d. pelaksanaan  pengembangan  kebudayaan,  nilai-nilai  tradisi,  pembinaan  karakter  dan  pekerti bangsa, perfilman, kesenian, kesejarahan dan kepurbakalaan;
e. penyelenggaraan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan; f. pelaksanaan monitoring dan evaluasi kebudayaan;
g. pelaksanaan kebijakan Promosi dan standarisasi pariwisata; h. pelaksanaan rencana induk pengembangan sumber daya kebudayaan dan pariwisata;
i. pelayanan administratif.
2.1.2. Pengertian Kewenangan
Menurut  Prajudi  Admosudirjo,
6
kewenangan berasal  dari  kata  dasar  wewenang,  yang  diartikan sebagai hal berwenang, hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu. kewenangan
adalah kekuasaan formal. Kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif diberi oleh Undang- Undang  atau  dari  kekuasaan  eksekutif  administratif.  Kewenangan  yang  biasanya  terdiri  dari
beberapa  kewenangan  adalah  kekuasaan  terhadap  segolongan  orang  atau  kekuasaan  terhadap suatu bidang pemerintahan atau bidang urusan tertentu.
Menurut  Sarundajang,
7
terdapat  tiga  fokus otonomi  daerah,  yaitu  pertama,  otonomi  yang berfokus  kepada  kewenangan  administrasi  pemerintah  daerah,  seperti  pengurusan  pegawai,
pengeluaran dan pendapatan daerah. Kedua, otonomi yang difokuskan kepada alokasi kekuasaan kepada daerah yang disertai oleh kontrol pemerintah pusat dan partisipasi rakyat daerah. Ketiga,
penekanan  kepada  pelaksanaan  fungsi-fungsi  pemerintah  daerah  yang  dioperasikan  lewat kewenangan daerah dalam mengelola urusan yang diberikan kepadanya.
6
Admosudirjo. Prajudi, Teori Kewenangan., Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2001, hlm. 8.
7
Sarundajang, Sistem Pemerintahan, Jakarta: Sinar Harapan, 2000, hlm.87.
Menurut  Stroink  dalam  Prajudi  Admosudirjo,
8
secara  organisasional  kewenangan  adalah kemampuan  yuridis  yang  didasarkan  pada  hukum  publik.  Terdapat  kewenangan  diikatkan  pula
hak dan kewajiban, yaitu agar kewenangan tidak semata-mata diartikan sebagai hak berdasarkan hukum publik, tetapi juga kewajiban sebagai hukum publik. Kewenangan tidak diartikan kuasa
an  sich,  oleh  karena  itu,  dalam  menjalankan  hak  berdasarkan  hukum  publik  selalu  terikat kewajiban  berdasarkan  hukum  publik  tidak  tertulis  asas  umum  pemerintahan  yang  baik.
Kewenangan dalam hal ini dibedakan menjadi: 1. Pemberian kewenangan: pemberian hak kepada, dan pembebanan kewajiban terhadap badan
atribusimandat; 2. Pelaksanaan  kewenangan:  menjalankan  hak  dan  kewajiban  publik  yang  berarti
mempersiapkan dan mengambil keputusan; 3. akibat Hukum dari pelaksanaan kewenangan: seluruh hak danatau kewajiban yang terletak
rakyatburger, kelompok rakyat dan badan
Kewenangan  berfungsi  untuk  menjalankan  kegiatan  dalam  organisasi,  sebagai  hak  untuk memerintah  orang  lain  untuk  melakukan  atau  tidak  melakukan  sesuatu  agar  tujuan  dapat
tercapai. Pengorganisasian organizing merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai  dengan  tujuan  organisasi,  sumber  daya-sumber  daya  yang  dimilikinya  dan  lingkungan
yang  melingkupinya.  Kewenangan  organisasi  menggariskan  bahwa  kewenangan  adalah kemampuan  untuk  melakukan  suatu  tindakan  hukum  publik,  atau  secara  yuridis  kewenangan
adalah  kemampuan  bertindak  yang  diberikan  oleh  Undang-undang  yang  berlaku  untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.
8
Admosudirjo. Prajudi. 2001. Teori Kewenangan, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2000, hlm. 33.
