Kadar Adiponektin Plasma Pada Tingkatan Keparahan Sirosis Hati

(1)

21KADAR ADIPONEKTIN PLASMA PADA TINGKATAN

KEPARAHAN SIROSIS HATI

PENELITIAN DI DEPARTEMEN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RS H.ADAM MALIK MEDAN

JANUARI – JULI 2010

TESIS

OLEH

LENNI EVALENA SIHOTANG NIM: 057101011

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK / RSUD DR. PIRNGADI


(2)

DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DI DEPAN SIDANG LENGKAP DEWAN PENILAI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN KEAHLIAN DALAM BIDANG

ILMU PENYAKIT DALAM

PEMBIMBING TESIS

(dr. MABEL SIHOMBING, SpPD-KGEH) (dr. DHARMA LINDARTO, SpPD-KEMD)

DISAHKAN OLEH

KEPALA DEPARTEMEN KETUA PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU FAKULTAS KEDOKTERAN USU


(3)

DEWAN PENILAI

1. Prof dr Sutomo Kasiman SpPD-KKV

2. dr Zulhelmi Bustami SpPD-KGH

3. dr Abdurrahim Rasyid Lubis SpPD-KGH

4. dr Dharma Lindarto SpPD-KEMD


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur serta terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, di dalam nama Yesus Kristus, saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul : ‘Kadar Adiponektin Plasma pada Tingkatan Keparahan Sirosis Hati’, yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli di bidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. dr. Salli R. Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H.Adam Malik Medan yang memberi segala kemudahan dan perhatian besar kepada kami selama menjalankan studi. Dan saat ini juga saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan saya yang setinggi-tingginya kepada seluruh staf pengajar Departemen Penyakit Dalam FK USU, RSUP H. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan.

2. dr. Zulhelmi Bustami, KGH dan dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD sebagai ketua dan sekretaris program studi Ilmu Penyakit Dalam yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan memudahkan penulis hingga tulisan ini bisa dibacakan di meja hijau dan kemudian untuk diuji dan kemudian diperbaiki oleh sidang tim penguji. Kesempatan ini saya juga mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada sidang tim penguji saya :

3. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof dr Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH selaku kepala divisi Gastroenterohepatologi Dept Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, kepada dr Mabel Sihombing, SpPD-KGEH selaku Pembimbing I yang memberikan judul ini untuk saya teliti, dan dr


(5)

merasakan benar-benar tulusnya bantuan Bapak dalam penyelesaian penelitian dan karya tulis ini, Bapak tak jemu dan tak lelah dalam mengoreksi karya tulis ini, hanya doa yang dapat saya panjatkan kiranya berkat melimpah dari Yang Maha Kuasa selalu beserta Bapak dan keluarga.

4. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUD Dr Pirngadi/ RSUP H. Adam Malik Medan, Prof Dr Harun Rasyid Lubis SpPD-KGH, Prof Dr Bachtiar Fanani Lubis SpPD-KHOM, Prof Dr Habibah Hanum SpPD-Kpsi, Prof Dr Sutomo Kasiman SpPD-KKV, Prof Dr Azhar Tanjung SpPD-KP-KAI-SpMK, Prof Dr Pengarapen Tarigan SpPD-KGEH, Prof Dr OK Moehad Sjah SpPD-KR, , Prof Dr M Yusuf Nasution SpPD-KGH, Prof Dr Azmi S Kar SpPD-KHOM, Prof Dr Gontar A Siregar SpPD-KGEH, Prof Dr Harris Hasan SpPD-SpJP(K), Dr Betthin Marpaung SpPD-KGEH, Dr Sri M Sutadi SpPD-KGEH, Dr Abdurrahim Rasyid Lubis KGH, Dr Abiran Nababan SpPD-KGEH, DR.Dr Juwita Sembiring SpPD-SpPD-KGEH, Dr Alwinsyah Abidin KP, Dr Dharma Lindarto KEMD, Dr Umar Zein SpPD-KPTI-DTM&H-MHA, Dr Josia Ginting SpPD-KPTI, Dr Refli Hasan SpPD-SpJP, alm Dr R Tunggul Ch Sukendar SpPD-KGH, Dr EN Keliat SpPD-KP, DR Dr Blondina Marpaung SpPD-KR, Dr Leonardo B Dairi SpPD-KGEH, dr Dairion Gatot SpPD-KHOM, dr Rustam Efendi YS SpPD,KGEH, Dr Zainal Safri SpPD SpJP yang merupakan guru-guru saya yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada saya selama mengikuti pendidikan.

5. Dr Armon Rahimi, SpPD-KPTI, alm Dr Heriyanto Yoesoef SpPD, Dr Daud Ginting SpPD, Dr Tambar Kembaren SpPD, Dr Saut Marpaung SpPD, Dr Mardianto SpPD, Dr Zuhrial Zubir SpPD, Dr Dasril Efendi SpPD-KGEH, Dr Ilhamd SpPD, Dr Calvin Damanik SpPD, Dr Haryanto Tobing SpPD, Dr Rahmat Isnanta SpPD, Dr Santi Safril SpPD, Dr Jerahim Tarigan SpPD, Dr Endang Sembiring SpPD, Dr Maringan Lumban Gaol SpPD, Dr Hariyani Adin SpPD, Dr Soegiarto Gani SpPD,


(6)

Dr Savita Handayani SpPD, Dr Franciscus Ginting SpPD, Dr Syafrizal Nasution SpPD, Dr Deske SpPD, dr Imelda REY SpPD, sebagai dokter kepala ruangan/ senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

6. Direktur RSUP H Adam Malik Medan dan RSUD Dr Pirngadi Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini.

7. Para sejawat PPDS-Interna, paramedis dan seluruh karyawan/ti bagian Penyakit Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan.

8. Khusus buat teman-teman penulis dr. Budianto Sigalingging, dr. Taufik Sungkar, dr. Zakhri Ilma Fadly, dr. Zainal Abdi, dr. Hendra Zufri, dr Ameliana S Purba SpPD, yang telah banyak memberi bantuan, dorongan dan pengorbanan serta mengalami banyak suka duka bersama, selama menjalani pendidikan sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat.

9. Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M Kes yang telah memberikan bantuan yang tulus kepada penulis khususnya dalam metodologi penelitian ini dan statistik yang dibutuhkan pada penulisan tesis ini. 10. Kepada dr. Hotlan Sihombing, pihak PRODIA yang diwakili oleh Ibu

Marisa dan ibu Rima, terima kasih atas segala bantuannya dari pengumpulan data dan sampel sampai proses pengerjaan sampel dan penulisan akhir tesis penelitian saya ini.

11. Kepada kedua orangtua saya, bapak St M. Sihotang, BIE dan mama tercinta P. br Silalahi yang saya kasihi yang selalu menjadi sumber inspirasi , kebanggaan dan panutan saya, tiada kata-kata yang paling tepat untuk mengungkapkan perasaan hati, rasa terimakasih atas segala jasa-jasa bapak dan mama yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan. Begitu banyak suka dan duka kita lalui, namun puji syukur selalu padaNya, luar biasa berkat dan karunia Tuhan pada kita.


(7)

12. Kepada suamiku tercinta Drs Enriko Situmorang, terimakasih untuk segala keikhlasanmu dalam kesabaran, kebijaksanaanmu dalam memberi dorongan, bantuan, serta semangat sehingga perjuangan dalam melewati sekolah ini bisa tercapai. Begitu banyak suka, duka dan cobaan yang kita lalui termasuk juga perjuanganmu dalam menghadapi penyakitmu sekarang ini, semoga Tuhan memberikan kesembuhan dan kekuatan dalam menghadapi penyakitmu ini, karena kita tahu tidak ada yang mustahil bagiNya karena kita percaya kepadaNya. Kepada anak-anakku yang kusayangi Rini Rosada Nauli Situmorang, Josua Mora Satria Situmorang dan Renata Anggita Situmorang yang senantiasa menjadi pendorong semangat serta pelipur lara bagiku selama mengikuti pendidikan, kuucapkan terimakasih atas rasa sayang yang kalian berikan. Harapan saya kiranya Tuhan jugalah yang memperkenankan kita hidup dengan baik, selalu terjaga oleh perlindunganNya. Kalau ada sedikit ilmu atau berkat yang didapat, kiranya Tuhan jugalah yang memberi kesempatan untuk itu bisa berguna bagi semua umatNya.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah Yang Maha Pengasih, dan Maha Pemurah, di dalam nama Yesus Kristus. Amin.

Medan, September 2010


(8)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar iv

Daftar isi vii

Daftar gambar dan tabel ix

Daftar singkatan x

Abstrak xi

Bab I Pendahuluan 1

Bab II Tinjauan Pustaka 4

Bab III Penelitian Sendiri 21

Bab IV Hasil Penelitian 31

Bab V Pembahasan 39

Bab VI Kesimpulan dan Saran 43

Daftar Pustaka

Lampiran 1 Master Tabel 50

Lampiran 2 Lembar Penjelasan kepada Calon Subyek Penelitian 51 Lampiran 3 Lembar Persetujuan setelah Penjelasan 54

Lampiran 4 Profil Peserta Studi 55

Lampiran 5 Etika Kedokteran 56


(9)

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

halaman Gambar 1 pengaruh HD dan resistensi insulin pada penyakit hati kronis 11

Gambar 2 Patofisiologi Hepatogenous diabetes 13

Gambar 3 Peranan fisiologis adiponektin pada berbagai organ 16 Tabel 1 Sebab-sebab hepatitis kronis dan sirosis hati 5

Tabel 2 Skor Child Pugh 7

Tabel 1 Rerata umur penderita sirosis hati 32 Tabel 2 Karakteristik demografi dan klinis penderita sirosis hati 33 Tabel 3 Rerata nilai laboratorium penderita sirosis hati 34 Tabel 4 Rerata kadar adiponektin sesuai kriteria Child Pugh 35 Tabel 5 Rerata kadar parameter klinis sesuai derajat Child Pugh 36 Tabel 6 Hubungan adiponektin dengan parameter klinis 37 Gambar 1 Kadar adiponektin plasma sesuai kriteria Child Pugh 35 Gambar 2 Korelasi adiponektin plama dengan IMT dan albumin 38


(10)

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

KGD Kadar Gula Darah

KGD N Kadar Gula Darah Nuchter

SH Sirosis Hati

TNF α Tumour Necrosis Factor α

IL-6 Interleukin-6 IL-1 Interleukin-1

IMT Indeks Massa Tubuh

USG Ultrasonografi

HG Hepatogenous Diabetes

HCC Hepatoceluler Carcinoma

CP Child Pugh

DM Diabetes Mellitus

CHC Chronic Hepatitis C SVR Sustained Viral Response HCV Hepatitis C Virus


(11)

KADAR ADIPONEKTIN PLASMA PADA TINGKATAN

KEPARAHAN SIROSIS HATI

Lenni Sihotang, Mabel Sihombing, Dharma Lindarto, Lukman Hakim Zain Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Gastro Entero Hepatologi RS H. Adam

Malik/ Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Latar Belakang

Pada Sirosis Hati dilaporkan terjadi gangguan sensitifitas insulin diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti tingginya prevalensi resistensi insulin dan intoleransi glukosa, dan adiponektin secara langsung berkorelasi dengan sensitifitas insulin dan berkorelasi secara negatif dengan kadar transaminase serum, namun studi sebelumnya menyebutkan bahwa kadar adiponektin plasma meningkat pada Sirosis hati dan peningkatan ini sejalan dengan semakin memberatnya tingkat kerusakan sirosis hati.

