Agonis Dan Antagonis Adrenergik

Text Book Reading
AGONI S DAN ANTAGONI S ADRENERGI K
Sumber: Clinical Anesthesiology, Morgan, G. Edward, Jr, MD, chapter 12, p.242 – 354
Pembimbing: DR. Dr. Nazaruddin Umar SpAn, KNA
Oleh: Dr. Wulan Fadinie 19850306 2010 2 002
MAGI STER KEDOKTERAN KLI NI K PROGRAM PENDI DI KAN DOKTER SPESI ALI S
FAKULTAS KEDOKTERAN UNI VERSI TAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada saya dalam menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya.Tujuan penyusunan makalah ini ialah sebagai salah satu tugas magister kedokteran pada Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU. Dalam makalah ini mencoba menjelaskan tentang AGONIS DAN ANTAGONIS ADRENERGIK. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada DR. Dr. Nazaruddin Umar SpAn, KNA yang telah meluangkan waktu dalam mengkoreksi makalah ini selaku pembimbing pada TBR saya kali ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan masukan yang membangun sangat kami harapkan.Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Medan, April 2011
Wassalam,
Penyusun
Universitas Sumatera Utara

ADRENERGIK AGONIS DAN ANTAGONIS
Tiga bab sebelumnya membahas farmakologi dari obat yang mempunyai afek aktifitas kolinergik. Bab ini memperkenalkan sebuah kelompok analog dari obat yang berinteraksi pada reseptor adrenergik-adrenoseptor. Efek klinis dari obat ini dapat dipahami dari sebuah pengertian bahwa fisiologis adrenoseptor dan sebuah pengetahuan dari mana reseptor pada setiap obat diaktifkan atau diblok.
gambar 12-1. sistem saraf simpatis. Inervasi organ, tipe reseptor, dan respon stimulasi. Asal mulanya rantai simpatis adalah torakoabdominal (T1-L3) medula spinalis, sama dengan distribusi kraniosakral dari sistem saraf parasimpatis.
Universitas Sumatera Utara


Perbedaan anatomis lainnya adalah jarak yang hebat dari ganglion simpatis ke struktur viseral. FISIOLOGI ADRENOSEPTOR Terminologi adrenergik asalnya merujuk kepada efek dari epinefrin (adrenaline), yang sama dengan efek kolinergik dari asetilkolin. Sekarang telah diketahui bahwa norepinefrin (noradenalin) adalah neurotransmiter yang bertanggung jawab kepada hampir seluruh aktifitas adrenergik dari sistem saraf simpatis. Dengan beberapa pengecualian, yaitu pengeluaran kelenjar keringat dan beberapa pembuluh darah, norepinefrin dilepaskan oleh serat simpatis postganglionik pada jaringan akhir organ. Berbeda halnya, seperti dijelaskan pada bab 10, asetilkolin dilepaskan oleh serat simpatis preganglionik dan seluruh serat parasimpatis.
Universitas Sumatera Utara

Gambar 12-2. Sintetis dari norepinefrin. Hidroksilasi dari tirosin ke dopa adalah langkah pembatasan. Dopamine mudah ditransport ketempat penyimpanan. Norepinefrin dapat dirubah ke epinefrin pada medula adrenal.
Norepnefrin disintesis di sitoplasma dan dihantar melalui vesikel serat simpatis postganglionik. Setelah dibebaskan melalui proses dari eksositosis, aksi dari norepinefrin diterminasi dengan mengambil kembali ke ujung saraf dari postganlionik (diinhibisi oleh anti depresan trisiklik), difusi dari tempat reseptor, atau metabolisme oleh oksidasi monoamin (diinhibisi oleh inhibitor oksidasi monoamin) dan katekol-0-metiltransferase. Aktivasi adrenergik yang berlama-lama berakibat pada desensitasi dan kurangnya respon untuk stimulasi lebih lanjut.
Kerja obat adrenergik dapat dibagi dalam 7 jenis:
1. Perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, dan terhadap kelenjar liur dan keringat.
2. Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka.
3. Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi.
4. Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernafasan, peningkatan kewaspadaan, aktifitas psikomotor, pengurangan nafsu makan.
5. Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis lemak dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.
6. Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon hipofisis.
7. Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan pelepasan neurotransmitter NE dan Ach 2
Obat adrenergik terbagi menjadi dua, kerja langsung dan kerja tidak langsung. Obat adrenergik kerja langsung bekerja secara langsung pada reseptor adrenergik di membran sel efektor. Jadi, efek suatu obat adrenergik dapat diduga bila duketahui reseptor mana yang terutama dipengaruhi oleh obat tersebut. Obat adrenergik kerja tidak langsung menimbulkan efek adrenergik melalui pelepasan NE yang tersimpan dalam ujung saraf adrenergik.2
Universitas Sumatera Utara

Reseptor adrenergik dibagi pada dua kategori umum: α dan β. Yang masingmasingnya telah dibagi lebih lanjut menjadi dua subtipe: α1 dan α2, β1 dan β2 dan β3. Reseptor α telah dibagi lebih lanjut menggunakan teknik kloning molekul menjadi α1A, α1B, α1D, α2A, α2B, α2C. reseptor ini dihubungkan ke protein-G reseptor heterotrimerik dengan sub unit α, β, dan γ. Adrenoseptor yang berbeda dihubungkan melalui protein-G yang spesifik, masing-masing dengan efektor yang unik, tetapi masing-masing menggunakan guanosine trifosfat (GTP) sebagai kofaktor. α1 berhubungan dengan Gq, yang mengaktifkan fosfolipase, α2 berhubungan dengan Gs, yang mengaktivasi adenilat siklase.
Gambar 12-3. Metabolisme sequential dari norepinefrin dan epinefrin. Monoamin oksidase (MAO) dan katekol-O-metiltransferase (COMT) memproduksi sebuah produk akhir yang sama, asam vanililmandelik (VMA).
Universitas Sumatera Utara


