22.0 28.0 34.0 17.0 23.0 29.0 9.0 22.0 0.0 6.0 10.0 14.0 18.0 22.0 25.0 12.0 22.0 32.0 8.0 12.0 16.0 20.0 0.0 6.0 9.0 Hubungan faktor tempat tumbuh dengan produksi buah mindi (Melia azedarach L.) di hutan rakyat Jawa Barat

korelasi signifikan antara produksi buah dengan tinggi total dimana hal ini terlihat dari nilai R 2 yang sangat kecil yaitu 15. Tinggi dari suatu tanaman memang tidak berpengaruh secara langsung pada produksi buah, tinggi tanaman dapat mempengaruhi penerimaan cahaya matahari dimana cahaya matahari merupakan salah satu faktor pendukung yang dapat mempengaruhi produksi buah. Untuk pembungaan yang normal, tanaman memerlukan intensitas cahaya yang tidak boleh lebih rendah daripada batas nilai tertentu. Dalam pertumbuhan tanaman menuju ke arah reproduksi itu cahaya tidak hanya diperlukan untuk pembentukan bunga, tetapi juga untuk pertumbuhan buah hingga dapat diperoleh buah masak. Pada umumnya tanaman yang dalam pertumbuhan mendapat cahaya lebih banyak akan lebih mudah berbunga daripada yang menderita kekurangan cahaya Darjanto dan Satifah 1990. Gambar 10 Hubungan antara produksi buah dengan diameter pohon disetiap lokasi penelitian. Lokasi yang memiliki korelasi yang signifikan antara produksi buah dengan diameter pohon adalah Ds. Babakan Rema, Kab. Kuningan dengan nilai Ds. Nagrak, Kab. Bogor Diameter Pohon cm P ro d u k s i B u a h k g p h n

19.0 22.0

25.0 28.0

31.0 34.0

37.0 40.0

0.0 3.0

6.0 9.0

12. 00

Ds. Sukakarya, Kab. Bogor Diameter Pohon cm P ro d u k s i B u a h k g p h n

14.0 17.0

20.0 23.0

26.0 29.0

32.0 35.0

0.0 3.0

6.0 9.0

Ds. Mekarsari, Kab. Bandung Diameter Pohon cm P ro d u k s i B u a h k g p h n

18.0 22.0

26.0 0.0

3.0 6.0

Ds. Babakan Rema, Kab. Kuningan Diameter Pohon cm P ro d u k s i B u a h k g p h n

8.0 10.0

12.0 14.0

16.0 18.0

20.0 22.0

24.0 26.0

0.0 3.0

6.0 9.0

12. 00

15. 00

Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta Diameter Pohon cm P ro d u k s i B u a h k g p h n

