Setelah perencanaan yang matang, aku mulai membangun kebun dan tempat-tempatnya. Bata kusuruh buatkan sendiri, karena tanahnya cocok
serta pembakarannya sangat mudah menggunakan kayu kelepapaq dan kayu garaq dua jenis kayu yang sangat bagus sebagai kayu api Rampan,
2007:185.
Dalam kutipan cerpen “Danau Bengkirai” di atas tokoh tersebut memanfaatkan segala yang tersedia di alam. Membuka lahan, menebang pohon,
menjadikannya kayu untuk pembakaran produksi batu bata. Pembangunan sebuah penangkaran memang bersifat positif terhadap populasi hewan. Akan tetapi
dengan pembukaan area lahan yang dibutuhkan sangatlah luas. Pembukaan area hutan tak terhindarkan dalam kasus ini. Tingkat kompleksitas persoalan begitu
rumit. Disisi lain dampak positif terhadap populasi hewan penangkaran. Dampak negatif juga terasa akibat berkurangnya lahan hutan.
Perbuatan merupakan salah satu bentuk interaksi manusia. Terhadap alam, interaksi manusia memiliki berbagai permasalahan. Dampak negatif membuat
manusia rugi. Tidak pada saat yang sama, akan tetapi kemudian hari. Di sisi lain nilai positif juga dapat dirasakan oleh manusia.
c. Pemikiran Tokoh Terhadap Lingkungan
Teknik pikiran tokoh merupakan teknik membaca serta meneliti tentang apa yang melintas dalam benak sang tokoh. Pemikiran tokoh sering kali menjadi
bahan untuk meneliti watak tokoh. Jika dikaitkan dengan kritik ekologi yang akan dibahas, pikiran tokoh pada penelitian ini mewakili bentuk interaksi tokoh
terhadap lingkungan.
1 Teliti dalam Mengamati Lingkungan
Tokoh dalam “Kayu Naga” merupakan tokoh yang memang dekat dengan alam. Tokoh utama tersebut sangat mengenali karakteristik Kayu Naga yang
tumbuh di hutan-hutan bekas ladang dan huma. Pemikiran tokoh dijelaskan dalam kutipan berikut, “Anehnya, sangat jarang tawon madu mau hinggap bersarang di
dahan pohon yang tumbuh di dataran tinggi Rampan, 2007:3.” Pemikiran tokoh di atas menggambarkan bahwa tokoh mengenali
karakteristik pohon Kayu Naga. Kayu Naga tumbuh di ladang bekas huma penduduk. Tak ada yang mau mengambil kayunya karena batangnya yang meliuk-
liuk serta bermiang. Tokoh utama juga berfikir, kenapa pohon tersebut jarang dihinggapi tawon untuk untuk membuat sarangnya. Pohon tersebut tumbuh tanpa
ada yang mau menebang. Berarti jelas pohon tersebut tak mendapat perlakuan khusus dari manusia yang ada disekitarnya. Tokoh utama mengamati dan
membandingkan dengan pohon lain disekitarnya. Kayu Naga mempunyai karakteristik tersendiri menjaga peranan dalam ekosistem di hutan.
Kutipan dalam cerpen “Kayu Naga” berikut juga menjelaskan mengenai ketelitian tokoh dalam mengenali lingkungannya.
Lebih dari lima puluh tahun merdeka, tetapi di kawasan kampung- kampung pedalaman ini sama sekali belum merdeka, tampak
kemiskinan yang merajalela, rumah-rumah kumuh, lebih buruk dari kandang ayam, sarana transportasi yang hanya menggunakan
transportasi tradisional lewat air. Tak semester pun jalan akses darat menuju kota. Jika saja ada jalan darat, jarak tiga jam berketinting di jalur
sungai, mungkin hanyasekitar 20 menit ditempuh dengan mobil Rampan, 2007:11.
Sunge berasal dari kampung terpencil di pedalaman Kalimantan. Di kampung tersebut ia tumbuh dan berkembang hingga ia dewasa. Akan tetapi,
tidak ada perubahan yang dirasakan setelah ia kembali dari Jakarta. Kampung tersebut masih sama seperti dahulu ketika sunge berburu burung. Lewat kutipan
ini pula kritik ditujukan kepada pemerintah. Sunge memperhatikan kampung- kampung di pedalaman hutan, dan sama sekali tidak ada kemajuan.