Simpatomimetik, menghasilkan efek farmakologiknya dengan mengaktifkan baik direk atau indirek α adrenergic, β adrenergic atau reseptor dopaminergik yang merupakan bagian dari reseptor pasangan protein G.3
Semua obat yang mengandung struktur 3,4 dihidroksi benzene (katekolamin) secara cepat ditidak aktifkan oleh enzim monoamine oksidase atau katekol-Omethyltransferase (COMT). MAO adalah enzim yang terdapat pada hati, ginjal dan saluran gastrointestinal yang mengkatalisa oksidasi deaminasi. COMT dapat mengmetilasi sebuah grup hidroksi dari katekolamin. Hasilnya adalah metabolit yang sudah termetilasi dan tidak aktif dihubungkan dengan asam glukorinik danditemukan diginjal sebagai asam 3-metoksi-4-hidroksimendelik, metanefrin (turunan dari epinefrin) dan normetanefrin (turunan dari norepinefrin).3
Reseptor α1
Reseptor α1 adalah adrenoreseptor postsinaptik yang berlokasi di otot polos seluruh tubuh, pada mata, paru-paru, pembuluh darah, uterus, usus, dan sistem genitourinaria. Pengaktifan dari reseptor ini meningkatkan konsentrasi ion kalsium intraseluler yang berakibat pada kontraksi otot. Sehingga, α1agonis sering dihubungkan dengan midriasis (dilatasi pupil karena kontraksi dari otot radial mata), bronkokonstriksi, vasokontriksi, kontraksi uterus, dan kontraksi dari spinter di gastrointestinal dan traktus genitourinari. Stimulasi α1 juga menginhibisi sekresi insulin dan lipolisis. Otot jantung juga memiliki reseptor α1 yang mempunyai sedikit efek inotropik dan tidak ada efek kronotropik. Selama infark otot jantung, peningkatan reseptor α1 bersama dengan agonis diobservasi. Bagaimanapun, efek kardiovaskular yang paling penting dari stimulasi α1 adalah vasokonstriksi, yang meningkatkan tahanan perifer vaskular, afterload ventrikel kiri, dan tekanan darah arteri.
Reseptor α2
Berbeda dengan reseptor α1, reseptor α2 awalnya berlokasi di serat terminal presinaptik. Aktifasi dari adrenoreseptor menginhibisi aktifitas adenilat siklase. Ini menurunkan pemasukan daripada ion kalsium kedalam terminal neuronal, yang membatasi penambahan eksositosis dari penyimpanan vesikel yang mengandung
Universitas Sumatera Utara

norepinefrin. Sehingga, reseptor α2 menciptakan loop negatif umpan balik yang menginhibisi pelepasan norepinefrin lebih lanjut dari neuron. Sebagai tambahan, otot polos vaskular mengandung postsinaptik α2 reseptor yang menciptakan vasokonstriksi. Lebih penting lagi, stimulasi dari reseptor α2 postsinaptik di sistem saraf pusat menyebabkan sedasi dan menurunkan aliran keluar dari simpatis, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer dan menurunkan tekanan darah.
Gambar 12-4. Adrenoseptor adalah reseptor transmembranspanning yang terbuat dari 7 subunit, yang tehubung ke sebuah protein G. Protein G adalah membran endoplasma trimerik terbuat dari unit α, β, dan γ. Dengan pengaktifan, GTP pada sub unit α digantikan dengan GDP, stimulasi dari perubahan konformasional, perubahan pada unit α, β, dan γ. Baik subunit Gα maupun Gβγ dapat mengaktivasi (atau menginhibisi) efektor enzim yang untuk adrenoseptor. M1 – M7, unit membranspanning, unit α, β, dan γ dari G protein; GTP, guanisin trifosfat, Pi fosfat inorganic – cepat diasimilasi; gdp,guanisin difosfat, efektor E, siklofosfat untuk Gq, adenosiklat suklase untuk Gp dan Gs. Reseptor β1 Reseptor β1 yang paling penting berlokasi di membran postsinaptik ada jantung. Stimulasi dari reseptor ini mengaktivasi adenilat siklase, yang merubah adenosin trifosfat menjadi adenosin siklik monofosfatase dan memulai kaskade kinase fosforilasi. Mulainya kaskade ini mempunyai efek kronotopik positif (meningkatkan denyut jantung), dromotopik (meningkatkan konduksi), dan inotropik (meningkatkan kontraktilitas). Reseptor β2 Reseptor β2 berasal dari adrenoreseptor postganglionik yang berlokasi pada otot polos dan sel kelenjar. Reseptor ini mempunyai cara kerja yang sama dengan reseptor β1:
Universitas Sumatera Utara

aktivasi adenilat siklase. Selain persamaan ini, stimulasi β2 merelaksasi otot polos, mengakibatkan bronkodilator, vasodilasi, dan relaksasi daripada uterus (tokolisis), kandung kemih dan usus. Glikogenolisis, lipolisis, glukoneogenesis, dan pelepasan insulin distimulasi oleh aktivasi reseptor β2. Agonis β2 juga mengaktifkan pompa kalium-natrium, yang merubah kalium intraselular dan dapat membuat hipokalemi dan disritmia. Reseptor β3 β3 reseptor ditemukan di kandung kemih dan dijaringan lemak otak. Peranannya pada fisiologis kandung kemih belum diketahui, tetapi ada yang berpendapat bahwa reseptor β3 ini berperan pada lipolisis dan termogenesis pada lemak coklat.
AGONIS ADRENERGIC Agonis adrenergik berinteraksi dengan perubahan tertentu pada adrenoseptor α dan β. Aktifitas yang tumpang tindih mempengaruhi perkiraan dari efek klinis. Sebagai contohnya, epinefrin menstimulasi adrenoseptor α1-, α2-, β1-, β2Tabel 12-1. Selektifitas reseptor untuk agonis adrenergik
10, tidak ada efek;+,efek agonis (ringan, sedang, ditandai),?, efek tidak diketahui; DA1dan DA2, reseptor dopaminergik.
Universitas Sumatera Utara

2efek α1,efek dari epinefrin, norepinefrin, dan dopamine menjadi lebih lama pada dosis lebih tinggi. 3mode efek pertama dari efedrin adalah stimulasi tidak langsung.
Efek akhir keseluruhannya pada tekanan darah arteri bergantung pada keseimbangan pada vasokonstriksi α1-, dan vasodilatasi β2-, dan pengaruh inotropik β1-. Lebih lanjut, keseimbangan ini berubah pada dosis yang berbeda.

