Pengaruh Pemupukan N, P, Dan K Terhadap Kandungan Klorofil, Karoten, Dan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine Max.(L.) Merr.)

Effect of N, P, and K Fertilization on Chlorophyll, Carotene Content, and Seed Storability Vigor in Soybean Seeds
(Glycine Max.(L.) Merr.)

Abstract
Success of a development program on soybean production must not be separated from the quality of seeds
used. Moreover, seeds determine the success of soybean production up to 95%. Therefore, it is necessary to study the
effect of N, P, K fertilization on the chlorophyll and carotene content, and seed vigor on soybean in order to look for a
correlation between them. The research was conducted at IPB Experiment Station in Leuwikopo and Seed Technology
Laboratory, IPB on February until July 2011. The design used in this experiment was Split Plot Design. The first factor
was soybean varieties (Anjasmoro and Detam 1). The second factor was NPK fertilization (without fertilizer, NPK, NP,
NK, and PK). Observations included vegetative observations and production of seed, chlorophyll and carotene content,
potential viability, and storability vigor of the seeds.
The results of this research showed that there was a relationship between fertilization variations factor of N, P
and K significantly affect chlorophyll and carotene content which determine seed quality. Detam 1 showed that
chlorophyll and carotene content was higher than Anjasmoro. Detam 1 was fertilized NK contained highest carotene
(8.31 mol/100gram), whereas Detam 1 without fertilizer showed the lowest ones (1.80 mol/100gram). The highest
chlorophyll content presented in Detam 1 without fertilization (4,61 mol/100gram), while the lowest was Detam 1 with
NK fertilization (0.89 mol/100gram). Treatment of varieties and fertilizer affect on storability vigor of soybean seeds
through chemical deterioration. Application Detam 1 without fertilizer showed highest vigor storability up to (72%),
whereas Anjasmoro without fertilizer treatment has lowest vigor storability (13.33%.) Electroconductivity is not
affected by the provision of fertilizer and varieties but affected by the interaction of both. Correlation was found

between chlorophyll content toward seed storability vigor 0.75371*.
Keywords: Anjasmoro Soybean, Detam 1 soybean, N, P, and K Fertilization,Chlorophyll, Carotene, Deterioration

RINGKASAN
WIWID WIJAYANTO. Pengaruh Pemupukan N, P, dan K terhadap
Kandungan Klorofil, Karoten, dan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai
(Glycine Max.(L.) Merr.) (Dibimbing oleh MARYATI SARI dan
MOHAMMAD RAHMAD SUHARTANTO)
Permasalahan produktivitas kedelai tidak terlepas akibat dari penggunaan
benih kedelai yang kurang baik. Kondisi ini terutama disebabkan oleh rendahnya
daya simpan benih kedelai, sehingga ketersediaan benih bermutu dari varietas
unggul di pasaran tidak selalu ada. Berawal dari kondisi tersebut, diperlukan suatu
upaya untuk memperbaiki daya simpan benih kedelai. Klorofil merupakan pigmen
hijau yang berperan dalam proses fotosintesis. Klorofil tidak hanya terdapat pada
daun, tetapi juga pada benih yang berperan dalam pengisian dan pembentukan
benih. Kandungan klorofil yang tinggi pada benih dilaporkan berpengaruh negatif
terhadap daya simpan benih. Hal ini disebabkan karena klorofil merupakan
sumber oksigen singlet yang berperan dalam proses oksidasi dan menghasilkan
radikal bebas yang mampu merusak sel hidup. Karoten merupakan salah satu
antioksidan yang mampu mengikat radikal bebas. Kandungan karoten yang tinggi

pada benih, diharapkan mampu meningkatkan daya simpan benih sehingga
viabilitas benih dapat dipertahankan. Pemupukan N, P, dan K dilaporkan dapat
mempengaruhi kandungan klorofil dan karoten tanaman. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian lebih dalam mengenai pengaruh pemupukan terhadap
kandungan klorofil dan karoten serta hubungannya dengan vigor benih kedelai.
Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki mutu benih
kedelai.
Penelitian

ini

dilakukan

di

Laboratorium

Lapang

Leuwikopo,


Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, dan Laboratorium Analisis Tanaman
dan Kromatogafi Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB pada bulan Maret
hingga Agustus 2011. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) yang disusun secara Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Petak utama terdiri atas varietas Anjasmoro
dan Detam 1. Anak petak merupakan variasi pemupukan yaitu: tanpa pemupukan,
pemupukan N, P, dan K; pemupukan N dan P; pemupukan N dan K; dan

pemupukan P dan K atau biasa disebut dengan metode “minus one test”.
Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan vegetatif tanaman dan produksi
benih, viabilitas potensial benih, vigor daya simpan benih, kandungan klorofil dan
karoten benih.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara pengaruh
varietas dan perlakuan pemupukan terhadap kandungan klorofil benih (sebelum
masak fisiologi). Kandungan klorofil benih tertinggi dihasilkan dari pertanaman
Detam 1 tanpa pemupukan (4.61 mol/100gram) pada pengukuran sebelum masak
fisiologi. Perlakuan pemupukan pada kedua varietas (sebelum masak fisiologi)
justru


menurunkan

kandungan

klorofil

benih.

Pemupukan

N

dan

K

mengakibatkan kandungan klorofil benih yang sangat rendah pada Varietas
Anjasmoro (0.94 mol/100gram) dan Detam 1 (0.89 mol/100gram) pada
pengukuran sebelum masak fisiologi. Kandungan klorofil benih saat masak
fisiologi berkorelasi positif terhadap vigor daya simpan benih pada tolok ukur

vigor etanol dengan nilai korelasi sebesar r = 0.754*, tetapi secara individual
pada masing-masing varietas tidak diperoleh korelasi antara kandungan klorofil
dengan vigor daya simpan benih kedelai.
Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara
pengaruh varietas dan pemupukan terhadap kandungan karoten benih (saat masak
fisiologi). Kandungan karoten Detam 1 lebih tinggi dibanding Varietas
Anjasmoro. Kandungan karoten pada benih Anjasmoro tidak dipengaruhi
pemupukan, sedangkan pada Detam 1 pemupukan N dan K mampu menghasilkan
benih dengan kandungan karoten tertinggi (8.31 mol/100gram). Varietas
Anjasmoro memiliki nilai vigor etanol (13.33% - 64.00%) lebih rendah dibanding
Detam 1 (54.67% - 72.00 %). Kandungan karoten benih Detam 1 yang lebih
tinggi dibanding varietas Anjasmoro diduga berhubungan dengan vigor etanol
Detam 1 yang juga lebih tinggi dibanding varietas Anjasmoro. Perlakuan
pemupukan P dan K mampu meningkatkan nilai vigor etanol pada varietas
Anjasmoro setara dengan varietas Detam 1. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa
tidak terdapat korelasi antara kandungan karoten dengan vigor daya simpan benih
kedelai, begitu juga pada pengujian pada masing-masing varietas tidak diperoleh
korelasi antara kandungan karoten dengan vigor daya simpan benih kedelai.

