Prevalensi Gejala Rinitis Alergi di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009

(1)

PREVALENSI GEJALA RINITIS ALERGI DI KALANGAN

MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA ANGKATAN 2007-2009

Oleh:

ILAVARASE NADRAJA

NIM: 070100313

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PREVALENSI GEJALA RINITIS ALERGI DI KALANGAN

MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA ANGKATAN 2007-2009

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

ILAVARASE NADRAJA

NIM: 070100313

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul: Prevalensi Gejala Rinitis Alergi di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009

Nama: Ilavarase Nadraja Nim : 070100313

Dosen Pembimbing, Penguji I,

... ... (dr. Aliandri, Sp.THT) (dr. Masita Dewi, Sp.M) NIP:19660309-200012-1-007 NIP:19761024-200501-2-001

Penguji II,

... (dr. Rointan. S, Sp.KK) NIP:19630820-198902-2-001

Medan, 13 Disember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

……….

(Prof.Dr.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH) NIP: 19540220-198011-1-001


(4)

ABSTRAK

Pendahuluan. Rinitis Alergi (RA) adalah kelainan peradangan dari nasal mukosa

yang ditandai oleh kongesti nasal, rinore dan hidung gatal serta seringkali disertai dengan bersin-bersin dan kongesti konjungtiva. Kajian epidemiologi menunjukkan prevalensi rinitis alergi di Indonesia dan di seluruh dunia terus mengalami peningkatan.

Metode. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi gejala rinitis

alergi di kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Penelitian ini dilakukan antara bulan Mei – November 2010. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif, pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Stratified Random Sampling.

Hasil. Dengan jumlah sampel sebanyak 120 orang (60 lelaki dan 60 perempuan)

mahasiswa, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa prevalensi gejala rinitis alergi adalah sebanyak (61,7%). Prevalensi gejala rinitis alergi terendah pada lelaki (41,9%) dan tertinggi pada perempuan (58,1%). Prevalensi gejala rinitis alergi pada mahasiswa dengan riwayat keluarga stigma atopi adalah sebanyak (39,2%). Gejala rinitis alergi yang terbanyak adalah hidung gatal sebanyak (83,8%) dan bersin-bersin yang terus-menerus sebanyak (75,7%).

Diskusi. Penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi gejala rinitis alergi adalah

tinggi dan lebih dominan mempengaruhi mahasiswa perempuan. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran eksistensi rinitis alergi untuk memastikan penanganan yang cukup dan kontrol dari rinitis alergi.


(5)

ABSTRACT

Introduction. Allergic Rhinitis (AR) is an inflammatory disorder of the nasal mucosa characterized by nasal congestion, rhinorrhea and itching and often accompanied by sneezing and conjuctival irritation. Epidemiology studies suggest the prevalence of allergic rhinitis in Indonesia and around the world is increasing.

Methods. The research was aimed to determine the prevalence of the symptoms

of allergic rhinitis among the students of Medical Faculty in the University of North Sumatera, Medan. Data were collected using questionnaire. The study was undertaken between Mei 2010 and November 2010. This is a descriptive research method with a Cross Sectional Approach and the sample withdrawal is done by using a stratified random sampling technique.

Results. With the total sample of 120 students (60 girls and 60 boys), the result

shows that the overall prevalence of the symptoms of allergic rhinitis was (61.7%). The prevalence of the symptoms of allergic rhinitis was the lowest among male students (41.9%), and highest among female students (58.1%). The prevalence of the disease between students with family history of atopy stigma was (39.2%). The most common signs of allergic rhinitis were nasal itching (83.8%) and sneezing (75.7%).

Discussion. The study revealed a high prevalence of the symptoms of allergic

rhinitis, predominantly affecting female students. It is therefore important to increase awareness of the existence of allergic rhinitis as a common airway disease to ensure adequate management and control of the disease.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kurnia dan izinNya skripsi yang berjudul Prevalensi Gejala Rinitis Alergi di Kalangan

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007, 2008 dan 2009 ini dapat diselesaikan. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi

salah satu syarat menyelesaikan pendidikan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa semua usaha yang telah dilakukan merupakan hasil kerjasama yang baik dari semua pihak yang telah membantu. Untuk itu, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Gontar A.

Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. Dr. Aliandri,Sp.THT sebagai pembimbing utama yang telah meluangkan

waktu, tenaga, pikiran, untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Seluruh Staf Pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak, ibu tercinta (Bapak En.Nadraja dan Ibu Puan.Devarani) dan kakak

serta adik tersayang atas doa, motivasi dan kasih sayangnya.

5. Seluruh teman-teman stambuk 2007, atas dukungan dan bimbingan serta

junior-junior tercinta yang telah membantu dalam bentuk doa, motivasi dan kasih sayang dalam penyusunan skripsi ini.

6. Semua pihak yang telah banyak membantu secara langsung maupun tidak


(7)

Seluruh bantuan baik moril maupun material yang diberikan kepada penulis selama ini , penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan pahala yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini memberi manfaat bagi sesiapa pun yang membacanya.

Medan, November 2010 Penulis

Ilavarase Nadraja 070100313


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rinitis Alergi... 5

2.2 Klasifikasi Rinitis Alergi... 5

2.3 Etiologi Rinitis Alergi... 6

2.4 Patofisiologi Rinitis Alergi... 7

2.5 Gejala Rinitis Alergi... 10

2.6 Diagnosis Rinitis Alergi ... 11

2.7 Penatalaksanaan Rinitis ... 13


(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 15

3.2 Definisi Operasional... 15

3.3 Cara ukur... 16

3.4 Alat ukur... 16

3.5 Skala Pengukuran... 16

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 17

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 17

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 19

4.5. Rencana Pengolahan dan Analisa Data………. 22

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 23

5.1 Hasil Penelitian ... 23

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 23

5.1.2. Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Gejala Rinitis Alergi... 23

5.1.3. Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 24

5.1.4. Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga Stigma Atopi... 25

5.1.5. Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis Gejala Rinitis Alergi... 25

5.2 Pembahasan... 27 5.2.1. Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Gejala


(10)

Rinitis Alergi………... 27

5.2.2. Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 27

5.2.3. Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga Stigma Atopi……….. 28

5.2.4. Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis Gejala Rinitis Alergi... 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 29

6.1 Kesimpulan ... 29

6.2 Saran... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Halaman

4.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner ………. …... 22

5.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Gejala

Rinitis Alergi……… 24

5.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis kelamin ….. 24

5.3. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga Stigma Atopi………25 5.4. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Gejala


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Halaman

Gambar 1. Patofisiologi alergi (rinitis, eczema, asma) paparan

alergen pertama dan selanjutnya……….. 7


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar riwayat hidup peneliti

Lampiran 2 Kuesioner

Lampiran 3 Informed Consent

Lampiran 4 Ethical Clearence

Lampiran 5 Hasil uji validitas dan reliabilitas


(14)

ABSTRAK

Pendahuluan. Rinitis Alergi (RA) adalah kelainan peradangan dari nasal mukosa

yang ditandai oleh kongesti nasal, rinore dan hidung gatal serta seringkali disertai dengan bersin-bersin dan kongesti konjungtiva. Kajian epidemiologi menunjukkan prevalensi rinitis alergi di Indonesia dan di seluruh dunia terus mengalami peningkatan.