Gambar 12-5. Adregernik Agonis yang mempunyai struktur 3,4 dihidroksibenzen yang diketahui sebagai katekolamin. Perubahan pada R1, R2 dan R3 mempengaruhi aktifitas dan selektifitas Adrenergik agonis dapat dikategorikan dengan langsung atau tidak langsung. Agonis langsung terikat dengan aktifitas neurotransmitter endogen. Mekanisme dari aksi tidak langsung termasuk peningkatan pelepasan atau penurunan pengambilan kembali daripada norepinefrin. Perbedaanantara mekanika aksi langsung atau tidak langsung sebagian penting bagi pasien yang memiliki penyimpanan noreponefrin endogon yang abnormal, yang sebagian dapat timbul pada beberapa pengobatan anti hipertensi atau pada inhibitor monoamin oksidase. Hipotensi intraoperasi pada pasien ini harus diterapi dengan agonis langsung, agar responnya terhadap agonis tidak langsung dapat dirubah. Hal lain yang dapat membedakan adrenergik agonis dari yang lainnya adalah struktur kimiawinya. Adrenergik agonis memiliki struktur 3,4 dihidroksibenzen yang dikenal sebagai katekolamin. Obat-obatan ini biasanya kerja pendek karena metabolismenya oleh monoamin oksidase dan katekol-O-metiltransferase. Pasien yang mendapat inhibitor monoamin oksidase atau antidepressan trisiklik dapat menunjukkan sebelumya respon yang berlebihan terhadap katekolamin. Katekolamin yang timbul secara alami adalah epinefrin, norepinefrin dan dopamine. Perubahan dari struktur
Universitas Sumatera Utara

rantai-samping (R1,R2,R3) dari katekolamin yang timbul secara alami telah membawa kepada perubahandari katekolamin sintetik (mis: isoprotetenol dan dobutamin), yang lebih mengarah kepada reseptor yang lebih spesifik.
Adrenergik agonis biasanya digunakan pada anestesiologi dibahas secara tersendiri dibawah. Perhatikan dosis yang direkomendasikan untuk infus berkesinambungan ditunjukkan dengan µg/kg/min untuk beberapa agen dan µg.min untuk yang lainnya. Pada kasus yang manapun, rekomendasi ini harus dipertimbangkan sebagai protokol, yang mana respon individu dapat berbeda-beda.
PENILEFRIN
Pertimbangan klinis
Penilefrin adalah nonkatekolamin dengan predominan oleh aktifitas agonis α1(dosis tinggi dapat menstimulasi reseptor α2 dan β). Efek utama dari penilefrin adalah vasokonstriksi dengan penaikan secara perlahan pada tahanan resisten perifer dan tekanan darah arteri. Reflek takikardi dapat menurunkan kardiak output. Peningkatan aliran darah koroner disebabkan oleh efek langsung dari vasokonstriksi penilefrin pada arteri koroner yang dikendalikan oleh rangsangan vasodilatasi karena pelepasan dari faktor – faktor metabolik.
Secarta klinis penilefrin mempunyai efek yang sama dengan norepinefrin tetapi kurang potent dan lebih lama serat efek yang minimal pada SSP. Penyuntikan secara intra vena dengan cepat pada pasien dengan penyakit arteri coroner mengakibatkan peningkatan pada tekanan pembuluh darah sistemik yang diiringi dengan penurunan curah jantung.3
Dosis dan kemasan
Bolus kecil intravena dari 50 – 100 µg (0,5 – 1 µg/kg) dari penilefrin secara cepat membalik penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh vasodilatasi perifer. (misalanya: anestesi spinal). Infus berkesinambungan (100 µg/ml pada rata-rata 0,25 – 1 µg/kg/min) akan menjaga tekanan darah arteri tetapi pada pengeluaran aliran
Universitas Sumatera Utara

darah ginjal. Takifilaksis yang terjadi dengan infus penilefrin membutuhkan titrasi yang meningkat dari infusnya. Penilefrin harus dilarutkan dari cairan 1% (10 mg/ampul 1 mL), biasanya sampai 100 µg/mL larutan.
Agonis α2
Pertimbangan klinis
Metildopa, sebuah obat prototipikal, sebuah analog dari levodopa. Metildopa memasuki jalur sintesis norepinefrin dan dirubah ke α-metilnorepinefrin dan αmetilepinefrin. Transmitter yang salah ini mengaktifkan α-adrenoreseptor, terutama reseptor pusat α2. Sebagai hasilnya, pelepasan norepinefrin dan tonus simpatik tidak ada. Penurunan pada tahanan vaskular perifer bertanggung jawab terhadap penurunan tekanan darah arteri (efek puncak kurang dari 4 jam). Aliran darah ginjal dipertahankan atau meningkat. Karena metildopa bergantung kepada metabolit untuk dapat efektif, maka telah digantikan dengan aktifitas α2, walaupun masih direkomendasikan dalam mengatasi tekanan darah tinggi dalam kehamilan.
Klonidine adalah agonis α2 yang sekarang secara umum digunakan untuk anti hipertensi (menurunkan tahanan resisten sistemik) dan efek kronotropik negatif. Belakangan ini, klonidine dan agonis α2 ditemukan mempunyai efek sedatif. Penelitian telah memeriksa efek anestesi pada pemberian klonidin (3-5 µg/kg), intramuscular (2 µg/kg), intravena (1-3 µg/kg), transdermal (0,1-0,3 mg dilepaskan perhari), intrataekal (75-150 µg), dan epidural (1-2 µg). secara umum, klonidin tampaknya dapat menurunkan kebutuhan anestesi dan anlagesik (menurunkan MAC) dan membuat sedasi dan ansiolisis. Selama anestesi umum, klonidin dilaporkan meningkatkan kestabilan sirkulasi selama operasi dengan mengurangi level katekolamin. Selama anestesi regional, termasuk blok saraf perifer, klonidin memperlama durasi dari blok. Efek langsung pada medula spinalisdapat terjadi melalui reseptor postsinaptik α2 yang terdapat pada kornu dorsalis. Kemungkinan keuntungan yang lain termasuk menurunkan menggigil peska operasi, inhibisi dari opioid-menginduksi kekakuan otot, melemahkan symptom gejala putus obat opioid, dan perawatan dari beberapa sindrom penyakit kronik. Efek samping termasuk bradikardi, hipotensi, sedasi, depresi pernafasan, dan mulut kering.
Universitas Sumatera Utara


