15
diberikan oleh orang tua adalah cukup, karena 50 dari mereka diberi uang saku Rp. 1.000.000bulan, dan
sisanya diberi uang saku Rp.500.000-1.000.000bulan diluar biaya sewa kamar kost. Lebih dari cukup untuk
membelanjakan uang mereka. Sebagian besar tertarik akan promosi produk baru, diskon
dan obral, akan tetapi dalam hal berbelanja, mereka tidak terlalu mementingkan merk. Yang terpenting adalah
kualitas dan barang tersebut merupakan barang yang sedang tren saat ini.
2.7. Dampak Buruk Perilaku Shopaholic
Menurut Indari Mastuti dalam Bunga Mardhotillah 2009, ada beberapa dampak buruk dari perilaku shopaholic, diantaranya yaitu:
Dapat mengakibatkan seseorang memiliki utang dalam jumlah yang besar dikarenakan untuk memenuhi pikiran-pikiran obsesi
dalam berbelanja
.
Menimbulkan perasaan berdosa. Ketika keinginan berbelanja tidak dapat dikendalikan, maka para shopaholic dapat menghalalkan
segala cara demi kepuasannya berbelanja. Semakin meningkatnya gengsi. Rasa gengsi tersebut timbul
dikarenakan orang yang cenderung mempersepsi orang lain berdasarkan apa yang dimiliki. Walaupun bisa saja pada
kenyataannya uang miliknya tidak sebesar keinginannya untuk berbelanja.
Kekecewaan orang tua. Orang tua sangat mengetahui bagaimana sulitnya mencari uang, sehingga mereka akan merasa kecewa bila
anaknya terlalu konsumtif dalam penggunaannya. Tidak memiliki tujuan hidup yang lebih positif selain berbelanja
yang hanya memuaskan nafsu.
16
Tidak memiliki tabungan untuk masa depan, hanya berpikir untuk kepuasan pada saat itu saja.
Memicu seseorang untuk melakukan tindakan kriminal seperti mencuri, memeras, korupsi hanya karena ingin mendapatkan
uang demi memenuhi keinginan untuk belanja yang terus- menerus.
Sering mengalami kehabisan uang walaupun masih awal bulan.
Dampak dari shopaholic memang sangat merugikan bagi kehidupan seseorang bahkan dapat mengancam keselamatan dirinya sendiri
dan orang lain apabila tidak segera ditangani sejak dini.
17
BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL
3.1. Strategi Komunikasi
Penyampaian kampanye ini bersifat informatif dengan kadar persuasif yang tidak terlalu banyak. Hal ini didasari pada tujuan perancangan dan
materi pesan, bahwa kampanye ini tidak melarang seseorang untuk berbelanja, akan tetapi kampanye ini ingin mengajak khalayak sasaran
untuk berpikir bahwa segala sesuatu apabila bersifat eksesif dan berlebihan juga memiliki dampak yang buruk khususnya terhadap diri
mereka sendiri. Walaupun kampanye ini tidak dapat secara langsung mengubah perilaku khalayak sasaran, namun setidaknya apa yang
diinformasikan dapat mengubah persepsi mereka selama ini mengenai shopaholic.
Adapun cara penyampaiannya yaitu dengan menarik perhatian target sasaran berdasarkan emosi dan perasaannya. Pendekatan dilakukan
dengan mencoba menggambarkan gejala atau ciri-ciri shopaholic itu sendiri baik lewat visual dan headline sebagai wujud daya tarik yang
memanfaatkan rasa
kesadaran target
sasaran. Pertama-tama
penggunaan visual dan warna dibuat untuk menarik perhatian target sasaran, kemudian mereka diajak untuk menyadari gejala-gejala perilaku
shopaholic yang mungkin terjadi pada mereka lewat headline , pada saat rasa penasaran telah muncul maka mereka akan membaca materi
informasi dari kampanye ini hingga pada akhirnya memahami maksud dari kampanye ini lewat logo kampanye serta taglinenya dan tertarik
untuk mengikuti acaranya.
3.1.1. Materi Pesan
Materi pesan yang ingin disampaikan dalam kampanye ini yaitu: Memberikan informasi kepada khalayak sasaran mengenai
segala sesuatu tentang shopaholic. Apa itu shopaholic,