Metode. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi gejala rinitis

alergi di kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Penelitian ini dilakukan antara bulan Mei – November 2010. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif, pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Stratified Random Sampling.

Hasil. Dengan jumlah sampel sebanyak 120 orang (60 lelaki dan 60 perempuan)

mahasiswa, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa prevalensi gejala rinitis alergi adalah sebanyak (61,7%). Prevalensi gejala rinitis alergi terendah pada lelaki (41,9%) dan tertinggi pada perempuan (58,1%). Prevalensi gejala rinitis alergi pada mahasiswa dengan riwayat keluarga stigma atopi adalah sebanyak (39,2%). Gejala rinitis alergi yang terbanyak adalah hidung gatal sebanyak (83,8%) dan bersin-bersin yang terus-menerus sebanyak (75,7%).

Diskusi. Penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi gejala rinitis alergi adalah

tinggi dan lebih dominan mempengaruhi mahasiswa perempuan. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran eksistensi rinitis alergi untuk memastikan penanganan yang cukup dan kontrol dari rinitis alergi.


(15)

ABSTRACT

Introduction. Allergic Rhinitis (AR) is an inflammatory disorder of the nasal mucosa characterized by nasal congestion, rhinorrhea and itching and often accompanied by sneezing and conjuctival irritation. Epidemiology studies suggest the prevalence of allergic rhinitis in Indonesia and around the world is increasing.

Methods. The research was aimed to determine the prevalence of the symptoms

of allergic rhinitis among the students of Medical Faculty in the University of North Sumatera, Medan. Data were collected using questionnaire. The study was undertaken between Mei 2010 and November 2010. This is a descriptive research method with a Cross Sectional Approach and the sample withdrawal is done by using a stratified random sampling technique.

Results. With the total sample of 120 students (60 girls and 60 boys), the result

shows that the overall prevalence of the symptoms of allergic rhinitis was (61.7%). The prevalence of the symptoms of allergic rhinitis was the lowest among male students (41.9%), and highest among female students (58.1%). The prevalence of the disease between students with family history of atopy stigma was (39.2%). The most common signs of allergic rhinitis were nasal itching (83.8%) and sneezing (75.7%).

Discussion. The study revealed a high prevalence of the symptoms of allergic

rhinitis, predominantly affecting female students. It is therefore important to increase awareness of the existence of allergic rhinitis as a common airway disease to ensure adequate management and control of the disease.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan. Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi rinitis alergi diperkirakan berkisar antara 10-20% dan secara konstan meningkat dalam dekade terakhir (Rusmono, 1993). Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.

Usia rata-rata onset rinitis alergi adalah 8-11 tahun, dan 80% rinitis alergi berkembang dengan usia 20 tahun. Biasanya rinitis alergi timbul pada usia muda (remaja dan dewasa muda). Dalam suatu penelitian di Medan, dari 31 penderita rinitis alergi, ditemukan perempuan lebih banyak daripada laki-laki dengan perbandingan 1.58 : 1 (Hanum, 1989). Zainuddin (1999) di Palembang mendapatkan dari 259 penderita rinitis alergi 122 laki-laki dan 137 perempuan. Budiwan (2007) di Semarang pada penelitiannya dengan 80 penderita rinitis alergi mendapatkan laki-laki 37,5% dan perempuan 62,5%. Keluarga atopi mempunyai prevalensi lebih besar daripada nonatopi (Karjadi, 2001). Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50%. Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran penting. Peran lingkungan rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi (Rusmono, 1993).

Pemeriksaan rutin yang dilakukan untuk mendiagnosis rinitis alergi meliputi anamnesis, pemeriksaan THT dengan/tanpa naso-endososkopi, dan tes alergi. Pada anamnesis perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidung tersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola


(17)

gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi, kondisi lingkungan dan pekerjaan (Harmadji, 1993).

Rinitis alergi berdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya, penurunan produktifitas kerja, prestasi di sekolah, aktifitas sosial dan malah dapat menyebabkan gangguan psikologis seperti depresi. Total biaya langsung dan tidak langsung rinitis alergi baru-baru ini diperkirakan menjadi $5,3 milyar per tahun (Thompson et al, 2007).

Dalam sebuah penelitian retrospektif terhadap 12.946 orang pasien

berumur 5-62 tahun yang datang ke poliklinik sub bagian Alergi Imunologi bagian THT FKUI/RSCM selama tahun 1992, ditemui penderita rinitis alergi sejumlah 147 orang, atau berkisar 1,14%. Gejala yang paling banyak adalah bersin-bersin/gatal hidung (89,80%), rinore (87,07%) dan obstruksi hidung (76,19%). Kelompok umur 1-10 tahun berjumlah paling sedikit (3,40%) kemudian meningkat dengan bertambahnya umur, dan selanjutnya menurun setelah berumur 40 tahun, dengan frekuensi terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun (37,41%) (Rusmono, 1993).

Prevalensi rinitis alergi di Amerika Utara sekitar 10-20%, di Eropa sekitar 10-15%, di Thailand sekitar 20%, di Jepang sekitar 10% dan 25% di New Zealand (Zainuddin, 1999). Insidensi dan prevalensi rinitis alergi di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Baratawidjaja et al (1990) pada penelitian di suatu daerah di Jakarta mendapatkan prevalensi sebesar 23,47%, sedangkan Madiadipoera et al (1991) di Bandung memperoleh insidensi sebesar 1,5%, seperti yang dikutip Rusmono (1993). Berdasarkan survei dari ISSAC (International Study of Asthma

and Allergies in Childhood), pada siswa SMP umur 13-14 tahun di Semarang

tahun 2001-2002, prevalensi rinitis alergi sebesar 18% (Suprihati, 2005).

Oleh karena, penelitian tentang prevalensi rinitis alergi di kota Medan belum diketahui secara pasti, saya tertarik untuk melakukan penelitian tentang prevalensi rinitis alergi di Medan. Namun karena keterbatasan kemampuan saya, dalam penelitian hanya dilakukan penelitian tentang prevalensi gejala rinitis alergi di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2007 - 2009.


(18)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka diperlukan suatu penelitian evaluatif untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu berapakah prevalensi gejala rinitis alergi di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2007, 2008 dan 2009?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui prevalensi gejala rinitis alergi di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2007 - 2009.

1.3.2.Tujuan Khusus

i. Untuk mengetahui prevalensi gejala rinitis alergi di

kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2007 - 2009.

ii. Untuk mengetahui distribusi gejala rinitis alergi di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2007 - 2009 menurut jenis kelamin.

iii. Untuk mengetahui distribusi gejala rinitis alergi di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2007- 2009 menurut riwayat keluarga stigma atopi.

iv. Untuk mengetahui distribusi gejala rinitis alergi di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2007- 2009 menurut jenis gejala rinitis alergi.


(19)

1.4. Manfaat Penelitian

i. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang penyakit rinitis alergi.

ii. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan data yang

mendukung penelitian lain di masa akan datang tentang rinitis alergi.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian rinitis alergi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic

Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada

hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

2.2. Klasifikasi rinitis alergi

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) 2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya (Irawati, Kasakeyan, Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its

Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi

menjadi :

1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau

kurang dari 4 minggu.

