eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA. Budiyanto, 1997
2.3 Identifikasi Potongan Tubuh Manusia Kasus Mutilasi
Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal dari manusia atau binatang. Bila berasal dari manusia, ditentukan apakah potongan-
potongan tersebut berasal dari satu tubuh. Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal dari manusia dapat
digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik dan pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi reaksi
presipitin. Budiyanto,1997 Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan dan
keterangan lain seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, status sosial ekonomi, kebiasaan-kebiasaan tertentu dan sebagainya serta cara pemotongan tubuh
yang mengalami mutilasi. Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pemeriksaan makroskopik dan
diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita seperti drum stick pada leukosit dan Barr body pada sel epitel.
Budiyanto, 1997
2.4 Identifikasi Kerangka
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan,
ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari pula tanda kekerasan pada tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan
dengan memperhatikan keadaan kekeringan tulang. Budiyanto, 1997
Universitas Sumatera Utara
Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi dengan membandingkannya dengan data antemortem. Bila terdapat foto
terakhir wajah orang tersebut semasa hidup, dapat dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan foto rontgen tulang tengkorak di
atas foto wajah yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pemotretan yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan. Budiyanto, 1997
Pemeriksaan anatomik dapat memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia. Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang
saja, dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksan serologik reaksi presipitin dan histologik jumlah dan diameter kanal-kanal Havers. Budiyanto, 1997
Penentuan ras mungkin dilakukan dengan pemeriksaan antropologik pada tengkorak, gigi geligi dan tulang panggul atau tulang lainnya. Arkus zigomatikus
dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk ke arah ras Mongoloid. Krogmann, 1955
Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpal. Pada panggul,
indeks isio-pubis panjang pubis dikali seratus dibagi panjang isium merupakan ukuran yang paling sering digunakan. Nilai laki-laki sekitar 83,6, sedangkan wanita
99,5. Krogmann, 1955 Ukuran anatomik lain seperti indeks asetabulo-isiadikum, indeks cotulo-
isiadikum, ukuran pintu atas, tengah dan bawah panggul serta morfologi deskriptif seperti insisura isiadikum mayor yang sempit dan dalam pada laki-laki, sulkus
preaurikularis yang menonjol pada wanita, arkus sub-pubis dan krista iliaka, juga jumlah beberapa ukuran pada tulang dada seperti panjang sternum tanpa xyphoid,
lebar sternum pada segmen I dan II, tebal minimum manubrium dan korpus sternum segmen I dapat untuk menentukan jenis kelamin. Krogmann, 1955
Universitas Sumatera Utara
Tulang panjang laki-laki lebih panjang dan lebih masif dibandingkan dengan tulang wanita dengan perbandingan 100:90. Pada tulang-tulang femur, humerus dan
ulna terdapat beberapa ciri khas yang menunjukkan jenis kelamin seperti ukuran kaput dan kondilus, sudut antara kaput femoris terhadap batangnya yang lebih kecil
pada laki-laki, perforasi fosa olekrani menunjukkan jenis wanita, serta adanya belahan pada sigmoid notch pada laki-laki. Krogmann, 1955
Krogmann menyimpulkan, penentuan jenis kelamin pada kerangka dewasa berketepatan 100 bila lengkap, 90 bila tengkorak saja, 95 bila panggul saja,
98 bila tengkorak dan pangul serta 80 bila hanya tulang-tulang panjang. Kemungkinan penentuan jenis kelamin pada kerangka pre-pubertas adalah 50
dengan harapan ketepatan maksimal sebesar 75-80. Krogmann, 1955 Pemeriksaan terhadap pusat penulangan osifikasi dan penyatuan epifisis
tulang sering digunakan untuk perkiraan umur pada tahun-tahun pertama kehidupan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan menggunakan foto radiologis atau dengan
melakukan pemeriksaan langsung terhadap pusat penulangan pada tulang. Budiyanto, 1997
Pemeriksaan terhadap penutupan sutura pada tulang-tulang atap tengkorak guna perkiraan umur sudah lama diteliti dan telah berkembang berbagai metode,
namun pada akhirnya hampir semua ahli menyatakan bahwa cara ini tidak akurat dan hanya dipakai dalam lingkup dekade umur 20-30-40 tahun atau mid-dekade
umur 25-35-45 tahun saja. Budiyanto, 1997 Pemeriksaan permukaan simfisis pubis dapat memberikan skala umur dari 18
tahun hingga 50 tahun, baik yang dikemukakan oleh Todd maupun oleh Mokern dan Stewart. Mokern dan Stewart membagi simfisis pubis menjadi 3 komponen yang
masing-masing diberi nilai. Jumlah nilai tersebut menunjukkan umur berdasarkan sebuah tabel.
