Gaya Hidup Shopaholic sebagai Bentuk perilaku Konsumtif pada Kalangan Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

(1)

i SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk

Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

Rifa Dwi Styaning Anugrahati 09413241034

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014


(2)

(3)

(4)

(5)

iv Yang bertandatangan dibawah ini, saya : Nama : Rifa Dwi Styaning Anugrahati NIM : 09413241034

Jurusan : Pendidikan Sosiologi Fakultas : Ilmu Sosial

Judul : Gaya Hidup Shopaholic sebagai Bentuk perilaku Konsumtif pada Kalangan Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan karya penulis sendiri. Sepanjang pengetahuan penulis, skripsi ini tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali pada bagian-bagian tertentu yang penulis gunakan sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata cara dan penulisan karya ilmiah yang lazim. Pernyataan ini dibuat oleh penulis dengan penuh kesadaran dan kesungguhan apabila dikemudian hari ternyata tidak benar maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Yogyakarta, 10 April 2014 Penulis,

Rifa Dwi Styaning A. NIM 09413241034


(6)

v

(Mahatma Gandhi)

Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri

yang tersenyum.

Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya; hidup di tepi jalan dan dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah.

(Abu Bakar Sibli)

Always be yourself and never be anyone else even if they look better than you.

(Penulis)

Happiness is not money, but a peace of mind and soul. (Penulis)


(7)

vi

Berkat rahmat dan karunia Allah SWT, akhirnya karya ini dapat terselesaikan. Dengan segenap syukur dan bangga, kupersembahkan karya sederhana ini untuk :

 Kedua orang tuaku. Terimakasih atas cinta dan

kasih sayang yang senantiasa mengalir, ribuan doa yang tak henti dipanjatkan, dukungan dan

motivasi yang selalu disampaikan, serta

pengorbanan kalian yang takkan bisa terbayar oleh apapun.

 Almamaterku tercinta Universitas Negeri


(8)

vii ABSTRAK

Oleh

Rifa Dwi Styaning Anugrahati NIM 09413141034

Gaya hidup shopaholic termasuk kedalam salah satu bentuk perilaku konsumtif. Banyak diantara mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta yang memiliki gaya hidup shopaholic. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gaya hidup sophaholic mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, faktor penyebab dan dampak yang ditimbulkan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dijabarkan secara deskriptif dengan sumber data yang terdiri dari mahasiswa UNY yang bergaya hidup shopaholic. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pemilihan subyek yang digunakan adalah purposive sampling serta teknik snowball. Subjek penelitian adalah 7 orang mahasiswa dari berbagai fakultas yang ada di Universitas Negeri Yogyakarta. Adapun validitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik trianggulasi sumber, serta analisis data menggunakan analisis interaktif Milles dan Hubberman.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa shopaholic diartikan sebagai sebuah kecenderungan untuk berbelanja secara kompulsif dengan frekuensi yang cukup tinggi. Mahasiswa UNY yang bergaya hidup shopaholic menghabiskan banyak waktu untuk belanja sebagai penghilang rasa jenuh, sebagai kepuasan tersendiri dan lebih banyak bergaul dengan orang-orang yang memiliki hobi yang sama dalam banyak hal. Belanja menjadi sebuah gambaran perilaku konsumtif yang sulit untuk diubah. Faktor-faktor yang menyebabkan gaya hidup shopaholic pada mahasiswa UNY antara lain yaitu: (1) gaya hidup mewah, (2) pengaruh dari keluarga, (3) iklan, (4) mengikuti trend, (5) banyaknya pusat-pusat perbelanjaan, (6) pengaruh lingkungan pergaulan. Gaya hidup shopaholic selain memberikan dampak positif, bisa juga memberikan dampak negatif. Dampak positifnya sebagai penghilang stres dan untuk mengikuti perkembangan jaman. Sedangkan dampak negatifnya adalah terbentuknya perilaku konsumtif, boros, dan candu.


(9)

viii

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan arahan dari semua pihak. Perkenankan peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA., Rektor Universitas Negeri Yogyakarta atas izin dan kesempatan yang diberikan kepada peneliti untuk menyelesaikan studi S1 di Jurusan Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan izin kepada peneliti dalam melakukan penelitian.

3. Bapak Grendi Hendrastomo, MM. MA., Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta yang selalu memberikan arahan dan bimbingan. Serta sebagai Pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu V. Indah Sri Pinasti, M.Si., Pembimbing Akademik yang terus memberikan dorongan dan bimbingan dalam perkuliahan. Dan selaku Narasumber yang terus memberikan bimbingan, masukan dan pengujian dalam skripsi ini.


(10)

ix

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta yang tak hentinya memberikan bekal ilmu dan pembelajaran yang sangat berharga.

7. Sdr. Slamet, petugas administrasi Jurusan Pendidikan Sosiologi yang telah memberikan banyak bantuan, informasi, serta memberi kemudahan dalam pelayanan akademik.

8. Segenap staf Fakultas Ilmu Sosial yang telah memberikan kemudahan pelayanan akademik selama ini.

9. Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta yang bersedia menjadi informan dalam penelitian ini.

10.Kedua orang tuaku tercinta, bapak Supandik Edi Susanto dan ibu Edyning Iriyanti. Terimakasih telah menjadi pahlawanku serta melimpahkan do’a, kasih sayang, semangat, kesabaran, dan segalanya yang tidak dapat terbayar oleh apapun.

11.Kakak dan adekku tersayang, Ratna Eka Hendrawati, dan Rizka Fitri Permatasari. Terimakasih atas motivasi dan kasih sayangnya selama ini. 12.Kakak iparku Gatot Prasetyo Utomo, tiga keponakan kecilku Pradyta Umi

Gati Mawarni, Arshevy Milani Vareoza, Ameera Cahayu Manja dan seluruh keluarga besarku. Terimakasih untuk pelajaran, kasih sayang dan canda tawa kalian selama ini.


(11)

x duka.

14.Sahabat-sahabat “Geng Pop’s” Ninda, Nithul, Riska, Listi, Eny, Ayuk, kalian semua sahabatku yang paling gila, tapi kalian selalu peduli dan penuh kasih sayang. Terimakasih untuk segalanya. ”Miss u all”.

15.Teman-teman seperjuangan Pendidikan Sosiologi 2009, khususnya untuk kelasku “Panser09” terimakasih atas kebersamaan kalian selama ini, semoga kita semua sukses.

16.Sahabatku Vika, Ayuk, Echi, Ulia. Terimakasih kalian selalu mendengarkan keluh kesahku. Walaupun kita jarang bertemu, tapi kalian selalu memberiku motivasi dan pelajaran yang sangat berharga.

17.Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, yang telah memberikan bantuan sehingga penulisan ini dapat terselesaikan.

Semoga bantuan dari semua pihak selama penyusunan skripsi ini dapat menjadi amal baik dan ibadah, serta mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Yogyakarta, 10 April 2014 Peneliti,


(12)

xi

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah... 8

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KERANGKA TEORI A. Kajian Pustaka ... 12

Perilaku Konsumtif ... 12

B. Kajian Teori... 16

1. Gaya Hidup ... 16

2. Remaja dan Gaya Hidup ... 20

C. Penelitian Relevan ... 21


(13)

xii

B. Waktu Penelitian... 27

C. Bentuk Penelitian ... 27

D.Sumber Penelitian... 28

E. Teknik Pengumpulan Data... 29

F. Teknik Sampling ... 31

G. Validitas Data ... 32

H. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 37

1. Profil Universitas Negeri Yogyakarta ... 37

2. Karakteristik Mahasiswa UNY ... 38

3. Deskripsi Informan ... 41

B.Analisis dan Pembahasan ... 44

1. Gaya Hidup Shopaholic sebagai Bentuk Perilaku Kon- sumtif Mahasiswa UNY ... 44

2. Faktor-faktor Penyebab Shopaholic ... 55

3. Dampak Gaya Hidup Shopaholic ... 67

C.Pokok-pokok Temuan Penelitian ... 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78 LAMPIRAN


(14)

xiii

Hal

Gambar 1 Kerangka Pikir ... 26 Gambar 2 Model analisis interaktif Miles dan Huberman ... 36


(15)

xiv Lampiran

1. Pedoman Observasi 2. Pedoman Wawancara 3. Tabel Hasil Observasi

4. Tabel Kode Hasil Wawancara 5. Transkip Hasil Wawancara 6. Dokumentasi Wawancara


(16)

vii ABSTRAK

Oleh

Rifa Dwi Styaning Anugrahati NIM 09413141034

Gaya hidup shopaholic termasuk kedalam salah satu bentuk perilaku konsumtif. Banyak diantara mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta yang memiliki gaya hidup shopaholic. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gaya hidup sophaholic mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, faktor penyebab dan dampak yang ditimbulkan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dijabarkan secara deskriptif dengan sumber data yang terdiri dari mahasiswa UNY yang bergaya hidup shopaholic. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pemilihan subyek yang digunakan adalah purposive sampling serta teknik snowball. Subjek penelitian adalah 7 orang mahasiswa dari berbagai fakultas yang ada di Universitas Negeri Yogyakarta. Adapun validitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik trianggulasi sumber, serta analisis data menggunakan analisis interaktif Milles dan Hubberman.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa shopaholic diartikan sebagai sebuah kecenderungan untuk berbelanja secara kompulsif dengan frekuensi yang cukup tinggi. Mahasiswa UNY yang bergaya hidup shopaholic menghabiskan banyak waktu untuk belanja sebagai penghilang rasa jenuh, sebagai kepuasan tersendiri dan lebih banyak bergaul dengan orang-orang yang memiliki hobi yang sama dalam banyak hal. Belanja menjadi sebuah gambaran perilaku konsumtif yang sulit untuk diubah. Faktor-faktor yang menyebabkan gaya hidup shopaholic pada mahasiswa UNY antara lain yaitu: (1) gaya hidup mewah, (2) pengaruh dari keluarga, (3) iklan, (4) mengikuti trend, (5) banyaknya pusat-pusat perbelanjaan, (6) pengaruh lingkungan pergaulan. Gaya hidup shopaholic selain memberikan dampak positif, bisa juga memberikan dampak negatif. Dampak positifnya sebagai penghilang stres dan untuk mengikuti perkembangan jaman. Sedangkan dampak negatifnya adalah terbentuknya perilaku konsumtif, boros, dan candu.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi merupakan perubahan global yang melanda seluruh dunia. Dampak yang terjadi sangatlah besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia di semua lapisan masyarakat. Baik di bidang ekonomi, sosial, politik, teknologi, lingkungan, budaya, dan sebagainya. Hal ini disebabkan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan sebuah konsep kebudayaan yang menjadi wacana sentral dalam disiplin ilmu-ilmu sosial saat ini. Globalisasi adalah proses kebudayaan yang ditandai dengan adanya kecenderungan wilayah-wilayah di dunia, baik geografis maupun fisik, menjadi seragam dalam format sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan sosial proses global telah menciptakan egalitarianisme, di bidang budaya memicu munculnya “internationalization of culture”, di bidang ekonomi menciptakan saling ketergantungan dalam proses produksi dan pemasaran, dan di bidang politik menciptakan “liberalisasi” (Heru Nugroho, 2001: 4).