2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.


(21)

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:

1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian,

bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut

diatas (Bousquet et al, 2001).

2.3. Etiologi rinitis alergi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides

pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat.

Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994).

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:

• Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya

debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

• Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan,


(22)

• Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah.

• Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan

mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).

2.4. Patofisiologi rinitis alergi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan

tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase

allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam

dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.

Gambar 2.1 Patofisiologi alergi (rinitis, eczema, asma) paparan


(23)

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major

Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper

(Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.

IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet

Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF

(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).


(24)

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan

Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada

sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti

Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain

faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

1. Respon primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.


(25)

2. Respon sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

3. Respon tersier

Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed

hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di

bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

2.5. Gejala klinik rinitis alergi, yaitu :

Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis (Soepardi,

Iskandar, 2004). Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak,

hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema


(26)

mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada

telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil

dari hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Tanda laringeal termasuk suara serak dan

edema pita suara (Bousquet, Cauwenberge, Khaltaev, ARIA Workshop Group.

WHO, 2001). Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal

drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan

nafsu makan dan sulit tidur (Harmadji, 1993).

2.6. Diagnosis rinitis alergi

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008). Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).


(27)

2. Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic

shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder

akibat obstruksi hidung (Irawati, 2002). Selain itu, dapat ditemukan juga allergic

crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah.

Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media (Irawati, 2002).

3. Pemeriksaan Penunjang a. In vitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002).

b. In vivo

Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point

Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan


(28)

SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (Sumarman, 2000). Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan (Irawati, 2002).

2.7. Penatalaksanaan rinitis alergi

1. Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.

2. Simptomatis

a. Medikamentosa-Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang bekerja secara inhibitor komppetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi -2 (non sedatif). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau tropikal. Namun pemakaian secara tropikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala trauma sumbatan hidung akibat respons fase lambat berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid tropikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat dan triamsinolon). Preparat


(29)

antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel efektor (Mulyarjo, 2006).

b. Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara

kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau troklor asetat (Roland, McCluggage,

Sciinneider, 2001).

c. Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan (Mulyarjo, 2006).

2.8. Komplikasi rinitis alergi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:

a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa. b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006).


(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan kajian teoritis yang telah dikemukan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian seperti gambar dibawah ini :

Gambar 3.1 Kerangka konseptual penelitian

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Prevalensi adalah proporsi subyek yang sakit pada suatu waktu

tertentu (kasus lama dan baru) (Sastroasmoro, 2008).

3.2.2. Gejala rinitis alergi adalah terdapatnya serangan bersin berulang

lebih dari lima kali setiap serangan. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Rinitis alergi sering disertai oleh gejala konjungtivitis alergi. Kadang- kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien. Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali

Gejala Rinitis Alergi

 Prevalensi

 Jenis kelamin

 Riwayat keluarga stigma atopi

 Jenis gejala rinitis alergi

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009


(31)

setiap serangan, hidung dan mata gatal , ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat dan mata merah serta berair, maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).

3.2.3. Mahasiswa kedokteran : Mahasiswa yang mengikuti program

kedokteran di Universitas Sumatera Utara (angkatan 2007-2009).

3.2.4. Jenis kelamin adalah identitas seksual responden yang dibawa

saat lahir yaitu laki-laki dan perempuan.

3.2.5. Riwayat keluarga stigma atopi adalah ada tidaknya anggota keluarga sedarah yang mempunyai riwayat menderita rinitis alergi.

3.3. Cara Ukur : Wawancara

3.4. Alat Ukur : Kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 13 pertanyaan

dengan 2 pilihan jawaban.

• Untuk pertanyaan 2 hingga 9, jika terdapat ≥ 2 gejala dikatakan positif rinitis alergi (Rusmono, Kasakayan, 1990).

• Untuk pertanyaan 10 hingga 13, yang dinilai adalah pola gejala (hilang

timbul, menetap) dan faktor predisposisi termasuk riwayat keluarga.


(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan kajian teoritis yang telah dikemukan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian seperti gambar dibawah ini :

Gambar 3.1 Kerangka konseptual penelitian

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Prevalensi adalah proporsi subyek yang sakit pada suatu waktu

tertentu (kasus lama dan baru) (Sastroasmoro, 2008).

3.2.2. Gejala rinitis alergi adalah terdapatnya serangan bersin berulang

lebih dari lima kali setiap serangan. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Rinitis alergi sering disertai oleh gejala konjungtivitis alergi. Kadang- kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien. Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali

Gejala Rinitis Alergi

 Prevalensi

 Jenis kelamin

 Riwayat keluarga stigma atopi

 Jenis gejala rinitis alergi

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009


(33)

setiap serangan, hidung dan mata gatal , ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat dan mata merah serta berair, maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).

3.2.3. Mahasiswa kedokteran : Mahasiswa yang mengikuti program

kedokteran di Universitas Sumatera Utara (angkatan 2007-2009).

3.2.4. Jenis kelamin adalah identitas seksual responden yang dibawa

saat lahir yaitu laki-laki dan perempuan.

3.2.5. Riwayat keluarga stigma atopi adalah ada tidaknya anggota keluarga sedarah yang mempunyai riwayat menderita rinitis alergi.

3.3. Cara Ukur : Wawancara

3.4. Alat Ukur : Kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 13 pertanyaan

dengan 2 pilihan jawaban.

• Untuk pertanyaan 2 hingga 9, jika terdapat ≥ 2 gejala dikatakan positif rinitis alergi (Rusmono, Kasakayan, 1990).

• Untuk pertanyaan 10 hingga 13, yang dinilai adalah pola gejala (hilang

timbul, menetap) dan faktor predisposisi termasuk riwayat keluarga.


(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif cross sectional. Deskriptif adalah studi yang ditujukan untuk menentukan jumlah atau frekuensi serta distribusi penyakit disuatu daerah berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu. Cross sectional adalah melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu. Dalam hal ini, yang akan dikaji merupakan prevalensi gejala rinitis alergi di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran USU.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada semester 6 dan semester 7 yaitu antara bulan Mei - November 2010.

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, propinsi Sumatera Utara. Lokasi ini dipilih berdasarkan kesesuaian penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Tempat ini memiliki populasi yang cukup besar.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi yang diambil pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara, Medan setambuk 2007, 2008 dan 2009. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah sebanyak 1349 mahasiswa.


(35)

4.3.2 Sampel

Sampel menurut Suharsimi Arikunto (2002) adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel yang diambil memiliki kriteria inklusi yaitu seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara, Medan setambuk 2007, 2008 dan 2009. Jumlah sampel yang akan digunakan akan dikira menggunakan formula (Notoatmodjo, 2005):

n = N 1 + N(d2)

Keterangan

N = Besar populasi n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

Penghitungan besar sampel mahasiswa FK USU adalah seperti dibawah ini.

n = 1349

1 + 1349(0.12)

n = 1349 14.49

n = 93.1 orang

n ≈ 93 orang .

Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah minimum 93 orang. Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat ketepatan relative adalah sebesar 10%, maka jumlah sampel


(36)

yang diperoleh dengan memakai rumus tersebut adalah sebanyak 93.1 orang yang akan dibundarkan menjadi 93 orang sampel (Notoatmodjo, 1993). Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik proportional stratified random sampling. Sampel tersebut kemudian didistribusikan sama rata pada mahasiswa FK USU secara umum.

a.Mahasiswa setambuk 2007: 1/3 x 93 = 31 menjadi 40 orang. a.Mahasiswa setambuk 2008: 1/3 x 93 = 31 menjadi 40 orang. a.Mahasiswa setambuk 2009: 1/3 x 93 = 31 menjadi 40 orang.

4.4. Teknik Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer

Data yang telah digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Pengisian kuesioner oleh responden yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap sampel penelitian. Dalam penelitian ini sampel adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran USU angkatan 2007-2009. Kuesioner telah diedarkan dan jawaban responden telah dikutip pada hari yang sama.

4.4.2 Data Sekunder

Data ini adalah jumlah populasi mahasiswa FK USU angkatan 2007, 2008, 2009 yang didapatkan peneliti melalui bagian pendidikan FK USU.

4.4.3 Instrumen Penelitian

Instrumen yang telah digunakan adalah kuesioner (daftar pertanyaan) yang terdiri dari 13 pertanyaan. Pertanyaan dibuat


(37)

berdasarkan variable-variabel yang akan diukur yang terdapat pada kerangka konsep penelitian iaitu untuk melihat prevalensi gejala rinitis alergi di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran USU.

Informed Consent telah diberi bersamaan dengan kuesioner

tersebut yang akan menjelaskan tujuan dilakukan penelitian. Pengisian kuesioner oleh mahasiswa telah dilakukan secara langsung, sambil diperhatikan peneliti untuk memastikan tidak ada kecurangan yang berlaku. Data yang diperoleh telah dianalisa, setelah kuesioner dikembalikan oleh mahasiswa kepada peneliti.

4.4.4 Uji Validitas

Menurut Notoatmodjo sebelum kuesioner itu digunakan perlu diuji validitasnya. Uji validitas dilakukan pada 20 orang responden yang memiliki karekteristik yang mirip dengan sampel. Kuesioner penelitian ini yang telah disusun sebelumnya dengan jumlah pertanyaan kurang lebih 15 pertanyaan, kemudian dilakukan uji validitas dan didapati sebanyak 13 soal yang valid. Pengujian ini menggunakan SPSS 17.0. Sampel untuk uji validitas adalah 20 orang responden. Uji validitas ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010. Kemudian telah diuji korelasi antara skor tiap-tiap pertanyaan dengan skor total kuestioner tersebut. Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik korelasi product moment. Rumusnya adalah:

R = N (∑xv)-(∑x∑v)

{N∑x²-(∑x)²} {N∑y²-(∑y)²}

Setelah semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total diperoleh , nilai tersebut dibandingkan dengan nilai r table. Nilai r table untuk jumlah responden 20 orang dengan taraf signifikasi 0.05 adalah 0.444. Jika nilai koefisien korelasi Pearson dari suatu


(38)

pertanyaan tersebut berada diatas nilai r table, maka pertanyaan tersebut valid.

4.4.5 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya. Kuesioner yang telah selesai disusun akan diuji reliabilitasnya dengan menggunakan uji Cronbach

(Cronbach Alpha) dengan menggunakan rumus:

k k ∑ S฀

฀= 1 α = 1-

k- 1 ST²

α = koefisien alpha

k = banyaknya butir pertanyaan

S฀² = ragam skor butir pertanyaan ke-i

Kuesioner penelitian ini yang telah disusun sebelumnya, telah dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS 17.0. Sampel untuk uji reliabilitas adalah 20 orang responden. Uji realibilitas ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010. Uji reliabilitas dilakukan pada seluruh pertanyaan yang valid dengan koefisien Reliabilitas Alpha pada aplikasi SPSS 17.0. Jika nilai alpha lebih besar dari nilai r table, maka pertanyaan tersebut reliable.


(39)

Tabel 4.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Variabel Nomor Total Pearson Status Alpha Status

Pertanyaan Correlation

Gejala 1 0.693 Valid 0.937 Reliabel

2 0.785 Valid Reliabel

3 0.828 Valid Reliabel

4 0.613 Valid Reliabel

5 0.740 Valid Reliabel

6 0.784 Valid Reliabel

7 0.656 Valid Reliabel

8 0.659 Valid Reliabel

9 0.802 Valid Reliabel

10 0.798 Valid Reliabel

11 0.866 Valid Reliabel

12 0.722 Valid Reliabel

13 0.695 Valid Reliabel

4.4.6 Teknik Penilaian/Scoring

Sebanyak 13 pertanyaan yang meneliti prevalensi gejala rinitis alergi di kalangan mahasiswa kedokteran USU. Untuk pertanyaan dari 2 hingga 9, jika terdapat ≥ 2 gejala dikatakan positif rinitis alergi. Untuk pertanyaan dari 10 hingga 13, yang dinilai adalah pola gejala dan faktor predisposisi termasuk riwayat keluarga.

4.5. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Data diperoleh dari penelitian jawaban kuesioner responden. Analisa data yang diperoleh telah dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS (Statistical Product and Service Solution


(40)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, yang berlokasi di jalan dr. Mansyur No.5 Medan, Indonesia di mana fakultas ini merupakan salah satu fakultas kebanggaan di Universitas Sumatera Utara. Fakultas Kedokteran USU dibuka pada tanggal 20 Agustus 1952 oleh yayasan Universitas Sumatera Utara, yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru dengan batas wilayah:

a. Batas Timur : Jalan dr. Mansyur, Padang Bulan

b. Batas Selatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

c. Batas Barat : Jalan Universitas, Padang Bulan

d. Batas Utara : Fakultas Psikologi USU

Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha, dengan zona akademik seluas sekitar 100 Ha yang berada di tengahnya. Fakultas ini memiliki berbagai ruang kelas, ruang adminnistrasi, ruang laboratorium, ruang skills lab, ruang seminar, perpustakaan, kedai mahasiswa, ruang PEMA, ruang POM, kantin, kamar mandi, dan mushola. Fakultas ini menerima mahasiswa baru sebanyak 400 lebih orang setiap tahunnya yang dapat masuk melalui jalur UMB, PMP, SNMPTN, Kemitraan, Mandiri, dan Internasional dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pihak Universitas.

5.1.2 Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Gejala Rinitis Alergi

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2007, angkatan 2008 dan


(41)

angkatan 2009. Jumlah responden yang terlibat dalam studi ini adalah sebesar 120 responden. Semua data responden diambil dari data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber data. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Pada penelitian ini, dalam lembar kuesioner ada ditanyakan karekteristik responden berdasarkan gejala rinits alergi. Data lengkap bila didistribusikan berdasarkan gejala dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Gejala Rinitis Alergi

Gejala n (%)

Ya 74 61,7

Tidak 46 38,3

Jumlah 120 100,0

Berdasarkan tabel 5.1 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah responden dengan gejala rinitis alergi adalah 74 orang (61,7%) dan paling banyak dijumpai pada angkatan 2007 sebanyak 30 orang (40,5%), diikuti dengan angkatan 2008 sebanyak 23 orang (31,1%) dan yang paling sedikit dijumpai pada angkatan 2009 sebanyak 21 orang (28,4%).