Judul


: PENGARUH PEMUPUKAN N, P, DAN K TERHADAP
KANDUNGAN KLOROFIL, KAROTEN, DAN VIGOR DAYA
SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine Max.(L.) Merr.)

Nama

: WIWID WIJAYANTO

NIM

: A24070110

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Maryati Sari, SP, MSi

NIP.19700918 200003 2 001

Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MS
NIP. 19630923 198811 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Ag.
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Wiwid Wijayanto dilahirkan di Klaten pada tanggal 17 Juni 1989. Anak
keenam dari delapan bersaudara, buah hati dari pasangan Sumadi Mangku
Widodo dan Rumiyati. Sebagai pelajar, Penulis menempuh pendidikan di TK
Bowan 2 selama satu tahun, SD Bowan 2 selama enam tahun hingga tamat.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Polanharjo Klaten dan

diteruskan ke SMAN 1 Karanganom yang masing-masing ditempuh selama tiga
tahun. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan tinggi di Institut Pertanian
Bogor, tepatnya di Departemen Agonomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian
melalui Undangan Seleksi Masuk IPB.
Penulis mulai aktif berorganisasi sejak SMA yaitu sebagai anggota
Musyawarah Perwakilan Kelas (MPK) SMAN 1 Karanganom. Hal ini berlanjut
hingga di bangku kuliah yaitu berkiprah sebagai Ketua Komisi Eksternal Dewan
Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Pertanian IPB periode 2008/2009,
Anggota BP 2 (Majelis Wali Amanat/MWA) Majelis Permusyawaratan
Mahasiswa (MPM) Keluarga Mahasiswa (KM) IPB periode 2008/2009, Wakil
Ketua DPM KM IPB periode 2009/2010, Ketua BP 2 MWA periode 2009/2010,
dan menjadi Koordinator Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Agronomi dan
Hortikultura (HIMAGRON) periode 2010/2011.
Selain aktif berorganisasi, Penulis juga mengikuti beberapa kepanitiaan
acara yaitu sebagai Manajer Tim Basket B27/28 pada tahun 2007, Panitia Java
Cup pada tahun 2007, Anggota divisi Pembuatan Aturan PEMIRA (Pemilihan
Raya) Ketua BEM Fakultas Pertanian IPB pada tahun 2008, anggota divisi Humas
Panitia Open House pada tahun 2008, Ketua Pelaksana Jemput Aspirasi BP MWA
IPB tahun 2008, Panitia Masa Perkenalan Fakultas Pertanian 2009, Panitia Masa
Perkenalan Departemen divisi Komisi Disiplin pada tahun 2009, Ketua Tim Desa

Kaligiri KKP FAPERTA IPB 2010 dan terakhir sebagai Koordinator Kabupaten
Kuliah Kerja Profesi (KKP) 2010 wilayah Kabupaten Brebes.

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur dihaturkan kepada Allah SWT
Tuhan bagi alam semesta berkat nikmat iman, rahmat, dan ridhoNya
sehingga Skripsi dengan judul “PENGARUH PEMUPUKAN N, P, DAN K
TERHADAP KANDUNGAN KLOROFIL, KAROTEN, DAN VIGOR DAYA
SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine Max.(L.) Merr.)” ini dapat terselesaikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh varietas dan pemupukan
terhadap kandungan klorofil dan karoten benih serta vigor benih. Selain itu,
skripsi ini disusun untuk melengkapi kewajiban dalam menempuh tugas belajar
pada Program Sarjana Pertanian Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis tidak lupa menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih
kepada beberapa pihak yang telah dengan sukarela dan ikhlas membantu
dalam penyusunan Skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahanda tercinta Sumadi Mangku Widodo yang selalu memberikan motivasi
serta ilmu-ilmu yang berharga di setiap diskusi, kepada ibunda tercinta

Rumiyati yang selalu memberikan pelajaran moral

dan kasih sayang

yang berharga bagi penulis, serta kakak-kakaku Mas Eko, Mbak Dwi,
Mbak Tri, Mbak Retno

dan adikku Candra dan Lucky yang

selalu

memberikan semangat dan bantuan yang tak ternilai.
2. Maryati Sari, SP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi pertama
perhatian, motivasi, dan

arahannya

dalam

membimbing


atas

penulis

menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MS selaku dosen pembimbing skripsi kedua
atas perhatian dalam membimbing, memberikan banyak ilmu dan perspektif
baru kepada penulis agar dapat menyusun skripsi dengan baik.
4. Dr. Ir. Sudrajat, MS selaku dosen penguji yang banyak memberikan telaah dan
masukan kepada penulis dalam menyempurnakan karya tulis ini.
5. Spesial untuk “Guru” saya, panutan hidup dan pemberi semangat. Terima
kasih atas semua yang telah diberikan yang tak terhingga nilainya. Semoga
Allah selalu bersama kita. Aamiin

6. Keluarga besar orang tua di Klaten, Bandung dan Bogor yaitu Ega, Dinda,
Farel, Bu Dino, serta Dino yang selalu memotivasi dan mendukung penulis
untuk berjuang di tempat yang jauh dari keluarga inti di Klaten.
7. Sopia dan

Fitri sebagai teman satu bimbingan Skripsi dan teman Studi

Pustaka penulis yang selalu memberikan semangat dan saling menguatkan
satu sama lain dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Mas Imam Yogi, Mas Andri, Mas Nazrul, Teh Naila, Mbak Ditta, Zessy ABL,
Ria, dan seluruh keluarga besar Dewan Transformatif dan Dewan Centriod,
terima kasih atas semangat yang selama ini diberikan kepada Penulis.
9. Terima kasih kepada seluruh teman-teman AGH yang tidak bisa disebutkan
satu persatu. Terima kasih kawan atas semangat dan kebersamaan yang
diberikan selama ini.

Semoga semua yang kita cita-cita kan tercapai, amin.
Akhir kata, Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pihak yang membutuhkan dan terhadap ilmu serta penerapan pembelajaran,
khususnya bagi Mayor Agonomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2012

Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL…………………………………………………………...

vii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………...

viii

PENDAHULUAN…………………………………………………………..
Latar belakang……………………………………………………………
Tujuan……………………………………………………………………
Hipotesis………………………………………………………………….

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….
Deskripsi Kedelai………………………………………………………...
Pemupukan……………………………………………………………….
Vigor Daya Simpan Benih……………………………………………….
Pengusangan Benih Secara Kimia……………………………………….
Klorofil…………………………………………………………………...
Karoten…………………………………………………………………...

