SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005
778
cenderung resisten terhadap perubahan resistance to change dan lambat menerima inovasi Rainey,1999. Persepsi personil terhadap suatu ukuran kinerja akan
mempengaruhi apakah ukuran tersebut akan diadopsi. Sikap menolak terhadap suatu ukuran kinerja cenderung menghambat pengadopsian sedangkan sikap yang tidak resisten
cenderung membuat pengadopsian suatu ukuran kinerja terlaksana.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diduga bahwa pengadopsian suatu ukuran kinerja oleh organisasi publik dipengaruhi oleh faktor-faktor rasional
sumberdaya, informasi, orientasi tujuan, Ketentuan eksternal dan internal dan beberapa faktor-faktor politik kelompok internal dan sikap.Untuk itu, dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
H1a: Faktor-faktor rasional berpengaruh signifikan terhadap adopsi ukuran kinerja di instansi Pemerintah Daerah.
H1b: Kelompok internal dan sikap berpengaruh signifikan terhadap adopsi ukuran kinerja
2. Implementasi informasi kinerja
Pengukuran kinerja tidaklah berhenti hanya ketika organisasi telah mengadopsi ukuran kinerja. Pengukuran kinerja tidak memiliki manfaat apabila informasi kinerja
yang dihasilkan tidak dimanfaatkan atau diimplementasikan. Tahap berikutnya setelah ukuran kinerja diadopsi adalah memanfaatkan ukuran kinerja untuk perencanaan
strategis, perencanaan kinerja tahunan, alokasi anggaran, monitoring, evaluasi dan pemantauan serta melaporkan informasi tersebut kepada pihak-pihak baik secara vertikal
kepada atasan maupun secara horisontal parlemen.
Implementasi ukuran kinerja dipengaruhi oleh faktor politik dan kultur organisasi Julnes dan Holzer,2001; Wang, 2002; Behn,2002;Rainey,1999. Faktor politik
dalam organisasi, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi, berpengaruh terhadap implementasi informasi pengukuran kinerja. Dukungan dari stakeholder
internal dan pihak legislatif dan masyarakat agar informasi kinerja dimanfaatkan untuk perencanaan strategis, alokasi anggaran, pengendalian dan pemantauan serta pelaporan
akan semakin meningkatkan pemanfaatan informasi pengukuran kinerja.
Pemanfaatan ukuran kinerja juga dipengaruhi oleh sikap pelaksana program terhadap ukuran kinerja. Pemanfaatan informasi kinerja akan dapat berjalan dengan baik
apabila pelaksana program atau personil program merasa bahwa informasi kinerja tersebut dapat memperbaiki kinerja organisasi dan tidak dimaksudkan untuk
“menyingkirkan” mereka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa personil organisasi akan mendukung implementasi ukuran kinerja apabila tidak berdampak buruk terhadap
karir mereka, misalnya pemberian hukuman atau sanksi, dan sebaliknya apabila berakibat buruk terhadap karirnya Behn,2002.
Dalam tahap implementasi, penelitian Julnes dan Holzer 2001 menemukan bahwa tidak semua faktor rasional berpengaruh dalam implementasi kinerja. Faktor
sumberdaya dan informasi merupakan dua faktor yang berpengaruh dalam tahap implementasi. Hal ini dikarenakan organisasi masih memerlukan informasi dan
sumberdaya untuk mengevaluasi dan menganalisa kinerja agar dapat dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan. Selain faktor-faktor rasional tersebut, tujuan yang telah
disepakati merupakan prasyarat utama untuk menggunakan informasi kinerja Wholey, 1999. Pendapat ini didukung penelitian Wang 2002 bahwa performance goal
berdampak pada proses perencanaan strategik dan proses manajemen dan proses evaluasi kinerja karyawan. Dengan demikian, selain faktor informasi dan faktor sumberdaya,
orientasi tujuan juga berpengaruh terhadap implementasi informasi kinerja.
