TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN KABUPATEN KARANGANYAR DAN WONOGIRI TAHUN 2012

TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN KABUPATEN KARANGANYAR DAN WONOGIRI TAHUN 2012

Skripsi

Disusun Oleh : Siti Khoimah K5408050 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

commit to user

TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN KABUPATEN KARANGANYAR DAN WONOGIRI TAHUN 2012

Oleh : Siti Khoimah K5408050

Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Geografi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, Mei 2012

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari

: Rabu

Tanggal : 9 Mei 2012

commit to user

ABSTRAK

Siti Khoimah. TINGKAT KEKRITISAN DAN ARAHAN REHABILITASI

LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN KABUPATEN

KARANGANYAR DAN WONOGIRI TAHUN 2012. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. April. 2012

Tujuan Penelitian ini adalah (1) Mengetahui tingkat kekritisan lahan Daerah Aliran Sungai Walikan Tahun 2012. (2) Mengetahui arahan rehabilitasi lahan di Daerah Aliran Sungai Walikan Tahun 2012.

Penelitian ini menggunakan metode analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mencari hubungan secara keruangan antara variabel yang telah ditetapkan dengan satuan lahan sebagai satuan analisis. Populasi penelitian adalah seluruh unit satuan lahan di Daerah Aliran Sungai Walikan yaitu sebanyak 49 satuan lahan. Sampel tanah diambil dengan cara purposive sampling . Teknik pengumpulan data dengan observasi, dokumentasi, dan wawancara. Teknik analisis data untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan adalah dengan skoring dan pembobotan dengan output berupa Peta Tingkat Kekritisan Lahan dan untuk mengetahui arahan rehabilitasi lahan dilakukan dengan menggunakan pedoman Departemen Kehutanan (2009) dengan modifikasi, dengan output berupa Peta Arahan Rehabilitasi Lahan.

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) Tingkat kekritisan lahan terdiri dari : (a) sangat kritis, pada kawasan fungsi lindung seluas 69,50 Ha (3,76 %) dan budidaya seluas 156,107 Ha (4,16 %) sehingga luas total 225,616 Ha (4 %); (b) kritis, pada kawasan fungsi lindung seluas 67,93 Ha (3,68 %) dan budidaya 933,47 Ha (24,86 %) sehingga luas total 1.001,394 Ha (18 %); (c) agak kitis, pada kawasan fungsi lindung seluas 1.104,41 Ha (59,86 %) dan budidaya 1.989,08 Ha (52,98 %) sehingga luas total 3.093,494 Ha (55 %); (d) potensial kritis, pada fungsi lindung seluas 603,13 Ha (32,7 %) dan budidaya 676 Ha (18 %) sehingga luas total 1.279,13 Ha (23 %) dari total luas lahan lokasi penelitian 2) Terdapat 19 kelompok arahan rehabilitasi yang disarankan berdasarkan tingkat kekritisan lahannya, tingkat bahaya erosi (TBE), kelas kemiringan lereng, fungsi kawasan dan penggunaan lahan dengan arahan rehabilitasi secara vegetatif dengan penanaman tanaman sebagai pencegah dan mengendalikan erosi, pemberian mulsa sebagai pelindung tanah, sumber hara dan penambah bahan organik, penghutanan kembali, silvopasture dan sistem agroforestry. Secara teknik diarahkan untuk mengendalikan dan memperkecil laju aliran permukaan dengan pembuatan teras, saluran pembuangan air (SPA), bangunan terjunan, rorak, dan barisan sisa tanaman.

Kata Kunci : Analisis Spasial, Satuan Lahan, Fungsi Kawasan, Tingkat Kekritisan Lahan, Arahan Rehabilitasi Lahan

commit to user

Siti Khoimah. THE CRITICAL LEVEL AND REHABILITATION DIRECTIONS LAND WALIKAN WATERSHED DISTRICT KARANGANYAR

AND WONOGIRI YEAR 2012. Thesis.Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University of Surakarta. April. 2012

The purposes of this research are (1) Knowing the critical level of land Walikan Watershed year 2012. (2) Knowing the direction of rehabilitation in the Walikan Watershed year 2012.

This research employs spatial analysis method by utilizing Geographic Information System (GIS) to look for the spatial relationship between the variables assigned and the united land as the unit of analysis. The population study is the entire unit of land in the Walikan Watershed amount 49 units of land.

The techniques of collecting data are observation, documentation, and interviews. The data are analyzed in order to find out the critical level of the land by scoring and weighting with the output which results Land Criticality Level Map. Moreover, it is to know the direction of rehabilitation land carried out by using the instructions from the Ministry of Forestry (2009) with modifications, in the form of land conservation table technique embodied in the vegetative and soil conservation techniques with the direction of land-use activities based on each unit of output in the form of land with the Referral Map of Rehabilitation Land.