Tujuan

Untuk mengetahui perbedaan kadar adiponektin plasma pada penderita Sirosis Hati sesuai dengan tingkat keparahan menurut kriteria Child Pugh

Metode

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2010 sampai dengan Juli 2010 dengan metode potong lintang. Jumlah peserta yang diperiksa adalah 30 orang penderita Sirosis hati yang berobat rawat jalan di poliklinik dan rawat inap Gastroentero Hepatologi RSHAM. Semua penderita dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, USG, pemeriksaan laboratorium, dan adiponektin plasma. Kadar adiponektin berdasarkan kriteria Child Pugh diuji dengan Anova.

Hasil

Kadar adiponektin meningkat pada pasien sirosis dibanding dengan nilai normalnya (12,93 ± 6,99 µg/ml vs 5-10 µg/ml), dan adiponektin plasma meningkat sejalan dengan meningkatnya tingkat kerusakan hati ( Child A : Child B : Child C = 2,6±1,1 µg/ml : 9,8±3,2 µg/ml : 17,5±5,6 µg/ml, p<0,001) serta didapatkan korelasi negatif antara adiponektin dengan IMT, albumin dan KGD puasa serta korelasi positif dengan bilirubin total dan SGOT

Kesimpulan

Kadar adiponektin plasma meningkat pada pasien Sirosis hati dan peningkatan ini sejalan dengan tingkat kerusakan hati.

Kata kunci :


(12)

Plasma Adiponectin Concentration in Severity Level of Liver

Cirrhosis

Lenni Sihotang, Mabel Sihombing, Dharma Lindarto, Lukman Hakim Zain Department of Internal Medicine - Division of GastroenteroHepatology H. Adam Malik Hospital/ Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara

Abstract Background

In liver cirrhosis, impaired insulin sensitivity and subsequent alteration in glucose metabolism, such as high prevalence of insulin resistance and glucose intolerance are reported and adiponectin level positively correlated with insulin sensitivity and negatively correlated with serum transaminase levels. Several study before reported that presence of high plasma adiponectin levels in patients with liver cirrhosis relative to the control and these level increased in proportion with the severity of liver cirrhosis.

Objective

We want to determine the difference of plasma adiponectin levels in patients with liver cirrhosis according to Child Pugh classification.

Method

The research had been done since Maret 2010 until July 2010 with cross sectional method. The amount of participant examined 30 patients with liver cirrhosis which outpatient in clinic and hospitalized in Adam Malik hospital. Of all patients were performed anamnese, physical diagnostic, Ultrasonography, laboratory examination, and plasma adiponectin levels. Plama adiponectin concentrations according to child pugh score were analyzed by anova.

Results

Plasma adiponectin concentrations were increased in patients with liver cirrhosis relative to its normal value (12,93 ± 6,99 µg/ml vs 5-10 µg/ml) and this level increased in proportion with the severity of liver cirrhosis ( Child A : Child B : Child C = 2,6±1,1 µg/ml : 9,8±3,2 µg/ml : 17,5±5,6 µg/ml, p<0,001) and negative correlation between plasma adiponectin and BMI, albumin and fasting glucose and positive correlation between plasma adiponectin and total bilirubin, AST

Conclusion

Plasma adiponectin concentrations were increased in patients with liver cirrhosis and this level increased in proportion with the severity of liver cirrhosis

Key word

Liver cirrhosis, plasma adiponectin, Child Pugh


(13)

KADAR ADIPONEKTIN PLASMA PADA TINGKATAN

KEPARAHAN SIROSIS HATI

Lenni Sihotang, Mabel Sihombing, Dharma Lindarto, Lukman Hakim Zain Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Gastro Entero Hepatologi RS H. Adam

Malik/ Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Latar Belakang

Pada Sirosis Hati dilaporkan terjadi gangguan sensitifitas insulin diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti tingginya prevalensi resistensi insulin dan intoleransi glukosa, dan adiponektin secara langsung berkorelasi dengan sensitifitas insulin dan berkorelasi secara negatif dengan kadar transaminase serum, namun studi sebelumnya menyebutkan bahwa kadar adiponektin plasma meningkat pada Sirosis hati dan peningkatan ini sejalan dengan semakin memberatnya tingkat kerusakan sirosis hati.

Tujuan

Untuk mengetahui perbedaan kadar adiponektin plasma pada penderita Sirosis Hati sesuai dengan tingkat keparahan menurut kriteria Child Pugh

Metode

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2010 sampai dengan Juli 2010 dengan metode potong lintang. Jumlah peserta yang diperiksa adalah 30 orang penderita Sirosis hati yang berobat rawat jalan di poliklinik dan rawat inap Gastroentero Hepatologi RSHAM. Semua penderita dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, USG, pemeriksaan laboratorium, dan adiponektin plasma. Kadar adiponektin berdasarkan kriteria Child Pugh diuji dengan Anova.

Hasil

Kadar adiponektin meningkat pada pasien sirosis dibanding dengan nilai normalnya (12,93 ± 6,99 µg/ml vs 5-10 µg/ml), dan adiponektin plasma meningkat sejalan dengan meningkatnya tingkat kerusakan hati ( Child A : Child B : Child C = 2,6±1,1 µg/ml : 9,8±3,2 µg/ml : 17,5±5,6 µg/ml, p<0,001) serta didapatkan korelasi negatif antara adiponektin dengan IMT, albumin dan KGD puasa serta korelasi positif dengan bilirubin total dan SGOT

Kesimpulan

Kadar adiponektin plasma meningkat pada pasien Sirosis hati dan peningkatan ini sejalan dengan tingkat kerusakan hati.

Kata kunci :


(14)

Plasma Adiponectin Concentration in Severity Level of Liver

Cirrhosis

Lenni Sihotang, Mabel Sihombing, Dharma Lindarto, Lukman Hakim Zain Department of Internal Medicine - Division of GastroenteroHepatology H. Adam Malik Hospital/ Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara

Abstract Background

In liver cirrhosis, impaired insulin sensitivity and subsequent alteration in glucose metabolism, such as high prevalence of insulin resistance and glucose intolerance are reported and adiponectin level positively correlated with insulin sensitivity and negatively correlated with serum transaminase levels. Several study before reported that presence of high plasma adiponectin levels in patients with liver cirrhosis relative to the control and these level increased in proportion with the severity of liver cirrhosis.

Objective

We want to determine the difference of plasma adiponectin levels in patients with liver cirrhosis according to Child Pugh classification.

Method

The research had been done since Maret 2010 until July 2010 with cross sectional method. The amount of participant examined 30 patients with liver cirrhosis which outpatient in clinic and hospitalized in Adam Malik hospital. Of all patients were performed anamnese, physical diagnostic, Ultrasonography, laboratory examination, and plasma adiponectin levels. Plama adiponectin concentrations according to child pugh score were analyzed by anova.

Results

Plasma adiponectin concentrations were increased in patients with liver cirrhosis relative to its normal value (12,93 ± 6,99 µg/ml vs 5-10 µg/ml) and this level increased in proportion with the severity of liver cirrhosis ( Child A : Child B : Child C = 2,6±1,1 µg/ml : 9,8±3,2 µg/ml : 17,5±5,6 µg/ml, p<0,001) and negative correlation between plasma adiponectin and BMI, albumin and fasting glucose and positive correlation between plasma adiponectin and total bilirubin, AST

Conclusion

Plasma adiponectin concentrations were increased in patients with liver cirrhosis and this level increased in proportion with the severity of liver cirrhosis

Key word

Liver cirrhosis, plasma adiponectin, Child Pugh


(15)

BAB I PENDAHULUAN

Sirosis hati (SH) adalah keadaan patologis yang menggambarkan

stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan

distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini

terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kollaps disertai

deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis

parenkim hati.1

Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000

kematian pertahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian

kesembilan di AS dan bertanggungjawab terhadap 1,2% dari seluruh kematian di

AS. Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia, namun dari

beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia secara

keseluruhan prevalensi sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di

bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati

yang dirawat.2

Skor Child Pugh merupakan suatu skor untuk menilai cadangan fungsi

hati pada penderita sirosis hati, yang dipublikasikan oleh Child (1964). Pada

awalnya skor ini direncanakan untuk menstratifikasi pasien yang masuk kedalam

kelompok resiko sebelum menjalani operasi pemintasan. Dan sekarang ini


(16)

sirosis hati dan pembuatan daftar pasien yang akan menjalani transplantasi hati

(Child Pugh B).1,2

Variabel penting yang digunakan, ada 5 jenis yaitu kadar serum bilirubin,

serum albumin, ascites, gangguan neurologis dan status nutrisi. Kemudian Pugh

dkk (1973) memodifikasi kriteria Child, dimana variabel status nutrisi pada kriteria

sebelumnya digantikan dengan waktu protrombin. Untuk kadar albumin, Pugh

memberikan batasan terendah 2,8 mg/dL dimana pada kriteria Child batasan

terendahnya 3 mg/dL.

Selanjutnya kriteria tersebut dikenal dengan modifikasi Child Pugh (CP).

Kelima variabel masing-masing diberi skor 1, 2 dan 3 berturut-turut sehingga

jumlah skor antara 5-15 dan jumlah skor ini dibagi menjadi 3 kelompok yaitu A, B

dan C, yakni CP A dengan skor 5-6, CP B dengan skor 7-9 dan CP C dengan

skor total 10-15.1,2

Pada penyakit hati kronis, seperti SH dilaporkan terjadi gangguan

sensitifitas insulin yang diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti

tingginya prevalensi resistensi insulin dan intoleransi glukosa. Hampir semua

pasien SH mengalami resistensi insulin, sekitar 60-80% adalah intoleransi

glukosa, dan selanjutnya 20% berkembang menjadi Diabetes Mellitus (DM).

Pada pasien SH dilaporkan bahwa hiperinsulinemia kronis menyebabkan

resistensi insulin. Namun mekanisme penyebab dari gangguan penggunaan

glukosa oleh insulin masih belum diketahui.3 Laporan lain menunjukkan bahwa

adiponektin pada manusia secara langsung berkorelasi dengan sensitifitas


(17)

Adiponektin atau Acrp30 (Adipocyte complement-related protein) merupakan protein spesifik jaringan adipose dan merupakan protein transkrip gen yang paling banyak di adiposit, sekitar 0,01% dari semua protein. Aktifitas

biologi dari adiponektin sangat sedikit diketahui. 3,4

Adiponektin pada manusia secara langsung berkorelasi dengan

sensitifitas insulin dan juga dapat merangsang hati untuk mempengaruhi kerja

insulin dalam metabolisme glukosa.5

Beberapa studi mencoba menghubungkan antara kriteria Child Pugh

dengan kadar adiponektin plasma pada penderita sirosis hati diantaranya

penelitian yang dilakukan oleh Sohara dkk (2005), mendapatkan bahwa kadar adiponektin plasma tinggi pada pasien SH dibandingkan kontrol dan peningkatan

kadar ini meningkat sejalan dengan tingkat keparahan SH dan terdapat korelasi

negatif antara adiponektin plasma dengan kadar insulin pada kontrol dan

korelasi positif antara adiponektin plasma dengan kadar insulin pada pasien SH.3

Sejauh ini data mengenai kadar adiponektin plasma pada tingkatan

keparahan Sirosis Hati belum banyak dipublikasikan di Indonesia, dan belum pernah

dilakukan di Medan. Tulisan ini akan membahas mengenai bagaimanakah kadar


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sirosis Hati

Sirosis hati (SH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan

stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan

distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.1,2

Kejadian di Indonesia menunjukkan bahwa pria lebih banyak dari wanita

(2,4-5:1), dimana kelompok terbanyak didapati pada dekade kelima. Sedangkan

angka kejadian sirosis hati dari hasil otopsi sekitar 2,4% di negara Barat.1,2

Lebih dari 40% pasien Sirosis hati asimptomatik, pada keadaan ini sirosis

ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi.

