Hubungan faktor tempat tumbuh dengan produksi buah mindi (Melia azedarach L.) di hutan rakyat Jawa Barat

(1)

HUBUNGAN FAKTOR TEMPAT TUMBUH DENGAN

PRODUKSI BUAH MINDI (

Melia azedarach

L.) DI HUTAN

RAKYAT JAWA BARAT

RESTU GUSTI ATMANDHINI BRAMASTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Hubungan Faktor Tempat Tumbuh dengan Produksi Buah Mindi (Melia azedarach L.) di Hutan Rakyat Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2011

Restu Gusti Atmandhini Bramasto NRP E451080041


(3)

ABSTRACT

RESTU GUSTI ATMANDHINI BRAMASTO. Relationship Between Fruit Yields of Melia azedarach L. and Environmental Factors in Community Forest of West Java. Under Direction of ISTOMO and ISKANDAR Z SIREGAR.

The main objective of the study was to determine relation between site condition of mindi seed stands and fruit yields for two consecutive years (2009-2010). Specifically, the study was aimed at i) estimating fruit yields of mother trees in the seed stand and ii) determining site condition in the respective seed stands. The study was conducted in five seed stands of mindi located in West Java. Fruit yields were estimated based on observation of 20 mother trees in each seed stand, while soil properties were determined by routine sampling procedures for soil analysis. Results of the study showed that the highest average fruit yields was observed in Legok Huni village, Purwakarta district (9.9 kg/tree/year), while the lowest was found in Mekarsari village, Bandung district (3.1 kg/tree/year). In general, tree dimension, i.e. diameter and height, did not influenced average fruit yields. However, it was found in a location, that diameter alone influence the fruit yields (R2=0.515) namely in seed stand of Babakan Rema village, Kuningan district. With respect to site condition, it was found that K, P, %Clay, Cation Exchange Capacity, rainfall, temperature, relative humidity, age of stand and density had significant influences on fruit yields. Findings of the research may be used to formulate the site suitability clasification for future seed stand development.

Keywords : Melia azedarach, fruit yields, environment factors, soil properties, seed stands


(4)

RINGKASAN

RESTU GUSTI ATMANDHINI BRAMASTO. Hubungan Faktor Tempat Tumbuh dengan Produksi Buah Mindi (Melia azedarach L.) di Hutan Rakyat Jawa Barat. Dibimbing oleh ISTOMO dan ISKANDAR Z SIREGAR.

Melia azedarach L. atau mindi merupakan jenis potensial yang cepat tumbuh dan memiliki banyak kegunaan seperti untuk dijadikan batang korek api ataupun sebagai material untuk produksi bahan lantai. Jenis ini disukai masyarakat karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dengan harga diatas kayu jenis sengon.

Di Jawa Barat, jenis mindi sudah mulai berkembang pesat, tetapi hal ini masih belum didukung dengan penggunaan benih yang berkualitas dikalangan para petani karena para petani mindi di Jawa Barat belum memiliki sumber benih dan informasi mengenai kesesuaian habitat mindi untuk produksi benih berkualitas yang jumlahnya masih terbatas. Produksi benih pada tanaman hutan, termasuk mindi, dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal berupa fitohormon dan latar belakang genetik, sedangkan faktor eksternalnya yaitu berupa suhu, cahaya, kelembaban dan unsur hara (Simon, 1997). Oleh karena itu, data-data dasar yang dapat digunakan untuk mengkaji hubungan antara produksi buah dan faktor-faktor tersebut sangat diperlukan. Beberapa pertanyaan yang timbul berkaitan dengan produksi buah di tegakan benih mindi yang masih perlu dijawab dalam rangka pengembangannya, yaitu 1) Bagaimana pola produksi buah mindi di Jawa Barat? dan 2) Bagaimanakah karakteristik kondisi tempat tumbuh dari tegakan benih tersebut? Data dan informasi tentang kondisi tegakan dan tempat tumbuh tersebut diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penentuan kesesuaian tempat tumbuh yang sesuai untuk produksi benih mindi di Jawa Barat. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk i) menduga produksi buah tegakan benih mindi dan ii) menganalisis kondisi tempat tumbuh tegakan benih mindi khususnya sifat-sifat tanah dan karakteristik iklim.

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2009 hingga Oktober 2010. Pengambilan bahan penelitian dilakukan di 5 (lima) lokasi tegakan benih hutan rakyat di Jawa Barat yaitu, (1) Ds. Nagrak, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor, (2) Ds. Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor, (3) Ds. Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta, (4) Ds. Babakan Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan, dan (5) Ds. Mekarsari, Kec. Pasir Jambu, Kab. Bandung. Metode yang digunakan untuk pengambilan contoh penelitian adalah dengan teknik purposive sampling. Jumlah petak yang digunakan adalah lima petak contoh dengan luas masing-masing 1 ha, dengan contoh uji sebanyak 20 pohon per lokasi (Nurhasybi, 2009). Tahapan kerja meliputi (1) pemilihan pohon induk yang selanjutkan dilakukan (2) penilaian produksi buah per tahun per lokasi penelitian dengan cara pengunduhan yang mengacu kepada Bonner et al (1994). Setelah itu dilakukan (3) pengambilan data kondisi biofisik tegakan mindi, yaitu data sifat kimia tanah (C, N, P, K, pH dan KTK), sifat fisik tanah (tekstur tanah dan kadar air), kelembaban, suhu, ketinggian tempat, dan data curah hujan selama 5 tahun terakhir. Tahapan kerja selanjutnya yaitu (4) pemetaan pola tanam, yang dilakukan dengan membuat


(5)

plot pengamatan seluas 10 x 20 m. Selanjutnya dilakukan (5) analisis vegetasi yang bertujuan untuk mengetahui kerapatan dari jenis mindi.

Analisis statistik menggunakan stepwise regression dengan software SPSS 13.0 by SPSS Inc 2004. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara produksi buah dengan sifat-sifat tanah, iklim dan topografi, dan juga umur tegakan dan kerapatan jenis mindi. Dari analisis stepwise regression akan diketahui faktor mana yang paling berpengaruh dalam meningkatkan produksi buah.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta memiliki jumlah produksi buah tertinggi yaitu 9,9 kg/pohon, sedangkan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung memiliki jumlah produksi buah terendah yaitu 3,14 kg/pohon. Umur dan kerapatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi buah mindi. Semakin tua umur tegakan dan tingkat kerapatan yang rendah dapat meningkatkan produksi buah mindi. Selain itu, faktor tanah yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi buah mindi yaitu kalium (K), fosfor (P), %Liat dan KTK. Sedangkan untuk faktor iklim yang memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi buah yaitu curah hujan, kelembaban dan suhu. Tegakan mindi yang menghasilkan produksi buah tertinggi yaitu berumur 7 tahun di ketinggian tempat 617 mdpl dengan curah hujan 4154 mm/thn dan memiliki kerapatan 60 individu/ha.

Kata kunci : Melia azedarach L., produksi buah, lingkungan, sifat tanah, tegakan benih


(6)

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kririk, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

HUBUNGAN FAKTOR TEMPAT TUMBUH DENGAN

PRODUKSI BUAH MINDI (

Melia azedarach

L.) DI HUTAN

RAKYAT JAWA BARAT

RESTU GUSTI ATMANDHINI BRAMASTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

Judul Tesis : Hubungan Faktor Tempat Tumbuh dengan Produksi Buah Mindi (Melia azedarach L.) di Hutan Rakyat Jawa Barat Nama : Restu Gusti Atmandhini Bramasto

NRP : E451080041

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Istomo, MS Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi / Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Silvikultur Tropika

Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ―Hubungan Faktor Tempat Tumbuh dengan Produksi Buah Mindi (Melia azedarach L.) di Hutan Rakyat Jawa Barat‖.

Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada :

1. Dr.Ir. Istomo, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Prof.Dr.Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, masukan dan saran dalam berbagai kesempatan diskusi yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS selaku Ketua Mayor Silvikultur Tropika dan Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F.Trop selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis yang telah memberi banyak masukan dan saran.

3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa BPPS sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan di Mayor Silvikultur Tropika, Sekolah Pascasarjana IPB.

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan adanya Hibah Penelitian Tim Pascasarjana atas nama Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F.Trop dengan nomor kontrak 78/13.24.4/SPK/BG-PD/2009 dan 4/12.24.4./SPK/PD/2010 yang telah mendanai penelitian ini.

5. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS dan Ir. Yulianti, Msi selaku orang tua dan semua anggota keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

6. Rekan-rekan Pascasarjana Mayor Silvikultur Tropika angkatan 2008 atas bantuan dan kebersamaan selama ini dan berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, untuk semua dorongan dan bantuan yang diberikan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Mei 2011 Restu Gusti Atmandhini Bramasto


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 Maret 1985 dari pasangan Dr.Ir. Bramasto Nugroho, MS dan Ir. Yulianti, MSi. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pada tahun 2003 penulis diterima pada Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2008. Pada tahun 2007-2009 penulis bekerja sebagai Asisten Dosen mata kuliah Ekologi Hutan di Laboratorium Ekologi, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2009 penulis menjadi Duta One Man One Tree mewakili Kementrian Kehutanan Republik Indonesia. Penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan pasca sarjana pada tahun 2008 melalui beasiswa BPPS. Pendidikan pasca sarjana ditempuh pada Program Studi Silvikultur Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis ... 2

Output Penelitian ... 3

Kerangka Pemikiran Logis Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Hutan Rakyat di Jawa Barat ... 5

Profil Tanaman dan Kayu Mindi ... 7

Pembuahan Tanaman Hutan ... 11

METODE PENELITIAN ... ... 15

Waktu dan Tempat ... 15

Penetapan Pengambilan Contoh ... 15

Diagram Alir Penelitian ... 15

Prosedur Kerja ... 16

Analisis Data untuk Mengetahui Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik terhadap Produksi Buah Mindi ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... ... 23