4
4
5
8
9
10
11

BAHAN DAN METODE…………………………………………………...
Tempat dan Waktu……………………………………………………….
Bahan dan Alat…………………………………………………………...
Metode Penelitian………………………………………………………...
Pelaksanaan Penelitian…………………………………………………...

13
13
13
13
14

HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………...
Kondisi Umum…………………………………………………………...
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kedelai……………………………….
Produksi Benih Tanaman Kedelai………………………………………..
Kandungan Klorofil, Karoten, dan Mutu Benih Kedelai………………...
Korelasi Kandungan Klorofil dan Karoten dengan Vigor Daya Simpan
Benih Kedelai…………………………………………………………….
Korelasi Kandungan Klorofil dan Karoten dengan Vigor Daya Simpan
Benih pada Masing-Masing Varietas Benih Kedelai…………………….

20
20
21
25
27

KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………...
Kesimpulan………………………………………………………………….
Saran………………………………………………………………………...

37
37
38

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….

39

LAMPIRAN…………………………………………………………………

45

34
36

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Kriteria Panen Kedelai Varietas Anjasmoro dan Detam 1……………...

15

2.

Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis
Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Pengamatan Vegetatif Tanaman
Kedelai…………………………………………………………………..

21

Pengaruh Varietas dan Pemupukan N, P, dan K terhadap Tinggi
Tanaman Kedelai………………………………………………………..

22

4.

Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Daun Tanaman Kedelai…………

23

5.

Sidik Ragam Pengujian Produksi Benih Kedelai……………………….

25

6.

Pengaruh Varietas dan Pemupukan terhadap Produksi Benih………….

25

7.

Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis
Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Kandungan Klorofil dan
Karoten Benih Kedelai………………………………………………….

27

Pengaruh Faktor Tunggal Perlakuan terhadap Kandungan Klorofil
Benih Kedelai saat Masak Fisiologi…………………………………….

28

Interaksi Antara Perlakuan Verietas dan Pemupukan untuk Tolok Ukur
Kandungan Klorofil dan Karoten Pada Sebelum dan Sesudah Masak
Fisiologi…………………………………………………………………

30

Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis
Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Viabilitas Potensial dan Vigor
Daya Simpan Benih Kedelai…………………………………………..

31

Pengaruh Varietas dan Pemupukan terhadap Daya Berkecambah Benih
Kedelai…………………………………………………………………..

32

Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Varietas dan Pemupukan terhadap
Tolok Ukur Vigor Etanol dan Daya Hantar Listrik……………………..

32

Korelasi kandungan klorofil dan karoten Benih terhadap tolok ukur
Vigor Etanol dan Daya Hantar Listrik………………………………….

35

Korelasi Kandungan Karoten Benih Anjasmoro dan Detam 1 terhadap
Vigor Etanol dan Daya Hantar Listrik………………………………...

36

3.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Deskripsi Varietas Anjasmoro………………………………………...…….

46

2.

Deskripsi Varietas Detam 1…………………………………………...….....

47

3.

Layout Denah Penelitian……………………………………………..……... 48

4.

Kriteria Benih Sebelum Masak Fisiologis dengan Pendekatan Pemanenan
Kedelai Edamame…………………………………………………..……..... 49

5.

Analisis Kandungan Klorofil dan Karoten…………………………..……… 50

6.

Kadar Air Benih Kedelai Setelah Pengolahan………………………..……..

51

PENDAHULUAN

Latar belakang
Kedelai (Glicine max L. Merr) merupakan komoditas pangan penting
setelah padi dan jagung. Kandungan protein yang tinggi pada kedelai berperan
penting dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Hingga saat ini penelitian
kedelai di Indonesia yang meliputi penanganan plasma nutfah, teknologi produksi
benih, pemuliaan, hingga pemasaran masih terus dikembangkan. Permintaan
kedelai yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan belum dapat dipenuhi dari
produk dalam negeri, menyebabkan peningkatan impor produk pertanian ini.
Menurut Badan Pusat Statistik (2012), kebutuhan konsumsi kedelai untuk
masyarakat Indonesia meningkat setiap tahunnya. Produksi kedelai di tahun 2010
sebesar 907 031 ton dan pada tahun 2011 menurun menjadi 870 068 ton. Bahkan
BPS mencatat selama tahun 2011 Indonesia mengimpor kedelai hingga 2.08 juta
ton atau senilai US$ 1.24 miliar, untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional
yang mencapai 2.9 juta ton. Masih rendahnya produksi nasional antara lain
disebabkan rendahnya rata-rata produktivitas di tingkat petani yang hanya
sekitar 1.3 ton/ha (Balitbang Pertanian, 2008). Besarnya ketergantungan terhadap
impor tersebut mendorong pemerintah untuk menggalakkan swasembada kedelai.
Permasalahan produktivitas kedelai tersebut tidak terlepas akibat dari
penggunaan benih kedelai yang kurang baik. Benih yang digunakan petani pada
umumnya merupakan produksi sendiri sehingga mutu benih kurang diperhatikan.
Padahal, keberhasilan dalam teknis budidaya kedelai salah satunya ditentukan
oleh faktor benih. Suharno (2006) menyatakan bahwa peranan benih dalam
budidaya kedelai menentukan produksi hingga 95%. Kondisi ini terutama
disebabkan oleh rendahnya daya simpan benih kedelai, sehingga ketersediaan
benih bermutu dari varietas unggul di pasaran tidak selalu ada. Berdasarkan
permasalahan tersebut, diperlukan suatu upaya untuk memperbaiki daya simpan
benih kedelai.
Bojović dan Stojanović (2005) menyatakan bahwa perlakuan pemupukan
N, P, dan K menyebabkan variasi kandungan klorofil dan karoten pada gandum.
Hal ini didukung pengujian bahwa kandungan klorofil dan karoten pada daun,

2
ujung batang dan biji gandum yang ditanam pada tanah yang tidak dipupuk
menunjukkan nilai terendah dibanding semua perlakuan pemupukan N, P, dan K.
Klorofil diperlukan dalam pembentukan benih, namun tidak diharapkan
dalam tahap pemasakan benih karena akan berpengaruh negatif terhadap mutu
benih, terutama daya simpan benih. Pada umumnya, penurunan kandungan
klorofil menjadi kriteria kematangan buah atau kemasakan benih. Kandungan
klorofil pada benih tomat mengalami penurunan sejalan dengan proses kemasakan
buah hingga tidak terdeteksi lagi pada stadia perkembangan buah lewat dari
57-60 HSB (Hari Setelah Berbunga) (Suhartanto, 2002). Mortensen et al. (1997)
menyatakan bahwa klorofil merupakan sumber oksigen singlet (1O2) yang
berperan dalam proses oksidasi yang menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas
tersebut akan menyerang molekul lain disekitarnya. Proses ini dapat berjalan
berantai dan merusak molekul lainnya, hingga

mengakibatkan kematian sel.

