Pemodelan Ketersediaan Hijauan Ternak Untuk Mendukung Produktivitas Ternak Ruminansia Di Kabupaten Bogor

PEMODELAN KETERSEDIAAN HIJAUAN TERNAK UNTUK
MENDUKUNG PRODUKTIVITAS TERNAK
RUMINANSIA DI KABUPATEN BOGOR

ANITA SOPIANI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemodelan
Ketersediaan Hijauan Ternak untuk Mendukung Produktivitas Ternak Ruminansia
di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Anita Sopiani
D24110062

ABSTRAK
ANITA SOPIANI. Pemodelan Ketersediaan Hijauan Ternak untuk Mendukung
Produktivitas Ternak Ruminansia di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh NUR
ROCHMAH KUMALASARI dan IDAT GALIH PERMANA.
Hijauan pakan merupakan bahan pakan utama yang dibutuhkan ternak
ruminansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber
hijauan pakan dan lahan potensial untuk produksi hijauan pakan, mengevaluasi
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi hijauan pakan di Kabupaten Bogor,
serta membangun model ketersediaan hijauan pakan. Pengumpulan data dilakukan
mulai bulan Maret hingga bulan Mei 2015 di Kabupaten Bogor. Model dibangun
dengan menggunakan Software Powersim Studio Express 10. Hasil penelitian
menunjukan bahwa hijauan pakan dapat bersumber dari hijauan alami berupa
rumput lapang dan hijauan hasil sampingan pertanian berupa jerami. Informasi
yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa produksi hijauan pakan merupakan

fungsi dari ketersediaan hijauan pakan ternak. Simulasi model menunjukan bahwa
kebutuhan hijauan untuk ternak dan perubahan luasan lahan potensial mengubah
ketersediaan hijauan pakan ternak sehingga terjadi penurunan ketersediaan
hijauan di Kabupaten Bogor. Berdasarkan data kondisi tahun 2013 dilakukan
simulasi hingga tahun 2025 menunjukan bahwa kabupaten Bogor belum dapat
memenuhi kebutuhan produksi ternak ruminansia.
Kata kunci: Bogor, hijauan, model, ruminansia

ABSTRACT
ANITA SOPIANI. Modeling of Forages Avaibility to Support Ruminants
Productivity in Bogor Regency. Supervised by NUR ROCHMAH
KUMALASARI and IDAT GALIH PERMANA.
Forage is a basic feed for ruminant life. This research aims were to identify
forage sources and potential land production; to evaluate influential factors of
forage production and to build model availability forage. Field research was began
in March through to May 2015 in Bogor Regency. The model was built using
software by Powersim Studio 10. The result showed that natural forage sources
from grassland and agricultural by product such as ricestraw from agriculture area.
Forage productivity was a function of avaibility forage. Base on the simulated
model, it was concluded that forage consumption and potential land has changed

forage avaibility. Dynamic of forage availibilty was changed along dynamic of
forage consumption and potential land in Bogor Regency. This research
concluded that simulated availibilty of forage to 2025 couldn’t support ruminant
productivity in Bogor regency.
Keywords: Bogor, forage, model, ruminant

PEMODELAN KETERSEDIAAN HIJAUAN TERNAK UNTUK
MENDUKUNG PRODUKTIVITAS TERNAK
RUMINANSIA DI KABUPATEN BOGOR

ANITA SOPIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang
selalu melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Pemodelan Ketersediaan Hijauan Ternak
untuk Mendukung Produktivitas Ternak Ruminansia di Kabupaten Bogor yang
dilaksanakan bulan Maret hingga Mei 2015. Sholawat dan salam untuk
Rosululloh Muhammad Sallallhu’alaihi wassalam yang menjadi teladan terbaik
untuk seluruh ummat manusia. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang
memiliki potensi dalam pengembangan peternakan, khususnya ternak ruminansia.
Pengembangan peternakan ruminansia dapat dilihat dari produktivitas ternaknya.
Salah satu faktor penentu produktivitas ternak ruminansia ialah hijauan pakan.
Skripsi ini memuat informasi mengenai perkembangan ternak ruminansia dan
ketersediaan hijauan pakan berdasarkan data kondisi tahun 2013 yang

disimulasikan hingga tahun 2025 di Kabupaten Bogor. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap
semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Maret 2016
Anita Sopiani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

METODE

2

Materi

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Prosedur

2


Analisis Data

3

Pendekatan Sistem

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Keadaan Umum Peternakan di Wilayah Kabupaten Bogor

5

Model Dinamis Ketersediaan Hijauan Pakan Ternak di Kabupaten Bogor

5


Model Dinamis Perkembangan Ternak Ruminansia di Kabupaten Bogor

9

Model Dinamis Kebutuhan Hijauan Pakan untuk Ternak Ruminansia
di Kabupaten Bogor

12

Validasi dan Verifikasi Model

14

SIMPULAN DAN SARAN

15

DAFTAR PUSTAKA

16


LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

33

UCAPAN TERIMA KASIH

33

DAFTAR TABEL
1 Variabel, input dan sumber informasi yang Diperlukan

2

2 Potensi rumput dalam berbagai lahan


3

3 Potensi produksi hasil sampingan pertanian

3

4 Produksi hijauan pakan ternak pada berbagai lahan potensial

6

5 Produksi hijauan hasil produk sampingan pertanian

7

6 Validasi model produksi hijauan ternak dengan uji MAPE

15

7 Validasi model produksi hasil sampingan pertanian dengan uji MAPE


15

8 Validasi model kebutuhan hijauan untuk ternak ruminansia dan uji
MAPE

15

DAFTAR GAMBAR
1 Simulasi model ketersediaan hijauan pakan ternak di Kabupaten Bogor
2 Perkembangan populasi ternak ruminansia di Kabupaten Bogor
3 Simulasi model dinamika ternak ruminansia di Kabupaten Bogor
(berdasarkan data 2013)
4 Simulasi kebutuhan hijauan untuk ternak ruminansia di Kabupaten
Bogor
5 Simulasi model total kebutuhan hijauan pakan untuk ternak ruminansia
di Kabupaten Bogor
6 Hubungan simulasi model ketersediaan hijauan dengan kebutuhan
hijauan

8
10
11
12
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Jenis lahan berpotensi produksi hijauan di Kabupaten Bogor
Produksi tanaman pertanian di Kabupaten Bogor
Populasi ternak ruminansia di Kabupaten Bogor
Parameter angka kelahiran dan kematian ternak ruminansia
Bobot badan ternak ruminansia
Struktur ternak ruminasia Jawa Barat
Diagram alir model ketersediaan hijauan pakan di Kabupaten Bogor
Diagram alir model produksi hijauan pakan di Kabupaten Bogor
Diagram alir model perkembangan populasi ternak sapi potong dan sapi
perah
10 Diagram alir model perkembangan populasi ternak kerbau
11 Diagram alir model perkembangan populasi ternak domba dan kambing

19
19
19
19
20
21
22
23
24
25
26

12 Diagram alir model kebutuhan hijauan pakan untuk ternak sapi potong
dan sapi perah
13 Diagram alir model kebutuhan hijauan pakan untuk ternak kerbau
14 Diagram alir model kebutuhan hijauan pakan untuk ternak kambing dan
domba
15 Perhitungan model
16 Hasil analisis hubungan antar variabel ketersediaan hijauan dengan
kebutuhan hijauan pakan untuk ternak ruminansia