Based on the research it can be concluded that: 1) The criticality level of the land consists of: (a) very critical, in the area of protection forest width 69.50

ha (3.76%) and the cultivation area width 156.107 ha (4.16%) so that the total land of very critical area is 225.616 ha (4%), (b) critical, in the area of protection forest width 67.93 ha (3.68%) and cultivated width 933.47 ha (24.86%) so that the total land of very critical area is 1001.394 ha (18%); (c) rather critical, in the area of protected forest covering 1104.41 ha (59.86%) and cultivation covering 1989.08 ha (52.98%) so that the total area is 3093.494 ha (55%), (d) potential to

be critical, in the area of protected forest 603.13 ha (32.7%) and cultivation 676

ha (18%) so that the total area of 1279.13 ha (23%) of the total land area of research site; 2) There are 19 groups based on the recommended rehabilitation referrals the critical level of the land, erosion hazard level, slope classes, functions of area and land use with the direction of rehabilitation vegetatively by cover crooping for the prevention and erosion control, giving mulching as a protector of the land, sources of nutrients and increasing organic matter, reforestation, silvopasture and agroforestry systems. Techniquely it is aimed to control and reduce the flow rate of the surface with teracce, waterway, drop structure, silt pit, dan trash line.

Keywords: Spatial Analysis Unit, Land, Function Area, Criticality Level Land,

Land Rehabilitation Referrals

commit to user

MOTTO

Modal utama untuk meraih kesuksesan adalah diri kita sendiri, bukan banyaknya modal materi (Mario Teguh)

Dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan

Sekali layar terkembang pantang surut ke pantai (Anonim)

Hidup hanya sekali maka jangan sia-siakan waktu yang singkat ini (Penulis)

commit to user

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk : Bapak dan Ibu atas kasih sayang, limpahan do’a, dan motivasi

Adik-adikku Sahabat Geografi ‘08 Almamater

commit to user

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Selama pembuatan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Syaiful Bakhri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial yang telah memberikan persetujuan skripsi.

3. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si., Ketua Program Pendidikan

Geografi yang telah memberikan izin penulisan skripsi.

4. Bapak Setya Nugraha, S.Si, M.Si., Pembimbing I yang sabar memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar.

5. Bapak Drs.Ahmad, M.Si., Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Rahning Utomowati, S.Si, M.Sc., Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi selama menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Geografi FKIP UNS.

7. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Geografi yang secara tulus

memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis.

8. Kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku yang telah memberikan

motivasi moril maupun spiritual dalam penulisan skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan (Lilis, Ana, Dayat, Probo, Yosef dan Desta) atas semua bantuan, kerja sama dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.

commit to user

membantu dan memberi warna selama menjadi mahasiswa dan dalam penyusunan skripsi ini.

11. Keluarga keduaku wisma Al-ashr dan An-naura yang menemani hari-hari penulis dalam menyusun skripsi ini.

12. Rekan relawan LAZIS UNS yang telah memberi pelajaran tentang indahnya berbagi dalam kebersamaan dan selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.

Surakarta, Mei 2012

Penulis

commit to user

a) Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis ....................... 116

b) Tingkat Kekritisan Lahan Kritis ................................... 116

c) Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis .......................... 117

d) Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis .................... 118

2. Arahan Rehabilitasi Lahan ............................................................... 121

a. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Sangat Kritis ......................... 121

b. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Kritis ..................................... 124

c. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Agak Kritis ........................... 128

d. Arahan Rehabilitasi Pada Lahan Potensial Kritis ..................... 132

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ........................................ 138

Daftar Pustaka ................................................................................................ 141 Lampiran ......................................................................................................... 144

commit to user

26. Kelas Produktivitas Lahan Pada Kawasan Fungsi Budidaya Setiap Satuan Lahan ............................................................................................... 106

27. Kelas Keadaan Batuan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Budidaya ..................................................................................................... 108

28. Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Lindung Tahun 2012 .................................................................................................. 110

29. Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Budidaya Tahun 2012 ................................................................................................. 115

30. Arahan Rehabilitasi Setiap Satuan Lahan di DAS Walikan Tahun 2012 ... 135

commit to user

28. Profil Tanah Latosol Coklat Kemerahan di Desa Jatipuro, Kecamatan Jatipuro .................................................................................. 74

29. Profil Tanah Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri ................ 75

30. Singkapan Tanah Andosol di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar ........................................................................... 76

31. Pola Aliran Sungai Paralel di DAS Walikan ........................................... 78

32. Klasifikasi Bentuk DAS ........................................................................... 79

33. Penampang Melintang Sungai Berbentuk U di Daerah Hilir Desa Manjung, Kecamatan Wonogiri (Kiri) dan Berbentuk V Pada Hulu Sungai Desa Wonorejo, Kecamatan Jatiyoso (Kanan) ............................ 80

34. Penentuan Orde Sungai DAS Walikan .................................................... 84

35. Diagram Lingkaran Persentase Luas Penggunaan Lahan DAS Walikan 86

36. Lahan Sangat Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-V-Tg (Kanan) dan LaCm-Qvjl-IV-Tg (Kiri) di Desa Wonorejo dan Wonokeling ........ 111

37. Lahan Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-IV-Pmk (Kiri) dan KAcAck-Qvjl-IV-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo ................................... 112

38. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-II-Tg (Kiri) dan KAcAck-Qvjl-IV-Sb (Kanan) di Desa Wonokeling dan Beruk ....... 113

39. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan AlMcm-Qlla-II-Kbn (Kiri) dan KAcAck-Qvjl-IV-Kbn (Kanan) di Desa Giriwarno dan Beruk ........ 114

40. Lahan Sangat Kritis pada Satuan Lahan LaCm-Qlla-III-Tg di Desa Jatiyoso .................................................................................................... 116