15.0 25.0

35.0 45.0

0.0 3.0

6.0 9.0

12. 00

15. 00

18. 00

21. 00

Seluruh Lokasi Diameter Pohon cm P ro d u k s i B u a h k g p h n

7.0 12.0

17.0 22.0

27.0 32.0

37.0 42.0

0.0 3.0

6.0 9.0

12. 00

15. 00

18. 00

21. 00

R 2 =5 R 2 =22 R 2 =46 R 2 =72 R 2 =39 R 2 =41 Y = 4,47+0,03X Y = 3,47+0,07X Y = -0,22+0,15X Y = -5,32+0,59X Y = 0,91+0,29X Y = -0,98+0,26X R 2 tertinggi yaitu 72, yang artinya produksi buah akan meningkat seiring dengan semakin besarnya diameter pohon. Sedangkan untuk keempat lokasi lainnya, tidak menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara produksi buah dengan diameter pohon, hal ini juga ditunjukkan dengan nilai R 2 yang rendah yaitu kurang dari 50, dan apabila melihat dari keseluruhan data, ternyata memang korelasi yang ditunjukkan cukup rendah dengan nilai R 2 = 41. Diameter pohon juga tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap produksi buah. Priyono 1996 menyebutkan bahwa biasanya pembungaan terjadi pada pohon yang sudah berdiameter 20 cm. Pohon yang memiliki diameter berukuran besar dan mempunyai tajuk yang lebat, bulat dan besar akan memproduksi biji lebih banyak dari pohon yang lebih kecil. Setelah didapatkan data-data mengenai hubungan produksi buah dengan diameter dan tinggi tanaman, maka dapat disimpulkan bahwa diameter pohon lebih memiliki pengaruh dalam produksi buah mindi dibandingkan dengan tinggi tanaman. Hal ini dapat terlihat dari nilai R 2 yang didapat yaitu 41 untuk diameter pohon dan 15 untuk tinggi tanaman. Hubungan Produksi Buah dengan Faktor Tempat Tumbuh Ketersediaan buah bermutu sangat tergantung pada kemampuan sumber benih untuk berproduksi, sistem penanganan dan distribusi yang mampu menjamin mutu buah tetap baik sehingga menghasilkan mutu benih yang berkualitas. Kesesuaian tempat tumbuh mutlak diperlukan guna menghasilkan jumlah buah semaksimum mungkin dengan mutu yang baik. Tempat tumbuh itu sendiri dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu kondisi tegakan, sifat tanah dan iklim. Tempat tumbuh dari lima lokasi penelitian memiliki karakteristik berbeda yang tentunya berpengaruh terhadap produksi buah dari setiap lokasi. Pada subbab ini, disajikan data hubungan produksi buah dengan faktor tempat tumbuh dari ketiga kelompok tersebut, seperti disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hubungan produksi buah dengan faktor tempat tumbuh Lokasi Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta Ds. Sukakarya, Kab. Bogor Ds. Nagrak, Kab. Bogor Ds. Babakan Rema, Kab. Kuningan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung Prod Buah kgphnthn 9,9±1,3 5,1±0,2 4,9±0,4 5,7±1,1 3,1±0,4 Kondisi Tegakan Pola Tanam Mindi+Teh Mindi+Palawija Mindi+Palawija Mindi Campuran Mindi+The Kerapatan indha 60 110 37 63 113 Umur tahun 7 5 5 3 6 Sifat Tanah C-org 2,04 S 1,86 R 1,75 R 1,33 R 5,4 ST N-total 0,16 R 0,15 R 0,13 R 0,12 R 0,27 S P Tersedia ppm 5,95 SR 5,60 SR 4,80 SR 4,65 SR 7,85 SR K me100g 0,61 T 0,56 S 0,62 T 0,28 R 0,26 R KTK me100g 15,01 R 16,06 R 15,61 R 11,01 R 27,76 T Debu 45,86 39,38 41,40 33,39 49,69 Pasir 11,46 16,80 15,29 28,76 11,36 Liat 42,68 43,81 43,30 37,85 38,94 Kadar Air 40,17 36,92 33,55 28,41 69,33 pH 5,95 6,84 5,80 5,80 5,45 Sifat Iklim dan Topografi RH 70 73 70 55 83 T ° 28,6 25,4 26,0 36,0 25,0 CH mmtahun 4154 3660 3813 1856 1823 Ketinggiantempat Mdpl 617 716 300 417 1298 Ket : SR Sangat Rendah, RRendah, SSedang, TTinggi, STSangat tinggi Pusat Penelitian Tanah 1983. Sifat iklim merupakan rata-rata tahunan dari tahun 2005-2009. Umur pohon secara umum akan mempengaruhi pertumbuhan diameter batang dan akan berkorelasi juga dengan peningkatan diameter tajuk pohon Sudrajat dan Nurhasybi 2008. Diameter tajuk pohon itu sendiri dapat berkembang dengan baik apabila tanaman tidak terlalu rapat. Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta memiliki umur paling tua dari keempat tegakan lainnya dan memiliki kerapatan terendah dengan nilai produksi buah tertinggi. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Sudrajat dan Nurhasybi 2008 bahwa dengan umur tanaman yang lebih tua maka akan menghasilkan diameter batang dan diameter tajuk yang lebar, sehingga kemungkinan dalam memproduksi buah akan lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang memiliki tajuk sempit. Perkembangan diameter tajuk dipengaruhi oleh kerapatan individu per hektarnya, semakin rapat maka perkembangan tajuk akan semakin terhambat. Peranan sifat-sifat tanah khususnya unsur hara pada tanaman sangatlah beragam dan kompleks. Unsur hara tersebut sebenarnya diperebutkan oleh organ vegetatif untuk pertumbuhan batang dan daun, dan organ reproduktif untuk menghasilkan buah. Bunga dan buah yang sedang berkembang memiliki kemampuan yang besar dalam menarik garam mineral, gula dan asam amino. Penimbunan hara pada bunga dan buah ini dipasok dari daun-daun di sekitarnya, sehingga banyak unsur hara yang diperkirakan mempengaruhi produksi buah. Faktor iklim merupakan salah satu faktor penentu dalam hal pembungaan dan produksi buah. Kondisi iklim yang tepat dapat merangsang perkembangan bunga dan buah dengan baik. Ada beberapa faktor iklim yang diduga dapat mempengaruhi produksi buah dari suatu tanaman, yaitu curah hujan, temperatur dan kelembaban. Ketiga faktor tersebut memiliki hubungan yang erat dengan ketinggian tempat, sehingga faktor ketinggian tempat juga harus dipertimbangkan. Tabel 6 menunjukkan bahwa curah hujan tertinggi tercatat di Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta yaitu 4154 mmtahun dengan ketinggian di 617 mdpl. Curah hujan terendah tercatat di Ds. Mekarsari, Kab. Bandung yaitu 1823 mmthn dengan ketinggian tempat 1298 mdpl. Curah hujan dapat dijadikan acuan dalam penentuan produksi buah, tetapi yang dinilai yaitu seberapa banyak bulan kering atau seberapa panjang bulan kemarau pada tahun tersebut sehingga pada bulan itulah faktor iklim dapat menstimulasi pembungaan. Tabel 7 Persamaan hubungan antara produksi buah dengan faktor tempat tumbuh N o Hubungan Produksi Buah Persamaan Sig. R 2 1. Kondisi Tegakan Y = 2,640 + 1,131 X 1 – 0,039 X 2 0,000 19 2. Sifat Tanah Y = 35,429 + 29,472 X 3 – 1,279 X 4 + 3,364 X 5 – 0,596 X 6 0,002 33 3. Sifat Iklim dan Topografi Y = 79,049 – 0,004 X 7 – 1,370 X 8 – 0,499 X 9 0,000 33 Ket : Y = Produksi Buah kgphn; X 1 = Umur thn; X 2 = Kerapatan indha; X 3 = K me100g; X 4 = Liat ; X 5 = P tersedia ppm; X 6 = KTK me100g; X 7 = Curah Hujan mmthn; X 8 = Temperatur o ; X 9 = Kelembaban ; Sig. = p-value alpha 5 Untuk mengetahui bagaimana hubungan produksi buah dengan faktor tempat tumbuh, maka dilakukan analisis stepwise regression. Hasil analisis stepwise regression untuk persamaan hubungan antara produksi buah dengan kondisi tegakan menunjukkan bahwa umur dan kerapatan berpengaruh secara nyata terhadap produksi buah Tabel 7. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai –p untuk persamaan pertama kurang dari alpha 5. Persamaan tersebut menjelaskan bahwa semakin tua umur tanaman dan semakin kecilnya nilai kerapatan individu maka produksi buahnya akan semakin meningkat. Pada dasarnya, kemampuan suatu pohon dalam memproduksi buah pada umur tertentu ditentukan oleh aktivitas metabolismenya. Pohon yang mengalami persaingan hebat dan jelek pertumbuhannya akan menghasilkan buah yang sedikit. Hal ini berkaitan dengan pembentukan tajuk dan keterbukaan tajuk. Apabila kerapatan pohon tinggi, maka tajuk-tajuk pohon akan saling bersentuhan, sehingga hanya bagian atas tajuk saja yang dapat menerima sinar matahari secara langsung dan dapat menghasilkan buah. Persamaan kedua yang dianalisis menggunakan stepwise regression yaitu hubungan antara produksi buah dengan sifat tanah Tabel 7. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor tanah yang paling berpengaruh pada produksi buah yaitu K, Liat, P dan KTK. Hal ini ditunjukkan dengan nilai-p kurang dari alpha 5. Dari persamaan tersebut diketahui bahwa unsur yang memiliki koefisien positif terhadap produksi buah yaitu unsur K kalium dan P fosfor. Artinya semakin besar nilai K dan P, maka akan meningkatkan produksi buah tanaman mindi. Unsur K dan P memang memiliki peranan dalam pembentukan bunga dan buah pada tanaman. Unsur K sendiri memiliki fungsi memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga dan buah tidak mudah gugur. Unsur K berfungsi untuk meningkatkan mutu buah pada tanaman. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniadinata 2010 menyatakan bahwa produksi buah manggis semakin meningkat seiring dengan pertambahan dosis pupuk kalium. Fosfor P juga memiliki fungsi yang berhubungan dengan pembungaan, yaitu mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa dan menaikkan prosentase bunga menjadi buah, dan juga membantu asimilasi dan pernafasan sekaligus mempercepat pembungaan dan pemasakan buah. Pada tanaman manggis contohnya, menurut penelitian yang dilakukan oleh Safrizal 2007 pemberian fosfor dapat meningkatkan buah jadi dan produksi buah per pohon, namun tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman manggis produktif. Hasil buah tertinggi didapatkan pada pemberian fosfor dengan dosis 1200 gtanamantahun, jumlah buah jadi dan produksi buah per pohon meningkat seiring dengan peningkatan dosis pupuk fosfor. Sedangkan untuk Liat dan KTK memiliki koefisien negatif terhadap produksi buah. Artinya, produksi buah akan semakin bertambah dengan penurunan nilai Liat dan KTK. Nilai Liat dan KTK berperan dalam kemampuan tanah untuk menyimpan unsur hara. KTK juga biasanya dijadikan ukuran dalam kesuburan tanah. Dalam fase reproduktif, tanaman lebih menyukai kondisi tanah dengan kesuburan sedang, karena apabila tingkat kesuburannya tinggi, tanaman cenderung akan melakukan aktifitas vegetatif yang berlebihan. Selain kondisi tegakan dan tanah, terdapat satu faktor tempat tumbuh lainnya yang diduga dapat mempengaruhi produksi buah, yaitu faktor iklim dan topografi. Hasil analisis stepwise regression yang dilakukan untuk melihat hubungan antara produksi buah dengan menunjukkan bahwa hanya tiga faktor saja yang mempengaruhi produksi buah, yaitu curah hujan, suhu dan kelembaban Tabel 7. Mugnisjah 1995 mengatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, induksi bunga, pertumbuhan dan diferensiasi bunga, mekar bunga, perkecambahan serbuk sari, pembentukan buah dan pemasakan buah. Sedangkan untuk curah hujan, keseimbangan antara musim hujan dan musim kemarau sangat diperlukan jika menginginkan produksi buah yang optimal. Untuk pertumbuhan tanaman penghasil buah seperti untuk tegakan sumber benih, memang diperlukan tingkat curah hujan yang dapat memenuhi kebutuhan air tanaman. Pada fase penyerbukan dan fase pematangan benih, justru diperlukan kondisi udara yang kering dan panas. Suhu dan curah hujan bekerja bersama-sama dalam menyediakan kondisi yang sesuai untuk fase reproduktif. Dari persamaan regresi diatas diketahui bahwa koefisien curah hujan, suhu dan kelembaban yaitu negatif. Artinya semakin kecil nilai ketiga faktor tersebut akan meningkatkan produksi tanaman mindi. Ketiga faktor ini memang saling mempengaruhi satu sama lainnya. Tanaman pada dasarnya memiliki jadwal reproduktif masing-masing yang distimulasi dengan keadaan lingkungan. Keadaan lingkungan yang tidak stabil, khususnya faktor iklim, akan menghasilkan buah yang sedikit dan mutu yang kurang baik. Dari persamaan regresi diatas, tidak ditemukannya hubungan antara produksi buah dengan topografi yaitu ketinggian tempat. Hal ini dapat disebabkan karena ketinggian tempat tidak berpengaruh langsung terhadap produksi buah. Perbedaan ketinggian tempat akan mempengaruhi keadaan lingkungan tempat tumbuh, terutama suhu, kelembaban, kadar oksigen dan keadaan tanahnya. Keadaan tempat tumbuh itulah yang nantinya akan mempengaruhi secara langsung produksi buah. Semakin tinggi ketinggian tempatnya maka akan semakin rendah suhu dan semakin tinggi kelembabannya. Perbedaan nilai produksi buah, baik yang disebabkan oleh ketinggian tempat yang berbeda diduga tidak lepas dari pengaruh lingkungan pada setiap kelas ketinggian. Pada ketinggian yang berbeda faktor lingkungan seperti suhu, cahaya dan sinar matahari diduga menjadi penyebab perbedaan jumlah produksi buah. Menurut Ahmed dan Idris 1997, mindi dapat tumbuh baik di ketinggian 0- 1200 mdpl, dengan curah hujan habitat alaminya berkisar 600-2000 mm per tahun dan suhu maksimum dan minimum rata-rata pertahun berturut turut 39 o C dan - 5 o C. Perubahan suhu diduga mempengaruhi reaksi fisiologis pada tanaman, terutama dalam pembentukan bunga dan buah serta ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit. Letak