Keseluruhan insiden sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk

dan menimbulkan sekitar 35.000 kematian pertahun. Sirosis merupakan

penyebab kematian kesembilan di AS dan bertanggungjawab terhadap 1,2% dari

seluruh kematian di AS. Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di

Indonesia, namun dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di

Indonesia secara keseluruhan prevalensi sirosis adalah 3,5% seluruh pasien

yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien

penyakit hati yang dirawat. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien

sirosis hati sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di bagian penyakit dalam. 1,2

Penyebab utama sirosis di Amerika adalah hepatits C (26%), penyakit hati


(19)

hepatitis B, yang bersamaan dengan hepatitis D (15%), dan penyebab lain (5%)

Sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B dan C. Hasil

penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan

sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%

penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab sirosis hati di Indonesia

mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya. 1,2


(20)

Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan

terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yng padat dan lebar.

Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran

nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan

pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.1

Patogenesis sirosis menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya

peranan sel stelata (stellate cell), yang berperan dalam keseimbangan matriks ekstraseluler dan proses degradasi, jika terpapar faktor tertentu secara terus

menerus (misal hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik) maka sel stelata akan

menjadi sel yang membentuk kolagen dan jika terus berlangsung maka jaringan

hati normal akan diganti oleh jaringan ikat.1

Penegakan diagnosa sirosis hati saat ini terdiri atas pemeriksaan fisik,

laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati

karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati.1

2.2. Skor Child Pugh

Pada tahun 1964, Child dan Turcotte mempublikasikan tentang kriteria empiris yang mereka temukan untuk menilai cadangan fungsi hati pada penderita

sirosis hati. Variabel penting yang mereka ajukan ada 5 jenis yaitu kadar serum

bilirubin, serum albumin, ascites, gangguan neurologis dan status nutrisi.

Kemudian pada tahun 1973, Pugh dkk memodifikasi kriteria Child, dimana

variabel status nutrisi pada kriteria sebelumnya digantikan dengan waktu


(21)

dimana pada kriteria Child batasan terendahnya 3 mg/dL. Selanjutnya kriteria

tersebut dikenal dengan modifikasi Child Pugh. Kelima variabel masing-masing

dibagi menjadi 3 kelompok yaitu A, B dan C, yang diberi skor 1, 2 dan 3 secara

berturut-turut, sehingga berdasarkan nilai total dari kriteria ini dapat

diklasifikasikan dalam 3 tingkatan yakni tingkat Child Pugh A dengan skor 5-6,

tingkat Child Pugh B dengan skor 7-9 dan Child Pugh C dengan skor total 10-15

(tabel 2).1,2

Tabel 2. Skor Child Pugh dikutip dari 1

Skor 1 2 3

Serum bilirubin (mg/dL) < 2 2 – 3 > 3

Serum albumin (mg/dL) > 3,5 2,8 – 3,5 < 2,8

Ascites tidak ada mudah sulit

dikontrol dikontrol

Gangguan neurologi tidak ada minimal koma

lanjut

Waktu protrombin (detik) < 4 4 – 6 >6

≠: selisih waktu protrombin dengan kontrol (detik)

Sampai saat ini kriteria yang dipakai sebagai parameter dalam upaya

menentukan prognostik sirosis hati adalah skor modifikasi Child Pugh. Kriteria ini

juga dapat dipakai untuk menilai keberhasilan terapi konservatif.2

Prognosis sirosis hati berdasarkan skor kriteria Child Pugh yang

dihubungkan dengan angka mortalitas terhadap tindakan operasi adalah Child

Pugh A 10-15%, Child Pugh B ± 30% dan Child Pugh C > 60%.1,2


(22)

Bilirubin adalah suatu pigmen kuning dengan struktur tetrapirol yang tidak

larut dalam air, berasal dari destruksi sel darah merah (75%), katabolisma

protein hem (22%) dan inaktivasi eritropoesis sum-sum tulang (3%). Bilirubin

yang tidak terkonyugasi, di hati akan mengalami konyugasi dengan enzim

glukoronil transferase. Selanjutnya bilirubin terkonyugasi akan dikonversi menjadi

urobilinogen di colon dan sebagian direabsorpsi dan diekskresikan ginjal dalam

bentuk urobilinogen dan dikeluarkan bersama dengan feses sebagai

sterkobilin.1,2

Pemeriksaan bilirubin ini dapat dengan menggunakan metode van den Bergh assay, dimana dapat ditentukan tingkat bilirubin total dalam serum dan jumlah bilirubin terkonyugasi ataupun tak terkonyugasi. Pada sirosis hati akan

dijumpai peningkatan produksi bilirubin.1,2

2.2.2. Serum albumin

Albumin merupakan protein plasma terbanyak dalam tubuh manusia.

Kadarnya berkisar antara 3,5-5,5 g/dL dan merupakan 60% dari seluruh protein

plasma. Kadar albumin darah merupakan hasil kecepatan sintesis hati dikurangi

kecepatan degradasi dan distribusi albumin kedalam ruang intra dan ekstra

vaskuler.1,2

Sintesa albumin terutama dihati yaitu sebanyak 9-12 g/hari pada orang

dewasa normal dan merupakan 25% dari total protein hati setiap hari.

Katabolisma albumin terjadi di sel hati, dimana sebanyak ± 15% albumin yang


(23)

yang kemudian siap digunakan untuk berbagai sintesis protein yang dibutuhkan

tubuh. Sisanya sebanyak 40-60% di sel otot dan kulit. Distribusi albumin terjadi di

dalam pembuluh darah maupun di luar pembuluh darah (cairan intertitial). Pada

sirosis hati akan dijumpai rendahnya produksi albumin.1,29

2.2.3. Waktu protrombin

Protrombin (faktor II), faktor VII, IX dan X merupakan faktor koagulasi

yang dihasilkan oleh hati dimana dalam pembentukannya memerlukan vitamin K.

Vitamin K ini pun dihasilkan di hati. Adapun peranan vitamin K pada tahap

karboksilasi gugus gamma glutamil. 1,2

Waktu protrombin pertama kali diperkenalkan oleh Quick tahun 1935

dimana prinsip pemeriksaan ini, mengukur lamanya waktu yang dibutuhkan

dalam detik untuk pembentukan fibrin dari plasma sitrat, setelah penambahan

tromboplastin jaringan dan ion kalsium dalam jumlah optimal. Hasil pemeriksaan

waktu protrombin tergantung dari beberapa hal seperti pengambilan bahan,

penanganan bahan pemeriksaan, macam reagen yang dipakai dan teknik

pemeriksaan. Waktu protrombin merupakan ukuran sintesis sel hati dan pada

sirosis hati akan dijumpai pemanjangan waktu protrombin. 1,2

2.3 Hepatogenous diabetes

Pada penyakit hati kronis, seperti Sirosis Hati dilaporkan terjadi gangguan

sensitifitas insulin yang diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti


(24)

pasien sirosis hati mengalami resistensi insulin, 60-80% adalah intoleransi

glukosa, dan kira-kira 20% berkembang menjadi Diabetes Melitus.3

Hubungan antara penyakit hati kronis dengan gangguan metabolisme

glukosa telah diketahui dengan nama hepatogenous diabetes. Gangguan metabolisme glukosa menjadi lebih buruk sejalan dengan progresi hepatitis

kronis menjadi SH. Patogenesa terjadinya DM yang terjadi pada pasien SH

(hepatogenous diabetes) sangat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti, tetapi diduga berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin yang ditandai dengan

hiperglikemia dan hiperinsulinemia.8

Hati memegang peranan penting dalam metabolisme glukosa dimana hati

dapat menyimpan glikogen dan memproduksi glukosa melalui glikogenolisis dan

glukoneogenesis. Pada keadaan fisiologis, hepatosit merupakan tempat utama

metabolisme glukosa hati, namun metabolisme insulin dilakukan oleh sel hati non

parenkimal yaitu sel Kupffer, sel endotelial sinusoidal dan hepatic stellate cells (HSC) yang berkontribusi terhadap degradasi insulin dan terlibat dalam modulasi

metabolisme glukosa hepatosit selama proses inflamasi via pengeluaran sitokin.

Insulin merupakan mediator utama pada hemostasis glukosa dan setiap

perubahan aksinya akan menyebabkan gangguan metabolisme glukosa.8

Pada keadaan terjadinya kerusakan pada hati, maka terjadi gangguan

pada hemostasis metabolisme glukosa oleh karena terjadinya resistensi insulin

dan gangguan sensitivitas sel β pankreas. Resistensi insulin terjadi pada jaringan otot, hati dan lemak. Sementara itu, etiologi dari penyakit hati sangat penting


(25)

virus hepatitis C, dan hemokromatosis sering dihubungkan dengan diabetes. 22,30

Intoleransi glukosa dan DM terjadi pada lebih dari 40% dan 17% pasien

hepatitis C kronik. Mekanisme bagaimana HCV menyebabkan terjadinya

resistensi insulin masih belum jelas diketahui. Telah diketahui bahwa HCV

menginduksi resistensi tanpa memandang indeks massa tubuh dan stadium

fibrosis dan pada percobaan pada binatang didapatkan bahwa protein core HCV dan TNF α dapat menginduksi resistensi insulin, steatosis, dan DM. 23,30,38

Gambar 1. pengaruh HD dan resistensi insulin pada penyakit hati kronis 30

Hepatogenous diabetes (HD) berhubungan dengan penurunan sustained viral response (SVR) dan progresi fibrosis yang cepat pada pasien hepatitis C


(26)

kronis. HD juga dapat meningkatkan komplikasi dari sirosis seperti varises

esofagus dan gagal hati serta peningkatan mortalitas. HD juga merupakan faktor

resiko untuk terjadinya komplikasi hepatocellular carcinoma (HCC). 30

Patofisiologi dari HD sangat kompleks dan tidak diketahui pasti.

Resistensi insulin memegang peranan penting terhadap gangguan metabolisme

glukosa. Disebutkan bahwa penurunan ekstraksi insulin oleh hati yang rusak dan

adanya shunt portosistemik akan menghasilkan hiperinsulinemia dan diperberat dengan peningkatan kadar hormon kontra insulin seperti glukagon, hormon

pertumbuhan, insulin like growth factor, dan sitokin. Namun studi terbaru pada pasien sirosis hati Child B menyatakan bahwa hiperinsulinemia terjadi karena

penurunan sensitifitas sel β pankreas sementara gangguan ektraksi insulin oleh hati tidak memegang peranan. Dan menjadi perdebatan juga apakah faktor

genetik dan lingkungan dan penyebab penyakit hati seperti HCV, alkohol dapat

mengganggu sekresi insulin oleh sel β pankreas. Sebagai kesimpulan, tampaknya gangguan toleransi glukosa dapat dihasilkan dari 2 gangguan yang

terjadi secara simultan yaitu resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi sel β pankreas untuk mengeluarkan insulin dalam mengatasi gangguan kerja insulin

sehingga akhirnya menyebabkan hiperglikemia puasa dan profil toleransi glukosa


(27)

Gambar 2. Patofisiologi Hepatogenous Diabetes. 30

Perin PC dkk (1985) menyebutkan bahwa hiperglikemia pada SH disebabkan oleh sensitifitas terhadap insulin yang berkurang (defek reseptor)

dan/atau berkurangnya respon terhadap insulin (defek post reseptor). Pada SH,

sensitifitas dan respon insulin terhadap reseptor di otot dan hati menurun.