Produksi Buah Mindi ... 24

Hubungan Produksi Buah dengan Dimensi Pohon Induk ... 28

Hubungan Produksi Buah dengan Faktor Tempat Tumbuh ... 30

KESIMPULAN ... ... 35

Kesimpulan ... 35

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi buah ... 3

2 Lokasi penelitian ... 15

3 Tahapan kerja sub penelitian 1 ... 18

4 Tahapan kerja sub penelitian 2 ... 21

5 Produksi buah mindi di lima lokasi di Jawa Barat ... 25

6 Hubungan produksi buah dengan faktor tempat tumbuh ... 31

7 Persamaan hubungan antara produksi buah dengan faktor tempat tumbuh ... 31


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran logis ... 4

2 Profil pohon, buah dan daun Melia azedarach L ... 7

3 Penyebaran Melia azedarach L di Jawa Barat ... 9

4 Diagram alir penelitian ... 16

5 Contoh pemilihan pohon induk yang baik ... 18

6 Pola tipikal penanaman mindi di hutan rakyat Jawa Barat (Skala 1:500). Pola A : Tegakan mindi dengan palawija, Pola B : Tegakan mindi campuran, Pola C : Tegakan mindi dengan teh. ... 23

7 Daun, bunga dan buah mindi ... 24

8 Data iklim di Ds. Legok Huni, Kab Purwakarta dan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung ... 26

9 Hubungan produksi buah dengan tinggi total disetiap lokasi penelitian 27

10 Hubungan antara produksi buah dengan diameter pohon disetiap lokasi penelitian ... 28


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Data curah hujan selama 5 tahun terakhir (2005-2009) ... 41

2 Produksi buah Ds. Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta ... 44

3 Produksi buah Ds. Mekarsari, Kec. Pasir Jambu, Kab. Bandung... 45

4 Produksi buah Ds. Babakan Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan ... 46

5 Produksi buah Ds. Nagrak, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor ... 47

6 Produksi buah Ds. Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor ... 48

7 Hasil analisis hubungan antara produksi buah dengan kondisi tegakan dengan menggunakan metode stepwise regression ... 59

8 Hasil analisis hubungan antara produksi buah dengan sifat tanah menggunakan metode stepwise regression ... 51

9 Hasil analisis hubungan antara produksi buah dengan sifat iklim dan topografi menggunakan metode stepwise regression ... 54


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan alam di Indonesia telah mengalami laju deforestasi yang sangat cepat. Salah satu penyebabnya yaitu kebutuhan bahan baku kayu yang terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk. Dalam kaitannya dengan problematika ini, banyak solusi yang sudah disuarakan agar tetap menjaga kelestarian dari hutan alam dan mulai beralih ke hutan tanaman. Untuk itu pemerintah sudah mencanangkan program pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), yang akan dibangun pada areal-areal kawasan hutan Negara yang saat ini belum dibebani hak. Hutan rakyat diyakini dapat meningkatkan produksi kayu sehingga dapat menjadi salah satu alat penyedia bahan baku kayu yang sangat besar. Selain dapat menjadi salah satu solusi dalam penyelamatan hutan alam, hutan rakyat juga menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan taraf hidup petani yang selama ini masih hidup dibawah garis kemiskinan.

Dalam pengembangannya, keberhasilan pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh ketepatan pemilihan jenis yang belum dikembangkan. Pemilihan jenis tidak hanya terbatas pada jenis-jenis komersial yang banyak di pasaran. Pemilihan jenis dapat dilakukan dengan menyeleksi jenis-jenis potensial yang secara alami tumbuh di Indonesia atau dengan mengembangkan jenis-jenis eksotik yang sudah lama tumbuh di Indonesia seperti Melia azedarach L. atau yang lebih dikenal dengan jenis mindi.

Mindi merupakan jenis potensial yang cepat tumbuh dan memiliki banyak kegunaan seperti untuk batang korek api atau sebagai material untuk produksi bahan lantai. Jenis ini disukai masyarakat karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dengan harga di atas kayu jenis sengon. Bagi para pengrajin kayu mindi, mereka mengatakan bahwa kayu mindi lebih mudah untuk dikerjakan dan dapat mengering tanpa cacat. Di Jawa Barat, jenis mindi sudah mulai berkembang pesat, tetapi masih belum didukung dengan penggunaan benih yang berkualitas. Para petani mindi di Jawa Barat belum memiliki sumber benih dan informasi mengenai kesesuaian habitat mindi untuk produksi benih berkualitas.


(17)

Produksi buah pada tanaman hutan dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa fitohormon dan genetik, sedangkan faktor eksternal berupa suhu, cahaya, kelembaban dan unsur hara. Oleh karenanya, data-data dasar mengenai faktor-faktor tersebut sangat dibutuhkan. Beberapa pertanyaan yang timbul berkaitan dengan produksi buah di tegakan benih mindi yang masih perlu dijawab dalam rangka pengembangannya, yaitu 1) Bagaimana pola produksi buah mindi di Jawa Barat? dan 2) Bagaimanakah karakteristik kondisi tempat tumbuh dari tegakan benih tersebut?. Data dan informasi tentang kondisi tegakan dan tempat tumbuh tersebut diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penentuan kesesuaian tempat tumbuh yang sesuai untuk produksi buah mindi di Jawa Barat.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang telah teridentifikasi selanjutnya diuraikan dalam perumusan masalah, yaitu:

1. Bagaimana kondisi tempat tumbuh yang sesuai bagi jenis mindi agar dapat menghasilkan produksi buah yang baik?

2. Bagaimana kuantitas buah mindi di setiap lokasi yang diamati pada dua kali musim berbuah?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi penting yang berkaitan dengan pengadaan benih bermutu untuk peningkatan produktivitas hutan rakyat mindi di Jawa Barat. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Menduga produksi buah tegakan benih mindi.

2. Menganalisis kondisi tempat tumbuh tegakan benih mindi khususnya sifat-sifat tanah dan karakteristik iklim.

Hipotesis

Hipotesis yang diuji pada penelitian ini adalah bahwa kondisi biofisik tempat tumbuh mempengaruhi tingkat produksi buah.


(18)

Output Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah informasi kondisi biofisik yang sesuai untuk pengembangan sumber benih mindi.

Kerangka Pemikiran Logis Penelitian

Produksi buah suatu tanaman ditentukan oleh beberapa faktor, Simon (1997) menyatakan bahwa faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi buah yaitu faktor iklim, tanah, topografi dan biota tanah, seperti diuraikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi buah

Faktor Lingkungan Unsur yang mempengaruhi

Tanah Tekstur tanah

Kadar Air Tanah Unsur Hara pH

Iklim Temperatur

Kelembaban Curah hujan

Topografi Ketinggian Tempat

Biota Tanah Serangga

Simon (1997)

Untuk dapat lebih memahami permasalahan yang ada serta langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini, secara skematis kerangka pemikiran logis penelitian ini digambarkan pada Gambar 1.


(19)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Logis. Mindi merupakan

jenis tanaman hutan rakyat yang

potensial

Usaha peningkatan produktivitas

kayu mindi

Mengetahui indikator pertumbuhan yang baik bagi jenis mindi

Produktivitas sumber benih

Faktor genetik

Faktor lingkungan Suhu

Kelembaban Cahaya Unsur hara Curah hujan

Pola tanam yang digunakan

Perlakuan silvikultur yang dilakukan oleh petani

Menghasilkan tegakan mindi yang memiliki produktivitas tinggi


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Rakyat di Jawa Barat

Luasan hutan rakyat di Indonesia masih bersifat perkiraan sehingga belum ada angka yang akurat mengenai potensi tegakan pada hutan rakyat. Mindawati, et al (2006) mengemukakan bahwa luas hutan rakyat sampai dengan tahun 2003 mencapai 1.265.000 ha yang tersebar di 24 Propinsi, dimana 500.000 ha terdapat di pulau Jawa. Potensi tegakan hutan rakyat tersebut diperkirakan mencapai 43 juta m3, dengan jenis kayu utama sengon, jati, akasia, mahoni, sonokeling dan jenis buah-buahan. Untuk Jawa Barat perkembangan luas dan produksi hutan rakyat terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data terakhir dari Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat (2007) luasan hutan rakyat di Jawa Barat adalah 185.547,63 ha dengan produksi kayu sebesar 1.336.006,30 m3, dengan jenis kayu utama sengon, mahoni, jati dan afrika.

Potensi sumber daya hutan di propinsi Jawa Barat dari hasil pemaduserasian antara RTRWP dan TGHK, adalah seluas 767.547,30 ha atau 21,59% dari luas daratan Jawa Barat yang terdiri dari hutan produksi seluas 393.117 ha, hutan lindung seluas 228.727,11 ha, dan hutan konservasi seluas 132.180 ha (Effendi 2007). Kemampuan hutan tersebut ternyata tidak dapat mengimbangi kebutuhan pengguna hasil kayu di wilayah Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta. Konsekuensinya masyarakat pengguna kayu harus memenuhi kebutuhannya dari hutan rakyat dan kayu dari luar wilayah, khususnya dari luar Jawa.

