Organisasi, Kebijakan dan Praktik Penanganan Konflik Agraria

dan Perkebunan Kabupaten Melawi, DPRD Kabupaten Melawi, dan Pemerintah Kecamatan Menukung, Balai TNBBBR Kabupaten Sintang. Mereka juga melakukan pertemuan, lokakarya, dialog, audensi dengan berbagai pihak seperti dengan Muspika Kecamatan Menukung, Pemda Kabupaten Melawi, DPRD Kabupaten Melawi, DKN RI, Balai TNBBBR dan LSM Bahkan mereka pernah melakukan aksi damai di Kantor Bupati Melawi untuk mendesak Bupati dan instansi terkait agar segera mengambil tindakan konkrit untuk menyelesaikan konflik yang dialami masyarakat hukum adat Ketemenggungan Siyai. Hingga laporan ini ditulis, konflik belum selesai. Pemkab Melawi yang diharapkan oleh masyarakat dapat mengambil keputusan, tidak mampu melakukannya. Menurut masyarakat, Pemkab Melawi membiarkan konflik antara masyarakat hukum adat Ketemenggungan Siyai dengan TNBBBR. Masyarakat hukum adat Siyai juga mempertanyakan masalah apa yang kurang atau yang tidak pernah dibahas dalam berbagai tulisan, pertemuan, dialog, audensi dengan para pengambil kebijakan di Kabupaten Melawi dan instansi terkait lainnya mengenai konflik wilayah adat mereka denga TNBBBR. Menjadi pertanyaan masyarakat, apalagi yang diinginkan oleh pengambil kebijakan di Kabupaten Melawi, khususnya Pemkab Melawi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat hukum adat Ketemenggungan Siyai? 19 Pendapat yang sama juga dialami oleh warga masyarakat hukum adat Laman Cahai yang mengadukan penggusuran terhadap wilayah adat oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit. Kasus ini awalnya diselesaikan secara kekeluargaan dengan difasilitasi oleh Camat Menukung, Kabupaten Melawi. Ternyata dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak yang berkonflik tidak mampu merumuskan kata sepakat. Menurut masyarakat hukum adat Laman Cahai, pihak Kecamatan Menukung tidak berani mengambil keputusan untuk menyelesaikan kasus penggusuran wilayah adat mereka. 20 Karena tidak ada kata sepakat di Kecamatan Menukung, Masyarakat hukum adat Laman Cahai mengadukan atau ‘menaikan’ bahasa mereka kasus ini ke Pemkab Melawi. Hampir dua bulan masyarakat hukum adat Laman Cahai menunggu respon dari Pemkab. “Jangankan mengajak para pihak yang berkonflik untuk bertemu, berdialong, kabar berita dari Pemda Melawi untuk merespon dan menindak lanjuti kasus ini tidak ada sama sekali. Pemda Melawi mungkin beranggapan bahwa kasus yang dialami masyarakat hukum adat Laman Cahai adalah kasus sepele dan tidak perlu ditangani atau diselesaikan secara serius oleh Pemda Melawi. 19 Hasil diskusi informal penulis dengan warga masyarakat hukum adat di Kampung Sungkup 31‐7‐2012 dan 1‐8‐2012 serta wawancara dengan tetua adat, pengurus KampungDusun, Pemimpin Umat dan Perempuan Adat di Kampung Sungkup 1‐8‐ 2012. 20 Wawancara Pak Mjr, ahli waris wilayah adat Laman Cahai yang digusur oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. BPK. April 2012. adalah contoh dari kategori Masyarakat hukum adat Laman Cahai sangat kecewa Pemda Melawi yang tidak serius menangani kasus yang kami alami”, demian disampaikan salah satu tokoh masyarakat. 21 Hal senada juga disampaikan masyarakat hukum adat Kampung Bunyau dan Pelaik Keruap yang berkonflik dengan perusahaan pertambangan batu bara. Menurut mereka, ternyata Bupati Melawi tidak serius menangani berbagai konflik agraria yang dialami oleh masyarakat hukum adat. Bahkan mereka menuding Pemkab Melawi yang justru ingin melanggengkan dan menambahkan konflik lagi antara masyarakat hukum adat dengan perusahaan. Hal ini mereka indikasikan dengan diterbitkan izin‐izin investasi skala besar oleh Bupati Melawi, seperti izin perusahaan perkebunan kelapa sawit, pertambangan batu bara, HPHIUPHHK. Hampir setiap bulan masyarakat hukum adat mengadukan kasus konflik agrarianya ke pihak Kecamatan Menukung. Namun, tidak ada hasil yang memuaskan. 22 Secara umum, masyarakat hukum adat yang mengadukan atau menyampaikan kasus konflik agraria ke Pemkab Melawi merasa tidak puas atas penanganan oleh Pemkab. Mereka berpendapat, ternyata Pemkab Melawi tidak bisa diharapkan penuh untuk menyelesaikan kasus konflik agraria yang ada. Belum ada sejarah Pemkab Melawi mampu menyelesaikan atau mengambil keputusan yang bijak atas konflik agrarian. Karena tidak ada kebijaksanaan dari Pemda Melawi ini, maka banyak masyarakat hukum adat yang berkonflik melakukan aksi damai ke Kantor Bupati Melawi untuk mendesak Pemkab agar segera mengambil tindakan konrit atas kasus yang mereka alami. Bahkan, ada beberapa warga masyarakat hukum adat mengatakan “harus ada demonstrasi besar‐besaran” ke Pemkab agar konflik antara mereka dengan erusahaan skala besar dapat diselesaikan. p 23

4.5 Analisis

Dimensi konflik agraria di kabupaten Melawi pada dasarnya kebanyakan merupakan konflik yang melibatkan masyarakat hukum adat dengan para investor dan atau badan negara di tingkat nasional. Kebanyakan investor yang berkonflik kebanyakan merupakan investor nasional yang memiliki jaringan dan koneksi politik yang jauh lebih tinggi dari para pejabat Melawi. Konflik agraria antara MA Limbai Bunyau dan Plaik Kruap vs PT. Sumber Gas Sakti Prima SGSP ini. Bahkan untuk konteks konflik antara masyarakat dengan 21 Wawancara Pak Mjr, ahli waris wilayah adat Laman Cahai yang telah digusur oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit, April 2012. 22 Hasil wawancara penulis dengan tokoh masyarakat hukum adat, pemimpin agama, ketua adat Kampung Bunyau Pak Udong, Alexander, Pak Kudat dan Kepala Dusun serta Kepala Desa Pelaik Keruap Pak Iyon dan Bambang via telpon seluler pada bulan Juli 2012. 23 Wawancara Mds, Khn, Bhn, Tn, Kn di Kampung Sungkup; Pak Mjr Melona, UM, Kdt Kampung Bunyau, Bbng, Iyn Pelaik Keruap pada bulan Juni, Juli 2012.