Tabel 12-2. Efek dari agonis adrenergik pada sistem organ
0, tidak ada efek;↑, meningkat (ringan, sedang, ditandai);↓, penurunan (ringan, sedang, ditandai);↓/ ↑, efek yang bervariasi; ↑/↑↑,peningkatan ringan hingga sedang. Dexmedetomidine adalahsuatu turunan lipofilik α methylol dengan sifat afinitas yang lebih kuat dari reseptor α2 daripada klonidin. Ini mempunyai sedasi, analgesik, dan efek simpatolitik yang menumpulkan banyak respon kardiovaskular yang tampak selama periode perioperatif. Bila digunakan saat intraopereatif, dapat menurunkan kebutuhan anestesi intravena dan anestesi inhalasi; bila digunakan saat posoperatif, dapat menurunkan analgesik yang sebelumnya dan kebutuhan sedatif. Pasien tetap tersedasi bila tidak diganggu dan dapat cepat terangasang dengan stimulasi. Sama seperti metildopa dan klonidin, dexemedetomidine adalah simpatolitik karena pengeluaran simpatetik dikurangi. Ini dapat menjadi agen yang bermanfaat untuk mengurangi kebutuhan anestesi intraoperatif dan untuk mensedasi pasien yang diventilator postoperative di ruang pemulihan dan di ruang rawat intensif karena efek ansiolitik dan analgesik. Hal ini dapat terjadi tanpa depresi pernafsan yang signifikan. Pemberian yang cepat dapat meningkatkan tekanan darah, tetapi hipotensi dan bradikardi dapat terjadi selama terapi masih berlangsung.
Universitas Sumatera Utara

Walaupun agen ini adalah agonis adrenergik, mereka juga dapat dipertimbangkan sebagai simpatolitik karena pengeluaran simpatolitik dikurangi. Penggunaan jangka panjang daripada agen ini, terutama klonidin dan dexmedetomidine, mengarah ke supersensitisasi dan up-regulationdari reseptor; dengan kelanjutan yang tidak jelas dari obat yang manapun, symptom gejala putus obat akut bermanifestasi oleh krisis hipertensi yang dapat terjadi. Karena dari peningkatan afinitas dari dexmedetomidine dibandingkan klonidin untuk reseptor α2, sindrom ini dapat terjadi hanya setelah 48 jam dari pemberhentian penggunaan obat dexmedetomidine.
Dosis dan Sediaan
Klonidin tersedia dalam bentuk oral, transdermal, atau sediaan parenteral (lihat bagian Pertimbangan Klinis pada agonis α2 untuk dosisnya). Sediaan parenteral disepakati hanya untuk epidural atau intrataekal digunakan sebagai obat tambahan untuk analgesi/anestesi regional. Bagaimanapun, ini digunakan secara luas di Eropa pada bolus intravena dengan dosis 50 µg untuk mengatur tekanan darah atau nadi. Mempunyai onset masa kerja yang lambat.
EPINEFRIN
Pertimbangan Klinis
Epinefrin adalah obat prototipe diantara simpatomimetik. Fungsi naturalnya pada pelepasan dari medula adrenal termasuk regulasi dari kontraksi jantung, nadi, tonus otot polos jantung dan bronkus, sekresi glandular dan proses metabolik seperti glikogenolisis dan lipolisis.3
Manfaat epinefrin dalam klinik berdasarkan efeknya terhadap pembuluh darah, jantung dan otot polos bronkus. Penggunaan paling sering adalah untuk menghilangkan sesak nafas akibat bronkokonstriksi, untuk mengatasi reaksi hipersensitifitas terhadap obat maupun alergen lainnya, dan untuk memparpanjang masa kerja anestesi lokal.2
Universitas Sumatera Utara

Stimulasi langsung dari reseptor ß1 oleh kenaikan curah jantung dan kebutuhan oksigen otot jantung karena peningkatan kontraktilitas dan nadi (peningkatan nadi spontan fase IV depolarisasi). Stimulasi α1 menurunkan splanik dan aliran darah ginjal tetapi meningkatakan koronari dan tekanan perfusi serebral. Tekanan sistolik meningkat, walaupun ß2 membuat vasodilatasi pada otot skeletal dapat menurunkan tekanan diastolik. Stimulasi ß2 juga melemaskan otot polos bronkial.
Pemberian epinefrin adalah pengobatan farmakologi yang penting untuk anafilaksis dan dapat digunakan untuk menangani ventrikel fibrilasi (lihat bab 47 dan 48). Komplikasi termasuk perdarahan serebri, iskemik koroner, dan ventrikuler disritmia. Anestesi inhalasi terutama halothan, berpotensiasi dengan efek disritmia dari epinefrin.
Dosis dan Sediaan
Pada situasi emergensi (cth: syok dan reaksi alergi), epinefrin diberikan secara bolus intravena 0,05-0,1 mg bergantung kepada kegawatan kompensasi kardiovaskular. Untuk meningkatkan kontraktilitas otot jantung atau nadi, disiapkan pemberian degan cara infus berkelanjutan (1 mg dalam 250 mL glukosa 5% di air [D5W; 4 µg/mL)dan diberikan pada kecepatan 2-20 µg/min. beberapa cairan analgetik lokal mengandung epinefrin pada konsentrasi 1: 2.000.000 (5µg/mL) ditandai dengan berkurangnya absorpsi sistemik dan masa kerja yang lebih lama. Epinefrin tersedia dalam bentuk vial dengan konsentrasi dari 1:10.000 (0,1 mg/mL [100 µg/mL]). Sebuah sediaan : 1.10.000 (10 µg/mL) tersedia untuk anak-anak.
EFEDRIN
Pertimbangan Klinis
Efedrin adalah alkaloid yang terdapat pada tumbuhan jenis efedra. Efeknya seperti efek epinefrin, bedanya adalah bahwa efedrin efektif pada pemberian oral, masa kerjanya jauh lebih panjang, efek sentralnya lebih kuat.2