Keadaan dunia saat ini tentunya berbeda dengan keadaan terdahulu. Perubahan tersebut sesungguhnya juga terjadi dengan pola hidup masyarakatnya di kemudian hari. Modernisasi telah banyak merubah kehidupan pada zaman ini. Perkembangan kebutuhan hidup manusia yang


(18)

dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terus mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Di Indonesia, dapat dilihat bahwa salah satu yang paling menonjol yang dilakukan kaum kapitalis dalam upaya merealisasikan keinginan mereka tersebut adalah dengan sengaja menciptakan “kebutuhan” baru dalam kehidupan masyarakat. Kapitalisme selalu mendorong manusia untuk berkonsumsi banyak dan lebih banyak lagi. Kapitalisme berusaha menciptakan citra bahwa orang yang sukses adalah orang yang mempunyai banyak barang. Orang membeli barang-barang yang sebenarnya sudah tidak mereka perlukan lagi, hanya sekedar untuk memenuhi keinginannya untuk berkonsumsi secara berlebihan.

Semakin banyaknya kebutuhan hidup manusia, semakin menuntut pula terjadinya peningkatan gaya hidup (lifestyle). Gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia modern, atau yang biasa juga disebut modernitas (Chaney, 2003:40), maksudnya adalah siapapun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya. Gaya hidup atau lifestyle dapat diartikan juga sebagai segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan, dan tata cara dalam suatu masyarakat tertentu (Awan, 2009).

Pola hidup yang dianggap mengkhawatirkan adalah, pola hidup konsumtif yang meninggalkan pola hidup produktif. Konsumtif biasanya digunakan untuk menujuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan


(19)

nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok (Tambunan, 2007). Perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi (Lubis, 1987). Dalam hal ini, manusia lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan, dan cenderung dikuasai oleh hasrat keduniawian dan kesenangan material semata.

Pengaruh globalisasi sangat kelihatan di kota-kota besar termasuk kota Yogyakarta. Perkembangan pembangunan khususnya di bidang ekonomi di wilayah Yogyakarta semakin pesat. Oleh karena itu terjadilah pergeseran pola perilaku konsumsi masyarakat. Perubahan dari adanya globalisasi juga terjadi pada perilaku remaja. Di Indonesia khususnya di daerah Yogyakarta, banyak sekali terdapat universitas ternama, dimana mahasiswanya berasal dari penjuru negeri. Salah satu universitas yang ada di Yogyakarta adalah Universitas Negeri Yogyakarta. Mahasiswa yang menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta datang dari berbagai daerah. Faktor lingkungan memberikan peranan sangat besar terhadap pembentukan perilaku konsumtif mahasiswa. Sehingga banyak dari para mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta yang terpengaruh untuk berperilaku konsumtif.

Remaja wanita membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan penampilan seperti pakaian, kosmetik, aksesoris, dan sepatu.


(20)

Kondisi pasar yang lebih banyak ditujukan untuk wanita dan kecenderungan wanita lebih mudah dipengaruhi mendorong wanita lebih konsumtif daripada pria. Perilaku komsumtif sebagian besar dilakukan kaum wanita. Wanita mempunyai kecenderungan lebih besar untuk berperilaku konsumtif dibandingkan pria. Hal ini disebabkan konsumen wanita cenderung lebih emosional, sedang konsumen pria lebih nalar. Wanita sering menggunakan emosinya dalam berbelanja. Kalau emosi sudah menjadi raja sementara keinginan begitu banyak, maka yang terjadi adalah mereka akan jadi pembeli yang royal.

Tambunan (2001) menjelaskan kecenderungan perilaku konsumsi pria yaitu mudah terpengaruh bujukan penjual, sering tertipu karena tidak sabaran dalam memilih barang, mempunyai perasaan kurang enak bila tidak membeli sesuatu setelah memasuki toko, kurang menikmati kegiatan berbelanja sehingga sering terburu-buru mengambil keputusan membeli. Sebaliknya, perilaku konsumsi wanita yaitu lebih tertarik pada warna dan bentuk, bukan pada hal teknis dan kegunaannya, mudah terbawa arus bujukan penjual, menyenangi hal-hal yang romatis daripada objektif, cepat merasakan suasana toko, dan senang melakukan kegiatan berbelanja walau hanya windows shopping (melihat-lihat tapi tidak membeli).

Seseorang yang memiliki pola belanja berlebihan yang dilakukan terus menerus dengan menghabiskan begitu banyak cara, waktu dan uang hanya untuk membeli atau mendapatkan barang-barang yang diinginkan namun tidak selalu dibutuhkan secara pokok oleh dirinya, biasa disebut


(21)

dengan “shopaholic”. Shopaholic adalah seseorang yang tidak mampu menahan keinginannya untuk berbelanja dan berbelanja sehingga menghabiskan begitu banyak waktu dan uang untuk berbelanja meskipun barang-barang yang dibelinya tidak selalu ia butuhkan (Oxford Expans dalam Rizka, 2007). Maraknya shopaholic di Yogyakarta tidak terlepas dari keberadaan Yogyakarta sebagai salah satu kota dimana pusat kegiatan pendidikan di Indonesia berlangsung. Hal ini berimplikasi pada banyaknya para mahasiswa yang datang ke Yogyakarta ini dalam rangka menuntut ilmu. Salah satunya yaitu Universitas Negeri Yogyakarta, tentu saja mahasiswanya datang dari berbagai penjuru kota, dari hampir seluruh provinsi di Indonesia. Banyaknya para mahasiswa yang sedang belajar di Yogyakarta, tentu saja merupakan mangsa pasar tersendiri yang cukup menjanjikan, bagi para pelaku bisnis. Sehingga tidak mengherankan bila para mahasiswa menjadi salah satu kelompok konsumen yang dijadikan target utama oleh para pelaku bisnis tersebut.

Gaya hidup shopaholic pada mahasiswa UNY dapat dilihat dari segi penampilan serta cara bergaulnya. Mahasiswa yang memiliki gaya hidup shopaholic selalu berpenampilan menarik, mengenakan fashion bermerk, mengikuti perkembangan jaman dengan sangat cepat, serta memiliki standart hidup menengah ke atas. Dari segi penampilan, cara berpakaian mahasiswa tersebut selalu terkesan menarik. Mulai dari model pakaian, tas, sepatu, serta aksesoris yang digunakan. Semuanya


(22)

merupakan barang-barang keluaran terkini dari merk-merk terkenal, baik itu asli maupun yang berkualiatas branded replika.

Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya kenyataan bahwa masa-masa mahasiswa adalah masa-masa-masa-masa remaja dimana pencarian akan sebuah identitas sedang berlangsung. Oleh karena itu, sesuatu yang bernuansa modern, menjadi sebuah kebutuhan baru yang hampir tidak kalah pentingnya dengan kebutuhan mahasiswa akan uang kost, uang bulanan dan bahkan buku-buku kuliah. Bagi remaja, perilaku seperti itu merupakan ekspresi perasaan ingin diakui atau diterima oleh lingkungan sosialnya agar tidak disepelekan oleh pihak lain terutama oleh teman sebaya. Masyarakat lebih senang belanja barang bermerek meskipun kualitasnya terkadang tidak lebih baik daripada barang dengan merek yang tidak begitu terkenal. Kecenderungan demikian terbangun karena terkait citra diri, bahwa dengan mengenakan pakaian bermerek maka statusnya akan terangkat.

Remaja adalah generasi yang paling mudah terpengaruh oleh era globalisasi atau era modern (Kunto, 1999: 87). Remaja dapat menjadi sasaran yang mudah terpengaruh dengan maraknya konsumerisme, karena masih dalam masa pencarian jati diri. Berbelanja menjadi pelampiasan mereka dari jenuhnya rutinitas dalam menuntut ilmu, yang pada akhirnya menjadikan mahasiswa hanya dapat menjadi generasi yang konsumtif. Apalagi mahasiswa dari luar kota yang memiliki orang tua berada, seringkali menjadi konsumtif ketika menuntut ilmu di kota dan


(23)

mengetahui kehidupan perkotaan dengan segala fasilitas juga tuntutan dalam pergaulannya. Mereka menjadi konsumtif karena berbelanja dapat menjadi sarana untuk menunjukkan identitas dan status sosial ekonominya dalam masyarakat.

Penelitian ini dirasa penting oleh peneliti karena peneliti ingin melihat bagaimana gaya hidup shopaholic di kalangan mahasiswa, faktor-faktor yang mempengaruhi, serta seberapa jauh dampak dari gaya hidup

shopaholic mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Gaya hidup

berbelanja yang berlebihan menjadikan mahasiswa berperilaku konsumtif. Berdasar latar belakang yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini peneliti menarik judul “Gaya Hidup Shopaholic sebagai Bentuk Perilaku Konsumtif pada Kalangan Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasar latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasi masalah yang terkait dengan penelitian antara lain :

1. Banyaknya mahasiswa yang datang ke Yogyakarta dari berbagai daerah dengan latar belakang yang berbeda-beda, merupakan mangsa pasar yang sangat menjanjikan bagi pelaku bisnis.

2. Adanya beberapa dampak globalisasi yang mempengaruhi pola kehidupan masyarakat termasuk pola perilaku konsumsi mahasiswa. 3. Munculnya berbagai pusat perbelanjaan di Yogyakarta mengakibatkan


(24)

4. Mahasiswa tidak mampu menahan keinginannya untuk berbelanja sehingga menghabiskan begitu banyak waktu dan uang untuk berbelanja meskipun barang-barang yang dibelinya tidak selalu ia butuhkan, yang disebut dengan shopaholic.