ketinggian tempat diatas permukaan laut menentukan besar kecilnya intensitas penyinaran matahari. Semakin tinggi suatu tempat maka intensitas cahaya matahari yang diterima oleh suatu tanaman semakin berkurang. Besarnya intensitas sinar yang diterima daun merupakan salah satu faktor yang menentukan kegiatan fotosintesis di samping faktor lainnya seperti penyediaan dan tingkat difusi CO 2 , status air dan nutrisi di dalam daun serta kandungan klorofil. Dengan semakin meningkatnya curah hujan yang menyebabkan tingkat intensitas cahaya yang semakin rendah, dan sejalan dengan ketinggian tempat, menimbulkan dampak tersendiri bagi tanaman antara lain yaitu penurunan laju fotosintesis dan peningkatan RH lingkungan sehingga dapat menyebabkan tanaman mudah terserang hama dan penyakit serta mengurangi efisiensi serapan akar. KESIMPULAN Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta memiliki jumlah produksi buah tertinggi yaitu 9,9 kgpohon, sedangkan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung memiliki jumlah produksi buah terendah yaitu 3,14 kgpohon. Umur dan kerapatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi buah mindi. Semakin tua umur tegakan dan tingkat kerapatan yang rendah dapat meningkatkan produksi buah mindi. Selain itu, faktor tanah yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi buah mindi yaitu kalium K, fosfor P, Liat dan KTK. Sedangkan untuk faktor iklim yang memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi buah yaitu curah hujan, kelembaban dan suhu. Tegakan mindi yang menghasilkan produksi buah tertinggi yaitu berumur 7 tahun di ketinggian tempat 617 mdpl dengan curah hujan 4154 mmthn dan memiliki kerapatan 60 individuha. Saran Peningkatan produksi buah mindi dapat dilakukan dengan memperhatikan perlakuan-perlakuan silvikulturnya, seperti penambahan pupuk dan juga pengaturan jarak tanam. Sosialisasi mengenai pengunduhan buah dan pembudidayaan mindi yang tepat sangatlah diperlukan mengingat perkembangan jenis mindi yang cukup pesat di Jawa Barat. DAFTAR PUSTAKA Ahmed S, Idris S. 1997. Melia azedarach L. in Plant Resources of South-East Asia No 11. Auxiliary Plants. F Hanum and L.J.G. van der Maesen Editor. PROSEA, Bogor. 187-190. Ashari . 2006, Meningkatkan Keunggulan Bebuahan Tropis Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta. Astuti UNW, Rismawati D, Hidayati S, Suntoro SH. 2007. Pemanfaatan Mindi Melia azedarach L Sebagai Anti Parasit Trypanosoma evansi dan Dampaknya Terhadap Struktur Jaringan Hepar dan Ginjal Mencit. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Badan Litbang Kehutanan. 2001. Mindi Melia azedarach L.. A.N. Gintings, Sunaryo, M. Natadiwirya dan P. Sutigno Editor. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Bernier GB, Kinet JM dan Sachs RM. 1985. Transition to Reproductive Growth. In The Physiology of Flowering. Volume II. Florida: CRC Press, Inc. Bonner FT, Vozzo JA, Elam WW dan Land Jr. SB. 1994. Tree Seed Technology Training Course. USDA. Forest Service. New Orleans, Lousiana. Darjanto, Satifah S. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Buatan. PT. Gramedia. Jakarta. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sukabumi. 2003. Rencana Strategis Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi. Sukabumi. Dennis FG, Nielsen JC. 1999. Physiological Factors Affecting Biennial Bearing in Tree Fruit: The Role of Seeds in Apple. Hort. Technology 93:317-322. Effendi R. 2007. Kajian Tata Niaga Kayu Rakyat di Jawa Bagian Barat. Prociding : Pengembangan Hutan Rakyat Mendukung Kelestarian Produksi Kayu Rakyat. http:puslitsosekhut.web.idpublikasi.php?id=148. Accesed on 6 October 2009. Guslim,2007. Agroklimatologi,USU Press, Medan. Hardjanto. 2001. Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Sub DAS Cimanuk Hulu. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 7 2: 47 —61. Heyne K. 1987. Tanaman Berguna Indonesia. Jilid II. Departemen Kehutanan. Jakarta. Hal 1118. Kurniadinata OF. 2010. Determinasi Status Hara N, P, K pada Jaringan Daun untuk Rekomendasi Pemupukan dan Prediksi Produksi Manggis. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lombardo JA, McCarthy BC. 2008. Silvicultural treatment effects on oak seed production and predation by acorn weevils in southeastern Ohio. Forest Ecology and Management 255 2008 2566 –2576. http:www.sciencedirect.comscience. Accessed on 23 November 2010. Mindawati. N, Asmanah W dan Rustaman B, 2006. Review Hasil Penelitian Hutan Rakyat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Badan Litbang Kehutanan. Bogor. Mugnisjah WQ, Setiawan A. 1995. Produksi Benih. Penerbit Bumi Aksara Jakarta, bekerjasama dengan Pusat antar Universitas-Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Mulawarman, Roshetko JM, Sasongko SM dan Irianto D. 2002. Pengelolaan Benih Pohon, Sumber Benih, Pengumpulan dan Penanganan Benih: Pedoman Lapang untuk Petugas Lapang dan Petani. International Centre for Research in Agroforestry ICRAF dan Winrock International. Bogor. Nasution AS. 2009. Hubungan Faktor Iklim dengan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman. Universitas Sumatera Utara. Medan. Nitsch JP. 1971. Prennation Through Seeds and Other Structures: Fruit Development in: Plant Physiology a Treatise Steward FC, ed. A.P. pp. 431-501. Nurhasybi HDP, Kartiko, Zanzibar M dan Sudrajat DJ. 2000. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Jilid I. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. Nurhasybi, Sudrajat DJ, Pramono AA dan Budiman B. 2007. Review Status Iptek Perbenihan Tanaman Hutan. Vol. 6 No. 6. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor. Bogor. Poerwanto R. 2000. Teknologi Budidaya Manggis. Makalah Diskusi Nasional Bisnis dan Teknologi Manggis. Kerjasama Pusat Kajian Buah Tropika IPB dengan Dirjen Hortikultura dan Aneka Tanaman. Jakarta. Prahasto H. 1996. Peranan Hutan Rakyat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian Teknologi Reboisasi Palembang. Palembang 28 – 29 Maret 1996. Pramono AA, Rohandi A, Royani H, Abidin AZ, Supardi E dan Nurokhim N. 2008. Sebaran potensi sumber benih jenis potensial Mindi di Pulau Jawa. LHP No. 498. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor. Purwanto, Cahyono SA, Indrawati DR dan Wardono. 2004. Model-Model Pengelolaan Hutan Rakyat. Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB. Surakarta. Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survey dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Bogor. Rachman E, Mile MY dan Achmad B. 2007. Analisis Jenis-Jenis Jayu Potensial untuk Hutan Rakyat di Jawa Barat. Prosiding Pengembangan Hutan Rakyat Mendukung Kelestarian Produksi Kayu Rakyat. http:puslitsosekhut.web.iddownload.php?page=publikasisub=procidi ngid=143. Accesed on 14 January 2010. Rina K, Budi B, Ratna U dan Made S. 2006. Pengaruh Media dan Naungan Terhadap Mutu Bibit. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor. Bogor. Safrizal. 2007. Studi Pemupukan Nitrogen, Fosfor, dan Kalium pada Tanaman Manggis tahun Produksi Ketiga. [Thesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Danida Forest Seed Centre dan Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan. Jakarta. Schmidt FH, JHA Ferguson. 1951. Rainfall Type Based on Wet and Dry Period Ratios for Indonesia with Western New Guinea Verb. No. 42. Jawatan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta. Sedgley M, Griffin AR. 1989. Sexual Reproduction of Seed Crops. Academic Press. Simon U. 1997. Environmental Effects on Seed Production of Forage Legumes. Seed Production and Management: Temperate. Technische Universitat Munchen. Germany. Pp. 445-460. http:www.internationalgrasslands.orgpublicationspdfs1997III_455.P DF. Accesed on 20 January 2010. Sudrajat DJ, Nurhasybi. 2008. Pertimbangan Umur Pohon Dalam Memproduksi Benih Beberapa Jenis Tanaman Hutan. Info Benih : Vol. 12 No. 2 Desember 2008. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. Bogor. 61-70. Sugati S, Johny N. 1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Suita E, Nurhasybi dan Yuniarti N. 2008. Penentuan Kriteria Masak Fisiologis Buah Mindi Melia azedarach Berdasarkan Sifat-Sifat Fisik, Fisiologis dan Biokimia. Penelitian Hutan Tanaman. Departemen Kehutanan. Vol. 5 No. 2 pp 75 – 82. Sukrianto T. 2007. Pengembangan Hutan Rakyat Di Kabupaten Ciamis. Prosiding Pengembangan Hutan Rakyat Mendukung Kelestarian Produksi Kayu Rakyat. http:puslitsosekhut.web.idpublikasi.php?id=144. Accesed on 10 Maret 2010. LAMPIRAN Lampiran 1 Data curah hujan selama 5 tahun terakhir 2005-2009. STASIUN : CIAWI BOGOR Lintang : 106,51.10.3 BT : -06.39.44.6 LS Elevasi : 495 M TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES 2005 603 521 626 175 322 299 235 337 289 346 337 324 2006 487 521 100 454 234 139 89 5 29 167 287 771 2007 268 782 435 352 94 242 27 61 64 308 457 723 2008 279 380 551 420 128 32 33 99 267 289 484 380 2009 607 356 215 292 434 107 128 93 182 390 345 303 STASIUN : KATULAMPA BOGOR Lintang : 106, 48.20.7 BT : -06.36.02.2 LS Elevasi : 361 M TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES 2005 676 730 637 261.2 167 218 222 234 252 329 400 235 2006 502 442 140 225 269 69 81 15 74 226 283 571 2007 325 699 221 492 291 278 127 80 119 245 532 718 2008 407 362 575 349 164 114 39 72 534 419 641 431 2009 514 417 326 333 283 184 115 97 302 169 392 441 STASIUN : CISONDARI BANDUNG Lintang : 107,564 BT : -7,22206 LS Elevasi : TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES 2005 32 141 317 154 1 57 72 10 80 121 130 178 2006 85 42 61 351 164 17 3 2 - - 108 425 2007 140 280 168 365 164 163 16 7 70 238 406 323 2008 204 79 411 295 132 24 - 60 87 183 420 301 2009 144 275 225 163 305 106 29 33 57 222 318 150 STASIUN : WANAYASA PURWAKARTA Lintang : 107, 56. 55.0 BT : -06. 48 .56.0 LS Elevasi : 545 M TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES 2005 492 798 843 355 185 337 124 233 380 448 501 561 2006 751 630 157 385 256 71 81 - - 38 183 885 2007 533 743 338 393 336 355 64 48 11 303 756 500 2008 413 245 567 792 178 51 - 53 42 254 815 353 2009 634 469 570 319 365 244 156 4 84 273 529 285 STASIUN : KUNINGAN Lintang : 06.58.49.3 BT : 108.27.59.0LS Elevasi : 564 M TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES 2005 344 195 251 331 - 125 108 4 - 319 25 206 2006 446 479 186 304 179 - - - - - 137 194 2007 260 261 341 412 173 75 - - - 23 123 171 2008 262 140 251 k 58 4 - 28 6 149 427 344 2009 300 280 234 277 339 111 - - - 56 142 201 Lampiran 2 Produksi buah Ds. Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta No Pohon Tinggi Total m Diameter m Produksi Buah tahun - 2009 2010 1 14 24.5 3.8 0.3 2 15 32.8 5.2 5.2 3 12 28.0 5.8 0.3 4 13 33.1 7.8 4.0 5 12 32.8 7.5 0.3 6 14 27.7 5.1 1.2 7 12 30.9 8.8 4.5 8 15 34.4 8.7 5.2 9 12 35.0 4.1 2.2 10 11 19.1 10.5 6.2 11 15 29.3 27.3 9.2 12 11 28.7 33.0 3.8 13 13 29.6 19.4 6.0 14 12 30.3 14.0 4.8 15 16 31.2 31.1 5.7 16 15 33.1 18.3 5.8 17 15 30.6 21.5 9.8 18 15 29.6 24.7 9.0 19 12 27.1 14.7 5.7 20 15 44.9 23.2 11.7 Lampiran 3 Produksi buah Ds. Mekarsari, Kec. Pasir Jambu, Kab. Bandung No Pohon Tinggi Total m Diameter cm Produksi Buah tahun - 2009 2010 1 12 25.2 11.7 0.7 2 11 22.3 1.7 1.0 3 13 22.6 2.2 0.7 4 11 23.6 2.3 1.0 5 13 21.7 2.8 1.5 6 16 22.9 7.3 1.5 7 12 23.2 4.0 1.0 8 9 23.9 4.0 1.3 9 11 23.2 2.3 1.0 10 12 25.2 5.0 2.0 11 11 22.3 6.3 0.5 12 14 22.0 11.8 1.2 13 14 21.0 3.7 1.0 14 16 23.9 3.3 0.7 15 13 22.3 2.3 1.2 16 11 23.9 8.2 2.5 17 9 21.7 6.7 1.3 18 9 20.7 3.3 1.5 19 12 24.5 7.7 0.8 20 12 20.1 5.3 1.3 Lampiran 4 Produksi buah Ds. Babakan Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan No Pohon Tinggi Total m Diameter cm Produksi Buah tahun - 2009 2010 1 18 21.7 13.1 12.6 2 18 19.7 1.1 1.3 3 18 14.3 6.1 4.3 4 14 10.2 2.8 3.1 5 15 14.3 4.9 4.8 6 15 11.5 1.0 0.8 7 11 12.1 4.0 3.5 8 14 16.1 4.3 3.5 9 18 24.5 12.5 13 10 15 24.8 11.2 9.5 11 12 17.8 3.4 5.0 12 20 19.4 0.78 1.0 13 22 27.4 31.7 30.0 14 18 19.1 5.4 5.8 15 10 15.9 3.0 1.8 16 14 13.4 1.6 1.5 17 10 11.5 1.0 1.6 18 11 18.0 4.6 3.8 19 10 10.2 1.0 1.3 20 14 17.2 2.7 4.0 Lampiran 5 Produksi buah Ds. Nagrak, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor No Pohon Tinggi Total m Diameter cm Produksi Buah tahun - 2009 2010 1 10 25.5 4.7 0.0 2 13 24.5 4.3 0.0 3 12.5 23.6 4.7 0.0 4 10 26.8 4.3 0.0 5 12.5 25.5 5.5 0.0 6 13 28.3 8.8 0.0 7 12.5 28.3 4.5 0.0 8 18 33.8 2.5 7.0 9 15 22.6 1.7 5.0 10 23 25.8 1.8 3.3 11 20 25.5 0.0 5.3 12 24 29.6 0.0 0.8 13 25 31.5 0.0 5.2 14 23 25.8 0.0 5.3 15 16 29.6 0.0 4.3 16 18 21.3 0.0 7.0 17 14 31.8 0.0 7.8 18 18 26.1 0.0 10.0 19 23 38.5 0.0 5.5 20 18