Efedrin merupakan non katekolamin sintetik kerja indirek yang menstimulasi reseptor α dan β adrenergik. Efek farmakologis dari obat ini secara tidak langsung
Universitas Sumatera Utara

menyebabkan lepasnya norepinefrin endogen (kerja indirek), tetapi obat ini juga mempunyai efek langsung pada reseptor adrenergik (kerja direk).3
Efek kardiovaskular dari efedrin sama seperti epinefrin: meningkatkan tekanan darah, laju nadi dan curah jantung. Seperti biasanya, efedrin juga digunakan sebagai bronkodilator. Ada perbedaan penting, bagaimanapun juga: efedrin mempunyai masa kerja yang lama karena efedrin adalah nonkatekolamin, tidak begitu kuat, mempunyai efek langsung dan tidak langsung, dan menstimulasi sistem saraf pusat (meningkatkan konsentrasi alveoli minimum). Efek tidak langsung agonis lainnya dari efedrin dapat terjadi karena stimulasi pusat, pelepasan norepinefrin postsinaps perifer, atau inhibisi dari pengambilan kembali norepinefrin.
Efedrin biasa digunakan sebagai vasopressor selama anestesi. Sebagai contoh, pemberiannya harus dilihat sebagai ukuran sementara selama penyebab hipotensi masih ditentukan dan ditangani. Tidak seperti efek langsung agonis α1, epinefrin tidak menurunkan aliran darah uteri. Ini membuatnya sebagai vasopressor pilihan pada banyak penggunaan obstetri. Efedrin juga dilaporkan memiliki efek antiemetik, terutama yang berhubungan dengan hipotensi karena spinal anestesi. Premedikasi dengan klonidin melawan efek dari efedrin.
Efedrin, tidak seperti epinefrin, tidak menyebabkan hiperglikemi. Midirasis terjadi sejalan dengan pemberian efedrin, dan stimulasi SSP terjadi, walaupun kurang bila dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh amfetamin.3
Dosis dan Sediaan
Pada dewasa, pemberian efedrin sebagai bolus 2,5 – 10 mg, pada anak-anak diberikan bolus 0,1 mg/kg. dosis laluditingkatkan untuk menurunkanterjadinya takifilaksis, yang mungkin terjadi karena deplesi dari penyimpanan norepinefrin. Efedrin tersedia pada sedian 1 ampul mengandung 25 atau 50 mg obat.
NOREPINEFRIN
Pertimbangan Klinis
Universitas Sumatera Utara

Norepinefrin adalah neurotransmitter endogen yang dikeluarkan dari ujung saraf simpatetik postganglionic. Diperkirakan sama kuatnya seperti epinefrin untuk menstimulasi reseptor β1, tetapi tidak seperti epinefrin, norepinefrin mempunyai sedikit afek agonis terhadap resptor β2. Norepinefrin adalah agonis α yang potent yang menyebabkan vasokonstriksi arteri dan vena yang hebat pada semua pembuluh darah dan kurang efek bronkodilasi pada otot polos pernafasan.3
Stimulasi langsung α1karena ketiadaan aktifitas ß2 menginduksi vasokoknstriksi yang intense dari pembuluh arteri dan vena. Peningkatan kontraktilitas otot jantung dari efek ß1 dapat memyebabkan peningkatan pada tekanan darah arteri, tetapi peningkatan afterload dan reflek bradikardi mencegah peningkatan pada curah jantung. Penurunan aliran darah ginjal dan peningkatan kebutuhan konsumsi oksigen otot jantung membatasi penggunaan sepenuhnya dari norepinefrin untuk pengobatan syok refraktori, yang membutuhkan vasokonstriktor kuat untuk mengatasi tekanan perfusi jaringan. Norepinefrin telah digunakan dengan bloker α (cth: phentolamin) dalam usaha untuk mengambil keuntungan dari aktifitas ß tanpa vasokonstriksi tambahan dari stimulasi α. Ekstravasasi dari norepinefrin di lokasi pemberian intravena dapat menyebabkan nekrosis jaringan.
NE bekerja terutama pada reseptor α, tetapi efeknya masih sedikit lebih lemah bila dibandingkan dengan epinefrin. NE mempunyai efek β1 pada jantung yang sebanding dengan epinefrin, tetapi efek β2 nya jauh lebih lemah daripada epinefrin.2
Dosis dan Sediaan
Norepinefrin diberikan sebagai bolus (0,1 µg/kg) atau sebagai infus berkelanjutan ( 4 mg dari obat dengan 500 mL D5W [8 µg/mL]) dengan kecepatan rata-rata 2-2µg/min. satu ampul terdiri dari 4 mg norepinefrin dalam 4 mL larutan.
DOPAMIN
Pertimbangan Klinis

Universitas Sumatera Utara

Dopamin adalah katekolamin endogen yang meregulasi fungsi dari jantung, pembuluh darah dan endokrin dan sebagai neurotransmitter yang penting pada SSP dan susunan saraf perifer.3
Efek klinis dari dopamine (DA), sebuah nonselektif agonis adrenergik langsung dan tidak langsung, banyak ditandai dengan dosisnya. Dosis kecil (≤ 2 µg/kg/min) dari dopamin mempunyai efek adrenergik yang minimal tapi mengaktivasi reseptor dopaminergik. Stimulasi dari reseptor nonadrenergik (terutama, reseptor DA1) memvasodilatasi vaskularisasi ginjal dan merangsang diuresis. Pada dosis sedang (210 µg/kg/min), stimulasi ß1meningkatkan kontraktilitas otot jantung, laju nadi dan curah jantung. Permintaan oksigen otot jantung biasanya meningkatkan lebih dari kebutuhan. Efek α1 menjadi menetap pada dosis yang lebih tinggi (10-20 µg/kg/min), menyebabkan peningkatan tahanan perifer vaskular dan penurunan aliran pembuluh darah ginjal. Efek tidak langsung dari DA adalah untuk melepaskan norepinefrin, yang menetap pada dosis 20 µg/kg/min.
DA biasanya digunakan pada pengobatan dari syok untuk meningkatkan curah jantung, menaikkan tekanan darah, dan mempertahankan fungsi ginjal. Sering digunakan untuk kombinasi dengan vasodilator (cth: nitrogliserin atau nitropusid) yang mengurangi afterloaddan peningkatan lebih lanjut dari curah jantung (lihat bab 13). Efek dan kronotropik dan disritminogenik dari DA membatasi kegunaannya pada beberapa pasien.
Dosis dan Sediaan
DA diberikan dengan infus berkelanjutan (400 mg dalam 100 mL D5W;400 µg/mL) dengan kecepatan rata-rata1-20 µg/kg/min. umumnya tersedia dalam ampul 5 mL mengandung 200 atau 400 mg dari DA.
ISOPROTERENOL
Isoproterenol adalah pangaktif simpatomimetik yang paling potent pada reseptor β1 danβ2, dua atau tiga kali lebih potent daripada epinefrin dan 100 kali lebih aktif daripada norepinefrin. Metabolism isoproterenol di hati oleh COMT adalah cepat,
Universitas Sumatera Utara

diperlukan infus berkelanjutan untuk mempertahankan konsentrasi plasma terapeutik.3
Isoproterenol diminati karena merupakan agonis ß yang murni. Efek ß1 meningkatkan laju nadi, kontrkatilitas, dan curah jantung. Stimulasi ß2 menurunkan tahanan perifer vaskular dan tekanan darah diastolic. Peningkatan kebutuhan oksigen otot jantung sementara suplai oksigen menurun, membuat isoproterenol atau agonis ß murni yang lainnya bukan merupakan pilihan inotropik pada banyak keadaan. Ketersediaan isoproterenol menurun di Amerika Serikat.
DOBUTAMIN
Pertimbangan Klinis
Dobutamin adalah katekolamin sintetik yang bekerja sebagai agonis adrenergic β1.3 Dobutamin sedikitnya berhubungan dengan selektif agonis ß1. Efek utama kardiovaskularnya adalah meningkatkan curah jantung sebagai hasil dari kontraktilitas otot jantung. Sedikit penurunan pada tahanan perifer vaskular disebabkan oleh aktivasi ß2 biasanya mencegah banyaknya peningkatan pada tekanan darah arteri. Penurunan tekanan pengisian ventrikel kiri, dimana aliran darah koroner meningkat. Peningkatan laju nadi kurang tampak dibanding agonis ß lainnya. Efek yang dapat menolong pada keseimbangan oksigen otot jantung membuat dobutamin sebagai pilihan yang baik untuk pasien dengan kombinasi dari gagal jantung kongestif dan penyakit arteri koroner, terutama bila tahanan perifer vaskular dan laju nadi telah meningkat.
Dobutamin menimbulkan efek inotropic yang lebih kuat daripada efek kronotopik dibandingkan isoproterenol. Hal ini mungkin disebabkan karena resistensi perifer yang relatif tidak berubah sehingga tidak menimbulkan efek takikardi.2
Dosis dan Sediaan
Dobutamin diberikan dengan infus (1 g dalam 250 mL [4mg/mL]) dengan kecepatan rata-rata dari 2-20 µg/kg/min. tersedia dalam vial 20 mengandung 250 mg.
Universitas Sumatera Utara


DOPEXAMINE
Pertimbangan Klinis
Dopexamin adalah struktur analog dari DA yang mempunyai keuntungan potensial melebihi dopamine karena kurang mempunyai efek adrenergik ß1 (aritmonergik) dan efek adrenergik α. Karena penurunan efek adrenergik ß dan efek khususnya pada perfusi ginjal, mungkin dapat memberikan keuntungan lebih dibandingkan dobutamin. Obat ini telah secara klinis tersedia sejak tahun 1990 tetapi tidak mendapat penerimaan secara luas dalam praktiknya.
Dosis dan Sediaan
Dopexamine datang dalam sediaan konsentrasi 50 mg/mL dan harus dicairkan dalam D5W. Pemberian secara intravena harus dimulai dengan kecepatan 0,5 µg/kg/min, meningkat menjadi 1 µg/kg/min dengan interval 10 – 15 menit samapi kecepatan infus rata-rata 6 µg/kg/min.
FENOLDOPAM
Pertimbangan Klinis
Fenoldopam adalah selektif reseptor DA1 yang mempunyai banyak keuntungan dari DA tetapi dengan sedikit atau tidak ada adenoreseptor β atau α atau aktivasi agonis reseptor DA2. Fenoldopam telah menunjukkan penurunan efek hipotensi yang ditandai dengan penurunan pada tahanan perifer vaskular, sejalan dengan peningkatan pada aliran darah ginjal, diuresis dan natriuresis. Ini diindikasikan untuk pasien yang akan menjalani operasi jantung dan perbaiakn aneurisma aorta, karena efek
Universitas Sumatera Utara

tambahannya sebagai antihipertensi dan cadangan ginjal. Obat ini juga diindikasikan pada pasien yang mengalami hipertensi yang parah, terutama mereka dengan kelainan ginjal
Dosis dan Sediaan Fenoldopam tersedia dalam ampul 1-, 2-, dan 5-mL, 10 mg/mL. dimulai sebagai infus berkelanjutan dari 0,1 µg/kg/min, ditingkatkan dengan penambahan 0,1 µg/kg/min pada interval 15 ke 20 menit samapi target tekanan darah dicapai. Dosis lebih rendah telah dihubungkan dengan berkurangnya reflek takikardi.
ANTAGONIS ADRENERGIK Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang menghambat perangasangan adrenergik. Berdasarkan tempat kerjanya, golongan obat ini dibagi atas antagonis adrenoseptor dan penghambat saraf adrenergik.2 Antagonis adrenergik terikat tetapi tidak mengaktifkan adrenoreseptor. Mereka beraksi dengan mencegah aktifitas agonis adrenergik. Seperti agonis, antagonis dibedakan berdasarkan spektrum dari interaksi reseptor. (tabel 12-3) α BLOKER terbagi menjadi α bloker non selektif, α1 bloker selektif dan α2 bloker selektif. α bloker non selektif terbagi lagi menjadi 3 kelompok: derivat haloalkalamin, derivat imidazolin dan alkaloid ergot.2
FENTOLAMIN Pertimbangan Klinis
Universitas Sumatera Utara

Fentolamin memproduksi sebuah kompetitif (reversibel) memblokade reseptor α. Antagonismeα1 dan relaksasi otot polos bertanggung jawab pada vasodilatasi perifer dan penurunan pada tekanan darah arteri. Penurunan pada tekanan darah memprovokasi reflek takikardi. Takikardi ini dirangsang oleh antagonisme dari reseptor α2 pada jantung karena blokade α2 membuat pelepasan norepinefrin dengan menghilangkan efek umpan balik. Efek kardiovaskular ini biasanya timbul dalam 2 menit dan bertahan samapai 15 menit. Seperti semua dari antagonis adrenergik, perpanjangan dari respon kepada respon blokade bergantung kepada tingakatan dari tonus simpatetik yang sudah ada. Reflek takikardi dan hipotensi postural membatasi kegunaan dari fentolamin kepada pengobatan dari hipertensi yang disebabkan oleh pengeluaran berlebihan stimulasi α (cth: pheokromositomam efek putus obat klonidin). Tabel 12-3. Selektifitas reseptor dari agonis adrenergik
0,tidak ada efek; -, efek antagonis (ringan, sedang, ditandao). Labetalol juga dapat mempunyai beberapa aktifitas agonis β2. Fentolamin diberikan secara intravena sebagai blus intermiten (1-5 mg pada dewasa) atau sebagai infus berkelanjutan (10 mg dalam 100 D5W [100 µg/mL]). Untuk mencegah nekrosis jaringan diikuti ekstravasasi dari cairan intravena mengandung sebuah agonis α (cth: norepinefrine), 5 – 10 mg dari fentolamin dalam 10 mL dari cairan fisiologis dapat diinfiltrasi secara lokal. Fentolamin tersedia dalam sediaan bubuk lipofilik (5 mg).
Universitas Sumatera Utara


ANTAGONIS CAMPURAN – LABETALOL
Pertimbangan Klinis
Labetalol memblok reseptor α1-, β1- dan β2-. Perbandingan dari rasio blokade α dengan blokade β telah diperkirakan untuk mendekati 1:7 mengikuti pemberian intravena. Blokade campuran ini menurunkan tahan perifer vaskuler dan tekanan darah arteri. Laju nadi dan curah jantung biasanya sedikit menurun atau tidak berubah. Jadi, labetalol menurunkan tekanan darah tanpa reflek takikardi karena kombinasinya dengan efek α- dan β-. Efek tertinggi biasanya terjadi dalam 5 menit setelah dosis intravena. Gagal jantung kiri, paradoksikal hipertensi, dan bronkospasme telah dilaporkan.
Dosis dan Sediaan
Dosis awal yang direkomendasikan dari labetalol adalah 0,1 – 0,25 mg/kg diberikan secara intravena lebih dari 2 menit. Dua kali jumlah ini dapat diberikan dengan interval 10 menit sampai tekanan darah yang diinginkan telah dicapai. Labetalol dapat juga diberikan sebagai infus berkesinambungan yang lambat (200mg dalam 250 mL D5W) dengan kecepatan rata-rata 2 mg/menit. Bagaimanapun, karena waktu paruh yang panjang (>5 jam), infus yang berkepanjangan tidak disarankan. Labetalol (5 mg/mL) tersedia dalam 20 dan 40 mL. Kemasan dosis ganda dan di 4 dan 8 mL dosis tunggal dalam jarum.
β BLOKER
dikloroisoproterenol adalah β bloker yang pertama ditemukan tetapi tidak digunakan karena obat ini juga merupakan agonis parsial yang kuat. Propranolol, yang ditemukan kemudian menjadi prototipe golongan obat ini.2
β bloker mempunyai bermacam tingkatan dari selektifitas untuk reseptor β1. Mereka yang lebih ke reseptor β1 mempunyai pengaruh yang lebih sedikitpada bronkopulmonal dan reseptor vaskular β2 (tabel 12-4). Secara teoritis, β1bloker yang selektif akan mempunyai kemampuan efek inhibisi yang lebih sedikit terhadap
Universitas Sumatera Utara

reseptor β2. Sehingga obat ini lebih dipilih untuk pasien dengan penyakit paru obstruksi kronik tau penyakit perifer vaskular. Pasien dengan penyakit perifer vaskular dapat secara potensial menurunkan aliran darah jika reseptor β2, yang mendilatasi arteriol, diblok.
β-bloker juga diklasifikasikan oleh jumlah dari aktifitas intrinsik simpatomimetik (ISA) yang dimiliki. Banyak dari β-bloker mempunyai bebrapa peningkatan aktifitas agonis; walaupun merekatidak akan memproduksi efek yang sama seperti agonis yang sepenuhnya, seperti epinefrin. β-bloker dengan ISA tidak memiliki keuntungan seperti β-bloker tanpa ISA dalam mengobat pasien yang mempunyai penyakit kardiovaskular.
β-bloker dapat diklasifikasikan lebihlanjut seperti yang dieliminasi pada metabolisme hepatis (seperti atenolol dan metopronol), yang dikeskresikan diginjal tidak mengalami perubahan (seperti atenolol), atau mereka yang dihidrolisa pada pembuluh darah (seperti esmolol).
Berdasarkan sifat-sifat ini, β-bloker dibagi menjadi 3 golongan:
1. β-bloker yang mudah larut dalam lemak (propranolol, alprenolol, oksprenolol, labetalol, dan metoprolol) semuanya diabsorpsi secara baik disaluran cerna, tetapi bioavaibilitasnya rendah karena mengalami metabolisme lintas pertama yang ekstensif dihati.
2. β-bloker yang mudah larut dalam air (astenolol, nadolol dan atenolol) tidak mengalami metabolism, sehingga hampir seluruhnya siekskresikan utuh melalui ginjal dan mempunyai waktu paruh yang panjang (> 6 jam).
3. β-bloker yang kelarutannya terletak diantara keduanya (timolol, bisoprolol, asetabutol dan pindolol) diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna, tetapi mengalami metabolisme lintas pertama yang berbeda derajatnya.2
ESMOLOL
Pertimbangan Klinis