5. Adanya kecenderungan gaya hidup shopaholic para mahasiswa yang lebih mengarah ke pola hidup konsumtif.

6. Masa-masa mahasiswa adalah masa-masa remaja dimana pencarian akan sebuah identitas sedang berlangsung.

7. Faktor lingkungan memberikan peranan sangat besar terhadap pembentukan identitas dan perilaku konsumtif mahasiswa.

8. Gaya hidup yang hedonis memberi banyak pengaruh pada kalangan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

9. Mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta mulai berperilaku hedonis.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah melalui beberapa uraian di atas, maka dalam hal ini permasalahan yang dikaji perlu dibatasi. Pembatasan masalah ini bertujuan untuk memfokuskan perhatian pada penelitian agar diperoleh kesimpulan yang benar dan mendalam pada aspek yang diteliti. Cakupan masalah dibatasi pada gaya hidup shopaholic sebagai bentuk perilaku konsumtif pada kalangan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.


(25)

D. Perumusan Masalah

1. Bagaimana gaya hidup shopaholic mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta?

2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup shopaholic mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta?

3. Apakah dampak yang ditimbulkan dari gaya hidup shopaholic mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gaya hidup shopaholic mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup shopaholic mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari gaya hidup shopaholic mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gaya hidup shopaholic mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta.


(26)

b. Dapat memberikan kontribusi dalam ilmu pengetahuan khususnya untuk memahami gaya hidup dan perilaku konsumtif pada mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta saat ini.

c. Dapat menjadi referensi dan informasi untuk penelitian selanjutnya agar lebih baik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi koleksi bacaan serta menambah referensi dalam meningkatan pengetahuan dan wawasan.

b. Bagi Dosen

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap dosen yang kiranya akan mengkaji lebih jauh berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat menambah referensi sebagai bahan informasi dan menambah wawasan mengenai gaya hidup shopaholic sebagai bentuk perilaku konsumtif pada kalangan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

d. Bagi Peneliti

1) Penelitian ini digunakan sebagai syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar sarjana pada program studi Pendidikan Sosiologi FIS UNY.


(27)

2) Dapat mengetahui dengan lebih mendalam mengenai gaya hidup shopaholic sebagai bentuk perilaku konsumtif pada kalangan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

3) Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam melakukan serta tujuan langsung membandingkan dengan teori yang telah di dapat peneliti di bangku kuliah.


(28)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Kajian Pustaka Perilaku Konsumtif

Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh individu baik yang bisa diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku baru akan terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni rangsangan. Dengan demikian, maka suatu rangsang tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoatmojo 2003:123).

Konsumtifisme memiliki dua akar kata yaitu “konsumtif” dan “isme”. Konsumtif adalah kata sifat yang memiliki kata dasar “consumptus” (Latin), “consume” (Ingg.), konsumsi (Ind.). Dengan demikian kata konsumtif berarti sifat mengkonsumsi, memakai, menggunakan, menghabiskan sesuatu (KBBI, 2002: 590). Sangat menarik, dalam bahasa inggris kata “konsumtif” digunakan untuk menyatakan penggunaan sesuatu hal dengan berlebih-lebihan, memboroskan, obsesif, dan rakus (Hornby, 2000: 351). Konsumtif, bisa digunakan untuk penggunaan kepada uang, waktu, atau energi dengan berlebihan dan destruktif. Jika demikian maka konsumtivisme adalah sebuah pandangan hidup, gaya


(29)

hidup, ajaran, sikap atau falsafah hidup yang memakai, mengkonsumsi, menggunakan, menghabiskan sesuatu dengan berlebih-lebihan, memboroskan sesuatu (Suharto, 2003:35).

Perilaku konsumtif adalah perilaku mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang atau tidak diperlukan (khususnya yang berkaitan dengan respon terhadap konsumsi barang sekunder, yaitu barang-barang yang tidak terlalu dibutuhkan). Perilaku konsumtif terjadi karena masyarakat mempunyai kecenderungan materialistik, hasrat yang besar untuk memiliki benda-benda tanpa memperhatikan kebutuhannya dan sebagian besar pembelian yang dilakukan didorong keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata. Memang belum ada definisi yang memuaskan tentang kata konsumtif ini. Namun konsumtif biasanya digunakan untuk menujuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok (Tambunan, 2007).

Perilaku konsumtif sendiri didefinisikan oleh Solomon (2002:453) sebagai sebuah studi tentang proses yang menghubungkan individu atau grup yang terpilih terhadap pembelian, penggunaan produk, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan hasrat, sedangkan Schiffman dan kanuk (2000:256) adalah suatu tingkah laku dari konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menentukan produk jasa. Istilah perilaku konsumtif diartikan sebagai perilaku yang menunjukkan oleh orang-orang dalam merencanakan, membeli dan


(30)

menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa. Yang menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada masyarakat ini dilakukan secara berlebihan. Pepatah “lebih besar pasak daripada tiang” berlaku di sini. Terkadang apa yang dituntut oleh masyarakat di luar kemampuan dengan sumber dana yang ada.

Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok mayarakat. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi orang-orang dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala macam cara yang tidak sehat. Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara instan seperti korupsi. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika.

Seseorang yang hanya bisa mengkonsumsi segala sesuatu yang ada di hadapannya, tanpa ada inisiatif untuk memproduksi disebut sebagai manusia yang terjerat oleh kubangan konsumtivisme. Ruang konsumtivisme yang melanda kehidupan umat manusia tentu saja akan mempengaruhi kehidupan mereka ke depan. Gaya hidupnya akan membentuk dibentuk oleh materi, dan akan dikuasai oleh materi sehingga mereka menjadi tidak berdaya di hadapan materi (Ra’uf 2009: 39). Mereka selalu saja memiliki cara berpikir untuk memiliki segala sesuatu yang diproduksi oleh orang lain, berpikir bahwa apa yang baru yang ada di


(31)

pasar harus dimilikinya, padahal perasaan yang demikian nantinya akan menyiksa dirinya apabila dirinya tidak memiliki uang.

Berbagai macam bentuk dari perilaku konsumtif, salah satunya yaitu Shopaholic. Shopaholic berasal dari kata shop yang artinya belanja dan aholic yang artinya suatu ketergantungan yang disadari maupun tidak. Shopaholic adalah seseorang yang tidak mampu menahan keinginannya untuk berbelanja dan berbelanja sehingga menghabiskan begitu banyak waktu dan uang untuk berbelanja meskipun barang-barang yang dibelinya tidak selalu ia butuhkan (Oxford Expans dalam Rizka, 2007). Shopaholic adalah seseorang yang memiliki pola belanja berlebihan yang dilakukan terus menerus dengan menghabiskan begitu banyak cara, waktu dan uang hanya untuk membeli atau mendapatkan barang-barang yang diinginkan namun tidak selalu dibutuhkan secara pokok oleh dirinya.

Banyak sekali istilah-istilah yang mendeskripsikan hal tersebut. Sophaholic sering juga disebut dengan shopingsaurus. Kata itu mulanya terdiri dari kata “Shoping” dan “Saurus” yang bisa diinterpretasikan dengan orang yang memiliki karakter maniak shoping, yakni orang-orang yang berada pada sebuah kehidupan hedonistic yang menjadikan belanja sebagai sebuah gaya hidup yang membuat dirinya lebih senang dan tenang menjalani kehidupan ini (Ra’uf 2009:9).

Kesukaan belanja menjadikan seseorang terus menerus menjadi manusia konsumtif, yakni orang-orang yang suka mengkonsumsi segala sesuatu yang ada di hadapannya. Memburu segala sesuatu yang baru


(32)

menjadi kesukaannya. Karena itulah mereka harus berupaya untuk menemukan barang yang disukainya terus menerus. Kecenderungan tersebut bukan semata-mata kecenderungan sederhana, melainkan melalui sebuah gaya hidup (Life style) yang dibangun oleh diri sendiri menjadi lebih baik dari sebelumnya.

B. Kajian teori 1. Gaya hidup

Gaya hidup merupakan pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Gaya hidup diasumsikan merupakan ciri sebuah dunia modern (Chaney, 2003:40), atau yang biasa juga di sebut modernitas, maksudnya adalah siapapun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya. Pola-pola kehidupan sosial yang khusus seringkali disederhanakan dengan istilah budaya. Sementara itu, gaya hidup tergantung pada bentuk-bentuk kultural, tata krama, cara menggunakan barang-barang, tempat dan waktu tertentu yang merupakan karakteristik suatu kelompok.

Bayley (dalam Chaney, 2009:42) mengemukakan bahwa keangkuhan (snoberry) dan cita rasa (taste) saling berkaitan erat dalam perkembangan modernitas. Cita rasa adalah sebuah agama baru dengan


(33)

upacara-upacara yang dirayakan di pusat-pusat perbelanjaan dan museum. Kelas-kelas sosial dalam dunia modern dilukiskan dan dilembagakan. Pemilihan kelompok tersebut disadari oleh pelaku maupun orang lain, melalui ciri-ciri gaya hidup yang disimbolkan dengan material.

Gaya hidup pribadi menimbulkan permintaan akan pencarian barang, jasa, ataupun aktivitas secara pribadi yang membentuk pola pergaulan yang dirasakan. Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi gaya hidup, yaitu dari dalam diri individu (internal) dan luar (eksternal).

a. Faktor internal 1) Sikap

Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap sesuatu. Melalui sikap, individu memberi respon positif atau negatif terhadap gaya. Keadaan jiwa dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya.

2) Pengalaman dan pengamatan

Pengalaman mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku. Pengalaman diperoleh dari tindakan di masa lalu. Hasil dari pengalaman sosial membentuk pandangan terhadap suatu objek. Seseorang tertarik dengan suatu gaya hidup tertentu berdasarkan pengalaman dan pengamatan.


(34)

3) Kepribadian

Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu. Kepribadian mempengaruhi selera yang dipilih seseorang, sehingga mempengaruhi pula bagaimana gaya hidupnya.

4) Konsep diri

Konsep diri menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image merek. Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya.

5) Motif

Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan terhadap. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu besar, maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah kepada gaya hidup hedonis.

6) Persepsi

Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti mengenai dunia.


(35)

b. Faktor eksternal

1) Kelompok referensi

Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu. 2) Keluarga

Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku individu. Hal ini karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidupnya.

3) Kelas sosial

Kelas sosial juga mempengaruhi gaya hidup. Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan dan peran. Hierarki kelas sosial masyarkat menentukan pilihan gaya hidup.

4) Kebudayaan

Kebudayaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi ciri-ciri pola pikir, merasakan dan bertindak.