Akibatnya terjadi gangguan pemasukan glukosa di reseptor.10

Sementara itu Letiexe,dkk (1993) menyatakan bahwa hiperinsulinemia yang terjadi bukanlah disebabkan karena hipersekresi pankreas tetapi karena

menurunnya klirens insulin hepatik.13 Pada penyakit hati kronis seperti juga

pada kondisi inflamasi lainnya sitokin proinflamasi seperti tumour necrosis factor-alpha (TNF-α), interleukin (IL)-6, IL-1 yang berasal dari sirkulasi sistemik dan


(28)

produksi lokal, akan mengganggu kerja insulin serta merangsang terjadinya

resistensi insulin.8,38

2.4. ADIPONEKTIN

Adiponektin yang juga dikenal sebagai complement-related protein 30 (ACRP30), merupakan protein spesifik jaringan adipose yang memiliki banyak

gene transcript 1 (apM1) atau adipoQ yang terdiri dari 244 asam amino dan

termasuk dalam grup adipocytokines yang terutama disintesa di jaringan lemak.4 Adiponektin merupakan suatu protein dengan berat molekul 30 kDa, yang terdiri

dari suatu domain kolagen dengan terminal amino dan domain globular dengan

terminal karboksil. Konsentrasi adiponektin plasma sangat tinggi dengan

konsentrasinya berkisar antara 5-10 μg/ml, dan merupakan 0,01% dari total protein plasma.9,15,18,31

Jaringan adipose telah diketahui selain berfungsi untuk penyimpanan dan

mobilisasi lemak, juga didapat bahwa jaringan adipose banyak memiliki molekul

aktif. Adiponektin telah diketahui berkurang pada subjek dengan obesitas.43,44

Selain dari itu kadar adiponektin juga diketahui menurun pada resisten insulin,

DM tipe 2 dan dislipidemia. Beberapa studi yang telah dilakukan pada hewan

dan manusia mendapatkan bahwa adiponektin dapat meningkatkan sensitivitas

insulin, mempunyai efek anti inflamasi dan anti aterogenik dan dapat


(29)

Dua bentuk reseptor adiponektin telah diketahui yaitu AdipoR1 dan

AdipoR2. AdipoR1 merupakan reseptor yang afinitasnya tinggi terhadap domain

globular terminal C dan sangat rendah terhadap adiponektin utuh. AdipoR1

diekspresikan sangat besar pada otot skletal, sedangkan adipoR2 pada jaringan

hepatik. Reseptor-reseptor adiponektin diekspresikan dalam sel β pankreas, makrofag dan lesi aterosklerotik.15,18,29

Walaupun peranan fisiologi adiponektin belum sepenuhnya diketahui, data

terbaru telah memberikan bukti bahwa hormon ini mempengaruhi beberapa

komponen dari Sindroma Metabolik. Studi sebelumnya pada manusia kadar

adiponektin plasma berkorelasi secara negatif dengan indeks massa tubuh dan

massa lemak tubuh, insulin dan glukosa darah puasa, tingkat resistensi insulin,

tekanan darah sistolik dan diastolik serta kolesterol total dan trigliserida plasma.

Pemberian adiponektin pada tikus menghasilkan penurunan gula darah, asam

lemak bebas dan trigliserida, disamping itu juga terjadi penurunan produksi

glukosa darah di hati. Data lain menunjukkan bahwa adiponektin juga memiliki

anti aterogenik dan antiinflamasi 4, 27

Hubungan kuat yang dijumpai antara adiponektin dan sensitivitas insulin

sistemik telah didapat baik secara in vivo maupun in vitro pada tikus, hewan-hewan lain, dan manusia. Penyuntikan adiponektin kepada model tikus diabetes

ternyata dapat menurunkan kadar gula darah. Studi yang dilakukan oleh

Yamauchi dkk mendapati efek yang sama, yaitu adiponektin dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan memperbaiki hiperglikemia pada model tikus.31


(30)

Tampaknya ada hubungan antara adiponektin dan massa lemak pada

manusia, tidak seperti leptin, kadar adiponektin secara signifikan berkurang pada

pasien obesitas dibandingkan pasien yang kurus.9,17 Arita dkk menunjukkan bahwa kadar adiponektin plasma 3,7 μg/dl pada grup yang obesitas, sedangkan pada grup yang tidak obesitas didapatkan kadar adiponektin rata-rata adalah 8,7

μg/dl. Adiponektin juga merupakan satu-satunya protein spesifik jaringan lemak yang diregulasi secara negatif pada pasien obesitas.14,17

Gambar 3. peranan fisiologi adiponektin pada berbagai organ.16

Adiponektin juga diketahui dapat memodulasi kerja insulin. Pada manusia

kadar adiponektin plasma secara langsung berkorelasi dengan sensitifitas insulin,

sehingga dengan demikian kadarnya berkurang pada pasien obesitas dan DM

tipe 2. Adiponektin akan merangsang hati mempengaruhi insulin dalam


(31)

ekspresi dari enzim glukoneogenik hati dan produksi glukosa endogen oleh hati.

Selain itu adiponektin juga meningkatkan oksidasi asam lemak bebas dan

merupakan antagonis TNF, suatu sitokin yang menyebabkan terjadinya

resistensi insulin dan kerusakan hati.5,23

Kadar adiponektin menurun pada pasien DM tipe 2, pasien obesitas

dengan resistensi insulin dan penyakit arteri koroner. Kadar adiponektin plasma

dipengaruhi juga oleh status nutrisi sehingga diduga juga peningkatan kadar

adiponektin pada SH disebabkan pada pasien tersebut biasanya cenderung

terjadi malnutrisi.3,31

2.5. Adiponektin dan Sirosis Hati

Sampai pada hari ini, belum ada informasi yang didapat dari literatur

mengenai bagaimana perubahan kadar adiponektin plasma pada pasien sirosis

dan gangguan-gangguan metabolik yang disebabkannya. 4

Sensitivitas insulin dan fungsi hati menunjukkan suatu hubungan dua arah

dimana bila fungsi hati normal , maka respon tubuh normal terhadap insulin,

sedangkan sensitifitas insulin yang abnormal akan menyebabkan kerusakan hati.

Hati juga merupakan tempat utama clearance insulin. 5,36

Sirosis hati merupakan penyakit katabolik, yang dikarakteristikkan dengan

berbagai perubahan metabolisme yang berat berupa terjadinya peningkatan

pengeluaran energi, mengalami penurunan massa lemak tubuh seperti juga

massa sel tubuh, dan menunjukkan peningkatan penggunaan energi dari lemak.


(32)

puasa, insulin dan katekolamin dan terjadinya resistensi insulin. Selain itu juga

pasien SH dikarakteristikkan dengan suatu keadaan inflamasi yang kronis

dengan peningkatan kadar IL-6, IL-1β dan TNF-α.4,38

Saat ini adiponektin yang merupakan protein spesifik jaringan adiposa

telah menjadi perhatian dalam penelitian. Penelitian sebelumnya menunjukkan

bahwa adiponektin memiliki efek anti diabetes, anti obesitas, anti aterogenik dan

anti inflamasi , sehingga membuatnya menjadi merupakan salah satu kandidat

yang menjanjikan dalam pengobatan obesitas dalam sindroma metabolik .

Adiponektin juga memiliki efek langsung terhadap hepatosit melalui reseptor

AdipoR2 dan memiliki antiinflamasi melalui peran antagonisnya melawan TNFα. Hal ini memberikan suatu pendapat bahwa terdapat peranan hepatoprotektif

yang potensial dari adiponektin melawan fibrosis hati dan sirosis hati. 6

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa peningkatan kadar adiponektin

pada pasien SH berkorelasi positif dengan tingkat keparahan SH dan secara

negatif dengan sintesis protein hepatik. Para peneliti menyarankan bahwa

adiponektin mungkin dapat digunakan sebagai salah satu marker terhadap

kerusakan sel-sel hati dan tujuan penggunaan adiponektin untuk mengobati

resistensi insulin dan diabetes dibatasi hanya untuk pasien tanpa penyakit hati.6

Studi yang dilakukan oleh Kasser dkk (2005),mendapatkan bahwa kadar adiponektin meningkat pada pasien SH dibandingkan kontrol, dimana kadar

adiponektin ini meningkat pada setiap grup dan tidak tergantung pada etiologi

dari penyakit hatinya, yang mengesankan bahwa peningkatan adiponektin di


(33)

dianalisa kadar adiponektin pada SH berdasarkan stadium klinisnya didapatkan

bahwa peningkatan adiponektin secara signifikan meningkat pada penyakit hati

yang lebih lanjut. Hal ini memberi asumsi bahwa adiponektin dapat menjadi

indikator keparahan dari penyakit hati kronis. Selain itu mereka tidak menemukan

hubungan antara adiponektin dengan sensitifitas insulin sehingga mereka

menyatakan bahwa kadar adiponektin yang rendah bukanlah syarat untuk

terjadinya penurunan sensitifitas insulin seperti yang dapat diprediksi demikian

pada pasien yang bukan SH. Hal ini mengimplikasikan bahwa ada faktor-faktor

lain diluar adiponektin yang terlibat dalam terjadinya resistensi insulin pada

pasien SH.7

Hasil yang sama juga didapatkan oleh Sohara dkk, dimana mereka mendapatkan kadar adiponektin plasma yang tinggi pada penderita SH, dan

kadar ini meningkat secara proporsional sejalan dengan peningkatan keparahan

SH. Sementara kadar adiponektin plasma dan insulin juga berkorelasi dengan

progresi klasifikasi Child Pugh. Peningkatan insulin plasma pada pasien SH dihasilkan dari hubungan yang kompleks antara kemampuan sel β untuk mengkompensasi keadaan resistensi insulin, tingkat gangguan degradasi insulin

di hati dan hipertensi portal. Peningkatan adiponektin yang didapatkan sejalan

dengan keparahan SH juga kemungkinan disebabkan oleh karena hati

merupakan organ utama dalam metabolisme adiponektin.3,27

Apakah yang menjadi konsekuensi dari peningkatan adiponektin pada

pasien SH? Pemberian adiponektin telah ditunjukkan akan meningkatkan kerja


(34)

tipe2. Adiponektin dapat bekerja secara langsung pada hati dengan menurunkan

produksi glukosa hati. Intoleransi glukosa dan hiperinsulinemia sering terjadi

pada pasien SH. Hiperinsulinemia ini terjadi karena peningkatan sekresi insulin

oleh sel β pankreas dan penurunan pengambilan insulin dari sirkulasi, sehingga diduga peningkatan adiponektin di sirkulasi dapat merupakan usaha

patofisiologikal dari organisme untuk melawan penurunan sensitivitas insulin

pada pasien SH, dan juga menggambarkan mekanisme antiinflamasi tubuh pada


(35)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI

3.1. LATAR BELAKANG

Sirosis hati (SH) merupakan stadium tahap akhir dari perjalanan penyakit

hati kronis yang ditandai dengan adanya kegagalan hepatoseluler dan hipertensi

portal.1,2. Pada penyakit hati kronis, seperti SH dilaporkan terjadi gangguan

sensitifitas insulin yang diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti

tingginya prevalensi resistensi insulin dan intoleransi glukosa. Hampir semua

pasien SH mengalami resistensi insulin, sekitar 60-80% adalah intoleransi

glukosa, dan selanjutnya 20% berkembang menjadi Diabetes Mellitus (DM).