22.0 0.0

4.3 Lampiran 6 Produksi buah Ds. Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor No Pohon Tinggi Total m Diameter cm Produksi Buah tahun - 2009 2010 1 8 16.2 6.3 5.7 2 12 20.7 5.1 4.7 3 14 21.7 7.2 5.7 4 10 21.3 3.6 4.5 5 10 22.0 3.8 3.7 6 11 22.6 3.2 5.0 7 16 19.4 3.9 3.7 8 18 21.7 5.4 4.7 9 20 30.3 4.8 5.7 10 21 29.6 4.0 5.0 11 22 33.1 7.2 6.3 12 20 30.9 5.6 4.3 13 16 20.7 3.7 4.5 14 15 25.5 2.1 4.0 15 14 26.1 3.8 3.2 16 14 24.5 7.1 5.8 17 18 28.0 6.4 8.5 18 16 22.6 3.1 3.8 19 22 29.9 8.5 6.3 20 16 21.3 6.9 8.2 Lampiran 7 Hasil analisis hubungan antara produksi buah dengan kondisi tegakan dengan menggunakan metode stepwise regression. Correlations 1 ,148 ,328 ,144 ,001 99 99 99 ,148 1 -,238 ,144 ,018 99 99 99 ,328 -,238 1 ,001 ,018 99 99 99 Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Umur Krptn Prod Buah Umur Krptn Prod Buah Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed. . Correlation is significant at the 0.05 level 2-tailed. . Descriptive Statistics 5,5489 4,02649 99 5,2222 1,32137 99 76,7374 30,16911 99 Prod Buah Umur Krptn Mean Std. Deviation N Correlations 1,000 ,328 -,238 ,328 1,000 ,148 -,238 ,148 1,000 . ,000 ,009 ,000 . ,072 ,009 ,072 . 99 99 99 99 99 99 99 99 99 Prod Buah Umur Krptn Prod Buah Umur Krptn Prod Buah Umur Krptn Pearson Correlation Sig. 1-tailed N Prod Buah Umur Krptn Variables EnteredRemoved b Krptn, Umur a . Enter Model 1 Variables Entered Variables Removed Method All requested variables entered. a. Dependent Variable: Prod Buah b. Model Summary b ,437 a ,191 ,174 3,65881 ,191 11,343 2 96 ,000 ,415 Model 1 R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change Change Statistics Durbin- Watson Predictors: Constant, Krptn, Umur a. Dependent Variable: Prod Buah b. ANOVA b 303,696 2 151,848 11,343 ,000 a 1285,143 96 13,387 1588,839 98 Regression Residual Total Model 1 Sum of Squares df Mean Square F Sig. Predictors: Constant, Krptn, Umur a. Dependent Variable: Prod Buah b. Coefficients a 2,640 1,675 1,576 ,118 1,131 ,283 ,371 3,998 ,000 ,328 ,378 ,367 ,978 1,022 -,039 ,012 -,293 -3,152 ,002 -,238 -,306 -,289 ,978 1,022 Constant Umur Krptn Model 1 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig. Zero-order Partial Part Correlations Tolerance VIF Collinearity Statistics Dependent Variable: Prod Buah a. Lampiran 8 Hasil analisis hubungan antara produksi buah dengan sifat tanah menggunakan metode stepwise regression. Regression [DataSet0] Correlations 1 ,991 ,953 -,534 ,979 ,793 -,551 -,379 ,993 -,506 -,241 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,016 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 ,991 1 ,985 -,493 ,970 ,823 -,595 -,333 ,998 -,435 -,190 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,060 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 ,953 ,985 1 -,404 ,936 ,855 -,658 -,244 ,980 -,334 -,110 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,015 ,000 ,001 ,279 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 -,534 -,493 -,404 1 -,390 ,035 -,397 ,951 -,459 ,509 ,387 ,000 ,000 ,000 ,000 ,734 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 ,979 ,970 ,936 -,390 1 ,827 -,649 -,203 ,979 -,397 -,240 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,044 ,000 ,000 ,017 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 ,793 ,823 ,855 ,035 ,827 1 -,924 ,115 ,845 -,379 ,085 ,000 ,000 ,000 ,734 ,000 ,000 ,259 ,000 ,000 ,405 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 -,551 -,595 -,658 -,397 -,649 -,924 1 -,487 -,626 ,086 -,186 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,397 ,066 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 -,379 -,333 -,244 ,951 -,203 ,115 -,487 1 -,302 ,641 ,288 ,000 ,001 ,015 ,000 ,044 ,259 ,000 ,002 ,000 ,004 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 ,993 ,998 ,980 -,459 ,979 ,845 -,626 -,302 1 -,449 -,185 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,002 ,000 ,066 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 -,506 -,435 -,334 ,509 -,397 -,379 ,086 ,641 -,449 1 ,117 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,000 ,397 ,000 ,000 ,248 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 -,241 -,190 -,110 ,387 -,240 ,085 -,186 ,288 -,185 ,117 1 ,016 ,060 ,279 ,000 ,017 ,405 ,066 ,004 ,066 ,248 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N C N P K KTK Debu Pasir Liat Kadar air pH Prod Buah C N P K KTK Debu Pasir Liat Kadar air pH Prod Buah Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed. . Correlation is significant at the 0.05 level 2-tailed. . Descriptive Statistics 5,5489 4,02649 99 2,4876 1,49102 99 ,1665 ,05424 99 5,7813 1,15349 99 ,4679 ,16199 99 17,1514 5,65191 99 42,0344 5,56559 99 16,6145 6,32455 99 41,3510 2,43564 99 41,8100 14,44738 99 5,9697 ,47036 99 Prod Buah C N P K KTK Debu Pasir Liat Kadar air pH Mean Std. Deviation N Variables EnteredRemoved a K . Stepwise Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter = ,050, Probabilit y-of- F-to-remo ve = ,100. Liat . Stepwise Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter = ,050, Probabilit y-of- F-to-remo ve = ,100. P . Stepwise Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter = ,050, Probabilit y-of- F-to-remo ve = ,100. KTK . Stepwise Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter = ,050, Probabilit y-of- F-to-remo ve = ,100. Model 1 2 3 4 Variables Entered Variables Removed Method Dependent Variable: Prod Buah a. Model Summary e ,387 a ,149 ,141 3,73264 ,149 17,037 1 97 ,000 ,464 b ,215 ,199 3,60437 ,066 8,027 1 96 ,006 ,507 c ,257 ,233 3,52558 ,042 5,339 1 95 ,023 ,575 d ,330 ,302 3,36442 ,074 10,319 1 94 ,002 ,411 Model 1 2 3 4 R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change Change Statistics Durbin- Watson Predictors: Constant, K a. Predictors: Constant, K, Liat b. Predictors: Constant, K, Liat, P c. Predictors: Constant, K, Liat, P, KTK d. Dependent Variable: Prod Buah e. ANOVA e 237,375 1 237,375 17,037 ,000 a 1351,463 97 13,933 1588,839 98 341,656 2 170,828 13,149 ,000 b 1247,182 96 12,991 1588,839 98 408,015 3 136,005 10,942 ,000 c 1180,824 95 12,430 1588,839 98 524,819 4 131,205 11,591 ,000 d 1064,019 94 11,319 1588,839 98 Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Model 1 2 3 4 Sum of Squares df Mean Square F Sig. Predictors: Constant, K a. Predictors: Constant, K, Liat b. Predictors: Constant, K, Liat, P c. Predictors: Constant, K, Liat, P, KTK d. Dependent Variable: Prod Buah e. Coefficients a 1,054 1,152 ,915 ,363 9,608 2,328 ,387 4,128 ,000 ,387 ,387 ,387 1,000 1,000 48,399 16,748 2,890 ,005 29,133 7,249 1,172 4,019 ,000 ,387 ,379 ,363 ,096 10,401 -1,366 ,482 -,826 -2,833 ,006 ,288 -,278 -,256 ,096 10,401 63,505 17,638 3,600 ,001 40,585 8,651 1,633 4,691 ,000 ,387 ,434 ,415 ,065 15,483 -1,986 ,543 -1,201 -3,660 ,000 ,288 -,352 -,324 ,073 13,773 ,898 ,388 ,257 2,311 ,023 -,110 ,231 ,204 ,632 1,583 35,429 18,966 1,868 ,065 29,472 8,951 1,186 3,292 ,001 ,387 ,322 ,278 ,055 18,202 -1,279 ,563 -,774 -2,273 ,025 ,288 -,228 -,192 ,061 16,262 3,364 ,852 ,964 3,946 ,000 -,110 ,377 ,333 ,119 8,372 -,596 ,186 -,837 -3,212 ,002 -,240 -,315 -,271 ,105 9,518 Constant K Constant K Liat Constant K Liat P Constant K Liat P KTK Model 1 2 3 4 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig. Zero-order Partial Part Correlations Tolerance VIF Collinearity Statistics Dependent Variable: Prod Buah a. Lampiran 9 Hasil analisis hubungan antara produksi buah dengan sifat iklim dan topografi menggunakan metode stepwise regression. Regression [DataSet0] Correlations 1 -,905 ,064 ,779 -,087 ,000 ,528 ,000 ,393 99 99 99 99 99 -,905 1 -,390 -,463 ,031 ,000 ,000 ,000 ,763 99 99 99 99 99 ,064 -,390 1 -,460 ,428 ,528 ,000 ,000 ,000 99 99 99 99 99 ,779 -,463 -,460 1 -,192 ,000 ,000 ,000 ,057 99 99 99 99 99 -,087 ,031 ,428 -,192 1 ,393 ,763 ,000 ,057 99 99 99 99 99 Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N Pearson Correlation Sig. 2-tailed N RH T CH Mdpl Prod Buah RH T CH Mdpl Prod Buah Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed. . Descriptive Statistics 5,5489 4,02649 99 70,3535 8,93436 99 28,1212 4,06195 99 3073,3273 1013,16417 99 672,1515 349,04962 99 Prod Buah RH T CH Mdpl Mean Std. Deviation N Correlations 1,000 -,087 ,031 ,428 -,192 -,087 1,000 -,905 ,064 ,779 ,031 -,905 1,000 -,390 -,463 ,428 ,064 -,390 1,000 -,460 -,192 ,779 -,463 -,460 1,000 . ,197 ,381 ,000 ,028 ,197 . ,000 ,264 ,000 ,381 ,000 . ,000 ,000 ,000 ,264 ,000 . ,000 ,028 ,000 ,000 ,000 . 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 99 Prod Buah RH T CH Mdpl Prod Buah RH T CH Mdpl Prod Buah RH T CH Mdpl Pearson Correlation Sig. 1-tailed N Prod Buah RH T CH Mdpl Variables EnteredRemoved a CH . Stepwise Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter = ,050, Probabilit y-of- F-to-remo ve = ,100. T . Stepwise Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter = ,050, Probabilit y-of- F-to-remo ve = ,100. RH . Stepwise Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter = ,050, Probabilit y-of- F-to-remo ve = ,100. Model 1 2 3 Variables Entered Variables Removed Method Dependent Variable: Prod Buah a. Model Summary d ,428 a ,184 ,175 3,65698 ,184 21,805 1 97 ,000 ,479 b ,230 ,214 3,57083 ,046 5,737 1 96 ,019 ,575 c ,330 ,309 3,34694 ,101 14,273 1 95 ,000 ,411 Model 1 2 3 R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change Change Statistics Durbin- Watson Predictors: Constant, CH a. Predictors: Constant, CH, T b. Predictors: Constant, CH, T, RH c. Dependent Variable: Prod Buah d. ANOVA d 291,607 1 291,607 21,805 ,000 a 1297,231 97 13,374 1588,839 98 364,759 2 182,380 14,303 ,000 b 1224,079 96 12,751 1588,839 98 524,650 3 174,883 15,612 ,000 c 1064,188 95 11,202 1588,839 98 Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Model 1 2 3 Sum of Squares df Mean Square F Sig. Predictors: Constant, CH a. Predictors: Constant, CH, T b. Predictors: Constant, CH, T, RH c. Dependent Variable: Prod Buah d. Coefficients a ,316 1,179 ,268 ,789 ,002 ,000 ,428 4,670 ,000 ,428 ,428 ,428 1,000 1,000 -7,286 3,377 -2,158 ,033 ,002 ,000 ,519 5,337 ,000 ,428 ,478 ,478 ,848 1,179 ,231 ,096 ,233 2,395 ,019 ,031 ,237 ,215 ,848 1,179 -79,049 19,257 -4,105 ,000 ,004 ,001 ,896 6,631 ,000 ,428 ,562 ,557 ,386 2,589 1,370 ,315 1,383 4,353 ,000 ,031 ,408 ,365 ,070 14,311 ,499 ,132 1,108 3,778 ,000 -,087 ,361 ,317 ,082 12,190 Constant CH Constant CH T Constant CH T RH Model 1 2 3 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig. Zero-order Partial Part Correlations Tolerance VIF Collinearity Statistics Dependent Variable: Prod Buah a. ABSTRACT RESTU GUSTI ATMANDHINI BRAMASTO. Relationship Between Fruit Yields of Melia azedarach L. and Environmental Factors in Community Forest of West Java. Under Direction of ISTOMO and ISKANDAR Z SIREGAR. The main objective of the study was to determine relation between site condition of mindi seed stands and fruit yields for two consecutive years 2009- 2010. Specifically, the study was aimed at i estimating fruit yields of mother trees in the seed stand and ii determining site condition in the respective seed stands. The study was conducted in five seed stands of mindi located in West Java. Fruit yields were estimated based on observation of 20 mother trees in each seed stand, while soil properties were determined by routine sampling procedures for soil analysis. Results of the study showed that the highest average fruit yields was observed in Legok Huni village, Purwakarta district 9.9 kgtreeyear, while the lowest was found in Mekarsari village, Bandung district 3.1 kgtreeyear. In general, tree dimension, i.e. diameter and height, did not influenced average fruit yields. However, it was found in a location, that diameter alone influence the fruit yields R 2 =0.515 namely in seed stand of Babakan Rema village, Kuningan district. With respect to site condition, it was found that K, P, Clay, Cation Exchange Capacity, rainfall, temperature, relative humidity, age of stand and density had significant influences on fruit yields. Findings of the research may be used to formulate the site suitability clasification for future seed stand development. Keywords : Melia azedarach, fruit yields, environment factors, soil properties, seed stands RINGKASAN RESTU GUSTI ATMANDHINI BRAMASTO. Hubungan Faktor Tempat Tumbuh dengan Produksi Buah Mindi Melia azedarach L. di Hutan Rakyat Jawa Barat. Dibimbing oleh ISTOMO dan ISKANDAR Z SIREGAR. Melia azedarach L. atau mindi merupakan jenis potensial yang cepat tumbuh dan memiliki banyak kegunaan seperti untuk dijadikan batang korek api ataupun sebagai material untuk produksi bahan lantai. Jenis ini disukai masyarakat karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dengan harga diatas kayu jenis sengon. Di Jawa Barat, jenis mindi sudah mulai berkembang pesat, tetapi hal ini masih belum didukung dengan penggunaan benih yang berkualitas dikalangan para petani karena para petani mindi di Jawa Barat belum memiliki sumber benih dan informasi mengenai kesesuaian habitat mindi untuk produksi benih berkualitas yang jumlahnya masih terbatas. Produksi benih pada tanaman hutan, termasuk mindi, dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa fitohormon dan latar belakang genetik, sedangkan faktor eksternalnya yaitu berupa suhu, cahaya, kelembaban dan unsur hara Simon, 1997. Oleh karena itu, data-data dasar yang dapat digunakan untuk mengkaji hubungan antara produksi buah dan faktor-faktor tersebut sangat diperlukan. Beberapa pertanyaan yang timbul berkaitan dengan produksi buah di tegakan benih mindi yang masih perlu dijawab dalam rangka pengembangannya, yaitu 1 Bagaimana pola produksi buah mindi di Jawa Barat? dan 2 Bagaimanakah karakteristik kondisi tempat tumbuh dari tegakan benih tersebut? Data dan informasi tentang kondisi tegakan dan tempat tumbuh tersebut diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penentuan kesesuaian tempat tumbuh yang sesuai untuk produksi benih mindi di Jawa Barat. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk i menduga produksi buah tegakan benih mindi dan ii menganalisis kondisi tempat tumbuh tegakan benih mindi khususnya sifat-sifat tanah dan karakteristik iklim. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2009 hingga Oktober 2010. Pengambilan bahan penelitian dilakukan di 5 lima lokasi tegakan benih hutan rakyat di Jawa Barat yaitu, 1 Ds. Nagrak, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor, 2 Ds. Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor, 3 Ds. Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta, 4 Ds. Babakan Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan, dan 5 Ds. Mekarsari, Kec. Pasir Jambu, Kab. Bandung. Metode yang digunakan untuk pengambilan contoh penelitian adalah dengan teknik purposive sampling. Jumlah petak yang digunakan adalah lima petak contoh dengan luas masing-masing 1 ha, dengan contoh uji sebanyak 20 pohon per lokasi Nurhasybi, 2009. Tahapan kerja meliputi 1 pemilihan pohon induk yang selanjutkan dilakukan 2 penilaian produksi buah per tahun per lokasi penelitian dengan cara pengunduhan yang mengacu kepada Bonner et al 1994. Setelah itu dilakukan 3 pengambilan data kondisi biofisik tegakan mindi, yaitu data sifat kimia tanah C, N, P, K, pH dan KTK, sifat fisik tanah tekstur tanah dan kadar air, kelembaban, suhu, ketinggian tempat, dan data curah hujan selama 5 tahun terakhir. Tahapan kerja selanjutnya yaitu 4 pemetaan pola tanam, yang dilakukan dengan membuat plot pengamatan seluas 10 x 20 m. Selanjutnya dilakukan 5 analisis vegetasi yang bertujuan untuk mengetahui kerapatan dari jenis mindi. Analisis statistik menggunakan stepwise regression dengan software SPSS 13.0 by SPSS Inc 2004. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara produksi buah dengan sifat-sifat tanah, iklim dan topografi, dan juga umur tegakan dan kerapatan jenis mindi. Dari analisis stepwise regression akan diketahui faktor mana yang paling berpengaruh dalam meningkatkan produksi buah. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta memiliki jumlah produksi buah tertinggi yaitu 9,9 kgpohon, sedangkan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung memiliki jumlah produksi buah terendah yaitu 3,14 kgpohon. Umur dan kerapatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi buah mindi. Semakin tua umur tegakan dan tingkat kerapatan yang rendah dapat meningkatkan produksi buah mindi. Selain itu, faktor tanah yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi buah mindi yaitu kalium K, fosfor P, Liat dan KTK. Sedangkan untuk faktor iklim yang memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi buah yaitu curah hujan, kelembaban dan suhu. Tegakan mindi yang menghasilkan produksi buah tertinggi yaitu berumur 7 tahun di ketinggian tempat 617 mdpl dengan curah hujan 4154 mmthn dan memiliki kerapatan 60 individuha. Kata kunci : Melia azedarach L., produksi buah, lingkungan, sifat tanah, tegakan benih HUBUNGAN FAKTOR TEMPAT TUMBUH DENGAN PRODUKSI BUAH MINDI Melia azedarach L. DI HUTAN RAKYAT JAWA BARAT RESTU GUSTI ATMANDHINI BRAMASTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan alam di Indonesia telah mengalami laju deforestasi yang sangat cepat. Salah satu penyebabnya yaitu kebutuhan bahan baku kayu yang terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk. Dalam kaitannya dengan problematika ini, banyak solusi yang sudah disuarakan agar tetap menjaga kelestarian dari hutan alam dan mulai beralih ke hutan tanaman. Untuk itu pemerintah sudah mencanangkan program pembangunan Hutan Tanaman Rakyat HTR, yang akan dibangun pada areal-areal kawasan hutan Negara yang saat ini belum dibebani hak. Hutan rakyat diyakini dapat meningkatkan produksi kayu sehingga dapat menjadi salah satu alat penyedia bahan baku kayu yang sangat besar. Selain dapat menjadi salah satu solusi dalam penyelamatan hutan alam, hutan rakyat juga menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan taraf hidup petani yang selama ini masih hidup dibawah garis kemiskinan. Dalam pengembangannya, keberhasilan pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh ketepatan pemilihan jenis yang belum dikembangkan. Pemilihan jenis tidak hanya terbatas pada jenis-jenis komersial yang banyak di pasaran. Pemilihan jenis dapat dilakukan dengan menyeleksi jenis-jenis potensial yang secara alami tumbuh di Indonesia atau dengan mengembangkan jenis-jenis eksotik yang sudah lama tumbuh di Indonesia seperti Melia azedarach L. atau yang lebih dikenal dengan jenis mindi. Mindi merupakan jenis potensial yang cepat tumbuh dan memiliki banyak kegunaan seperti untuk batang korek api atau sebagai material untuk produksi bahan lantai. Jenis ini disukai masyarakat karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dengan harga di atas kayu jenis sengon. Bagi para pengrajin kayu mindi, mereka mengatakan bahwa kayu mindi lebih mudah untuk dikerjakan dan dapat mengering tanpa cacat. Di Jawa Barat, jenis mindi sudah mulai berkembang pesat, tetapi masih belum didukung dengan penggunaan benih yang berkualitas. Para petani mindi di Jawa Barat belum memiliki sumber benih dan informasi mengenai kesesuaian habitat mindi untuk produksi benih berkualitas. Produksi buah pada tanaman hutan dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa fitohormon dan genetik, sedangkan faktor eksternal berupa suhu, cahaya, kelembaban dan unsur hara. Oleh karenanya, data-data dasar mengenai faktor-faktor tersebut sangat dibutuhkan. Beberapa pertanyaan yang timbul berkaitan dengan produksi buah di tegakan benih mindi yang masih perlu dijawab dalam rangka pengembangannya, yaitu 1 Bagaimana pola produksi buah mindi di Jawa Barat? dan 2 Bagaimanakah karakteristik kondisi tempat tumbuh dari tegakan benih tersebut?. Data dan informasi tentang kondisi tegakan dan tempat tumbuh tersebut diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penentuan kesesuaian tempat tumbuh yang sesuai untuk produksi buah mindi di Jawa Barat. Perumusan Masalah Permasalahan yang telah teridentifikasi selanjutnya diuraikan dalam perumusan masalah, yaitu: 1. Bagaimana kondisi tempat tumbuh yang sesuai bagi jenis mindi agar dapat menghasilkan produksi buah yang baik? 2. Bagaimana kuantitas buah mindi di setiap lokasi yang diamati pada dua kali musim berbuah? Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi penting yang berkaitan dengan pengadaan benih bermutu untuk peningkatan produktivitas hutan rakyat mindi di Jawa Barat. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Menduga produksi buah tegakan benih mindi. 2. Menganalisis kondisi tempat tumbuh tegakan benih mindi khususnya sifat- sifat tanah dan karakteristik iklim. Hipotesis Hipotesis yang diuji pada penelitian ini adalah bahwa kondisi biofisik tempat tumbuh mempengaruhi tingkat produksi buah. Output Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah informasi kondisi biofisik yang sesuai untuk pengembangan sumber benih mindi. Kerangka Pemikiran Logis Penelitian Produksi buah suatu tanaman ditentukan oleh beberapa faktor, Simon 1997 menyatakan bahwa faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi buah yaitu faktor iklim, tanah, topografi dan biota tanah, seperti diuraikan pada Tabel 1. Tabel 1 Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi buah Faktor Lingkungan Unsur yang mempengaruhi Tanah Tekstur tanah Kadar Air Tanah Unsur Hara pH Iklim Temperatur Kelembaban Curah hujan Topografi Ketinggian Tempat Biota Tanah Serangga Simon 1997 Untuk dapat lebih memahami permasalahan yang ada serta langkah- langkah yang dilakukan dalam penelitian ini, secara skematis kerangka pemikiran logis penelitian ini digambarkan pada Gambar 1. Gambar 1 Kerangka Pemikiran Logis. Mindi merupakan jenis tanaman hutan rakyat yang potensial Usaha peningkatan produktivitas kayu mindi Mengetahui indikator pertumbuhan yang baik bagi jenis mindi Produktivitas sumber benih Faktor genetik Faktor lingkungan Suhu Kelembaban Cahaya Unsur hara Curah hujan Pola tanam yang digunakan Perlakuan silvikultur yang dilakukan oleh petani Menghasilkan tegakan mindi yang memiliki produktivitas tinggi TINJAUAN PUSTAKA Hutan Rakyat di Jawa Barat Luasan hutan rakyat di Indonesia masih bersifat perkiraan sehingga belum ada angka yang akurat mengenai potensi tegakan pada hutan rakyat. Mindawati, et al 2006 mengemukakan bahwa luas hutan rakyat sampai dengan tahun 2003 mencapai 1.265.000 ha yang tersebar di 24 Propinsi, dimana 500.000 ha terdapat di pulau Jawa. Potensi tegakan hutan rakyat tersebut diperkirakan mencapai 43 juta m 3 , dengan jenis kayu utama sengon, jati, akasia, mahoni, sonokeling dan jenis buah-buahan. Untuk Jawa Barat perkembangan luas dan produksi hutan rakyat terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data terakhir dari Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat 2007 luasan hutan rakyat di Jawa Barat adalah 185.547,63 ha dengan produksi kayu sebesar 1.336.006,30 m 3 , dengan jenis kayu utama sengon, mahoni, jati dan afrika. Potensi sumber daya hutan di propinsi Jawa Barat dari hasil pemaduserasian antara RTRWP dan TGHK, adalah seluas 767.547,30 ha atau 21,59 dari luas daratan Jawa Barat yang terdiri dari hutan produksi seluas 393.117 ha, hutan lindung seluas 228.727,11 ha, dan hutan konservasi seluas 132.180 ha Effendi 2007. Kemampuan hutan tersebut ternyata tidak dapat mengimbangi kebutuhan pengguna hasil kayu di wilayah Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta. Konsekuensinya masyarakat pengguna kayu harus memenuhi kebutuhannya dari hutan rakyat dan kayu dari luar wilayah, khususnya dari luar Jawa. Pesatnya perkembangan hutan rakyat di Jawa Barat terutama dipengaruhi oleh terbukanya pasar kayu rakyat. Adanya jaminan pasar kayu yang semakin baik memberi motivasi tinggi terhadap minat masyarakat untuk menanam berbagai jenis kayu, sehingga sentra-sentra budidaya dan industri kayu hutan rakyat mulai tampak dan berkembang. Meskipun konsep pengelolaan hutan rakyat lestari belum menjangkau petani hutan rakyat secara menyeluruh, perubahan orientasi ke arah komersial ternyata mampu membawa pengelolaan hutan rakyat lebih dapat bertahan dibandingkan dengan hutan alam. Berkaitan dengan orientasi dan motivasi petani menanam kayu, maka penentuan jenis pohon yang ditanam merupakan pertimbangan penting yang harus diupayakan petani. Pasar membutuhkan jenis kayu tertentu dan kualitas yang memadai untuk bahan baku industri, sehingga masyarakat petani harus tahu jenis-jenis yang dibutuhkan pasar saat ini dan jangka waktu ke depan Rachman et al 2007. Di Kabupaten Ciamis misalnya, terdapat sekitar 23.000 ha areal hutan rakyat tahun 2005 yang dapat memproduksi kayu sekitar 326.000 m 3 per tahunnya dengan nilai transaksi sekitar Rp. 170 milyar yang menjadikan Kabupaten Ciamis sebagai salah satu sentra kayu rakyat di Jawa Barat Sukrianto 2007. Selain itu, di Kabupaten Sukabumi, salah satu daerah sentra hutan rakyat di Jawa Barat, sampai tahun 2003 memiliki hutan rakyat seluas 30.162,86 ha. Diantaranya terdapat 2.489 ha hutan rakyat di Kecamatan Cisolok Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sukabumi 2003. Peningkatan luas hutan rakyat disebabkan banyaknya tanah terbuka lahan kritis yang ditelantarkan oleh masyarakat, yang mulai ditanami dengan tanaman keras. Hutan rakyat di Jawa pada awalnya merupakan proyek penghijauan yang dilaksanakan pada tahun 1947 melalui Proyek Rencana Kemakmuran Indonesia Prahasto 1996. Pada tahun 1952 lahir Gerakan Karang Kitri yaitu gerakan untuk menanami lahan-lahan kosong dengan pohon. Program tersebut berkembang menjadi program penghijauan dan reboisasi lahan pada tahun 1976. Program ini merupakan program terbesar pemerintah dalam pengelolaan DAS Hardjanto 2001. Pada awalnya program yang bertujuan untuk mengendalikan erosi dan banjir, peningkatan produktivitas lahan dan pendapatan petani, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelestarian sumberdaya alam ini hanya berupa bantuan bibit penghijauan dan reboisasi. Selanjutnya, program tersebut berkembang dan diperluas dengan Unit Percontohan Usaha Pelestarian Sumberdaya Alam UP-UPSA, Kebun Bibit Desa KBD, bantuan bibit, pembangunan hutan rakyat dan sebagainya. Setelah banyak diperoleh manfaatnya oleh masyarakat serta introduksi dan sosialisasi yang cukup gencar, akhirnya banyak pula masyarakat yang mengembangkan hutan rakyat. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya masyarakat sudah lama mengembangkan hutan rakyat Purwanto et al. 2004. Profil Tanaman dan Kayu Mindi Melia azedarach L. dikenal di beberapa daerah di Indonesia dengan sebutan mindi atau gring - gring Jawa, dan renceh Karo. Sedangkan di beberapa negara lain dikenal dengan sebutan white cedar, umbrella tree atau chinaberry English, paraiso, meila atau jazmin Spanish, chun liang zi Chinesse, dan sendan Japanese. Mindi termasuk dalam family Meliaceae yang merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan selalu hijau di daerah tropis dan menggugurkan daun selama musim dingin, suka cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran terhadap salinitas tanah dan subur di bawah titik beku. Pada umur 10 tahun dapat mencapai tinggi bebas cabang 8 meter dan diameter ± 40 cm Badan Litbang Kehutanan 2001. A C Gambar 2 Profil pohon A, buah B dan daun C Melia azedarach L Koleksi Pribadi. Habitus Mindi merupakan tumbuhan yang memiliki adaptasi tinggi dan toleran dengan berbagai kondisi lingkungan yang beragam. Jenis ini tumbuh pada tempat- tempat dengan rata-rata suhu maksimum dan minimum per tahun, berturut-turut 39°C dan -5°C. Umumnya tumbuhan ini tumbuh dari ketinggian 0-1200 m dpl, dan di pegunungan Himalaya tumbuh pada ketinggian 1800-2200 m dpl. Curah B hujan tahunan di habitat alaminya berkisar antara 600-2000 mm. Di Afrika, jenis tumbuhan ini ditanam sebagai pohon pelindung yang toleran terhadap kekeringan. Mindi tersebar luas di daerah-daerah kering di bagian selatan dan barat daya Amerika Serikat, yang memiliki curah hujan kurang dari 600 mm. Mindi dapat tumbuh pada tanah-tanah berkadar garam, tanah dengan pH basa kuat, tetapi tidak terlalu asam. Jenis ini juga tumbuh pada tanah-tanah miskin hara, tanah marjinal, tanah miring, dan tanah berbatu atau pada tebing curam berbatu Ahmed dan Idris 1997. Penyebaran Mindi memiliki penyebaran alami di India dan Burma, banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis, di Indonesia banyak ditanam di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Irian Jaya Badan Litbang Kehutanan 2001. Mindi merupakan pohon dengan distribusi luas, yang mencakup wilayah tropis, subtropis dan iklim sedang, dan diperkirakan berasal dari kawasan Asia Selatan. Spesies ini ditemukan tumbuh liar di kaki bukit Himalaya di India dan Pakistan pada ketinggian 700-1000 m dpl, tersebar luas di Cina, hingga kawasan Malaysia, kepulauan Solomon serta Australia bagian utara dan timur. Tumbuhan ini dapat tumbuh alami di sabuk daerah luas bersuhu dingin, yaitu mulai dari bagian timur dan selatan Afrika, lalu di negara-negara Amerika