(36)

2. Remaja dan Gaya Hidup

Gaya hidup adalah suatu perpaduan antara kebudayaan ekspresi diri dan harapan terhadap seseorang dalam bertindak yang berdasarkan pada norma-norma yang berlaku (Susanto, 2001: 120). Gaya hidup adalah cara mengekspresikan diri agar sesuai dengan cara-cara seperti apa seseorang ingin dipersepsikan sehingga dapat diterima oleh kelompok sosial dengan pola-pola perilaku tertentu. Gaya hidup sangat berkaitan erat dengan perkembangan jaman dan teknologi. Semakin bertambahnya zaman dan semakin canggihnya teknologi, maka semakin berkembang luas pula penerapan gaya hidup oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Gaya hidup dapat memberikan pengaruh yang positif atau negatif bagi yang menjalankannya, tergantung dari bagaimana seseorang menjalani gaya hidup tersebut.

Lewin dan Calon mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu masa marjinal, remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak (Monks dkk, 1998 : 253). Remaja adalah generasi yang paling mudah terpengaruh oleh era globalisasi atau era modern (Kunto, 1999: 87). Saat ini dampak dari modernisasi pada remaja sudah sangat mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Tampak ada perbedaan nilai pada remaja jaman sekarang bila dibandingkan dengan remaja generasi sebelumnya. Perbedaan tersebut nampak dari kecenderungan perilaku pada remaja


(37)

jaman sekarang yang dihadapkan pada gaya hidup yang cenderung konsumtif dan mengutamakan kesenangan semata.

Gaya hidup sering disalahgunakan oleh sebagian besar remaja. Apalagi remaja yang berada dalam kota metropolitan. Mereka cenderung bergaya hidup dengan mengikuti mode masa kini. Tentu saja mode yang mereka tiru adalah mode dari orang barat. Jika remaja dapat memfilter dengan baik dan tepat, maka pengaruhnya positif, begitu juga sebaliknya. Remaja tidak pernah terlepas dari yang namanya tren gaya hidup. Tren gaya hidup remaja selalu menuntut sebuah perubahan yang cepat.

Hal ini dapat mengakibatkan kecenderungan ke arah pembentukan identitas melalui gaya hidup dalam penggunaan pakaian, tas, asesoris, atau produk-produk lainnya sebagai suatu simbol di antara mereka. Segala sesuatu yang bersifat modern atau uptodate akan dapat dengan mudah diminati oleh remaja. Remaja sebagai bagian dari anggota masyarakat dalam perkembangannya selalu berinteraksi dengan dunia luar. Beragam informasi yang masuk, akan menjadi pilihan bagi remaja dalam mensikapi gaya hidup yang terdapat dalam masyarakat saat ini.

C. Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain sebagai berikut:


(38)

1. Skripsi dengan judul “Salon sebagai Tren Gaya Hidup Kaum Muda” oleh Lucia Sinto Dewi, mahasiswi jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui penyebab menjamurnya salon di Yogyakarta dan mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi kaum muda pergi ke salon. Hasil penelitian ini yaitu, menjamurnya salon disebabkan polusi udara, semakin padatnya aktivitas dan semakin tingginya tingkat stress masyarakat menyebabkan penampilan seseorang menjadi tidak menarik. Pemilihan salon tertentu bagi informan adalah karena tren, harga, status, dan kepraktisan. Hubungan peer group sangat berpengaruh terhadap kunjungan seorang remaja ke salon. Intensitas ke salon bagi informan sangat mempengaruhi prestise seseorang, hingga ia akan dianggap sebagai bagian dari orang-orang kelas atas atau orang kaya. Hasil yang sebanding setelah pergi ke salon dengan pelayanannyapun membuat semakin banyak kaum muda yang memilih untuk merawat tubuhnya dan bersolek di salon.

Adapun persamaan dengan penelitian yang telah dilakukan adalah sama-sama mengkaji gaya hidup. Namun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian saudari Lucia Sinto Dewi adalah penelitian ini mengambil obyek kajian salon sebagai tren gaya hidup kaum muda, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti meneliti obyek kajian shopaholic sebagai gaya hidup mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.


(39)

2. Skripsi dengan judul “Coffee Shop sebagai Tren Gaya Hidup mahasiswa (studi kasus Nongkrong mahasiswa di kawasan Babarsari)” yang ditulis oleh Nuning Utami, mahasiswa jurusan Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Yogyakarta. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui alasan mahasiswa berkunjung ke coffee shop, bagaimana pengaruh coffee shop bagi pembentukan gaya hidup mahasiswanya, dan dampak yang ditimbulkan jika mahasiswa berkunjung ke coffee shop. Hasil penelitian ini adalah bahwa kebiasaan nongkrong di coffee shop merupakan cara untuk bereksistensi, namun tidak semua yang mengunjungi coffee shop tersebut menganggap hal tersebut sebagai gaya hidup karena tidak setiap hari mereka kesana dan mahasiswa pengunjungnya sebagian besar mendapat uang bulanan sebesar satu juta atau lebih.

Adapun persamaan dengan penelitian yang telah dilakukan adalah sama-sama mengkaji gaya hidup mahasiswa. Namun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian saudari Nuning Utami adalah penelitian ini mengambil obyek kajian coffee shop sebagai tren gaya hidup mahasiswa, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti meneliti obyek kajian shopaholic sebagai gaya hidup mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.


(40)

D. Kerangka Pikir

Pada setiap penelitian pasti diperlukan adanya kerangka berpikir sebagai pijakan atau sebagai pedoman dalam menentukan arah dari penelitian, hal ini diperlukan agar penelitian tetap terfokus pada kajian yang akan diteliti. Kerangka pikir tersebut digunakan untuk memberikan konsep dalam pelaksanaan penelitian di lapangan, alur kerangka berpikir yang dibuat oleh peneliti pada penelitian ini akan dideskripsikan sebagai berikut:

Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota dimana pusat kegiatan pendidikan di Indonesia berlangsung. Banyak sekali universitas ternama yang ada di Yogyakarta, salah satunya adalah Universitas Negeri Yogyakarta. Sehingga tidak heran apabila banyak mahasiswa yang datang dari seluruh penjuru daerah. Keadaan dunia saat ini sangat dipengaruhi oleh proses globalisasi. Adanya beberapa dampak globalisasi yang mempengaruhi pola kehidupan masyarakat termasuk pola perilaku konsumsi mahasiswa.

Banyaknya mahasiswa yang datang ke Yogyakarta dari berbagai daerah dengan latar belakang yang berbeda-beda, merupakan mangsa pasar yang sangat menjanjikan bagi pelaku bisnis. Munculnya berbagai pusat perbelanjaan di Yogyakarta dapat mengakibatkan perubahan perilaku konsumsi mahasiswa. Banyak dari mahasiswa tidak mampu menahan keinginannya untuk berbelanja sehingga menghabiskan begitu banyak waktu dan uang untuk berbelanja meskipun barang-barang yang


(41)

dibelinya tidak selalu ia butuhkan, yang disebut dengan shopaholic. Gaya hidup shopaholic para mahasiswa ini lebih mengarah ke pola hidup konsumtif, sehingga mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta mulai berperilaku hedonis. Gaya hidup yang hedonis memberi banyak pengaruh pada kalangan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Hal ini dikarenakan masa-masa mahasiswa adalah masa-masa remaja dimana pencarian akan sebuah identitas sedang berlangsung. Faktor lingkungan memberikan peranan sangat besar terhadap pemebentukan identitas dan perilaku konsumtif mahasiswa.

Peneliti membahas mengenai bagaimana gaya hidup sophaholic mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, faktor penyebab serta dampak yang ditimbulkan.


(42)

Gambar 1. Kerangka Pikir Mahasiswa Universitas

NegeriYogyakarta

Dampak yang ditimbulkan Perilaku Konsumtif

Faktor Penyebab

Gaya Hidup Shopaholic

Munculnya berbagai pusat perbelanjaan Proses Globalisasi


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Universitas Negeri Yogyakarta. Peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana gaya hidup shopaholic mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta sebagai bentuk perilaku konsumtif. Peneliti memilih UNY sebagai lokasi penelitian karena UNY sebagai salah satu universitas yang mewadai mahasiswa dan banyak terdapat mahasiswa yang bergaya hidup shopaholic. Peneliti telah melakukan observasi dan melihat mahasiswa UNY saat ini bergaya hidup shopaholic. Peneliti juga berasal dari UNY, sehingga memudahkan peneliti apabila melakukan penelitian di UNY.

B. Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu tiga bulan, yaitu dimulai pada tanggal 1 November 2013 – 30 Januari 2014, terhitung setelah seminar proposal pada tanggal 28 Oktober 2013.

C. Bentuk Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Menurut Bogdan dan Tylor (dalam Moleong, 2011: 4) penelitian kualitatif berarti sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan


(44)

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Data diperoleh melalui proses observasi dan wawancara, kemudian diolah menjadi kata-kata yang mudah dimengerti. Pada penelitian kualitatif ini, peneliti menyajikan hasil penelitian secara kualitatif deskriptif yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Penelitian ini menggambarkan situasi atau kejadian yang ada dengan penyelidikan mendalam mengenai suatu fenomena yang terjadi di masyarakat atau lingkungan sekitar. Sesuai dengan tujuan penelitian maka, pendekatan ini diterapkan untuk mengetahui bagaimana gaya hidup shopaholic sebagai bentuk perilaku konsumtif pada kalangan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

D. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian kualitatif yaitu melalui observasi, wawancara, dokumentasi, dan lainnya. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan data yang diambil langsung oleh peneliti dengan cara menggali sumber asli dari responden. Data diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah para mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta yang mempunyai gaya hidup shopaholic.


(45)

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data tidak langsung yang mampu memberikan data tambahan serta penguatan terhadap penelitian. Data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dan studi kepustakaan dengan bantuan media cetak dan media internet serta catatan lapangan. Data ini berupa buku, skripsi dan foto-foto kegiatan yang diambil selama penelitian berlangsung.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yakni, pengamatan (observasi), wawancara (interview), dan dokumentasi.