Pada pasien SH dilaporkan bahwa hiperinsulinemia kronis menyebabkan

resistensi insulin. Namun mekanisme penyebab dari gangguan penggunaan

glukosa oleh insulin masih belum diketahui.3 Laporan lain menunjukkan bahwa

adiponektin pada manusia secara langsung berkorelasi dengan sensitifitas

insulin dan berkorelasi secara negatif dengan kadar transaminase serum.5

Penyakit SH merupakan penyakit katabolik dimana terdapat beberapa

perubahan metabolisme diantaranya adalah peningkatan pengeluaran energi,

mengalami penurunan massa lemak tubuh dan massa sel tubuh, serta

menunjukkan peningkatan penggunaan energi dari lemak. Studi sebelumnya

pada manusia didapatkan bahwa kadar adiponektin plasma berkorelasi negatif


(36)

insulin, tingkat resistensi insulin, tekanan darah sistolik dan diastolik, kolesterol

total dan trigliserida.4

Adiponektin atau Acrp30 (Adipocyte complement-related protein) merupakan protein spesifik jaringan adipose dan merupakan protein transkrip gen yang paling banyak di adiposit, sekitar 0,01% dari semua protein. Aktifitas

biologi dari adiponektin sangat sedikit diketahui. Namun studi sebelumnya

mendapatkan konsentrasi adiponektin yang rendah pada pasien obesitas

dengan resisten insulin, DM tipe 2 dan penyakit jantung koroner. Injeksi fragmen

adiponektin akan menurunkan glukosa darah, mengatasi resistensi insulin ,

menurunkan asam lemak bebas dan menurunkan berat badan pada tikus.3,4

Pada manusia dan tikus normal, ekspresi adiponektin terbatas pada

jaringan lemak atau sel-sel adiposit didalam hati. Namun dilaporkan tikus yang

diobati dengan carbon tetrachloride menunjukkan peningkatan ekspresi protein adiponektin sebagaimana mRNA dalam hepatosit yang kemungkinan

mengimplikasikan adiponektin berkontribusi dalam kelainan metabolik yang

terjadi pada pasien SH. 4

Adiponektin pada manusia secara langsung berkorelasi dengan

sensitifitas insulin sehingga dengan demikian berkurang pada pasien obesitas

dan DM tipe 2 (Hu dkk 1996; Arita dkk 1999). Telah ditunjukkan bahwa adiponektin merangsang hati untuk mempengaruhi kerja insulin dalam

metabolisme glukosa.5

Pada penelitian yang dilakukan oleh Hui dkk 2007 terhadap pasien hepatitis kronis B di Hongkong mendapatkan bahwa kadar adiponektin serum


(37)

dapat meningkat sampai dengan 4 kali lipat pada pasien dengan tingkat fibrosis

yang lebih tinggi dan berkorelasi positif dengan tingkat fibrosis (p<0,001), dan

setelah terapi antiviral dimana terjadi penurunan tingkat fibrosis didapatkan

penurunan yang bermakna dari kadar adiponektin serum. Mereka menyimpulkan

bahwa adiponektin serum memiliki peranan dalam progresi fibrosis pada pasien

Hepatitis B kronik, dan penurunan adiponektin serum setelah terapi antiviral

menunjukkan pengurangan fibrosis hati.6

Penelitian yang dilakukan oleh Sohara dkk (2005), mendapatkan bahwa kadar adiponektin plasma tinggi pada pasien SH dibandingkan kontrol (log

adiponektin: 0,46 ± 0,12 vs 0,35 ± 0,10 μg/ml, p<0,05), peningkatan kadar ini meningkat sejalan dengan tingkat keparahan SH {Child A (n=21) p<0,05, Child B

& C (n=17) p<0,05} dan terdapat korelasi negatif antara adiponektin plasma

dengan kadar insulin pada kontrol (r = -0,429, p=0,0017), dan korelasi positif

antara adiponektin plasma dengan kadar insulin pada pasien SH (r = 0,354,

p=0,028).3

Tietge dkk 2004 juga mendapatkan adanya peningkatan yang signifikan kadar adiponektin plasma pada penderita Sirosis Hati dibanding kontrol

(15,2±1,7 vs 8,2±1,1 μg/ml, p<0,01) , hati merupakan sumber utama ekstraksi adiponektin, sementara kadar adiponektin pada SH tidak berkorelasi dengan

parameter komposisi atau metabolisme tubuh tapi secara ekslusif berkorelasi

dengan penurunan fungsi hati dan perubahan hemodinamik di hati.4

Dari berbagai latar belakang diatas kemungkinan didapatkan hubungan


(38)

tentang adiponektin khususnya pada pasien SH belum banyak di Indonesia dan

belum pernah dilakukan di Medan. Karena itulah penulis berminat melakukan

penelitian mengenai kadar adiponektin plasma pada penderita Sirosis Hati

sesuai dengan tingkat keparahan menurut kriteria Child Pugh A, B dan C di kota

Medan.

3.2 PERUMUSAN MASALAH

a) Apakah kadar adiponektin plasma meningkat pada penderita Sirosis Hati

b) Apakah kadar adiponektin plasma semakin meningkat sesuai dengan

tingkat keparahan Sirosis Hati

3.3 HIPOTESA

a) Terdapat peninggian kadar adiponektin plasma pada penderita Sirosis Hati

b) Semakin berat tingkat keparahan Sirosis Hati berdasarkan kriteria Child

Pugh semakin tinggi kadar adiponektin plasma.

3.4 TUJUAN PENELITIAN

c) Untuk mengetahui perbedaan kadar adiponektin plasma pada penderita

Sirosis Hati sesuai dengan tingkat keparahan menurut kriteria Child Pugh

d) Apakah kadar adiponektin plasma pada penderita Sirosis Hati dapat dipakai


(39)

3.5 MANFAAT PENELITIAN

Dengan mengetahui kadar adiponektin plasma pada penderita Sirosis Hati

sesuai tingkat keparahan menurut kriteria Child Pugh maka diharapkan

adiponektin dapat digunakan sebagai salah satu marker untuk menilai

tingkat keparahan Sirosis Hati.

3.6. KERANGKA KONSEPSIONAL

SIROSIS HATI

Child Pugh

A

Child Pugh

B

Child Pugh

C

Kadar Adiponektin?

3.7 METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan observasi klinik dengan pendekatan


(40)

2. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian direncanakan dilakukan mulai bulan Februari 2010 sampai

dengan Juli 2010 di RS Haji Adam Malik Medan, RSUD Pirngadi, rumah

sakit swasta dan praktek dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan

Gastroentero Hepatologi.

3. Subjek penelitian

Penderita Sirosis Hati yang rawat jalan poliklinik ataupun rawat inap di

Divisi Gastroentero Hepatologi Departemen Penyakit Dalam RS H Adam

Malik/RS Pirngadi Medan, serta pasien praktek Spesialis Penyakit

Dalam-Konsultan Gastroentero Hepatologi di Medan.

4. Kriteria inklusi

- Penderita Sirosis Hati yang berobat jalan di poliklinik dan rawat inap

Divisi Gastroentero Hepatologi Departemen Penyakit Dalam RS H

Adam Malik dan RS Pirngadi Medan, serta pasien praktek Spesialis

Penyakit Dalam-Konsultan Gastroentero Hepatologi di Medan.

- Bersedia turut serta dalam penelitian dan menandatangani persetujuan

tindakan medis

5. Kriteria eksklusi a. Penderita DM

b. Penderita PJK

c. Obesitas

d. Penderita Penyakit Ginjal Kronis stadium ≥ 3 e. Tidak bersedia mengikuti penelitian


(41)

6. Besar sampel

Perkiraan besar sampel :

(Zα+ Zβ) Sd d

2 n =

Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung nilai α yang ditentukan, untuk α=0,05 maka Zα = 1,96

Zβ = untuk β=0,10 maka Zβ = 1,282 Sd = Standart deviasi perkiraan = 1,7

d = Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna (clinical judgment) = 1,0

2

n = ( 1,96 + 1,282 ) 1,7 ≥ 30,34 ≥ 30 1,0

Jadi jumlah sampel minimal adalah 30 orang.

7. Cara penelitian

a. Setiap pasien sirosis hati yang datang berobat jalan di poliklinik

Gastroentero Hepatologi Penyakit Dalam, maupun yang dirawat inap,

dianamnese serta dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan ultrasonografi abdomen. Setelah memenuhi kriteria


(42)

mewakilinya mengisi formulir persetujuan, kemudian dilakukan

pemeriksaan darah rutin, albumin, bilirubin, waktu protrombin, KGD

puasa, adiponektin plasma, viral marker dan ditentukan kriteria Child

Pugh.

b. Kadar adiponektin plasma diperiksa di laboratorium Prodia dengan

metode ELISA dengan kit imunosorbent komersial.

8. Analisa Data

Untuk menilai adakah hubungan antara data dilakukan dengan uji

Anova. Untuk menilai korelasi diantara variabel data dilakukan

dengan uji korelasi pearson jika data terdistribusi normal dan korelasi

spearman jika data tidak terdistribusi normal. Nilai p<0,05 dianggap

bermakna secara statistik.

9. Defenisi operasional

• Sirosis hati : penyakit hati kronik yang ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan USG Abdomen.

• Skor Child Pugh

Skor ini untuk menilai cadangan fungsi hati pada pasien sirosis

hepatis yang dipublikasikan oleh Child (1964). Variabel yang

digunakan adalah kadar bilirubin serum, albumin serum, asites,

gangguan neurologis dan status nutrisi. Kemudian Pugh dkk

(1973) memodifikasi kriteria Child dimana variabel status nutrisi

diganti dengan waktu protrombin. Kelima variabel dibagi 3


(43)

berturut-turut, sehingga total dari kriteria ini dibagi 3 tingkatan

yaitu A: skor 5-6, B: skor 7-9, dan C: skor 10-15

Tabel 2. Skor Child Pugh .dikutip dari 1

Skor 1 2 3

Serum bilirubin (mg/dL) < 2 2 – 3 > 3

Serum albumin (mg/dL) > 3,5 2,8 – 3,5 < 2,8

Ascites tidak ada mudah sulit

dikontrol dikontrol

Gangguan neurologi tidak ada minimal koma

lanjut

Waktu protrombin (detik) < 4 4 – 6 >6

≠: selisih waktu protrombin dengan kontrol (detik)

• Obesitas : Perhitungan berat badan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) = BB(kg)/TB2(m2), dikatakan obesitas jika IMT ≥ 25,0 kg/m2

• Penyakit Ginjal Kronik : suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal

yang progresif, dimana klasifikasi atas dasar derajat penyakit

dibuat atas dasar Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang dihitung

berdasarkan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut : LFG

(ml/mnt) = (140-umur) x BB

72 x kreatinin


(44)

3.8. KERANGKA OPERASIONAL

Child A Penderita

Penyakit hati kronis

-Anamnese -Pemeriksaan Fisik -Laboratorium -USG Abdomen

-Skor Child Pugh

Child B

Child C

Adiponektin Analisa

Sirosis


(45)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan di poliklinik

dan rawat inap divisi Gastroentero Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

Pengambilan sampel dilakukan sejak 01 Maret 2010 sampai 31 Juli 2010.