Pesatnya perkembangan hutan rakyat di Jawa Barat terutama dipengaruhi oleh terbukanya pasar kayu rakyat. Adanya jaminan pasar kayu yang semakin baik memberi motivasi tinggi terhadap minat masyarakat untuk menanam berbagai jenis kayu, sehingga sentra-sentra budidaya dan industri kayu hutan rakyat mulai tampak dan berkembang. Meskipun konsep pengelolaan hutan rakyat lestari belum menjangkau petani hutan rakyat secara menyeluruh, perubahan orientasi ke arah komersial ternyata mampu membawa pengelolaan hutan rakyat lebih dapat bertahan dibandingkan dengan hutan alam. Berkaitan dengan orientasi dan motivasi petani menanam kayu, maka penentuan jenis pohon yang ditanam


(21)

merupakan pertimbangan penting yang harus diupayakan petani. Pasar membutuhkan jenis kayu tertentu dan kualitas yang memadai untuk bahan baku industri, sehingga masyarakat petani harus tahu jenis-jenis yang dibutuhkan pasar saat ini dan jangka waktu ke depan (Rachman et al 2007). Di Kabupaten Ciamis misalnya, terdapat sekitar 23.000 ha areal hutan rakyat (tahun 2005) yang dapat memproduksi kayu sekitar 326.000 m3 per tahunnya dengan nilai transaksi sekitar Rp. 170 milyar yang menjadikan Kabupaten Ciamis sebagai salah satu sentra kayu rakyat di Jawa Barat (Sukrianto 2007). Selain itu, di Kabupaten Sukabumi, salah satu daerah sentra hutan rakyat di Jawa Barat, sampai tahun 2003 memiliki hutan rakyat seluas 30.162,86 ha. Diantaranya terdapat 2.489 ha hutan rakyat di Kecamatan Cisolok (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sukabumi 2003). Peningkatan luas hutan rakyat disebabkan banyaknya tanah terbuka (lahan kritis) yang ditelantarkan oleh masyarakat, yang mulai ditanami dengan tanaman keras. Hutan rakyat di Jawa pada awalnya merupakan proyek penghijauan yang dilaksanakan pada tahun 1947 melalui Proyek Rencana Kemakmuran Indonesia (Prahasto 1996). Pada tahun 1952 lahir Gerakan Karang Kitri yaitu gerakan untuk menanami lahan-lahan kosong dengan pohon. Program tersebut berkembang menjadi program penghijauan dan reboisasi lahan pada tahun 1976. Program ini merupakan program terbesar pemerintah dalam pengelolaan DAS (Hardjanto 2001). Pada awalnya program yang bertujuan untuk mengendalikan erosi dan banjir, peningkatan produktivitas lahan dan pendapatan petani, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelestarian sumberdaya alam ini hanya berupa bantuan bibit penghijauan dan reboisasi. Selanjutnya, program tersebut berkembang dan diperluas dengan Unit Percontohan Usaha Pelestarian Sumberdaya Alam (UP-UPSA), Kebun Bibit Desa (KBD), bantuan bibit, pembangunan hutan rakyat dan sebagainya. Setelah banyak diperoleh manfaatnya oleh masyarakat serta introduksi dan sosialisasi yang cukup gencar, akhirnya banyak pula masyarakat yang mengembangkan hutan rakyat. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya masyarakat sudah lama mengembangkan hutan rakyat (Purwanto et al. 2004).


(22)

Profil Tanaman dan Kayu Mindi

Melia azedarach L. dikenal di beberapa daerah di Indonesia dengan sebutan mindi atau gring - gring (Jawa), dan renceh (Karo). Sedangkan di beberapa negara lain dikenal dengan sebutan white cedar, umbrella tree atau chinaberry (English), paraiso, meila atau jazmin (Spanish), chun liang zi (Chinesse), dan sendan (Japanese).

Mindi termasuk dalam family Meliaceae yang merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan selalu hijau di daerah tropis dan menggugurkan daun selama musim dingin, suka cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran terhadap salinitas tanah dan subur di bawah titik beku. Pada umur 10 tahun dapat mencapai tinggi bebas cabang 8 meter dan diameter ± 40 cm (Badan Litbang Kehutanan 2001).

(A) (C)

Gambar 2 Profil pohon (A), buah (B) dan daun (C) Melia azedarach L (Koleksi Pribadi).

Habitus

Mindi merupakan tumbuhan yang memiliki adaptasi tinggi dan toleran dengan berbagai kondisi lingkungan yang beragam. Jenis ini tumbuh pada tempat-tempat dengan rata-rata suhu maksimum dan minimum per tahun, berturut-turut 39°C dan -5°C. Umumnya tumbuhan ini tumbuh dari ketinggian 0-1200 m dpl, dan di pegunungan Himalaya tumbuh pada ketinggian 1800-2200 m dpl. Curah


(23)

hujan tahunan di habitat alaminya berkisar antara 600-2000 mm. Di Afrika, jenis tumbuhan ini ditanam sebagai pohon pelindung yang toleran terhadap kekeringan. Mindi tersebar luas di daerah-daerah kering di bagian selatan dan barat daya Amerika Serikat, yang memiliki curah hujan kurang dari 600 mm. Mindi dapat tumbuh pada tanah-tanah berkadar garam, tanah dengan pH basa kuat, tetapi tidak terlalu asam. Jenis ini juga tumbuh pada tanah-tanah miskin hara, tanah marjinal, tanah miring, dan tanah berbatu atau pada tebing curam berbatu (Ahmed dan Idris 1997).

Penyebaran

Mindi memiliki penyebaran alami di India dan Burma, banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis, di Indonesia banyak ditanam di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Irian Jaya (Badan Litbang Kehutanan 2001).

Mindi merupakan pohon dengan distribusi luas, yang mencakup wilayah tropis, subtropis dan iklim sedang, dan diperkirakan berasal dari kawasan Asia Selatan. Spesies ini ditemukan tumbuh liar di kaki bukit Himalaya di India dan Pakistan pada ketinggian 700-1000 m dpl, tersebar luas di Cina, hingga kawasan Malaysia, kepulauan Solomon serta Australia bagian utara dan timur. Tumbuhan ini dapat tumbuh alami di sabuk daerah luas bersuhu dingin, yaitu mulai dari bagian timur dan selatan Afrika, lalu di negara-negara Amerika dari Argentina sampai sebelah selatan Amerika dan Hawai, seluruh kawasan Timur Tengah, di Mediterania hingga jauh ke utara menuju Croasia dan sebelah selatan Perancis. Kultivar yang dapat tumbuh dan toleran dari kebekuan (frost-tolerant) ditanam sebagai tanaman pelindung di Inggris (Ahmed dan Idris 1997).

Berdasarkan hasil pengamatan awal Pramono et al. (2008), yang dilakukan melalui metode survey dengan mendatangi langsung lokasi-lokasi yang mempunyai potensi tegakan mindi pada lahan masyarakat. Adapun pengamatan dilakukan dibeberapa wilayah di Jawa Barat, yaitu antara lain Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bogor (Gambar 3 ).


(24)

Gambar 3 Penyebaran Melia azedarach L di Jawa Barat.

Morfologi

Batang silindris, tegak, tidak berbanir kulit batang (papagan) abu-abu coklat, beralur membentuk garis-garis dan bersisik. Pada pohon yang masih muda memiliki kulit licin dan berlentisel; kayu gubal putih pucat; kayu teras coklat kemerahan. Daun majemuk ganda menyirip ganjil, anak daun bundar telur atau lonjong, pinggir helai daun bergerigi. Bunga majemuk malai, pada ketiak daun, panjang malai 10-22 cm, warna keunguan, berkelamin dua (biseksual) atau bunga jantan dan bunga betina pada pohon yang sama. Buah bulat atau jorong, tidak membuka, ukuran 2-4 cm x 1-2 cm, kulit luar tipis, licin, berkulit kering keriput kulit dalam keras, buah muda hijau, buah masak kuning, dalam satu buah umumnya terdapat 4-5 biji. Biji kecil 3,5 x 1,6 mm, lonjong, licin, warna coklat, biji kering warna hitam (Badan Litbang Kehutanan 2001).

Perbenihan Jenis Mindi

Tanaman mindi mengalami musim berbunga dan berbuah berbeda antara satu tempat dengan lainnya. Tanaman mindi di Jawa Barat berbunga dalam bulan Maret sampai dengan Mei, di Jawa Timur antara bulan Juni sampai dengan November, dan di Nusa Tenggara Barat dalam bulan September dan Juni. Buah masak dalam bulan Juni, Agustus, November dan Desember. Ekstraksi biji dilakukan dengan merendam buah dalam air selama 1 sampai 2 hari, kemudian


(25)

biji dibersihkan dan dikeringkan di tempat teduh. Jumlah biji kering tiap kilogram ±3000 butir. Penyimpanan biji dilakukan dengan memasukan biji ke dalam wadah yang tertutup rapat, disimpan di ruang dingin (suhu 3-5oC) daya kecambah 80% selama satu tahun dan turun 20% setelah lima tahun ( Badan Litbang Kehutanan 2001).

Menurut Nurhasybi et al. (2000), musim berbuah terjadi pada bulan Desember-Januari dan Juni. Ekstraksi buah dapat menggunakan food processor (alat pengupas kopi) dan diusahakan langsung setelah buah dipanen. Ekstraksi dilakukan sebersih mungkin, jangan sampai ada sisa kulit atau daging buah yang menempel, hal tersebut dapat dibantu dengan menggosok buah dengan tangan menggunakan pasir. Dalam perkecambahannya, benih ini memerlukan proses pemasakan lanjutan (after ripening) selama 4 bulan, mempunyai sifat dormasi yang tinggi, cara pemecahannya dengan meretakkan kulit benih dan dikecambahkan pada bak kecambah yang ditutupi pada media campuran pasir dan tanah (1:1).

Sifat dan Kegunaan Kayu Mindi

Kayu teras berwarna merah coklat muda keungu-unguan, gubal berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Serat lurus atau agak berpadu dengan berat jenis rata-rata 0,53. Penyusutan dari keadaan basah sampai kering tanur adalah 3,3% (pada arah radial) dan 4,1% (pada arah tangensial). Kayu mindi tergolong kelas kuat III-II, setara dengan mahoni, sungkai, meranti merah dan kelas awet IV-V. Pengeringan alami, pada papan tebal 2,5 cm dari kadar air 37% sampai 15% memerlukan waktu 47 hari, dengan kecenderungan pecah ujung dan melengkung. Pengeringan dalam dapur pengering dengan bagan pengeringan yang dianjurkan adalah suhu 60-80% dengan kelembaban nisbi 80-40% (Badan Litbang Kehutanan 2001).