1. Pengamatan (observasi)

Observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian (W. Gulo, 2002: 116). Kegiatan observasi merupakan pengamatan secara langsung terhadap suatu fenomena yang menjadi permasalahan penelitian yang dikaji. Pegamatan dapat dilakukan secara partisipasif dan non partisipasif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi partisipasif karena peneliti berada dalam keadaan objek yang dikaji. Peneliti berada di tempat itu, untuk mendapatkan bukti-bukti yang valid dalam laporan yang diajukan. Peneliti melakukan observasi dengan


(46)

melihat bagaimana gaya hidup informan dari segi penampilan, barang-barang yang digunakan dan cara bergaul dengan orang lain dalam lingkungan kampus maupun luar kampus. Peneliti melakukan observasi secara langsung mengenai bagaimana pakaian, tas, sepatu yang digunakan oleh mahasiswa secara berkala serta cara bersosialisasi dengan mahasiswa lain. Pada proses observasi ini peneliti tidak mengalami kesulitan yang berarti.

2. Wawancara (interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011: 186). Teknik wawancara dilakukan dengan membuat pedoman wawancara yang sesuai dengan permasalahan yang akan digunakan untuk tanya jawab dengan responden. Jenis wawancara yang digunakan peneliti adalah pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan kemudian pada prosesnya pertanyaan tersebut dikembangkan agar memperoleh informasi yang lebih mendalam. Wawancara dilakukan kepada mahasiswa di lingkungan kampus di beberapa fakultas yang ada di Universitas Negeri Yogyakarta dan ada juga beberapa yang dilakukan diluar kampus atas dasar


(47)

permintaan dari informan. Pada wawancara ini kesulitan yang dialami peneliti adalah adanya jawaban mahasiswa yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, sehingga peneliti harus teliti dan menyesuaikan dengan hasil observasi.

3. Dokumentasi

Dokumen adalah sekumpulan catatan peristiwa yang tertulis ataupun gambar atau film yang terjadi pada masa lalu. Dokumen berfungsi sebagai pendukung dan pelengkap dari sumber data primer yang diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam.

F. Teknik Sampling

Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling yaitu teknik yang bertujuan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber (Moleong, 2007 : 204). Informan yang menjadi anggota subjek dalam penelitian ini dipilih berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu yang memiliki sangkut paut dengan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang ada dalam popilasi yang sudah diketahui sebelumnya (Husaini, 1995: 45).

Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta yang memiliki gaya hidup shopaholic dalam kehidupan sehari-hari. Pemilihan terhadap responden dilakukan secara purposive serta teknik snowball, dimana responden dipilih


(48)

berdasarkan ciri-ciri yang memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh peneliti, kemudian peneliti memperoleh responden baru berdasarkan informasi dari responden sebelumnya. Awalnya peneliti memilih 4 responden untuk diteliti, kemudian 3 dari responden tersebut menyarankan peneliti untuk menjadikan temannya yang memenuhi syarat sebagai responden berikutnya.

Subjek yang diperoleh berjumlah 7 mahasiswa dari berbagai fakultas dan jurusan yang ada di Universitas Negeri Yogyakarta. Peneliti membatasi informan dengan jumlah 7 agar pengamatan terhadap informan lebih terfokus guna mendapatkan data yang valid. Selain daripada itu setelah melakukan penelitian, data yang diperoleh dari 7 informan dirasa sudah cukup dan mencapai titik jenuh sehingga pencarian data dapat dihentikan.

G. Validitas Data

Validitas data pada penelitian kualitatif adalah sebagai usaha meningkatkan derajat kepercayaan data. Dalam penelitian kualitatif, pemeriksaan terhadap keabsahan data selain digunakan untuk menyanggah balik apa yang dituduhkan terhadap penelitian kualitatif yang tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif (Lexy J. moleong, 2005 : 320). Dalam penelitian ini validitas data yang digunakan adalah metode triangulasi. Triangulasi adalah pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan


(49)

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi terdapat empat macam yaitu sumber, metode, penyidik, dan teori (Lexy J. Moleong, 2005 : 330).

Dalam penelitian ini metode triangulasi yang digunakan peneliti adalah pemeriksaan melalui sumber sebagai teknik validasi penelitiannya. Trianggulasi sumber dilakukan dengan pengecekan derajat kepercayaan dengan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Data yang diperoleh dengan mencari beberapa informan dengan metode yang sama, yaitu mengecek derajat kepercayaan dengan hasil wawancara yang diperoleh melalui informan yang berbeda atau subjek yang lain. Pada penelitian ini, ketika data yang diperoleh sedikit berbeda dengan hasil wawancara maka perlu dilakukan validasi dengan mengkonfirmasi kepada informan ataupun mencari informan lain yang sekiranya sering berhubungan dengan informan tersebut sehingga diperoleh data yang akurat. Dapat juga dengan mencocokkan dengan hasil observasi maupun dokumentasi yang telah dilakukan peneliti.

H. Teknik Analisis Data

Proses analisis dalam penelitian kualitatif, secara khusus kegiatannya dilakukan secara induktif, interaksi dari setiap unit datanya, bersamaan dengan proses pelaksanaan pengumpulan data, dan dengan proses siklus (Sutopo, 2006 : 116-117).


(50)

Sifat analisis induktif sangat menekankan pentingnya apa yang sebenarnya terjadi dan ditemukan di lapangan yang pada dasarnya bersifat khusus berdasarkan karakteristik konteksnya dalam kondisi alamiah (Sutopo, 2006 :105). Dalam penelitian ini digunakan model analisis interaktif. Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak di antara tiga komponen analisis dengan proses pengumpulan data selama kegiatan pengumpulam data berlangsung. Kemudian setelah pengumpulan data berakhir, peneliti bergerak di antara tiga komponen analisisnya dengan menggunakan waktu yang masih tersisa bagi penelitiannya (Sutopo, 2006 : 113) menyatakan bahwa dalam proses analisis kualitatif, terdapat empat komponen utama yang harus benar-benar dioahami oleh setiap peneliti kualitatif. Empat komponen utama analisis tersebut adalah :

1. Pengumpulan data

Yaitu mengmpulkan data di lokasi studi dengan melakukan observasi, wawancara mendalam, dan mencatat dokumen dengan menetukan strategi pengumpulan data yang dipandang tepat dan menentukan focus serta pendalaman data pada proses pengumpulan data berikutnya (Sutopo, 2006 : 66). Dalam penelitian ini pengumpulan dilakukan dengan observasi atau pengamatan secara langsung dilanjutkan dengan pencarian informasi secara mendalam melalui wawancara dengan informan. Pengumpulan data dari hasil wawancara disimak dan dicatat oleh peneliti sebagai informasi dalam bentuk traskrip.


(51)

2. Reduksi data

Yaitu dapat diartikan sebagai proses seleksi, pemfokusan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang ada dalam lapangan langsung dan diteruskan pada waktu pengumpulan data. Dengan demikian, reduksi data dimulai sejak peneliti memfokuskan tentang kerangka konseptual wilayah penelitian (Sutopo, 2006: 114). Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan dengan menyempurnakan data kasar dalam bentuk transkrip untuk diolah kembali sehingga diterapkan pada sekelompok kata atau paragraf. Semua data tidak langsung diolah, akan tetapi dipilih data manakah yang layak dan tidak untuk diolah. Dari semua hasil wawancara maupun observasi disaring agar memperoleh data yang benar-benar sesuai fokus kajian.

3. Sajian data

Penyajian data adalah sejumlah data atau informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan-kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan tindakan secara lebih lanjut. Penyajian data digunakan peneliti untuk mendapat pemahaman tentang apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Penyajian data cenderung mengarah pada penyederhanaan data kompleks ke dalam bentuk yang sederhana dan selektif sehingga mudah dipahami. Pada penelitian ini data disajikan dengan bahasa dan deskripsi yang sederhana sehingga mudah dipahami namun tetap pada fokus permasalahan yang dikaji.


(52)

4. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan langkah akhir dalam pembuatan suatu laporan. Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, dan alur sebab akibat atau proposi. Kesimpulan yang ditarik harus segera diverifikasi dengan cara melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan ditafsirkan memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik semakin kokoh. Dalam penelitian ini data-data yang telah mengalami pengolahan dan siap disajikan dapat diambil kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan akurat agar terjadi kesesuaian antara rumusan awal dengan hasil dari penelitian yang disajikan dalam kesimpulan. Analisis data menggunakan model interaktif dari Miles dan Huberman dapat digambarkan sebagai berikut:


(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Profil Universitas Negeri Yogyakarta

Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) adalah salah satu Universitas Negeri yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) terletak di Jalan Colombo nomor 1, Karangmalang, Catur Tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta adalah Perguruan Tinggi Negeri di bawah Departemen Pendidikan Nasional yang berkedudukan di Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta merupakan pengembangan dari IKIP Yogyakarta, yaitu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan yang telah berdiri sejak 21 Mei 1964. IKIP merupakan penggabungan dari dua institusi pendidikan tinggi keguruan yaitu Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) UGM dan Institut Pendidikan Guru (IPG)

Universitas Negeri Yogyakarta memiliki 7 Fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Fakultas Ekonomi (FE), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Teknik (FT), Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK), dan Program Pascasarjana.


(54)

2. Karakteristik Mahasiswa UNY

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karakteristik adalah ciri-ciri khusus atau mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Mahasiswa merupakan panggilan untuk seseorang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas atau perguruan tinggi. Jenjang pembelajaran yang tinggi ini menyebabkan mahasiswa disebut sebagai kaum muda intelektual. Setiap universitas pasti mempunyai mahasiswa yang memiliki karakteristik berbeda-beda untuk menunjang keberhasilan studi mahasiswa. Begitu juga dengan UNY yang mempunyai karakter mahasiswa yang berbeda-beda.

UNY merupakan tempat belajar bagi seseorang yang ingin menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yang disebut mahasiswa. Dari banyaknya mahasiswa yang terdapat di UNY pasti mempunyai karakter yang berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan karakteristik tersebut dapat dilihat dari pengamatan yang peneliti lakukan pada beberapa mahasiswa di UNY, seperti adanya karakter seorang pemimpin yang selalu memimpin disuatu kegiatan ataupun organisasi-organisasi, karakter aktivis yang suka dengan kegtiatan-kegiatan yang berurusan dengan organisasi dan birokrasi yang biasanya karakter ini sering berkumpul dengan sesama mahasiswa dalam organisasi tersebut.


(55)

Ada pula karakter seorang yang rajin yang dapat dilihat dari kehadiran mahasiswa dalam kegiatan perkuliahan dan pemanfaatan waktu kuliah. Terdapat juga karakter mahasiswa yang mengikuti kegiatan UKM diluar jam perkuliahan untuk menyalurkan bakat ataupun hobby. Sedangkan karakteristik mahasiswa yang malas yang dapat dilihat dari kehadiran mahasiswa yang sering bolos tanpa ijin, dan tidak pernah mengerjakan ataupun mengumpulkan tugas yang diberikan oleh ibu dan bapak dosen.

