 3016: 2.34 m dan POJ 3067: 2.93 m
(5)
2.1.2 Jumlah batang
Hitungan batang yang dapat dihimpun, tercatat F 156 mempunyai batang sebanyak ± 48.986 batang/ha, sedang POJ 3016: ± 55.199 batang/ha dan POJ 3067: ± 58.812 batang/ha
2.1.3 Berat per meter
Tercatat ± 0.64 kg, sedang POJ 3016: 0.67 kg, POJ 3067: 0.53 kg
2.1.4 Pembungaan
F 156 termasuk jenis yang berbunga lebat dengan persentase 78.2% sedang POJ 3067: 10.6%
2.2Produksi
2.2.1 Berat Tebu
Jenis ini menghasilkan tebu kurang lebih sama dengan POJ 3016, tetapi mungkin lebih rendah dari pada POJ 3067. Dalam percobaan, jenis ini menghasilkan tebu 761 kw/ha, sedangkan POJ 3016: 686 kw/ha dan POJ 3067: 919 kw/ha
2.2.2 Rendemen
Jenis ini mempunyai rendemen mungkin lebih rendah dari pada POJ 3016 dan kurang lebih sama dengan POJ 3067. Dalam percobaan, rendemen jenis ini tercatat 11.90, sedang POJ 3016 : 13.44 dan POJ 3067: 12.85
2.2.3 Hablur
Jenis ini menghasilkan hablur kurang lebih sama dengan POJ 3016, tetapi mungkin lebih rendah dari pada POJ 3067. Dalam percobaan, jenis ini menghasilkan hablur 90.56 kw/ha,sedang POJ 3016: 92.20 kw/ha dan POJ 3067: 118.09 kw/ha
(6)
3. DATA DARI NEGERI ASALNYA
Kekhususan jenis ini adalah baik untuk tanah yang beririgasi
4. RESISTENSINYA TERHADAP PENYAKIT
4.1Mosaik
Dari hasil pengujian resistensi terhadap mosaik yang diselenggarakan di BP3G , ternyata F 156 tergolong resisten dengan persentase 0%, sedang POJ 3016: 5% dan POJ 3067: 45%
4.2Blendok
Terhadap penyakit blendok tercatat F 156 sebesar 0%, sedang POJ 3016: 0% dan POJ 3067: 22%