Pengambilan sampel dilakukan kepada setiap pasien sirosis hati yang sedang

berobat jalan ke poliklinik dan rawat inap divisi Gastroentero Hepatologi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

Diagnosis sirosis hati dilakukan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,

laboratorium dan USG Abdomen.

Diinklusikan penderita Sirosis Hati yang berobat jalan di poliklinik dan

rawat inap Divisi Gastroentero Hepatologi Departemen Penyakit Dalam RS H

Adam Malik dan RS Pirngadi Medan, serta pasien praktek Spesialis Penyakit

Dalam-Konsultan Gastroentero Hepatologi di Medan dan bersedia turut serta

dalam penelitian dan menandatangani persetujuan tindakan medis. Kriteria

eksklusi adalah penderita DM, PJK, Obesitas, penyakit ginjal kronis stadium ≥ 3, dan tidak bersedia ikut dalam penelitian.

Data-data yang diperlukan dicatat oleh peneliti (anamnesa, pemeriksaan

fisik, pengukuran antropometri ,pemeriksaan laboratorium, USG abdomen).

Kemudian pasien yang memenuhi kriteria inklusi sesuai dengan jumlah sampel

(30 orang) diminta kesediaannya untuk diambil sampel darah sebanyak 5 cc dari


(46)

4.1. Karakteristik klinis dan kadar adiponektin plasma penderita Sirosis hati

Kami melakukan penelitian terhadap 30 orang subjek di unit Rawat Jalan

dan Rawat Inap RSUP H. Adam Malik, Departemen Penyakit Dalam FK USU.

Subjek penelitian adalah penderita sirosis hati yang diambil datanya dari Maret

2010 sampai dengan Juli 2010.

Kisaran usia subjek penelitian berada diantara 32-79 tahun dengan rerata

usia 52,93 ± 10,21 tahun ( tabel 1)

Tabel 1. Rerata umur penderita Sirosis Hati

Parameter Rerata ± SB Kisaran

Umur ( tahun ) 52,93 ± 10,21 32-79

Dari seluruh subjek penelitian ada 24 orang (80%) berjenis kelamin

laki-laki dan 6 orang (20%) wanita. Etiologi sirosis hati terbanyak penderita dengan

petanda virus HbsAg positif 21 orang (70%). Ada 4 orang (13,3%) penderita

sirosis hati dengan ensefalopati dan 23 orang (76,7%) dengan ascites. Dan

dengan menilai Child Pugh ada 4 orang (13,3%) penderita sirosis dengan Child

Pugh A , 10 orang (33,3%) Child Pugh B dan 16 orang (53,3%) yang Child C


(47)

Tabel 2. Karakteristik demografi dan klinis penderita sirosis hati.

Parameter Jumlah (n)

Persentase (%) Jenis Kelamin :

- laki-laki - wanita 24 6 80 20 Etiologi :

- Hepatitis B - Hepatitis C - Alkohol - Lain-lain 21 2 5 2 70 6,7 16,7 6,7 Ascites :

- tidak ada - ada

7 23

23,3 76,7 Ensefalopati :

- tidak ada - ada

26 4

86,7 13,3 Child Pugh (CP)

- CP A - CP B - CP C

4 10 16 13,3 33,3 53,3

Rerata nilai variabel laboratorium dan simpangan baku seluruh subjek

penelitian diperlihatkan pada tabel 3. Dari tabel ini dapat dilihat bahwa rerata

kadar adiponektin plasma pada penderita sirosis hati adalah 12,93 ± 6,99 µg/ml


(48)

Tabel 3. Rerata nilai laboratorium penderita sirosis hati

Parameter Rerata ± SB Kisaran

Bilirubin total (mg/dl) 4,41 ± 5,76 0,59 – 23,19

Albumin (mg/dl) 2,49 ± 0,64 1,5 – 4,3

Waktu protrombin (det) 18,75 ± 6,90 12.7 – 42,0

Trombosit (K/µl) 141,18± 177,63 34,0-993,0

SGOT (mg/dl) 127,08 ± 106,15 28 – 562

SGPT (mg/dl) 56,79 ± 31,59 17 - 136

KGD N (mg/dl) 81,47 ± 18,02 45 - 118

Adiponektin Plasma (µg/ml) 12,93 ± 6,99 1,41 - 25

Ket : SB = Simpang Baku

4.2 Kadar adiponektin plasma dan kerusakan hati.

Kadar adiponektin plasma meningkat pada pasien sirosis hati, dan secara

bermakna kadar adiponektin plasma juga meningkat secara proporsional sejalan

dengan makin meningkatnya tingkat kerusakan hati ( Child A, n=4, rerata 2,6±1,1

µg/ml, Child B n=10, rerata 9,8±3,2 µg/ml dan Child C n=16, rerata 17,5±5,6 µg/ml

p<0,001) tabel 4. Sementara kadar albumin secara bermakna menurun pada

kerusakan hati yang lebih berat (p<0,001), demikian juga dengan IMT pada

pasien sirosis semakin berkurang sejalan dengan bertambah parahnya tingkat

kerusakan hati (p<0,001) , sementara Bilirubin total, SGOT meningkat sejalan


(49)

Tabel 4. Rerata kadar adiponektin sesuai kriteria Child Pugh

Child Pugh n Kadar adiponektin Nilai p

(rerata ±SB µg/ml)

Child Pugh A 4 2,6±1,1

Child Pugh B 10 9,8±3,2 0,001

Child Pugh C 16 17,5±5,6

Child Pugh A dengan Child Pugh B 0,013

Child Pugh A dengan Child PughC 0,001

Child Pugh B dengan Child PughC 0,001

Derajat Child Pugh

CP C CP B CP A Me a n o f A d ip o n e k ti n p la s m a 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00


(50)

Tabel 5. Rerata kadar parameter klinis sesuai derajat Child Pugh

Parameter CP A CP B CP C Nilai p

IMT (kg/m2) 21,1±1,2 19,2±1,7 18,2±0,9 0,001

Bil-Tot (mg/dl) 1,0±0,3 3,4±3,5 5,9±7,1 0,254

SGOT (mg/dl) 41,8±8,9 102,5±52,9 163,8±127,8 0,07

SGPT (mg/dl) 37,9±10,8 41,6±24,6 71,0±32,9 0,02

Trombosit (K/µl) 77,3±29,1 182,1±28,8 131,6±94,2 0,59

Albumin (mg/dl) 3,5±0,6 2,6±0,4 2,2±0,5 0,001

KGD N (mg/dl) 92,8±11,2 87,6±17,9 74,8±17,4 0,082

KGD sewaktu 126±38,6 120,6±34,1 116,9±26,9 0,863

________________________________________________________________

Data ditampilkan dalam rerata±SB, IMT=indeks massa tubuh, Bil-tot=bilirubin total, KGD N=KGD puasa, SB=simpangan baku

4.3 Hubungan Adiponektin dengan parameter klinis

Untuk menilai korelasi parameter klinik dengan kadar adiponektin plama yang

distribusinya tidak normal dilakukan uji korelasi Spearman. Berdasarkan uji

korelasi Spearman didapatkan bahwa pada pasien sirosis hati kadar adiponektin

plasma berkorelasi negatif dengan IMT( r= -0,544, p<0,01) albumin (r= -0,485,

p<0,01) dan KGD puasa ( r= -0,380, p<0,05) (gambar 2) dan berkorelasi positif

dengan bilirubin total (r= 0,535, p<0,01) dan SGOT (r= 0,388,p<0,05). Tidak

ditemukan korelasi antara adiponektin plasma dengan umur, jenis kelamin, KGD


(51)

Tabel 6. Hubungan adiponektin dengan parameter klinis

Parameter r ( korelasi Spearman rho)

Umur 0,246

Jenis kelamin 0,358

IMT -0,544**

Bil Tot 0,535**

SGOT 0,388*

SGPT 0,332

Albumin -0,485**

KGDN -0,380*

KGD sewaktu 0,017

Trombosit 0,264

Protrombin time 0,003

________________________________________________________________

** korelasi bermakna p<0,01 *korelasi bermakna p<0,05


(52)

A

index massa tubuh

22.0 21.0 20.0 19.0 18.0 17.0 16.0 A d ip o n e k ti n p la s m a 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00

R Sq Linear = 0.363

Y=28,5-0,12x B albumin 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 A d ip o n e k ti n p la s m a 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00

R Sq Linear = 0.283

Y=3,1-0,05x

Gambar 2. korelasi adiponektin plasma dengan A. IMT (r = -0,54, p<0,01)


(53)

BAB V PEMBAHASAN

Sirosis hati paling sering dijumpai pada usia dekade kelima dimana

perbandingan jenis kelamin pria dan wanita berkisar antara 2,5-4:1 dengan

etiologi tersering virus hepatitis B.1,2 Studi kami memperlihatkan hal yang sama

dimana penderita sirosis hati dijumpai pada usia rerata 52,93 ± 10,21 tahun

dengan kisaran 32-79 tahun , dimana perbandingan pria dan wanita 4:1 dengan

etiologi terbanyak oleh karena virus hepatitis B yaitu 21 orang (70%).

Penemuan penting yang didapatkan pada studi ini adalah 1. kadar

adiponektin plasma yang tinggi pada pasien sirosis hati dibanding nilai normal

(12,93 ± 6,99 µg/ml vs 5-10 µg/ml), 2. kadar adiponektin plasma juga meningkat

secara proporsional sejalan dengan meningkatnya tingkat keparahan sirosis hati

( Child A : Child B : Child C = 2,6±1,1 µg/ml : 9,8±3,2 µg/ml : 17,5±5,6 µg/ml,

p<0,001). 3. Adanya korelasi yang positif antara adiponektin plasma dengan

bilirubin total dan SGOT dan korelasi negatif antara adiponektin plasma dengan

IMT, albumin dan KGD puasa.

Adiponektin telah menarik perhatian dalam penelitian yang merupakan

hormon yang disekresikan oleh adiposit yang dapat meregulasi kadar gula darah

di sirkulasi, mengatasi resistensi insulin, dan menyebabkan penurunan berat

badan. Juga dilaporkan bahwa pasien obesitas dengan resistensi insulin, DM

tipe 2 atau penyakit jantung koroner memiliki konsentrasi adiponektin yang


(54)

bahwa kadar adiponektin menurun pada pasien obesitas, dan penurunan berat

badan akan menyebabkan kadar adiponektin plasma meningkat. Dari hal ini

maka diduga bahwa kadar adiponektin plasma pada pasien sirosis hati akan

meningkat oleh karena pasien sirosis cenderung malnutrisi, seperti yang kami

dapatkan dalam studi ini bahwa kadar adiponektin berkorelasi negatif dengan

IMT pasien sirosis hati ( r=-0,544, p<0,01, gambar 2).

Pada studi ini kami mendapatkan peningkatan kadar adiponektin plasma

dibanding nilai normal dan peningkatan ini secara signifikan meningkat sejalan

dengan peningkatan keparahan Child pugh (gambar 1). Hal ini sesuai dengan

studi yang didapatkan oleh Sohara dkk 2005 dimana mereka mendapatkan peningkatan kadar adiponektin plasma pada pasien sirosis hati (38 orang)

dibanding kontrol (30 orang) dimana log adiponektin (µg/ml) 0,46 ±0,12 vs

0,35±0,10 , p<0,005 dan peningkatan ini sejalan dengan makin meningkatnya

tingkat kerusakan sirosis hati (p<0,005). Tapi pada studi mereka tidak didapatkan

korelasi yang bermakna antara adiponektin dengan IMT dan KGD puasa (IMT

pasien sirosis tidak berbeda dengan IMT kontrol) dimana hal itu semua kami

dapatkan pada studi ini.