Sesuai  dengan  amanat  Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2004  tentang  Pemerintahan  Daerah, pemerintahan  daerah  menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  yang  menjadi  kewenangannya,
kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan  yang  menjadi  kewenangan  daerah  tersebut,  pemerintahan  daerah  menjalankan
otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Penyelenggaraan  desentralisasi  mensyaratkan  pembagian  urusan  pemerintahan  antara Pemerintah  dan  Pemerintahan  Daerah.  Urusan  pemerintahan  terdiri  dari  urusan  pemerintahan
yang sepenuhnya  menjadi  kewenangan  Pemerintah  dan  urusan  pemerintahan  yang  dikelola secara bersama antar tingkatan dan susunan pemerintahan atau konkuren.
Menurut Pasal 10 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  yang  menjadi  kewenangannya,  kecuali  urusan  yang
menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur
dan  mengurus  sendiri  urusan  pemerintahan  berdasarkan  asas  otonomi  dan  tugas  pembagian. Menurut Pasal 10 Ayat 3, urusan pemerintah yang menjadi wewenang Pemerintah pusat adalah
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisia, moneter dan fiskal serta agama.
Menurut  Pasal  13  Ayat  1 Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2004,  urusan  pemerintah  yang menjadi wewenang Pemerintah Provinsi adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; 2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; 4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. Penanganan bidang kesehatan; 6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
7. Penanggulangan masalah sosial lintas Provinsi; 8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas Provinsi;
9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas Provinsi; 10. Pengendalian lingkungan hidup;
11. Pelayanan pertanahan termasuk lintas Provinsi; 12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; 14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas Provinsi;
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh Provinsi; dan 16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Urusan  pemerintahan  yang  dapat  dikelola  secara  bersama  antar  tingkatan  dan  susunan pemerintahan  atau  konkuren  adalah  urusan-urusan  pemerintahan  selain  urusan  pemerintahan
yang  sepenuhnya  menjadi  urusan  Pemerintah.  Dengan  demikian  dalam  setiap  bidang  urusan pemerintahan  yang  bersifat  konkuren  senantiasa  terdapat  bagian  urusan  yang  menjadi
kewenangan  Pemerintah dan pemerintahan  daerah  provinsi.  Untuk  mewujudkan  pembagian urusan  pemerintahan  yang  bersifat  konkuren  tersebut  secara  proporsional  antara  pemerintah,
pemerintahan  daerah  provinsi  dan  pemerintahan  daerah  Provinsi  maka  ditetapkan  kriteria pembagian urusan pemerintahan yang meliputi eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi.
Penggunaan  ketiga  kriteria  tersebut  diterapkan  secara  kumulatif  sebagai  satu  kesatuan  dengan mempertimbangkan  keserasian  dan  keadilan  hubungan  antar
tingkatan  dan  susunan pemerintahan. Kriteria eksternalitas didasarkan atas pemikiran bahwa tingkat pemerintahan yang
berwenang atas suatu urusan pemerintahan ditentukan oleh jangkauan dampak yang diakibatkan dalam  penyelenggaraan  urusan  pemerintahan  tersebut.  Untuk  mencegah  terjadinya  tumpang
tindih  pengakuan  atau  klaim  atas  dampak  tersebut,  maka  ditentukan  kriteria  akuntabilitas  yaitu tingkat  pemerintahan  yang  paling  dekat  dengan  dampak  yang  timbul  adalah  yang  paling
berwenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tersebut. Hal ini adalah sesuai dengan prinsip demokrasi yaitu mendorong akuntabilitas Pemerintah kepada rakyat.
Kriteria  efisiensi  didasarkan  pada  pemikiran  bahwa  penyelenggaraan  urusan  pemerintahan sedapat  mungkin  mencapai  skala  ekonomis.  Hal  ini  dimaksudkan  agar  seluruh  tingkat
pemerintahan  wajib  mengedepankan  pencapaian  efisiensi  dalam  penyelenggaraan  urusan pemerintahan  yang  menjadi  kewenangannya  yang  sangat  diperlukan  dalam  menghadapi
persaingan  di  era  global.  Dengan  penerapan  ketiga  kriteria  tersebut,  semangat  demokrasi  yang diterapkan  melalui  kriteria  eksternalitas  dan  akuntabilitas,  serta  semangat  ekonomis  yang
diwujudkan  melalui  kriteria  efisiensi  dapat  disinergikan  dalam  rangka  mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan demokratisasi sebagai esensi dasar dari kebijakan desentralisasi.
2.1.3. Sumber Kewenangan