41. Lahan Kritis pada Satuan Lahan LaCm-Qvjl-III-Pmk (Kiri) dan LaCm-Qlla-III-Pmk (Kanan) di Desa Wonorejo dan Jatiyoso ................ 117

42. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qlla-I-Sw (Kiri) dan KAcAck-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Jatisobo dan Wonorejo ................. 118

43. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qvjl-II-Sw (Kiri) dan LaCm-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo ........................................... 119

44. Diagram Persentase Luas Tingkat Kekritisan Lahan DAS Walikan ...... 119

commit to user

DAFTAR PETA

Peta

1. Satuan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 ................................................................................................ 38

2. Lokasi Titik Pengamatan dan Pengambilan Sampel Tanah ...................... 40

3. Administrasi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 ................................................................................................ 57

4. Geologi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 ............................................................................................................ 64

5. Ketinggian Tempat DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 ................................................................................

6. Kemiringan Lereng DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 ............................................................................... 72

7. Tanah DAS DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 ................................................................................................ 77

8. Penggunaan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 ................................................................................ 87

9. Tingkat Kekritisan Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 ......................................................................... 120

10. Arahan Rehabilitasi Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 ......................................................................... 137

commit to user

25. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi ................................................. 175

26. Surat Permohonan Izin Research/Try Out .................................................. 176

27. Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke KESBANGPOLINMAS Kabupaten Karanganyar .............................................................................. 177

28. Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke BAPPEDA Kabupaten Karanganyar .............................................................................. 178

29. Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke KESBANGPOLINMAS Kabupaten Wonogiri ................................................................................... 179

30. Surat Permohonan Izin Research/Try Out ke BAPPEDA Kabupaten Wonogiri ................................................................................... 180

31. Surat Rekomendasi Research/Survey ......................................................... 181

32. Surat Tidak Keberatan (STB) ..................................................................... 182

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi sumberdaya alamnya yang melimpah. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara dan ruang, mineral, panas dan gas bumi, angin, pasang surut atau arus laut (Soerjani, 1987 : 13). Sumberdaya alam bisa terdapat dimana saja seperti di dalam air, tanah, udara terdiri dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable). Pemanfaatan sumberdaya alam sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional, harus dilaksanakan sebaik-baiknya berdasarkan azas kelestarian, keserasian dan azas pemanfaatan yang optimal sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang (Departemen Kehutanan, 2009 : 1).

Sumberdaya alam yang penting dalam kegiatan pembangunan salah satunya adalah sumberdaya lahan.

Lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, yakni (1) sediaan/luas relatif tetap karena perubahan luas akibat proses alami (sedimentasi) dan proses artifisial (reklamasi) sangat kecil; (2) memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral, topografi, dsb.) dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik (Dardak, 2005 : 1).

oleh karena itu agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus berkembang seperti sekarang ini, lahan perlu diarahkan untuk dimanfaatkan dan dikelola dengan kegiatan yang paling sesuai dengan sifat fisiknya.

Menurut Departemen Pertanian (2009 : 9) menyebutkan bahwa ”lahan adalah bagian daratan dan permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia”. Pengertian lahan menurut FAO dalam Arsyad

commit to user

vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan, termasuk kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi, serta hasil yang merugikan seperti tanah yang tersalinasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa air, tanah, vegetasi dan iklim, merupakan bagian dari lahan.

Kegiatan masyarakat yang membutuhkan lahan meningkat dengan sangat cepat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk, kegiatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya persaingan pemanfaatan dan perubahan penggunaan lahan khususnya pada kawasan fungsi lindung, serta penggunaan atau pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi.

Salah satu permasalahan lahan saat ini adalah pemanfaatan lahan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungannya yaitu kemampuan lingkungan untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang berkembang di dalamnya, dilihat dari ketersediaan sumberdaya alam dan buatan yang dibutuhkan oleh kegiatan- kegiatan yang ada, serta kemampuan lingkungan dalam mentolerir dampak negatif yang ditimbulkan (Dardak, 2005 : 2). Daya dukung lingkungan yang terlampaui akan berdampak pada terjadinya degradasi lahan sehingga menurunkan kualitas fisik lahan dan pada akhirnya akan menjadi lahan kritis.

Perilaku masyarakat yang belum mendukung konservasi seperti illegal loging dan penyerobotan lahan hutan untuk ditanami akan menyebabkan deforestasi yang memicu terjadinya erosi, tanah longsor dan banjir pada musim penghujan, kekeringan pada musim kemarau, serta pencemaran air sungai, pendangkalan waduk, dan tidak berfungsinya sarana pengairan sebagai akibat sedimentasi yang berlebihan (Departemen Kehutanan, 2009 : 1). Permasalahan fisik lahan ini akan berdampak pada berkurangnya kesuburan tanah dan rendahnya produktivitas lahan. Produktivitas lahan yang rendah akan ditinggalkan dan selanjutnya secara perlahan-lahan berubah menjadi semak belukar. Lahan seperti ini tergolong tidak produktif dan telah mengalami kerusakan secara fisik,

commit to user

2000:246). Departemen Kehutanan (2009 : 9) mengemukakan pengertian lahan kritis

yaitu ”lahan yang di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan”. Dari pengertian ini disimpulkan bahwa lahan

kritis merupakan lahan atau tanah yang saat ini tidak produktif karena pengelolaan dan penggunaan tanah yang tidak atau kurang memperhatikan syarat-syarat konservasi tanah dan air, sehingga lahan mengalami kerusakan, kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang telah ditentukan atau diharapkan.

