BAB III PENELITIAN SENDIRI
1.Latar Belakang
Sirosis HatiSH merupakan stadium tahap akhir dari perjalanan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal.
1,2
Pada penyakit hati kronis, seperti SH dilaporkan terjadi gangguan sensitifitas insulin yang
selanjutnya diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti tingginya prevalensi resistensi insulin dan intoleransi glukosa. Hampir semua pasien SH mengalami
resistensi insulin, 60-80 adalah intoleransi glukosa, dan kira-kira 20 berkembang menjadi Diabetes Melitus
3.
Laporan lain menunjukkan bahwa kadar resistin pada manusia secara langsung berkorelasi dengan sekresi insulin dan berkorelasi secara
negative dengan sensitifitas insulin pada penyakit hati kronik.Penyakit SH merupakan penyakit katabolik dimana terdapat beberapa perubahan metabolisme diantaranya
adalah peningkatan pengeluaran energi, mengalami penurunan massa lemak tubuh dan massa sel tubuh, serta menunjukkan penigkatan penggunaan energi dari lemak
.Studi sebelumnya pada manusia didapatkan bahwa kadar resistin plasma berkorelasi negative dengan marker kapasitas biosintesis hati dan berkorelasi positif dengan
marker inflamasi seperti tumor necrosis factor alpha TNF- α atau C-reactive protein
CRP , komplikasi klinik seperti portal hipertensi.Resitin pertama kali ditemukan pada tahun 2001 dari kelompok peneliti Dr.Mitchell A. Lazar yang berasal dari universitas
Universitas Sumatera Utara
kedokteran Pensylvania. Resistin ditemukan pada jaringan adiposa untuk membantu endokrin agar dapat mempengaruhi resistensi insulin.
Ide ini pertama sekali di peragakan dari penelitian yang menunjukkan level dari serum resistin meningkat pada obesitas pada beberapa percobaan terhadap makhluk
hidup manusia,mencit,dan tikus. Resistin adalah hormon yang disekresikan oleh jaringan adiposa . Juga di kenal
dengan “serinecystein-rich adipocyte-spesific secretory Factor” ADSF or FIZZ3. Kadar resistin pre-peptide pada manusia adalah 108 asam amino pada tikus adalah
114 asam amino “aa” berat molekul ~12.5 kDa. Diantara hormon yang disintesa dan dirilis dari jaringan adiposa adiponectin, angiotensin, estradiol, IL-6, leptin, PAI-1, TNF-
α, dan resistin juga dikenal dengan ADSF atau FIZZ3, resistin adalah adypocytokin yang fisiologisnya masih kontroversi dengan penyakit obesitas dan DM tipe 2.
7,10,11
Banyak dari hipotesa yang dibuat tentang peran resistin dalam metabolisme energi dan DM tipe 2 dapat diturunkan dari penelitian yang menunjukkan korelasi yang
kuat antara resistin dan obesitas. Yang mendasari keyakinan di kalangan mereka yang mendukung teori ini adalah bahwa tingkat resistin serum akan meningkat dengan
meningkatnya adiposity.Secara khusus, obesitas sentral lingkar pinggang jaringan adiposa tampaknya menjadi bagian paling penting dari jaringan adiposa yang
memberikan kontribusi untuk meningkatnya kadar serum resistin.6 Kenyataan ini mengambil implikasi yang signifikan yang dipahami dengan baik hubungan antara pusat
obesitas dan resistensi insulin; merupakan kekhasan DM tipe 2.
5,9
Walaupun tampaknya kadar resistin meningkat pada obesitas, apakah kita dapat menyimpulkan bahwa kenaikan serum resistin mempunyai korelasi dengan peningkatan
Universitas Sumatera Utara
adiposity? Banyak peneliti dalam studi masing-masing telah menunjukkan bahwa ini memang terjadi dengan menemukan korelasi positif antara tingkat resistin dan
resistensi insulin.
3,6,9,14
Penemuan ini dikonfirmasi dengan penelitian lebih lanjut yang dikonfirmasikan dengan korelasi langsung antara tingkat resistin dan studi tentang DM
tipe 2.
6,8,10,13,15
Studi yang dilakukan oleh Kakizaki dkk, mendapatkan bahwa kadar resistin plasma tinggi pada pasien SH dibandingkan kontrol 7,61 ± 6.70 ngml vs 3.38 ± 1,68
ngml P 0,01, peningkatan kadar ini meningkat sejalan dengan tingkat keparahan SH. Adiponectin dan HOMA-IR homeostatis model assesment insulin index meningkat
secara signifikan pada pasien Sirosis Hati dibandingkan kontrol. Sebaliknya, sensitivitas insulin menurun secara signifikan pada pasien Sirosis Hati.