27
28
29
30
32

PENDAHULUAN
Kabupaten Bogor memiliki berbagai jenis ternak ruminansia yang dipelihara
untuk memenuhi produksi protein hewani di Kabupaten Bogor dan DKI Jakarta.
Ternak ruminansia yang terdapat di wilayah Kabupaten Bogor antara lain sapi
potong, sapi perah, kerbau, kambing dan domba. Ternak ruminansia di Kabupaten
Bogor mengalami dinamika perkembangan populasi pada tahun 2014 sapi potong
mencapai 16.67%, sapi perah 1.57%, kerbau 2.44%, kambing -0.82% dan domba
4.7% (Disnakan 2014). Perkembangan ternak ruminansia berkorelasi positif
dengan ketersediaan hijauan pakan ternak. Hijauan pakan merupakan bahan pakan
utama yang perlu disediakan untuk ternak ruminansia.
Hijauan pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
produktivitas ternak ruminansia. Pemenuhan kebutuhan hijauan pakan ternak
dapat bersumber pada hijauan di sekitar lingkungan. Setiana (2014) menyatakan
bahwa pemenuhan kebutuhan hijauan pakan diperlukan peningkatan pengelolaan
hijauan pakan domestik berbasis ekosistem dan budaya masyarakat. Seiring
dengan perkembangan zaman dan meningkatnya ilmu pengetahuan serta teknologi
sehingga banyak dilakukan pemanfaatan bahan non-tumbuhan yang dapat
meningkatkan produktivitas ternak ruminansia, disisi lain produksi hijauan pakan
di wilayah Kabupaten Bogor belum dapat digambarkan dengan akurat, karena
perubahan penggunaan lahan produksi hijauan seiring dengan adanya alih fungsi
lahan. Alih fungsi lahan mengurangi keberadaan lahan pertanian/peternakan dan
lahan budidaya perikanan yang akan berakibat menurunnya produksi dan
produkivitas pertanian/peternakan dan perikanan (Fajarini 2014).
Kabupaten Bogor mengalami perubahan penggunaan lahan yang cepat
selama kurang lebih 20 tahun terakhir (Fajarini 2014). Data BPS menunjukan
adanya pengurangan lahan sawah sejak tahun 1978 hingga tahun 1998 di
Kabupaten Bogor sebesar 35 738 ha (Irawan dan Friyatno 2002). Terdapat
berbagai isu strategis yang perlu ditangani secara sistematis dalam kaitan dengan
penataan ruang di wilayah Kabupaten Bogor. Isu strategis seperti kegiatan
ekonomi yaitu kegiatan investasi industri, jasa maupun pemukiman,
perkembangan penduduk maupun kondisi sosial budaya dapat mengkonversi
lahan pertanian menjadi non pertanian (Fajarini 2014). Dinamika perubahan
penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Bogor harus sejalan dengan rencana
tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor sehingga pembangunan suatu
wilayah tidak melampaui daya dukungnya (Rustiadi et al. 2008).
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis sistem
ketersediaan hijauan di Kabupaten Bogor. Tujuan khusus penelitian ini, yaitu
mengidentifikasi sumber-sumber hijauan ternak dan lahan potensial untuk
produksi hijauan pakan di Kabupaten Bogor, mengevaluasi faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi di Kabupaten Bogor, serta membangun model
ketersediaan hijauan.

2

METODE
Materi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, perangkat
keras komputer, dan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan Powersim
Express Studio 10.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kabupaten Bogor. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2015.

Prosedur
Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pendekatan sistem untuk mendesain model
potensi hijauan pakan ternak. Penelitian ini memanfaatkan data sekunder sebagai
dasar analisis dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 20092013, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Tahun 2009-2014, Dinas
Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor Land Cover 2010 dan Peta RTRW
(rencana tata ruang wilayah) 2005-2025 Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik
Kabupaten Bogor Tahun 2009-2013.
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati diuraikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Variabel, input dan sumber informasi yang diperlukan
Variabel
Perkembangan Ternak
Ruminansia

Input
Jumlah Ternak Ruminansia

Informasi
Data Sekunder

Angka Kelahiran dan Kematian Data Sekunder
Konsumsi pakan hijauan
Data Sekunder
Potensi Lahan Hijauan Pakan di
Wilayah Kabupaten Bogor

Luas Lahan Padang Rumput

Data Sekunder

Luas Lahan Sawah Irigasi
Luas Lahan Tegal
Luas Lahan Perkebunan
Luas Lahan Ladang
Luas Lahan Tadah Hujan

Data Sekunder
Data Sekunder
Data Sekunder
Data Sekunder
Data Sekunder

3
Analisis Data Deskriptif (Matjik dan Sumartjaya 2002)
Analisis data terhadap faktor ekologi ternak ruminansia untuk mengetahui
hubungan antara lahan yang berpotensi produksi hijauan pakan dengan kebutuhan
hijauan oleh ternak ruminansia, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
hijauan dan faktor yang mendukung produktivitas ternak ruminansia yang berada
di Kabupaten Bogor. Hubungan produksi hijuan pakan dan kebutuhan hijauan
dianalisis dengan menggunakan program SPPS 16.0.
Analisis Produksi Hijauan
Analisis produksi hijauan dihitung berdasarkan jenis lahan berpotensi
produksi hijauan di wilayah Kabupaten Bogor, potensi rumput dalam berbagai
lahan (Tabel 2) dan potensi produksi hasil sampingan pertanian di wilayah
Kabupaten Bogor (Tabel 3).
Tabel 2 Potensi rumput dalam berbagai lahan
No.
1
2
3
4
5
6

Jenis lahan
Lahan sawah irigasi
Tadah Hujan
Perkebunan
Tegal
Ladang/ Huma
Penggembalaan/ Padang Rumput

Potensi
Sumber informasi
rumput (%)a
0.03
Haryanto 2014
1.38
Haryanto 2014
0.29
Haryanto 2014
20.11
Haryanto 2014
20.11
Haryanto 2014
100.00 Nell dan Rollison 1974

a

Potensi rumput (%) adalah presentasi dari sebaran luas bentuk penggunaan lahan/ penutupan
vegetasi

Tabel 3 Potensi produksi hasil sampingan pertanian
No.
1
2
3
4
5

Jenis limbah pertanian Produksi limbah Sumber informasi
Jerami Padi
1.4a
Kim dan Dale 2004
b
Daun Jagung
300%
Ashari et al 2000
b
Daun Kedele
300%
Ashari et al 2000
b
Daun Ubi Kayu
4.5%
Ashari et al 2000
Daun Ubi Jalar
4.5% b
Ashari et al 2000

a

Jerami padi 1.4 dari produksi padi. b persen nilai konversi dari satuan produksi hasil
utama (HU)

Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang
dimulai dengan mengidentifikasi sejumlah kebutuhan sehingga dapat
menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem
umumnya ditandai oleh dua hal yaitu mencari semua faktor penting yang ada
dalam masalah dan dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan
secara rasional (Eriyatno 2003).

