ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN

(Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011)

Skripsi Dimaksudkan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh: ACHMAD KHABHIBI NIM. F 1110001 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

MOTTO

Sapa wruha yen wus dadi, ingsun weruh pesti nora, ngarani namanireki

(Sunan Kalijaga)

Dalam hidup nyata dan dalam perjuangan yg tak mudah, kita bukan tokoh dalam dongeng dan mitos yang gagah berani dan penuh sifat

kepahlawanan. Kita,yang bukan tokoh mitos, yang punya anak istri dan keluarga, mengenal rasa takut.Tapi bahwa meskipun takut kita jalan terus, dan berani melompati pagar batas ketakutan tadi,mungkin

disitu harga kita ditetapkan (Gus Dur)

Sabar berarti siap menderita (Mahatma Gandhi)

Hanya tahu saja tidak cukup, kita harus mempraktekkannya. Menginginkan saja tidak cukup, kita harus berusaha

(Leonardo da Vinci)

Lebih baik jadi motivator, walaupun kita belum bisa seperti motivasi

yang kita berikan kepada orang lain. (Astutie Dessy Saputri)

PERSEMBAHAN

1. Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya.

2. Simbah Kakung & Putri terima kasih atas doanya.

3. Bapak & Ibu, terima kasih atas doa, dan pengorbanannya.

4. Semua keluarga serta saudaraku kartasura & solo terimakasih atas dukungannya.

5. Astutie Dessy Saputri terima kasih atas motivasinya.

6. Semua teman-teman KP 2007 dan EP 2010 terima kasih telah membantu.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karuniaNya sehingga penulis selalu diberikan petunjuk, kesabaran dan ketekunan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011).

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan skripsi ini dapat selesai berkat bantuan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Guntur Riyanto, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan ilmu dan bimbingan serta motivasi dengan sabar kepada penulis.

2. Bapak Drs. Wisnu Untoro, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Drs.Sutanto, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

4. Bapak dan Ibu dosen serta para staf Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bimbingan dan ilmu selama penulis menuntut ilmu di Universitas Sebelas Maret.

5. Bapak & Ibu yang tak pernah lelah selalu berdoa dengan memberi perhatian dan dukungan yang terbaik sehingga penulis dapat semangat dalam perjuangan penyelesaian studi di Universitas Sebelas Maret.

6. Untuk Adek ku (Achmad Arif Husein / Genk) yang telah memberikan bantuan dukungan dan motivasi kepada penulis.

7. Simbah Kakung & Putri terimakasih wejangan dan doanya, serta Saudara- Saudara Kartasura dan Solo terimakasih atas perhatiannya.

8. Buat semua Sahabat-Sahabatku Mahasiswa Ekonomi Pembangunan transfer 2010 yang telah memberikan pelajaran berharga berupa solidaritas yang sangat erat dan berkesan serta game-game tentang canda tawa yang berawal dari rintisan kelas 207 (kelas paten) sejarah membuka meniti waktu dan tak pernah lekang oleh waktu di benak serta pikiranku, semuanya akan menjadi satu lagi Sahabat, setelah nama-nama kalian nanti terkenal dan terkenang sukses dalam mengarungi waktu. Hidup EP New Face in future!!

9. Untuk IPNU dan PMII ku, Jayalah selalu Engkau adalah buku pendewasaanku sampai saat ini. Jaya selalu IPNU! Tangan terkepal maju ke muka untuk PMII Ku!

10. Para sahabat-sahabat tercinta yang selalu ada dalam suka dan duka serta setia, Sadhu (sang maha guru), Topik (100% sudah control), Agha (sertifikasi playboy), Abdul (Gedhul), Arta (sudah kelar), Bang Jerri (guru cinta), Setyawan (Thengkleng pelipur lara), Widi, Alvian (gonjang ganjing), Nur Hadi (Tabis), Andre, Rinto, and the others.

11. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis ”Matur nuwun sanget”.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis mengharapkan kritik dan saran demi kebaikan dan kesempurnaan dalam skripsi ini. Akhir kata penulis mohon maaf atas semua kesalahan baik disengaja maupun tidak dan semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat.

Surakarta, Januari 2013

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii HALAMAN MOTTO ........................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

G. Analisis Data dan Pembahasan ……………………………………….. 69

1. Uji Pemilihan Model ……………………………………………… 69

2. Uji Statistik………………………………………………………… 70

3. Uji Asumsi Klasik ………………………………………………… 73

H. Interpretasi Ekonomi …………………………………………………. 74 BAB V PENUTUP ............................................................................................ 78

A. Kesimpulan ........................................................................................... 80

B. Saran ....................................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1 Tingkat Kemiskinan di Indonesia tahun 2010-2011........................

