Dimensi Etika dalam Bisnis Asuransi

TANTANGAN BISNIS ASURANSI UMUM DI INDONESIA
Telaah Etika Bisnis dan Prospeknya Bagi Perusahaan Asuransi
Pengantar
Iklim usaha di Indonesia saat ini memasuki fenomena dan tantangan baru.
Fenomena perubahan dalam berbagai dimensi kehidupan bermasyarakat jelas
memperlihatkan makin kompleksnya tantangan berinvestasi selaras dengan makin
kompleksnya interese dan kebutuhan ekonomi masyarakat. Dibutuhkan suatu
kerangka konsep dan regulasi yang jelas guna mendukung upaya-upaya pencapaian
kemajuan masa depan ekonomi bangsa. Sebatas memperhatikan konsep ekonomi dan
aturan legal belaka tentunya belum cukup untuk menggerakkan kesadaran
berinvestasi serentak mendongkrak roda perekonomian. Dibutuhkan sebuah
pertimbangan etis-moral untuk menggerakkan nurani bahwa kesejahteraan umum
hanya dapat terwujud apabila ada kemauan baik untuk melakukan perubahan.
Utamanya perubahan dari pola hidup konsumtif kepada pola hidup produktif. Itu
sebabnya pilihan investasi bisnis di bidang asuransi umum merupakan pilihan
alternatif penting dalam mengelola keuangan pribadi atau keluarga. Sebuah alternatif
untuk mengalihkan dan mengendalikan pengeluaran bagi tujuan-tujuan jangka
panjang. Dengan demikian bagi masyarakat, memilih produk-produk asuransi, selain
menjadi jaminan pribadi, juga memberi kontribusi tersendiri bagi pertumbuhan
ekomomi bangsa ke depan.
Bisnis asuransi umum, seperti halnya sejumlah bisnis modern, merupakan

realitas yang amat kompleks. Banyak faktor turut mempengaruhi dan menentukan
kemajuan kegiatan bisnis. Antara lain ada faktor manajemen-organisatoris, ilmiahteknologis, dan politik-sisio-kultural. Kompleksitas bisnis itu berkaitan langsung
dengan keragaman masyarakat modern. Sebagai kegiatan yang berlangsung dalam
dimensi sosial, bisnis asuransi terjalin dalam banyak cara dengan kompleksitas
masyarakat itu. Semua faktor yang membentuk keluasan peran bisnis modern sudah
sering dipelajari dan dianalisis melalui berbagai pendekatan ilmiah, khususnya ilmu
ekonomi dan teori manajemen.
Pemikiran ini hendak menyoroti suatu aspek bisnis yang sampai sekarang
jarang disinggung dalam uraian-uraian lain, tetapi semakin banyak diakui pentingnya,

yaitu aspek etis atau moralnya. Etika atau moralitas berarti aspek baik atau buruk,
terpuji atau tercela dan karenanya dibolehkan atau tidak dibolehkan, dari perilaku
manusia. Moralitas selalu terkait dengan apa yang dilakukan manusia; dan, kegiatan
eknonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang sangat esensial. Tak heran
sejak dahulu kala etika juga menyoroti ekonomi dan bisnis. Tetapi belum pernah etika
bisnis mendapat begitu banyak perhatian seperti dalam zaman kita sekarang. Banyak
orang berkeyakinan bahwa peranan etika bisnis itu penting karena menyangkut suatu
aspek hakiki dari dunia usaha.
Dalam konteks pengembangan bisnis dewasa ini, mungkin tidak begitu sulit
untuk ikut mengakui mendesaknya etika bisnis. Bisnis asuransi sebagai wadah

investasi masa depan masyarakat pun perlu mempertimbangkan tantangan dan
peluang makin mendesaknya sorotan terhadap dunia bisnis umumnya dalam hal
mempertimbangkan aspek-aspek etis dalam perluasan jaringan usaha dan pemasaran
produknya. Dengan rumusan lain, di samping berjalan dalam rambu-rambu etika
bisnis, perusahaan asuransi dapat menciptakan peluang baru untuk mendapatkan
simpati masyarakat dalam berinvestasi. Di tengah kecenderungan berperilaku
konsumtif terhadap produk-produk barang dan jasa, diharapkan kehadiran bisnis
asuransi memberikan alternatif investasi bagi masyarakat.
Pengertian Etika Bisnis
Terminologi “etika” atau “etis” tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dan
karena itu pula “etika bisnis” bisa berbeda artinya. Suatu uraian sistematis tentang
etika bisnis sebaiknya dimulai dengan menyelidi dan menjernihkan penggunaan
istilah “etika” dan “etis”. Umumnya terdapat sejumlah kemungkinan pemahaman
yang tidak selamanya persis sama. Istilah etika dapat dibedah menjadi dua pengertian
mendasar, antara lain “etika sebagai praksis” dan “etika sebagai refleksi”.
Etika sebagai praksis berarti nilai-nilai dan norma-norma moral sejuah
dipraktekkan. Takarannya menyangkut apa yang harus dilakukan sesuai atau tidak
sesuai dengan norma moral yang berlaku. Kita sering mendengar atau membaca dari
media massa kalimat-kalimat seperti ini: “Dalam dunia modern, etika bisnis mulai
menipis”, “Ada unsur tidak etis dalam akuisisi internal”, “Semakin terasa urgensi