Dari uraian diatas dapat diduga bahwa faktor-faktor politik dan kultur organisasi berpengaruh dalam implementasi informasi pengukuran kinerja. Demikian juga faktor-
faktor rasional, yaitu sumberdaya, informasi, dan orientasi tujuan, juga diduga berpengaruh signifikan terhadap tahap implementasi. Untuk itu, dapat dirumuskan
hipotesis berikut:
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005
779
H2a: Faktor-faktor Politik dan Kultur berpengaruh signifikan terhadap implementasi informasi kinerja
H2b: Ketersediaan sumberdaya, informasi,dan orientasi tujuan berpengaruh signifikan terhadap implementasi kinerja di Instansi Pemerintah
METODE PENELITIAN Pemilihan sampel dan pengumpulan data
Penelitian dilakukan di Pemerintah Provinsi DIY Yogyakarta, Pemerintah Kota Yogyakarta, Pemerintah Kabupaten Sleman, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dan
Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu pada Instansi Pemerintah Daerah Dinas dan Badan. Instansi Pemerintah Daerah tersebut dipilih secara acak simple random
sampling agar dapat mencerminkan keadaan tingkat adopsi dan implementasi ukuran
kinerja di instansi daerah. Untuk menanyakan praktik pengukuran kinerja di instansi maka peneliti
mengirimkan kuisioner kepada pejabat eselon 2, 3 dan 4 di masing-masing instansi yang dipilih. Kuisioner dikembangkan dari penelitian Julnes dan Holzer 2001 dan Rainey
1999. Dari 810 eksemplar kuisoner yang dibagikan kepada para responden, yang kembali sebanyak 515 eksemplar atau sejumlah 63,5 . Tingkat pengembalian yang
tinggi disebabkan peneliti mengantar dan menjemput kuisioner pada tanggal yang dijanjikan. Kuisioner sebanyak 515 eksemplar tidak semuanya dapat dianalisis karena
beberapa kuisioner tidak lengkap diisi atau dikembalikan dengan keadaan kosong. Selain itu terdapat kuisioner yang diisi dengan mengisi kotak yang sama mulai dari lembar
pertama dan lembar terakhir. Dari 515 kuisioner yang dikembalikan hanya 457 kuisioner yang dapat diolah lebih lanjut.
Metode analisis data
Masing-masing hipotesis akan diuji dengan alat analisis regresi berganda multiple regresion yaitu dengan persamaan:
ADPT= a + aX
1
+bX
2
+cX
3
+dX
4
+ eX
5
+fX
6
+gX
7
+ e…………1 Dimana:
ADPT= Tahap adopsi Variabel rasional
X
1
= Sumberdaya X
2
= Informasi X
3
= Orientasi tujuan X
4
= ketentuan eksternal X
5
= Ketentuan internal, suatu variabel dummy: 0 = tidak ada aturan manajemen,1= ada
Variabel Politik dan kultur organisasi X
6
= Kelompok internal X
7
= Sikap IMPL= a
+aX
1
+bX
2
+cX
3
+dX
4
+ eX
5
+ fX
6
+ e…………….2 Dimana:
IMPL= Tahap Implementasi Variabel Politik dan kultur organisasi
X
1
= Kelompok internal X
2
= Kelompok eksternal X
3
= Sikap
Variabel rasional X
4
= Sumberdaya X
5
= Informasi X
6
= Orientasi tujuan
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005
780
Model Penelitian
H1a
H1b
H2a
H2b
ANALISIS HASIL PENELITIAN Statistik deskriptif
Untuk variabel dependen adopsi, hampir seluruh responden mengatakan bahwa ukuran input, output dan outcome telah dikembangkan di instansi tempatnya bekerja.
Namun, untuk ukuran efisiensi, 55,58 dari 457 responden mengatakan bahwa ukuran efisiensi tidak dikembangkan untuk program dan kegiatan dan hanya 11 dan 9
responden yang mengatakan ukuran efisiensi digunakan untuk banyak dan seluruh program di instansimya.
Ketika ditanyakan ukuran kinerja yang paling sering digunakan atau dimanfaatkan untuk perencanaan kinerja, alokasi anggaran, dan monitoring dan evaluasi,
maka deskripsi jawaban responden dapat diiktisarkan pada tabel dan grafik berikut ini:
Tabel 1:
Ukuran kinerja yang paling sering digunakan Perencanaan
kinerja alokasi
anggaran Monitoring
dan evaluasi
program INPUT
177
39
109
24
55
12 OUTPUT
170 37
205 45
206 45
OUTCOME 170
37 156
34 105
23 EFISIENSI
56 12
19 4
59 13
Grafik 1:
• Informasi
• Sumberdaya
• Orientasi tujuan
• Ketentuan internal
• Ketentuan eksternal
• Kelompok internal
• Sikap
adopsi
• Kelompok eksternal
• Kelompok internal
• Sikap
• •
•
Implementasi
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005
781
0,00 50,00
100,00 150,00
200,00 250,00
Perencanaan kinerja alokasi ang g aran
Monitoring dan evaluasi prog ram
UKURAN KINERJA YANG SELALU DUGUNAKAN
INPUT OUTPUT
OUTCOME EFISIENSI
Hasil tersebut menunjukkan bukti bahwa sebagian besar instansi Pemerintah secara konsisten mengikuti sistem pengukuran kinerja yang dirumuskan oleh BPKP dan
Lembaga Administrasi Negara, dimana dalam petunjuk tersebut efisiensi bukanlah suatu ukuran kinerja yang harus dikembangkan.