3 Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa

Tengah menurut Daerah Tahun 2010 –2011 ...................................

Tabel 1.3 Tingkat Kemiskinan di Pulau Jawa 2010-2011 (Persen) ................

6 Tabel 1.4 JumlahKabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Rata-Rata

Tingkat Kemiskinan Tahun 2010-2011 ...........................................

7 Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2010- 2011 (persen) .............................................................

7 Tabel 1.6 Perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah Tahun 2010-2011 (Rupiah) ............................................................. 10 Tabel 1.7 Tingkat Pengangguran terbuka di Jawa Tengah Tahun 2010-2011 (persen)............................................................... 10 Tabel 4.1 Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 (persen) ........................................................................ 62 Tabel 4.2 Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 (persen) ........................................................................ 64 Tabel 4.3 Upah Minimum Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2011 (rupiah) ............................................................... 66 Tabel 4.4 Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 (persen) ........................................................................ 68 Tabel 4.5 Hasil Persamaan Regresi Pertumbuhan Ekonomi, Upah

Minimum dan Tingkat Pengangguran, Terhadap Tingkat Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2011 ........................................

Tabel 4.6 Uji t .................................................................................................

Tabel 4.7 Uji F ................................................................................................. 71 Tabel 4.8 Uji R² ...............................................................................................

Tabel 4.9 Uji Multikolonieritas .......................................................................

Tabel 4.10 Uji Glejser ...................................................................................

Tabel 4.11 Uji Kolmogrov – Smirnov .......................................................... 74

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ………………………………………… 47

ABSTRAKSI

Achmad Khabhibi F1110001 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi (Y), Upah Minimum Kabupaten/Kota (U) dan tingkat pengangguran (P) terhadap tingkat kemiskinan 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Diduga secara parsial variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota dan tingkat pengangguran berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan dan variabel Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh pembuktian dari sebuah hipotesis. Pengumpulan data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Sampel yang digunakan sebanyak 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dengan metode ordinary least square (OLS) . Analisis data menggunakan pengujian statistik dengan bantuan program SPSS 18. Dalam menganalisis digunakan teknik analisis regresi linier berganda, dengan uji statistik (uji t, uji F, koefisien determinasi (R²), serta uji asumsi klasik (uji multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan normalitas).

Hasil penelitian menunjukkan dengan uji terhadap koefisien regresi secara parsial (uji t) dengan α = 5% menunjukan dua variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota dan tingkat pengangguran, berpengaruh signifikan terhadap

tingkat kemiskinan sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan . Hasil Uji F dengan α = 5% menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum Kabupaten/Kota dan tingkat pengangguran berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

Kata Kunci : Tingkat kemiskinan (K), Pertumbuhan Ekonomi (Y), Upah

Minimum Kabupaten/Kota (U), tingkat pengangguran (P) ordinary least square (OLS).

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal dan selalu ada di setiap peradaban manusia. Oleh karena itu beralasan sekali bila mengatakan bahwa kebudayaan umat manusia dalam setiap zamannya tidak pernah lepas dari orang-orang miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini (Samsubar Saleh, 2002).

Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir, dkk 2008).

Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas, Chambers (dalam Chriswardani Suryawati, 2005) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.

Dilihat dari sisi etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik Dilihat dari sisi etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik

Problematika kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah Indonesia sebagai sebuah negara. Dalam negara yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Mengamati jumlah dan populasi di bawah garis kemiskinan penduduk miskin di Indonesia pada periode tahun 2010-2011 (Tabel 1.1) tingkat kemiskinan mengalami kecenderungan menurun. Berdasarkan laporan BPS, penduduk miskin tingkat nasional dalam periode 2010-2011 tingkat kemiskinan turun dimana pada tahun 2010 sekitar 13,33 persen dan pada tahun 2011 sekitar 12,49 persen. peristiwa seperti ini bisa menjadi tolak ukur bagi pemerintah, apakah realisasi dalam mengurangi kemiskinan berjalan dengan berkelanjutan atau tidak, walaupun fenomena tingkat kemiskinan setiap tahun menurun, pemerintah juga jangan merasa puas dengan hasil yang ada, tetapi berkelanjutan dalam mengatasi kemiskinan adalah penting, karena apabila harga barang-barang kebutuhan pokok naik di tahun mendatang maka akan terjadi inflasi dan berakibat kepada penduduk yang tergolong tidak miskin dengan penghasilan disekitar garis kemiskinan dan berakibat pergeseran posisi menjadi miskin.