Menurut Treves dan Perl (1992), klorofil benih merupakan sumber oksigen singlet
(1O2) yang berperan dalam proses oksidasi yang menghasilkan radikal bebas dan
dapat merusak sel.
Antioksidan merupakan suatu zat yang dapat menghambat/memperlambat
proses oksidasi. Oksidasi adalah reaksi kimia yang melibatkan pengikatan
oksigen, pelepasan hidrogen, atau pelepasan elektron. Salah satu jenis antioksidan
adalah golongan karotenoid seperti likopen dan karoten yang terdapat pada buah
dan sayuran (Paiva et al., 1999). Howard et al. (2000) mengemukakan bahwa
kandungan pigmen karoten dan β-karoten

pada cabe berfungsi sebagai

antioksidan. Mortensen et al. (1997) menyatakan bahwa antioksidan mampu
mengikat radikal bebas, sehingga kerusakan sel dapat diminimalkan. Kandungan
karoten dalam benih diharapkan daya simpan benih akan meningkat, sehingga
viabilitas benih dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih dalam
mengenai pengaruh pemupukan terhadap kandungan klorofil dan karoten serta
hubungannya dengan vigor benih kedelai. Hal ini dilakukan sebagai salah satu
upaya untuk memperbaiki mutu benih kedelai.

3
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh varietas dan
pemupukan terhadap kandungan klorofil dan karoten benih kedelai serta
hubungannya dengan vigor daya simpan benih.

Hipotesis
1. Penggunaan kombinasi pupuk N, P, dan K yang berbeda mempengaruhi
kandungan klorofil dan karoten benih serta vigor benih kedelai
2. Terdapat interaksi antara pengaruh varietas dan pemupukan terhadap
kandungan klorofil dan karoten serta vigor benih kedelai
3. Terdapat hubungan erat antara kandungan klorofil dan karoten benih dengan
vigor benih kedelai

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Kedelai
Kedelai merupakan komoditas pangan yang mengandung protein nabati
dan sangat penting karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, serta harganya
yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani. Di Indonesia,
kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk pangan olahan seperti tahu, tempe,
susu kedelai dan berbagai bentuk makanan ringan (Damardjati et al., 2005).
Sistem perakaran tanaman kedelai terdiri atas akar tunggang (primer) dan
akar serabut (sekunder). Akar tunggang umumnya tumbuh pada kedalaman
lapisan olah tanah yang tidak terlalu dalam yaitu 30 – 50 cm, bahkan dapat
mencapai kedalaman hingga lebih dari 2 m pada kondisi lahan optimal. Akar
serabut tumbuh hingga kedalaman tanah 20 – 30 cm. Susunan akar kedelai pada
umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah
dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar – akar cabang terdapat bintil –
bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum, yang mempunyai kemampuan
mengikat zat lemas bebas/nitrogen (N2) dari udara yang kemudian dipergunakan
untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).
Suatu pigmen merah yang disebut leghemoglobin dijumpai dalam bintil
akar antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah
leghemoglobin dalam bintil akar berhubungan dengan jumlah nitrogen yang
difiksasi. Bintil akar efektif mampu menfiksasi N dari udara dan mengkonversi N
menjadi asam amino untuk disumbangkan kepada tanaman kedelai (Rao, 1994).
Pertumbuhan tanaman kedelai memiliki dua tipe pertumbuhan batang,
yaitu determinit dan indeterminit. Batang tanaman kedelai berasal dari poros
embrio, sedangkan bagian atas poros berakhir dengan epikotil yang amat pendek
dan hipokotil merupakan bagian batang kecambah. Bagian batang kecambah di
bagian atas kotiledon adalah epikotil. Titik tumbuh epikotil akan membentuk daun
dan kuncup ketiak. Batang dapat membentuk 3–6 cabang, berbentuk semak
dengan tinggi 30–100 cm (Lamina, 1989).
Daun tanaman kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga
helai anak daun (trifoliet) dan umumnya berwarna hijau muda atau hijau

5
kekuning-kuningan. Pada umumnya, daun kedelai mempunyai bulu daun yang
berwarna cerah dengan jumlah yang bervariasi. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm
dan lebar 0.0025 mm. Kepadatan bulu bervariasi antara 3-20 buah/mm2. Jumlah
bulu pada varietas berbulu lebat, dapat mencapai 3-4 kali lipat dari varietas yang
berbulu normal (Irwan, 2006). Tanaman kedelai yang sudah tua akan mengalami
kerontokan pada daun – daunnya.
Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna, yaitu dalam satu bunga
terdapat alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik). Bunga
tanaman kedelai berwarna ungu dan putih. Sekitar 60% bunga rontok sebelum
membentuk polong (Rukmana dan Yuyun, 1996). Fachruddin (2000) menyatakan
bahwa tanaman kedelai di Indonesia mulai berbunga pada umur 30–50 hari.
Buah kedelai berbentuk polong dan setiap polong berisi 1-4 biji. Bentuk
biji pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada yang bundar dan bulat agak pipih,
dengan besar dan bobot biji kedelai antara 5-30 g per 100 biji. Ukuran biji
diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu biji kecil (6-10 g per 100 biji), biji sedang
(11-12 g per 100 biji) dan biji besar (13 g atau lebih per 100 biji). Warna biji
bervariasi antara kuning, hijau, coklat dan hitam. Embrio terbentuk di antara
keping biji (Lamina, 1989).

Pemupukan
Pupuk Nitrogen (N)
Sumber utama unsur hara nitrogen sebenarnya cukup banyak terdapat di
atmosfer yaitu lebih kurang 79.2% dalam bentuk N2 bebas. Unsur N baru dapat
digunakan oleh tanaman setelah mengalami perubahan ke bentuk yang terikat.
Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk anion seperti nitrat (NO3-) dan
ammonium (NH4+) yang dapat memberikan efek pada fungsi metabolisme dalam
respirasi dan fotosintesis. Hasibuan (2008) menyatakan bahwa bahan pembuatan
pupuk N adalah nitrogen dalam bentuk amoniak (NO3).
Nitrogen sering diperlukan dalam jumlah terbesar oleh tanaman, terutama
untuk pertumbuhan tanaman dan hasil panen. Nitrogen memiliki peran penting
dalam produksi klorofil dan sintesis protein. Ketika kekurangan nitrogen, daun