Di Asia Tenggara, mindi umumnya ditanam sebagai penghasil kayu bakar, sebagai pohon-pohon peneduh di areal pertanian Kopi dan Abaca (Musa textilis Nee) serta pohon-pohon di pinggir jalan. Di Asia Selatan, jenis tumbuhan ini dikenal karena ada khasiat obat yang dikandung senyawanya, seperti berkhasiat anti malaria dan obat penyakit kulit. Ekstrak daun dengan air atau alkohol dapat


(26)

mengontrol berbagai jenis hama serangga dan nematoda. Kayu mindi yang berwarna putih juga digunakan sebagai bahan manufaktur, perkakas, bahan bangunan yang baik karena memiliki sifat anti rayap. Bersama tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria) dan Mangium (Acacia mangium), tumbuhan ini mampu memulihkan lahan-lahan kritis atau bekas tambang (Ahmed dan Idris 1997).

Daun mindi mengandung azadirachtin, saponin, flavonoid, polifenol dan alkanoid (Sugati dan Johny 1991). Alkanoid yang terkandung dalam tanaman mindi adalah azadirin dan margosin, sedangkan azadirachtin termasuk dalam senyawa triterpenoid. Heyne (1987) menyebutkan bahwa apabila daunnya diletakkan dalam buku dapat melindunginya terhadap ngengat dan serangga lain. Daun mindi dapat dimanfaatkan untuk obat peluruh air seni dan obat cacing. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Astuti et al. (2007) tanaman mindi mengandung senyawa anti parasit yang dimungkinkan dapat menjadi obat alternative terhadap parasit sel tunggal Trypanosoma evansi. Hasil penelitiannya terhadap mencit menunjukkan bahwa mindi dapat menurunkan jumlah parasit, tetapi memberi dampak kerusakan struktur jaringan hepar dan ginjal, sehingga semakin tinggi dosis mindi yang diberikan akan menyebabkan semakin besar kerusakan struktur jaringan hepar dan ginjal mencit.

Pembuahan Tanaman Hutan

Penelitian mengenai perkembangan dan pemasakan benih telah banyak dilakukan. Beberapa informasi penting mengenai waktu dan ciri-ciri masak fisiologi telah tersedia untuk beberapa jenis tanaman hutan komersial. Sebagian besar penelitian tersebut menentukan kemasakan berdasarkan sifat-sifat morfologis buah seperti perubahan warna, bau dan kelunakan daging. Walaupun demikian, informasi musim buah juga perlu dihubungkan dengan kondisi tempat tumbuh dan iklim setempat mengingat suatu jenis kemungkinan tersebar pada beberapa lokasi yang berbeda (Nurhasybi et al. 2007).

Pembungaan pada tanaman berkayu adalah proses sangat kompleks yang meliputi banyak tahapan perkembangan. Karena sifatnya yang perenial (berumur panjang atau menahun), pohon harus berinteraksi dengan kondisi lingkungan


(27)

setiap waktu sepanjang tahun, dan pembungaan biasanya dihubungkan dengan perubahan iklim. Proses pembungaan pada dasarnya merupakan interaksi dari pengaruh dua faktor besar, yaitu faktor eksternal (lingkungan) dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu suhu, kelembaban, cahaya, unsur hara dan curah hujan. Sedangkan faktor internal yaitu fitohormon dan genetik.

Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Apabila tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Studi tentang perilaku kejadian tiap organisme atau tumbuhan dalam hubungannya dengan perubahan-perubahan iklim disebut dengan fenologi. Untuk faktor iklim yang dipergunakan dalam penelitian fenologi pada umumnya adalah curah hujan, karena curah hujan secara langsung atau tidak langsung berpengaruh penting untuk pengaturan waktu dan ruang dalam pembentukan bunga dan buah pada tumbuhan tropis.

Menurut Ashari (2006) sedikitnya ada 2 unsur yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu :

1. Curah hujan dan distribusi hujan. 2. Tinggi tempat dari permukaan laut.

Selain unsur iklim di atas, menurut Guslim (2007) produksi tanaman juga dipengaruhi oleh radiasi matahari dan suhu. Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih. Kebanyakan spesies tidak akan memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk berbunga. Terdapat dua rangsangan, yang menyebabkan perubahan itu terjadi, yaitu suhu dan panjang hari (Mugnisjah dan Setiawan 1995).

Di wilayah dengan empat musim, pengaruh suhu berlaku ganda. Pada waktu awal pertumbuhan suhu harus cukup tinggi agar pertumbuhan tidak terhambat. Tetapi bagi kebanyakan tanaman terutama tanaman tahunan, suhu sebelum perubahan fase pertumbuhan itu terjadi sangat penting. Cekaman (stress) air yang diikuti oleh hujan sering merangsang pembungaan tanaman tahunan tropika. Faktor lain yang memicu pembungaan adalah panjang hari, atau panjang


(28)

periode selama setiap 24 jam. Tanaman berhari panjang tidak akan berbunga jika ditanam di wilayah tropika (Mugnisjah dan Setiawan 1995).

Umur pohon mulai bereproduksi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik menunjukkan strategi permudaan jenis tertentu pada komunitas tanaman, jenis pioneer mempunyai siklus hidup pendek bereproduksi sejak umur muda, sedangkan jenis pada hutan klimaks memiliki siklus hidup yang panjang dan umur reproduksi agak lambat. Variasi reproduksi juga dijumpai di dalam jenis (Schmidt 2002). Kondisi fisik lingkungan sangat kuat mempengaruhi umur reproduksi. Apabila pohon tumbuh pada kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan vegetatif, maka tahap pertumbuhan awal (juvenile) akan berlangsung lebih cepat dan reproduksi akan terjadi pada umur yang lebih muda dibandingkan apabila tumbuh pada tanah yang kurang sesuai.

Pola regenerasi suatu jenis ditentukan oleh evolusi di dalam lingkungannya, faktor lingkungan setempat sangat mempengaruhi reproduksi baik individual ataupun pada tingkat populasi. Faktor luar mempengaruhi rangkaian proses reproduksi dari pembungaan sampai pembuahan dan kematangan benih yang menyebabkan turunnya produksi buah. Beberapa faktor kegagalan penyerbukan dan pembuahan menurut Schmidt (2002), adalah:

a. Rendahnya produksi tepungsari. Pada jenis dioecious, rendahnya produksi tepungsari dapat disebabkan karena gugurnya bunga jantan hutan atau tanaman yang digunakan sebagai area produksi benih atau kebun benih. Kondisi cuaca dan terbukanya areal dapat mempengaruhi produksi tepungsari pada jenis-jenis monocious. Kekeringan dan kondisi terbuka diketahui menguntungkan bunga betina dan membatasi bunga jantan.

b. Rendahnya transfer tepungsari. Kegagalan penyerbukan dapat disebabkan oleh kurangnya agen penyerbukan pada masa reseptifitas bunga betina. Penyerbukan pada masa reseptifitas bunga betina. Penyerbukan angin sangat tergantung pada kecepatan dan arah angin agar transfer tepungsari menjadi efisien. Kecepatan angin dapat menjadi faktor pembatas bagi penyerbukan jarak jauh.


(29)

c. Bunga atau kerucut yang tertutup. Cuaca dingin dan lembab dapat menyebabkan bunga atau kerucut tetap tertutup pada saat harus diserbuki dan penyerbukan akhirnya menjadi gagal.

d. Kawin kerabat (inbreeding). Kebanyakan jenis memiliki mekanisme fisiologis untuk mengurangi terjadinya inbreeding. Inbreeding merupakan fenomena umum pada pohon. Inbreeding sering menyebabkan tekanan fisiologis dan bunga atau kerucut yang diserbuki sendiri seringkali gugur. Resiko inbreeding lebih tinggi pada tanaman yang terisolir dibandingkan dengan tanaman pada populasi campuran.


(30)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2009 hingga September 2010. Tempat pengambilan bahan penelitian dilakukan di 5 (lima) lokasi di Jawa Barat, sebagaimana diuraikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Lokasi penelitian

No Nama Lokasi Luas

(ha)

Jumlah Sampel

Letak geografis Ketinggian (m dpl)

1. Desa Nagrak, Kec.

Sukaraja, Kab. Bogor

1 20 pohon 06o40’ 472‖S

106o53’ 615‖E

250 – 350

2. Desa Sukakarya, Kec.

Megamendung, Kab. Bogor

1 20 pohon 06º 40’ 477‖ S

106º 53’635‖E 711-721

3. Desa Legok Huni,

Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta

1 20 pohon 06º 39’ 378‖ S

107º 32’479‖E 617

4. Desa Babakan Rema,

Kec. Kuningan, Kab. Kuningan

1 20 pohon 06º 45’ S

105º20’ E

417

5. Desa Mekarsari Kec.

Pasir Jambu. Kab. Bandung

1 20 pohon 07º 14’ S

107º 5144’ E

1250-1346

Sedangkan untuk analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Penetapan Pengambilan Contoh

Metode yang digunakan untuk pengambilan contoh penelitian adalah dengan teknik purposive sampling. Jumlah petak yang digunakan adalah lima petak contoh dengan luas masing-masing 1 Ha, dan dilakukan pengambilan data secara sensus (menyeluruh). Sedangkan untuk pemetaan pola tanam digunakan petak pengamatan berbentuk persegi dengan ukuran 10 x 20 m sebanyak 5 petak (sesuai dengan jumlah lokasi penelitian).

Diagram Alir Penelitian

Secara umum, tahapan-tahapan penelitian ini dapat terangkum menjadi suatu bagan alir penelitian seperti yang tergambar pada Gambar 4.


(31)

Gambar 4 Diagram alir penelitian.

Dari diagram alir diatas, dapat diketahui bahwa penelitian ini dibagi menjadi dua sub penelitian, yaitu penilaian produksi benih mindi dan penilaian kondisi biofisik mindi. Secara lebih terperinci akan dijabarkan pada sub-sub bab di bawah ini.