Cerpen “Kampung Beremai” merupakan cerpen dengan judul yang menjelaskan sebuah latar. Dalam cerpen ini terdapat beberapa pemikiran tokoh
terhadap latar dalam cerita. Salah satunya berupa kutipan berikut. “Agak aneh kupikir, mengapa kampung itu bisa berdiri di situ, sementara tak ada sesuatu pun
yang ditunggu di dataran berpaya itu Rampan, 2007:167.” Nama sebuah kampung dijadikan judul cerpen ini. Kampung Beremai
mengisahkan tentang kampung yang berada di hutan Kalimantan. Sebuah kampung dengan sebuah lou atau rumah adat suku dayak yang artinya seluruh
warga menghuni rumah tersebut. Pemikiran tokoh tehadap kampung Beremai tertuang dalam kutipan di atas. Lingkungan sekitar kampung tersebut merupakan
dataran berpaya dialiri sungai. Jenis tanah di situ tidak cocok untuk dijadikan sawah ataupun perkebunan. Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh mengenali
karakteristik wilayah tersebut. Tidak ada sesuatu untuk ditanam, masyarakat mengandalakan pekerjaan lelaki yang sering berburu dan ikut dengan perusahaan
HPH dengan menebang pohon lalu menghilirkan kayu di sungai. 2
Akibat Kerusakan Lingkungan Akan tetapi kegiatan berburu burung dilanjutkan sunge dengan cara lain.
Membuat perangkap untuk burung-burung yang bersarang di tanah. walau dirasa aman, ternyata cara tersebut juga mempunyai resiko.
Apakah ular tedung itu akan memakan burung lesio yang terperangkap tongkop sehingga ia berada dalam perangkap itu, entah memang sedang
memintas di situ untuk mencari mangsa dan terperangkap sendiri. Rampan, 2007:6
Pemikiran tokoh diutarakan menjadi beberapa kemungkinan. Kenapa ular tedung yang berbisa tersebut terperangkap dalam tongkop untuk burung.
Kemungkinan pertama bahwa ular tersebut hendak memakan burung yang terperangkap. Yang kedua, ular tersebut memang sedang melintas di daerah hutan
Kayu Naga lalu terperangkap dengan sendirinya. Dua alasan pemikiran tokoh tersebut sebagai pemikiran mengenai kejadian di alam terbuka. Hubungan yang
dekat antara tokoh dengan alam, dapat memberikan dua pemikiran dalam kutipan tersebut.
Pemikiran Sunge dijelaskan kembali dalam kutipan berikut mengenai nasib buruknya yang memerangkap ular, “Namun rupanya di kawasan hutan kayu naga
cukup banyak berdiam ular berbisa Rampan, 2007:6” Setelah beberapa kali bertemu kejadian buruk, Sunge mengetahui
bahwasannya kawasan Kayu Naga banyak hidup ular berbisa. Ular-ular tersebut kemungkinan besar pindah di sekitar kayu Naga karena lingkungan sekitar yang
sudah rusak karena penebangan. Pemikiran tersebut juga digambarkan pada cerpen “Kampung Beremai”
Apakah ular itu juga sedang bercinta seperti aku dengan Ja yang sebentar lagi menikah? Atau ular itu kelaparan karena tak ada lagi babi dan ayam
warga yang dilepaskan? Atau karena hutan habis digunduli untuk lahan HTI dan sebagian lahan HPH terbakar sehingga tidak ada lagi binatang
yang bisa diburu? Rampan, 2007:177
Pemikiran tokoh dalam kutipan tersebut merupakan pemikiran akibat kejadian buruk yang menimpa tokoh. Tokoh diceritakan terbelit ular yang besar di
sekitar lahan kosong bekas perusahaan HPH. Pemikiran tokoh mengenai ular tersebut adalah akibat dari kerusakan hutan. Ketika hutan digunduli, hewan-
hewan berpencar mencari sumber makanan lain, manusia menjadi korban dari hewan buas tersebut.