6
tanaman menjadi kuning sehingga pertumbuhan tanaman terhambat (Lazureanu et
al., 2007). Selain itu, Follet dan Muphy (1989) menyatakan bahwa nitrogen dapat
memicu pertumbuhan daun kedelai dan dari hasil fotosintesis akan menghasilkan
gula melalui proses respirasi di sel. Percobaan Pian (1981) menunjukkan bahwa
pemupukan N dapat meningkatkan kandungan protein kasar dalam biji sehingga
berat jenis biji akan meningkat. Peningkatan berat jenis tersebut akan menaikkan
mutu benih yang diukur berdasarkan daya kecambah dan kekuatan tumbuhnya.
Hara nitrogen tidak hanya diperoleh dari tanah secara langsung, tetapi
juga dapat diperoleh melalui proses simbiosis antara tanaman dengan bakteri
tertentu. Bakteri Rizhobium mampu mengikat nitrogen bebas dari udara sehingga
menyebabkan terbentuknya bintil-bintil akar pada tanaman kedelai. Bakteri
Rizhobium akan memperoleh makanan dari tanaman kacang-kacangan itu dan
sebagai gantinya organisme ini menyediakan nitrogen bagi tanaman kacangkacangan tersebut. Diperkirakan hampir 2 juta ton nitrogen ditambat setiap tahun
oleh bakteri kacang-kacangan di Amerika Serikat (Foth, 1994)
Pupuk urea merupakan pupuk buatan senyawa organik dari CO(NH2)2 dan
berbentuk butiran bulat kecil yang mengandung kadar N sekitar 45%-46%. Urea
larut sempurna dalam air dan tidak mengasamkan tanah. Pupuk urea mampu
meningkatkan kandungan klorofil daun, sehingga mampu meningkatkan hasil
fotosintesis. Pupuk urea juga berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan tanaman
(tinggi tanaman dan jumlah cabang), namun penggunaan pupuk urea yang
berlebih mengakibatkan dominasi fase vegetatif sehingga fase generatif biasanya
berjalan lambat. Pada kondisi tersebut, umur tanaman menjadi lebih lama
sehingga waktu panen tanaman juga menjadi lebih lama (Hasibuan, 2008).
Engelstad (1985) menyatakan bahwa pengaruh N dalam tanaman terutama pada
biji-bijian serealia merupakan hal yang sangat penting

dalam pembentukan

protein. Sebagian dari protein disimpan dalam biji untuk digunakan oleh bibit
baru setelah berkecambah.
Percobaan pemakaian pupuk urea yang dilakukan di Jepang dengan
kedalaman pemupukan 5–15 cm mempunyai pengaruh baik terhadap produksi.
Hal ini diduga bahwa pada kedalaman tersebut penguapan unsur-unsur nitrogen
dapat dikurangi (Hasibuan, 2008).

7
Pupuk Pospor (P)
Pada umumnya tanaman menyerap unsur pospor dalam bentuk senyawa
pospat H2PO4 dan PO4-.. Pospat di dalam tanah mudah tersedia pada pH tanah
antara 5.5-7.0. Jika pH tanah lebih atau kurang dari kisaran tersebut maka serapan
P akan menyusut (Hasibuan, 2006).
Salah satu pupuk yang mengandung unsur P adalah SP-36, yang
mengandung 36% P2O5 (Lukiwati et al., 2000). Pengaruh pospor dalam
pembentukan pigmen hijau pada daun tanaman dipengaruhi oleh faktor
konsentrasi. Pospor mempengaruhi stabilitas klorofil pada tanaman, terutama pada
kondisi cuaca yang kurang menguntungkan (Bojović dan Stojanović, 2005).
Selain itu, unsur P juga diperlukan untuk pembentukan dan aktivitas bintil akar
yang maksimal. Pada leguminosae unsur P diperlukan lebih banyak bagi
pertumbuhan bintil akar dibandingkan pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan hasil uji tanaman leguminosae yang maksimal diperlukan
penambahan unsur P dalam bentuk pupuk yang cukup (Islami dan Hadi, 1995).
Menurut Lowe dalam Mugnisyah dan Nakamura (1986), unsur P dapat
meningkatkan kandungan protein dan bobot biji yang selanjutnya meningkatkan
vigor dan ketahanan simpan benih.
Tanaman

kedelai

memerlukan

unsur

P

dalam

setiap

masa

pertumbuhannya. Periode penggunaan P terbesar dimulai pada pembentukan
polong sampai kira-kira 10 hari biji berkembang penuh. Hal ini disebabkan karena
P banyak terdapat di dalam sel-sel tanaman yang berperan dalam metabolisme sel,
terutama pengisian buah (Lakitan, 2004). Defisiensi fospor dapat menghambat
pertumbuhan tanaman, pemasakan buah dan biosintesis klorofil, yang
menyebabkan tanaman itu mengalami perubahan warna gelap-hijau dan pengisian
polong yang kurang maksimal (Bojović dan Stojanović, 2005).

Pupuk Kalium (K)
Kalium merupakan salah satu unsur hara makro yang penting bagi
tanaman, karena unsur ini terlibat langsung dalam beberapa proses fisiologis yaitu
aspek biofisik dan aspek biokimia (Marschner, 1995). Unsur K dalam tanaman
berperan dalam pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium juga berperan

8
dalam memperkuat bagian-bagian tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak
mudah gugur. Fungsi kalium dalam berbagai reakasi biokimia meliputi: sebagai
aktivator metabolisme, aktivator enzim, dan aktivator transportasi metabolisme
(Lingga dan Marsono, 2004). Selain itu, kalium dapat mengurangi kepekaan
tanaman terhadap keterbatasan air. Secara fisiologi, ion K

berfungsi untuk

mengatur pergerakan stomata pada guide cells dalam aktivitas transpirasi yang
berhubungan dengan cairan sel. Bila kandungan ion K disekitar stomata tinggi,
maka sel-sel stomata akan menutup. Melalui fungsi K+ disekitar stomata tersebut,
laju transpirasi dapat dikendalikan sehingga keseimbangan cairan tanaman dapat
terjaga dengan baik (Wuryaningsih et al., 1997)
Kadar K total dalam tanah tergantung pada jenis tanah yaitu berkisar
antara 0,01% sampai 4%. Namun, hanya 2% dari jumlah tersebut dalam bentuk
larutan maupun K yang dapat dipertukarkan, sedangkan 98% sisanya berbentuk
mineral atau K struktural yang tidak tersedia bagi tanaman (Blake et al., 1999).
Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Ion K didalam tanah sangat
dinamis, karena itu mudah tercuci pada tanah berpasir dan tanah dengan pH
rendah (Novizan, 2002).
Salah satu jenis pupuk kalium yang dikenal saat ini

adalah Kalium

Klorida (KCl). Kalium klorida merupakan salah satu jenis pupuk kalium yang
juga termasuk pupuk tunggal. KCl bersifat higroskopis dan bereaksi agak asam.
(Novizan, 2002). Pupuk kalium yang banyak digunakan di Indonesia saat ini
adalah KCl dengan kadar 60% K2O dan khlor.