Mahasiswa yang memiliki gaya hidup shopaholic cenderung merupakan mahasiswa yang hanya memilih sebagai mahasiswa biasa yang kegiatan pokoknya hanya berkuliah saja. Artinya mahasiswa tersebut memilih untuk tidak terlibat dalam organisasi-organisasi maupun UKM yang ada di kampus. Seperti halnya AA, MH, dan YM, mereka tidak memiliki kegiatan lain selain kuliah. “Ga ada, kerjaan lain ya Cuma main, hehe” (Wawancara dengan MH pada tanggal 24 Desember 2013). Lain halnya dengan YV dan DA, walaupun tidak terlibat dalam kegiatan organisasi di kampus, mereka mempunyai kegiatan lain yaitu pekerjaan sambilan. “iya punya, kerja sambilan sebagai model dan SPG/usher” (Wawancara dengan YV pada tanggal 5 Dember 2013). Mahasiswa ini tergolong seseorang yang mandiri yaitu mahasiswa yang kuliah sambil bekerja, sehingga ia dapat membiayai kehidupannya sendiri serta mendapat penghasilan tambahan untuk menyalurkan hobi belanjanya. Karakter mahasiswa


(56)

ini biasanya merupakan mahasiswa rantau yang jauh dari rumah dan keluarga.

Mahasiswa yang memiliki karakter tersebut suka mengikuti trend yang sedang berkembang disetiap saat. Baik dari segi perkembangan teknologi maupun pakaian yang sedang muncul. Biasanya orang yang suka mengikuti trend hanya ingin terlihat berbeda dengan teman-temannya agar dianggap tidak ketinggalan zaman dan dianggap gaul. Ada pula mahasiswa yang menunjukkan hal tersebut dengan pergaulan yang luas diantara mahasiswa. Alasan mahasiswa tersebut bermacam-macam, misalnya ingin terlihat sama dengan mahasiswa lain supaya tidak dianggap ketinggalan zaman, atau agar status sosialnya dianggap lebih dibandingkan dengan mahasiswa lain. Serta masih banyak lagi karakter mahasiswa yang terdapat di UNY.

Selain mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, mahasiswa dari berbagai angkatanpun mempunyai agama, asal daerah yang beda serta mempunyai latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga seperti pekerjaan dan pendapatan orang tua yang berbeda-beda, dapat mendukung mahasiswa untuk berpenampilan ataupun membentuk karakter mahasiswa yang berbeda-beda.


(57)

3. Deskripsi Informan

Peneliti mendapatkan beberapa informan yang merupakan mahasiswa UNY, yang berjumlah 7 informan, dari berbagai Prodi. Adanya 7 informan maka dapat memberikan gambaran untuk mewakili seluruh mahasiswa UNY. Mahasiswa yang menjadi informan peneliti ini diantaranya :

a. AA

AA merupakan mahasiswa UNY Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni. Saat ini AA berusia 22 tahun. AA berasal dari daerah Kulon Progo. Penghasilan orang tuanya sebagai ayah dan ibu PNS dengan penghasilan perbulan sekitar 8 juta rupiah. AA diberi uang saku oleh orang tuanya per bulan sebesar 1,5 juta rupiah. AA mepunyai intensitas belanja 3x dalam sebulan. Alasan AA sering berbelanja adalah karena belanja merupakan sebuah kebutuhan dan untuk menunjang penampilan agar mengikuti trend. Biaya yang dikeluarkan untuk berbelanja dalam sebulan 500 ribu rupiah atau lebih.

b. YV

YV merupakan mahasiswa UNY Prodi Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan. Saat ini YV berusia 22 tahun. YV berasal dari daerah Temanggung. Penghasilan orang tuanya sebagai PNS (ayah) dan ibu sebagai ibu rumah tangga dengan penghasilan perbulan 4 juta rupiah. YV diberi uang saku


(58)

oleh orang tuanya per bulan sebesar 1,5 juta rupiah. YV mepunyai intensitas belanja 2-3x dalam sebulan. Alasan YV sering berbelanja adalah tuntutan lifestyle. Biaya yang dikeluarkan untuk berbelanja dalam sebulan 600 ribu rupiah.

c. MH

MH merupakan mahasiswa UNY Prodi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi. Saat ini MH berusia 20 tahun. MH berasal dari daerah Magelang. Penghasilan orang tuanya sebagai TNI AD dan wirausaha dengan penghasilan perbulan sekitar 13 juta rupiah. MH diberi uang saku oleh orang tuanya per bulan sebesar 2 juta rupiah. MH mepunyai intensitas belanja 4x dalam sebulan. Alasan MH sering berbelanja adalah karena belanja merupakan sebuah kebutuhan yang tidak bisa tergantikan. Biaya yang dikeluarkan untuk berbelanja dalam sebulan 500-700 ribu rupiah.

d. YM

YM merupakan mahasiswa UNY Prodi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial. Saat ini YM berusia 22 tahun. YM berasal dari daerah Bantul Yogyakarta. Penghasilan orang tuanya sebagai Dosen dan guru dengan penghasilan perbulan 3-5 juta rupiah. YM diberi uang saku oleh orang tuanya per bulan sebesar 1 juta rupiah, diluar uang belanja. YM mepunyai intensitas belanja 3x dalam sebulan. Alasan YM sering berbelanja adalah


(59)

karena belanja merupakan sebuah kepuasan tersendiri ketika melihat barang-barang lucu, sehingga menyebabkan keinginan untuk membelinya. Dan ketika melihat seseorang di televisi memakai barang yang bagus, ada keinginan untuk mencarinya. Biaya yang dikeluarkan untuk berbelanja dalam sebulan 500 ribu rupiah.

e. PW

PW merupakan mahasiswa UNY Prodi Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial. Saat ini PW berusia 22 tahun. PW berasal dari daerah Ngawi Jawa Timur. Penghasilan orang tuanya sebagai PNS dengan penghasilan perbulan 3-4 juta rupiah. PW diberi uang saku oleh orang tuanya per bulan sebesar 1,5 juta rupiah. PW mepunyai intensitas belanja 3-4x dalam sebulan. Alasan PW sering berbelanja adalah karena sering ingin membeli barang-barang yang bagus dan model terbaru. Biaya yang dikeluarkan untuk berbelanja dalam sebulan 500-700 ribu rupiah. f. DA

DA merupakan mahasiswa UNY Prodi Pendidikan Bahasa Jerman, Fakultas Bahasa dan Seni. Saat ini DA berusia 22 tahun. DA berasal dari Kalimantan. Penghasilan orang tuanya sebagai pengusaha dengan penghasilan perbulan 10 juta rupiah. DA diberi uang saku oleh orang tuanya per bulan sebesar 2 juta rupiah. DA mepunyai intensitas belanja 8x dalam sebulan. Alasan DA sering


(60)

berbelanja adalah karena dengan belanja kita bisa mengikuti perkembangan terbaru (uptodate). Biaya yang dikeluarkan untuk berbelanja dalam sebulan 700 ribu rupiah.

g. AR

AR merupakan mahasiswa UNY Prodi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi, Fakultas Ilmu Keolahragaan. Saat ini AA berusia 22 tahun. AR berasal dari daerah Purwokerto. Penghasilan orang tuanya sebagai PNS dengan penghasilan perbulan 7 juta rupiah. AR diberi uang saku oleh orang tuanya per bulan sebesar 2 juta rupiah. AR mepunyai intensitas belanja 4x dalam sebulan. Alasan AR sering berbelanja adalah karena belanja merupakan sebuah hobi. Biaya yang dikeluarkan untuk berbelanja dalam sebulan 800 ribu rupiah.

B. Analisis dan Pembahasan

1. Gaya Hidup Shopaholic sebagai Bentuk Perilaku Konsumtif Mahasiswa UNY

Belanja merupakan cerminan dari gaya hidup seseorang dan sebagai bagian dari rekreasi bagi suatu kalangan sosial tertentu. Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat konsumsi yang tinggi, terutama di kalangan remaja. Kebanyakan orang mudah terpengaruh oleh apa yang mereka lihat dan yang menjadi tren saat itu sehingga membuat orang tersebut cenderung menjadi konsumtif. Konsumtif


(61)

bisa digunakan untuk penggunaan kepada uang, waktu, atau energi dengan berlebihan dan destruktif. Jika demikian maka konsumtivisme adalah sebuah pandangan hidup, gaya hidup, ajaran, sikap atau falsafah hidup yang memakai, mengkonsumsi, menggunakan, menghabiskan sesuatu dengan berlebih-lebihan, memboroskan sesuatu (Suharto, 2003:35).

Perilaku konsumtif sendiri didefinisikan oleh Solomon (2002:453) sebagai sebuah studi tentang proses yang menghubungkan individu atau grup yang terpilih terhadap pembelian, penggunaan produk, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan hasrat, sedangkan Schiffman dan kanuk (2000:256) adalah suatu tingkah laku dari konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menentukan produk jasa. Istilah perilaku konsumtif diartikan sebagai perilaku yang menunjukkan oleh orang-orang dalam merencanakan, membeli dan menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa.

Remaja dapat menjadi sasaran yang mudah terpengaruh dengan maraknya konsumerisme, karena masih dalam masa pencarian jati diri. Berbelanja menjadi pelampiasan mereka dari jenuhnya rutinitas dalam menuntut ilmu, yang pada akhirnya menjadikan mahasiswa hanya dapat menjadi generasi yang konsumtif. Apalagi mahasiswa dari luar kota yang memiliki orang tua berada, seringkali menjadi konsumtif ketika menuntut ilmu di kota dan mengetahui kehidupan perkotaan dengan segala fasilitas juga tuntutan dalam pergaulannya. Mahasiswa


(62)

yang menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta datang dari berbagai daerah serta berbagai alasan. Contohnya yaitu MH, mahasiswa asal Magelang ini memilih Yogyakarta sebagai tempat untuk menuntu ilmu. Menurutnya “saya memilih kuliah di Jogja karena ingin mencari suasana baru, lingkungan baru dalam mencari ilmu” (Wawancara dengan MH pada tanggal 24 Desember 2013). Faktor lingkungan memberikan peranan sangat besar terhadap pembentukan perilaku konsumtif mahasiswa. Sehingga banyak dari para mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta yang notabene berasal dari berbagai daerah ini terpengaruh untuk berperilaku konsumtif.