Prosedur Kerja

Sub Penelitian 1 : Penilaian Produksi Buah Mindi

Sub penelitian 1 ini bertujuan untuk menilai produksi buah mindi per tahun di setiap lokasi penelitian. Adapun bahan dan alat yang digunakan pada sub penelitian ini yaitu,

Bahan Lima tegakan hutan rakyat mindi di Jawa Barat.

20 pohon induk yang sudah dipilih pada setiap lokasi penelitian. Alat Haga, penanda pohon, GPS, pita meteran, kamera, galah berkait,

kaliper, kantong plastik, label dan alat tulis.

Pemilihan Pohon Induk

Dipilih 20 pohon induk disetiap lokasi penelitian

Penilaian Produksi Buah

Pengunduhan selama 2 kali musim berbuah berturut-turut di setiap lokasi penelitian

Penilaian Kondisi Biofisik Tegakan Mindi

Tanah : Sifat fisik tanah dan kimia tanah

Iklim : Kelembaban, suhu dan curah hujan selama 5 tahun terakhir

Topografi

Analisis Data Menggunakan Metode Stepwise Regression

Untuk mengetahui hubungan

antara faktor lingkungan fisik terhadap produksi buah mindi


(32)

Pemilihan Pohon Induk

Pemilihan pohon induk dilakukan dengan menetapkan sasaran-sasaran yang mencakup: prioritas jenis, tempat asal benih, dokumentasi yang diperlukan, jumlah sampel pohon yang mewakili populasi dan jumlah buah yang harus dikumpulkan untuk setiap pohon induk. Pohon induk adalah pohon yang memiliki fenotip unggul, misalnya dalam hal pertumbuhan tinggi, diameter, bentuk batang, kualitas kayu, atau sifat-sifat yang diinginkan. Pohon induk yang dipilih yaitu sebanyak 20 pohon per lokasi penelitian.

Langkah-Langkah Pemilihan Pohon Induk

Tujuan pemilihan pohon dalam tegakan adalah untuk mendapatkan sebanyak mungkin keragaman genetik yang ada dalam populasi. Beberapa hal yang dipakai sebagai acuan adalah:

a. Karena tegakan pada lokasi penelitian ini yaitu tegakan homogen, maka pemilihan pohon dapat dilakukan secara acak, dengan syarat asal-usul tersebut dapat diketahui (mempunyai dasar keragaman yang luas).

b. Pohon-pohon yang dipilih tersebut termasuk dalam kelas dominan.

c. Pohon-pohon tersebut sehat, tidak menampakkan gejala serangan hama dan penyakit. Untuk tujuan penghasil kayu, dipilih pohon yang berbatang lurus, bulat, batang bebas cabang tinggi dan tajuk seimbang.

Kriteria pohon induk yang dinilai yaitu:

a. Pertumbuhan tinggi dan diameter diatas rata-rata b. Batang lurus

c. Batang bebas cabang yang tinggi

d. Tajuk normal sesuai dengan karakter jenis e. Bebas hama dan penyakit

f. Sudah berbunga g. Mutu kayu baik h. Cukup tua


(33)

Gambar 5 Contoh pemilihan pohon induk yang baik (Mulawarman et al. 2002).

Penilaian Produksi Buah Pengumpulan Buah

Pengumpulan buah dilakukan pada saat panen raya. Pengumpulan buah hanya dilakukan pada pohon-pohon induk yang sudah terpilih. Cara pengumpulan buah dengan memanjat dan dipetik. Dalam penilaian produksi buah, karena lokasi penelitian merupakan hutan rakyat maka tata cara pengumpulan buah yaitu hanya dengan mengunduh 30% dari keseluruhan buah yang ada per pohonnya (Bonner et al. 1994). Setelah ditimbang, lalu dihitung berat 100% per pohonnya. Jadi data yang didapat yaitu data produksi buah 20 pohon induk pada setiap lokasi. Tahapan-tahapan pekerjaan yang dilakukan pada sub penelitian ini telah dirangkum ke dalam Tabel 3.

Tabel 3 Tahapan kerja sub penelitian 1

Tahapan Metode Jumlah

Sampel

Data Terkumpul

Pemilihan pohon induk

Pohon pembanding dengan kombinasi skoring

20 pohon 20 pohon induk dari setiap lokasi penelitian

Penilaian produksi buah

Pengunduhan langsung dengan menggunakan galah berkait

20 pohon Produksi buah (kg) pada 2 kali musim berbuah berturut-turut dari setiap lokasi


(34)

Sub Penelitian 2 : Penilaian Kondisi Biofisik Tegakan Mindi di Jawa Barat

Sub penelitian 2 ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi biofisik yang sesuai bagi habitat jenis mindi di Jawa Barat. Adapun bahan dan alat yang digunakan yaitu,

Bahan Contoh tanah dan data curah hujan dalam 5 tahun terakhir pada setiap lokasi penelitian.

Tegakan hutan rakyat mindi di setiap lokasi penelitian.

Alat Ring tanah, bor tanah, GPS, termohigrometer, plastik, label, timbangan, meteran, kompas, alat tulis dan kuesioner.

Kondisi Biofisik Tegakan Mindi di Jawa Barat Pengumpulan Data

Pengumpulan data meliputi: Pengambilan contoh tanah

Contoh tanah diambil pada setiap lokasi hutan rakyat mindi. Setiap lokasi diambil 1 contoh tanah dengan kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm dengan menggunakan ring tanah. Untuk analisis kimia tanah, menggunakan contoh tanah komposit. Tanah tersebut selanjutnya dianalisis, meliputi analisis kimia dan fisik tanah. Adapun unsur kimia yang dianalisis yaitu C, N, P, K, pH dan KTK, sedangkan untuk fisik tanah yang dianalisis meliputi tekstur tanah dan kadar air.

Pengambilan data sifat fisik lingkungan

Pada setiap lokasi diukur sifat fisik lingkungan, yaitu:

- Kelembaban dan suhu.

- Letak geografis dan ketinggian tempat dengan GPS. - Topografi

- Data curah hujan selama 5 tahun terakhir yang diambil dari setiap lokasi

penelitian.

Pemetaan Pola Tanam

Secara fisik hutan rakyat memiliki pola tanam yang beragam dan berbeda di setiap daerah, baik cara memilih jenis yang dikembangkan maupun cara penataannya di lapangan. Pola tanam dan praktek silvikultur yang diberikan para


(35)

petani sangat mempengaruhi dari pertumbuhan tanaman mindi, maka data-data tersebut mutlak diperlukan.

Pengumpulan Data

Tahapan pengumpulan data yaitu:

a. Pembuatan plot pengamatan seluas 10 x 20 m di setiap lokasi penelitian, sehingga plot pengamatan yang dibuat yaitu sebanyak 5 plot.

b. Data yang diambil yaitu jenis tanaman, jumlah tanaman, jarak tanam, diameter, tinggi dan tinggi bebas cabang.

c. Pemetaan plot pada setiap lokasi penelitian. Pemetaan plot tersebut secara umum menghasilkan sebuah struktur tajuk yang juga menggambarkan pola tanam. Penggambaran pola tanam disetiap lokasi dengan menggunakan software Sexi FS 2.1.0.

Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui kerapatan dan juga keanekaragaman jenis yang ada di setiap lokasi penelitian. Pengukuran untuk analisis vegetasi menggunakan metode sensus yaitu dengan mengumpulkan seluruh data yang ada di dalam petak seluas 1 ha. Pengukuran dilakukan pada setiap lokasi penelitian. Parameter yang diukur untuk vegetasi adalah tinggi dan diameter. Sedangkan untuk tumbuhan bawah hanya dicatat keberadaannya saja dan jumlahnya.

Setelah pengambilan data selesai dilakukan, rekapitulasi data dan hasilnya dihitung dengan menggunakan parameter kerapatan dengan rumus sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan 1987) :

Kerapatan

=

Tahapan-tahapan pekerjaan yang dilakukan pada sub penelitian ini telah dirangkum kedalam Tabel 4.


(36)

Tabel 4 Tahapan kerja sub penelitian 2

Tahapan Metode Jumlah Sampel Data Terkumpul

Penentuan sifat fisik tanah

Menggunakan ring tanah dikedalaman 0-20 cm dan 20–40 cm

5 sampel tanah dari setiap lokasi

Data sifat fisik tanah yaitu tekstur tanah, kadar air tanah dan pH Penentuan sifat

kimia tanah

Menggunakan tanah komposit

dikedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm

5 sampel tanah dari setiap lokasi

Data sifat kimia tanah yaitu C, N, P, K dan KTK

Pengambilan data sifat fisik lingkungan

Pengambilan data sekunder dari Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor

Data iklim dari setiap lokasi selama 5 tahun terakhir

Data kelembaban, suhu dan curah hujan selama 5 tahun terakhir dari setiap lokasi penelitian Pengambilan data

langsung ke lapangan

5 lokasi penelitian Data letak geografis dan ketinggian tempat Pemetaan pola tanam Pengambilan data langsung ke lapangan dengan membuat plot pengamatan seluas 10 x 20 m

1 plot

pengamatan (10 x 20 m) di setiap lokasi penelitian

Jenis tanaman, jumlah tanaman, jarak tanam, diameter, TBC dan TT dari setiap vegetasi yang ditemukan didalam plot pengamatan. Penggambaran pola tanam menggunakan software Sexi FS 2.1.0

Analisis vegetasi Menggunakan metode sensus

Plot pengamatan seluas 1 ha di setiap lokasi penelitian

Nama jenis,

diameter, TBC dan TT, yang nantinya diolah untuk mengetahui kerapatan jenis mindi

Analisis Data untuk Mengetahui Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Terhadap Produksi Buah Melia Azedarach L

Untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan fisik terhadap produksi buah mindi digunakan analisis stepwise regression dengan software SPSS 13.0 by


(37)

SPSS Inc 2004. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara produksi buah dengan sifat-sifat tanah, iklim dan topografi, dan juga umur tegakan dan kerapatan jenis mindi. Dari analisis stepwise regression akan diketahui faktor mana yang paling berpengaruh dalam meningkatkan produksi buah. Faktor yang diamati yaitu :

a. Umur tegakan b. Kadar air tanah c. KTK

d. C e. pH tanah f. %Debu

g. N h. Kelembaban i. %Pasir

j. P k. Suhu l. Ketinggian tempat


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Melia azedarch L. atau yang dikenal dengan jenis mindi merupakan jenis eksotik yang penyebaran alaminya berasal dari India dan Burma. Jenis ini sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia karena memiliki kegunaan yang sangat beragam. Penyebaran jenis mindi di Jawa Barat cukup berkembang pesat, banyak para petani menanam jenis ini karena harga kayu mindi lebih tinggi dibandingkan dengan kayu sengon.