Vigor Daya Simpan Benih
Salah satu kendala yang dihadapi dalam penyediaan benih bermutu adalah
masalah penyimpanan. Penyimpanan benih dimaksudkan untuk menjaga viabilitas
benih agar tetap baik untuk ditanam pada musim tanam yang direncanakan.
Selama penyimpanan, benih mengalami kemunduran karena faktor internal benih
maupun lingkungan penyimpanan.
Daya simpan merupakan kemampuan maksimum lamanya suatu lot benih
dapat disimpan dalam suatu kondisi simpan tertentu (Sadjad, 1989). Daya simpan
benih dipengaruhi oleh genetik (innate), lingkungan tumbuh (induced), serta

9
kondisi penyimpanan benih (enforced). Menurut Sadjad et al. (1999), vigor daya
simpan ialah suatu parameter vigor benih yang ditunjukkan dengan kemampuan
benih untuk dapat disimpan dalam keadaan sub optimum. Vigor benih saat
disimpan merupakan faktor

penting yang mempengaruhi umur simpannya

(Justice dan Bass, 2002).
Benih yang bermutu memiliki daya simpan yang tinggi, sehingga mampu
disimpan dalam periode waktu yang panjang. Benih kedelai cepat mengalami
kemunduran di dalam penyimpanan, disebabkan kandungan lemak dan proteinnya
relatif tinggi (Tatipata et al., 2004). Kemunduran benih kedelai tersebut secara
langsung berpengaruh terhadap vigor benih. Benih kedelai yang telah mengalami
penurunan vigor akan menunjukkan jumlah perkecambahan di lapangan yang
rendah. Sukarman dan Raharjo (2000) mengemukakan bahwa verietas kedelai
berbiji kecil dan berkulit gelap lebih toleran terhadap deraan fisik dibanding
verietas yang berbiji besar dan berkulit terang.
Pemupukan N, P, dan K pada benih Rosela berpengaruh pada ketahanan
benih terhadap penyakit dan daya simpan benih. Benih rosella dengan daya
simpan terbaik dihasilkan dari pertanaman rosela dengan dosis pemupukan
40 kg N/ha, 92 kg P2O/ha dan 100 kg K2O/ha (Hasanah, 1982).

Pengusangan Benih Secara Kimia
Pian (1981) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar etanol dalam benih,
maka aktivitas enzim semakin menurun. Akibatnya, terjadi denaturasi protein
yang menyebabkan menurunnya integritas membran. Oleh karena itu, kebocoran
membran meningkat seiring meningkatnya kadar etanol dalam benih.
Etanol merupakan senyawa organik non polar yang bersifat dehidrasi.
Etanol mampu menyerap air yang meliputi koloid protein yang selanjutnya
mengalami denaturasi (Harrow dan Muzur dalam Saenong dan Sadjad, 1984).
Etanol dapat mendenaturasi protein dalam konsentrasi tertentu. Mekanisme
denaturasi

protein tersebut disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen pada

molekul protein dan terikatnya ion hidrogen (H+) oleh etanol. Protein yang telah
terdenaturasi akan kehilangan aktifitas biologisnya, sehingga metabolisme sel

10
terganggu. Proses ini akan menyebabkan hilangnya integritas dan meningkatkan
permeabilitas membran (Yudkin dan Offord dalam Saenong, 1986).

Klorofil
Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan
bakteri fotosintetik. Pada daun, senyawa ini berperan dalam proses fotosintesis
tumbuhan dengan menyerap dan mengubah tenaga cahaya menjadi tenaga kimia.
Dalam proses fotosintesis, klorofil mampu memanfaatkan energi matahari dan
memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat. Karbohidrat yang dihasilkan fotosintesis
melalui proses anabolisme diubah menjadi protein, lemak, asam nukleat dan
molekul organik lainnya.
Jackson dan Volk dalam Osman (2010) menyatakan bahwa unsur kalium
diperlukan untuk pembentukan klorofil a dan mengaktifkan enzim yang terlibat
dalam sintesis klorofil a. Menurut Castelfranco dan Beale (1983), peningkatan
klorofil b mungkin dipengaruhi adanya peningkatan klorofil a, karena klorofil a
merupakan prekursor untuk sintesis klorofil b. Aly (2005) mengemukakan bahwa
perlakuan tanah nutrisi N, P, K, dan Mg dapat meningkatkan klorofil a dan
karoten daun. Menurut Bojović dan Stojanović (2005), kandungan klorofil
tertinggi diperoleh pada daun dan biji gandum yang dipupuk dengan N dan P.
Aktifitas klorofil juga berperan dalam organogenesis karena berpengaruh
saat fase generatif tanaman (Simova et al., 2001). Kandungan klorofil tertinggi
pada tanaman terjadi pada awal fase pembungaan. Klorofil benih sangat
berpengaruh dalam masa pengisian dan pembentukan benih (Bewley dan Black
dalam Suhartanto, 2002). Menurut Sugimoto et al. (2002), pada benih kedelai
yang sedang berkembang (belum mencapai masak fisiologi) klorofil dalam
kotiledon melakukan aktifitas fotosintesis. Singa et al. dan Asokanthan et al.
dalam Suhartanto (2003) menyatakan bahwa pada benih Canola (Brassica
campestris) yang sedang berkembang, klorofil berguna dalam proses fotosintesis
untuk menghasilkan ATP dan NADPH, yaitu energi yang dibutuhkan untuk
mengkonversi suplai sukrosa dari tanaman menjadi asam lemak yang berguna
dalam sintesis dan penyimpanan minyak dalam benih. Oleh karena itu, klorofil

11
yang terkandung dalam biji kedelai hijau memiliki peran yang menguntungkan
untuk menghasilkan benih kedelai yang baik.
Apuya dalam Suhartanto (2003) mengemukakan bahwa pertumbuhan
normal embrio Arabidopsis thaliana membutuhkan kloroplas yang normal pula.
Mutasi pada gen chaperonin-60α, gen pengatur perkembangan kloroplas, akan
menghasilkan menghasilkan embrio yang abnormal yang akan berkembang
menjadi kecambah yang abnormal pula. Pada benih kedelai, kandungan klorofil
dalam benih mencapai maksimal saat 40 hari setelah proses pembungaan.
Kandungan klorofil ini akan menurun setelah 45 hingga 50 hari setelah
pembungaan (Saio et al. dalam Suhartanto, 2002).
Kandungan klorofil pada benih menurun seiring kematangan benih.
Penurunan kandungan klorofil tersebut dapat menjadi kriteria kemasakan benih.
Kandungan klorofil dan kemasakan benih dipandang berkorelasi negatif.
Kandungan klorofil yang terlalu tinggi pada benih yang disimpan menyebabkan
penurunan viabilitas benih secara cepat. Hal ini dikarenakan klorofil merupakan
sumber primer oksigen singlet yang berperan dalam proses oksidasi. Proses
oksidasi ini akan menghasilkan radikal bebas yang dapat merusak membran dan
makromolekul benih lainnya sehingga menyebabkan penurunan viabilitas benih
(Suhartanto,

2002).