10
Studi lain yang dilakukan oleh Komatsu T. dkk bahwa nilai HOMA-IR dinyatakan positif apabila HOMA-IR
≥ 2,5.
26
Dari berbagai latar belakang diatas kemungkinan didapatkan hubungan antara SH dan kadar resistin plasma, namun sejauh ini penelitian tentang resistin, khususnya
pada pasien SH belum banyak di Indonesia dan belum pernah dilakukan di Medan. Karena itulah penulis berminat melakukan penelitian mengenai hubungan kadar resistin
dengan resistensi insulin pada penderita sirosis hati di Medan
Universitas Sumatera Utara
2. Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara kadar resistin plasma dengan resistensi insulin pada penderita Sirosis Hati.
3. Hipotesa
Terdapat peningkatan kadar resistin plasma dan resistensi insulin pada penderita Sirosis Hati.
Terdapat korelasi positif antara kadar resistin plasma dengan resistensi insulin pada penderita Sirosis Hati.
4.Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan dan hubungan peningkatan kadar resistin plasma dengan resistensi insulin pada penderita Sirosis Hati.
Untuk mengetahui perbedaan dan hubungan peningkatan kadar resistin plasma dengan resistensi insulin antara penderita Sirosis Hati dengan orang sehat.
5. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui hubungan antara kadar resistin plasma dan kadar resistensi insulin pada Sirosis Hati, resistin dapat digunakan sebagai salah satu marker
untuk menilai penyakit hati kronis maka hepatogenous diabetes dapat lebih dimengerti serta kemungkinan pencegahannya.
Universitas Sumatera Utara
A. KERANGKA KONSEPSIONAL
Kadar Resistin
Plasma
Resistensi Insulin
Sirosis Hati
Resistensi Insulin?
Kadar Resistin
plasma?
Kontrol Orang sehat
Universitas Sumatera Utara
B.TINJAUAN PUSTAKA
Sirosis Hati SH adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitekstur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.
1,2
Pada penyakit hati kronis, seperti SH dilaporkan terjadi gangguan sensitivitas insulin selanjutnya diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti tingginya
prevalensi resistensi insulin dan intoleransi glukosa. Hampir semua pasien SH mengalami resistensi insulin, 60-80 adalah intoleransi glukosa ,dan kira- kira 20
berkembang menjadi Diabetes Melitus. Hati memegang peranan penting dalam metabolisme glukosa dimana hati dapat
menyimpan glikogen dan memproduksi glukosa melalui glikogenolisis dan glukogenolisis. Pada keadaan fisiologis ,Hepatosit merupakan tempat utama
metabolisme glukosa hati,namun metabolisme insulin dilakukan oleh sel hati non parenkimal yaitu sel Kupffer,sel endotelial sinusoidal dan hepatic stellate cells HSC
yang berkontribusi terhadap degradasi insulin dan terlibat dalam modulasi metabolisme glukosa hepatosit selama proses inflamasi via pengeluaran sitokin. Insulin merupakan
mediator utama pada hemostatis glukosa dan setiap perubahan aksinya akan menyebabkan gangguan metabolisme glukosa.
Hubungan antara penyakit hati kronis dengan metabolisme glukosa telah diketahui dengan nama hepatogenus diabetes. Gangguan metabolisme glukosa
menjadi lebih buruk sejalan dengan progresi hepatitis kronis menjadi SH.
8
Universitas Sumatera Utara
Patogenesa terjadinya DM yang terjadi pada pasien SH sangat komplek dan belum sepenuhnya dimengerti,tetapi diduga berkaitan dengan terjadinya resistensi
insulin yang ditandai dengan hyperglikemia dan Hyperinsulemia. Perin PC dkk 1985 menyebutkan bahwa hyperglikemia pada SH disebabkan
oleh sensitivitas terhadap insulin yang berkurang atau berkurangnya respon pada insulin. Pada SH, sensitifitas dan respon insulin terhadap reseptor di otot dan hati
menurun. Akibatnya terjadi gangguan pemasukan glukosa direseptor. Sementara itu Letiexe, dkk 1993 menyatakan bahwa hiperinsulinemia yang terjadi bukanlah
disebabkan karena hipersekresi pankreas tetapi karena menurunya klirens insulin hepatik.
13
Pada penyakit hati kronis seperti juga pada kondisi inflamasi lainnya sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor alpha TNF alpha, interleukin IL 6 , IL -1
yang berasal dari sirkulasi sistemik dan produksi lokal,akan menggangu kerja insulin serta merangsang terjadinya resistensi insulin.