Lokasi penelitian yang diambil sebagai plot pengamatan yaitu berada di Ds. Nagrak, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor; Ds. Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor; Ds. Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta; Ds. Babakan Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan, dan Ds. Mekarsari, Kec. Pasir Jambu, Kab. Bandung. Kelima lokasi tersebut memiliki kondisi lingkungan yang berbeda, hal ini mengindikasikan bahwa mindi dapat hidup dengan baik di berbagai kondisi lingkungan. Mindi di Jawa Barat memiliki periode berbuah sekali dalam setahun yaitu pada bulan Maret – Mei. Dari kelima lokasi yang dijadikan plot pengamatan, mindi ditanam dengan berbagai pola tanam yang berbeda. Di Ds. Mekarsari, Kec. Pasir Jambu, Kab. Bandung dan Ds. Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta, mindi ditanam berdampingan dengan tanaman teh dan juga sengon, di Ds. Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor dan Ds. Nagrak, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor, mindi dijadikan tanaman pembatas di lahan palawija seperti jagung dan singkong, sedangkan di Ds. Babakan Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan, mindi ditanam dengan berbagai jenis tanaman berkayu lainnya seperti sengon, kayu afrika dan mahoni. Walaupun demikian, mindi di lima lokasi tersebut dapat menghasilkan produksi buah dengan baik. Gambar 6 mengilustrasikan pola tanam yang berbeda dari setiap lokasi penelitian. Pola tanam yang berbeda secara tidak langsung dapat mempengaruhi produksi buah, karena pola tanam dapat berpengaruh pada jarak tanam dan kerapatan. Jarak tanam yang terlalu rapat ataupun yang terlalu renggang tentunya dapat mempengaruhi daya bereproduksi suatu tanaman. Jarak tanam yang rapat, akan menghasilkan tanaman dengan diameter tajuk yang sempit sehingga menghasilkan produksi buah yang kurang maksimal. Sedangkan jarak tanam yang renggang


(39)

dapat menyebabkan terjadinya selfing secara terus menerus dan menghasilkan benih dengan keragaman genetik yang rendah.

Gambar 6 Pola tipikal penanaman mindi di hutan rakyat Jawa Barat (Skala 1:500). Pola A : Tegakan mindi dengan palawija, Pola B : Tegakan mindi campuran, Pola C : Tegakan mindi dengan teh.

Produksi Buah Mindi

Proses pengumpulan buah mindi haruslah mengacu pada tingkat kemasakannya. Masak fisiologi buah biasanya ditandai dengan penurunan kadar air buah dan perubahan warna pada kulit buah. Pada saat ini pengangkutan bahan makanan ke dalam buah terhenti sehingga ukuran buah sudah mencapai maksimum. Viabilitas dan vigor juga maksimum, sehingga kualitas benih tertinggi diperoleh pada saat masak fisiologis. Proses masak fisiologis pada buah dan biji biasanya terjadi secara bersamaan, sehingga waktu masaknya buah biasanya bersamaan dengan waktu masaknya biji (Nitsch 1971). Pada saat buah masak secara fisiologis, maka secara fisiologis terjadi peningkatan produksi gula dan kadar air pada daging buah, sehingga terjadi perubahan warna, rasa dan aroma pada kulit buah dan daging buah, selain itu buah berubah menjadi lunak. Biasanya kulit buah yang berwarna hijau menjadi mengkilap dan secara perlahan-lahan klorofil akan hancur, sehingga berubah warna menjadi merah kuning atau jingga (Sedgley dan Griffin 1989). Menurut Suita et al ( 2008), pengumpulan buah mindi disarankan dilakukan terhadap buah yang berwarna kuning dan hijau kekuningan, hal ini berdasarkan mutu fisik, fisiologis dan kandungan komposisi kimia benih (karbohidrat, protein dan lemak).


(40)

(A) (B)

(C)

Gambar 7 Daun (A), bunga (B) dan buah mindi (C) (Koleksi pribadi).

Produksi buah suatu jenis tanaman berkayu sangat bervariasi dari tahun ke tahun dan dari pohon ke pohon lainnya. Banyak faktor yang menimbulkan variasi tersebut, antara lain gagalnya pohon untuk berbunga, penyerbukan yang tidak sempurna dan juga faktor lingkungan. Sehingga data-data yang menunjang akan keberhasilan suatu tanaman untuk berbuah sangatlah penting. Jenis mindi dalam pengembangan budidayanya masih dirasa kurang memiliki data pendukung, khususnya yang berhubungan dengan produksi buah dan pembungaannya. Tabel 5 menyajikan data produksi buah mindi dari lima lokasi di Jawa Barat selama 2 tahun berturut-turut (2009 dan 2010).


(41)

Tabel 5 Produksi buah mindi di lima lokasi di Jawa Barat

Lokasi

Rata-rata Produksi Buah (kg/phn) ∑ BK

2008 2009

∑ BK

2009 2010

Rata-rata per Tahun

Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta 4 14,7±2,1 1 5,0±0,7 9,9±1,3

Ds. Mekarsari, Kab. Bandung 3 5,1±0,6 3 1,2±0,1 3,1±0,4

Ds. Babakan Rema, Kab. Kuningan 6 5,8±1,5 4 5,6±1,5 5,7±1,1

Ds. Nagrak, Kab. Bogor 1 4,3±0,5 0 5,5±0,7 4,9±0,4

Ds. Sukakarya, Kab. Bogor 2 5,1±0,3 0 5,2±0,3 5,1±0,2

Total 16 7,0±0,6 8 4,5±0,3 5,7±0,4

Ket : ∑ BK : Jumlah Bulan Kering yaitu Curah Hujan < 60 mm/bln (Schmidt dan Fergusson 1951).

Setelah dilakukan pengamatan selama 2 kali musim berbuah di setiap lokasi, didapatkan data produksi buah per pohon per tahun di lima lokasi di Jawa Barat. Setiap lokasi rata-rata mengalami penurunan produksi buah dari tahun 2009 ke tahun 2010, hal ini mungkin disebabkan karena pada tahun 2009 mengalami kondisi cuaca yang tidak menentu yaitu hampir sepanjang tahun hujan turun terus menerus. Penurunan jumlah produksi buah terlihat jelas dikedua lokasi penelitian yaitu di Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta dan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung. Hal ini didukung dengan data yang didapat dari stasiun klimatologi bahwa pada tahun 2008 jumlah bulan kering di kedua lokasi tersebut lebih banyak dibandingkan dengan jumlah bulan kering di tahun 2009, seperti yang terlihat pada Gambar 8.

0 500 1000 1500 0 20 40 60 80 100

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nop Dec

Cur ah H uj an (m m /b ln ) S uh u ( oC) da n K el em b ab an (%)

Ds. Legok Huni, Kab Purwakarta


(42)

Gambar 8 Data iklim di Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta dan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung.

Gambar 8 menjelaskan bahwa di kedua lokasi tersebut pada tahun 2009 sepanjang tahun merupakan musim hujan yang menyebabkan jumlah bulan kering tahun 2009 sedikit, bulan kering dinyatakan apabila curah hujan pada bulan tersebut dibawah 60 mm/bln. Sedikitnya jumlah bulan kering ini mempengaruhi waktu pembungaan dari suatu tanaman. Sedangkan apabila dilihat dari rata-rata per tahun, Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta memiliki rata-rata produksi buah paling besar per tahunnya yaitu 9,9 kg/phn/thn dan lokasi yang memiliki rata-rata produksi buah paling kecil per tahun yaitu berada di Ds. Mekarsari, Kab. Bandung yaitu sebesar 3,1 kg/phn/thn.

Adanya perbedaan produksi buah dari tahun 2009 dan tahun 2010 di setiap lokasi diduga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik, hormon dan pasokan nutrisi (Bernier et al. 1985). Fase reproduksi pohon dimulai dari tahapan pembungaan dimana di daerah tropis induksi bunga terjadi secara alamiah pada musim kemarau, karena mengalami stress air dan bunga muncul menjelang musim hujan (Poerwanto 2000). Keadaan awal berbuah yang tidak menentu dan adanya sifat biennial bearing dapat menyebabkan produksi buah yang tidak stabil atau berbuah banyak pada satu tahun (on year) dan berbuah sedikit pada tahun berikutnya (off year). Hal ini umumnya dipengaruhi oleh faktor iklim terutama iklim mikro dan faktor endogen tanaman (Dennis dan Nielsen 1999).

0 200 400 600 800 0 20 40 60 80 100

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nop Dec

Cur ah H uj an (m m /b ln ) S uh u ( oC) da n K el em b ab an (%)

Ds. Mekarsari, Kab. Bandung


(43)

Hubungan Produksi Buah dengan Dimensi Pohon Induk

Diameter dan tinggi suatu tanaman merupakan salah satu kriteria yang digunakan dalam penentuan pohon induk. Dalam kaitannya dengan produksi buah, penelitian ini ingin melihat seberapa besar korelasi antara produksi buah dengan diameter dan tinggi tanaman di setiap lokasi penelitian (Gambar 9).

Gambar 9 Hubungan produksi buah dengan tinggi total disetiap lokasi penelitian.