5.1.3 Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada penelitian ini, dalam lembar kuesioner ada ditanyakan karekteristik responden berdasarkan jenis kelamin. Data lengkap bila didistribusikan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Gejala n (%)

Laki-laki 31 41,9

Perempuan 43 58,1


(42)

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa responden terbanyak yang memiliki gejala rinitis alergi yaitu responden dengan 43 berjenis kelamin perempuan (58,1%) dan 31 berjenis kelamin laki-laki ( 41,9%).

5.1.4 Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga Stigma Atopi

Pada penelitian ini, dalam lembar kuesioner ada ditanyakan karekteristik responden berdasarkan riwayat keluarga. Data lengkap bila didistribusikan berdasarkan riwayat keluarga dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga Stigma Atopi

Riwayat Stigma Atopi n (%)

Ya 29 39,2

Tidak 45 60,8

Jumlah 74 100,0

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa jumlah responden dengan riwayat keluarga stigma atopi adalah sebanyak 29 orang (39,2%) dan jumlah responden yang tidak memiliki riwayat stigma atopi dalam keluarga mereka adalah sebanyak 45 orang (60,8%).

5.1.5 Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis Gejala Rinitis Alergi

Pada penelitian ini, dalam lembar kuesioner ada ditanyakan karekteristik responden berdasarkan jenis gejala rinitis alergi. Data lengkap bila didistribusikan berdasarkan jenis gejala rinitis alergi dapat dilihat pada tabel 5.4.


(43)

Tabel 5.4 Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis Gejala Rinitis

No Gejala n (%)

1. Hidung berair 48 64,9

2. Hidung beringus 41 55,4

3. Bersin-bersin yang terus – menerus 56 75,7

4. Bersin-bersin > 5 kali dalam 38 51,4

satu serangan

5. Hidung gatal 62 83,8

6. Hidung tersumbat 51 68.9

7. Mata gatal 33 44,6

8. Mata merah dan berair 29 39,2

Dari tabel 5.4 didapati pada sampel penelitian, jenis gejala yang paling banyak adalah hidung gatal sebanyak 62 responden (83,8%) diikuti dengan bersin-bersin yang terus – menerus sebanyak 56 responden (75,7%), hidung tersumbat sebanyak 51 responden (68,9%), hidung berair sebanyak 48 responden (64,9%), hidung beringus sebanyak 41 responden (55,4%), bersin-bersin lebih dari 5 kali dalam satu serangan sebanyak 38 responden (51,4%), mata gatal sebanyak 33 responden (44,6%) dan yang paling sedikit adalah mata merah dan berair sebanyak 29 responden (39,2%).


(44)

5.2 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi gejala rinitis alergi di kalangan mahasiswa angkatan 2007-2009 di Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei 2010 dan didapatkan 74 responden dengan gejala rinitis alergi positif dengan menggunakan kuesioner.

5.2.1 Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Gejala Rinitis Alergi

Pada tabel 5.1, diperoleh sebanyak 74 responden (61,7%) mempunyai gejala rinitis alergi. Masing-masing dari angkatan 2007 sebanyak 30 responden (40,5%) dan 23 responden (31,1%) dari angkatan 2008 serta 21 responden (28,4%) dari angkatan 2009 memiliki gejala rinitis alergi. Baratawidjaja et al (1990) pada penelitian di suatu daerah di Jakarta mendapatkan prevalensi rinitis alergi sebesar 23,47%. Ini mungkin diakibatkan karena perbedaan geografik, tipe dan potensi alergen.

5.2.2 Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada tabel 5.2, terlihat responden terbanyak adalah perempuan sebanyak 43 orang (58,1%) dan laki-laki sebanyak 31 orang (41,9%). Hal ini sesuai dengan pendapat Hanum (1989) di mana pada penelitiannya di Medan mendapatkan daripada 31 penderita rinitis alergi, ditemukan perempuan lebih banyak daripada laki-laki dengan perbandingan 1.58 : 1. Avery (1988) dalam penelitiannya di New Zealand seperti yang dikutip Zainuddin, mendapatkan perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Zainuddin (1999) di Palembang mendapatkan dari 259 penderita rinitis alergi didapatkan 122 laki-laki dan 137 perempuan. Soewito (2006) di Makassar pada penelitiannya dengan 152 orang penderita rinitis alergi, didapatkan 76 laki-laki dan 76 perempuan. Budiwan (2007) di Semarang pada penelitiannya dengan 80 penderita rinitis alergi, mendapatkan laki-laki 37,5% dan perempuan 62,5%. Hasil yang didapat dari hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin hampir sama dengan yang didapatkan oleh Hanum, Zainudin, Budiwan dan tidak jauh berbeda dengan penelitian lainnya.


(45)

5.2.3 Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga Stigma Atopi

Pada tabel 5.3, 29 responden (39,2%) menjawab ada riwayat keluarga stigma atopi dalam keluarga mereka dan 45 responden (60,8%) menjawab tidak ada riwayat keluarga stigma atopi dalam keluarga mereka. Harmadji (2003) dan Rusmono (2003) pada penelitiannya mendapatkan risiko untuk menderita penyakit alergi adalah sebanyak 30% bila satu orang tua yang atopi dan lebih dari 30% bila kedua orang tua atopi. Menurut Adams, Boies dan Higler (1997) faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi.

5.3.4 Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis Gejala Rinitis Alergi

Pada tabel 5.4, terlihat gejala terbanyak adalah hidung gatal sebanyak 62 responden (83,8%), bersin-bersin terus-menerus sebanyak 56 responden (75,7%) dan hidung tersumbat sebanyak 51 responden (68,9%). Dalam sebuah penelitian retrospektif terhadap 12.946 orang pasien berumur 5-62 tahun yang datang ke poliklinik sub bagian Alergi Imunologi bagian THT FKUI/RSCM selama tahun 1992, ditemui gejala yang paling banyak adalah bersin-bersin/gatal hidung (89,80%), rinore (87,07%) dan obstruksi hidung (76,19%). Hanum (1989) pada penelitiannya di Medan mendapatkan keluhan yang sering dijumpai berupa bersin-bersin (96,77%) diikuti obstruksi hidung (80,64%). Zainuddin (1999) di Palembang mendapatkan keluhan yang terbanyak adalah ingus encer (95,65%), diikuti bersin-bersin (86,96%). Budiwan (2007) di Semarang mendapatkan keluhan tersering adalah bersin-bersin (46,3%), hidung berair (27,5%), hidung tersumbat (17,5%). Malah menurut Soepardi dan Iskandar (2004) gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang.


(46)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Prevalensi gejala rinitis alergi adalah sebanyak (61,7%).

b) Distribusi jenis kelamin pada responden dengan gejala rinitis alergi paling banyak adalah pada mahasiswa perempuan sebanyak 43 orang (58,1%) dan diikuti mahasiwa laki-laki 31 orang (41,9%).

c) Distribusi riwayat keluarga stigma atopi dengan gejala rinitis alergi adalah sebanyak 29 orang (39.2%).

d) Gejala rinitis alergi yang paling banyak ditemukan adalah keluhan hidung

gatal sebanyak (83,8%) dan yang paling sedikit ditemukan adalah keluhan mata merah dan berair sebanyak (39,2%).