5,8
Konsentrasi plasma atau konsentrasi serum dari beberapa adipocytokine seperti adiponectine dan leptine dalam penyakit hati kronis telah dipelajari dan dilaporkan
meningkat pada pasien pasien SH.Latar belakang di atas menunjukkan sebuah hubungan yang mungkin terjadi antara resistensi insulin, fungsi hati dan kadar resistin
yang bersirkulasi.Tiga peranan fisiologis dari resistin: mediator pengaturan metabolisme, pengatur adipogenesis dan hubungan dengan peradangan gambar 1.
Sekarang ini, Rajala dkk,telah menunjukkan bahwa pemberian resistin memicu resistensi insulin hepatik, yang mendukung peranan resistin dalam metabolisme
glukosa.
7
Universitas Sumatera Utara
1 Physiological roles for murine resistin. Three roles for murine resistin have been postulated. Resistin has been demonstrated toimpair glucose homeostasis and insulin action in the mouse. Resistin is able to antagonize the effects of insulin. This antagonism
results in adecreased suppression of hepatic glucose output HGO and a decreased ability of skeletal muscle and adipose glucose output and adecreased ability of skeletal muscle and adipose to uptake glucose in response to insulin. Thus, the overall net effect of
transient elevation ofresistin levels in rodents is insulin resistance. Resistin has also been shown to inhibit adipogenesis in vitro. Resistin may also be playing arole in inflammation.
Dua studi independen dimana resistin rekombinan diberikan terhadap tikus memberikan argumen bahwa resistin bisa mengakibatkan resistensi insulin. Bila protein
resistin 32 ugtikus diberikan secara intraperintoneal terhadap tikus C57BL6J, homeostatis glukosa dan kerja insulin terganggu.
16
Sekarang ini, infus protein resistin 5 ugh kedalam tikus Sprague Dawley memperburuk hemeostatis glukosa karena
produksi glukosa hepatik yang meningkat tanpa perubahan nyata dalam utilisasi glukosa oleh otot seletal dan jaringan adipose.
17
Menarik tentunya , kadar hormon counterregulatory yang bersirkulasi seperti glukagon dan kortikosterone tidak diubah
oleh infus resistin.
17
Sekarang ini, resistin yang diproduksi rekombinan secara bakteri telah ditunjukkan menggangu penyerapan glukosa dalam sel-sel otot skeletal.
18
i i
n n
f f
l l
a a
m m
m m
a a
t t
i i
o o
n n
a a
d d
i i
p p
o o
g g
e e
n n
e e
s s
i i
s s
Universitas Sumatera Utara
Sebelumnya, kita telah menunjukkan bahwa reisitin rekombinan mengganggu penyerapan glukosa yang distimulasi insulin dalam adiposit 3T3-L1.
16
Studi-studi ini menunjukkan bahwa resistin bisa berkontribusi terhadap resistensi insulin dan,
walaupun diproduksi dalam adipose, pengaruhnya ditengahi pada jaringan-jaringan target seperti hati, otot skeletal dan jaringan adipose. Dengan demikikan, peningkatan
akut dalam tingkat resistin tikus bisa menggangu homeostasis glukosa. Resistin mRNA dan protein dipicu selama adipogenesis 3T3-L1.
16,19,20
Resistin menggangu adipogensesis dalam adiposite 3T3-L1.
19
Tidak ada studi tindak lanjut yang menyoroti peranan resistin yang potensial dalam mengganggu adipogenesis yang
diterbitkan hingga hari ini. Akan menarik untuk dicatat apakah resistin manusia memiliki sifat anti adipogenik yang sama dengan resistin tikus.Generasi tikus yang null untuk
resistin secara konklusif akan menentukan apakah resistin terlibat dalam pengaturan adipogenesis dalam tikus.
Pelepasan yang meningkat dan kerja sitokin proinflammatory telah ditunjukkan mempengaruhi resistensi insulin dalam peradangan. Secara khusus, tumor necrosis
factor alpha TNF- α adalah meningkat pada resistensi insulin dan bersifat antagonis
dengan kerja insulin.
21
Namun demikian, pengaturan resistin oleh stimulus peradangan tidak mendukung perananan resistin dalam resistensi insulin. Pengobatan dengan
adiposit 3T3-L1 dengan TNF- α mendownregulasi mRNA resistin dan kadar protein dan
interleukin-6 tidak mengubah ekspressi resistin.
22,23,24
Studi-studi yang menggunakan stimulus proinflammatory yang mungkin lainya, lipopolisakarida, telah melaporkan
upregulasi pada tikus dan adiposit 3T3-L1
25
dan downregulasi ekspressi resistin.
22
Studi-studi ekspressi resistin dan kadar serum dalam respon peradangan akan
Universitas Sumatera Utara
menentukan apakah resistin memiliki peranan langsung dalam proses terjadinya peradangan.