Demikian juga studi oleh Tietge dkk (2004) mendapatkan hasil serupa dimana mereka mendapatkan adanya peningkatan yang signifikan kadar

adiponektin plasma pada penderita Sirosis Hati dibanding kontrol (15,2±1,7 vs

8,2±1,1 μg/ml, p<0,01), sementara Hui dkk 2007 yang melakukan studi terhadap pasien hepatitis kronis B di Hongkong mendapatkan bahwa kadar adiponektin


(55)

serum dapat meningkat sampai dengan 4 kali lipat pada pasien dengan tingkat

fibrosis yang lebih tinggi dan berkorelasi positif dengan tingkat fibrosis (p<0,001)

Peningkatan adiponektin pada sirosis hati yang didapatkan oleh beberapa

penelitian sebelumnya menurut Sohara dkk (2005) menyatakan bahwa peningkatan adiponektin yang bertahap pada penderita sirosis hati dan sejalan

dengan peningkatan skor Child Pugh disebabkan karena hati merupakan organ

utama metabolisme adiponektin, demikian juga menurut studi oleh Tietge dkk memperlihatkan bahwa hati merupakan sumber utama ekstraksi diponektin dan

kadar adiponektin plasma pada sirosis secara bermakna meningkat pada pasien

sirosis dibandingkan normal disebabkan berkurangnya fungsi hati dan

hemodinamik hepatik, selain itu peningkatan adiponektin di sirkulasi dapat

merupakan usaha patofisiologikal dari organisme untuk melawan penurunan

sensitifitas insulin pada pasien SH, dan juga menggambarkan mekanisme

antiinflamasi tubuh pada penyakit hati kronis.

Dalam studi ini kami juga mendapatkan adanya korelasi yang negatif

antara adiponektin plasma dengan IMT, albumin dan KGD puasa yang artinya

semakin tinggi adiponektin maka IMT, albumin dan KGD puasanya akan

menurun demikian sebaliknya. Demikian juga dengan korelasi adiponektin

dengan Bilirubin total dan SGOT dimana didapatkan korelasi yang positif yang

berarti juga semakin tinggi kadar bilirubin maka kadar adiponektinnya juga

semakin tinggi.

Hasil yang kami dapatkan pada studi ini semakin memperjelas bahwa


(56)

pada pasien SH, dan peningkatan adiponektin secara signifikan meningkat pada

penyakit hati yang lebih lanjut. Hal ini memberi asumsi bahwa adiponektin dapat

menjadi indikator keparahan dari sirosis hati.

Keterbatasan dari studi ini adalah bahwa studi ini merupakan studi potong

lintang dengan pengukuran variabel hanya dilakukan satu kali, sehingga hasilnya

tidak dapat dipakai untuk menilai perkembangan dan mortalitas subjek

selanjutnya, diperlukan studi yang membandingkan bagaimana kadar

adiponektin plasma pada pasien sirosis hati dengan membandingkannya dengan

baku emas untuk sirosis hati yaitu biopsi hati ataupun fibroscan, juga untuk

menilai sensitifitas dan spesifitas adiponektin sebagai marker untuk menilai

tingkat kerusakan hati. Untuk melengkapi studi ini perlu dilakukan studi serupa

yang menggunakan rancangan kohort yang lebih baik dan jumlah sampel yang

lebih besar.


(57)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN

Dari hasil yang ditemukan dan pembahasannya dari studi ini dapat

diajukan kesimpulan sebagai berikut :

1. Rerata kadar adiponektin pada pasien sirosis hati lebih tinggi dari nilai

normalnya.

2. Peningkatan kadar adiponektin ini meningkat secara bermakna sejalan

dengan peningkatan tingkat kerusakan sirosis hati menurut kriteria

Child Pugh.

3. Terdapat korelasi yang negatif yang bermakna antara adiponektin

plasma dengan IMT, albumin dan KGD puasa, dan korelasi yang

positif antara adiponektin plasma dengan Bilirubin total dan SGOT.

6.2. SARAN

1. Hasil penelitian ini menunjukkan kadar adiponektin plasma dapat

dipakai sebagai salah satu marker untuk menilai tingkat kerusakan

sirosis hati.

2. Perlu untuk dilakukan penelitian yang melibatkan subjek lebih

banyak dan dengan rancangan serta cara yang lebih baik untuk

memperoleh bukti adanya korelasi kadar adiponektin berdasarkan skor

Child Pugh dengan biopsi hati atau fibroscan pada penderita sirosis


(58)

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah S. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , edisi IV

jilid II, Jakarta, Pusat penerbitan Departemen Ilmu penyakit dalam FK UI.,

2006 hal 445-448

2. Kusumobroto O Hernomo, Sirosis Hati, dalam buku ajar Ilmu Penyakit

Hati, edisi I, Jakarta, Jayabadi, 2007, hal 335-345

3. Sohara N, Takagi H, Kakizaki S, Sato K, Mori M, Elevated plasma

adiponectin concentrations in patients with liver cirrhosis correlate with

plasma insulin level, Liver International 2005 ; 25: 28-32

4. Tietge , J.F.Uwe, Boker HW Klaus, Manns P Michael, Bahr J Matthias ,

Elevated circulating adiponectin levels in liver cirrhosis are associated with

liver function and altered hepatic hemodynamics, Am J Physiol Endocrinol

Metab, 2004; 287 : E84-E89

5. Bermejo Lopez Abel, Botas Patricia, Funahashi Tohru et al Adiponectin,

hepatocellular dysfunction and insulin sensitivity, Clinical Endocrinology

(2004) 60, 256-263

6. CK Hui, HY Zhang, NP Lee, et al. Serum adiponectin is increased in

advancing liver fibrosis and declines with reduction in fibrosis in chronic

hepatitis B. Journal of Hepatology August 2007;47(2): 191-202.

7. Kaser S, Moschen A, Ludwiject O, Circulating adiponectin reflects severity

of liver disease but not insulin sensitivity in liver cirrhosis, Journal of


(59)

8. Picardi Antonio, D’Avola Delia, Vespasiani umberta et al, Diabetes in

chronic liver disease: from old concepts to new evidence, Diabetes Metab

Res Rev; 2006; 22: 274-283

9. Diez J Juan, Iglesias Pedro, The role of the novel adipocyte-derived

adiponectin in human disease, European Journal of endocrinology (2003)

148; 293-300

10. Perin, PC, Casseder M, Bozzo C, et al, Mechanism of insulin resistance in

human liver cirrhosis. Evidence of a combined receptor and post receptor

defect, J Clin Invest May 1985; 75: 1659-1665

11. A.Bahar, F.Azizi, Insulin resistance and β cell function in patients with chronic hepatitis and impaired glucose tolerance, Int J Endocrinol Metab

2007; 4: 179-187.

12. Bugianesi Elisabetta, McCullough J Arthur, Marceshini G, Insulin

resistance: A Metabolic Pathway to chronic Liver Disease, Hepatology

2005; 42: 987-1000

13. Letiexe MR, Schreen AJ, Gerhard L Paul et al, Insulin secretion,

clearance and action on glucose metabolism in cirrhotic patients. Journal

of clinical endocrinology and metabolism 1993; 1263-1266

14. Arita Y, Kihara S, Ouchi N et al, Paradoxical decrease of an adipocyte

specific protein, adiponectin, in obesity, Biochemical and Biophysical


(60)

15. Erding Hu, Peng Lian, and Bruce M. Spiegelman, AdipoQ Is a Novel

Adipose-specific Gene Dysregulated in Obesity, the journal of biological

chemistry, 1996, Vol. 271, No. 18, Issue of May 3, pp. 10697–10703

16. Claudia Menzaghi, Vincenzo Trischitta, and Alessandro Doria, Genetic

influences of adiponectin in insulin resistance, and cardiovascular disease,

Diabetes 2007;56:1198–1209,

17. Ding Xiaokun, Saxena K Neeraj, Lin Songbai et al, The role of leptin and

adiponectin, a novel paradigm in adipocytokine regulator of liver fibrosis

and stellate cell biology, American Journal of Pathology, 6 June 2005, vol

166; 6:1655-1669

18. Kadowaki Takashi, Yamauchi Toshimasa, Adiponectin and adiponectin

receptors Endocrine review ; 2005; 26 (3) : 439-451

19. Petrides.S.Alexander, Vogt Christop, Berge SD, Matthews D, Strohmeyer

G, Pathogenesis of Glucose Intolerance and Diabetes Mellitus in

Cirrhosis, Hepatology; 1993,19: 616-627

20. Kaser S, Moeschen A, Adiponectin and its receptors in non-alcoholic

steatohepatitis, Gut 2005; 54; 117-121

21. Singhal A, Jamieson Nigel, Adiponectin Predicts Insulin resistance but not

endothelial function in Young, Healthy Adolescents, The Journal of Clinical

Endocrinology & Metabolism 90(8) : 4615-4621

22. Taura Naota, Ichikawa Tatsuki, Hamasaki K, et al, Association Between

Liver Fibrosis and Insulin Sensitivity in Chronic Hepatitis C Patients,


(61)

23. Alizadeh MHA, Fallahian Farrahnaz, Alafian MS et al, Insulin Resistance

in Chronic Hepatitis B and C, Indian Journal of Gastroenterology 2006 Vol

25:286-288

24. Pegano Claudia, Soardo Giorgio, Esposito Walter et al, Plasma

adiponectin is decrease in nonalcoholic fatty liver disease, European

Journal of endocrinology (2005) 152: 113-118

25. Bugianesi Elisabetta, Pagotto Uberto, Plasma Adiponectin in Nonalcoholic

Fatty Liver is Related to Hepatic Insulin Resistance and Hepatic Fat ontent,

not to Liver Disease Severity, The Journal of Clinical Endocrinology &

Metabolism 90 (6): 3498-3504.

26. Yagmur Eray, Weiskirchen Ralf, Gressner M A, Trautwein C, Tache Frank,

Insulin Resistance in Liver Cirrosis is Not Associated With Circulating

Retinol Binding Protein 4, Diabetes Care volume 30, number 5: 1168-1172.

27. Matsuzawa Y, Funahashi T, Kihara S, Shimomura I. Adiponectin and

Metabolic Syndrome. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2004;24:29-33

28. Tacke Frank, Wuetefed T, Horn Rudger et al, High Adiponectin in chronic

liver disease and cholestasis suggest biliary route of adiponectin

excretion in vivo, Journal of Hepatology; 42 (2005) 666-673

29. Kadowaki T, Yamauchi T, Kubota N et al, Adiponectin and adiponectin

receptors in insulin resistance, diabetes, and the metabolic syndrome, the


(62)

30. Compean Garcia Diego,Quintana JOJ, Garza MH, Hepatogenous

Diabetes, Current views of an ancient problem, Annals of hepatology,

2009, 8; 13-20

31. Motoshima H, Wu Xiangdong, K Mahdur et al, Differential Regulation of

Adiponectin Secretion from cultured Human Omental and Subcutaneous

Adipocytes: Effects of Insulin and Rosiglitazone, The Journal of Clinical

Endocrinology & Metabolism 87(12):5662–5667

32. Goldstein BJ, Scalia R. Adiponectin: A Novel Adipokine Linking

Adipocytes and Vascular Funtion. J Clin Endocrinol Metab 2004;

89(6):2563-2568.