6.2 Saran

a) Perlu pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosa rinitis alergi.

b) Diperlukan penelitian lanjutan dengan sampel lebih banyak sebagai dasar

pembuatan prosedur tetap (protap) diagnosis rinitis alergi.

c) Peneliti selanjutnya diharapkan dapat lebih memperluaskan penelitian ini.

Peneliti merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor lain yang menyebabkan rinitis alergi pada seseorang karena terjadinya rinitis alergi tidak hanya diukur dari faktor riwayat keluarga stigma atopi.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 135-142.

ARIA -World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact on asthma. J allergy clinical immunology : S147-S276.

Arikunto, S., 2007. Analisis Data Penelitian Deskriptif. Dalam: Arikunto, ed.

Manajemen Penelitian. Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 262- 296.

Baratawidjaja Garna Karnen, 2004. Imunologi Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Becker, W., Naumann, H., Pfaltz, C., 1994. Ear, Nose, and Throat Disease. Edisi kedua. Thieme. New York: 242-260.

Benjamini E., Coico R., Sunshine G., 2000. Immunology: A Short Course. 4th ed. John Wiley & sons. Available from:

URL http://

Bousquet J, Cauwenberge P V., Khaltaev N., 2001. ARIA workshop group. World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact on

asthma. J allergy clinical immunol : S147-S276.

Budiwan A dan Suprihati, 2007, Hubungan Hasil Test Kulit Terhadap Dermatopagoides pada Penderita Rinitis Alergi dengan Riwayat Atopi Di RSUP DR, Kariadi Semarang, Dalam : Kumpulan Abstrak KONAS Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia, Surabaya, pp.13


(48)

Durham SR, 2006. Mechanism and Treatment of Allergic Rhinitis, In: Kerr AG, ed,Scott- Browns Otolaryngogoly, Sixth Edition, Vol, 4, Butterworth-Heinemann, London: pp. 4/6/1-14.

Hanum TS, 1884, Hubungan Rinitis Alergi dengan Jumlah EosinofilF Sekret Hidung di Lab, THT FK USU/Rs, Pringadi Medan, Tesis FK Universitas Sumatera Utara.

Harmadji S, 1993. Gejala dan Diagnosa Penyakit Alergi THT. Dalam : Kumpulan

Makalah Kursus Penyegar Alergi Imunologi di Bidang THT, Bukit Tinggi.

Irawati N, 2002. Panduan Penatalaksanaan Terkini Rinitis Alergi, Dalam :

Kumpulan Makalah Simposium “Current Opinion In Allergy andClinical Immunology”, Divisi Alergi- Imunologi Klinik FK UI/RSUPN-CM,

Jakarta:55-65.

Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono, N, 2008. Alergi Hidung dalam Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam.

Jakarta: FKUI,.

Kaplan AP dan Cauwenberge PV, 2003. Allergic Rhinitis In : GLORIA Global

Resources Allegy Allergic Rhinitis and Allergic Conjunctivitis, Revised

Guidelines, Milwaukeem USA:P, 12

Karjadi T,H, 2001. Rinitis Alergi Dalam: Kumpulan Makalah Update Allergen

and Clinical Immunology, Bogor,,pp.63-7.

Madiadipoera T, 1996. Diagnosis rinitis alergi Dalam: kumpulan naskah ilmiah . PIT PERHATI Indonesia, Batu- Malang.


(49)

Mulyarjo, 2006. Penanganan Rinitis Alergi Pendekatan Berorientasi pada Simptom, Dalam: Kumpulan Naskah Simposium Nasional Perkembangan

Terkini Penatalaksanaan Beberapa Penyakit Penyerta Rinitis Alergi dan Kursus Demo Rinotomi Lateral, Masilektomi dan Septorinoplasti,

Malang:pp10, 2, 1-18.

Murti Bhisma, 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi,edisi kedua. Jilid Pertama Penerbit Gajah Mada University Press;226-246.

Nikmah roesmono . Kasekayan. E, 1990. Alergi Hidung dalam (Eds)Buku Ajar

Ilmu Penyakit THT, Balai Penerbit FK UI, Jakarta:109 – 6.

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan : Rineka. Cipta. Nursalam, Jakarta:pp. 79-92

Prijanto S, 1996, Epidemiologi, Keterbatasan, dan Alternatif Penanganan Penyakit Alergi THT, Dalam: Kumpulan Naskah PIT PERHATI, Immanual Press, Malang: pp. 51-8.

Roland P, McCluggage CM., Sciinneider GW., 2005. Evaluation and Management of Allergic Rhinitis: a Guide for Family Physicians. Texas Acad. Fam. Physicians. 1-15 .

Rusmono N, 1993. Epidemiologi dan Insidensi Penyakit Alergi di Bidang Telinga, Hidung dan Tenggorakan, Dalam: Kumpulan Makalah Kursus Penyegaran Alergi Imunologi di Bidang THT, PIT PERHATI, Bukit Tinggi, pp.1-5.


(50)

Sastroasmoro Sudigdo,Ismael Sofyan, 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian

Klinis edisi 3; Perpustakaan Nasional RI,Katalog Dalam

Terbitan,Jakarta:110-128; 192-207; 315-323.

Soepardi E., Iskandar N, 2004. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:

Soewito MY dan Azis M, 2007, Gambaran Umum Penderita Suspek Rinitis Alergi Yang Dilakukan Tes Cukit Kulit Inhalen di Poli Alergi Imunologi RSWS tahun 2005-2006, Dalam : Kumpulan Abstrak KONAS Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia, Surabaya, pp.13

Sumarman, Iwin. 2000. Patogenesis, Komplikasi, Pengobatan dan Pencegahan

Rinitis Alergi, Tinjauan Aspek Biomolekuler. Bandung : FK UNPAD. 1-17.

Suprihati, 2006. Patofisiologi Rinitis Alergi, Dalam : Kumpulan Naskah

Simposium Nasional Perkembangan Terkini PenatalaksaananBeberapa Penyakit Penyerta Rinitis Alergi dan Kursus Demo Rinotomi Lateral , Maksilektomi dan Septorinoplasti, Malang: pp.10,1,1-15.

Thompson AK, Juniper E, Meltzer EO. Quality of life in patients with Allergic

rhinitis. And Allergy Asthma Immunology. Nov 2000;85(5):338-47; quiz

347-348. Available from:

01 March 2010].

Von Pirquet C. Klinische studien uber Vaccination und vaccinale allergie. ... J.


(51)

Walls AF, He S, Buckley MG, McEuen AR. Roles of the mast cell and basophil in asthma. Clin Exp Allergy. 2001;1:68. Available from:

01 March 2010].

Zainuddin H, 1999. Permasalahan Sekitar Rinitis Alergika Dalam: Kumpulan


(52)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ilavarase Nadraja

Tempat / Tanggal Lahir : Malaysia / 11 September 1986

Agama : Hindu

Alamat : Jl. Gg Sehat, No. 26 Rumah Horniman, dr.Mansyur

Medan, 20155-Indonesia.

Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Menengah Kebangsaan Convent, Taiping

2. Sekolah Menengah Kebangsaan Saint George 3. SMA Raksana Medan, Jalan Gajahmada

Riwayat Pelatihan : 1. Seminar Presentasi Proposal Karya Tulis Ilmiah

2. Seminar Komisi Etik Penelitian Kesehatan


(53)

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN

Prevalensi Gejala Rinitis Alergi di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009

Karakteristik responden

Nim: Umur :

Jenis kelamin : Agama:

Alamat :

Lembar kuesioner:

No Pertanyaan Ya Tidak

1.

Adakah anda mengalami gangguan pada hidung? 2.

Apakah anda pernah mengalami hidung berair saat anda tidak menderita flu?

3.

Apakah anda mengalami hidung beringus lebih dari 1 jam saat tidak menderita pilek atau flu?

4. Apakah anda pernah mengalami bersin-bersin yang terus – menerus ,

saat anda tidak menderita flu? 5.

Apakah anda bersin-bersin lebih dari 5 kali dalam satu serangan?

6. Apakah anda pernah mengalami hidung gatal saat anda tidak

menderita flu? 7.

Apakah anda pernah mengalami hidung tersumbat saat anda tidak menderita flu?


(54)

8.

Apakah masalah hidung ini juga disertai dengan mata gatal?

9. Apakah masalah hidung ini juga disertai dengan mata merah dan

berair? 10.

Adakah gejala- gejala seperti yang disebutkan di atas hilang timbul? 11.

Apakah masalah pada hidung ini mempengaruhi aktivitas anda sehari-hari?

12. Apakah ada di antara anggota keluarga anda yang mengalami gejala

yang sama seperti anda?

13. Apakah ada di antara anggota keluarga anda yang didiagnosa dengan

riwayat stigma atopi (cth:asma bronchial, rinitis alergi, konjungtivitis alergik, dermatitis atopik) oleh doktor?


(55)

Lampiran 3

SURAT PERNYATAAN

PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Telah mendapatkan penjelasan sepenuhnya mengenai penelitian,

Judul penelitian : Prevalensi Gejala Rinitis Alergi di Kalangan Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009

Nama peneliti : Ilavarase Nadraja

Jenis penelitian : Deskriptif-Cross sectional

Lokasi penelitian : Universitas Sumatera Utara,Medan

Dengan ini saya menyatakan bersedia untuk mengikuti penelitian.

Medan,……….2010

____________________ (nama dan tanda tangan)


(56)

(57)

Lampiran 5

Prevalensi Gejala Rinitis Alergi Di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009

Uji Validitas:

Correlations

pertanyaan 1 pertanyaan 2 pertanyaan 3 pertanyaan 4 pertanyaan 5 pertanyaan 6 pertanyaan 7 pertanyaan 8 pertany pertanyaan 1 Pearson

Correlation

1 .503* .612** .816** .524* .655** .408 .503*

Sig. (2-tailed) .024 .004 .000 .018 .002 .074 .024

N 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 2 Pearson Correlation

.503* 1 .739** .328 .601** .592** .533* .596**

Sig. (2-tailed) .024 .000 .158 .005 .006 .015 .006

N 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 3 Pearson Correlation

.612** .739** 1 .375 .385 .802** .375 .533*

Sig. (2-tailed) .004 .000 .103 .094 .000 .103 .015

N 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 4 Pearson Correlation

.816** .328 .375 1 .599** .579** .583** .328

Sig. (2-tailed) .000 .158 .103 .005 .007 .007 .158

N 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 5 Pearson Correlation

.524* .601** .385 .599** 1 .480* .599** .390

Sig. (2-tailed) .018 .005 .094 .005 .032 .005 .089

N 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 6 Pearson Correlation

.655** .592** .802** .579** .480* 1 .356 .373

Sig. (2-tailed) .002 .006 .000 .007 .032 .123 .105


(58)

pertanyaan 7 Pearson Correlation

.408 .533* .375 .583** .599** .356 1 .328

Sig. (2-tailed) .074 .015 .103 .007 .005 .123 .158

N 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 8 Pearson Correlation

.503* .596** .533* .328 .390 .373 .328 1

Sig. (2-tailed) .024 .006 .015 .158 .089 .105 .158

N 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 9 Pearson Correlation

.612** .698** .667** .458* .471* .535* .458* .903**

Sig. (2-tailed) .004 .001 .001 .042 .036 .015 .042 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 10 Pearson Correlation

.302 .616** .698** .287 .453* .724** .492* .414

Sig. (2-tailed) .196 .004 .001 .220 .045 .000 .027 .069

N 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 11 Pearson Correlation

.816** .698** .667** .667** .685** .535* .667** .698**

Sig. (2-tailed) .000 .001 .001 .001 .001 .015 .001 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 12 Pearson Correlation

.302 .394 .533* .328 .601** .592** .328 .394

Sig. (2-tailed) .196 .086 .015 .158 .005 .006 .158 .086

N 20 20 20 20 20 20 20 20

pertanyaan 13 Pearson Correlation

.408 .492* .667** .250 .257 .535* .250 .698**

Sig. (2-tailed) .074 .027 .001 .288 .274 .015 .288 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20

total skor Pearson Correlation

.693** .785** .828** .613** .740** .784** .656** .659**


(59)

N 20 20 20 20 20 20 20 20 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(60)

Uji Reliabilitas:

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.937 13

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

pertanyaan 1 5.9500 20.787 .709 .933

pertanyaan 2 6.0000 20.632 .749 .931

pertanyaan 3 5.8500 20.555 .781 .930

pertanyaan 4 5.8500 21.292 .608 .936

pertanyaan 5 6.1000 21.147 .662 .934

pertanyaan 6 5.7500 20.934 .746 .931

pertanyaan 7 5.8500 21.397 .584 .936

pertanyaan 8 6.0000 20.947 .676 .934

pertanyaan 9 6.0500 20.366 .826 .929

pertanyaan 10 5.9000 20.937 .678 .933

pertanyaan 11 6.0500 20.155 .877 .927

pertanyaan 12 6.0000 21.158 .628 .935


(61)

Nama Jenis Kelamin Umur P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

AR perempuan 21 Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Tida

BR perempuan 21 Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Tida

CR perempuan 21 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

DR perempuan 25 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

ER laki-laki 21 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tida

FR laki-laki 22 Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Tida

GR laki-laki 23 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tida

HR laki-laki 21 Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak Ya

IR laki-laki 21 Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Tida

JR perempuan 21 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tida

KR perempuan 23 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya

LR perempuan 20 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

MR perempuan 21 Tidak Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Tida

NR perempuan 21 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tida

OR perempuan 21 Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak Ya

PR perempuan 24 Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya

QR perempuan 21 Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya

RR perempuan 19 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tida

SR perempuan 21 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tida

TR perempuan 21 Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Tida

UR laki-laki 21 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

VR laki-laki 21 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tida

WR laki-laki 21 Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Tida

XR laki-laki 21 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

YR laki-laki 20 Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

ZR perempuan 20 Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tida

ARR perempuan 21 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tida

BRR perempuan 21 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

CRR perempuan 23 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tida

DRR perempuan 22 Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak Ya Tida

ERR laki-laki 21 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

FRR laki-laki 23 Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tida

GRR laki-laki 20 Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tida

HRR laki-laki 22 Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya

IRR laki-laki 23 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

JRR laki-laki 20 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya


(62)