Tabel 1.1 Tingkat Kemiskinan di Indonesia tahun 2010-2011

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang)

Persentase Penduduk

Miskin (%)

Garis Kemiskinan (rupiah)

Kota Desa

Kota + Desa

Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik) Tahun 2012, diolah

Dari hasil perhitungan di atas, usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan harus di upayakan terus secara berkelanjutan, agar supaya dapat di tekan lagi tingkat kemiskinan di Indonesia pada umumnya dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah khususnya. Menurut ukuran jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah dari periode tahun 2010-2011 (Tabel 1.2) yang terjadi juga mengalami kecenderungan menurun dimulai pada tahun 2010 dengan jumlah persentase penduduk miskin di Jawa Tengah sebesar 16,56 persen dan sampai pada tahun 2011 menjadi 16,21 persen. Keberhasilan Provinsi Jawa Tengah memperlihatkan pengaruh yang positif. Hal ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang mengalami pola yang menurun.

Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah menurut Daerah Tahun 2010 –2011

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin

(ribu orang)

Persentase Penduduk

Kota + Desa

BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, Tahun 2011 Sumber

Deklarasi Milenium Bangsa ‐Bangsa, menyebutkan tujuan–tujuan Millenium Development Goals (MDGs) di mana tujuannya itu adalah bahwa pada tahun 2015, 189 negara anggota Perserikatan Bangsa ‐Bangsa berkomitmen untuk pertama, Memberantas Deklarasi Milenium Bangsa ‐Bangsa, menyebutkan tujuan–tujuan Millenium Development Goals (MDGs) di mana tujuannya itu adalah bahwa pada tahun 2015, 189 negara anggota Perserikatan Bangsa ‐Bangsa berkomitmen untuk pertama, Memberantas

Dengan deklarasi Milenium Bangsa-Bangsa di atas, bisa digunakan sebagai motivasi pemerintah agar upaya penangggulangan kemiskinan di Jawa Tengah selalu di usahakan dan berkelanjutan, jadi dengan upaya itu, program lima pilar “Grand Strategy” bisa berjalan dengan baik dan berhasil. Pertama, perluasan kesempatan kerja, ditujukan untuk menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan. Kedua, pemberdayaan masyarakat, dilakukan untuk mempercepat kelembagaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat dan memperluas partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin kehormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar. Ketiga, peningkatan kapasitas, dilakukan untuk pengembangan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan. Keempat, perlindungan sosial, dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelomnpok rentan dan masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan yang disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial. Kelima, kemitraan regional, dilakukan untuk pengembangan dan menata ulang hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional, dan internasional guna mendukung pelaksanaan ke empat strategi diatas (Bappeda Jateng, 2007).

Tujuan provinsi Jawa Tengah dalam keberhasilan menanggulangi kemiskinan juga perlu ada perbandingan dengan Provinsi di Pulau Jawa yang lain, meskipun secara perhitungan dari tahun 2010 sampai pada tahun 2011 mengalami penurunan. terlihat dari Tujuan provinsi Jawa Tengah dalam keberhasilan menanggulangi kemiskinan juga perlu ada perbandingan dengan Provinsi di Pulau Jawa yang lain, meskipun secara perhitungan dari tahun 2010 sampai pada tahun 2011 mengalami penurunan. terlihat dari

Tabel 1.3 Tingkat Kemiskinan di Pulau Jawa 2010-2011 (Persen)

Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2012, diolah

Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah merupakan tingkat kemiskinan agregat dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Tabel 1.4 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah masih tidak merata, dan sebagian besar tingkat kemiskinannya masih tinggi. Ada tiga Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat kemiskinan dibawah 10 persen, yaitu Kabupaten Kudus, Kota Salatiga dan Kota Semarang sedangkan yang lainya diatas 10 persen. Ini mengindikasikan usaha pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan belum merata ke seluruh Kabupaten/Kota. Untuk itu perlu dicari faktor- faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan di seluruh Kabupaten/Kota, sehingga dapat digunakan sebagai acuan bagi tiap Kabupaten/Kota dalam usaha mengatasi kemiskinan.

Provinsi

2010 2011 Rata-rata

DKI Jakarta

3,48 3,75

3,61

Jawa Barat

11,27 10,65

10,96

Jawa Tengah 16,56 16,21

16,38

DI Yogyakarta 16,83 16,08

16,45

Jawa Timur

15,26 14,23

14,74

Banten

7,16 6,32

6,74

Menurut penelitian yang dilakukan (Ravi Dwi Wijayanto, 2010) faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan adalah PDRB, pendidikan dan pengangguran. Dari ketiga faktor tersebut memiliki hubungan yang negatif terhadap kemiskinan. Sedangkan penelitian yang dilakukan (Adit Agus Prasityo, 2010) selain faktor-faktor tersebut, masih terdapat faktor lain yaitu Upah Minimum Kabupaten/Kota (U).