dari Argentina sampai sebelah selatan Amerika dan Hawai, seluruh kawasan Timur Tengah, di Mediterania hingga jauh ke utara menuju Croasia dan sebelah selatan Perancis. Kultivar yang dapat tumbuh dan toleran dari kebekuan frost-tolerant ditanam sebagai tanaman pelindung di Inggris Ahmed dan Idris 1997. Berdasarkan hasil pengamatan awal Pramono et al. 2008, yang dilakukan melalui metode survey dengan mendatangi langsung lokasi-lokasi yang mempunyai potensi tegakan mindi pada lahan masyarakat. Adapun pengamatan dilakukan dibeberapa wilayah di Jawa Barat, yaitu antara lain Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bogor Gambar 3 . Gambar 3 Penyebaran Melia azedarach L di Jawa Barat. Morfologi Batang silindris, tegak, tidak berbanir kulit batang papagan abu-abu coklat, beralur membentuk garis-garis dan bersisik. Pada pohon yang masih muda memiliki kulit licin dan berlentisel; kayu gubal putih pucat; kayu teras coklat kemerahan. Daun majemuk ganda menyirip ganjil, anak daun bundar telur atau lonjong, pinggir helai daun bergerigi. Bunga majemuk malai, pada ketiak daun, panjang malai 10-22 cm, warna keunguan, berkelamin dua biseksual atau bunga jantan dan bunga betina pada pohon yang sama. Buah bulat atau jorong, tidak membuka, ukuran 2-4 cm x 1-2 cm, kulit luar tipis, licin, berkulit kering keriput kulit dalam keras, buah muda hijau, buah masak kuning, dalam satu buah umumnya terdapat 4-5 biji. Biji kecil 3,5 x 1,6 mm, lonjong, licin, warna coklat, biji kering warna hitam Badan Litbang Kehutanan 2001. Perbenihan Jenis Mindi Tanaman mindi mengalami musim berbunga dan berbuah berbeda antara satu tempat dengan lainnya. Tanaman mindi di Jawa Barat berbunga dalam bulan Maret sampai dengan Mei, di Jawa Timur antara bulan Juni sampai dengan November, dan di Nusa Tenggara Barat dalam bulan September dan Juni. Buah masak dalam bulan Juni, Agustus, November dan Desember. Ekstraksi biji dilakukan dengan merendam buah dalam air selama 1 sampai 2 hari, kemudian Skala biji dibersihkan dan dikeringkan di tempat teduh. Jumlah biji kering tiap kilogram ±3000 butir. Penyimpanan biji dilakukan dengan memasukan biji ke dalam wadah yang tertutup rapat, disimpan di ruang dingin suhu 3-5 o C daya kecambah 80 selama satu tahun dan turun 20 setelah lima tahun Badan Litbang Kehutanan 2001. Menurut Nurhasybi et al. 2000, musim berbuah terjadi pada bulan Desember-Januari dan Juni. Ekstraksi buah dapat menggunakan food processor alat pengupas kopi dan diusahakan langsung setelah buah dipanen. Ekstraksi dilakukan sebersih mungkin, jangan sampai ada sisa kulit atau daging buah yang menempel, hal tersebut dapat dibantu dengan menggosok buah dengan tangan menggunakan pasir. Dalam perkecambahannya, benih ini memerlukan proses pemasakan lanjutan after ripening selama 4 bulan, mempunyai sifat dormasi yang tinggi, cara pemecahannya dengan meretakkan kulit benih dan dikecambahkan pada bak kecambah yang ditutupi pada media campuran pasir dan tanah 1:1. Sifat dan Kegunaan Kayu Mindi Kayu teras berwarna merah coklat muda keungu-unguan, gubal berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Serat lurus atau agak berpadu dengan berat jenis rata-rata 0,53. Penyusutan dari keadaan basah sampai kering tanur adalah 3,3 pada arah radial dan 4,1 pada arah tangensial. Kayu mindi tergolong kelas kuat III-II, setara dengan mahoni, sungkai, meranti merah dan kelas awet IV-V. Pengeringan alami, pada papan tebal 2,5 cm dari kadar air 37 sampai 15 memerlukan waktu 47 hari, dengan kecenderungan pecah ujung dan melengkung. Pengeringan dalam dapur pengering dengan bagan pengeringan yang dianjurkan adalah suhu 60-80 dengan kelembaban nisbi 80-40 Badan Litbang Kehutanan 2001. Di Asia Tenggara, mindi umumnya ditanam sebagai penghasil kayu bakar, sebagai pohon-pohon peneduh di areal pertanian Kopi dan Abaca Musa textilis Nee serta pohon-pohon di pinggir jalan. Di Asia Selatan, jenis tumbuhan ini dikenal karena ada khasiat obat yang dikandung senyawanya, seperti berkhasiat anti malaria dan obat penyakit kulit. Ekstrak daun dengan air atau alkohol dapat mengontrol berbagai jenis hama serangga dan nematoda. Kayu mindi yang berwarna putih juga digunakan sebagai bahan manufaktur, perkakas, bahan bangunan yang baik karena memiliki sifat anti rayap. Bersama tegakan Sengon Paraserianthes falcataria dan Mangium Acacia mangium, tumbuhan ini mampu memulihkan lahan-lahan kritis atau bekas tambang Ahmed dan Idris 1997. Daun mindi mengandung azadirachtin, saponin, flavonoid, polifenol dan alkanoid Sugati dan Johny 1991. Alkanoid yang terkandung dalam tanaman mindi adalah azadirin dan margosin, sedangkan azadirachtin termasuk dalam senyawa triterpenoid. Heyne 1987 menyebutkan bahwa apabila daunnya diletakkan dalam buku dapat melindunginya terhadap ngengat dan serangga lain. Daun mindi dapat dimanfaatkan untuk obat peluruh air seni dan obat cacing. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Astuti et al. 2007 tanaman mindi mengandung senyawa anti parasit yang dimungkinkan dapat menjadi obat alternative terhadap parasit sel tunggal Trypanosoma evansi. Hasil penelitiannya terhadap mencit menunjukkan bahwa mindi dapat menurunkan jumlah parasit, tetapi memberi dampak kerusakan struktur jaringan hepar dan ginjal, sehingga semakin tinggi dosis mindi yang diberikan akan menyebabkan semakin besar kerusakan struktur jaringan hepar dan ginjal mencit. Pembuahan Tanaman Hutan Penelitian mengenai perkembangan dan pemasakan benih telah banyak dilakukan. Beberapa informasi penting mengenai waktu dan ciri-ciri masak fisiologi telah tersedia untuk beberapa jenis tanaman hutan komersial. Sebagian besar penelitian tersebut menentukan kemasakan berdasarkan sifat-sifat morfologis buah seperti perubahan warna, bau dan kelunakan daging. Walaupun demikian, informasi musim buah juga perlu dihubungkan dengan kondisi tempat tumbuh dan iklim setempat mengingat suatu jenis kemungkinan tersebar pada beberapa lokasi yang berbeda Nurhasybi et al. 2007. Pembungaan pada tanaman berkayu adalah proses sangat kompleks yang meliputi banyak tahapan perkembangan. Karena sifatnya yang perenial berumur panjang atau menahun, pohon harus berinteraksi dengan kondisi lingkungan setiap waktu sepanjang tahun, dan pembungaan biasanya dihubungkan dengan perubahan iklim. Proses pembungaan pada dasarnya merupakan interaksi dari pengaruh dua faktor besar, yaitu faktor eksternal lingkungan dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu suhu, kelembaban, cahaya, unsur hara dan curah hujan. Sedangkan faktor internal yaitu fitohormon dan genetik. Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Apabila tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Studi tentang perilaku kejadian tiap organisme atau tumbuhan dalam hubungannya dengan perubahan-perubahan iklim disebut dengan fenologi. Untuk faktor iklim yang dipergunakan dalam penelitian fenologi pada umumnya adalah curah hujan, karena curah hujan secara langsung atau tidak langsung berpengaruh penting untuk pengaturan waktu dan ruang dalam pembentukan bunga dan buah pada tumbuhan tropis. Menurut Ashari 2006 sedikitnya ada 2 unsur yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu : 1. Curah hujan dan distribusi hujan. 2. Tinggi tempat dari permukaan laut. Selain unsur iklim di atas, menurut Guslim 2007 produksi tanaman juga dipengaruhi oleh radiasi matahari dan suhu. Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih. Kebanyakan spesies tidak akan memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk berbunga. Terdapat dua rangsangan, yang menyebabkan perubahan itu terjadi, yaitu suhu dan panjang hari Mugnisjah dan Setiawan 1995. Di wilayah dengan empat musim, pengaruh suhu berlaku ganda. Pada waktu awal pertumbuhan suhu harus cukup tinggi agar pertumbuhan tidak terhambat. Tetapi bagi kebanyakan tanaman terutama tanaman tahunan, suhu sebelum perubahan fase pertumbuhan itu terjadi sangat penting. Cekaman stress air yang diikuti oleh hujan sering merangsang pembungaan tanaman tahunan tropika. Faktor lain yang memicu pembungaan adalah panjang hari, atau panjang periode selama setiap 24 jam. Tanaman berhari panjang tidak akan berbunga jika ditanam di wilayah tropika Mugnisjah dan Setiawan 1995. Umur pohon mulai bereproduksi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik menunjukkan strategi permudaan jenis tertentu pada komunitas tanaman, jenis pioneer mempunyai siklus hidup pendek bereproduksi sejak umur muda, sedangkan jenis pada hutan klimaks memiliki siklus hidup yang panjang dan umur reproduksi agak lambat. Variasi reproduksi juga dijumpai di dalam jenis Schmidt 2002. Kondisi fisik lingkungan sangat kuat mempengaruhi umur reproduksi. Apabila pohon tumbuh pada kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan vegetatif, maka tahap pertumbuhan awal juvenile akan berlangsung lebih cepat dan reproduksi akan terjadi pada umur yang lebih muda dibandingkan apabila tumbuh pada tanah yang kurang sesuai. Pola regenerasi suatu jenis ditentukan oleh evolusi di dalam lingkungannya, faktor lingkungan setempat sangat mempengaruhi reproduksi baik individual ataupun pada tingkat populasi. Faktor luar mempengaruhi rangkaian proses reproduksi dari pembungaan sampai pembuahan dan kematangan benih yang menyebabkan turunnya produksi buah. Beberapa faktor kegagalan penyerbukan dan pembuahan menurut Schmidt 2002, adalah: a. Rendahnya produksi tepungsari. Pada jenis dioecious, rendahnya produksi tepungsari dapat disebabkan karena gugurnya bunga jantan hutan atau tanaman yang digunakan sebagai area produksi benih atau kebun benih. Kondisi cuaca dan terbukanya areal dapat mempengaruhi produksi tepungsari pada jenis-jenis monocious. Kekeringan dan kondisi terbuka diketahui menguntungkan bunga betina dan membatasi bunga jantan. b. Rendahnya transfer tepungsari. Kegagalan penyerbukan dapat disebabkan oleh kurangnya agen penyerbukan pada masa reseptifitas bunga betina. Penyerbukan pada masa reseptifitas bunga betina. Penyerbukan angin sangat tergantung pada kecepatan dan arah angin agar transfer tepungsari menjadi efisien. Kecepatan angin dapat menjadi faktor pembatas bagi penyerbukan jarak jauh. c. Bunga atau kerucut yang tertutup. Cuaca dingin dan lembab dapat menyebabkan bunga atau kerucut tetap tertutup pada saat harus diserbuki dan penyerbukan akhirnya menjadi gagal. d. Kawin kerabat inbreeding. Kebanyakan jenis memiliki mekanisme fisiologis untuk mengurangi terjadinya inbreeding. Inbreeding merupakan fenomena umum pada pohon. Inbreeding sering menyebabkan tekanan fisiologis dan bunga atau kerucut yang diserbuki sendiri seringkali gugur. Resiko inbreeding lebih tinggi pada tanaman yang terisolir dibandingkan dengan tanaman pada populasi campuran. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2009 hingga September 2010. Tempat pengambilan bahan penelitian dilakukan di 5 lima lokasi di Jawa Barat, sebagaimana diuraikan pada Tabel 2. Tabel 2 Lokasi penelitian No Nama Lokasi Luas ha Jumlah Sampel Letak geografis Ketinggian m dpl 1. Desa Nagrak, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor 1 20 pohon 06 o 40’ 472‖S 106 o 53’ 615‖E 250 – 350 2. Desa Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor 1 20 pohon 06º 40’ 477‖ S 106º 53’635‖E 711-721 3. Desa Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta 1 20 pohon 06º 39’ 378‖ S 107º 32’479‖E 617 4. Desa Babakan Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan 1 20 pohon 06º 45’ S 105º20’ E 417 5. Desa Mekarsari Kec. Pasir Jambu. Kab. Bandung 1 20 pohon 07º 14’ S 107º 5144’ E 1250-1346 Sedangkan untuk analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB Bogor. Penetapan Pengambilan Contoh Metode yang digunakan untuk pengambilan contoh penelitian adalah dengan teknik purposive sampling. Jumlah petak yang digunakan adalah lima petak contoh dengan luas masing-masing 1 Ha, dan dilakukan pengambilan data secara sensus menyeluruh. Sedangkan untuk pemetaan pola tanam digunakan petak pengamatan berbentuk persegi dengan ukuran 10 x 20 m sebanyak 5 petak sesuai dengan jumlah lokasi penelitian. Diagram Alir Penelitian Secara umum, tahapan-tahapan penelitian ini dapat terangkum menjadi suatu bagan alir penelitian seperti yang tergambar pada Gambar 4. Gambar 4 Diagram alir penelitian. Dari diagram alir diatas, dapat diketahui bahwa penelitian ini dibagi menjadi dua sub penelitian, yaitu penilaian produksi benih mindi dan penilaian kondisi biofisik mindi. Secara lebih terperinci akan dijabarkan pada sub-sub bab di bawah ini. Prosedur Kerja Sub Penelitian 1 : Penilaian Produksi Buah Mindi Sub penelitian 1 ini bertujuan untuk menilai produksi buah mindi per tahun di setiap lokasi penelitian. Adapun bahan dan alat yang digunakan pada sub penelitian ini yaitu, Bahan Lima tegakan hutan rakyat mindi di Jawa Barat. 