LRR laki-laki 20 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tida

MRR laki-laki 21 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

NRR laki-laki 21 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tida

ORR laki-laki 22 Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya Tida

PRR perempuan 22 Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya

QRR perempuan 22 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

RRR laki-laki 22 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya

SRR perempuan 22 Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya

TRR laki-laki 21 Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya

URR laki-laki 21 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

VRR laki-laki 20 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

WRR perempuan 22 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tida

XRR perempuan 22 Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya

YRR laki-laki 21 Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Tida

ZRR perempuan 21 Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Tida

AARR perempuan 22 Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya

BBRR perempuan 21 Tidak Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Tida

CCRR laki-laki 20 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tida

DDRR laki-laki 20 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

EERR perempuan 22 Tidak Ya Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tida

FFRR perempuan 21 Tidak Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya Tida

GGRR laki-laki 22 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

HHRR laki-laki 20 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

IIRR perempuan 19 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

JJRR perempuan 20 Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya

KKRR perempuan 21 Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Tidak Tida

LLRR perempuan 20 Ya Tidak Ya Ya Tidak Ya Ya Tida

MMRR laki-laki 20 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

NNRR laki-laki 19 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tida

OORR laki-laki 19 Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

PPRR laki-laki 20 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

QQRR perempuan 20 Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Tida

RRRR laki-laki 21 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

SSRR perempuan 21 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

TTRR laki-laki 19 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tida

UURR perempuan 21 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya

VVRR laki-laki 21 Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya

WWRR laki-laki 20 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida


(63)

YYRR perempuan 19 Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tida

ZZRR perempuan 21 Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tida

AAAR laki-laki 20 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

BBBR perempuan 21 Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya

KRR laki-laki 21 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

LRR laki-laki 20 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tida

MRR laki-laki 21 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

NRR perempuan 21 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tida

ORR perempuan 22 Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya Tida

PRR perempuan 22 Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya

QRR laki-laki 22 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

RRR laki-laki 22 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya

SRR laki-laki 22 Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya

TRR perempuan 21 Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya

URR perempuan 21 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

VRR perempuan 20 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

WRR laki-laki 22 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tida

XRR perempuan 22 Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya

YRR perempuan 21 Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Tida

ZRR laki-laki 21 Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Tida

AARR laki-laki 22 Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya

BBRR perempuan 21 Tidak Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Tida

CCRR perempuan 20 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tida

DDRR laki-laki 20 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

EERR laki-laki 22 Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tida

FFRR laki-laki 18 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

GGRR perempuan 19 Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya

HHRR laki-laki 19 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

IIRR laki-laki 20 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

JJRR laki-laki 20 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tida

KKRR perempuan 19 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tida

LLRR perempuan 19 Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Tida

MMRR laki-laki 19 Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya

NNRR laki-laki 21 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tida

OORR perempuan 20 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

PPRR perempuan 21 Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Tida

QQRR laki-laki 20 Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida

RRRR perempuan 20 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tida


(64)

TTRR laki-laki 19 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

UURR perempuan 20 Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tida

VVRR laki-laki 20 Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tida

WWRR perempuan 21 Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tida


(1)

3.Riwayat Keluarga

Gejala Rinitis

Alergi

Total

ya tidak

Riwayat Keluarga

ya Count 29 5 34

% within gejala rinitis alergi

39.2% 10.9% 28.3%

tidak Count 45 41 86

% within gejala rinitis alergi

60.8% 89.1% 71.7%

Total Count 74 46 120

% within gejala rinitis alergi

100.0% 100.0% 100.0%

Angkatan * gejala rinitis alergi Crosstabulation

Gejala rinitis

alergi

Total

ya tidak

Angkatan 2007 Count 30 10 40

% within gejala rinitis alergi

40.5% 21.7% 33.3%

2008 Count 23 17 40

% within gejala rinitis alergi


(2)

2009 Count 21 19 40 %

within gejala rinitis alergi

28.4% 41.3% 33.3%

Total Count 74 46 120

% within gejala rinitis alergi

100.0% 100.0% 100.0%

Jenis Gejala Rinitis Alergi:

Pertanyaan 2 (Hidung berair)

Crosstab

gejala rinitis alergi

Total ya tidak

pertanyaan 2 Tidak Count 26 42 68

% within gejala rinitis alergi

35.1% 91.3% 56.7%

Ya Count 48 4 52

% within gejala rinitis alergi

64.9% 8.7% 43.3%

Total Count 74 46 120

% within gejala rinitis alergi

100.0% 100.0% 100.0%

Pertanyaan 3 (Hidung beringus)

Crosstab

gejala rinitis alergi

Total ya tidak

pertanyaan 3 Tidak Count 33 45 78

% within gejala rinitis alergi


(3)

Ya Count 41 1 42 % within gejala rinitis

alergi

55.4% 2.2% 35.0%

Total Count 74 46 120

% within gejala rinitis alergi

100.0% 100.0% 100.0% Pertanyaan 4 (Bersin-bersin yang terus – menerus)

gejala rinitis alergi

Total ya tidak

pertanyaan 4 Tidak Count 18 45 63

% within gejala rinitis alergi

24.3% 97.8% 52.5%

Ya Count 56 1 57

% within gejala rinitis alergi

75.7% 2.2% 47.5%

Total Count 74 46 120

% within gejala rinitis alergi


(4)

Pertanyaan 5 (Bersin-bersin > 5 kali dalam satu serangan)

gejala rinitis alergi

Total ya tidak

pertanyaan 5 Tidak Count 36 46 82

% within gejala rinitis alergi

48.6% 100.0% 68.3%

Ya Count 38 0 38

% within gejala rinitis alergi

51.4% .0% 31.7%

Total Count 74 46 120

% within gejala rinitis alergi


(5)

Pertanyaan 6 (Hidung gatal)

gejala rinitis alergi

Total ya tidak

pertanyaan 6 Tidak Count 12 36 48

% within gejala rinitis alergi

16.2% 78.3% 40.0%

Ya Count 62 10 72

% within gejala rinitis alergi

83.8% 21.7% 60.0%

Total Count 74 46 120

% within gejala rinitis alergi

100.0% 100.0% 100.0%

Pertanyaan 7 (Hidung tersumbat)

gejala rinitis alergi

Total ya tidak

pertanyaan 7 Tidak Count 23 44 67

% within gejala rinitis alergi

31.1% 95.7% 55.8%

Ya Count 51 2 53

% within gejala rinitis alergi

68.9% 4.3% 44.2%

Total Count 74 46 120

% within gejala rinitis alergi


(6)

Pertanyaan 8 (Mata gatal)

gejala rinitis alergi

Total ya tidak

pertanyaan 8 Tidak Count 41 44 85

% within gejala rinitis alergi

55.4% 95.7% 70.8%

Ya Count 33 2 35

% within gejala rinitis alergi

44.6% 4.3% 29.2%

Total Count 74 46 120

% within gejala rinitis alergi

100.0% 100.0% 100.0%

Pertanyaan 9 (Mata merah dan berair)

gejala rinitis alergi

Total ya tidak

pertanyaan 9 Tidak Count 45 46 91

% within gejala rinitis alergi

60.8% 100.0% 75.8%

Ya Count 29 0 29

% within gejala rinitis alergi

39.2% .0% 24.2%

Total Count 74 46 120

% within gejala rinitis alergi