membangun etika bisnis”, “Tegakkan etika bisnis dengan Undang-undang Anti
Korupsi”, dan sebagainya. Mari kita soroti terlebih dahulu maksud penggunaan kata
etika atau etis dalam contoh-contoh tadi. Orang yang mengeluh bahwa etika bisnis

mulai menipis bermaksud bahwa pebisnis sering menyimpang dari nilai dan norma
moral yang benar, jadi ia menunjuk kepada etika sebagai praksis. Orang yang
berbicara tentang akuisisi internal menyatakan keraguannya tentang kualitas etis dari
tindak bisnis itu. Kendati dirumuskan dengan agak hati-hati, ia menduga bahwa
akuisisi internal tidak sesuai dengan nilai dan norma moral yang semestinya berlaku
dalam dunia bisnis. Orang yang memikirkan masalah korupsi berpendapat bahwa
dengan membuat undang-undang anti korupsi dan menerapkannya secara ketat dan
konsekuen, nilai dan norma dalam bisnis bisa ditegakkan. Etika sebagai praksis sama
artinya dengan moral atau moralitas: apa yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan,
pantas dilakukan dan lain-lain.
Etika sebagai refleksi adalah pemikiran tentang moral atau moralitas. Di sini
kita berpikir tentang apa yang dilakukan, khususnya apa yang harus dilakukan atau
tidak boleh dilakukan. Di sini etika sebagai refleksi mengangkat praksis sebagai
obyek pemikirannya. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya
prilaku orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan dalam arti populer maupun ilmiah.
Dalam surat kabar atau majalah, hampir setiap hari kita mendapati komentar seputar

peristiwa-peristiwa yang berkonotasi etis: perampokan, pembunjan, kasus korupsi, dll.
Setiap hari banyak orang membicarakan kasus-kasus itu. Mereka semua melibatkan
diri dalam etika sebagai refleksi pada taraf po;puler. Akan tetapi setika sebagai
refleksi bisa mencapai taraf ilmiah juga. Hal itu terjadi bila refleksi dijalankan dengan
kritis, metodis dan sistematis, karena tiga cara inilah membuat pemikiran mencapai
taraf ilmiah.
Sebetulnya distingsi antara peraksis dan refleksi tidak hanya menandai
pemahaman tentang etika saja. Di bidang lain pun hal ini berlaku. Contohnya bidang
ekonomi. Dengan ekonomi kita maksudkan kegiatan jual beli; membelanjakan dan
menerima uang; memproduksi, mendistribusikan dan membeli barang, kegiatan
usaha, investasi, dll. Di sini ekonomi dipahami dalam konteks praksis tindakan
manusia dalam hubungan dengan pemenuhan kebutuhan. Akan tetapi ekonomi
sebagai ilmu (refleksi) juga ada ketika ia mempelajari tindakan manusia dalam
bertransksi dengan menggunakan media uang atau kegiatan bisnis lainnya. Seorang
pakar ekonomi (ekonom) belum tentu adalah seorang pebisnis. Ekonomi sebagai
praksis dan ekonomi sebagai ilmu jelas haru dibedakan meskipun keterkaitannya
melekat erat.

Etika sebagai ilmu mempunyai tradisi yang sudah lama. Tradisi ini sama
panjangnya dengan seluruh sejarah filsafat, karena etika dalam arti ini merupakan

cabang filsfata. Karena itu etika sebagai ilmu sering disebut juga filsafat moral atau
etika filosofis. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani kuno, etika filososfis sudah
mencapai mutu yang mengagumkan pada Sokrates, Plato dan Aristoteles. Tradisi ini
berlangsung terus selama 25 abad lebih hingga sekarang ini.
Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik-buruknya perilaku
manusia. Cukup panjang jangka waktunya, ketika etika sebagai filsafat praktis dipakai
dalam konteks “etika terapan” (applied ethics). Mengapa demikian? Hal ini
disebabkan karena sejak akhir tahun 1960-an teori etika mulai membuka diri bagi
topik-topik konkret dan aktual sebagai obyek penyelidikannya. Mula-mula topik-topik
konkret itu menyangkut ilmu-ilmu biomedis,

karena di situ kemajuan ilmiah

menimbulkan banyak masalah etis yang baru. Tak lama kemudian etika terapan
memperluas cakupan perhatiannya ke topik-topik aktual lainnya, seperti lingkungan
hidup, persenjataan nuklir, serta sejumlah masalah global lainnya. Akhirnya persoalan
bisnis juga ternyata membawa implikasi etis, sehingga muncullah etika bisnis.
Seperti etika terapan pada umumnya, etika bisnis adalah penerapan prinsipprinsip etika yang umum pada suatu wilayah prilaku manusia yang khusus, yakni
kegiatan ekonomi dan bisnis. Fokusnya adalah perbuatan. Apa yang menjadi
fundamen rasional kita dalam menilai baik atau buruknya suatu perbuatan? Berbicara

tentang “perbuatan yang baik” dimaksudkan baik dari sudut pandang moral, bukan
dari sudut teknis-metodologisnya. Bisa saja dari sisi teknis suatu perbuatan dilihat
baik sekali, akan tetapi dari segi moral perbuatan itu jahat sekali dan karena itu harus
ditolak. Sebagai contoh kisah-kisah dalam novel detektif yang mengangkat topik
“perfect crime”; di sini perbuatan sempurna dari segi cara atau teknis, tetapi jelas
yang namanya kriminalitas secara moral tetaplah jahat dan tidak baik.