4
Model, Batasan dan Simulasi
Model potensi hijauan pakan di Kabupaten Bogor disusun berdasarkan hasil
analisis data dengan membuat simulasi. Proses simulasi dilakukan dengan
menggunakan perhitungan dan hubungan matematik yang telah diformulasikan
dalam model dengan memasukkan perubahan terhadap setiap peubah pada jangka
waktu yang ditetapkan.
Batasan pemodelan ketersediaan hijauan hanya mencakup wilayah
Kabupaten Bogor dengan rentang waktu 12 tahun menggunakan basis data tahun
2013 yang disumulasikan hingga tahun 2025. Ketersediaan hijauan dihitung dari
luas lahan potensial produksi hijauan yaitu luas lahan sawah irigasi, lahan tadah
hujan, lahan tegalan, lahan ladang, lahan padang padang rumput dan lahan
perkebunan diperoleh dari Dinas Pertanian dan Kehutanan 2009-2013 dan Badan
Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2009-2013 (Lampiran 1). Asumsi produksi
rumput lapang dapat berproduksi 30 ton ha-1 tahun-1 (STTP 2015) dan persen
potensi produksi rumput disajikan pada Tabel 2. Produksi sampingan pertanian
dihitung dari produksi hasil utama pertanian yaitu padi, jagung, kedelai, ubi kayu
dan ubi jalar (Lampiran 2) diperoleh dari Dinas Pertanian dan Kehutanan 20092013 dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2009-2013 serta potensi
produksi jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami ubi kayu dan jerami
ubi jalar (Tabel 3). Kebutuhan hijauan untuk ternak ruminansia diperoleh dari
kebutuhan dari setiap jenis ternak ruminansia yang teridentifikasi yaitu ternak sapi
potong, ternak sapi perah, ternak kerbau, ternak kambing dan ternak domba.
Batasan faktor pada simulasi model perkembangan ternak ruminansia ialah
adanya faktor alamiah berupa angka kelahiran dan angka kematian ternak
ruminansia dihitung berdasarkan parameter kelahiran dan kematian serta betina
produktif umur 2 tahun hingga kurang dari 6 tahun dari setiap jenis ternak
ruminansia dengan basis data diolah dari hasil survei rumah tangga peternakan
tahun 2008 dan pendataan sapi potong, sapi perah dan kerbau tahun 2011
(Lampiran 4). Kebutuhan hijauan pakan ternak ruminansia 10% dari bobot badan
per ekor per hari dalam bentuk segar (Lampiran 5). Kebutuhan dihitung per jenis
ternak ruminansia selama 365 hari. Ternak ruminansia yang mengkonsumsi
hijauan yaitu ternak dewasa dan ternak muda (Lampiran 6). Pemodelan ini tidak
disertakan input teknologi dan input tambahan lainnya.
Analisis model dinamik menggunakan analisis simulasi sistem dinamik
yang diolah dengan menggunakan perangkat lunak Powersim Express Studio 10.
Analisis data parameter dan estimasi nilai parameter menggunakan Microsoft
Excel untuk megolah beragam fungsi aritmatika dasar.
Validasi dan Verifikasi Model
Validasi merupakan tahap terakhir dalam pengembangan model untuk
memeriksa model dengan meninjau kesesuaian model dengan sistem nyata,
dengan melihat konsistensi internal, korespondensi, dan representasi (Somantri
dan Machfud 2006). Validasi pada pemodelan ini dilakukan dengan
membandingkan tingkah laku model dengan sistem nyata (quantitative behaviour
pattern comparison) yaitu dengan uji MAPE (Mean Absolute Percentage Error).
MAPE atau nilai tengah kesalahan persentase absolute adalah salah satu ukuran
relatif yang menyangkut kesalahan persentase. Verifikasi dari model yang

5
dirancang akan sangat tepat dalam menggambarkan kondisi sesungguhnya bila
nilai MAPE lebih kecil dari 5%. Untuk selang MAPE antara 5 sampai dengan
10%, model menunjukkan cukup tepat dalam menggambarkan kondisi
sesungguhnya, sedangkan bila MAPE lebih besar dari 10%, maka model tidak
tepat dalam menggambarkan kondisi sesungguhnya sehingga memerlukan
perbaikan dalam struktur maupun ekspresi matematisnya (Somantri et al. 2006).
Uji MAPE dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian data hasil
prakiraan dengan data aktual. Ukuran relatif untuk menentukan nilai dari nilai
absolute percentage error (APE) yang didefinisikan dengan persamaan berikut
(Makridakis et al. 1991).
MAPE =

1
2

�� −��

�=1
��

Keterangan : n = periode/banyaknya data
Xt = nilai data aktual
Ft = nilai data simulasi

� 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Peternakan di Wilayah Kabupaten Bogor
Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah ± 298 838 304 ha
memiliki potensi pengembangan sektor peternakan ruminansia yaitu sapi perah,
sapi potong, kerbau, kambing dan domba. Populasi ternak ruminansia pada tahun
2013 tercatat sapi potong 34 392 ekor, sapi perah 9 526 ekor, kerbau 24 088 ekor,
kambing 114 192 ekor, dan domba 203 373 ekor (Disnakan 2013). Kabupaten
Bogor memiliki zona atau wilayah pengembangan ternak ruminansia diantaranya
untuk ternak sapi perah terdapat pada kecamatan Ciawi, Megamendung, Cisarua,
Cijeruk, Pamijahan dan Cibungbulang. Ternak Sapi potong terdapat di kecamatan
Jonggol, Cariu, Tanjungsari dan Sukamakmur. Ternak kerbau di kecamatan
Leuwilang, Pamijahan, Cibungbulang, Leuwisadeng, Cigudeg, Suka Jaya, Jasinga,
Rumpin, Parung Panjang dan Tenjo. Ternak kambing perah (PE) terdapat di
kecamatan Ciawi, Caringin, Cijeruk dan Tamansari. Sedangkan pengembangan
ternak domba hampir tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bogor (Disnakan
2014). Sebagian besar kepemilikan ternak ruminansia di Kabupaten Bogor
merupakan kelompok peternak rakyat.
Model Dinamis Ketersediaan Hijauan Pakan Ternak di Kabupaten Bogor
Ketersediaan hijauan pakan merupakan salah satu faktor penentu dalam
keberlangsungan hidup ternak ruminansia di wilayah Kabupaten Bogor. Sumber
hijauan pakan dapat berupa rumput lapang dan produk sampingan pertanian.
Sumber hijauan pakan berupa rumput lapang dapat ditemukan pada berbagai jenis
lahan. Luasan lahan di Kabupaten Bogor merupakan salah satu faktor penentu

6
ketersediaan sumber hijauan. Lahan merupakan tempat tumbuh hijauan dan
digunakan untuk ruang gerak ternak ruminansia serta berbagai macam fungsi
lainnya. Penggunaan lahan potensial produksi hijauan berupa rumput lapang yang
dapat diprediksi di Kabupaten Bogor yaitu lahan sawah irigasi, tadah hujan,
tegalan, ladang/ huma, padang rumput/ penggembalaan, dan perkebunan.
Ketersediaan hijauan merupakan fungsi dari produksi hijauan pakan baik
berupa rumput lapang maupun hasil produk sampingan pertanian. Fajarini (2014)
menyatakan dinamika perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor dari
tahun 1989 hingga 2013 cukup tinggi. Perubahan penggunaan lahan dapat
mempengaruhi produksi hijauan pakan berupa rumput lapang pada setiap jenis
lahan potensial di Kabupaten Bogor (Lampiran 1). Dinamika perubahan lahan
pertanian dapat menyebabkan penurunan produksi pangan dan kerugian
lingkungan seperti berkurangnya ruang-ruang dengan fungsi konservasi (Pribadi
et al. 2006).
Hasil analisis produksi hijauan dari berbagai jenis lahan potensial di
Kabupaten Bogor disajikan pada Tabel 4. Produksi hijauan pakan berupa rumput
lapang dan dari berbagai jenis lahan potensial pada tahun 2010 mengalami
peningkatan produksi karena bertambahnya luas lahan tegalan.
Tabel 4 Produksi hijauan pakan ternak pada berbagai lahan potensial
No
1
2
3
4
5
6