Upaya pemulihan lahan kritis yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan rehabilitasi dan konservasi lahan. Departemen Kehutanan (2009 : 8) menjelaskan pengertian rehabilitasi lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga, sedangkan konservasi lahan adalah upaya mempertahankan, merehabilitasi dan meningkatkan daya guna lahan sesuai peruntukannya. Menurut Arsyad (1989 : 29) konservasi lahan adalah penempatan sebidang lahan pada penggunaan tertentu sesuai dengan kemampuannya dan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa rehabilitasi merupakan bagian dari konservasi lahan. Tujuan dilakukannya konservasi dimaksudkan untuk memberikan perlakuan terhadap lahan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar lahan dapat berfungsi secara lestari sedangkan lahan yang sudah mengalami kerusakan perlu dilakukan rehabilitasi untuk memperbaiki dan memulihkan fungsi lahan agar dapat berproduksi dengan baik.

Pada tahun 2005 tercatat total lahan kritis di Wilayah Sungai Bengawan Solo sudah mencapai luas kurang lebih 11.398 Km 2 atau sekitar 57,62 % dari luas wilayah (19.778 Km 2 ) (mulai dari kategori potensial kritis sampai sangat kritis).

Lahan kritis yang terjadi di Wilayah Sungai Bengawan Solo diduga terjadi akibat

commit to user

Umum, 2005:4). Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Surakarta (2010) juga menjelaskan bahwa sekitar 756.545 Ha (47 %) lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo rentan terhadap kekritisan dan memerlukan penanganan segera, karena berpotensi besar menyebabkan erosi. Daerahnya meliputi Wonogiri, Karanganyar, Sukoharjo, Surakarta, Klaten, Boyolali dan Sragen. Luas wilayah yang masuk kategori sangat rentan ada 166.833 Ha (10,36 %) dan 589.712 Ha (36,62 %) masuk kategori rentan. Apabila tidak segera dilakukan perbaikan, sangat mungkin kondisi itu akan makin rusak dan mengakibatkan bencana.

Terjadinya erosi aktual yang terjadi di DAS Bengawan Solo Hulu seperti pada Sub DAS Samin dengan besar erosi sangat berat 8.027,33 ton/ha/thn

(Setiawan, 2007) Sub DAS Precel sebesar 4,72 ton/Ha/th dan di Sub DAS

Dengkeng sebesar 195,84 ton/Ha/th (Soedjoko, 2008: 3). DAS Walikan yang merupakan salah satu sub-DAS Bengawan Solo Hulu yang terletak di Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri mempunyai kelerengan datar sampai sangat curam. Sekitar 42 % penggunaan lahan tidak sesuai dengan fungsinya. Ketidaksesuaian lahan di DAS Walikan pada kawasan fungsi lindung mencapai 37,863 Ha atau 9,74% dari luas kawasan lindung (388,57 Ha). Pada kawasan fungsi penyangga ketidaksesuaian lahan mencapai 1.031,847 Ha atau 70,85 % dari luas kawasan 388,57 Ha (1.456,41 Ha), dan ketidaksesuaian kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan mencapai 1.280,54 Ha atau 96,45 % dari luas kawasan (1.327,66 Ha). Keadaan wilayah demikian ini sangat berpotensi terjadinya permasalahan lingkungan fisik seperti erosi seperti yang terjadi pada Sub DAS Bengawan Solo Hulu lainnya.

Terjadinya erosi di DAS Walikan yang ditandai adanya permunculan batuan induk, erosi parit dan sedimentasi. Erosi yang terjadi secara terus menerus ini akan menyebabkan semakin menipisnya solum tanah. Lahan demikian akan mengalami penurunan kualitas lahan yang berdampak pada terjadinya kekritisan

fisik lahan. Ciri lain yang dapat dilihat pada lalan kritis secara fisik adalah

commit to user

permukaan (Munir, 2003 : 437). Sebagai salah satu DAS hulu, peran DAS Walikan sangat penting dalam

fungsi lindung bagi daerah di bawahnya. Permasalahan fisik lahan di daerah hilir seperti banjir Solo yang terakhir terjadi yaitu pada 2/1/2012 dan terjadinya sedimentasi di daerah hilir membuktikan bahwa telah terjadi permasalahan lahan di bagian hulu, mengingat DAS merupakan satu kesatuan ekosistem yang saling mempengaruhi. Untuk menanggulangi hal tersebut di atas perlu dilakukan upaya rehabilitasi dan penggunaan lahan sesuai dengan fungsinya. Rehabilitasi lahan dimaksudkan untuk memulihkan kesuburan tanah, melindungi tata air, dan kelestarian daya dukung lingkungan. Perbedaan Selain itu, dalam rangka pemanfaatan sumberdaya alam baik berupa hutan, tanah dan air perlu direncanakan dan dikelola secara tepat melalui suatu sistem pengelolaan DAS. Salah satu upaya pokok dalam sistem pengelolaan ini adalah berupa pengaturan penggunaan lahan dan usaha-usaha rehabilitasi hutan serta konservasi tanah.

