21
4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar SD-SLP;
5. Berstatus sosial menengah tidak rendah dan tinggi dengan harapan tidak
terlali tinggi mobilitasnya; 6.
Pekerjaan bertani atau buruh; 7.
Memiliki kebanggan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya; 8.
Dapat berbahsa Indonesia; dan 9.
Sehat jasmani dan rohani: sehat jasmani maksudnya tidak cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan-
pertanyaan dengan tepat, sedangkan sehat rohani maksudnya tidak gila atau pikun.
Pada dasarnya sistem kebahasaan seorang informan yang memenuhi kriteria informan sudah lengkap. Artinya, peneliti dapat menggali seluruh aspek
kebahasaan sebuah isolek pada diri seorang informan terpilih. Akan tetapi, kesalahan memilih informasi masih mungkin terjadi dan setiap penutur pada
dasarnya memilih idioleknya sendiri. Dengan demikian, perbedaan kebahasan antar-informasi yang memuhi kriteria informan masih mungkin ada. oleh karena
itu, jumlah informan pada setiap titik pengamatan atau daerah pengamatan adalah tiga orang dengan ketentuan satu orang sebagai informan utama dan dua orang
sebagai informan pembanding. Untuk keakuratan tiga informan setiap daerah pengamatan atau jumlah ganjil lebih dari satu adalah cukup layak.
Kriteria informan yang digunakan dalam penelitian ini sesuai kriteria yang tercantum di atas. Peneliti memilih informasi yang memenuhi kriteria agar
mendapatkan data yang sebenarnya.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian dialektologi pada dasarnya ada dua macam, yakni metode simak dan metode cakap. Metode dan teknik
pengumpulan data pada penelitian dialektologi ini adalah metode cakap. Metode cakap adalah berupa percakapan peneliti dengan informan. Metode cakap
menggunakan teknik dasar berupa teknik pancing karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode cakap itu hanya dimungkinkan muncul
Universitas Sumatera Utara
22
jika peneliti memberi pancingan pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan peneliti Mahsun, 1995. Pancingan itu untuk
membuat informan menyampaikan kata-kata yang diinginkan oleh peneliti berupa kosa kata dasar yang telah disusun oleh peneliti dalam daftar pertanyaan.
Taknik dasar dalam metode cakap diteruskan ke dalam teknik lanjutan berupa cakap semuka. Peneliti langsung mendatangi setiap daerah pengamatan
dan melakukan percakapan memalui daftar pertanyaan yang telah disediakan kepada informan. Teknik rekam dan teknik catat juga digunakan peneliti untuk
melengkapi dan memperkuat data yang dihasilkan. Peran informan sebagai sumber informasi dan sekaligus bahasa yang digunakan itu mewakili bahasa
kelompok tutur di daerah pengamatannya masing-masing. Dengan teknik pengumpulan data tersebut diperoleh sejumlah data leksikon yang berbentuk kata
dasar seperti ciŋkuŋ ‘beruk’, babito ‘buaya’, sli? ‘lihat’, majo ‘makan’ dan buŋin
[pasir].
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode padan, yaitu metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ
wicara. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu, yaitu penentuan artikulatoris. Teknik ini bertujuan untuk mentukan bunyi-bunyi bahasa
yang bervariasi pada daerah pengamatan. Teknik ini dilanjutkan dengan teknik hubung banding menyamakan dan membedakan. Teknik ini bertujuan untuk
mencari kesamaan hal pokok dari pembedaan dan penyamaan yang dilakukan. Teknik ini sebagai penentu untuk mencari kesamaan dan perbedaan tentang data
secara leksikal. Misalnya, variasi leksikal isolek bahasa Jambi pada bidang leksikon dapat dilihat pada tabel berikut
Universitas Sumatera Utara
23
Tabel II. Variasi Leksikal Isolek Bahasa Jambi
Metode padan kemudian dilanjutkan dengan metode berkas isoglos dan metode dialektrometri. Metode berkas isoglos yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode pemilahan isolek atas dialek dan subdialek dengan mempertimbangkan
kualitas isoglos-isoglos
yang mempersatukan
serta memperbedakan daerah-daerah pengamatan terhadap lambang-lambang dalam
peta bahasa. Isoglos pada dasarnya merupakan garis imajiner yang diterapkan pada sebuah peta Lauder dalam Mahsum, 1995:124.
Cara pembuatan isoglos adalah: 1.