Penurunan

klorofil

pada

masa

simpan

dipandang

menguntungkan.

Karoten
Karoten merupakan pigmen alami yang terdapat pada tanaman, alga dan
sintesia mikrooorganisme. Kandungan karoten mengalami peningkatan seiring
kematangan buah. Pepkowitz (2006) melaporkan bahwa kandungan karoten pada
bawang merah meningkat dari 0.4 mg pada bawang yang masih berwarna hijau,
meningkat menjadi 13.1 mg pada bawang yang sudah berwarna merah (masak
fisiologi), meningkat sebesar 3 175 persen dari kandungan awal.
Mortensen et al. (1997) menyatakan bahwa karoten merupakan salah satu
jenis antioksidan golongan karotenoid selain likopen yang banyak terdapat pada
buah dan sayuran. Karoten mampu memerangkap radikal bebas melalui donor

12
elektron, tanpa menjadi radikal bebas yang aktif. Kehadiran radikal bebas ditandai
dengan adanya penyakit degeneratif dan dapat mematikan sel. Apabila dalam
proses fisiologi melibatkan antioksidan, maka kerusakan sel dapat diminimalkan.
Miller et al. (1996) menambahkan bahwa kemampuan karoten untuk menetralkan
radikal bebas disebabkan adanya dua kutub polar (carbonyl dan hydroxyl).
Karoten dengan sebelas ikatan conjugate ganda adalah penangkap yang lebih aktif
daripada xanthophyll.
Keberadaan karoten dalam benih kedelai dimungkinkan dapat menjaga
viabilitas benih kedelai selama penyimpanan. Karoten mampu mengikat radikal
bebas yang merusak sel benih akibat proses oksidasi, sehingga kerusakan benih
yang mengakibatkan penurunan viabilitas benih dapat diminimalkan. Howard et
al. (2000) menyatakan bahwa pada cabe, kandungan pigmen karoten dan
ß-karoten berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi benih dari radikal bebas.
Kehadiran antioksidan pada benih dipandang sebagai suatu zat yang dapat
menghambat/memperlambat proses deteorasi. Penelitian sebelumnya menyatakan
bahwa golongan karotenoid yang paling efektif dalam mengendalikan radikal
bebas adalah likopen (Di Mascio et al.1989).
Sinuraya (2007) menyatakan bahwa masak fisiologi cabai rawit varietas
Rama tercapai pada tingkat kemasakan 50 HSBM (hari setelah bunga mekar).
Pada fase tersebut, benih mengalami perubahan dan perkembangan fisiologi
seperti kadar air minimum, bobot kering benih maksimum, dan total kandungan
karotenoid benih maksimum. Selanjutnya Alan dan Eser (2008) menyatakan
bahwa daya berkecambah dan vigor benih maksimum cabai rawit merah dan cabai
rawit pedas tercapai pada tingkat kemasakan 60 HSBM (saat masak fisiologi).
Setelah lewat tingkat kemasakan (80 HSBM) kualitas benih mengalami penurunan
yang signifikan.
Kandungan karoten tertinggi pada gandum diperolah dari pemupukan
dengan variasi N dan K (Bojović dan Stojanović, 2005). Aly (2005) menyatakan
bahwa perlakuan penambahan nutrisi N, P dan K terhadap tanah mampu
meningkatkan kandungan klorofil dam karoten, sedangkan penambahan kalium
dan magnesium menghasilkan kandungan karoten tertinggi.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Agustus 2011.
Penanaman dilaksanakan di Laboratorium Lapang IPB yang terletak di
Leuwikopo Darmaga, Bogor, sedangkan pengujian benih dilaksanakan di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, dan Laboratorium Analisis Tanaman
dan Kromatogafi Departemen Agonomi dan Hortikultura IPB, Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih kedelai Varietas Anjasmoro dan
Detam 1 yang diperoleh dari Balai Besar Biogen Bogor. Deskripsi varietas
disajikan pada lampiran 1 dan 2. Bahan lain yang digunakan antara lain: pupuk
kandang kotoran sapi, pupuk urea (46% N), pupuk SP-36 (36% P2O5) dan pupuk
KCl (60% K2O), kapur pertanian (kaptan) yang mengandung senyawa CaCO3
95%, acetris (aseton dan tris 1% pH 7.8, 80:20), etanol 96%, kertas merang,
plastik, air destilata.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini: alat pertanian, spektrofotometer
tipe UV-1800, centrifuge, oven, timbangan digital, alat pengusangan kimia, alat
pengecambah benih (APB) IPB72-1 dan electric conductivity meter model 30.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design)
yang disusun secara Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Petak
utama merupakan varietas benih kedelai yang terdiri dari: varietas Anjasmoro
(V1) dan Detam 1 (V2). Anak petak merupakan variasi pemupukan yang
digunakan terdiri atas: tanpa pemupukan tambahan (P0), pupuk N, P, dan K (P1),
pupuk N dan P (P2), pupuk N dan K (P3), dan pupuk P dan K (P4). Percobaan
terdiri dari 10 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga seluruhnya
terdapat 30 satuan percobaan.

15

dilakukan dengan metode alur dengan jarak 5 cm dari baris tanaman dan
kedalaman antara 5-10 cm. Penyulaman tidak dilakukan untuk menghindari
tingkat kemasakan yang berbeda. Penyiangan dilakukan untuk menekan
pertumbuhan gulma yang dilakukan pada 3, 5 dan 7 MST. Roguing dilakukan
sebanyak tiga kali pada saat berumur dua minggu, pada awal berbunga, dan pada
saat menjelang panen. Pemanenan dilakukan sebanyak dua kali. Pemanenan
pertama dilakukan pada 85 hari setelah tanam (HST) dan pemanenan kedua
dilakukan pada 91 HST dengan kadar air sekitar 18-20% . Brangkasan kedelai
yang telah panen dijemur di bawah matahari hingga polong mudah pecah. Benih
dibersihkan dari kotoran dan dikeringkan hingga kadar air sekitar 8-10%.

Tabel 1. Kriteria Panen Kedelai Varietas Anjasmoro dan Detam 1
Varietas Anjasmoro
1. sebagian besar daun sudah
menguning dan gugur
2. warna kulit brangkasan kuning
penuh
3. warna batang pada tanaman kuning
keemasan
4. warna kulit polong coklat
kekuningan

5. warna kulit benih kuning

1.
2.
3.
4.
5.