C. METODOLOGI PENELITIAN
1.Desain Penelitian
Penelitian dilakukan dengan observasi klinik dengan pendekatan metode potong lintang cross sectional study.
2.Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian direncanakan dilakukan mulai bulan januari 2010 sampai dengan Mei 2010 di RS Haji Adam Malik Medan , RSUD Pirngadi, rumah sakit swasta dan
praktek dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroentero Hepatologi.
3. Subjek Penelitian
Penderita Sirosis hati yang rawat jalan poliklinik ataupun rawat inap di Divisi Gastroentero Hepatologi Departemen Penyakit Dalam RS H Adam Malik RS
Pirngadi Medan, serta pasien praktek Spesialis Penyakit Dalam-Konsultan Gastroentero Hepatologi di Medan.
4. Kriteria Inklusi
-Penderita Sirosi Hati yang berobat jalan di poliklinik dan rawat inap Divisi Gastroentero Hepatologi Departemen Penyakit Dalam RS H Adam Malik dan RS
Universitas Sumatera Utara
Pirngadi Medan, serta pasien praktek Spesialis Penyakit Dalam-Konsultan Gastroentero Hepatologi di Medan..
-Bersedia turut serta dalam penelitian dan menandatangani persetujuan tindakan medis.
5.Kriteria Eksklusi
a. Penderita DM b. Obese
c. PJK d. Tidak bersedia mengikuti penelitian
Universitas Sumatera Utara
6.Besar Sampel
Perkiraan Besar sampel: 2
z α + zβ Sd
n = x1 - x2
z α = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang
ditentukan. untuk nilai
α = 0,05 Zα = 1,96 z
β = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan.
untuk nilai β = 0,10 Zβ = 1,282
Sd = standart deviasi perkiraan = 6,70
29
x1 - x2 = selisih rerata kedua kelompok yang bermakna = 4,8 2
1,96+1,2826,70 n = = 20,4 = 20
4,8
Jadi jumlah sampel minimal adalah 20 orang pada kelompok penderita sirosis hati. Untuk kelompok kontrol orang sehat yang fungsinya sebagai pembanding diambil
10 orang, dengan alasan nilai normal dari resistin plasma belum diketahui.
Universitas Sumatera Utara
7. Cara Penelitian
a. Setiap pasien sirosis hati yang datang berobat jalan di poliklinik Gastroentero Hepatologi Penyakit Dalam, maupun yang dirawat inap, dianamase serta
dilakukan pemeriksaaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi abdomen.Setelah memenuhi kriteria penelitian dan diberi penjelasan, pasien
ataupun keluarga dekat yang mewakilinya mengisi formulir persetujuan, kemudian dilakukan pemeriksaan darah rutin, albumin, bilirubin,waktu
protrombin, gangguan neurologis, KGD puasa,resistin SGOT, SGPT, resistensi insulin,viral marker.
b. Kadar resistin diperiksa di laboratorium Prodia dengan Metode ELISA dengan kit imunosorbent komersial.
c. Analisa Data Untuk melihat hubungan kadar resistin plasma dengan resistensi insulin
digunakan Uji Korelasi Pearson jika data kedua kelompok berdistribusi normal. Jika tidak, digunakan Uji Korelasi Spearman.
Untuk melihat perbedaan kadar resistin plasma dan resistensi insulin antara kelompok penderita sirosis hati dan kontrol orang sehat
digunakan Uji t Independen. Untuk melihat peningkatan resistin plasma dengan resistensi insulin
antara penderita sirosis hati dengan orang sehat. Nilai p0,05 dianggap bermakna secara statistik.
Universitas Sumatera Utara
d. Defenisi operasional Sirosis hati : penyakit hati kronik yang ditegakkan berdasarkan gejala
klinis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan USG Abdomen. Resistin : hormon yang disekresikan oleh jaringan adiposa . Juga di
kenal dengan “serinecystein-rich adipocyte-spesific secretory Factor” HOMA-IR the homeostasis model assesment insulin resistance =
glukosa puasa mgdl x insulin puasa uUmL22,5 Obesitas : perhitungan berat badan berdasarkan Indeks Massa Tubuh
IMT = BBkgTB
2
m
2
, dikatakan obesitas jika IMT ≥ 25,0 kg m
2
Universitas Sumatera Utara
D. KERANGKA OPERASIONAL
Resistensi Insulin
ANALISA Resistin
Plasma -Anamase
-Pemeriksaan Fisik -Laboratorium
Sirosis Hati
Penderita Penyakit Hati Kronis
Resistin Plasma
ANALISA
Resistensi Insulin
Normal USG
Abdomen Kontrol
Orang sehat
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN