7. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
F. Kerangka Teori
1. Definis Asuransi Syari’ah
Asuransi Syari’ah, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, memberi perlindungan
kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup
atau meninggalnya seseorang dengan ketentuan-ketentuan syari’ah.
8
2. Definisi Etika Bisnis Islam EBI
Selama Etika Bisnis adalah Etika Bisnis sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip
moralitas akan menjadikan sebuah pembekalan kepada pelaku bisnis akan pencapaian produktivitas dan efisiensi kerja yang optimal.
9
3. Definisi Persaingan Usaha
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tidak terkecuali kepada pihak yang tidak disukai. Pengertian adil
8
AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta, Predana Media 2004, h. 61
9
Faisal Badroen,, h. 35
dalam Islam diarahkan agar hak orang lain, hak lingkungan sosial, hak alam semesta dan hak Allah dan Rasul-Nya berlaku sebagai stakeholder dari perilaku
adil seseorang.
10
G. Sistematika Penulisan
BAB I : Bab ini berisi tentang latar belakang penulis mengangkat tema yang akan dibahas dalam skripsi, perumusan masalah dan pembatasan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori dan kerangka konsep, metode penelitian dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II : Bab ini akan membahas tinjauan teoritis mengenai gambaran umum asuransi syariah, dasar hukum asuransi syariah, prinsip-prinsip asuransi syariah,
akad-akad asuransi syariah, dan gambaran umum Etika Bisnis Islam dan persaingan usaha, fungsi dan tujuan serta landasan operasional.
BAB III : Bab ini akan menjelaskan mengenai sejarah singkat, visi dan misi, produk-produk dan kondisi persaingan usaha PT. Asuransi Syari’ah Mubarakah.
Bab IV : Pada bab ini, penulis akan menyajikan terlebih dahulu pandangan dan penerapan etika bisnis Islam dalam persaingan usaha yang meliputi, sistem
operasional, etika marketer agen, marketing strategi strategi pemasaran PT. Mubarakah menurut padangan etika bisnis Islam dalam persaingan usaha.
10
Ibid, h. 91
Kemudian penulis menjelaskan atas faktor yang mempengaruhi penerapannya, setelah itu penulis menerangkan dampak penerapannya.
Bab V PENUTUP A.
Kesimpulan B.
Saran
BAB II TINJAUAN TEORI
Dalam kegiatan perekonomian yang berbasis syari’ah adalah sebuah hal penting untuk suatu perbandingan dalam setiap melakukan atau melaksanakan
kegiatan ekonomi yang beruang lingkup dalam koridor syari’ah, sebab dalam kegiatan berinvestasi dan asuransi merupakan dua hal bagian dalam keping mata uang
yang kedua bagiannya tidak pernah lepas dari kegiatan operasionalnya, menjadi bisnis yang sehat serta bernuansa Islami, dengan demikian hadirnya asuransi syariah
yang merupakan pembaharuan wajah asuransi yang suram menjadi wajah yang menyegarkan, prinsip-prinsip yang ditanamkan menjadi jawaban dari sekian
permasalahan yang ada sejak asuransi muncul,
11
sebab dana yang terkumpul dari masyarakat melalui premi asuransi sudah menjadi kewajiban bagi pengelola untuk
mengelolanya dalam bentuk investasi, sesuai dengan peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 73 pasal 13 ayat 1 tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha
perasuransian, yang berisi tentang kewajiban perusahaan asuransi syariah mengelola dananya pada investasi yang aman dan menguntungkan. Demikian juga dalam
asuransi syari’ah dalam kegiatannya yang berpedoman pada fatwa Dewan Syari’ah Nasional DSN yang dari semua kegiatan investasinya itu diarahkan kepada sektor-
sektor yang berpredikat halal yang telah diproses oleh fatwa DSN, tujuannya adalah
11
Muhammad
Syakir Sula, Asuransi Syari’ah Life And General Konsep dan Sistem operasional, Jakarta, Gema Insani Press, 2004 , h. 32
agar terjamin dari kehalalannya sesuai dengan fatwa DSN yang sudah barang tentu berbeda dengan konsep kegiatan asuransi konvensional. Dalam hal inipun Allah
SWT, menegaskan dalam surat al-An’am, 6:152:
12
….
….
مﺎﻌﻧﻻا ١٥٢
: ٦
“ …
dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil
… .”
Konsep ekuilibrium juga dapat dipahami bahwa keseimbangan hidup di dunia dan akhirat harus diusung oleh seorang pebisnis muslim.
13
Oleh karenanya, konsep keseimbangan berarti menyerukan kepada para pengusaha muslim untuk bisa
merealisasikan tindakan-tindakan dalam bisnis yang dapat menempatkan dirinya dan orang lain dalam kesejahteraan duniawi dan keselamatan akhirat
A. Asuransi Syari’ah
Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud
di sini adalah suatu sifat “tidak kekal” yang selalu menyertai kehidupan dan kegiatan manusia pada umumnya. Sifat tidak kekal termaksud, selalu meliputi dan menyertai
manusia baik ia sebagai pribadi. Maupun ia dalam kelompok atau dalam bagian kelompok masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya.
Dengan itu segala upaya untuk mengatasi sifat ilmiah yang manifestasinya sebagai suatu keadaan yang tidak pasti, antara lain dilakukan oleh manusia dengan
12
Faisal Badroen,h. 92
13
Ibid, h. 93
cara menghindari, atau melimpahkannya kepada pihak-pihak lain di luar dirinya sendiri. Upaya atau usaha manusia untuk mengurangi, menghindarkan risikonya itu
sudah lama dilakukan. Usaha itu dimulai sejak permulaan kegiatan ekonomi manusia, yaitu sejak manusia melakukan kegiatan perdagangan yang sangat sederhana. Usaha-
usaha manusia untuk mengatasi risiko dengan cara melimpahkannya kepada pihak lain beserta proses pertumbuhannya dikenal oleh peradaban manusia, baik di dunia
bagian Timur maupun Tengah pada abad-abad awal sebelum Masehi. Dalam bukunya, Muhammad Syakir Sula mengatakan bahwa jika makna
asuransi dilihat dari latinnya berarti suatu alat untuk mengurangi risiko dengan menghubungkan sejumlah unit-unit yang berisiko agar kerugian individu secara
kolektif dapat diprediksi.
14
Kemudian sebuah kerugian tersebut yang dapat diprediksi akan dibagi dan didistribusikan secara proposional di antara semua unit-unit dalam
gabungan tersebut. Definisi asuransi sebenarnya definisi asuransi bisa di artikan dari beberapa pandangan antara lain adalah ekonomi, hukum, bisnis, sosial, ataupun dari
segi matematis. Banyak definisi yang telah diberikan kepada istilah asuransi, secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan lainnya. Hal ini bisa
dimaklumi, karena mereka dalam mendefinisikannya disesuaikan dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam memandang asuransi, di mana sesuai dengan
uraian di atas bahwa asuransi dapat dipandang dari beberapa sudut.
15
Sebenarnya bisnis asuransi itu sangat kompleks dengan arti bahwa asuransi itu sebuah usaha yang
14
Muhammad Syakir Sula, h. 26
15
Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Asuransi, Jakarta, Salemba Empat, 2003, Edisi Pertama, h 72-24
di dalamnya terdapat beberapa sudut pandang yang disebutkan tadi karena aspek yang ada dari badan usaha asuransi itu meliputi aspek ekonomi, hukum, sosial, bisnis juga
aspek matematik tersebut. Demikian dari beberapa aspek-aspek umumnya kemudian dari aspek-aspek
syari’ahnya, asuransi itu dikatakan bahwa bahasa arab menyebutkan asuransi itu adalah at-ta’miin penanggung, atau mu’ammin, sedangkan mua’mman lahu atau
musta’min tertanggung. Kata-kata ini memiliki arti dasar yaitu memberi perlindungan at-ta’miin, ketenangan, rasa aman juga bebas dari rasa takut.
16
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS al-Quraisy, 106:4
ﺶﯾﺮﻘﻟا ٤
: ١٠٦
yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. al-Quraisy: 4
Dari ayat di atas jelas bahwa kata-kata
ْ َﻦِﻣ ْﻢُﮭَﻨَﻣاَءَو َﺧ
ْفْﻮ
akan berhubungan dengan kata-kata lawan kata khianat, kufur, dan yang paling penting dari makna kata
tersebut adalah sesuatu yang akan memberikan rasa aman terhadap setiap orang- orang yang ditolongnya. Dari kata tolong itu pun mempunyai arti yang sangat penting
terhadap arti asuransi syari’ah itu sendiri di mana usaha saling tolong-menolong akan terwujud apabila terciptanya sebuah kepercayaan sesama muslim itu akan kuat dan
saling memotivasi dengan keikhlasan hati. Dari kata di atas yang paling tepat kita definisikan adalah istilah at-ta’min,
kata ini bisa diartikan dengan sebuah konsep kegiatan yaitu, seseorang
16
M. Syakir Sula,, h 28
membayarmenyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti rugi
terhadap hartanya yang hilang, dikatakan ‘seseorang mempertanggungjawabkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya atau mobilnya’.
17
Adapun tujuan dalam Islam yang menjadi kebutuhan mendasar, yaitu al- kifayah ‘kecukupan’ dan ‘keamanan’. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dialah
Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan”. Sehingga sebagian masyarakat menilai bahwa bebas dari lapar merupakan bentuk keamanan. Mereka menyebutnya
dengan al-amnu al-qidza’I’ aman konsumsi. Dari prinsip tersebut, Islam mengarahkan kepada umatnya untuk mencari rasa aman baik untuk dirinya sendiri
maupun bagi anggota keluarganya. Dalam ayat Allah juga berfirman dalam QS al-Hasyr, 59:18
ﺮﺸﺤﻟا ١٨
: ٥٩
18
. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok akhirat; dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Pada definisi lain dikatakan Mushtafa Ahmad Zarqa, arti dari asuransi adalah sebuah metode yang bertujuan untuk memelihara manusia dalam meminimalisir atau
mengendalikan risiko bahaya yang selalu atau juga pasti di dalam kehidupan
17
Ibid, h. 28
manusia muncul dan akan terjadi, baik dari kegiatan kehidupannya dari bidang mana saja terutama dari bidang perekonomian.
Dikatakan Husain Hamid Hisan, asuransi adalah sebuah sikap ta’awun yang telah diatur dengan sangat sistematis.
18
Dalam arti ini Husain Hamid Hisan menyatakan segala peristiwa atau juga kejadian yang akan muncul dan yang akan
terjadi pada setiap diri manusia itu bisa ditanggulangi dengan antisipasi yang terprogram, dengan maksud bahwa manusia itu bisa menjaga dirinya itu melalui
mediasi-mediasi yang bisa membantu, salah satunya adalah mediasi lembaga yang menangani masalah jiwa manusia tidak ada lagi melainkan asuransi yang bisa
menjawab permasalahan manusia yang bisa mengantisipasi risiko-risiko yang akan terjadi menimpa, setidak-tidaknya manusia itu bisa mengeliminir risiko tersebut,
tidak akan mungkin manusia bisa menghilangkan risiko-risiko yang akan terjadi, karena peristiwa itu tercipta baik dan buruknya itu dari sessuatu yang pasti buruk itu
terlahir dari kesalahan-kesalahan manusia itu sendiri dan kebenaran atau kebaikan- kebaikan itu datang dari Yang Maha Pencipta Allah SWT, dari semua itu asuransi
yang diartikan oleh Husain Hamid Hisan itu adalah asuransi yang di dalamnya memberikan konsep derma atau sisihan harta yang telah ditentukan. Makna derma
tersebut bisa diartikan dengan shadaqah pemberian harta dari seseorang kepada yang membutuhkan dengan cara cuma-cuma, maka dari itu asuransi menurutnya sebuah
sistem kegiatan yang dapat menolong sesama dari segala risiko atau peristiwa yang terjadi dalam kehidupan.
18
Ibid, h 29
Abdul Ghoni dan Erni Arianty menyatakan,
19
Asuransi Syari’ah adalah usaha atau sistem saling melindungi dan tolong-menolong di antara para peserta melalui
pembayaran premi sebagai dana kontribusi yang akan dialokasikan sebagai dana tabarru’ hibah. Dana tabarru’ adalah sejumlah dana kumpulan milik peserta yang
dikelola oleh Perusahaan Asuransi dan akan digunakan untuk menanggung setiap klaim yang terjadi atas kerugian atau musibah yang menimpa di antara peserta.
Kegiatan Asuransi Syari’ah merupakan implemetasi dari prinsip-prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik, antara lain pelarangan riba dan berbagai bentuk,
pelarangan akan gharaar, dan pelarangan akan maysiir. Menurut Az-Zarqa
20
bahwa sistem asuransi yang dipahami oleh para ulama hukum syari’ah adalah sebuah sistem ta’awun dan tadlamun yang bertujuan untuk
menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah. Semua ini adalah sebuah amanah sekelompok atau juga perusahaan asuransi yang dikatakan sebagai
tertanggung, dengan cara memberikan pengganti kepada orang yang tetimpa musibah. Pengganti tersebut diambil dari semua kumpulan premi-premi mereka yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak dengan segala perinciannya. Para ulama menyatakan bahwa dalam penetapan segala hukum yang berimplikasi dengan
kehidupan ekonomi dan sosial harus selalu singkron, sepadan tidak boleh sewenang- wenang mencari, mengambil, mengklaim, bahkan menjadikan sebuah hukum menjadi
pedoman hidup itu sangat disalahkan, karena Islam juga mengatur segala segi
19
Abdul Ghoni dan Erni Arianty, Akuntansi Asuransi Syari’ah Antara Teori dan Praktik, Jakarta, INSCO Consulting, 2007, h. 15
20
M. Syakir Sula, h. 29
kehidupan manusia dengan segala prosedur-prosedur hukumnya yang telah ditentukan, bertujuan agar masyarakat hidup berdasarkan atas asas saling percaya,
menjaga, melindungi, yang paling penting adalah saling tolong-menolong dan menjamin dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya.
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN-MUD, dalam fatwanya tentang pedoman umumnya asuransi syari’ah, memberi definisi tentang
asuransi. Menurutnya, Asuransi Syari’ah at-Ta’miin, Takaful, Ta’awwun, Tadlaamun adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah
orangpihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad perikatan yang
sesuai dengan syari’ah. Atau juga cara konsep yang diajarkan oleh Rasulullah SAW bermuamalat rules of the game
21
Dari definisi di atas diketahui bahwa makna asuransi syari’ah itu tidak jauh dari pengertian usaha saling tolong menolong yang dapat dimanifestasikan oleh
sistem tabarru’ yang terdapat dalam prinsip-prinsip asuransi syari’ah itu sendiri, tolong menolong ta’aawun itu salah satu dasar dari rasa ukhuwah Islamiyah antara
sesama tapi diartikan dalam asuransi yaitu dengan sesama anggota peserta asuransi syari’ah dalam menghadapi bahaya ancaman atau risiko-risiko yang menimpa.
Takaful dalam pengertian muamalah, ialah saling memikul risiko di antara sesama orang sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas
21
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Wacna Ulama dan Cendekiawan Jakarta: Tazkia Institute, 1999, h.38.
risiko yang lainnya. Dasar dari saling memegang beban risiko yang terjadi itu semata- mata hanya ingin saling membantu satu sama lainnya atau tolong menolong dalam
segala hal kebaikan dengan membayarkan atau menyumbang dana tabarru’ yang dikeluarkan oleh setiap peserta yang dapat diartikan dengan dana derma, sumbangan,
shadaqah yang ditujukan oleh perusahaan untuk menanggung semua risiko. Dalam firman-Nya al-Maidah, 5:2
ةﺪﺋﺎﻤﻟا
٢ :
٥
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”. Q.S: al-Maidah: 2
Menurut Abu Zahra’
22
, yang dimaksud dengan ta’aawun al-Ijtima’i itu ialah bahwa setiap individu suatu masyarakat berada dalam jaminan atau tanggungan
masyarakatnya. Setiap orang yang memiliki kemampuan menjadi penjamin dengan suatu kebajikan bagi setiap potensi kemanusiaan dalam masyarakat sejalan dengan
pemeliharaan kemaslahatan individu. Yakni, dalam hal menolak yang merusak dan memelihara yang baik agar terhindar dari berbagai kendala pembangunan masyarakat
yang dibangun di atas dasar-dasar yang benar. Muhammad Syakir Sula mengatakan,
istilah lain yang dijelaskan yaitu yang sering digunakan untuk asuransi syari’ah adalah Takaful, kata Takaful berasal dari
kata takaafala-yatakaafalu, yang secara etimologis berarti menjamin atau saling
22
M. Syakir Sula, h. 32-33
menanggung. Kata Takaful sebenarnya tidak dijumpai dalam al-Qur’an. Namun, ada sejumlah kata yang seakar dengan kata Takaful, seperti dalam al-Qur’an Surah
Thahaa, ayat 20:40,
……
ﮫﻃ
٤٠ :
٢٠
“Ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada keluarga Firaun:
Bolehkah saya
menunjukkan kepadamu
orang yang
akan memeliharanya?
Menurut Abdul Ghoni dan Erni Arianty
23
, asuransi syari’ah yaitu usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui aqad perikatan yang sesuai dengan
Syari’ah, – Akad yang sesuai dengan syari’ah yang dimaksud di atas adalah yang tidak
mengandung gharar
penipuan, maysir
perjudian, riba,
zhulm penganiayaan, risywah suap, barang haram dan maksiat, akad tabarru’ adalah
semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong, bukan semata tujuan komersial, akad tijarah adalah semua pihak bentuk akad yang
dilakukan untuk tujuan komersial. Demikian hal yang dapat merugikan yaitu mengambil hak-hak orang lain dengan menzolimi orang lain demi kuntungan semata.
24
23
Abdul Ghoni dan Erni Atianty, h. 1
24
QS Al-Fajr, dalam Akhmad Mujahidin, ekonomi Islam Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h.15.
Usaha asuransi merupakan satu usaha di bidang jasa yang memberikan jasa proteksi. Oleh karena itu dalam tata kehidupan pada umumnya, sehingga mempunyai
karakteristis yang khusus dibandingkan jenis usaha lain. Mengingat sifatnya yang khusus tadi, maka pada usaha ini perlu diatur pula secara khusus mengenai
pembiayaan dan pengawasannya, demi kepentingan masyarakat luas. Dalam usaha di bidang asuransi sudah diatur bahwa mempunyai wewenang untuk mengadakan
pembinaan dan pengawasan terhadap usaha asuransi adalah Menteri Keuangan. Adapun bentuk dari pembinaan dan pengawasan terhadap usaha asuransi oleh
Menteri Keuangan. Direktorat Lembaga Keuangan dan Akuntansi Direktorat Moneter antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi, untuk pendirian perusahaan asuransi.
2. Persyaratan teknis dan keuangan yang harus dipenuhi berkenaan dengan
pemberian izin usaha. 3.
Persyaratan-persyaratan teknis dan keuangan berkenaan dengan penyelengaraan usaha asuransi.
Persyaratan-persyaratan tersebut, secara khusus diatur sesuai dengan jenis usaha asuransi yang bersangkutan, yaitu apabila usaha asuransi yang bersangkutan
termasuk usaha asuransi kerugian, reasuransi, broker asuransi, adjuster asuransi atau juga perusahan asuransi sosial. Secara umum, pembinaan dan pengawasan yang
diterapkan terhadap industri usaha asuransi dilaksanakan dalam rangka memberikan kepastian jaminan terhadap masyarakat luas. Untuk itu secara teknis pengawasan dan
pembinaan tersebut selalu mengalami perubahan persyaratan.
Investasi yang harus dilakukan oleh usaha asuransi jiwa harus dalam bentuk tanah dan bangunan, hipotik, pinjaman polis, saham, obligasi syari’ah dan surat
berharga lainnya. Jadi pada investasi yang aman serta penyebaran yang merata, demi kepentingan nasabah, dalam jangka panjang. Sedangkan investasi oleh usaha asuransi
kerugian cukup dalam bentuk deposito berjangka, tanah dan bangunan serta saham syari’ah, obligasi syari’ah dan surat berharga lain, mengingat jangka waktu perjanjian
asuransi kerugian relatif lebih pendek dari perjanjian asuransi jiwa. Ali Mustafa Ya’qub mengatakan
25
, bahwa salah satu bentuk pengelolaan dana asuransi yang paling dominan adalah menginvestasikan dana yang terkumpul dari
seluruh premi yang didapat. Dan bentuk investasi tersebut dapat berbentuk apa saja selama tidak mengandung salah satu dari unsur yang dilarang.
Hedi Sudarsono mengatakan
26
, bahwa dari pengertian asuransi yang dijelaskan oleh UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yaitu perjanijian antara dua
belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
keuntungan yang diharapkan, atau tertanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin ada diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
25
M. Syakir Sula, h. 378
26
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripdi dan Ilustrasi, Yogyakarta, Ekonisia Fakultas Ekonomi UII, 2003, h. 112
Dari pengertian asuransi tersebut diketahui adanya tiga unsur pokok dalam asuransi yaitu bahaya yang dipertanggungkan, premi pertanggungan dan sejumlah
uang ganti rugi pertanggungan. Bahaya yang dipertanggungkan sifatnya tidak pasti terjadi uncertainty. Premi pertanggungan pun tidak mesti sesuai dengan yang tertera
dalam polis. Jumlah uang santunan atau ganti rugi sering atau bahkan pada umumnya jauh lebih besar daripada premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi.
Atau juga dalam visi dan msisnya sebuah usaha yang tergolong dalam sebuah legalitasnya
akomodasi ekonomi sebuah perusahaan dalam segala biaya
27
Hal-hal yang demikian itulah yang oleh para ahli hukum Islam dipermasalahkan. Unsur ketidak pastian dalam perjanjian menurut hukum Islam.
Akan terjadi bahaya yang dipertanggungkan risikonya terdapat ketidakpastian uncertainty demikian pula premi yang tidak seimbang. Dalam asuransi kebakaran
misalnya, jika kebakaran terjadi, tertanggung dipandang menang, karena akan memperoleh ganti rugi jauh lebih besar daripada uang premi yang dibayarkan.
Adanya unsur menang kalah atau pendapat bahwa di dalam perjanjian asuransi terdapat perjudian. Selain itu investasi dana peserta yang terhimpun melalui premi
pada perusahaan asuransi dengan jalan dibungakan menimbulkan pendapat bahwa di dalam perjanjian asuransi terdapat unsur riba.
28
27
Awalil Rizky, :Strategi Jitu Investasi di UMK: Optimalisasi Konstribusi UMK dalam Makroekonomi Indonesia, dalam Euis amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan
Peran LKM dan UKM di Idonesia Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009, h.42.
28
A. Ghoni, E. Arianty, h. 3
Unsur-unsur ketidakpastian atau untung-untungan, ketidakseimbangan antara premi dan ganti rugi serta investasi dengan jalan riba itulah yang oleh banyak ahli
hukum Islam menjadikan alasan tidak dapat membenarkan perjanjian asuransi yang berlaku hingga sekarang ditinjau dari hukum Islam. Namun ada pula golongan ahli
hukum Islam yang tidak merasa keberatan. Perbedaan pendapat itu kiranya terletak pada perbedaan mereka yang memandang apakah perjanjian asuransi itu merupakan
perjanjian antara tertanggung secara perorangan dan perusahaan asuransi, ataukah antara sejumlah tertanggung dan perusahan asuransi.
Yang merasa keberatan terhadap perjanjian asuransi, perjanjian itu dilakukan secara perorangan antara tertanggung dan perusahan asuransi, sedangkan yang tidak
merasa keberatan memandang perjanjian untuk terjadi antara sejumlah tertanggung yang saling membantu, kerjasama atau gotong-royong dan perusahaan asuransi.
Namun, dalam hal yang hampir menjadi kesepakatan dalam memandang perusahaan asuransi yang berlaku hingga sekarang perusahaan yang mencari keuntungan besar
dari premi yang dibayarkan oleh para tertanggung dan dari keuntungan investasi dengan jalan membungakan uang hasil dan peserta yang dikumpulkan oleh
perusahaan. Investasi yang aman secara duniawi belum tentu aman dari sisi akhirnya.
Maksudnya, investasi yang sangat menguntungkan sekalipun – dan tidak melanggar hukum positif yang berlaku – belum tentu aman jika dilihat dari sisi syari’ah Islam.
Dengan menyadari perbedaan fiqhiyah yang ada, karena sebagai sebuah agama yang komprehensif syumul dan proporsional tawazun, Nilai modal awal, asset atau
jumlah pekerja itu bergantung kepada definisi yang diberikan oleh pemerintah atau institusi lainnya dengan tujuan-tujuan tertentu.
29
Sebenarnya dalam persaingan dunia usaha sekarang ini selain harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat membangkitkan pertumbuhan usaha di
bidang asuransi, juga harus diperhatikan pula jenis-jenis transaksi sebab ada beberapa jenis transasksi yang dilarang. Pemilihan dan pelaksanaan teransaksi harus
dilaksanakan menurut prinsip kehati-hatian ihtiyath serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi yang di dalamnya mengandung unsur gharaar. Tindakan yang
dimaksud termasuk melakukan penawaran palsu najs; melakukan penjualan atas barang yang belum dimiliki atau barang tidak ada di hadapannya short selling,
menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang insider trading, melakukan
penempatan atau investasi pada perusahaan yang memiliki rasio nisbah utang yang di atas kelaziman perusahaan pada industri sejenis.
1. Sistem Operasional Syari’ah
Asuransi sebagai akibat suatu yang berbenntuk polis, jika sebuah peristiwa yang dimaksud dalam asuransi terjadi, berupa pembayaran sejumlah uang.
Memang benar bahwa polis asuransi, dalam lingkungan tertentu, kemungkinan merupakan suatu pilihan untuk mengubah landasan pemikiran dalam
29
Sadono sukirno, dkk, Pengantar Bisnis Jakarta: PT. Prenada Media, 2004, h.365.
menggunakan uang, tetapi bukan mengubah fakta bahwa hanya jaminan dari perusahan asuransi saja yang mampu membayarkan uang tersebut.
30
Pokok masalah asuransi: Pokok masalah asuransi antara lain:
a. Tujuan atas jiwa atau benda;
b. Hutang piutang atau tindakan lain, atau
c. Jaminan yang ditetapkan untuk tertanggung.
Dalam menjalankan operasionalnya, asuransi syari’ah berpegang pada ketentuan-ketentuan yang terdapat pada program pelaksanaannya:
1. Akad
Sebagaimana dijelaskan dalam bab terdahulu bahwa akad merupakan salah satu persoalan pokok dalam asuransi konvensional yang menjadikannya kendala,
sementara itu diharapkan oleh para ulama karena dengan perjanjian yang ada di asuransi konvensional dapat berdampak pada munculnya gharar dan maishir.
Oleh karena itu para ulama mencari solusi bagaimana agar masalah gharar dan maishuir ini dapat dihindarkan. Masalah pertama adalah penipuan yang muncul
karena akad yang dipakai di asuransi konvensional adalah aqad tabadduli pertukaran, sesuai dengan syarat-syarat akad pertukaran, maka harus jelas berapa
pembayaran premi dan berapa uang pertanggungan yang akan diterima. Masalah hukum syari’ah di sini muncul karena kita bisa menentukan secara tepat jumlah
30
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jakarta , Dana Bhakti Wakaf, 1996, jilid 4, 1996, h 96
premi yang akan dibayarkan, sekalipun syarat-syarat lainnya, penjual, pembeli, ijab kabul dan jumlah uang pertanggungan barang dapat dihitung. Jumlah premi
yang akan dibayarkan amat tergantung pada takdir, tahun berapa kita meninggal atau mungkin sampai akhir kontrak kita tetap hidup inilah proses gharaar terjadi.
transaksi bisnis yang bebas dari unsure aidah, syariah dan akhlaq. Ia adalah sebuah system dan ilmu yang dibangun di atas unsure pokok ajaran Islam.
31
Kejelasannya akad dalam praktek muammalah merupakan prinsip karena akan menentukan sah atau tidaknya secara syari’ah. Demikian halnya dengan
asuransi, akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas. Apakah akad-nya jual-beli atau tolong menolong. Syarat dalam transaksi jual beli penjual, membeli
terdapatnya harga dan barang yang dijualbelikan. Pada asuransi biasa, penjual dan pembeli, barang yang diperoleh, yang dipersoalkan berapa premi yang harus
dibayar kepada perusahan asuransi, padahal hanya Allah SWT yang tahu kapan kita meninggal. Jadi pertanggungan yang akan diperoleh sesuai dengan perjanjian,
akan tetapi jumlah yang akan setorkan tidak jelas tergantung usia kita, dan hanya Allah SWT yang tahu kapan kita meninggal dengan demikian akad jual beli
dalam asuransi terjadi cacat secara syari’ah karena tidak jelas gharaar. Yaitu beberapa besar yang akan dibayarkan kepada pemegang polis pada product
saving atau berapa besar yang diterima pemegang polis pada product non saving.
31
M. Nadratuzzaman Hosen, dkk, Materi Dakwah Ekonomi Syariah Pusat Komunikasi Ekonomi Syaria’ah PKES, 2008, h.16
Dipandang dari sisi Islamnya, bahwa semua peristiwa yang akan maupun yang telah terjadi, dahulu, sekarang, maupun yang akan datang itu telah
ditentukan oleh Allah SWT sebagai pemegang takdir kehidupan kita. Maka dari itu masalah yang bisa diminimalisir atau juga dikendalikan oleh kita dalam
teorinya asuransi syari’ah maupun konvensioanl, sebenarnya melawan takdir yang telah ditentukan oleh yang Maha Kuasa Allah SWT, juga kita tahu bahwa dalam
asuransi syari’ah ada kata-kata istilah yaitu maishiir, ghariar dan riba, sebenarnya kata-kata ini dalam penjelasan para ulama telah konkrit sekali sebuah
praktek yang bila dianalogikan akibatnya dapat merugikan masyarakat banyak, apalagi jika bagi orang-orang yang awam asing dengan istilah-istilah yang
terdapat dalam asuransi. Syafi’i Antonio memberikan ilutrasi yang simpel tetapi jelas dalam
menjelaskan masalah gharar, “Dalam konsep syari’ah, masalah gharar dapat dieliminir karena akad yang dipakai bukanlah akad tabaduli yaitu akad jual beli,
tetapi akad takafuli atau tolong menolong dan saling menjamin.”
32
Dalam konsep asuransi syari’ah, bahwa setiap peserta yang ikut serta dalam kegiatan asuransi syari’ah tersebut maka otomatis harus saling membantu dengan
penjelasan yang klasifikatif dengan artian, bahwa mana dana untuk investasi juga mana dana yang untuk tabarru’, atau klasifikasi dana-dana lain yang dialokasikan
yang sistematis dengan konsep syari’ah. Semua peserta yang telah memberikan uang premi yang nanti akan dialokasikan itu, harus merelakan karena dari
32
Heri Sudarsono, h.126
beberapa persennya akan dijadikan dana derma untuk peserta lainnya yang terkena musibah, begitu juga peserta lainnya.
2. Mekanisme Pengelolaan Dana Dalam sistemnya asuransi syari’ah itu memakai prinsip saling tolong-
menolong ini adalah sebuah kelebihan sistem asuransi syari’ah dibanding dengan sistem asuransi konvensional. Dan hal ini yang menjadikan alasan bagi
masyarakat untuk tertarik menjadi bagian dari penyelenggaraan asuransi syari’ah berdiri di Indonesia. Dalam hal ini dalam penggunaan dan seleksi sumberdaya
dalam negeri untuk pengembangan perekonomian negeri. .
33
Pada prinsipnya yaitu dengan saling melindungi antara para pesertanya, perusahan asuransi syari’ah diberi kepercayaan atau amanah oleh para peserta
untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, dan memberikan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian.
Keuntungan perusahan diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta yang dikembangkan dengan prinsip mudharabah sistem bagi hasil. Para peserta
asuransi syari’ah berkedudukan sebagai pemilik modal shahibul mal dan perusahan asuransi syari’ah berfungsi sebagai pemegang amanah mudharib.
Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahan sesuai dengan ketentuan nisbah yang telah disepakati.
33
Nophirin, Pengantar Ilmu ekonomi Makro dan Mikro Yogyakarta: BPFE, 2000, h.1.
Mekanisme pengelolaan dana peserta premi terbagi menjadi dua sistem. Demikian hal yang orientasi ini untuk penolakan akses individualisme
34
1. Sistem pada produk saving ‘tabungan’
2. Sistem pada produk non saving ‘tidak ada tabungan’
3. Sumber Biaya Operasional Dalam operasionalnya asuransi syari’ah itu berbentuk perseroan terbatas,
dimana badan usaha berbentuk PT tersebut ada ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan selain tampak peranan yang besar dari para pemegang saham dalam
penggabungan suatu PT. demikian pula tentang perlindungan terhadap pemegang saham minoritas, karyawan dan konsumenmasyarakat merupakan persyaratan
mutlak yang harus dipenuhi dalam hal penggabungan. Hal ini tampak dalam ketentuan pasal 104 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas, dan dipertegas lagi dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998.
35
Selain dalam operasionalnya asuransi syari’ah yang berbentuk bisnis seperti Perseroan Terbatas PT, sumber biaya operasional menjadi sangat menetukan
dan perkembangan dan percepatan pertumbuhan industri. Lain halnya asuransi yang berbentuk badan sosial, mutual, atau koperasi, di sini peran pemerintah lebih
mendominasi sebab subsidi terbesar diberikan oleh pemerintah dengan tahap awal berdirinya asuransi tersebut.
34
http:putracenter.wordpress.com20090122definisi-ekonomi-dalam-islam-menurut-para- ahli
diakses pada 13 Desember 2010
35
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005, h. 128
3. Underwriting dalam definisinya adalah sebuah proses penyeleksian risiko dan
mengklasifikasinya sesuai dengan tingkat insurability dapat ditanggungnya, sehingga dapat ditentukannya tarif yang sesuai. Proses ini meliputi penolakkan
atas risiko-risiko yang tak dapat diterima unacceptable. Atau secara teknis bisa diartikan dengan orang yang menuliskan namanya di
bawah sebuah peutupan asuransi, menerima semua atau sebagian risikonya. Dalam asuransi jiwa dan kesehatan, dipakai untuk menunjukkan pejabat di kantor
pusat yang meninjau fakta-fakta tentang risiko, menerima atau menolak risiko itu dan menetukan tarifnya; penanggung di kantor pusat. Dalam asuransi jiwa, untuk
menunjuk seoarang agen solisitasi, karena agen itu memang melaksanakan kebijakan penanggungan dalam memilih risiko-risiko calon-calon yang
dihubunginya.
36
4. Aktuaris Orang professional yang terlatih dalam bidang matematika, statistik, dan
akunting serta prinsip-prinsip operasi asuransi, annuittet, dan rancangan- rancangan pensiun. Berdasarkan pengalaman, aktuaris menentukan taksiran
besarnya kerugian-kerugian di masa yang akan datang.
37
36
A. Hasyim Ali, Agustinus Subekti, Wardana, Kamus Asuransi, Jakarta, Bumi Aksara, 2002, h 331
37
Ibid, h 9
Jika dalam penjelasan Ir. Syakir Sula dalam bukunya, Asuransi Syari’ah Life and General Konsep dan Sistem Operasional menjelaskan bahwa peran
aktuaria pada suatu perusahaan yang berbasis syari’ah dibagi dalam tiga pokok. a.
Sertifikat Produk Product Certification Perusahaan asuransi syari’ah beroperasi berdasarkan peraturan
perundangan di bidang perasuransian yang dikeluarkan oleh pemerintah. Aktuaria akan membuat atau menghitung premi-premi dasar dari produk
asuransi syari’ah tersebut, yang didasarkan pada prinsip-prinsip aktuaria. b.
Penaksiran Aktuaria Actuarial Valuation Perusahaan asuransi syari’ah diharuskan membuat laporan tahunan
kepada departemen keuangan. Aktuaria melaporkan hasil investigasi aktuaria, yaitu tentang kondisi keuangan asuransi yang layak.
c. Aktuaria yang Ditunjuk Appointed Actuary
Apabila perusahaan asuransi syari’ah tersebut tidak memiliki seorang aktuaris sendiri, maka perusahaan harus menunjuk seorang aktuaris atau
suatu lembaga yang diakui oleh departemen keuangan sebagai konsultan aktuaria. Konsultan inilah yang bertanggung jawab untuk memeriksa
laporan keuangan yang setiap tahun harus dilaporkan ke departemen keuangan sebagai pihak regulator.
5. Perwujudan Ta’awwun dalam Mekanisme Asuransi Sesungguhnya dalam konsep kita sudah ketahui bahwa asuransi syari’ah itu
mempunyai konsep yang di mana terjadi saling memikul risiko di antara sesama
peserta. Sehingga, antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko yang muncul. Konsep ini juga terujuk pada adanya dana tabarru’, yaitu
manifestasi dari sebuah konsep asuransi syari’ah itu sendiri yang bisa diartikan dengan sebuah makna dana kemanusiaan atau ‘derma’ yang harus dikeluarkan
oleh setiap peserta dengan secara sistematis dari setiap uang premi yang dibayarkan oleh peserta, kemudian dialokasikan untuk dana tersebut dengan
ketentuan perusahaan. 6. Dewan Pengawas Syari’ah DPS
Keberadaan Dewan Pengawas Syari’ah DPS dalam perusahaan asuransi syari’ah merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan mengawasi manajemen,
produk serta kebijakan investasi agar senantiasa sejalan dengan syari’at Islam yang di jelaskan sebelumnya oleh para ahli asuransi syari’ah.
38
Karena itulah Dewan Pengawas Syari’ah itu sendiri ada, dan kedudukannya sebagai salah satu
institusi dalam skala nasional, dapat dijadikan sebagai Garda terdepan, dan dapat dijadikan payung bagi semua pihak dalam misi yang agung ini.
Dengan demikian, pembenahan, yang perlu tenaga dan energi yang baru agar lebih kuat dan lincah. Juga agar lebih taktis dan lebih strategis dalam
menghadapi permasalahan yang setiap saat siap menghadang.
B. Etika Bisnis Islam