Jenis lahan

Produksi hijauan rumput alam(ton/tahun)
2009
2010
2011
2012
2013
Lahan sawah irigasi
352
354
344
350
348
Tadah Hujan
3 887
3 789
4 119
3 750
3 515
Tegalan
313 426 364 417 352 225 342 294 332 642
Ladang/ Huma
19 505 19 505 19 505 19 167 18 835
Penggembalaan/Padang Rumput 23 010 23 010 26 970 25 650 24 390
Perkebunan
1 208
1 258
1 267
1 244
1 240
Total Produksi rumput alam
361 388 412 333 404 429 392 455 380 970

Sumber : Diolah dari data Dinas Pertanian dan Kehutanan 2009-2013 Kabupaten Bogor

Ph : Produksi Hijauan (ton/tahun) = Lp x q x r, Lp : potensi lahan produksi
hijauan (ha) (disajikan pada Lampiran 1), q : potensi produksi hijauan (%) (disajikan pada
Tabel 2), r : produksi rumput lapang asumsi 30 ton//ha/tahun (STTP 2015).

Lahan tegalan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan
produksi hijauan ternak karena luas lahan tegalan yang lebih luas dibandingkan
luas lahan lainnya dan berpotensi menghasilkan produksi rumput sekitar 20.11%
(Haryanto 2014), sehingga perubahan luas lahan berpengaruh terhadap jumlah
total produksi hijauan pakan. Lahan yang mengalami perubahan terjadi pada lahan
pertanian baik lahan pertanian basah seperti sawah maupun lahan pertanian kering
seperti kebun dan tegalan (Fajarini 2014).
Produksi hijauan yang diprediksi selain berupa rumput alam dapat
bersumber dari produk sampingan pertanian yaitu jerami padi, daun jagung, daun
kedelai, daun ubi kayu dan daun ubi jalar (Tabel 5). Penurunan produksi hijauan
hasil produk sampingan pertanian pada tahun 2011 disebabkan terjadinya
penurunan produksi hasil utama pertanian.

7
Tabel 5 Produksi hijauan hasil produk sampingan pertanian
No.
1
2
3
4
5

Jenis limbah
Jerami Padi
Daun Jagung
Daun Kedelai
Daun Ubi Kayu
Daun Ubi Jalar
Total Produksi

Produksi hijauan produk sampingan pertanian (ton/thn)
2009
2010
2011
2012
2013
222 769
239 621 228 617 238 333 258 980
8 578
4 711
3 253
2 656
2 898
24
11
15
22
23
1 836
1 873
1 738
1 796
1 592
621
649
569
633
565
233 827
246 865 234 191 243 440 264 057

Sumber : Diolah dari data Dinas Pertanian dan Kehutanan 2009-2013 Kabupaten Bogor
JP
: produksi jerami (ton/tahun)
= produksi padi (ton/tahun) x 1.4 x penggunaan pakan (%)
DK
: produksi kedelai (ton/tahun)
= produksi kedelai (ton/tahun) x 300% x penggunaan pakan (%)
DUK
: produksi ubi kayu (ton/tahun)
= produksi ubi kayu (ton/tahun) x 4.5% x penggunaan pakan (%)
DUJ
: produksi kedelai (ton/tahun)
= produksi ubi jalar (ton/tahun) x 4.5% x penggunaan pakan (%)
JT
: jumlah total produksi sampingan pertanian (ton/tahun)
Jumlah Total Produksi = jerami padi + daun jagung + daun kedelai + daun ubi kayu+
daun ubi jalar

Hijauan pakan yang berasal dari hasil produk sampingan pertanian
dipengaruhi oleh produksi hasil utama. Hasil analisis menunjukan total produksi
hijauan hasil produk sampingan pertanian pada tahun 2012 hingga tahun 2013
mengalami peningkatan produksi seiring dengan peningkatan produksi hasil
utama pertanian. Produksi hasil utama pertanian seperti padi, jagung dan kedelai
meningkat pada tahun 2013 dengan produksi padi mencapai 596 727 ton, produksi
jagung 2 415 ton, produksi kedelai 34 ton, sedangkan ubi kayu dan ubi jalar
produksi hasil utama menurun yaitu produksi ubi kayu 141 494 ton dan produksi
ubi jalar mencapai 50 180 ton (Dispertan 2013). Penurunan produksi hijauan hasil
sampingan pertanian pada ubi kayu dan ubi jalar tidak mempengaruhi total
produksi hasil sampingan pertanian.
Peningkatan total produksi hasil sampingan pertanian di Kabupaten Bogor
belum dimanfaatkan secara optimal baik oleh petani maupun peternak.
Pemanfaatan hasil samping pertanian sebagai hijauan pakan di Kabupaten Bogor
dapat ditingkatkan karena ketersediaan hijauan pakan alam berupa rumput lapang
tidak tersedia sepanjang tahun terutama saat musim kemarau. Menurut Lay (1994)
Produksi hijauan pakan berupa rumput lapang berlimpah dengan kualitas baik
pada musim hujan, kemudian menurun menjadi sangat rendah pada musim
kemarau. Saragi (2014) menyatakan terdapat beberapa faktor yang mendukung
dalam pemanfaatan hasil sampingan pertanian sebagai pakan ternak di Kabupaten
Bogor yaitu potensi tingginya kuantitas produksi hasil sampingan pertanian, hasil
sampingan pertanian merupakan sumber serat baik untuk ternak ruminansia,
meminimalis kebutuhan biaya, membantu pengurangan kerusakan lingkungan
oleh hasil sampingan pertanian yang tidak diolah dan penyediaan hijauan dari
hasil sampingan pertanian tidak berkompetensi dalam hal penggunaan lahan.