Universitas Sumatera Utara

Esmolol adalah antagonis β1selektif dengan masa kerja pendek yang mengurangi laju nadi dan, untuk mengurangi tekanan darah yang berlebih. Obat ini telah sukses digunakan untuk mencegah takikardi dan hipotensi pada rangsangan peripoertif, seperti intubasi, rangsangan pembedahan, dan EMERGENCE. Sebagai contohnya, esmolo (1 mg/kg) menyebabkan peningkatan pada tekanan darah dan laju nadi yang biasanya diikuti dengan terapi elektrokonvulsi, tanpa mempengaruhi lamanya kejang. Esmolol sama efektifnya seperti propanolol dalam mengkontrol nadi ventrikuler dari pasien dengan atrial fibrilasi atau flutter. Walaupun esmolol dipertimbangkan menjadi kardioselektif, pada dosis tinggi dia menginhibisi reseptor β2 pada bronkus dan otot polos vaskular.
Masa kerja yang pendek dari esmolol adalah karena redistribusi yang cepat (waktu paruh distribusi adalah 2 menit) dan hidrolisis oleh sel darah merah esterase (waktu paruh eliminasi adalah 9 menit). Efek samping dapat dibalik dalam semenit dengan menghentikan infus. Sama seperti semua antagonis β1, esmolol sebaiknya menghindari pasien dengan sinus bradikardi, blok jantung lebih besar dari derajat 1, syok kardiogenik, atau bahkan gagal jantung. Tabel 12-4. Farmakologi dari β-bloker
ISA,Intrinsic sympathomimetic activity;+,efek ringan;0,tidak ada efek. Dosis dan Sediaan Esmolol diberikan sebagai bolus (0,2-0,5 mg/kg) untuk terapi jangka pendek, seperti merangsang respon kardiovaskular untuk laringoskopi dan intubasi. Pengobatan jangka panjang biasanya dimulai dengan dosis awal 0,5 mg/kg dimasukkan lebih dari 1 menit, diikuti dengan infus berkelanjutan 50 µg/kg/menit untuk mempertahankan efek terapeutik. Bila ini gagal untuk menghasilkan respon yang diinginkan dalam 5
Universitas Sumatera Utara

menit, dosis awalnya dapat diulang dan infusnya ditingkatkan dengan perhitungan 50 µg/kg/menit setiap 5 menit sampai maksimum dari 200 µg/kg/menit.
Esmolol tersedia dalam vial dengan dosisi ganda untuk bolus. Pemberian mengandung 10 ml obat (10 mg/mL). ampul untuk infus berkelanjutan (2,5 g dalam 10 mL) juga tersedia tetapi harus diencerkan untuk pemberian dengan konsentrasi 10 mg/mL.
PROPANOLOL
Pertimbangan Klinis
Propanolol secara nonselektif memblok reseptor β1 dan β2. Tekanan pembuluh darah arteri diturunkan dengan beberapa mekanisme, termasuk menurunkan kontraktilitas otot jantung, menurunkan laju nadi, dan menghilangkan pelepasan rennin, curah jantung dan kebutuhan oksigen oto jantung juga dikurangi. Iskemik berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan laju nadi. IMPEDANCE dari ejeksi ventrikuler adalah menguntungkan pada pasien dengan obstruksi kardiomiopati dan aneurisma aorta. Propanolol memperlambat konduksi atrioventrikuler dan menstabilisasi membran miokard, walaupun efek yang terjadi tidak begitu signifikan pada dosis klinis. Propanolol biasanya efektif terutama dlaam memperlambat respon ventrikuler kepada supraventrikuler takikardi, dan biasanya mengontrol takikardi ventrikuler yang berulanhg atau fibrilasi yang disebabkan oleh iskemik miokard. Propanolol memblok efek adrenergik β dari tirotoksikosis dan pheokromasitoma.
Efek samping dari propanolol termasuk bronkospasme (antangonisme β2), gagal jantung kongestif, bardikardi, dan blok jantung atrioventrikuler (antagonisme β1). Propanolol mungkin memburuk depresi miokard dari anestesi inhalasi (cth: halotan) atau tidak menutupi karakteristik negatif inotropik dari rangsangan jantung tidak langsung (cth: isoflurane). Pemberian terus-menerus dari propanolol dan verapamil (sebuah bloker kalsium chanel) dapat secara sinergi menekan laju nadi, kontraktilitas, dan induksi nodus atrioventrikuler.
Universitas Sumatera Utara

Memberhentikan terapi β-bloker untuk 24-48 jam dapat memacu gejala putus obat yang ditandai dengan hipertensi (hipertensi yang berulang), takikardi, dan angina pektoris. Efek ini timbul sebagai sebab dari peningkatan jumlah reseptor adrenergik β (up-regulasi). Propanolol mengikat protein secara ekstensif dan dibuang dari metabolisme hati. Waktu paruh eliminasinya dari 100 menit cukup lama dibandingkan esmolol. Dosis dan Sediaan Dosis individu membutuhkan propanolol yan bergantung kepada tonus dasar simpatetik. Secara umum, propanolol dititrasi sesuai efek yang diinginkan, dimulai dengan 0,5 mg dan meningkat dengan penambahan 0,5 mg setiap 3-5 menit. Dosis total jarang melebihi 0,15 mg/kg. Propanolol tersedia dalam ampul 1 mL berisi 1 mg.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan G. Edward,Jr, MD; Clinical Anesthesiolgy; 4th ed. New york: The Mc GrawHill, 2006: chapter 12.

2. Bagian Farmakologi Universitas Indonesia.: Farmakologi dan terapi, 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1995:Bab V,VI.
3. Stoelting K. Robert, MD; Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice, 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006: chapter 12.
Universitas Sumatera Utara