33. Chandran M, Philips SA, Ciaraldi T, Henry RR. Adiponectin : More than

Just Another Fat Cell Hormone?. Diabetes Care 2003;26(8):2442-2450.

34. Daimon M, Oizumi T, Saitoh T, et al. Decreased Serum Levels of

Adiponectin are a Risk Factor for the Progression to Type 2 Diabetes in

the Japanese Population. Diabetes Care 2003;26:2015-2020

35. Petrides A, Stanley T, Matthews ED et al, Insulin resistance in Cirrhosis :

Prolonged reduction of hyperinsulinemia normalizes insulin sensitivity,

Hepatology, 1998; 28; 1: 141-149

36. Compean D, Quintana JOJ, Gonzales Alberto J, Garza MH, Liver

Cirrhosis and diabetes : Risk factor, pathofisiology clinical implication and

management , World J Gastroenterol 2009, 21 ;15: 280-288

37. Kadowaki T, Yamauchi T. Adiponectin and Adiponectin Receptors.


(63)

38. Knobler H, Zhornicky T ,Sandler A et al Tumor Necrosis Alfa induced

insulin resistance may mediate the hepatitis C virus, Diabetes association,

American journal of gastroenterology, 2003; 98, 12: 2751-2756

39. Hotta K, Funahashi T, Arita Y, et al. Plasma Concentrations of a Novel,

Adipose-Specific Protein, Adiponectin, in Type 2 Diabetic Patients.

Arterioscler Thromb Vasc Biol 2000;20:1595-1599.

40. Tsocatzis E, Papatheodoridis VG, Archimandritis JA, The Evolving Role

of Leptin and Adiponectin in chronic Liver Diseases, Am J Gastroenterol

2006;101:2629–2640

41. Lihn AS, Pederson BS, Adiponectin, action,regulation and association to


(64)

. LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Bapak/Ibu Yth,

Saya dr Lenni Evalena Sihotang, saat ini sedang menjalani Program Pendidikan

Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik Medan dan saya

sedang melakukan penelitian yang berjudul : “ KADAR ADIPONEKTIN PLASMA PADA TINGKATAN KEPARAHAN SIROSIS HATI “.

Penelitian ini mencoba menganalisa kadar adiponektin pada berbagai tingkatan

keparahan pada penderita Sirosis Hati. Peningkatan kadar adiponektin pada

penderita Sirosis hati semakin meningkat sejalan dengan tingkat keparahannya

artinya semakin tinggi nilai adiponektin plasmanya semakin berat kerusakan

hatinya. Guna membuktikan kadar adiponektin plasma pada tingkatan keparahan

Sirosis Hati, maka saya mengikutsertakan bapak/ibu penderita Sirosis Hati dalam

penelitian ini untuk dilakukan pemeriksaan adiponektin plasma.

Untuk itu saya akan mencatat identitas bapak/ibu (Nomor urut penelitian, tanggal

berobat, nomor rekam medis, nama, umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan,

pendidikan, alamat), gejala dan tanda penyakit yang bapak/ibu derita. Pada


(65)

adiponektin plasma. Dengan adanya hasil pemeriksaan kadar adiponektin

plasma ini, bapak/ibu dapat mengetahui nilai kadar adiponektin dalam darah

bapak/ibu, sehingga bapak/ibu dapat mengetahui seberapa berat tingkat

keparahan penyakit hati yang bapak/ibu derita. Dalam mengikuti penelitian ini,

bapak/ibu tidak dikenakan biaya apa-apa.

Bapak/Ibu Yth,

Manfaat yang bapak/ibu peroleh dari penelitian ini adalah adanya hasil

pemeriksaan kadar adiponektin plasma dapat diketahui berapa nilai kadar

adiponektin plasma bapak/ibu, sehingga bapak/ibu dapat mengetahui seberapa

berat tingkat keparahan penyakit hati yang bapak/ibu derita

Bapak/Ibu Yth

Untuk memeriksakan adiponektin plasma ini, maka bapak/ibu akan diambil

darahnya setelah bapak/ibu berpuasa mulai jam 10 malam sampai diambil darah

pada jam 8 pagi harinya untuk mendapatkan hasil yang akurat. Setelah

pengambilan darah ini bapak/ibu sudah diperbolehkan untuk sarapan dan darah

yang diambil tadi akan dibawa ke laboratorium Prodia untuk diperiksa kadar

adiponektinnya.

Bapak/Ibu Yth,

Pemeriksaan kadar adiponektin plasma setelah pemeriksaan ini dilakukan tidak


(1)

LAMPIRAN 6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. DATA PRIBADI

Nama : Lenni Evalena Sihotang

NIP : 140 362 006

Pangkat /Golongan : Penata / III c

Tempat/ tgl lahir : Medan, 10 Februari 1974 Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. AR Hakim/Pendidikan lrg Horas no 8 Medan II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD RK 1 Sibolga : Ijazah tahun 1986 2. SMP Fatima Sibolga : Ijazah tahun 1989 3. SMA St Thomas 1 Medan : Ijazah tahun 1992 4. Fak.Kedokteran USU Medan : Ijazah tahun 1998 III. Riwayat Pekerjaan

1. Dokter PTT di Puskesmas Teluk Singkawang Kecamatan Teluk Singkawang, Kabupaten Bungo Tebo, Provinsi Jambi 1999-2001

2. PNS di RSUD Muara Bungo, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi 2001- 2005.


(2)

1. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

2. Persatuan Ahli Penyakit Dalam (PAPDI)

V. KARYA ILMIAH DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM.

1. Lenni Sihotang, Ameliana P, Dasril Efendi, Leonardo B Dairy, Gontar A Siregar, Juwita Sembiring, Mabel Sihombing, Betthin Marpaung, Sri M Sutadi, Lukman H Zain, Diverticular Bleeding in Upper Gastrointestinal Tract, PIN XIV PPHI KONAS XIII PGI –PEGI 2007, Shangrila Hotel, Surabaya, 12-15 Juli 2007

2. Lenni Sihotang, R. Tunggul Sukendar, Zulhemi Bustami, Salli R. Nasution. Evaluasi Tentang Penggunaan Akses Femoral Pada Pasien Hemodialisis di RSUP. H. Adam Malik Medan. Kongres Nasional X PERNEFRI & Annual Meeting 2008. Bandung, 28-30 November 2008.

VI. PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH.

1. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update III 2004. Medan, 17-18 September 2004.

2. Peserta pada Workshop USG Gastroentero-Hepatologi Update III 2005, Medan, 17-18 September 2005

3. Peserta pagi Farmaka ‘Pengenalan dan penanggulangan Klinis Praktis Anxietas’, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan 14 Mei 2005


(3)

4. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update IV 2006, Medan 8-9 September 2006

5. Peserta Workshop USG Gastroentero-Hepatologi Update IV 2006, Medan 07 September 2006

6. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update IV 2006, Convention Hall Hotel Danau Toba Medan, 08-09 September 2006

7. Peserta Kongres Nasional PETRI XII, PERPARI VIII, PKWI IX, Simposium Infections Update III 2006 PETRI-PERPARI-PKWI Cabang SUMUT. Medan, 28-29 Juli 2006.

8. Panitia Pelatihan Penatalaksanaan Diabetes Melitus bagi Dokter Spesialis Penyakit Dalam , Medan 24-27 Mei 2007

9. Peserta Workshop EKG in daily Practice , Meda 14 April 2007

10. Peserta Road Show PAPDI 2007 Which Anti Hypertension’s giving the smart solution for asian? Hotel Tiara Medan 14 April 2007

11. Peserta pada Pertemuan Ilmiah Nasional ke XIV Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Kongres ke XIII PGI,PEGI , Surabaya 12-15 Juli 2007 12. Pembicara pada Pertemuan Ilmiah Nasional ke XIV PPHI, Kongres ke

XIII PGI, PEGI, Surabaya 12-17 Juli 2007

13. Peserta DHF course II “Meningkatkan Kepedulian Masyarakat Terhadap Demam Berdarah Dengue”, Medan 24 Februari 2007

14. Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) VIII 2007 Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU. Medan, 8-10 Maret 2007.


(4)

15. Peserta pada The 4th New Trend in Cardiovascular Management Theme From Infant to Adult, Medan 15 -16 Juni 2007

16. Pesrta simposium Current issuees : Urinary tract stone, prostate and overactive bladder, Medan 3 Maret 2007

17. Peserta Workshop dan Simposium Gastroentero-Hepatologi Update V , Medan 09-10 Nopember 2007

18. Panitia Pelatihan Edukator Diabetes Dasar, divisi Endokrin dan Metabolik Dept Ilmu Peny.Dalam RSUP H Adam Malik, Medan 23-26 Juli 2007

19. Peserta “Simposium of Venous Thromboembolism “, Perhimpunan Trombosis Hemostasis Indonesia cabang Medan, Medan, 26 Juli 2008 20. Peserta Pletaal simposium “Update on Management of vascular events”,

Medan 2 Februari 2008.

21. Peserta simposium “New Era in Therapeutic Options” Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IX 2008 Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan, 17-19 April 2008.

22. Peserta simposium “Fucoidan, Nature’s Way for Faster Peptic Ulcer Healing”. Medan, 14 Juni 2008.

23. Peserta simposium ” ONTARGET : A land mark trial in Cardio & Vascular protection”. Departemen Kardiologi & Kdokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Sumatera Utara. Medan, 5 Juli 2008


(5)

25. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update VI 2008, Hotel Danau Toba Medan , 17-18 Oktober 2008.

26. Peserta pada KONAS X Pernefri & Annual Meeting 2008, Bandung 28-30 Nopember 2008

27. Pembicara pada KONAS X Pernefri & Annual Meeting 2008, Bandung 28-30 Nopember 2008

28. Peserta simposium “ Festschrift Prof.Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH. Medan , 10 November 2008

29. Peserta Simposium “Landmark trial in management of hipertension & Diabetes” . PAPDI Sumut. Medan, 7 Maret 2009

30. Peserta Simposium “Update on diabetes management and medical nutrition therapy “. Medan, 17 April 2010.

31. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update VII 2009. Mdan, 9-10 Oktober 2009.

32. Peserta Workshop on Osteoporosis “ Osteoporosis Crunch Time”. Medan, 8 Agustus 2009.

33. Peserta workshop Achieving Ambitious Glycaemic Target in Diabetes “Stepwise Intensification of Insulin Treatment from Basalto Basal Plus/Bolus” Medan 12 Juli 2009.

34. Peserta Simposium 11th Annual Scientific Meeting Internal medicine Depatrment of Internal Medicine , Medan 1-3 April 2010.

35. Peserta pad 2nd Regional Symposium of Thrombosis Hemostasis”, Medan, 5 Juni 2010


(6)

36. Peserta workshop “Practics, Diagnostic, and management of Hepatitis B&C “ dalam rangka HUT FK USU ke 58 Medan, 15 Juli 2010.

37. Peserta roadshow “Medical Skill Upgrade” (MEDSKUP) workshop Gastroentero-hepatologi, Meda 17 Juli 2010.

38. Peserta Workshop Injeksi Intra Artikular pada Rheumatology Update 2010, Medan 30 Juli 2010.

39. Peserta simposium Rheumatology Update 2010 Clinical Rheumatology in Daily Practice, Medan 31 Juli-1 Agustuss 2010.