8
Simulasi model dinamika ketersediaan hijauan pakan ternak dilakukan
untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan potensial terhadap produksi
hijauan pakan ternak di Kabupaten Bogor. Batasan faktor yang digunakan
terhadap perubahan produksi hijauan pakan ternak yaitu rumput berupa rumput
lapang dan potensi produksi rumput pada setiap jenis lahan serta laju perubahan
lahan. Hasil simulasi ketersediaan hijauan pakan ternak di Kabupaten Bogor pada
tahun 2013 hingga tahun 2025 disajikan pada Gambar 1.
(000) ton
900
800
700
600
500
400
300
200
100
-

Total Produksi
(Hijauan + sampingan
pertanian)
Produksi Hijauan

Produksi sampingan
pertanian

Tahun

Gambar 1 Simulasi model ketersediaan hijauan pakan ternak di
Kabupaten Bogor.
Hasil simulasi model produksi hijauan pakan ternak hingga tahun 2025
menunjukan tren penurunan produksi karena lahan sawah irigasi, tadah hujan,
tegalan, ladang dan padang penggembalaan mengalami perubahan penurunan
luasan lahan (Gambar 1). Penurunan luasan lahan diperoleh dari laju perubahan
luasan yang tetap pada setiap jenis lahan dengan periode waktu perubahan setiap
tahun. Laju perubahan lahan setiap tahunnya dari hasil simulasi model
ketersediaan hijauan pakan ternak di Kabupaten Bogor diperoleh laju lahan sawah
irigasi -2%, lahan tadah hujan sebesar -0.7%, lahan tegalan -0.1%, lahan
ladang/huma -1%, lahan penggembalaan -0.1% dan lahan perkebunan 1%s. Laju
perubahan luasan lahan dapat terjadi karena penggunaan fungsi lahan menjadi
lahan lainnya seperti lahan terbangun, lahan sawah sementara tidak diusahakan
dan lahan hutan. Fajarini (2014) menyatakan bahwa total areal pertanian yang
menjadi lahan terbangun sebesar 47 953 ha atau 16.04% dari luas Kabupaten
Bogor. Faktor lain yang tidak teridentifikasi namun mempengaruhi produksi
ketersediaan hijauan pakan berupa rumput lapang di wilayah Kabupaten Bogor
secara alamiah dipengaruhi oleh iklim dan jenis tanah. Hasil simulasi model
produksi sampingan pertanian pada tahun 2013 hingga tahun 2025 menunjukan
tren peningkatan produksi karena meningkatnya produktivitas hasil utama
pertanian (Gambar 1).
Produksi hasil sampingan pertanian pada tahun 2023 hingga tahun 2025
diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan produksi hijauan pakan, sehingga
ketersediaan hijauan pakan di Kabupaten Bogor akan meningkat bila pemanfaatan

9
produksi hasil sampingan dapat dioptimalkan. Produksi hijauan pakan ternak di
Kabupaten Bogor dapat ditingkatkan apabila laju perubahan lahan tidak
bertambah untuk difungsikan sebagai lahan lain seperti lahan terbangun.
Pengadaan lahan khusus untuk produksi hijauan pakan ternak dibeberapa tempat
dengan penanaman rumput berkualitas sehingga dapat dimanfaatkan oleh peternak
secara merata. Pemanfaatan luasan lahan lainnya untuk produksi hijauan pakan
ternak seperti lahan hutan yang dekat dengan pemukiman penduduk sehingga
dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat terutama peternak yang
tinggal didekat kawasan hutan. Pemanfaatan lahan kering sementara tidak
diusahakan agar dapat dimanfaatkan untuk produksi hijauan pakan sebelum
dimulai kembali usaha yang akan dijalani oleh masyarakat dan adanya kebijakan
pembatasan izin lahan terbangun.
Model Dinamis Perkembangan Ternak Ruminansia di Kabupaten Bogor
Populasi ternak ruminansia yang teridentifikasi di Kabupaten Bogor yaitu
sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing dan domba. Setiap jenis ternak
ruminansia dari tahun 2009 hingga tahun 2013 mengalami dinamika populasi
(Gambar 2). Hasil analisis dari tahun 2009 hingga tahun 2013 menunjukan adanya
tren penurunan populasi ternak sapi potong pada tahun 2012 disebabkan karena
jumlah pemasukan 26 467 ekor dan pengeluaran ternak sapi potong pada tahun
2011 sebanyak 20 558 ekor, sedangkan pemotongan sapi potong sekitar 33 247
ekor lebih tinggi dibanding populasi yaitu 27 086 (Disnakan 2014), sehingga
berdampak pada populasi ternak sapi potong tahun 2012. Pemerintah mengurangi
kuota impor sapi baik dalam bentuk ternak hidup atau daging pada tahun 2011
sebagai langkah awal program swasembada daging sapi 2014 (Daryanto 2011).
Pemerintah telah mengeluarkan regulasi mengenai swasembada daging sapi
nasional yaitu pada tahun 2000, 2008 dan 2010. Program Swasembada Daging
Sapi (PSDS) merupakan salah satu bagian dari program pemerintah dalam rangka
mewujudkan kemandirian pangan nasional merupakan swasembada on-trend,
yaitu minimal 90 persen kebutuhan daging sapi dipenuhi dari produksi domestik,
dan 10 persen dipenuhi dari impor (Ditjennak 2010). Hingga saat ini pemenuhan
kebutuhan daging nasional pemerintah masih mengadakan impor sapi.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang strategis dalam arus
pemasukan dan pengeluaran ternak, sehingga dapat dikatakan bahwa kabupaten
Bogor merupakan salah satu wilayah penyangga ternak ruminansia terutama sapi
potong. Menurut Arief et al. (2012) keberadaan populasi sapi potong di Jawa
Barat diupayakan sebagai penyangga dari arus impor sapi potong bakalan dan
daging asal luar negeri, khususnya Australia. Kabupaten Bogor merupakan salah
satu wilayah dari 14 wilayah di Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi untuk
menjadikan sapi potong baik lokal maupun impor sebagai komoditi unggulan.
Hasil analisa perkembangan ternak kerbau tahun 2012 menunjukan tren
penurunan perkembangan ternak kerbau disebabkan akibat pengeluaran ternak
kerbau yang lebih tinggi yaitu sekitar 3 483 ekor bila dibandingkan dengan
pemasukan ternak kerbau sekitar 2 600 ekor. Perkembangan ternak kambing pada
tahun 2013 meunjukan tren penurunan populasi. Hal tersebut terjadi karena pada
tahun 2012 pengeluaran ternak kambing ke luar kabupaten Bogor mencapai 47

10
024 ekor lebih besar dibanding pemasukan yang hanya mencapai 24 128 ekor
(Disnakan 2012) sehingga dalam pemenuhan pengeluaran ternak kambing dapat
ditutupi oleh populasi ternak kambing yang dipelihara oleh peternak saat itu.
Selama tahun 2009 hingga tahun 2013 peningkatan populasi domba terjadi hanya
pada tahun 2010 karena pemasukan ternak ke kabupaten Bogor mencapai 73 730
ekor. Tahun berikutnya menunjukan tren penurunan perkembangan populasi
ternak domba disebabkan peningkatan jumlah pemotongan dan peningkatan
jumlah pengeluaran ternak domba ke luar kabupaten Bogor. Hasil dinamika
perkembangan ternak ruminansia di Kabupaten Bogor dari tahun 2009 hingga
tahun 2013 Kabupaten Bogor berpotensi dalam pengembangan ternak domba dan
ternak kambing. Hal tersebut ditunjukan dengan jumlah populasi ternak domba
dan ternak kambing lebih banyak dibanding ternak ruminansia lainnya.
(000) ekor
300
250

Sapi Potong

200

Sapi Perah

150

Kerbau

100

Kambing

50

Domba

2009

2010

2011
Tahun

2012

2013

Gambar 2 Perkembangan populasi ternak ruminansia di Kabupaten Bogor
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2009-2013