Banyak diantara mahasiswa UNY yang memiliki gaya hidup shopaholic. Shopaholic berasal dari kata shop yang artinya belanja dan aholic yang artinya suatu ketergantungan yang disadari maupun tidak. Shopaholic adalah seseorang yang tidak mampu menahan keinginannya untuk berbelanja dan berbelanja sehingga menghabiskan begitu banyak waktu dan uang untuk berbelanja meskipun barang-barang yang dibelinya tidak selalu ia butuhkan (diunduh dalam No name : 2013). Shopaholic diartikan sebagai sebuah kecenderungan untuk berbelanja barang secara kompulsif dengan frekuensi yang cukup tinggi. Gaya hidup shopaholic termasuk ke dalam salah satu bentuk perilaku konsumtif. Kata konsumtif menggambarkan secara jelas bagaimana perilaku seseorang dalam menghabiskan uang untuk


(63)

sesuatu yang sebenarnya tidak diperlukan. Mereka tidak pernah puas dengan apa yang telah dimilikinya. Mahasiswa konsumtif yang membeli produk bermerk hanya ingin menunjukkan eksistensinya dapat diterima.

Seseorang dapat dikatakan shopaholic apabila seseorang melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan. Hal tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan. Pelaku shopaholic selalu ingin mengikuti perkembangan trend yang ada, sehingga sebisa mungkin mereka segera membeli barang-barang keluaran terbaru. Mereka merasa puas dan senang apabila barang yang diinginkan sudah terbeli, meskipun pada akhirnya barang-barang tersebut tidak mereka butuhkan.

Pengeluaran perbulan untuk belanja kebutuhan tersier ini berkisar antara 500ribu – 1juta rupiah. Pelaku shopaholic membelanjakan uangnya minimal 4x dalam sebulan, dalam tiap kali belanja dapat menghabiskan waktu seharian. Menurut mereka, berada di tempat perbelanjaan adalah merupakan rumah kedua bagi mereka. Waktu luang seharian dibutuhkan untuk memenuhi hasrat belanja mereka. Pelaku gaya hidup shopaholic membeli barang-barang keluaran terbaru


(64)

seperti tas, sepatu, baju, make up, dan barang penunjang penampilan yang lainnya.

Gaya hidup shopaholic pada mahasiswa UNY dapat dilihat dari segi penampilan serta cara bergaulnya. Mahasiswa yang memiliki gaya hidup shopaholic selalu berpenampilan menarik, mengenakan fashion bermerk, mengikuti perkembangan jaman dengan sangat cepat, serta memiliki standart hidup menengah ke atas. Dari segi penampilan, cara berpakaian mahasiswa tersebut selalu terkesan menarik. Mulai dari model pakaian, tas, sepatu, serta aksesoris yang digunakan. Semuanya merupakan barang-barang keluaran terkini dari merk-merk terkenal, baik itu asli maupun yang berkualiatas premuim/super. Contohnya saja tas, banyak sekali brand terkenal yang saat ini sangat digemari mahasiswa, antara lain yaitu hermes, LV, prada, furla, dan masih banyak yang lainnya. Seperti yang dikatakan oleh YV “kadang buat punya-punyaan aja, jadi beli yang dari brand walaupun ga asli” (Wawancara dengan YV pada tanggal 5 Desember 2013). Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti, YV memiliki berbagai macam tas dengan brand terkenal dengan kualitas tas branded replika kisaran harga 500 ribu rupiah. Kualitas ini masih terjangkau untuk kalangan mahasiswa yang belum sepenuhnya memiliki penghasilan tetap selain dari orang tua.

Bagi mahasiswa yang tidak bisa membeli barang asli yang harganya jutaan rupiah, biasanya mereka membeli barang dengan


(65)

kualitas tas branded replika. Mahasiswa yang memiliki gaya hidup shopaholic tidak mau ketinggalan, apalagi jika salah satu dari teman mereka sudah memiliki barang terbaru tersebut. Seolah-olah mereka bersaing antara satu dengan yang lainnya demi mendapatkan citra diri yang lebih baik atau setidaknya sama dengan yang lain. Shopaholic di kalangan mahasiswa yaitu hanya rasa gengsi tinggi yang diperoleh dari menonjolkan merek-merek terkenal dan mahal, atau simbol-simbol kemewahan lainnya. Sebagian besar tertarik akan promosi produk baru, diskon dan obral, akan tetapi dalam hal berbelanja, mereka tidak terlalu mengharuskan membeli barang dari merk tertentu. Yang terpenting adalah kualitas dan barang tersebut merupakan barang yang sedang tren saat ini.

Mahasiswa merupakan masa remaja yang merasa bahwa penampilan fisik mereka merupakan faktor penunjang agar mereka dapat diterima oleh lingkungannya. Hurlock (1990: 206) mengungkapkan bahwa remaja harus mengikuti standar budaya kawula muda bila ingin diterima oleh kelompok sebayanya. Selanjutnya Hurlock mengatakan, sebagian besar remaja ingin diterima oleh teman-teman sebayanya, tetapi hal ini seringkali diperoleh dengan perilaku yang oleh orang dewasa dianggap tidak bertanggung jawab. Salah satu cara mahasiswa untuk menunjang penampilan mereka adalah dengan mengikuti tren fashion saat ini.


(66)

Fashion saat ini merupakan hal yang menjadi penunjang kehidupan seseorang terutama wanita. Dengan fashion, seseorang akan menjadi lebih percaya diri, lebih terlihat cantik dan menarik. Fashion dapat menjadi perhatian bagi seseorang, karena fashion sendiri merupakan bagian dari gaya hidup seseorang (wanita terutama). Seseorang yang sangat fashionable, secara tidak langsung mempersepsikan dirinya sebagai seseorang dengan gaya hidup modern dan selalu mengikuti tren yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa dalam dunia modern, gaya hidup membantu menentukan sikap dan nilai-nilai serta menunjukkan status sosial.

Mahasiswa yang fashionable biasanya mengikuti tren atau seseorang yang menjadi idolanya dalam mengikuti gaya berpakaian maupun gaya rambut dan sebagainya. Banyak kalangan artis yang menjadi trendsetter fashion, bukan hanya berpakaiannya namun dari ujung rambut hingga ujung kaki nya pun menjadi trendsetter yang diikuti oleh para kalangan anak muda seperti mahasiswa UNY. Seperti penuturan dari YM “kalau menonton televisi ada artis pakai baju, tas atau sepatu yang bagus gitu terus kepingin nyari” (Wawancara dengan YM pada tanggal 6 Januari 2014). Fashion saat ini beraneka ragam macamnya, dimulai dari pakaian, celana, rambut, sepatu, kutek, behel (kawat gigi), pemakaian softlense, kalung, gelang, tas dsb. Hal-hal tersebut sebagai penunjang dalam berpenampilan oleh seseorang. Banyak mahasiswa UNY yang berpakaian dengan menggunakan


(67)

beberapa aksesories sebagai penunjang dalam berpenampilan serta ada yang menggunakan high heels/wedges, flat shoes, dan memakai pakaian sesuai perkembangan sekarang ini.

Pelaku shopaholic selalu mengikuti perkembangan fashion yang ada dengan berbelanja. Seperti yang dikatakan oleh DA “karena dengan belanja kita bisa mengikuti perkembangan terbaru (uptodate)” (Wawancara dengan DA pada tanggal 10 Januari 2014). Mereka mengatasi kejenuhan akan rutinitasnya dengan frekuensi berbelanja minimal 3x dalam sebulan. Seperti yang dikatakan oleh AR “ya seminggu sekali lah, berarti ya sebulan minimal 4x” (Wawancara dengan AR pada tanggal 16 Januari 2014). Namun mereka mengakui bahwa pendapatan dari uang saku yang diberikan oleh orang tua adalah cukup, yaitu Rp 1.500.000/bulan bahkan lebih. Lebih dari cukup untuk membelanjakan uang mereka. Tidak sedikit dari mereka yang memiliki pendapatan tambahan selain dari orang tua, yaitu dari hasil kerja sambilan. Contohnya yaitu PW dan DA. PW bekerja paruh waktu untuk memperoleh penghasilan tambahan. Sedangkan DA memiliki bisnis usaha sendiri, yakni bisnis dalam bidang besi dan kawat.

Mahasiswa yang memiliki gaya hidup shopaholic merupakan seseorang yang cukup spontan untuk membeli barang. Saat ada barang yang menarik hatinya, seketika itu juga dibeli. Atau, ketika menemui ada kata “diskon” untuk suatu item tertentu, maka akan langsung


(68)

berbelanja tanpa berpikir memang diperlukan atau tidak. Sama seperti yang dikatakan oleh YM “soalnya kepuasan tersendiri kalau lihat barang-barang lucu gitu pengen beli” (Wawancara dengan YM pada tanggal 6 Januari 2014).

Shopaholic berbelanja dengan asumsi bahwa berbelanja itu menyenangkan. Alhasil belanja semacam hobi yang harus disalurkan untuk menghindari stres dan dapat mengalami kecanduan belanja dengan keinginan memiliki semua barang. Tipe ini cukup berbahaya karena dia ingin selalu belanja apa pun meski barang yang dibeli tidak disukainya. Sebagian besar tertarik akan promosi produk baru, diskon dan obral. Seperti yang dikatakan oleh PW “pengen kalau lihat barang bagus dan barang baru” (Wawancara dengan PW pada tanggal 6 Januari 2014). Banyak diantara para mahasiswa yang membeli barang tidak berdasar akan apa yang dibutuhkan, tetapi karena melihat barang-barang baru yang terlihat menarik.

Dalam hal berbelanja, ada beberapa orang yang mementingkan merk dan ada yang tidak terlalu mementingkan merk. Contohnya yaitu MH, menurut penuturannya “soalnya kalau barang ber-merk kan biasanya lebih awet, ga ketinggalan jaman juga” (Wawancara dengan MH pada tanggal 24 Desember 2013). Bagi orang yang mementingkan merk suatu barang, yang terpenting adalah kualitas dan barang tersebut merupakan barang yang sedang tren saat ini. Lain halnya dengan AA, menurutnya “ga harus beli dengan merk tertentu,


(69)

yang penting barangnya bagus dan nyaman dipakai” (Wawancara dengan AA pada tanggal 2 Desember 2013).