Dalam rangka menunjang kegiatan rehabilitasi lahan secara baik dan tepat sasaran perlu adanya data spasial daerah-daerah lahan kritis yang dapat menunjang upaya rehabilitasi lahan untuk tujuan perbaikan maupun pencegahan terhadap kerusakan lingkungan yang lebih luas. Data yang ada sekarang ini masih dalam skala wilayah yang luas sehingga pengelolaan yang lebih intensif masih sulit dilakukan. Dengan demikian perlu adanya data yang dapat memperlihatkan keadaan wilayah yang lebih rinci dan mendekati keadaan sebenarnya di lapangan sehingga pengelolaan serta upaya rehabilitasi yang akan dilakukan akan lebih intensif. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “ Tingkat Kekritisan dan Arahan Rehabilitasi Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 ”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

commit to user

2. Bagaimana arahan rehabilitasi lahan di DAS Walikan Tahun 2012 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk :

1. Mengetahui tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan Tahun 2012.

2. Mengetahui arahan rehabilitasi lahan di DAS Walikan Tahun 2012.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan pengetahuan tentang gejala geografi di muka bumi, khususnya lahan kritis di DAS Walikan, Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri.

b. Memberikan sumbangan pemikiran pada peneliti lain dalam kajian pengelolaan DAS.

2. Manfaat Praktis

a. Informasi mengenai sebaran tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan dapat dijadikan pedoman prioritas rehabilitasi lahan.

b. Arahan rehabilitasi lahan yang disusun dapat dijadikan salah satu pedoman untuk penanganan degradasi lahan di DAS Walikan.

c. Dapat mendukung materi pembelajaran Geografi di SMA khususnya pada kompetensi dasar menganalisis dinamika dan kecenderungan perubahan lithosfer dan pedosfer serta dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi.

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Untuk memahami konsep-konsep dari fenomena yang dikaji dalam penelitian ini, maka dibawah ini diuraikan tinjauan pustaka dari konsep dasar dan hasil penelitian yang terkait sebelumnya, antara lain:

1. Lahan Kritis

a. Pengertian Lahan Kritis Pengertian lahan kritis dalam kaitannya dengan pertanian, Munir

(2003: 436) menyatakan lahan kritis adalah lahan yang kurang atau tidak produktif lagi digunakan untuk kepentingan pertanian. Pada lahan tersebut terdapat beberapa faktor penghambat yang kurang mendukung untuk usaha pertanian.

Menurut Dulbahri (1986) dalam Harjadi (2005:3) mengemukakan pengertian lahan kritis yakni:

“Lahan yang kekurangan air pada musim kering dan sebaliknya terjadi erosi dan kelebihan air pada musim penghujan. Disamping itu lahan kritis merupakan lahan yang tidak sesuai antara penggunaan dengan kemampuannya, sehingga terjadi (1) kerusakan fisik, kimia dan biologi, (2) bahaya terhadap fungsi hidrologi, orologi, produksi pertanian, pemukiman dan kondisi sosial ekonomi ”.

Lahan kritis ditinjau dari kesuburan tanah, merupakan lahan pertanian dengan suatu kondisi sistem siklus hara, dimana terjadi penurunan kesuburan dalam arti jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung di dalamnya yang diperlukan tanaman (Hardjowigeno, 1987 : 38). Dari sudut erosi, maka lahan kritis diartikan sebagai lahan pertanian dengan suatu kondisi dimana laju hilangnya tanah akibat air hujan besarnya melebihi laju pembentukan tanahnya.

Dari beberapa pengertian yang disampaikan diatas dapat diketahui bahwa lahan kritis merupakan lahan yang tidak sesuai antara penggunaan dengan kemampuan atau pengelolaan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah

commit to user

kimia maupun biologi yang pada akhirnya akan membahayakan ekosistem di lingkungan tersebut.

Ditinjau dari faktor penghambatnya, Munir (2003: 437) membagi lahan kritis menjadi:

1) Kritis Fisik Yaitu tanah secara fisik telah mengalami kerusakan sehingga dalam

mengusahakannya perlu masukan investasi yang cukup besar. Ciri visual yang dapat dilihat di lapangan dari tanah-tanah kritis fisik antara lain:

a) Tanah mempunyai kedalaman solum yang dangkal dengan top soil

produktif yang tipis atau telah hilang sama sekali.

b) Pada bagian tertentu atau keseluruhan dapat dilihat adanya lapisan padas, subsoil, atau bahan induk tanah yang tersembul dipermukaan.

2) Kritis Kimia Yang termasuk ke dalam kritis kimia adalah tanah yang bila ditinjau dari

tingkat kesuburan kimiawi, salinitas, sodiksitas, ataupun toksisitasnya tidak lagi memberikan dukungan positif apabila tanah tersebut diusahakan sebagai lahan usaha pertanian. Ciri yang menonjol yang dapat diamati dilapangan adalah:

a) Tanah menunjukkan gejala penurunan produktifitas atau memberikan produksi yang sangat rendah. Tingkat produksi rendah ditandai oleh tingginya tingkat keasaman, rendahnya unsur hara (P, K, Ca, dan Mg), rendahnya kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan kandungan bahan organik, serta tingginya kadar Al dan Mn yang dapat meracuni tanaman dan peka terhadap erosi. Pada umumnya lahan kritis ditandai dengan vegetasi alang-alang dan memiliki pH tanah relatif lebih rendah yaitu sekitar 4,8 hingga 5,2 karena mengalami pencucian tanah yang tinggi serta ditemukan rhizoma dalam jumlah banyak yang menjadi hambatan mekanik dalam budidaya tanaman.

commit to user

produktif yang tipis atau telah hilang sama sekali.

c) Pada bagian tertentu atau keseluruhan dapat dilihat adanya lapisan padas, subsoil, atau bahan induk tanah yang tersembul di permukaan.

Bagi lahan-lahan berlereng, kritis kimia dapat terjadi karena proses pengurasan hara oleh tanaman, pencucian, dan proses pengangkutan hebat hara bersama koloid-koloid tanah pengikatnya akibat terangkutnya topsoil oleh aliran permukaan.

3) Kritis Sosial Ekonomi Kritis yang dimaksudkan disini adalah tanah-tanah kritis dan terlantar

sebagai akibat rendahnya salah satu atau beberapa faktor sosial ekonomi sebagai kendala dalam usaha-usah pendayagunaan lahan tersebut.

4) Kritis Hidro-orologis Tanah kritis dalam pengertian ini adalah tanah yang tidak mampu lagi

mempertahankan fungsinya sebagai pengatur tata air. Hal ini disebabkan oleh terganggunya daya penahan, penyerap, dan penyimpan air dari tanah. Keadaan ini mempunyai hubungan kausatif yang erat dengan keadaan kritis fisik tanah. Kondisi kritis hidro-orologis dapat dilihat dilapang menurut banyaknya vegetasi yang tumbuh diatas tanah, karena secara edafologis tanpa pemberian air, sebagian besar vegetasi diatasnya tidak mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada keadaan kritis hidro- orologis ini.

b. Parameter Lahan Kritis Dalam rangka evaluasi lahan untuk tujuan mengetahui tingkat kekritisan

suatu lahan, Departemen Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor : SK.167/V-Set/2004 tentang petunjuk teknis penyusunan data spasial lahan kritis. Dikeluarkannya Surat keputusan ini adalah untuk memudahkan pihak-pihak terkait dalam penyusunan data spasial kekritisan lahan di setiap daerah. Penentuan lahan kritis ditetapkan

commit to user

/ Menhut-II/ 2009 tentang Petunjuk Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTkRHL-DAS).

Parameter yang digunakan menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.32 / Menhut-II/ 2009 adalah :

a) Kondisi Liputan Lahan Kondisi liputan lahan adalah keadaan tutupan vegetasi (vegetasi

permanen) yang ada dalam wilayah tertentu. Vegetasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencegah erosi tanah dan mengurangi aliran permukaan, sehingga liputan lahan menempati urutan pertama dalam penentuan lahan kritis. Dalam penentuan kekritisan lahan, parameter liputan lahan mempunyai bobot 50%, sehingga nilai skor untuk parameter ini merupakan perkalian antara skor dengan bobotnya (skor x 50).

b) Kemiringan Lereng Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak

vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan persen (%) dan derajat ( o ).

c) Besar Erosi Erosi diartikan sebagai proses penghancuran tanah (detached) dan

kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin dan grafitasi (Hardjowigeno, 1987:128). Dalam definisi lain Arsyad (1989:30) menjelaskan pengertian erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Besar erosi ditentukan dari perhitungan antara laju erosi tanah potensial yang dihitung dengan menggunakan persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE).

commit to user

berikut : A = R x K x L x S x C x P Keterangan :

A : jumlah tanah yang hilang (ton/ha/th)

: faktor erosivitas tanah

: faktor erodibilitas tanah

: faktor panjang lereng

: faktor kemiringan lereng

C : faktor pengelolaan tanaman

: faktor pengelolaan lahan

d) Tindakan Konservasi Faktor ini merupakan bentuk usaha manusia untuk membatasi

semaksimum mungkin kerusakan lahan. Konservasi memegang peranan penting dalam upaya pengawetan tanah dan menjaga tanah dari kerusakan dengan memperlakukan tanah sesuai dengan kemampuannya (Arsyad, 1989:29). Jika konservasi lahan buruk maka akan mengakibatkan kerusakan lahan yang berpotensi memicu terjadinya lahan kritis.

e) Produktivitas Lahan Produktivitas tanah merupakan kemampuan tanah untuk memproduksi

suatu tanaman pada sistem pertanaman tertentu (Utomo & Titik, 1995:5). Data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian. Data produktivitas diperoleh dari hasil survei sosial ekonomi, data dari Instansi Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan dan instansi terkait lainnya. Data produktivitas dinilai berdasarkan ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional. Sesuai dengan karakternya, data tersebut merupakan data atribut. Didalam analisa spasial, data atribut tersebut dispasialkan dengan satuan analisis per satuan lahan.

commit to user

041/Kpts/V/1998 ini, mengacu pada definisi lahan kritis yaitu sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan baik yang berada di dalam maupun diluar kawasan hutan. Sasaran penilaian adalah lahan-lahan dengan fungsi lahan yang ada kaitannya dengan kegiatan reboisasi dan penghijauan, yaitu fungsi kawasan lindung bagi hutan lindung dan fungsi lindung di luar kawasan hutan, serta fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian. Untuk masing- masing fungsi lahan, ditentukan kriteria atau faktor pendukungnya yang terbagi lagi ke dalam beberapa kelas.