Tabel 1.4 JumlahKabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Rata-Rata Tingkat Kemiskinan Tahun 2010-2011

Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2011, diolah

Permasalahan kemiskinan harus selalu diupayakan solusi yang tepat karena proses pembangunan perlu memerlukan pendapatan nasional yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Pembangunan nasional dilaksanakan merata di seluruh tanah air dan tidak untuk satu golongan atau sebagian masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat Indonesia, serta harus benar-benar dapat dirasakan seluruh rakyat, (Suparmoko, 2006).

Pertumbuhan ekonomi memang tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang dibutuhkan, walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan berarti bagi penurunan masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan pemerataan pendapatan (Wongdesmiwati, 2009).

Rata-Rata Tingkat Kemiskinan

Jumlah Kabupaten/Kota

0%-10%

11%-20%

20

21%-30%

31%-40%

Tabel 1.5 PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Dan Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010- 2011 (persen)

Tahun

PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah)

Pertumbuhan Ekonomi

Sumber BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, Berbagai Tahun Terbitan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah memberikan gambaran kinerja pembangunan ekonomi dari waktu ke waktu. Produk Domestik regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan digunakan untuk menunjukan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dari tahun ke tahun. Tabel 1.5 menunjukkan bahwa dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan dari 4,92 persen di tahun 2010 menjadi 4,91 persen di tahun 2011.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah Kebijakan upah minimum. Di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Gagasan upah minimum yang sudah dimulai dan dikembangkan sejak awal tahun 1970-an bertujuan untuk mengusahakan agar dalam jangka panjang besarnya upah minimum paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM), sehingga diharapkan dapat menjamin tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta keluarga dan sekaligus dapat mendorong peningkatan produktivitas kerja dan kesejahteraan buruh (Sonny Sumarsono, 2003). Hal tersebut disebabkan karena pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya. Menurut (Mankiw, 2003), upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran. Selain itu, upah juga Faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah Kebijakan upah minimum. Di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Gagasan upah minimum yang sudah dimulai dan dikembangkan sejak awal tahun 1970-an bertujuan untuk mengusahakan agar dalam jangka panjang besarnya upah minimum paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM), sehingga diharapkan dapat menjamin tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta keluarga dan sekaligus dapat mendorong peningkatan produktivitas kerja dan kesejahteraan buruh (Sonny Sumarsono, 2003). Hal tersebut disebabkan karena pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya. Menurut (Mankiw, 2003), upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran. Selain itu, upah juga

Penetapan tingkat upah yang dilakukan pemerintah pada suatu negara akan memberikan pengaruh terhadap besarnya tingkat pengangguran yang ada. Semakin tinggi besaran upah yang ditetapkan oleh pemerintah maka hal tersebut akan berakibat pada penurunan jumlah orang yang bekerja pada negara tersebut (Kaufman dan Hotchkiss, 1999). Menurut J.R. Hicks (dalam Kaufman dan Hotchkiss, 1999) Teori penetapan upah dalam suatu pasar bebas sebenarnya merupakan kasus khusus dan teori nilai umum. Upah adalah harga tenaga kerja.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Asep Suryahadi, dkk, 2003), peningkatan pada upah minimum akan memiliki dampak yang buruk pada tenaga kerja sektor formal di

perkotaan, kecuali pada pekerja ”white-collar”. Jika peningkatan dalam upah minimum mengurangi pertumbuhan tenaga kerja pada sektor modern di bawah pertumbuhan pada

populasi angkatan kerja, maka akan semakin banyak pekerja yang tidak terampil akan dipaksa untuk menerima upah yang lebih rendah dengan kondisi kerja yang buruk dalam sektor informal. Di samping itu, peningkatan upah juga dapat menyebabkan bertambahnya pengangguran karena perusahaan mengambil kebijakan efisiensi pekerja. Perkembangan upah minimum di Jawa Tengah mengalami kecenderungan meningkat, dari 660.000 rupiah di tahun 2010 sampai 675.000 rupiah di tahun 2011.

Tabel 1.6 Perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah Tahun 2010-2011 (Rupiah)

Sumber BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, Berbagai Tahun Terbitan

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah pengangguran. Besarnya tingkat pengangguran merupakan cerminan kurang berhasilnya pembangunan di suatu negara. Pengangguran dapat mempengaruhi kemiskinan dengan berbagai cara (Tambunan, 2001). Di Jawa Tengah besarnya tingkat pengangguran bergerak secara naik turun di berbagai tahun. Tetapi, dapat diketahui bahwa tingkat pengangguran cenderung mengalami penurunan. Tingkat pengangguran dari tahun 2010 sampai tahun 2011 menurun. Pada tahun 2011 sebesar 6,21 persen menjadi 5,93 persen pada tahun 2010.