Dari beberapa penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta yang mempunyai gaya hidup shopaholic adalah mahasiswa yang mempunyai intensitas belanja minimal 3x dalam sebulan (tas, pakaian, sepatu, asesoris) sehingga menjadikan mahasiswa berperilaku konsumtif, menghabiskan banyak waktu untuk belanja sebagai penghilang rasa jenuh dan sebagai kepuasan tersendiri, selalu membeli barang terkini untuk mengikuti perkembangan zaman yang ada, umumnya orang-orang konsumtif yang membeli produk bermerk hanya ingin menunjukkan eksistensinya dapat diterima, berpenampilan fashionable, memakai barang-barang dengan harga di atas rata-rata untuk menunjang penampilan, serta lebih banyak bergaul dengan orang-orang yang memiliki hobi yang sama dalam banyak hal.

Konsumerisme pada perkembangannya digiring untuk menjadi belanja gaya hidup yang dirumuskan oleh iklan dan barang, ketimbang belanja fungsi sebuah barang. Gaya hidup mengkondisikan setiap orang untuk membeli ilusi-ilusi tentang status, kelas, posisi sosial, dan prestise. Ada tiga perspektif utama mengenai budaya konsumer yang sangat berkaitan erat dengan shopaholic. Tiga perspektif menurut Featherstone (1991) yang dimaksud adalah:


(70)

a. Budaya konsumer didasari pada premis ekspansi produksi komoditas kapitalis yang telah menyebabkan peningkatan akumulasi budaya material secara luas dalam bentuk barang-barang konsumsi dan tempat-tempat untuk pembelanjaan dan untuk konsumsi. Hal ini menyebabkan tumbuhnya aktivitas konsumsi serta menonjolnya pemanfaatan waktu luang (leisure) pada masyarakat kontemporer Barat. Dalam gaya hidup shopaholic, adanya ekspansi produksi tersebut tampak dengan banyaknya waktu yang dihabiskan oleh masyarakat konsumer di pusat-pusat perbelanjaan untuk berbelanja.

b. Perspektif budaya konsumer berdasarkan perspektif sosiologis yang lebih ketat, yaitu bahwa kepuasan seseorang yang diperoleh dari barang-barang yang dikonsumsi berkaitan dengan aksesnya yang terstruktur secara sosial. Fokus dari perspektif ini terletak pada berbagai cara orang memanfaatkan barang guna menciptakan ikatan sosial atau perbedaan sosial. Bagi seorang shopaholic, terdapat kepercayaan bahwa seseorang hanya bisa didefinisikan melalui barang-barang yang dipakai. Barang-barang yang dipakai tersebut diyakini dapat membentuk status sosial tertentu.

c. Perspektif yang berangkat dari pertanyaan mengenai kesenangan/kenikmatan emosional dari aktivitas konsumsi, impian dan hasrat yang menonjol dalam khayalan budaya konsumer, dan khususnya tempat-tempat kegiatan konsumsi yang secara beragam


(71)

menimbulkan kegairahan dan kenikmatan estetis langsung terhadap tubuh. Seorang shopaholic merasa terpenuhi secara emosional ketika mereka berbelanja. Kekosongan yang mereka rasakan hanya bisa dipenuhi dengan berbelanja dan berbelanja.

2. Faktor-Faktor Penyebab Shopaholic

Belanja merupakan cerminan dari gaya hidup bagi masyarakat tertentu. Bagi pelaku shopaholic, belanja menjadi sebuah gambaran perilaku konsumtif yang sulit untuk diubah. Gejala ini dapat menyerang siapa saja, baik itu remaja maupun orang tua. Tidak heran apabila mahasiswa menjadi pelaku shopaholic, sebab mahasiswa berada dalam masa remaja yang mempunyai dinamika yang unik. Keinginan belanja tersebut seringkali mendorong mahasiswa untuk membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, namun hanya untuk memenuhi keinginan meniru orang lain yang ada di lingkungan sekitarnya. Alasan mahasiswa mempunyai gaya hidup shopaholic sangat beragam dan dapat dijabarkan sebagai berikut.

Shopaholic dapat disebabkan oleh berbagai faktor dari luar maupun dari dalam diri seseorang. Ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab shopaholic, yaitu :

a. Gaya hidup mewah.

Susianto (1993: 71) mengungkapkan bahwa orang yang menganut gaya hidup hedonis adalah individu yang mengerahkan


(1)

3) Candu :

Dampak negatif yang lain adalah membuat mahasiswa menjadi candu. Sikap candu mahasiswa terhadap gaya hidup shopaholic dapat dilihat dari berpengaruhnya mahasiswa dalam menggunakan barang-barang keluaran terbaru. Mahasiswa merasa lebih percaya diri apabila telah memiliki barang-barang keluaran terbaru. Kebutuhan akan rasa nyaman inilah yang dimanfaatkan para produsen dengan cara memborbardir konsumen dengan berbagai iklan produk sehingga konsumen menjadi ketagihan dan menjadikan belanja sebagai sarana pelepasan ketegangan.

Kebiasaan ini pun semakin sulit untuk diatasi seiring bertambahnya waktu. Alhasil tak sedikit mahasiswa yang menjadi pecandu belanja bahkan bisa saja saat mereka tidak mempunyai banyak uangMahasiswa hanya merasakan kesenangan semata dalam menjalani gaya hidup ini. Ketika mereka memperoleh apa yang diinginkan, maka rasa senang itu akan muncul. Kepuasaan tersendiri apabila seorang shopaholic dapat memenuhi hasrat belanjanya.

E. PENUTUP 1. Kesimpulan

Banyak diantara mahasiswa UNY yang memiliki gaya hidup shopaholic. Gaya hidup shopaholic termasuk ke dalam salah satu bentuk perilaku konsumtif. Mereka tidak pernah puas dengan apa yang telah dimilikinya. Umumnya orang-orang konsumtif yang membeli produk bermerk hanya ingin menunjukkan eksistensinya dapat diterima. Mereka mengatasi kejenuhan akan rutinitasnya dengan frekuensi berbelanja minimal 3x dalam sebulan. Namun mereka mengakui bahwa pendapatan dari uang saku yang diberikan oleh orang tua adalah cukup, yaitu Rp 1.500.000/bulan bahkan lebih. Tidak


(2)

sedikit dari mereka yang memiliki pendapatan tambahan selain dari orang tua, yaitu dari hasil kerja sambilan. Pelaku shopaholic menghabiskan banyak waktu untuk belanja sebagai penghilang rasa jenuh dan sebagai kepuasan tersendiri dan lebih banyak bergaul dengan orang-orang yang memiliki hobi yang sama dalam banyak hal.

Belanja merupakan cerminan dari gaya hidup bagi masyarakat tertentu. Bagi pelaku shopaholic, belanja menjadi sebuah gambaran perilaku konsumtif yang sulit untuk diubah. Faktor-faktor yang menyebabkan gaya hidup shopaholic pada mahasiswa UNY antara lain yaitu: (1) gaya hidup mewah, (2) pengaruh dari keluarga, (3) iklan, (4) mengikuti trend, (5) banyaknya pusat-pusat perbelanjaan, (6) pengaruh lingkungan pergaulan.

Gaya hidup shopaholic selain memberikan dampak positif, bisa juga memberikan dampak negatif. Dampak positif gaya hidup shopaholic antara lain sebagai penghilang stres dan untuk mengikuti perkembangan jaman. Sedangkan dampak negatif gaya hidup shopaholic antara lain adalah terbentuknya perilaku konsumtif, boros, dan candu.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Amrin Ra’uf. 2009. Shopping Saurus. Yogyakarta: DIVA Press.

Awan. 2009. Tersedia pada /03/pengertian-gayahidup.html. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2013, pukul 14.06 WIB.

Bangong Suryanto dan Satinah. 2007. Metode Penelitian Sosial. Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Barker, Chris. 2008. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Barnard, Malcom. 2011. Fashion sebagai Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra.

Burhan Bungin. 2010. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Chaney, David. 2003. Lifestyle: Suatu Pengantar Komperhensif. Yogyakarta dan Bandung: Jalasutra.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Buku.

Featherstone, Mike. 1991. Postmodernisme dan Budaya Konsumen. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Heru Nugroho. 2001. Negara, Pasar dan Keadilan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(4)

Hornby, AS. 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. London: Oxford University Press.

Hurlock, E. 1990. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Alih Bahasa : Istiwadayanti. Jakarta : Erlangga.

Kunto, A.A. 1999. Remaja Tentang Hedonisme : Kecil Bahagia, Muda Foya-foya, Tua Kaya Raya, Mati Masuk Surga. Yogyakarta : PT. Kanisius.

Lucia Sinto Dewi. 2007. Salon sebagai Tren Gaya Hidup Kaum Muda. Yogyakarta: Skripsi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada.

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Monks, FJ., Knoers, H.M.O., Haditomo, S.R. 1998. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gagjah Mada University Press.

Nuning Utami. Coffee shop sebagai Tren Gaya Hidup mahasiswa (studi kasus Nongkrong mahasiswa di kawasan Babarsari). Yogyakarta: Skripsi Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakulktas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

Raymond Tambunan. 2005. Informasi Psikologi Online: Remaja dan Perilaku Konsumtif.


(5)

Ritzer, George dan Douglas, J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi (dari Teori Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern). Yogyakarta: Kreasi Wacana Offset.

Sagita. Tersedia pada tanggal 10 Oktober 2013, pukul 16.00 WIB.

Schiffman, Leon G dan Lieslie Lazar kanuk. 2000. Consumer Behavior. USA: Prentice Hall.

Soekidjo Notoadmodjo. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan Ilmu Perilaku. Yogyakarta: Andi Offset.

Solomon, Michael R. 2002. Consumer Behavior: Buying, Having and Being, 5 edition. New Jersey: Prentice Hall, inc.

Susanto, B. A. 2001. Potret-potret Haya Hidup Metropolis. Jakarta : Kompas.

Susianto, H. 1993. Studi Gaya Hidup sebagai Upaya Mengenali Kebutuhan Anak Muda. Jurnal Psikologi dan Masyarakat. Jakarta : Grasindo PT. Gramedia.

Sutopo HB. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Jurusan Seni Rupa UNS.

Tambunan. 2007. Tersedia pada WIB.


(6)

Ugi Suharto. 2003. Paradigma Ekononi Konvensional dalam Sosialisasi Ekonomi, Makalah. Jakarta: FEUI.

Universitas Negeri Yogyakarta. Profil UNY. Tersedia pada November 2013, pukul 15.00 WIB.