Pada cerpen “Empana” dijelaskan bahwa Lelango Olo yang kembali untuk membuka lahan dan membangun perkebunan kelapa sawit. Akan tetapi, entah
karena tulah ataupun stres ia membakar seluruh perkebunan tersebut saat kelapa sawit hampir siap dipanen.
“Bunuh konglomerat pembakar sawit itu Gantung konglomerat pemabakar sawit itu Potong lehernya dengan guilotin Kasih ajar dengan
pengadilan massa Kasih pelajaran konglomerat busuk dengan hukuman mati” telingaku menangkap seperti teriakan orang–orang demonstrasi.
“Gantung penunggak BLBI Gantung konglomerat penipu rakyat” Rampan, 2007:28
Karena membakar perkebunan tersebut, daerah Empana semakin parah. Belum lagi kemarahan masyarakat yang telah merelakan lahannya untuk
perkebunan tersebut. Demonstrasi untuk kematian Olo merupakan akibat dari pembakaran tersebut.
3 Bangga terhadap Kekayaan Alam
Rasa bangga yang ditunjukan para tokoh dapat digunakan untuk mengetahui watak tokoh tersebut. Cerpen “Empana” menceritakan Lelango Olo yang kembali
ke empana untuk mendirikan perkebunan kelapa sawit. Dukungan dari pemerintah dan masyarakat membuatnya bangga akan hasil pekerjaannya.
Aku merasa sangat senang dan tersanjung karena dukungan itu benar- benar memuluskan usahaku. Semuanya berjalan lancer dan pertumbuhan
sawit juga menggembirakan karena memang lahannya sangat subur. Rampan, 2007:35
Kutipan dalam cerpen “Empana” di atas memperlihatkan rasa bangga terhadap diri sendiri karena sudah dapat meyakinkan masyarakat dan pemerintah
serta perusahaan untuk memberikan bantuan untuk perkebunan kelapa sawit. Lelango olo berhasil membujuk masyarakat setempat dan pemerintah hingga ia
mendapatkan ijin untuk membuka lahan. Kesempatan itu tidak akan disia-siakan oleh Lelango Olo, ia akan bekerja dengan giat atas kepercayaan tersebut.
Dalam cerpen “Empana” sang tokoh mempunyai pemikiran mengenai wilayah Empana yang indah dan subur, “Kurasa empana bukan hanya sebuah
danau dan dataran luas. Empana adalah kehidupan Rampan, 2007:19” Lahan subur dan indah di wilayah empana membuat Lelango Olo berfikir
bahwa Empana adalah kehidupan. Dalam cerpen “Empana diceritakan bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah yang indah dan subur. Disana tumbuh
pohon-pohon berbuah yang bisa dimanfaatkan penduduk. Danau yang berada diantara kerindangan hutan menjadi sebuah keindahan tersendiri yang dimiliki
oleh Empana. Kedekatan tokoh utama dengan lingkungan Empana membentuk sebuah pemikiran bagi tokoh tersebut. Rasa bangga dan cinta tanah air
diperlihatkan oleh pengarang dalam bentuk cerita dalam cerpen ini. Berbeda dengan cerpen “Empana” yang membanggakan sebuah wilayah.
Dalam cerpen “Dataran Wengkay”, pengarang memberikan penjelasan mengenai pemikiran tokoh terhadap penangkaran rusa yang ada di Dataran Wengkay.
“Bersama sejumlah kambing dan sapi, rusa-rusa itu menjadi kebanggan warga karena hanya di kampung itu terdapat penangkaran rusa Rampan, 2007:80.”
Tokoh ‘aku’ sebagai tokoh utama mempunyai anggapan bahwa penangkaran rusa merupakan kebanggaan masyarakat setempat. Dalam cerpen ini,
penangkaran rusa yang dibangun merupakan penangkaran pertama di wilayah setempat. Penangkaran tersebut membuat kemajuan bagi pemasukan daerah.
Daging rusa menjadi makanan istimewa disekitar dataran Wengkay. Kedekatan terhadap lingkungan baik itu alam maupun sesame manusia membuat tokoh dapat
menyimpulkan bahwa penangkaran rusa merupakan kebanggan masyarakat.
3. Deskripsi Latar Belakang Sosial Budaya dan Ekonomi.