20 pohon induk yang sudah dipilih pada setiap lokasi penelitian. Alat Haga, penanda pohon, GPS, pita meteran, kamera, galah berkait, kaliper, kantong plastik, label dan alat tulis. Pemilihan Pohon Induk Dipilih 20 pohon induk disetiap lokasi penelitian Penilaian Produksi Buah Pengunduhan selama 2 kali musim berbuah berturut-turut di setiap lokasi penelitian Penilaian Kondisi Biofisik Tegakan Mindi Tanah : Sifat fisik tanah dan kimia tanah Iklim : Kelembaban, suhu dan curah hujan selama 5 tahun terakhir Topografi Analisis Data Menggunakan Metode Stepwise Regression Untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan fisik terhadap produksi buah mindi Pemilihan Pohon Induk Pemilihan pohon induk dilakukan dengan menetapkan sasaran-sasaran yang mencakup: prioritas jenis, tempat asal benih, dokumentasi yang diperlukan, jumlah sampel pohon yang mewakili populasi dan jumlah buah yang harus dikumpulkan untuk setiap pohon induk. Pohon induk adalah pohon yang memiliki fenotip unggul, misalnya dalam hal pertumbuhan tinggi, diameter, bentuk batang, kualitas kayu, atau sifat-sifat yang diinginkan. Pohon induk yang dipilih yaitu sebanyak 20 pohon per lokasi penelitian. Langkah-Langkah Pemilihan Pohon Induk Tujuan pemilihan pohon dalam tegakan adalah untuk mendapatkan sebanyak mungkin keragaman genetik yang ada dalam populasi. Beberapa hal yang dipakai sebagai acuan adalah: a. Karena tegakan pada lokasi penelitian ini yaitu tegakan homogen, maka pemilihan pohon dapat dilakukan secara acak, dengan syarat asal-usul tersebut dapat diketahui mempunyai dasar keragaman yang luas. b. Pohon-pohon yang dipilih tersebut termasuk dalam kelas dominan. c. Pohon-pohon tersebut sehat, tidak menampakkan gejala serangan hama dan penyakit. Untuk tujuan penghasil kayu, dipilih pohon yang berbatang lurus, bulat, batang bebas cabang tinggi dan tajuk seimbang. Kriteria pohon induk yang dinilai yaitu: a. Pertumbuhan tinggi dan diameter diatas rata-rata b. Batang lurus c. Batang bebas cabang yang tinggi d. Tajuk normal sesuai dengan karakter jenis e. Bebas hama dan penyakit f. Sudah berbunga g. Mutu kayu baik h. Cukup tua Gambar 5 Contoh pemilihan pohon induk yang baik Mulawarman et al. 2002. Penilaian Produksi Buah Pengumpulan Buah Pengumpulan buah dilakukan pada saat panen raya. Pengumpulan buah hanya dilakukan pada pohon-pohon induk yang sudah terpilih. Cara pengumpulan buah dengan memanjat dan dipetik. Dalam penilaian produksi buah, karena lokasi penelitian merupakan hutan rakyat maka tata cara pengumpulan buah yaitu hanya dengan mengunduh 30 dari keseluruhan buah yang ada per pohonnya Bonner et al. 1994. Setelah ditimbang, lalu dihitung berat 100 per pohonnya. Jadi data yang didapat yaitu data produksi buah 20 pohon induk pada setiap lokasi. Tahapan-tahapan pekerjaan yang dilakukan pada sub penelitian ini telah dirangkum ke dalam Tabel 3. Tabel 3 Tahapan kerja sub penelitian 1 Tahapan Metode Jumlah Sampel Data Terkumpul Pemilihan pohon induk Pohon pembanding dengan kombinasi skoring 20 pohon 20 pohon induk dari setiap lokasi penelitian Penilaian produksi buah Pengunduhan langsung dengan menggunakan galah berkait 20 pohon Produksi buah kg pada 2 kali musim berbuah berturut-turut dari setiap lokasi Sub Penelitian 2 : Penilaian Kondisi Biofisik Tegakan Mindi di Jawa Barat Sub penelitian 2 ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi biofisik yang sesuai bagi habitat jenis mindi di Jawa Barat. Adapun bahan dan alat yang digunakan yaitu, Bahan Contoh tanah dan data curah hujan dalam 5 tahun terakhir pada setiap lokasi penelitian. Tegakan hutan rakyat mindi di setiap lokasi penelitian. Alat Ring tanah, bor tanah, GPS, termohigrometer, plastik, label, timbangan, meteran, kompas, alat tulis dan kuesioner. Kondisi Biofisik Tegakan Mindi di Jawa Barat Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi: Pengambilan contoh tanah Contoh tanah diambil pada setiap lokasi hutan rakyat mindi. Setiap lokasi diambil 1 contoh tanah dengan kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm dengan menggunakan ring tanah. Untuk analisis kimia tanah, menggunakan contoh tanah komposit. Tanah tersebut selanjutnya dianalisis, meliputi analisis kimia dan fisik tanah. Adapun unsur kimia yang dianalisis yaitu C, N, P, K, pH dan KTK, sedangkan untuk fisik tanah yang dianalisis meliputi tekstur tanah dan kadar air. Pengambilan data sifat fisik lingkungan Pada setiap lokasi diukur sifat fisik lingkungan, yaitu: - Kelembaban dan suhu. - Letak geografis dan ketinggian tempat dengan GPS. - Topografi - Data curah hujan selama 5 tahun terakhir yang diambil dari setiap lokasi penelitian. Pemetaan Pola Tanam Secara fisik hutan rakyat memiliki pola tanam yang beragam dan berbeda di setiap daerah, baik cara memilih jenis yang dikembangkan maupun cara penataannya di lapangan. Pola tanam dan praktek silvikultur yang diberikan para petani sangat mempengaruhi dari pertumbuhan tanaman mindi, maka data-data tersebut mutlak diperlukan. Pengumpulan Data Tahapan pengumpulan data yaitu: a. Pembuatan plot pengamatan seluas 10 x 20 m di setiap lokasi penelitian, sehingga plot pengamatan yang dibuat yaitu sebanyak 5 plot. b. Data yang diambil yaitu jenis tanaman, jumlah tanaman, jarak tanam, diameter, tinggi dan tinggi bebas cabang. c. Pemetaan plot pada setiap lokasi penelitian. Pemetaan plot tersebut secara umum menghasilkan sebuah struktur tajuk yang juga menggambarkan pola tanam. Penggambaran pola tanam disetiap lokasi dengan menggunakan software Sexi FS 2.1.0. Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui kerapatan dan juga keanekaragaman jenis yang ada di setiap lokasi penelitian. Pengukuran untuk analisis vegetasi menggunakan metode sensus yaitu dengan mengumpulkan seluruh data yang ada di dalam petak seluas 1 ha. Pengukuran dilakukan pada setiap lokasi penelitian. Parameter yang diukur untuk vegetasi adalah tinggi dan diameter. Sedangkan untuk tumbuhan bawah hanya dicatat keberadaannya saja dan jumlahnya. Setelah pengambilan data selesai dilakukan, rekapitulasi data dan hasilnya dihitung dengan menggunakan parameter kerapatan dengan rumus sebagai berikut Soerianegara dan Indrawan 1987 : Kerapatan = Tahapan-tahapan pekerjaan yang dilakukan pada sub penelitian ini telah dirangkum kedalam Tabel 4. Tabel 4 Tahapan kerja sub penelitian 2 Tahapan Metode Jumlah Sampel Data Terkumpul Penentuan sifat fisik tanah Menggunakan ring tanah dikedalaman 0-20 cm dan 20 –40 cm 5 sampel tanah dari setiap lokasi Data sifat fisik tanah yaitu tekstur tanah, kadar air tanah dan pH Penentuan sifat kimia tanah Menggunakan tanah komposit dikedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm 5 sampel tanah dari setiap lokasi Data sifat kimia tanah yaitu C, N, P, K dan KTK Pengambilan data sifat fisik lingkungan Pengambilan data sekunder dari Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor Data iklim dari setiap lokasi selama 5 tahun terakhir Data kelembaban, suhu dan curah hujan selama 5 tahun terakhir dari setiap lokasi penelitian Pengambilan data langsung ke lapangan 5 lokasi penelitian Data letak geografis dan ketinggian tempat Pemetaan pola tanam Pengambilan data langsung ke lapangan dengan membuat plot pengamatan seluas 10 x 20 m 1 plot pengamatan 10 x 20 m di setiap lokasi penelitian Jenis tanaman, jumlah tanaman, jarak tanam, diameter, TBC dan TT dari setiap vegetasi yang ditemukan didalam plot pengamatan. Penggambaran pola tanam menggunakan software Sexi FS 2.1.0 Analisis vegetasi Menggunakan metode sensus Plot pengamatan seluas 1 ha di setiap lokasi penelitian Nama jenis, diameter, TBC dan TT, yang nantinya diolah untuk mengetahui kerapatan jenis mindi Analisis Data untuk Mengetahui Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Terhadap Produksi Buah Melia Azedarach L Untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan fisik terhadap produksi buah mindi digunakan analisis stepwise regression dengan software SPSS 13.0 by SPSS Inc 2004. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara produksi buah dengan sifat-sifat tanah, iklim dan topografi, dan juga umur tegakan dan kerapatan jenis mindi. Dari analisis stepwise regression akan diketahui faktor mana yang paling berpengaruh dalam meningkatkan produksi buah. Faktor yang diamati yaitu : a. Umur tegakan b. Kadar air tanah c. KTK d. C e. pH tanah f. Debu g. N h. Kelembaban i. Pasir j. P k. Suhu l. Ketinggian tempat m. K n. Curah hujan o. Kerapatan HASIL DAN PEMBAHASAN Melia azedarch L. atau yang dikenal dengan jenis mindi merupakan jenis eksotik yang penyebaran alaminya berasal dari India dan Burma. Jenis ini sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia karena memiliki kegunaan yang sangat beragam. Penyebaran jenis mindi di Jawa Barat cukup berkembang pesat, banyak para petani menanam jenis ini karena harga kayu mindi lebih tinggi dibandingkan dengan kayu sengon. Lokasi penelitian yang diambil sebagai plot pengamatan yaitu berada di Ds. Nagrak, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor; Ds. Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor; Ds. Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta; Ds. Babakan Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan, dan Ds. Mekarsari, Kec. Pasir Jambu, Kab. Bandung. Kelima lokasi tersebut memiliki kondisi lingkungan yang berbeda, hal ini mengindikasikan bahwa mindi dapat hidup dengan baik di berbagai kondisi lingkungan. Mindi di Jawa Barat memiliki periode berbuah sekali dalam setahun yaitu pada bulan Maret – Mei. Dari kelima lokasi yang dijadikan plot pengamatan, mindi ditanam dengan berbagai pola tanam yang berbeda. Di Ds. Mekarsari, Kec. Pasir Jambu, Kab. Bandung dan Ds. Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta, mindi ditanam berdampingan dengan tanaman teh dan juga sengon, di Ds. Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor dan Ds. Nagrak, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor, mindi dijadikan tanaman pembatas di lahan palawija seperti jagung dan singkong, sedangkan di Ds. Babakan Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan, mindi ditanam dengan berbagai jenis tanaman berkayu lainnya seperti sengon, kayu afrika dan mahoni. Walaupun demikian, mindi di lima lokasi tersebut dapat menghasilkan produksi buah dengan baik. Gambar 6 mengilustrasikan pola tanam yang berbeda dari setiap lokasi penelitian. Pola tanam yang berbeda secara tidak langsung dapat mempengaruhi produksi buah, karena pola tanam dapat berpengaruh pada jarak tanam dan kerapatan. Jarak tanam yang terlalu rapat ataupun yang terlalu renggang tentunya dapat mempengaruhi daya bereproduksi suatu tanaman. Jarak tanam yang rapat, akan menghasilkan tanaman dengan diameter tajuk yang sempit sehingga menghasilkan produksi buah yang kurang maksimal. Sedangkan jarak tanam yang renggang dapat menyebabkan terjadinya selfing secara terus menerus dan menghasilkan benih dengan keragaman genetik yang rendah. Gambar 6 Pola tipikal penanaman mindi di hutan rakyat Jawa Barat Skala 1:500. Pola A : Tegakan mindi dengan palawija, Pola B : Tegakan mindi campuran, Pola C : Tegakan mindi dengan teh. Produksi Buah Mindi Proses pengumpulan buah mindi haruslah mengacu pada tingkat kemasakannya. Masak fisiologi buah biasanya ditandai dengan penurunan kadar air buah dan perubahan warna pada kulit buah. Pada saat ini pengangkutan bahan makanan ke dalam buah terhenti sehingga ukuran buah sudah mencapai maksimum. Viabilitas dan vigor juga maksimum, sehingga kualitas benih tertinggi diperoleh pada saat masak fisiologis. Proses masak fisiologis pada buah dan biji biasanya terjadi secara bersamaan, sehingga waktu masaknya buah biasanya bersamaan dengan waktu masaknya biji Nitsch 1971. Pada saat buah masak secara fisiologis, maka secara fisiologis terjadi peningkatan produksi gula dan kadar air pada daging buah, sehingga terjadi perubahan warna, rasa dan aroma pada kulit buah dan daging buah, selain itu buah berubah menjadi lunak. Biasanya kulit buah yang berwarna hijau menjadi mengkilap dan secara perlahan-lahan klorofil akan hancur, sehingga berubah warna menjadi merah kuning atau jingga Sedgley dan Griffin 1989. Menurut Suita et al 2008, pengumpulan buah mindi disarankan dilakukan terhadap buah yang berwarna kuning dan hijau kekuningan, hal ini berdasarkan mutu fisik, fisiologis dan kandungan komposisi kimia benih karbohidrat, protein dan lemak. A B C Gambar 7 Daun A, bunga B dan buah mindi C Koleksi pribadi. Produksi buah suatu jenis tanaman berkayu sangat bervariasi dari tahun ke tahun dan dari pohon ke pohon lainnya. Banyak faktor yang menimbulkan variasi tersebut, antara lain gagalnya pohon untuk berbunga, penyerbukan yang tidak sempurna dan juga faktor lingkungan. Sehingga data-data yang menunjang akan keberhasilan suatu tanaman untuk berbuah sangatlah penting. Jenis mindi dalam pengembangan budidayanya masih dirasa kurang memiliki data pendukung, khususnya yang berhubungan dengan produksi buah dan pembungaannya. Tabel 5 menyajikan data produksi buah mindi dari lima lokasi di Jawa Barat selama 2 tahun berturut-turut 2009 dan 2010. Tabel 5 Produksi buah mindi di lima lokasi di Jawa Barat Lokasi Rata-rata Produksi Buah kgphn ∑ BK 2008 2009 ∑ BK 2009 2010 Rata-rata per Tahun Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta 4 14,7±2,1 1 5,0±0,7 9,9±1,3 Ds. Mekarsari, Kab. Bandung 3 5,1±0,6 3 1,2±0,1 3,1±0,4 Ds. Babakan Rema, Kab. Kuningan 6 5,8±1,5 4 5,6±1,5 5,7±1,1 Ds. Nagrak, Kab. Bogor 1 4,3±0,5 5,5±0,7 4,9±0,4 Ds. Sukakarya, Kab. Bogor 2 5,1±0,3 5,2±0,3 5,1±0,2 Total 16 7,0±0,6 8 4,5±0,3 5,7±0,4 Ket : ∑ BK : Jumlah Bulan Kering yaitu Curah Hujan 60 mmbln Schmidt dan Fergusson 1951. Setelah dilakukan pengamatan selama 2 kali musim berbuah di setiap lokasi, didapatkan data produksi buah per pohon per tahun di lima lokasi di Jawa Barat. Setiap lokasi rata-rata mengalami penurunan produksi buah dari tahun 2009 ke tahun 2010, hal ini mungkin disebabkan karena pada tahun 2009 mengalami kondisi cuaca yang tidak menentu yaitu hampir sepanjang tahun hujan turun terus menerus. Penurunan jumlah produksi buah terlihat jelas dikedua lokasi penelitian yaitu di Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta dan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung. Hal ini didukung dengan data yang didapat dari stasiun klimatologi bahwa pada tahun 2008 jumlah bulan kering di kedua lokasi tersebut lebih banyak dibandingkan dengan jumlah bulan kering di tahun 2009, seperti yang terlihat pada Gambar 8. 500 1000 1500 20 40 60 80 100 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nop Dec Cur ah H uj an m m b ln S uh u o C da n K el em b ab an Ds. Legok Huni, Kab Purwakarta CH 2008 CH 2009 Kelembaban Suhu Gambar 8 Data iklim di Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta dan Ds. Mekarsari, Kab. Bandung. Gambar 8 menjelaskan bahwa di kedua lokasi tersebut pada tahun 2009 sepanjang tahun merupakan musim hujan yang menyebabkan jumlah bulan kering tahun 2009 sedikit, bulan kering dinyatakan apabila curah hujan pada bulan tersebut dibawah 60 mmbln. Sedikitnya jumlah bulan kering ini mempengaruhi waktu pembungaan dari suatu tanaman. Sedangkan apabila dilihat dari rata-rata per tahun, Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta memiliki rata-rata produksi buah paling besar per tahunnya yaitu 9,9 kgphnthn dan lokasi yang memiliki rata-rata produksi buah paling kecil per tahun yaitu berada di Ds. Mekarsari, Kab. Bandung yaitu sebesar 3,1 kgphnthn. Adanya perbedaan produksi buah dari tahun 2009 dan tahun 2010 di setiap lokasi diduga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik, hormon dan pasokan nutrisi Bernier et al. 1985. Fase reproduksi pohon dimulai dari tahapan pembungaan dimana di daerah tropis induksi bunga terjadi secara alamiah pada musim kemarau, karena mengalami stress air dan bunga muncul menjelang musim hujan Poerwanto 2000. Keadaan awal berbuah yang tidak menentu dan adanya sifat biennial bearing dapat menyebabkan produksi buah yang tidak stabil atau berbuah banyak pada satu tahun on year dan berbuah sedikit pada tahun berikutnya off year. Hal ini umumnya dipengaruhi oleh faktor iklim terutama iklim mikro dan faktor endogen tanaman Dennis dan Nielsen 1999. 200 400