Simulasi model dinamika ternak ruminansia dilakukan untuk mengetahui
perubahan yang terjadi terhadap populasi ternak ruminansia di Kabupaten Bogor
dengan adanya suatu perubahan terhadap kebutuhan pakan hijauan oleh ternak
ruminansia. Hasil simulasi model dinamika ternak ruminansia disajikan pada
Gambar 3. Hasil simulasi model perkembangan pada ternak sapi potong, sapi
perah, kerbau dan kambing pada kondisi awal tahun 2013 hingga tahun 2025
menunjukan tren peningkatan populasi. Faktor yang mempengaruhi disebabkan
jumlah kelahiran ternak lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kematian ternak.
Hasil simulasi model perkembangan pada ternak domba menunjukan tren
penurunan perkembangan populasi. Penurunan perkembangan ternak domba
disebabkan oleh faktor laju perkembangan ternak yang bernilai negatif sedangkan
laju perkembangan populasi ternak lainnya bernilai positif. Laju kelahiran dan laju
kematian dari setiap jenis ternak ruminansia mempengaruhi hasil perkembangan
ternak. Penurunan populasi ternak domba dapat diminimali dengan dilakukannya
kerjasama antar pemerintah dan peternak di Kabupaten Bogor yaitu dengan
dilakukannya pencatatan jumlah pemasukan dan pengeluaran serta pemotongan
ternak domba secara berkelanjutan.

11
(000) ekor
200
170
140
110
80
50
20
(10)

(000) ekor
200
170
140
110
80
50
20
(10)

Tahun

Tahun
Populasi Sapi Potong (model)

Populasi sapi perah (model)

Populasi sapi potong (riil)

Populasi sapi perah (riil)

(000) ekor
200
170
140
110
80
50
20
(10)

(000) ekor
200
170
140
110
80
50
20
(10)

Tahun
Populasi sapi perah (model)
Populasi sapi perah (riil)

Tahun
Populasi kambing (model)
Populasi kambing (aktual)
P : Populasi (ekor/tahun)
a : betina produktif (%)
b : angka kelahiran (%)
c : angka kematian (%)
lk : laju kelahiran (%)
lm : laju kematian (%),
L : jumlah kelahiran (ekor/tahun)
M : jumlah kematian (ekor/tahun)
L = P x a x b x lk
M = P x c x lm

(000) ekor
300
250
200
150
100
50
-

Tahun
Populasi domba (model)
Populasi domba (aktual)

Gambar 3 Simulasi model dinamika ternak ruminansia di Kabupaten
Bogor (berdasarkan data 2013)

12
Model Dinamis Kebutuhan Hijauan Pakan untuk Ternak Ruminansia di
Kabupaten Bogor
Simulasi model dinamika kebutuhan hijauan pakan untuk ternak ruminansia
dilakukan untuk mengetahui dinamika kebutuhan hijauan untuk ternak ruminansia
terhadap perkembangan populasi dan ketersediaan hijauan pakan di Kabupaten
Bogor. Hasil simulasi model dinamika kebutuhan hijauan untuk ternak ruminansia
disajikan pada Gambar 4.

(000) ton
400
350
300
250
200
150
100
50
-

Tahun

y1x 10%

Kd (ton/tahun)

= (P) x (x1) x (

Km (ton/tahun)
Kt (ton/tahun)

= (P) x (x2) x (
= Kd + Km

Kd : kebutuhan ternak dewasa (ton/tahun)
P : Populasi ternak (ekor)
X1 : ternak dewasa jantan/betina (%)
X2 : ternak muda jantan/betina (%)

1000
y2x 10%
1000

Kebutuhan Hijauan
Sapi Potong
Kebutuhan hijauan
sapi perah
Kebutuhan Hijauan
Kerbau
Kebutuhan Hijauan
Kambing
Kebutuhan Hijauan
Domba

) x 365 hari
) x 365 hari

Km : kebutuhan ternak muda (ton/tahun)
Kt : kebutuhan total (ton/tahun)
Y1 : bobot badan ternak dewasa jantan/betina (kg)
Y2 : bobot badan ternak muda jantan/betina (kg)

Gambar 4 Simulasi kebutuhan hijauan untuk ternak ruminansia di Kabupaten
Bogor
Hasil simulasi model kebutuhan hijauan untuk ternak sapi potong, sapi
perah, kerbau dan kambing pada kondisi awal tahun 2013 hingga tahun 2025
menunjukan tren peningkatan kebutuhan hijauan. Peningkatan kebutuhan hijauan
disebabkan karena pada hasil simulasi model perkembangan ternak sapi potong,
sapi perah, kerbau dan kambing terjadi peningkatan perkembangan populasi.
Kebutuhan hijauan ternak domba menunjukan tren penurunan kebutuhan hijauan
pakan. Penurunan kebutuhan hijauan pakan pada ternak domba selaras dengan
penurunan perkembangan populasi ternak domba. Dinamika perkembangan ternak
ruminansia mempengaruhi konsumi kebutuhan hijauan pakan untuk ternak.
Populasi ternak ruminansia meningkat maka akan terjadi peningkatan kebutuhan
konsumsi hijauan pakan.
Hasil total simulasi model kebutuhan hijauan pakan untuk ternak ruminansia
mengalami dinamika (Gambar 5). Pada tahun pada tahun 2011 hingga 2012
menunjukan penurunan tren disebabkan penurunan kebutuhan hijauan oleh ternak

13
sapi potong dan ternak domba. Penurunan tersebut disebabkan pada tahun 2011
dan 2012 populasi ternak domba menurun dan pada tahun 2012 sapi potong juga
mengalami penurunan populasi.
(000) ton
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

Total kebutuhan
hijauan ternak
ruminansia (model)
Total kebutuhan
hijauan ternak
ruminansia (riil)

Tahun

Gambar 5 Simulasi model total kebutuhan hijauan pakan untuk ternak ruminansia
di Kabupaten Bogor
Hasil simulasi dengan kondisi awal tahun 2013 hingga tahun 2025
menunjukan tren peningkatan total kebutuhan hijauan pakan untuk ternak
ruminansia. Peningkatan total kebutuhan hijauan pakan untuk ternak ruminansia
disebabkan karena kebutuhan hijauan pakan paling tinggi dibutuhkan oleh ternak
sapi potong. Kebutuhan hijauan pakan berupa rumput lapang dengan 10% bobot
badan sapi potong diiringi oleh peningkatan jumlah populasi ternak sapi potong
mempengaruhi peningkatan total kebutuhan hijauan pakan. Sedangkan ternak
domba yang merupakan ternak ruminansia kecil dengan kebutuhan 10% bobot
badan tidak lebih besar dari kebutuhan ternak ruminansia besar, namun
keberadaan ternak domba yang hampir tersebar diseluruh kecamatan di Kabupaten
Bogor menjadikan kebutuhan hijauan pakan untuk ternak domba tetap tinggi
meskipun perkembangan ternak domba mengalami penurunan. Keberadaan ternak
ruminansia dewasa dan muda juga mempengaruhi kebutuhan hijauan pakan. Pada
ternak ruminansia besar ternak dewasa sapi potong mencapai 49.20%, sapi perah
53.58% dan kerbau 64.10% (Hasil PPSK BPS dan Ditjennak 2011), sedangkan
pada ternak ruminansia kecil jumlah ternak dewasa kambing mencapai 46.80%
dan ternak domba mencapai 45.26% (Hasil survei rumah tangga peternakan
nasional BPS dan Ditjennak 2008).
Perubahan ketersediaan hijauan pakan secara nyata dipengaruhi oleh
kebutuhan hijauan untuk ternak ruminansia (Gambar 6). Kebutuhan hijauan untuk
ternak ruminansia terus mengalami peningkatan yang tinggi karena adanya faktor
dinamika perkembangan dari setiap jenis ternak ruminansia di wilayah Kabupaten
Bogor. Purwawangsa dan Putera (2014) menyatakan bahwa kebutuhan hijauan
pakan ternak bersasarkan survey terhadap 30 peternakan sapi dan domba di
Kabupaten Bogor dan Sukabumi berdasarkan kapasitas kandang yang ada adalah
sekitar 12 982 ton per bulan. Beberapa peternak besar di sekitar Bogor disisi lain