Varietas Detam 1
sebagian besar daun sudah
menguning dan gugur
warna kulit brangkasan cokelat
gelap
warna batang pada tanaman kuning
kecoklatan
warna kulit polong coklat gelap
warna kulit benih hitam

Pengamatan Pertumbuhan dan Produksi
Pengamatan terhadap pertumbuhan pertanaman kedelai dilakukan setiap
minggu mulai dari 2 hingga 6 minggu setelah tanam (MST). Parameter
pertumbuhan yang diamati meliputi: tinggi tanaman dan jumlah daun per
tanaman. Selain itu, pengamatan juga dilakukan terhadap faktor produksi benih
tanaman kedelai. Peubah yang diamati untuk produksi antara lain: bobot 100
butir, bobot benih per tanaman dan bobot benih per petak.
Pengamatan Bobot 100 butir. Benih yang digunakan untuk penetapan bobot 100
butir adalah benih murni. Metode yang digunakan yaitu dengan menghitung 100
butir benih yang diambil secara acak kemudian ditimbang bobotnya.

16

Pengamatan Bobot benih per tanaman. Pengamatan bobot benih per tanaman
dilakukan dengan memanen setiap sampel tanaman pengamatan dan dilakukan
penimbangan bobot benih yang dihasilkan.
Pengamatan Bobot benih per petak. Pengamatan bobot benih per petak
dilakukan dengan memanen setiap petak pertanaman kedelai kecuali tanaman
pinggir dan dilakukan penimbangan bobot benih yang dihasilkan.

Pengamatan Kadar Air
Prosedur pengujian kadar air kedelai dilakukan dengan menggerus benih
kedelai dengan ginder dan masukkan ke dalam cawan petri yang telah diketahui
bobotnya. Benih dimasukan kedalam cawan lalu ditimbang. Benih dan cawan
yang telah ditimbang kemudian dimasukkan dalam oven bersuhu tinggi konstan
(130OC - 133OC) selama 1 jam. Benih yang telah dioven disimpan dalam
desikator selama 10 menit kemudian timbang beratnya dengan timbangan digital,
2 digit dibelakang koma dalam satuan gram. Kadar air benih dihitung dengan
rumus:
Kadar air (%) =

× 100%

Keterangan:
M1: berat cawan
M2: berat benih kedelai dan cawan sebelum di oven
M3: berat benih kedelai dan cawan setelah di oven

Proses Pengujian Kandungan Klorofil dan Karotenoid
Pengujian kandungan klorofil dan karoten dilakukan dengan menggunakan
metode chromatogaphy dengan melakukan pendekatan seperti yang digunakan
Sims dan Gamon (2002) yaitu menggunakan aseton dan tris 1% pH 7.8 (80:20)
sebagai absorbannya. Hal ini dikarenakan sifat kimia karoten dan klorofil yang
tidak dapat larut dalam air, melainkan larut dalam aseton, alkohol dan benzena
sehingga untuk pengukuran klorofil dan karoten harus dilarutkan dalam aseton
terlebih dahulu.
Prosedur penentuan kandungan klorofil dan karoten dilakukan saat benih
kedelai masak hijau, sebelum masak fisiologis (Lampiran 4) pada saat benih
berumur 69 HST dan saat masak fisiologis pada 91 HST saat benih telah

17

mencapai masak fisiologis. Pengukuran ini dilakukan dengan menggerus benih
kedelai pada saat pengukuran klorofil sebelum masak fisiologi dan ditimbang
sebanyak 3 g (kadar air ± 58%) kemudian dilarutkan dengan aseton 96% sebanyak
2 ml. Pada pengukuran klorofil dan karoten saat masak fisiologi dilakukan
penepungan terlebih dahulu dan ditimbang sebanyak 3 g (kadar air tepung 8-9%)
kemudian dilarutkan dengan aseton 96% sebanyak 2 ml. Larutan ini kemudian
disentrifuse selama 10 menit dengan kecepadan 14 000 rpm. Sebanyak 2 ml hasil
sentrifuse (supernatant) dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya
dilakukan penyinaran dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 470 nm, 537 nm, 647 nm, dan 663 nm (Sims dan Gamon, 2002).
Skema analisis kandungan klorofil dan karoten disajikan pada Lampiran 5.
Pada setiap pengukuran panjang gelombang dicatat nilai absorbansinya
kemudian melakukan perhitungan dengan rumus :
a (mol/100g) =

b (mol/100g) =

Karoten (mol/100g) =

(0.01373 × 663)

(0.000897 × 537) (0.0003046 × 647)Fp × Vol total
berat sampel × 100

(0.02405 × 647)

(0.004305 × 537) (0.0005507 × 663)Fp × Vol total
berat sampel × 100

( 470)

(17.1 × (Klo a + Klo b) 9.479 × Antosianin)(Fp × Vol total)/119.26
berat sampel × 100

Pengujian Viabilitas Potensial Benih
Viabilitas Potensial diperoleh berdasarkan tolok ukur daya berkecambah
benih. Daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah persentase kecambah
normal pada pengamatan pertama yang dilakukan pada hari ke 3 dan pengamatan
kedua pada hari ke 5 setelah penanaman. Kriteria kecambah normal pada kedelai
adalah memiliki sistem perakaran yang baik terutama akar primer, perkembangan
hipokotil baik dan sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan-jaringannya, dan
pertumbuhan plumula yang sempurna dengan daun hijau. Daya berkecambah
(DB) diukur berdasarkan persentase kecambah normal menggunakan rumus
sebagai berikut:
DB (%) =

Jumlah kecambah normal hitungan 1 dan 2
× 100%
Jumlah benih yang ditanam

18

Pengujian Vigor Daya Simpan Benih
Pengusangan

Cepat

dengan

Menggunakan

Etanol.

Pada

umumnya

pengusangan mengunakan larutan etanol merupakan metode skrining yang lebih
efektif dibandingkan dengan metode lainnya (Delouche dan Baskin dalam Addai
dan Kantanka, 2006). Ocran dalam Addai dan Katanka (2006) melakukan
perendaman benih kedelai dalam 20% cairan etanol dan cairan metanol selama
dua jam. Dalam penelitiannya ia menyimpulkan bahwa perendaman dengan cairan
etanol memberikan indikasi baik pada vigor daya simpan beberapa varietas
kedelai dibanding cairan metanol.
Metode pengusangan cepat dilakukan secara kimia dengan teknik perendaman
benih menggunakan larutan etanol dengan konsentrasi 20%. Benih terlebih dahulu
dilembabkan pada kertas merang selama 12 jam. Benih yang telah dilembabkan
kemudian direndam dalam glassjar yang berisi larutan etanol selama 2 jam
dengan perbandingan 50 butir kedelai dimasukan dalam 100 ml larutan etanol.
Benih yang telah direndam kemudian ditiriskan dan dibilas dengan air mengalir
selama 5 menit kemudian dikecambahkan dengan Uji Kertas Digulung didirikan
d