Membuat garis melengkung atau garis lurus pada peta yang terdapat dalam daerah-daerah pengmatan. Garis tersebut berfungsi menyatukan daerah-
daerah pengamatan yang memiliki gejala kebahasaan yang sama dan membedakan daerah-daerah pengamatan yang memiliki gejala kebahasaan
yang sama; 2.
Membuat isoglos yang realisasi bentuknya memiliki sebaran yang paling luas;
Gloss Bahasa Jambi
Titik Pengamatan Keterangan
Lebar [lɛbaR]
[limpah [tembam]
2 1, 3
4, 5 Beda Leksikon
Besar [bәsa?]
[gedaŋ] [mabo?]
2, 3 4, 5
1 Beda Leksikon
Lihat [tɛŋo?]
[sli?] 1, 2, 3, 5
4 Beda Leksikon
Universitas Sumatera Utara
24
3. Setiap penomen perbedaan hanya dihitung satu isoglos, tanpa
memperhatikan jenis perbedaannya sebagi korespondensi atau variasi. Setelah semua peta telah dibubuhi isoglos, diambil sebuah peta dasar
untuk membuat sebuah berkas isoglos. Pengelompokan isoglos yang kemudian disalin pada peta dasar itulah yang disebut berkas isoglos.
Peneliti juga menggunakan metode dialektometri. Metode ini merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk melibatkan berapa jauh perbedaan dari
persamaan yang terdapat pada tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat tersebut Revier dalam Mahsun,
1995:118. Dalam persentase status dialek yang diteliti digunakan rumus:
S x n
= d
Keterangan : S = Jumlah beda dengan daerah pengamatan lain
n = Jumlah peta yang diperbandingkan d = Jarak kosa kata dalam persentase
Hasil yang diperoleh berupa presentase jarak unsur-unsur kebahasaan di antara daerah-daerah pengamatan itu selanjutnya digunakan untuk menentukan
hubungan antardaerah pengamatan tersebut, yaitu: Perbedaan bidang leksikon:
81 ke atas : dianggap perbedaan bahasa
51 – 80
: dianggap perbedaan dialek 31
– 50 : dianggap perbedaan subdialek
21 – 30
: dianggap perbedaan wicara di bawah 20
: dianggap tidak ada perbedaan
Ada dua cara penghitungan dengan dialektometri, yaitu segitiga antardaerah pengamatan dan permutasi antardaerah pengamatan. Penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
25
menggunakan penghitungan dengan segitiga antardaerah pengamatan dengan beberapa ketentuan, yaitu:
1. Daerah yang diperbandingkan adalah daerah yang letaknya masing-
masing mungkin melakukan komunikasi; 2.
Setiap daerah pengamatan yang mungkin melakukan komunikasi secara langsung di hubungkan dengan sebuah garis yang membentuk
segitiga; 3.
Garis-garis pada segitiga dialektrometri tidak boleh saling berpotongan, sebaiknya dipilih lokasi yang memiliki yang memiliki
kedekatan satu sama lain Mahsun, 1995;119.
Hal yang harus diperhatikan dalam penerapan dialektrometri di atas adalah: 1.
Jika pada sebuah daerah pengamatan ditemukan lebih dari satu bentuk untuk menyatakan suatu makna dan salah satu katanya digunakan di
daerah yang diperbandingkan, maka perbedaan dianggap tidak ada; 2.
Bila daerah pengamatan yang dibandingkan itu, salah satu di antaranya tidak memiliki bentuk sebagai realisasi suatu makna, maka dianggap
perbedaan; 3.
Jika daerah pengamatan yang dibandingkan itu tidak memiliki bentuk untuk merealisasikan suatu makna tertentu, maka daerah-daerah
pengamatan itu dianggap sama; 4.
Dalam penghitungan dialektometri pada bidang leksikon, perbedaan fonologi dan morfologi yang muncul harus dikesampingkan;
5. Hasil perhitungan dipetakan dengan sistem konstruksi pada peta
segitiga dilektometri.
Dengan perhitungan
secara dialektrometri
terhadap antardaerah
pengamatan tersebut dapat mengetahui status isolek di Kecamatan Danau Teluk antara Desa Olak Kemang, Desa Tanjung Pasir, Desa Ulu Gedong, Desa Tanjung
Raden dan Desa Pasir Panjang apakah merupakan perbedaan bahasa, dialek, subdialek atau wicara untuk leksikon.
Universitas Sumatera Utara
26
3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data