Hubungan antara produksi buah dengan tinggi total tanaman mindi tidak menunjukkan korelasi yang signifikan. Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta menunjukkan adanya korelasi yang positif dengan nilai R2 yang lebih besar dibandingkan dengan lokasi lainnya. Di lokasi tersebut dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tanaman mindi, maka memiliki nilai produksi buah yang tinggi pula. Sedangkan untuk lokasi lainnya memiliki nilai R2 yang lebih kecil dari 50%, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara produksi buah dengan tinggi total tanaman di empat lokasi tersebut. Namun demikian, apabila dilihat secara keseluruhan, memang terlihat bahwa tidak adanya

Ds. Sukakarya, Kab. Bogor

Tinggi Total (m)

P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )

6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0 22.0

0.00 3.00 6.00 9.00

Ds. Mekarsari, Kab. Bandung

Tinggi Total (m)

P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )

7.0 9.0 11.0 13.0 15.0 17.0

0.00 3.00 6.00

Ds. Babakan Rema, Kab. Kuningan

Tinggi Total (m)

P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )

8.0 11.0 14.0 17.0 20.0

0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00

Ds. Nagrak, Kab. Bogor

Tinggi Total (m)

P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )

8.0 11.0 14.0 17.0 20.0 23.0 26.0

0.00 3.00 6.00 9.00 12.00

Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta

Tinggi Total (m)

P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )

8.0 10.0 12.0 14.0 16.0

0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00 Seluruh Lokasi Tinggi Total P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )

6.0 9.0 12.0 15.0 18.0 21.0 24.0 27.0

0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00

R2 = 28% R2 = 37%

R2 = 44% R

2 = 21%

R2 = 55%

R2 = 15% Y = 3,62 + 0,09X

Y = 0,79 + 0,19X

Y = -0,86 + 0,36X

Y = 6,65 – 0,08X


(44)

korelasi signifikan antara produksi buah dengan tinggi total dimana hal ini terlihat dari nilai R2 yang sangat kecil yaitu 15%. Tinggi dari suatu tanaman memang tidak berpengaruh secara langsung pada produksi buah, tinggi tanaman dapat mempengaruhi penerimaan cahaya matahari dimana cahaya matahari merupakan salah satu faktor pendukung yang dapat mempengaruhi produksi buah. Untuk pembungaan yang normal, tanaman memerlukan intensitas cahaya yang tidak boleh lebih rendah daripada batas nilai tertentu. Dalam pertumbuhan tanaman menuju ke arah reproduksi itu cahaya tidak hanya diperlukan untuk pembentukan bunga, tetapi juga untuk pertumbuhan buah hingga dapat diperoleh buah masak. Pada umumnya tanaman yang dalam pertumbuhan mendapat cahaya lebih banyak akan lebih mudah berbunga daripada yang menderita kekurangan cahaya (Darjanto dan Satifah 1990).

Gambar 10 Hubungan antara produksi buah dengan diameter pohon disetiap lokasi penelitian.

Lokasi yang memiliki korelasi yang signifikan antara produksi buah dengan diameter pohon adalah Ds. Babakan Rema, Kab. Kuningan dengan nilai

Ds. Nagrak, Kab. Bogor

Diameter Pohon (cm)

P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )

19.0 22.0 25.0 28.0 31.0 34.0 37.0 40.0

0.00 3.00 6.00 9.00 12.00

Ds. Sukakarya, Kab. Bogor

Diameter Pohon (cm)

P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )

14.0 17.0 20.0 23.0 26.0 29.0 32.0 35.0

0.00 3.00 6.00 9.00

Ds. Mekarsari, Kab. Bandung

Diameter Pohon (cm)

P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )

18.0 22.0 26.0

0.00 3.00 6.00

Ds. Babakan Rema, Kab. Kuningan

Diameter Pohon (cm)

P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )

8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0 22.0 24.0 26.0

0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00

Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta

Diameter Pohon (cm)

P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )

15.0 25.0 35.0 45.0

0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00 Seluruh Lokasi

Diameter Pohon (cm)

P ro d u k s i B u a h ( k g /p h n )

7.0 12.0 17.0 22.0 27.0 32.0 37.0 42.0

0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00

R2=5%

R2=22%

R2=46%

R2=72%

R2=39%

R2=41%

Y = 4,47+0,03X

Y = 3,47+0,07X

Y = -0,22+0,15X

Y = -5,32+0,59X

Y = 0,91+0,29X


(45)

R2 tertinggi yaitu 72%, yang artinya produksi buah akan meningkat seiring dengan semakin besarnya diameter pohon. Sedangkan untuk keempat lokasi lainnya, tidak menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara produksi buah dengan diameter pohon, hal ini juga ditunjukkan dengan nilai R2 yang rendah yaitu kurang dari 50%, dan apabila melihat dari keseluruhan data, ternyata memang korelasi yang ditunjukkan cukup rendah dengan nilai R2 = 41%. Diameter pohon juga tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap produksi buah. Priyono (1996) menyebutkan bahwa biasanya pembungaan terjadi pada pohon yang sudah berdiameter > 20 cm. Pohon yang memiliki diameter berukuran besar dan mempunyai tajuk yang lebat, bulat dan besar akan memproduksi biji lebih banyak dari pohon yang lebih kecil. Setelah didapatkan data-data mengenai hubungan produksi buah dengan diameter dan tinggi tanaman, maka dapat disimpulkan bahwa diameter pohon lebih memiliki pengaruh dalam produksi buah mindi dibandingkan dengan tinggi tanaman. Hal ini dapat terlihat dari nilai R2 yang didapat yaitu 41% untuk diameter pohon dan 15% untuk tinggi tanaman.

Hubungan Produksi Buah dengan Faktor Tempat Tumbuh

Ketersediaan buah bermutu sangat tergantung pada kemampuan sumber benih untuk berproduksi, sistem penanganan dan distribusi yang mampu menjamin mutu buah tetap baik sehingga menghasilkan mutu benih yang berkualitas. Kesesuaian tempat tumbuh mutlak diperlukan guna menghasilkan jumlah buah semaksimum mungkin dengan mutu yang baik. Tempat tumbuh itu sendiri dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu kondisi tegakan, sifat tanah dan iklim. Tempat tumbuh dari lima lokasi penelitian memiliki karakteristik berbeda yang tentunya berpengaruh terhadap produksi buah dari setiap lokasi. Pada subbab ini, disajikan data hubungan produksi buah dengan faktor tempat tumbuh dari ketiga kelompok tersebut, seperti disajikan pada Tabel 6.


(46)

Tabel 6 Hubungan produksi buah dengan faktor tempat tumbuh

Lokasi Ds. Legok

Huni, Kab. Purwakarta Ds. Sukakarya, Kab. Bogor Ds. Nagrak, Kab. Bogor Ds. Babakan Rema, Kab. Kuningan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung Prod Buah

(kg/phn/thn) 9,9±1,3 5,1±0,2 4,9±0,4 5,7±1,1 3,1±0,4

Kondisi Tegakan

Pola Tanam Mindi+Teh Mindi+Palawija Mindi+Palawija

Mindi

Campuran Mindi+The

Kerapatan (ind/ha) 60 110 37 63 113

Umur (tahun) 7 5 5 3 6

Sifat Tanah

C-org (%) 2,04S 1,86R 1,75R 1,33R 5,4ST

N-total (%) 0,16R 0,15R 0,13R 0,12R 0,27S

P Tersedia (ppm) 5,95SR 5,60SR 4,80SR 4,65SR 7,85SR

K (me/100g) 0,61T 0,56S 0,62T 0,28R 0,26R

KTK (me/100g) 15,01R 16,06R 15,61R 11,01R 27,76T

%Debu (%) 45,86 39,38 41,40 33,39 49,69

%Pasir (%) 11,46 16,80 15,29 28,76 11,36

%Liat (%) 42,68 43,81 43,30 37,85 38,94

Kadar Air (%) 40,17 36,92 33,55 28,41 69,33

pH 5,95 6,84 5,80 5,80 5,45

Sifat Iklim dan Topografi

RH (%) 70 73 70 55 83

T (°) 28,6 25,4 26,0 36,0 25,0

CH (mm/tahun) 4154 3660 3813 1856 1823

Ketinggiantempat

(Mdpl) 617 716 300 417 1298

Ket : SR (Sangat Rendah), R(Rendah), S(Sedang), T(Tinggi), ST(Sangat tinggi) (Pusat Penelitian Tanah 1983). Sifat iklim merupakan rata-rata tahunan dari tahun 2005-2009.

Umur pohon secara umum akan mempengaruhi pertumbuhan diameter batang dan akan berkorelasi juga dengan peningkatan diameter tajuk pohon (Sudrajat dan Nurhasybi 2008). Diameter tajuk pohon itu sendiri dapat berkembang dengan baik apabila tanaman tidak terlalu rapat. Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta memiliki umur paling tua dari keempat tegakan lainnya dan memiliki kerapatan terendah dengan nilai produksi buah tertinggi. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Sudrajat dan Nurhasybi (2008) bahwa dengan umur tanaman yang lebih tua maka akan menghasilkan diameter batang dan diameter tajuk yang lebar, sehingga kemungkinan dalam memproduksi buah akan lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang memiliki tajuk sempit. Perkembangan


(1)

Lampiran 8 Hasil analisis hubungan antara produksi buah dengan sifat tanah

menggunakan metode

stepwise regression.