600 800

20 40 60 80 100 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nop Dec Cur ah H uj an m m b ln S uh u o C da n K el em b ab an Ds. Mekarsari, Kab. Bandung CH 2008 CH 2009 Kelembaban Suhu Hubungan Produksi Buah dengan Dimensi Pohon Induk Diameter dan tinggi suatu tanaman merupakan salah satu kriteria yang digunakan dalam penentuan pohon induk. Dalam kaitannya dengan produksi buah, penelitian ini ingin melihat seberapa besar korelasi antara produksi buah dengan diameter dan tinggi tanaman di setiap lokasi penelitian Gambar 9. Gambar 9 Hubungan produksi buah dengan tinggi total disetiap lokasi penelitian. Hubungan antara produksi buah dengan tinggi total tanaman mindi tidak menunjukkan korelasi yang signifikan. Ds. Legok Huni, Kab. Purwakarta menunjukkan adanya korelasi yang positif dengan nilai R 2 yang lebih besar dibandingkan dengan lokasi lainnya. Di lokasi tersebut dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tanaman mindi, maka memiliki nilai produksi buah yang tinggi pula. Sedangkan untuk lokasi lainnya memiliki nilai R 2 yang lebih kecil dari 50, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara produksi buah dengan tinggi total tanaman di empat lokasi tersebut. Namun demikian, apabila dilihat secara keseluruhan, memang terlihat bahwa tidak adanya Ds. Sukakarya, Kab. Bogor Tinggi Total m P ro d u k s i B u a h k g p h n

6.0 8.0

10.0 12.0

14.0 16.0

18.0 20.0

22.0 0.0

3.0 6.0

9.0 Ds. Mekarsari, Kab. Bandung Tinggi Total m P ro d u k s i B u a h k g p h n

7.0 9.0

11.0 13.0