Tabel 1.7

Tingkat Pengangguran terbuka di Jawa Tengah

Tahun 2010-2011 (persen)

BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, Berbagai Tahun Terbitan Sumber

Pada hakekatnya pembangunan daerah dianjurkan tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi saja namun juga mempertimbangkan bagaimana kemiskinan yang dihasilkan dari suatu proses pembangunan daerah tersebut. Menurut Esmara (dalam Deni Tisna, 2008) dalam ilmu ekonomi dikemukakan berbagai teori yang membahas tentang bagaimana pembangunan ekonomi harus ditangani untuk mengejar keterbelakangan. Sampai akhir tahun 1960, para ahli ekonomi percaya bahwa cara terbaik untuk mengejar keterbelakangan ekonomi adalah dengan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi setinggi- tingginya, sehingga dapat melampaui tingkat pertumbuhan penduduk. Dengan cara tersebut

Tahun

UMP

Tahun

pengangguran

Dalam penelitian ini, tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah menjadi masalah yang akan diteliti, dimana diperlukan adanya analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tersebut meliputi Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Tingkat Pengangguran.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, Provinsi Jawa Tengah memiliki tingkat kemiskinan peringkat kedua di antara Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa. Rata-rata tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah selama periode tahun 2010-2011 sebesar 16,38 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi, yang ditunjukkan oleh nilai PDRB atas dasar harga konstan selama periode tahun 2010-2011 mengalami penurunan dari 4,92 persen pada tahun 2010 dan 4,91 persen pada tahun 2011. Namun, tingkat upah minimum provinsi mengalami kecenderungan naik dari mulai 660.000 rupiah pada tahun 2010, menjadi 675.000 rupiah pada tahun 2011. Tingkat pengangguran yang tinggi mempengaruhi tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, memiliki kecenderungan menurun mulai dari tahun 2010 sekitar 6,21 persen menjadi 5,93 persen pada tahun 2011.

B. Rumusan Masalah

Kemiskinan merupakan salah satu tolok ukur sosio ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah di suatu daerah. Banyak sekali masalah-masalah sosial yang bersifat negatif timbul akibat meningkatnya kemiskinan.

Di Provinsi Jawa Tengah pada periode tahun 2010-2011 menunjukkan bahwa penduduk miskin tergolong masih cukup tinggi yaitu mencapai 16,38 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa belum meratanya hasil usaha pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam mengatasi masalah kemiskinan di seluruh Kabupaten/Kota, padahal dampak kemiskinan sangat buruk terhadap perekonomian Indonesia. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan di seluruh Kabupaten/Kota, sehingga dapat digunakan sebagai dasar kebijakan bagi tiap Kabupaten/Kota dalam usaha mengatasi kemiskinan di Jawa Tengah.

Atas dasar permasalahan diatas maka persoalan penelitian yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan secara parsial?

2. Bagaimana pengaruh upah minimum kabupaten/kota terhadap tingkat kemiskinan secara parsial?

3. Bagaimana pengaruh tingkat pengangguran terhadap kemiskinan secara parsial?

4. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum kabupaten/kota dan tingkat pengangguran secara bersama-sama?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan secara parsial.

2. Menganalisis pengaruh upah minimum kabupaten/kota terhadap tingkat kemiskinan secara parsial.

3. Menganalisis pengaruh tingkat pengangguran terhadap tingkat kemiskinan secara parsial.

4. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum kabupaten/kota dan tingkat pengangguran secara bersama-sama.

D. Kegunaan penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada:

1. Pengambil Kebijakan Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna di dalam memberikan informasi yang berguna di dalam memahami pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum kabupaten/kota dan tingkat pengangguran, serta menjadi bahan masukan untuk merumuskan berbagai kebijakan di masa yang akan datang.

2. Ilmu Pengetahuan Secara umum hasil penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu ekonomi khususnya ekonomi pembangunan. Manfaat khusus bagi ilmu pengetahuan yakni dapat melengkapi kajian mengenai tingkat kemiskinan dengan mengungkap secara empiris faktor-faktor yang mempengaruhinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemiskinan

1. Definisi Kemiskinan

Secara etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik mendefinisikan

kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002). Lebih jauh disebutkan kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non- makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold ).

Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam ukuran kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lainnya seperti tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum. Pada umumnya terdapat dua indikator untuk mengukur tingkat kemiskinan di suatu wilayah, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Mengukur kemiskinan dengan mengacu pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut, sedangkan konsep kemiskinan yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif (Tambunan, 2001).

a. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut merupakan ketidakmampuan seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum yang diperlukan untuk hidup setiap hari. Kebutuhan minimum tersebut diterjemahkan dalam ukuran finansial (uang). Nilai minimum tersebut digunakan sebagai batas garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil, sehingga dapat ditelusuri kemajuan yang diperolah dalam menanggulangi kemiskinan pada level absolut sepanjang waktu.

World bank menggunakan ukuran kemiskinan absolut ini untuk menentukan jumlah penduduk miskin. Menurut world bank, penduduk miskin adalah mereka yang hidup kurang dari US$1 per hari dalam dolar PPP (Purchasing Power Parity). Akan tetapi, tidak semua negara mengikuti standar minimum yang digunakan world bank tersebut, karena bagi negara-negara berkembang level tersebut masihlah tinggi, oleh karena itu banyak negara menentukan garis kemiskinan nasional sendiri dimana kriteria yang digunakan disesuaikan dengan kondisi perekonomian masing-masing negara.

Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) menentukan kemiskinan absolut Indonesia merupakan ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum energi kalori (2.100 kilo kalori per kapita per hari) yang dipergunakan tubuh dan kebutuhan dasar minimum untuk sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan kebutuhan dasar lain.

b. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencapai standar kehidupan yang ditetapkan masyarakat setempat sehingga proses penentuannya sangat subyektif. Mereka yang berada dibawah standar penilaian tersebut dikategorikan sebagai miskin secara relatif. Kemiskinan relatif ini digunakan untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan.

2. Sumber dan Sebab terjadinya Kemiskinan

Menurut Nasikun dalam Chriswardani Suryawati (2005), beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu:

a. Policy induces processes, yaitu proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan, diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan,

b. Socio-economic dualism, negara bekas koloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor,

c. Population growth, perspektif yang didasari oleh teori Malthus, bahwa pertambahan

penduduk seperti deret ukur, sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung,

d. Resaurces management and the environment, adalah unsur mismanagement sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas,

e. Natural cycle and processes, kemiskinan terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal dilahan kritis, dimana lahan itu jika turun hujan akan terjadi banjir, akan tetapi jika e. Natural cycle and processes, kemiskinan terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal dilahan kritis, dimana lahan itu jika turun hujan akan terjadi banjir, akan tetapi jika

f. The marginalization of woman, peminggiran kaum perempuan karena masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang lebih rendah dari laki-laki,

g. Cultural and ethnic factors, bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan. Misalnya pada pola konsumtif pda petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan,

h. Exploatif intermediation, keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti rentenir,

i. Internal political fragmentation and civil stratfe, suatu kebijakan yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, yang dapat menjadi penyebab kemiskinan, j. International processe, bekerjanya sistem internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi miskin.

3. Ciri-Ciri Kemiskinan

Menurut (Hartomo dan Aziz, 1997) mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu :

a. Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup,

modal maupun keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki sendiri sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas,

b. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan maupun modal usaha, sedangkan syarat tidak terpenuhi untuk memperoleh kredit perbankan seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling b. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan maupun modal usaha, sedangkan syarat tidak terpenuhi untuk memperoleh kredit perbankan seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling

c. Tingkat pendidikan mereka yang rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar. Waktu

mereka habis tersisa untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi untuk belajar. Anak-anak mereka tidak dapat menyelesaikan sekolah, karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan atau menjaga adik-adik di rumah, sehingga secara turun- temurun mereka terjerat dalam keterbelakangan garis kemiskinan,

d. Kebanyakan mereka tinggal di pedesaan. Banyak diantara mereka tidak memiliki tanah, walaupun ada kecil sekali. Umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar petani, karena pertanian bekerja dengan musiman maka kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak diantara mereka kemudian bekerja sebagai “pekerja bebas”, berusaha

apa saja. Dalam keadaan penawaran tenaga kerja yang besar maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung mereka dibawah garis kemiskinan, di dorong dengan kesulitan hidup di desa maka banyak diantara mereka mencoba berusaha di kota,

e. Kebanyakan diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak

mempunyai keterampilan atau pendidikan, sedangkan kota di banyak negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa. Apabila di negara- negara maju pertumbuhan industri menyertai urbanisasi dan pertumbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota, maka urbanisasi di negara berkembang tidak disertai proses penyerapan tenaga dalam perkembangan industri. Bahkan, sebaliknya perkembangan teknologi di kota justru menarik pekerjaan lebih banyak tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota dalam kantong- mempunyai keterampilan atau pendidikan, sedangkan kota di banyak negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa. Apabila di negara- negara maju pertumbuhan industri menyertai urbanisasi dan pertumbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota, maka urbanisasi di negara berkembang tidak disertai proses penyerapan tenaga dalam perkembangan industri. Bahkan, sebaliknya perkembangan teknologi di kota justru menarik pekerjaan lebih banyak tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota dalam kantong-

1) perbedaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan,

2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh negara yang berlainan,

3) perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya,

4) perbedaan peranan sektor swasta dan negara,

5) perbedaan struktur industri,

6) perbedaan derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain,

7) perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan

Pengaruh kemiskinan dengan beberapa aspek ekonomi terdiri dari tiga komponen utama sebagai penyebab kemiskinan masyarakat, faktor tersebut adalah tingkat pertumbuhan ekonomi (PDRB), upah minimum, tingkat pengangguran, pendidikan, kesehatan dan bukan hanya itu saja seperti Upah Minimum Kabupaten/Kota juga menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan. penelitian yang dilakukan (Ravi Dwi Wijayanto, 2010) Dari ketiga faktor tersebut memiliki hubungan yang negatif terhadap kemiskinan. Sedangkan penelitian yang dilakukan (Adit Agus Prasityo, 2010) selain faktor-faktor tersebut, masih

terdapat faktor lain yaitu Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Salah satu unsur yang menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatan/upah. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila kondisi tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) dapat terwujud. Pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi pendapatan masyarakat, dan itu akan mengurangi tingkat kemakmuran yang telah tercapai. Semakin terdapat faktor lain yaitu Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Salah satu unsur yang menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatan/upah. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila kondisi tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) dapat terwujud. Pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi pendapatan masyarakat, dan itu akan mengurangi tingkat kemakmuran yang telah tercapai. Semakin

a. Definisi Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Prof. Simon Kuznets (dikutip dari Budiono, 1999) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Hal tersebut menjadikan pertumbuhan ekonomi dicirikan dengan 3 hal pokok, antara lain:

1) Laju pertumbuhan perkapita dalam arti nyata (riil),

2) Persebaran atau distribusi angkatan kerja menurut sektor kegiatan produksi yang menjadi sumber nafkahnya,

3) Pola persebaran penduduk. Menurut Todaro (dikutip dari Tambunan, 2001) sampai akhir tahun 1960, para ahli ekonomi percaya bahwa cara terbaik untuk mengejar keterbelakangan ekonomi adalah dengan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya sehingga dapat melampaui tingkat pertumbuhan penduduk. Dengan cara tersebut, angka pendapatan per kapita akan meningkat sehingga secara otomatis terjadi pula peningkatan kemakmuran masyarakat dan pada akhirnya akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Akibatnya, sasaran utama dalam pembangunan ekonomi lebih ditekankan pada usaha-usaha pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akan tetapi, pembangunan yang dilakukan pada negara yang sedang berkembang sering mengalami dilema antara pertumbuhan dan pemerataan. Pembangunan ekonomi mensyaratkan pendapatan nasional 3) Pola persebaran penduduk. Menurut Todaro (dikutip dari Tambunan, 2001) sampai akhir tahun 1960, para ahli ekonomi percaya bahwa cara terbaik untuk mengejar keterbelakangan ekonomi adalah dengan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya sehingga dapat melampaui tingkat pertumbuhan penduduk. Dengan cara tersebut, angka pendapatan per kapita akan meningkat sehingga secara otomatis terjadi pula peningkatan kemakmuran masyarakat dan pada akhirnya akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Akibatnya, sasaran utama dalam pembangunan ekonomi lebih ditekankan pada usaha-usaha pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akan tetapi, pembangunan yang dilakukan pada negara yang sedang berkembang sering mengalami dilema antara pertumbuhan dan pemerataan. Pembangunan ekonomi mensyaratkan pendapatan nasional

Robert Solow mengemukakan model pertumbuhan ekonomi yang disebut model pertumbuhan Solow. Model tersebut berangkat dari fungsi produksi agregat sebagai berikut:

Y = A . F (K,L)

Dimana Y adalah output nasional (kawasan), K adalah modal (kapital) fisik, L adalah tenaga kerja dan A merupakan teknologi. Faktor yang mempengaruhi pengadaan modal fisik adalah investasi. Y juga akan meningkat jika terjadi perkembangan dalam kemajuan teknologi yang terindikasi dari kenaikan A. Oleh karena itu pertumbuhan perekonomian nasional dapat berasal dari pertumbuhan input dan perkembangan kemajuan teknologi yang disebut juga pertumbuhan total faktor produktivitas.