c. Tingkat Kekritisan Lahan Menurut Notohadiprawiro (1999) dalam Hidayat (2010:11), ciri-ciri

dari setiap tingkat kekritisan adalah sebagai berikut:

1) Potensial Kritis Keadaan potensial kritis ini dicirikan oleh masih adanya lahan yang

tertutup vegetasi atau erosi ringan, tetapi apabila kegiatan konservasi tidak dilaksanakan dan tanah dibiarkan terbuka maka erosi dapat terjadi. Tanah umumnya mempunyai solum yang tebal dengan ketebalan horizon

A > 15 cm. Persentase penutup tanah (vegetasi permanen) cukup rapat (>

75 %), lereng dan kesuburan tanah bervariasi. Ciri-ciri lainnya yaitu:

a) Tanah masih mempunyai fungsi produksi, hidrologi, hidroorologi cukup baik, tetapi bahaya untuk menjadi kritis cukup besar jika tanah tersebut dibuka atau tidak dikelola dengan usaha konservasi.

b) Tanah masih tertutup vegetasi, tetapi karena kondisi topografi atau keadaan lereng yang curam (>45 %), sangat tertoreh dan kodisi tanah yang mudah longsor, maka bila vegetasi dibuka akan terjadi erosi berat.

c) Tanah karena keadaan topografi dan bahan induknya, bila terbuka atau vegetasinya rusak akan cepat menjadi rusak karena erosi atau longsor,

commit to user

bahan kapur lunak.

d) Tanah yang produktifitasnya masih baik tetapi penggunaannya tidak sesuai dengan kemampuannya dan belum dilakukan usaha konservasi, misalnya hutan yang baru dibuka.

2) Semi Kritis Keadaan semi kritis mempunyai ciri-ciri antara lain:

a) Tanah telah mengalami erosi ringan sampai sedang, antara lain erosi permukaan yaitu erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur (riil erosion ), produktifitasnya rendah, karena tingkat kesuburannya rendah.

b) Tanah masih subur, tetapi mempunyai tingkat bahaya erosi tinggi sehingga fungsi hidrologi telah menurun. Bila tidak ada perbaikan maka dalam waktu relatif singkat akan menjadi kritis.

c) Tebal solum sedang (60-90 cm) dengan ketebalan horizon A umumnya <15 cm.

d) Persentase vegetasi permanen (penutup lahan) 50-75 %, vegetasi dominan biasannya alang-alang, rumput semak belukar, dan hutan jarang.

3) Kritis

Lahan dengan kelas kritis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a) Tanah telah mengalami erosi berat, tipe erosi umumnya adalah erosi parit (gully erosion).

b) Tebal solum sedang-sampai dangkal (< 60 cm) dengan ketebalan horizon A < 5 cm.

c) Persentase penutup tanah (vegetasi permanen) 25-50 %.

d) Kemiringan lereng 15 sampai > 30 %.

commit to user

4) Sangat Kritis Keadaan lahan dengan kelas sangat kritis dicirikan dengan adanya ciri-ciri

antara lain:

a) Tanah telah mengalami erosi berat, selain erosi parit (gully erosion) juga banyak dijumpai tanah longsor (landslide/ slumping), tanah merayap (land creeping), dengan dinding longsoran sangat terjal.

b) Solum tanah sangat dangkal (< 30 cm) atau tanpa horizon A, dan atau

tinggal bahan induk, sebagian horison B telah tererosi.

c) Persentase penutupan (vegetasi permanen) sangat rendah (< 25 %) bahkan beberapa tempat gundul dan tandus.

d) Kemiringan lereng umumnya > 45 % tetapi banyak juga tanah kritis yang kemiringan lerengnya < 30 %.

2. Rehabilitasi Lahan

Untuk melestarikan sumberdaya lahan dan untuk meningkatkan produktifitasnya perlu diadakan penanganan yang serius terhadap daerah-daerah yang mengalami kekritisan ataupun yang berpotensi kritis (Munir, 2003: 438). Upaya yang dilakukan dalam rangka merehabilitasi lahan kritis dapat dilakukan misalnya dengan pemberian pupukorganik dan anorganik, penanaman tanaman pupuk hijau sebagai tanaman pioneer, tanaman penguat teras, tanaman tahunan, countour farming , maupun penanggulangan dengan pembuatan bangunan- bangunan konservasi.

Peraturan Menteri Kehutanan No.P.32/Menhut-II/2009 menjelaskan pengertian rehabilitasi lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

Dalam kegiatan Rehabilitasi Lahan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor P.32 Tahun 2009 bahwa RTkRHL-DAS mencakup 3 (tiga) aspek kegiatan yaitu

commit to user

Rehabilitasi yang dilakukan dengan menggunakan konservasi tanah baik secara vegetatif maupun teknik.