14
telah bersedia untuk memesan hijauan pakan ternak secara rutin dengan volume 6
sampai 12 ton per hari (Purwawangsa dan Putera 2014). Para peternak rakyat di
Kabupaten Bogor dalam pemenuhan kebutuhan hijauan pakan ternak masih
mengandalkan hijauan pakan ternak yang tumbuh alami dan akan mengalami
kesulitan pakan hijauan pada saat musim kemarau. Pemanfaatan hasil sampingan
pertanian secara optimal seperti jerami dapat menjadi salah satu solusi peternak
dalam pemenuhan kebutuhan hijauan untuk ternak ruminansia di Kabupaten
Bogor.
(000) ton
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

Kebutuhan hijauan
ternak ruminansia

Total Produksi
(Hijauan +
sampingan
pertanian)

Tahun

Gambar 6 Hubungan simulasi model ketersediaan hijauan dengan kebutuhan
hijauan

Validasi dan Verifikasi Model
Validasi pada pemodelan ini dilakukan dengan membandingkan keluaran
model (hasil simulasi) dengan data aktual yang didapat dari sistem nyata. Hasil uji
MAPE (Mean Absolute Percentage Error) terhadap data potensi produksi hijauan
pakan ternak tahun 2009 hingga tahun 2013 diperoleh nilai sebesar 7%. Hal
tersebut menunjukan bahwa terdapat penyimpangan sebesar 7% antara hasil
simulasi dengan data aktual, berdasarkan kriteria ketetapan model nilai MAPE
tersebut yaitu lebih kecil dari 10% sehingga dapat disimpulkan bahwa model tepat
dan dapat diterima.
Perhitungan dengan uji MAPE terhadap data produksi hasil sampingan
pertanian tahun 2009 hingga tahun 2013 diperoleh nilai sebesar 3%. Nilai tersebut
lebih kecil dari 5% dan kurang dari 10% sehingga dapat disimpulkan model
sangat tepat dan dapat diterima. Nilai uji MAPE terhadap data kebutuhan hijauan
untuk ternak ruminansia diperoleh nilai sebesar 6%, maka dapat disimpulkan
bahwa model tepat dan dapat diterima. Secara keseluruhan validasi model
disajikan pada Tabel 6, 7, dan 8.

15
Tabel 6 Validasi model produksi hijauan ternak dengan uji MAPE
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013

Produksi hijauan ternak (ton)
Simulasi
Aktual
361 388
361 388
360 858
412 333
360 331
404 429
359 806
392 455
359 284
380 970
MAPE

APE (%)
12.48
10.90
8.32
5.69
7

APE : average percentage error, MAPE : mean average percentage error.

Tabel 7 Validasi model produksi hasil sampingan pertanain dengan uji MAPE
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013

Produksi hasil sampingan pertanian (ton)
Simulasi
Aktual
233 827
233 827
240 247
246 865
247 464
234 191
255 380
243 440
263 921
264 057
MAPE

APE (%)
2.7
5.7
4.9
0.1
3

APE : average percentage error, MAPE : mean average percentage error.

Tabel 8 Validasi model kebutuhan hijauan untuk ternak ruminansia dengan uji
MAPE
Tahun

Kebutuhan hijauan (ton)
Simulasi
Aktual

2009
2010
2011
2012
2013

799 913
799 043
798 242
797 511
796 850

799 913
830 689
866 469
857 864
890 180
MAPE

APE (%)
3.8
7.9
7.0
10.5
6

APE : average percentage error, MAPE : mean average percentage error.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan simulasi model ketersediaan hijauan hingga tahun 2025 di
Kabupaten Bogor belum dapat memenuhi produktivitas ternak ruminansia.
Saran
Adanya kebijakan yang tegas mengenai perubahan fungsi lahan dan
perbanyak budidaya rumput unggul atau penggunaan berbagai limbah organik /
pertanian (sayuran) secara optimal. Pemodelan ini dapat di analisis dengan
membuat skenario untuk penggunaan potensi ketersediaan hijauan

16

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Hasil sensus pertanian 2013. [internet].
[diunduh 2015 23 Jan]. Bogor (ID): BPS. Tersedia pada: http://
st2013.bps.go.id/Booklet ST2013.pdf.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kabupaten Bogor dalam Angka. Bogor (ID):
BPS.
[BPT PEMKAB] Badan Perizinan Terpadu Pemerintah Kabupaten Bogor. 2015.
Geografis kabupaten Bogor. [internet]. [diunduh 2015 Mei 12]. Bogor (ID):
Kabupaten Bogor. Tersedia pada http://lipse.bpt.bogorkab.go.id/invest/
geografis.php.
[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. 2010. Petunjuk teknis
budidaya ternak domba. [internet]. [diunduh 2016 Jan 9]. Bandung (ID):
Lembang. Tersedia pada http://bptp.jabar.go.id/juk_domba.pdf.
[DISNAKAN] Dinas Peternakan dan Perikanan. 2009. Buku Peternakan Tahun
2009. Bogor (ID): Disnakan.
[DISNAKAN] Dinas Peternakan dan Perikanan. 2010. Buku Peternakan Tahun
2010. Bogor (ID): Disnakan.
[DISNAKAN] Dinas Peternakan dan Perikanan. 2011. Buku Peternakan Tahun
2011. Bogor (ID): Disnakan.
[DISNAKAN] Dinas Peternakan dan Perikanan. 2012. Buku Peternakan Tahun
2012. Bogor (ID): Disnakan.
[DISNAKAN] Dinas Peternakan dan Perikanan. 2013. Buku Peternakan Tahun
2013. Bogor (ID): Disnakan.
[DISNAKAN] Dinas Peternakan dan Perikanan. 2014. Buku Peternakan Tahun
2014. Bogor (ID): Disnakan.
[DISPERTAN] Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2009. Monografi Pertanian dan
Kehutanan Bogor Tahun 2009. Bogor (ID): Dispertan.
[DISPERTAN] Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2010. Monografi Pertanian dan
Kehutanan Bogor Tahun 2010. Bogor (ID): Dispertan.
[DISPERTAN] Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2011. Monografi Pertanian dan
Kehutanan Bogor Tahun 2011. Bogor (ID): Dispertan.
[DISPERTAN] Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2012. Monografi Pertanian dan
Kehutanan Bogor Tahun 2012. Bogor (ID): Dispertan.
[DISPERTAN] Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2013. Monografi Pertanian dan
Kehutanan Bogor Tahun 2013. Bogor (ID): Dispertan.
[DITJENNAK] Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2008. Survei Rumah
Tangga Peternakan Nasional 2008. Statistik Kesehatan Peternakan dan
Kesehatan Hewan 2015. Jakarta (ID): Ditjennak.
[DITJENNAK] Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2010. Blue Print
Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014. Jakarta (ID): Ditjennak.
[DITJENNAK] Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Pendataan Sapi
Potong, Sapi Perah dan Kerbau tahun 2011 (PSPK2011). Statistik
Kesehatan Peternakan dan Kesehatan Hewan 2015. Jakarta (ID): Ditjennak.
[KEMENTAN-BPS] Kementrian Pertanian – Badan Pusat Statistik. 2011. Rilis
Akhir Hasil PSPK 2011. [internet]. [diunduh 2015 Juni 6]. Jakarta (ID):
Kementatn-BPS.