Model solow dapat diperluas sehingga mencakup sumberdaya alam sebagai salah satu input. Dasar pemikirannya yaitu output nasional tidak hanya dipengaruhi K dan L tapi juga dipengaruhi oleh lahan pertanian atau sumberdaya alam lainnya seperti cadangan minyak. Perluasan model solow lainnya adalah dengan memasukkan sumberdaya manusia sebagai modal (Human Capital). Dalam literatur, teori pertumbuhan seperti ini terkategori sebagai pertumbuhan endogen dengan pionirnya Lucas dan Romer. Lucas menyatakan bahwa akumulasi modal manusia, sebagaimana akumulasi modal fisik Model solow dapat diperluas sehingga mencakup sumberdaya alam sebagai salah satu input. Dasar pemikirannya yaitu output nasional tidak hanya dipengaruhi K dan L tapi juga dipengaruhi oleh lahan pertanian atau sumberdaya alam lainnya seperti cadangan minyak. Perluasan model solow lainnya adalah dengan memasukkan sumberdaya manusia sebagai modal (Human Capital). Dalam literatur, teori pertumbuhan seperti ini terkategori sebagai pertumbuhan endogen dengan pionirnya Lucas dan Romer. Lucas menyatakan bahwa akumulasi modal manusia, sebagaimana akumulasi modal fisik

Secara sederhana dengan demikian fungsi produksi agregat dapat dimodifikasi menjadi sebagai berikut:

Y = A . F (K,H,L)

Pada persamaan diatas, H adalah sumberdaya manusia yang merupakan akumulasi dari pendidikan dan pelatihan. Menurut (Mankiw et. Al, 1992) kontribusi dari setiap input pada persamaan tersebut terhadap output nasional bersifat proporsional. Suatu negara yang memberikan perhatian lebih kepada pendidikan terhadap masyarakatnya ceteris paribus lebih baik daripada yang tidak melakukannya. Dengan kata lain, investasi terhadap sumberdaya manusia melalui kemajuan pendidikan akan menghasilkan pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Apabila investasi tersebut dilaksanakan secara relative merata, termasuk terhadap golongan berpendapatan rendah, maka kemiskinan akan berkurang. Sehingga dapat di simpulkan bahwa apabila pertumbuhan ouput meningkat yang dipengaruhi investasi terhadap sumberdaya manusia maka dapat menurunkan kemiskinan.

(Kuncoro, 2004) menyatakan bahwa pendekatan pembangunan tradisional lebih dimaknai sebagai pembangunan yang lebih memfokuskan pada peningkatan PDRB suatu provinsi, kabupaten, atau kota. Sedangkan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Saat ini umumnya PDRB baru dihitung berdasarkan dua pendekatan, yaitu dari sisi sektoral / lapangan usaha dan dari sisi penggunaan. Selanjutnya PDRB juga dihitung berdasarkan harga berlaku dan (Kuncoro, 2004) menyatakan bahwa pendekatan pembangunan tradisional lebih dimaknai sebagai pembangunan yang lebih memfokuskan pada peningkatan PDRB suatu provinsi, kabupaten, atau kota. Sedangkan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Saat ini umumnya PDRB baru dihitung berdasarkan dua pendekatan, yaitu dari sisi sektoral / lapangan usaha dan dari sisi penggunaan. Selanjutnya PDRB juga dihitung berdasarkan harga berlaku dan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Badan Pusat Statistik (BPS) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun, sedang Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar dimana dalam perhitungan ini digunakan tahun 1993. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (Sadono Sukirno, 2005), sedangkan menurut BPS Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku digunakan untuk menunjukkan besarnya struktur perekonomian dan peranan sektor ekonomi.

Untuk lebih jelas dalam menghitung angka-angka Produk Domestik Regional Bruto ada tiga pendekatan yang cukup kerap digunakan dalam melakukan suatu penelitian :

1) Menurut pendekatan Produksi Dalam pendekatan produksi, Produk Domestik Regional Bruto adalah menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksikan oleh suatu kegiatan ekonomi di daerah tersebut dikurangi biaya antara masing-masing total produksi bruto tiap kegiatan sub sektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu. Nilai tambah merupakan 1) Menurut pendekatan Produksi Dalam pendekatan produksi, Produk Domestik Regional Bruto adalah menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksikan oleh suatu kegiatan ekonomi di daerah tersebut dikurangi biaya antara masing-masing total produksi bruto tiap kegiatan sub sektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu. Nilai tambah merupakan