Regression

[DataSet0]

Correlations

1 ,991** ,953** -,534** ,979** ,793** -,551** -,379** ,993** -,506** -,241* ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,016

99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99

,991** 1 ,985** -,493** ,970** ,823** -,595** -,333** ,998** -,435** -,190 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,060

99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99

,953** ,985** 1 -,404** ,936** ,855** -,658** -,244* ,980** -,334** -,110 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,015 ,000 ,001 ,279

99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99

-,534** -,493** -,404** 1 -,390** ,035 -,397** ,951** -,459** ,509** ,387** ,000 ,000 ,000 ,000 ,734 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99

,979** ,970** ,936** -,390** 1 ,827** -,649** -,203* ,979** -,397** -,240* ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,044 ,000 ,000 ,017

99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99

,793** ,823** ,855** ,035 ,827** 1 -,924** ,115 ,845** -,379** ,085 ,000 ,000 ,000 ,734 ,000 ,000 ,259 ,000 ,000 ,405

99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99

-,551** -,595** -,658** -,397** -,649** -,924** 1 -,487** -,626** ,086 -,186 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,397 ,066

99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99

-,379** -,333** -,244* ,951** -,203* ,115 -,487** 1 -,302** ,641** ,288** ,000 ,001 ,015 ,000 ,044 ,259 ,000 ,002 ,000 ,004

99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99

,993** ,998** ,980** -,459** ,979** ,845** -,626** -,302** 1 -,449** -,185 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,002 ,000 ,066

99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99

-,506** -,435** -,334** ,509** -,397** -,379** ,086 ,641** -,449** 1 ,117 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,000 ,397 ,000 ,000 ,248

99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99

-,241* -,190 -,110 ,387** -,240* ,085 -,186 ,288** -,185 ,117 1 ,016 ,060 ,279 ,000 ,017 ,405 ,066 ,004 ,066 ,248

99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N C

N

P

K

KTK

%Debu

%Pasir

%Liat

Kadar air

pH

Prod Buah

C N P K KTK %Debu %Pasir %Liat Kadar air pH Prod Buah

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *.

Descriptive Statistics

5,5489

4,02649

99

2,4876

1,49102

99

,1665

,05424

99

5,7813

1,15349

99

,4679

,16199

99

17,1514

5,65191

99

42,0344

5,56559

99

16,6145

6,32455

99

41,3510

2,43564

99

41,8100

14,44738

99

5,9697

,47036

99

Prod Buah

C

N

P

K

KTK

%Debu

%Pasir

%Liat

Kadar air

pH


(2)

Variables Entered/Removed

a

K

.

Stepwise

(Criteria:

Probabilit

y-of-F-to-enter

<= ,050,

Probabilit

y-of-F-to-remo

ve >=

,100).

%Liat

.

Stepwise

(Criteria:

Probabilit

y-of-F-to-enter

<= ,050,

Probabilit

y-of-F-to-remo

ve >=

,100).

P

.

Stepwise

(Criteria:

Probabilit

y-of-F-to-enter

<= ,050,

Probabilit

y-of-F-to-remo

ve >=

,100).

KTK

.

Stepwise

(Criteria:

Probabilit

y-of-F-to-enter

<= ,050,

Probabilit

y-of-F-to-remo

ve >=

,100).

Model

1

2

3

4

Variables

Entered

Variables

Removed

Method

Dependent Variable: Prod Buah

a.


(3)

Model Summary

e

,387

a

,149

,141

3,73264

,149

17,037

1

97

,000

,464

b

,215

,199

3,60437

,066

8,027

1

96

,006

,507

c

,257

,233

3,52558

,042

5,339

1

95

,023

,575

d

,330

,302

3,36442

,074

10,319

1

94

,002

,411

Model

1

2

3

4

R

R Square

Adjusted

R Square

Std. Error of

the Estimate

R Square

Change

F Change

df1

df2

Sig. F Change

Change Statistics

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), K

a.

Predictors: (Constant), K, %Liat

b.

Predictors: (Constant), K, %Liat, P

c.

Predictors: (Constant), K, %Liat, P, KTK

d.

Dependent Variable: Prod Buah

e.

ANOVA

e

237,375

1

237,375

17,037

,000

a

1351,463

97

13,933

1588,839

98

341,656

2

170,828

13,149

,000

b

1247,182

96

12,991

1588,839

98

408,015

3

136,005

10,942

,000

c

1180,824

95

12,430

1588,839

98

524,819

4

131,205

11,591

,000

d

1064,019

94

11,319

1588,839

98

Regression

Residual

Total

Regression

Residual

Total

Regression

Residual

Total

Regression

Residual

Total

Model

1

2

3

4

Sum of

Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Predictors: (Constant), K

a.

Predictors: (Constant), K, %Liat

b.

Predictors: (Constant), K, %Liat, P

c.

Predictors: (Constant), K, %Liat, P, KTK

d.

Dependent Variable: Prod Buah

e.

Coefficientsa

1,054 1,152 ,915 ,363

9,608 2,328 ,387 4,128 ,000 ,387 ,387 ,387 1,000 1,000

48,399 16,748 2,890 ,005

29,133 7,249 1,172 4,019 ,000 ,387 ,379 ,363 ,096 10,401

-1,366 ,482 -,826 -2,833 ,006 ,288 -,278 -,256 ,096 10,401

63,505 17,638 3,600 ,001

40,585 8,651 1,633 4,691 ,000 ,387 ,434 ,415 ,065 15,483

-1,986 ,543 -1,201 -3,660 ,000 ,288 -,352 -,324 ,073 13,773

,898 ,388 ,257 2,311 ,023 -,110 ,231 ,204 ,632 1,583

35,429 18,966 1,868 ,065

29,472 8,951 1,186 3,292 ,001 ,387 ,322 ,278 ,055 18,202

-1,279 ,563 -,774 -2,273 ,025 ,288 -,228 -,192 ,061 16,262

(Constant) K (Constant) K %Liat (Constant) K %Liat P (Constant) K %Liat Model 1

2

3

4

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Zero-order Partial Part

Correlations

Tolerance VIF Collinearity Statistics


(4)

Lampiran 9 Hasil analisis hubungan antara produksi buah dengan sifat iklim dan

topografi menggunakan metode

stepwise regression.

Regression

[DataSet0]

Correlations

1

-,905**

,064

,779**

-,087

,000

,528

,000

,393

99

99

99

99

99

-,905**

1

-,390**

-,463**

,031

,000

,000

,000

,763

99

99

99

99

99

,064

-,390**

1

-,460**

,428**

,528

,000

,000

,000

99

99

99

99

99

,779**

-,463**

-,460**

1

-,192

,000

,000

,000

,057

99

99

99

99

99

-,087

,031

,428**

-,192

1

,393

,763

,000

,057

99

99

99

99

99

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

RH

T

CH

Mdpl

Prod Buah

RH

T

CH

Mdpl

Prod Buah

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

**.

Descriptive Statistics

5,5489

4,02649

99

70,3535

8,93436

99

28,1212

4,06195

99

3073,3273

1013,16417

99

672,1515

349,04962

99

Prod Buah

RH

T

CH

Mdpl

Mean

Std. Deviation

N

Correlations

1,000

-,087

,031

,428

-,192

-,087

1,000

-,905

,064

,779

,031

-,905

1,000

-,390

-,463

,428

,064

-,390

1,000

-,460

-,192

,779

-,463

-,460

1,000

.

,197

,381

,000

,028

,197

.

,000

,264

,000

,381

,000

.

,000

,000

,000

,264

,000

.

,000

,028

,000

,000

,000

.

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

99

Prod Buah

RH

T

CH

Mdpl

Prod Buah

RH

T

CH

Mdpl

Prod Buah

RH

T

CH

Mdpl

Pearson Correlation

Sig. (1-tailed)

N


(5)

Variables Entered/Removed

a

CH

.

Stepwise

(Criteria:

Probabilit

y-of-F-to-enter

<= ,050,

Probabilit

y-of-F-to-remo

ve >=

,100).

T

.

Stepwise

(Criteria:

Probabilit

y-of-F-to-enter

<= ,050,

Probabilit

y-of-F-to-remo

ve >=

,100).

RH

.

Stepwise

(Criteria:

Probabilit

y-of-F-to-enter

<= ,050,

Probabilit

y-of-F-to-remo

ve >=

,100).

Model

1

2

3

Variables

Entered

Variables

Removed

Method

Dependent Variable: Prod Buah

a.

Model Summary

d

,428

a

,184

,175

3,65698

,184

21,805

1

97

,000

,479

b

,230

,214

3,57083

,046

5,737

1

96

,019

,575

c

,330

,309

3,34694

,101

14,273

1

95

,000

,411

Model

1

2

3

R

R Square

Adjusted

R Square

Std. Error of

the Estimate

R Square

Change

F Change

df1

df2

Sig. F Change

Change Statistics

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), CH

a.

Predictors: (Constant), CH, T

b.

Predictors: (Constant), CH, T, RH

c.

Dependent Variable: Prod Buah

d.


(6)

ANOVA

d

291,607

1

291,607

21,805

,000

a

1297,231

97

13,374

1588,839

98

364,759

2

182,380

14,303

,000

b

1224,079

96

12,751

1588,839

98

524,650

3

174,883

15,612

,000

c

1064,188

95

11,202

1588,839

98

Regression

Residual

Total

Regression

Residual

Total

Regression

Residual

Total

Model

1

2

3

Sum of

Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Predictors: (Constant), CH

a.

Predictors: (Constant), CH, T

b.

Predictors: (Constant), CH, T, RH

c.

Dependent Variable: Prod Buah

d.

Coefficients

a

,316

1,179

,268

,789

,002

,000

,428

4,670

,000

,428

,428

,428

1,000

1,000

-7,286

3,377

-2,158

,033

,002

,000

,519

5,337

,000

,428

,478

,478

,848

1,179

,231

,096

,233

2,395

,019

,031

,237

,215

,848

1,179

-79,049

19,257

-4,105

,000

,004

,001

,896

6,631

,000

,428

,562

,557

,386

2,589

1,370

,315

1,383

4,353

,000

,031

,408

,365

,070

14,311

,499

,132

1,108

3,778

,000

-,087

,361

,317

,082

12,190

(Constant)

CH

(Constant)

CH

T

(Constant)

CH

T

RH

Model

1

2

3

B

Std. Error

Unstandardized

Coefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t

Sig.

Zero-order

Partial

Part

Correlations

Tolerance

VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: Prod Buah

a.