17
[KEMENTAN] Kementrian Pertanian. 2010. Penetapan rumpun sapi bali.
[internet]. [diunduh 2016 Januari 10]. Jakarta (ID): ditjennak. Tersedia pada
http://bibit.ditjennak.pertanian.go.id/ Sapi Bali.pdf.
[KEMENTAN] Kementrian Pertanian. 2014. Penetapan rumpun kerbau simeulue.
[internet]. [diunduh 2016 Januari 10]. Jakarta (ID): ditjennak. Tersedia pada
http://bibit.ditjennak.pertanian.go.id/Kerbau simeuleu.pdf.
[KEMENTAN] Kementrian Pertanian. 2012. Penetapan rumpun kambing kacang.
[internet]. [diunduh 2016 Januari 10]. Jakarta (ID): ditjennak. Tersedia pada
http://bibit.ditjennak.pertanian.go.id/sites/Kambing kacang.pdf.
[STTP] Sekolah Tinggi Teknologi Pertanian. 2015. Metodologi HMT. [internet].
[diunduh 2015 Juni 23]. Tersedia pada http://www.sttp.ac.id.
Ashari Ej, Sumanto B, Wibowo, Suratman. 2000. Petunjuk Teknis Identifikasi
dan Analisis Potensi Wilayah Pengembangan Peternakan. Jakarta (ID):
Direktorat Pengembangan Peternakan.
Arief H, Achmad F, Lizah K, Romi ZI. 2012. Inventarisasi dan pemetaan lokasi
budidaya dan lumbung pakan sapi potong. J Ilmu Ternak. 2(2):1-9
Daryanto A. 2011. Penataan Impor Demi Swasembada Daging Sapi. Trobos edisi
Maret 2011. [internet]. [diakses 2016 Jan 2]. Tersedia pada
http://www.trobos.com
Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen.
Bogor (ID): IPB Pr.
Fajarini R. 2014. Dinamika perubahan penggunaan lahan dan perencanaan tata
ruang di Kabupaten Bogor. [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Haryanto ET. 2014. Koefisien air larian berdasarkan penutupan vegetasi dan
pengukuran debit aliran sungai cekungan pengaliran sungai (CPS) citarik
hulu. Bulletin of Scientific Contribution. 12 (1):40-53
Irawan B, Friyatno S. 2002. Dampak konversi lahan sawah di jawa terhadap
produksi beras dan kebijakan pengendaliannya. J Sosial-Ekonomi Pertanian
dan Agribisnis SOCA. 2 (2):79-9.5
Kim S, BE Dale. 2004. Global potential bioethanol production from wasted crops
and crop residue. J Biomass and Bioenergy. 26:361-375
Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. [internet]. [diakses 2015 Nov
14]. Jakarta (ID): Rajawali Grafindo. Tersedia pada http://nailahsalsa.
wordpress.com.
Makridakis S, Wheelwright SC, McGee VE. 1991. Metode dan Aplikasi
Peramalan. Jakarta (ID): Erlangga.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab Jilid I. Bogor (ID): IPB Pr.
Nell AJ, DH Rollinson. 1974. The Requirent and Availability of Livestock Feed In
Indonesia. Jakarta (ID): Jakarta.
Pribadi DO, Shiddiq D, Ermyanyla M. 2006. Model perubahan tutupan lahan dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. J Teknologi Lingkungan. 7:35-51.
Purwawangsa H, Putera BW. 2014. Pemanfaatan lahan tidur untuk penggemukan
sapi. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. 1(2):92-96.
Rustiadi E, Panuju DR, Trisasongko BH. 2008. Environmental impacts of
urbanization in Jabodetabek area. Joint JIRCAS-ICALRD Symposium.

18
Saragi MP. 2014. Potensi dan kualitas limbah pertanian sebagai pakan di
Kabupaten Bandung dan Bogor untuk pengembangan budidaya ternak sapi
perah. [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Setiana MA. 2014. Peran strategis hijauan pakan domestik. Prosiding Seminar
Nasional III HIPTI. Padang (ID): Himpunan Ilmuan Pakan Ternak
Indonesia.
Somantri AS, Machfud. 2006. Analisis sistem dinamik untuk kebijakan
penyediaan ubi kayu. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 2:36-48.

19
Lampiran 1 Jenis lahan berpotensi produksi hijauan di Kabupaten Bogor
No Jenis lahan
1
2
3
4

Lahan sawah irigasi
Tadah Hujan
Tegal/ Kebun
Ladang/ Huma
Penggembalaan/ Padang
5 Rumput
6 Perkebunan

2009
39 094
9 389
51 952
0

2010
39 331
9 153
60 404
0

767
13 886

767
14 461

Luas lahan(ha)
2011
2012
38 236
38 874
9 949
9 058
58 383
56 737
3 233
3 177
899
14 558

2013
38 722
8 491
55 137
3 122

855
14 295

813
14 251

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor

Lampiran 2 Produksi tanaman pertanian di Kabupaten Bogor
Produksi (ton tahun-1)
2010
2011
2012
552 121
526 767
549 154
3 926
2 711
2 213
16
22
33
166 522
154 453
159 670
57 677
50 558
56 255

No. Tanaman
1
2
3
4
5

Padi
Jagung
Kedele
Ubi Kayu
Ubi Jalar

2009
513 292
7 148
35
163 211
55 195

2013
596 727
2 415
34
141 494
50 180

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor

Lampiran 3 Populasi ternak ruminansia di Kabupaten Bogor
Jenis Ternak

Populasi (ekor tahun-1)
2010
2011
2012
18 068
27 086
25 802
7 288
8 973
9 487
19 908
23 696
23 561
119 337
123 986
130 849
280 789
221 873
214 408

2009
17 422
7 131
17 867
114 732
278 608

Sapi Potong
Sapi Perah
Kerbau
Kambing
Domba

2013
34 392
9 526
24 088
114 192
203 373

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor

Lampiran 4 Parameter angka kelahiran dan kematian ternak ruminansia
Parameter

Sapi Potong

Kelahiran
Kematian
Betina Produktif
Sumber :

(1)

(1)

21.50%
2.25%(1)
38.88%(2)

Jenis ternak
Sapi Perah
Kerbau
(1)

20.40%
0.16%(1)
62.28%(2)

(1)

19.10%
2.62%(1)
47.04%(2)

Kambing
(1)

45.52%
4.71%(1)
47.83%(1)

Domba
25.67%(1)
3.30%(1)
71.67%(1)

Survei Rumah Tangga Peternakan Nasional 2008 Badan Pusat Statistik dan
Direktorat Jenderal Peternakan ( Provinsi Jawa Ba