Universitas Sumatera Utara
Schranz mengajukan cara pemeriksaan tulang humerus dan femur guna penentuan umur. Demikian pula tulang klavikula, sternum, tulang iga dan tulang
belakang mempunyai ciri yang dapat digunakan untuk memperkirakan umur. Nemeskeri, Harsanyi dan Ascadi menggabungkan pemeriksaan penutupan
sutura endokranial, relief permukan simfisis pubis dan struktur spongiosa humerus proksimalepifise femur, dan mereka dapat menentukan umur dengan kesalahan
sekitar 2,55 tahun. Perkiraan umur dari gigi dilakukan dengan melihat pertumbuhan dan
perkembangan gigi intrauterin, gigi susu 6 bulan-3 tahun, masa statis gigi susu 3-6 tahun, geligi campuran 6-12 tahun.
Selain itu dapat juga digunakan metode Gustafson yang memperhatikan atrisi keausan, penurunan tepi gusi, pembentukan dentin sekunder, semen sekunder,
transparasi dentin dan penyempitanpenutupan foramen apikalis. Tinggi badan seseorang dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu,
menggunakan rumus yang dibuat oleh banyak ahli. Rumus Antropologi Ragawi UGM untuk pria dewasa Jawa:
Tinggi Badan = 897 + 1,74 y femur kanan Tinggi Badan = 822 + 1,90 y femur kiri
Tinggi Badan = 879 + 2,12 y tibia kanan Tinggi Badan = 847 + 2,22 y tibia kiri
Tinggi Badan = 867 + 2,19 y fibula kanan Tinggi Badan = 883 + 2,14 y fibula kiri
Tinggi Badan = 847 + 2,60 y humerus kanan Tinggi Badan = 805 + 2,74 y humerus kiri
Tinggi Badan = 842 + 3,45 y radius kanan Tinggi Badan = 862 + 3,40 y radius kiri
Tinggi Badan = 819 + 3,15 y ulna kanan
Universitas Sumatera Utara
Tinggi Badan = 847 + 3,06 y ulna kiri
Catatan : Semua ukuran dalam satuan mm.
Rumus Trotter dan Gleser untuk Mongoloid: 1,22 fem + fib
+ 70,24 ± 3,18 cm 1,22 fem + tib
+ 70,37 ± 3,24 cm 2,40 fib
+ 80,56 ± 3,24 cm 2,39 tib
+ 81,45 ± 3,27 cm 2,15 fem
+ 72,57 ± 3,80 cm 1,68 hum + ulna
+ 71,18 ± 4,14 cm 1,67 hum + rad
+ 74,83 ± 4,16 cm 2,68 hum
+ 83,19 ± 4,25 cm 3,54 rad
+ 82,00 ± 4,60 cm 3,48 ulna
+ 77,45 ± 4,66 cm Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmadja menemukan rumus untuk
populasi dewasa muda di Indonesia: Pria : TB = 72,9912 + 1,7227 tib + 0,7545 fib ± 4,2961 cm
TB = 75,9800 + 2,3922 tib ± 4,3572 cm
TB = 80,8078 + 2,2788 fib ± 4,6186 cm
Wanita : TB = 71,2817 + 1,3346 tib + 1,0459 fib ± 4,8684 cm
TB = 77,4717 + 2,1889 tib ± 4,9526 cm
TB = 76,2772 + 2,2522 fib ± 5,0226 cm
Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2 mm dari tulang yang segar, sehingga dalam menghitung tinggi badan perlu diperhatikan.
Rata-rata tinggi laki-laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-laki dan wanita. Apabila tidak dibedakan, maka diperhitungkan
rasio laki-laki : wanita adalah 100:90. Selain itu penggunaan lebih dari satu tulang dianjurkan. Khusus untuk rumus Djaja Surya Atmadja, panjang tulang yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan adalah panjang tulang yang diukur dari luar tubuh, berikut kulit di luarnya. Atmadja, 1990
Ukuran pada tengkorak, tulang dada dan telapak kaki juga dapat digunakan untuk menilai tinggi badan.
Bila tidak ada individu yang dicurigai sebagai korban, maka dapat dilakukan upaya rekonstruksi wajah pada tengkorak dengan jalan ‘menambal’ tulang tengkorak
tersebut menggunakan data ketebalan jaringan lunak pada pelbagai titik di wajah, yang kemudian diberitakan kepada masyarakat untuk memperoleh masukan
mengenai kemungkinan identitas kerangka tersebut. Budiyanto, 1997
2.5 Antropometri