Untuk mengetahui apakah terdapat ketentuan eksternal dan internal yang mendorong organisasi untuk mengadopsi suatu ukuran kinerja, maka sebanyak 21 dari
responden mengatakan tidak ada aturan internal dari pimpinan organisasi yang mengharuskan pengembangan dan pemanfaatan indikator kinerja untuk setiap program
dan 79 menyatakan terdapat kebijakan pimpinan instansi. Sedangkan Ketentuan eksternal yang mengharuskan instansi menggunakan indikator kinerja dapat ditabulasi
sebagai berikut:
Tabel 2
Ketentuan eksternal yang mengharuskan instansi menggunakan ukuran kinerja INPRES PERDA BPKP BAWASDA
Ya 414
411 324
271 Tidak
43 46
133 186
Persen 90 89
71 60
Data tersebut menunjukkan ketentuan yang paling dominan yang mengharuskan instansi Pemerintah mengadopsi suatu ukuran kinerja adalah INPRES dan Peraturan
Daerah. Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan BPKP dan Badan Pengawasan Daerah BAWASDA sebagai aparat pengawas juga berperan dalam mendorong instansi
Pemerintah mengadopsi ukuran kinerja.
Statistik deskriptif keseluruhan variabel dependen dan independen adalah sebagai berikut:
Tabel 3 Statistik Deskriptif
Statistics N
Valid 457
457 457
457 457
457 457
457 457
Missing Mean
3,08 3,17
2,98 3,32
3,43 3,25
2,46 3,04
2,56 Median
3,00 3,08
3,00 3,33
3,50 3,20
2,40 3,00
2,00 Mode
3,00 3,00
3,00 3,67
3,00 4,00
2,40 3,00
2,00 Std. Deviation
0,55 0,56
0,59 0,50
0,43 0,58
0,57 0,51
1,02 Variance
0,30 0,31
0,34 0,25
0,19 0,34
0,33 0,26
1,04 Skewness
-0,02 -0,14
-0,58 -0,55
-0,09 -0,40
0,08 -0,58
0,05 Std. Error of Skewness
0,11 0,11
0,11 0,11
0,11 0,11
0,11 0,11
0,11 Kurtosis
-0,16 -0,82
0,86 -0,18
-0,90 -0,52
-0,05 0,60
-0,90 Std. Error of Kurtosis
0,23 0,23
0,23 0,23
0,23 0,23
0,23 0,23
0,23 Adopsi
implementasi Dukungan
eksternal dukungan
internal
KETENTUAN EKSTERNAL
sikap Orientasi
tujuan Informasi
Sumberdaya
Uji validitas dan reabilitas
Validitas yang diuji dengan metode statistik adalah validitas skala atau validitas konstruk. Dari hasil pengujian validitas konstruk yang dilakukan dengan analisis faktor
menunjukkan factor loading diatas 0,50. Uji reabilitas dilakukan untuk melihat tingkat konsistensi suatu pengukur dari
suatu variabel. Suatu pengukur dikatakan dapat diandalkan apabila memiliki koefisien
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005
782
cronbach’s alpha Rule of Thumb sama atau lebih dari 0,70. Pengujian yang dilakukan
terhadap data penelitian menemukan koefisien cronbach’s alpha lebih dari 0,70. Pengujian asumsi klasik
1. Normalitas data
Pengujian normalitas data mengikuti rule of Thumb dengan melihat statistik deskriptif untuk koefisien skewness dan Kurtosis dari masing-masing variabel. Menurut
Schwab 2004 suatu data telah dapat dianggap normal apabila memenuhi rule of Thumb nilai skewness dan kurtosis antara -1 dan 1. Hasilnya diiktisarkan sebagai berikut:
Tabel 4 PengujianNormalitas
Variabel Skewness
Kurtosis Kesimpulan
Adopsi -0.02
-0.16 Normal
Implementasi -0.14
-0.82 Normal
Dukungan internal -0.55
0-0.18 Normal
Dukungan eksternal -0.58
0.86 Normal
Sikap -0.09
-0.90 Normal
Informasi 0.07
-0.05 Normal
Orientasi Tujuan -0.40
-0.52 Normal
Ketentuan eksternal 0.027
-0.96 Normal
Sumberdaya -0.58
0.6 Normal
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan rule of thumb tentang normalitas maka data penelitian dapat dianggap normal. Disamping itu dalil central limit
theorem mengatakan data dianggap normal apabila ukuran sampel cukup besar Neter
dkk, 2001. Dengan data mencapai 457, maka data penelitian telah memenuhi asumsi distribusi normal.
Hasil pengujian normalitas residual untuk variabel dependen adopsi dan implementasi dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik 2: Normalitas distribusi residual
Normal P-P Plot of Regression S Dependent Variable: implementa
Observed Cum Prob
1,0 ,8
,5 ,3
0,0
E x
p e
c te
d C
u m
P ro
b
1,0 ,8
,5 ,3
0,0
Normal P-P Plot of Regression Sta Dependent Variable: Adopsi
Observed Cum Prob
1,0 ,8
,5 ,3
0,0
E x
p e
c te
d C
u m
P ro
b
1,0 ,8
,5 ,3
0,0
2. Linearitas data