Metode konservasi tanah yang sering dipakai yaitu metode vegetatif, mekanik dan kimia. Ketiga metode konservasi tersebut dijabarkan sebagai berikut (Arsyad, 1989:112).

a. Metode Vegetatif Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa-

sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan daya rusak aliran permukaan dan erosi, yang termasuk dalam metode vegetatif adalah sebagai berikut:

1) Penanaman Dalam Strip (Strip Cropping) Metode ini adalah suatu sistem bercocok tanam dengan beberapa jenis

tanaman yang ditanam dalam strip yang berselang-seling dalam sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Dalam sistem ini semua pengolahan tanah dan penanaman dilakukan menurut kontur dan dikombinasikan dengan pergiliran tanaman dan penggunaan sisa-sisa tanaman. Cara ini pada umumnya dilakukan pada kemiringan lereng 6 sampai 15 %. Terdapat tiga tipe penanaman dalam strip, yaitu:

a) Penanaman dalam strip menurut kontur, berupa susunan strip-strip yang tepat menurut garis kontur dengan urutan pergiliran tanaman yang tepat.

b) Penanaman dalam strip lapangan, berupa stip-strip tanaman yang lebarnya seragam dan disusun melintang arah lereng.

c) Penanaman dalam strip berpenyangga berupa strip-strip rumput atau leguminosa yang dibuat diantara strip-strip tanaman pokok menurut kontur.

commit to user

Gambar 1. Pertanaman Dalam Strip (Sumber : Kasdi Subagyo,et al, 2003:23)

2) Pemanfaatan Sisa-sisa Tanaman dan Tumbuhan Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dalam konservasi tanah berupa mulsa,

yaitu daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas tanah dan dengan pupuk hijau yang dibenamkan di dalam tanah dengan terlebih dahulu diproses menjadi kompos. Cara ini mengurangi erosi karena meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktrur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, selain itu cara ini akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa-senyawa organik yang penting dalam pembentukan tanah.

Gambar 2. Aplikasi Mulsa pada Pertanaman Jagung (Kiri) (Sumber : Kasdi Subagyo,et al, 2003:24) dan Mulsa Batang Jagung (Kanan)

(Sumber : Dept.Pertanian, 2007 :18)

commit to user

Pergiliran tanaman adalah sistem bercocok tanam secara bergilir dalam urutan waktu tertentu pada suatu bidang lahan. Pada lahan yang miring pergiliran yang efektif berfungsi untuk mencegah erosi. Pergiliran tanaman memberikan keuntungan memberantas hama dan gulma juga mempertahankan sifat fisik dan kesuburan selain mampu mencegah erosi.

4) Tanaman Penutup Tanah Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan yang khusus ditanam untuk

melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau memperbaiki sifat- sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman penutup tanah dapat ditanam tersendiri atau bersama-sama dengan tanaman pokok.

Gambar 3. Tanaman Penutup Tanah jenis Mucuna sp (Sumber : Kasdi Subagyo,et al, 2003:29)

5) Sistem Pertanian Hutan Sistem pertanian hutan adalah suatu sistem usaha tani atau penggunaan

tanah yang mengintegrasikan tanaman pohon-pohonan dengan tanaman rendah. Berbagai sistem pertanian hutan ini yang dapat diterapkan antara lain:

commit to user

Kebun pekarangan berupa kebun campuran yang terdiri dari campuran yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghasilkan buah- buahan, sayuran dan tanaman merambat, sayuran dan herba yang menghasilkan dan menyediakan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral serta obat-obatan sepanjang tahun.

b) Wanatani (Agroforestry) Wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah

yang menggabungkan antara tanaman pohon-pohonan, atau tanaman tahunan dengan tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama- sama ataupun bergantian (Kasdi Subagyo,et al, 2003 : 9). Penggunaan tanaman tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik daripada tanaman komoditas pertanian khususnya tanaman semusim. Tanaman tahunan mempunyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar dalam menahan energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan tanah yang baik dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak.

Fungsi wanatani adalah: a) produksi subsistem karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, b) produksi komersial komoditi seperti bambu, kayu, ketimun, ubi kayu, tembakau dan bawang merah, c) sumber genetik dan konservasi tanah dan d) kebutuhan sosial seperti penyediaan kayu bakar bagi penduduk desa (Arsyad, 1989 : 115) .

commit to user

Gambar 4. Sistem Wanatani (Agroforestry) (Sumber : Kasdi Subagyo,et al,

2003 : 9)

c) Tumpang Sari Tumpang sari adalah sistem perladangan dengan reboisasi terencana. Pada

sistem ini petani menanam tanaman semusim seperti padi, jagung ubi kayu dan sebagainya selama 2 sampai 3 tahun setelah tanaman pohon-pohonan hutan dan membersihkan gulma, setelah tiga tahun mereka dipindah ke tempat baru.

Gambar 5. Sistem Tumpangsari Kacang Tanah dengan Singkong (kanan) dan Tumpangsari Kacang Tanah dengan Pepaya (Sumber : Kasdi Subagyo,et al, 2003 : 34)

d) Silvopasture Sistem silvopasture sebenarnya bentuk lain dari tumpangsari, tetapi yang

ditanam di sela-sela tanaman hutan bukan tanaman pangan melainkan

commit to user

2007 : 7). Ada beberapa bentuk silvipastura yang dikenal di Indonesia antara lain (a) tanaman pakan di hutan tanaman industri, (b) tanaman pakan di hutan sekunder, (c) tanaman pohon-pohonan sebagai tanaman penghasil pakan dan (d) tanaman pakan sebagai pagar hidup.

Gambar 6. Sistem Silvopasture (Sumber : Depart. Pertanian, 2007 : 7)

b. Metode Mekanik Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan

terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi dan meningkatkan kemampuan pengguaan tanah. Metode mekanik ini meliputi :

1) Pengolahan Tanah Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang

diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat tmbuh bagi bibit, menyiapkan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma.

commit to user