Produksi Etanol Teknik Analisis Data 1 Seleksi Toleransi Galur

Pada semua perlakuan, pH mengalami penurunan. pH awal pada substrat adalah 4,71 sedangkan pH akhir pada perlakuan s1, s2, s3 dan s4 berturut-turut adalah 4,05, 4,01, 4,05 dan 4,18 Lampiran 9. Nilai pH awal media akan mempengaruhi kenerja S. cerevisiae. Laju fermentasi gula cenderung intensif pada pH 3,5 sampai pH 6,0 Goebol 1987. Khamir dapat tumbuh pada pH 2,0 sampai pH 8,0, sedangkan pH optimum pertumbuhannya adalah antara pH 4 sampai pH 6, tergantung pada temperatur, ketersediaan oksigen dan galurnya Neelakantam et al. 2005. Nilai pH optimum berhubungan dengan aktifitas membran plasma dalam mengangkut protein dan kinerja enzim. Penting bagi khamir untuk mempertahankan pH instraselular tetap konstan selama pertumbuhnya. Enzim berperan sangat penting selama pertumbuhan dan metabolisme. Enzim bekerja optimal dalam keadaan asam. Hal tersebut dipengaruhi oleh sifat alami khamir sebagai organisme asidofilik. Ketika pH extraselular melebihi atau kurang dari pH optimum maka sel khamir perlu mengambil energi untuk memompa ion hidrogen ke dalam atau ke luar sel dalam usaha mempertahanan pH intraselular tetap optimal Narendranath et al. 2001, Thomas 2002. Nilai pH s2 ada jam ke-12 dan ke-24 mengalami penurunan yang paling besar diantara perlakuan yang lain Gambar 5. Penurunan pH diikuti dengan penurunan gula. Pada jam ke 0 sampai 24 tersebut diduga bahwa gula digunakan oleh S. cerevisiae untuk pembentukan asam bukan pembentukan etanol. Hal tersebut didukung oleh pembentukan etanol yang relatif kecil pada akhir proses fermentasi. Semakin besar penurunan pH maka etanol yang terbentuk akan semakin sedikit. Penurunan pH terbesar terjadi pada perlakuan s2 yaitu sebesar 0,7 diikuti perlakuan s1 dan s3 sebesar 0,66 dan yang paling kecil penurunannya adalah perlakuan s4 sebesar 0,56. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan kemampuan masing-masing galur dalam mengubah senyawa intermediat menjadi biomassa saat keadaan respirasi aerob dan etanol saat fermentasi anaerob di dalam sitoplasma. Pada keadaan aerob akan terbentuk senyawa intermediet berupa asam- asam organik seperti asam furoik yang berasal dari furfural, asam asetat yang berasal dari asetaldehid dan asam-asam di dalam siklus asam trikarboksilat TCA Shuler dan Kargi. 1992 . Pada penelitian ini S. cerevisiae melakukan respirasi dan fermentasi. Penumpukan asam-asam organik akan membuat keadaan semakin asam sehingga menurunkan pH Narendranath et al. 2001. Selain penumpukan asam-asam organik selama fermentasi, penurunan pH juga bisa disebabkan penumpukan ion H + . Pada penelitian ini sumber nitrogen yang digunakan adalah amonium hidroksida NH 4 OH. NH 4 OH di dalam larutan akan terionisasi menjadi NH 4 + dan OH - , dimana NH 4 + akan digunakan oleh S. cerevisiae untuk pembentukan sel. S. cerevisiae akan mengubah NH 4 + menjadi R-NH 3 + dengan melepaskan ion H + . Pelepasan ion H + ke dalam substrat akan menurunkan nilai pH substrat. Kadar etanol yang diproduksi pada akhir fermentasi s1, s2, s3 dan s4 berturut- turut adalah 1,98, 1,98, 3,10 dan 4,10 bv. Galur S. cerevisiae berpengaruh nyata terhadap kadar etanol Lampiran 10. Kadar etanol tertinggi terdapat pada perlakuan s4 sedangkan yang terendah adalah perlakuan s1 Gambar 6. Perlakuan s4 berbeda dengan perlakuan s1, s2 dan s3 dalam produksi etanol. Semua agen fermentasi mampu menghasilkan etanol dengan kadar yang berbeda-beda. Hal itu disebabkan oleh perbedaan jenis galur dan sumbernya galurnya. Masing-masing galur memiliki toleransi yang berbeda terhadap hidrolisat asam yang mengandung inhibitor Martin et al. 2007. 1 1 2 2 3 3 4 4 5 s1 s2 s3 s4 Galur K a dar etan o

l b

v. .

Gambar 6. Kadar etanol dan masing-masing galur Nilai tertinggi untuk efisiensi substrat, efisiensi fermentasi dan rendemen terdapat pada perlakuan s4 Gambar 7. Nilai efisiensi substrat terendah terdapat pada perlakuan s3. Nilai efisiensi fermentasi dan rendemen terendah terdapat pada perlakuan s2. Pada ketiga parameter tersebut, perlakuan s1 berbeda sangat nyata dari s3 dan s4, namun tidak berbeda dengan s2 Lampiran 11,12 dan 13. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh bentuk formula s1 dan s2 yang berbentuk butiran kering. Formula ini biasanya diperuntukkan untuk pembuatan roti. Menurut Bellisimmi 2005, butiran kering atau ragi mengandung emulsifier selain sel S. cerevisiae. Emulsifier diduga mempengaruhi kinerja S. cerevisiae. Selain itu, adanya furfural dan HMF berturut-turut sebesar 2,84gl dan 0,022gl di dalam hidrolisat mengganggu proses fermentasi. Kedua kamir kering memiliki toleransi yang rendah terhadap zat inhibitor sehingga etanol yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan menggunakan isolat segar pada perlakuan s3 dan s4. Sebaliknya Brandberg et al. 2004 menyatakan bahwa ragi roti menunjukkan kinerja terbaik dalam mentolerir inhibitor. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 s1 s2 s3 s4 Galur E fis ie n s i s u b s tr a t… E fi si en si f er m en tasi … R en d em en et an o l… Gambar 7. Pengaruh masing-masing galur terhadap efisiensi substrat, efisiensi fermentasi dan rendemen S. cerevisiae s3 menggunakan gula lebih sedikit untuk menghasikan etanol, namun masih cukup tinggi dibandingkan s1 dan s2 yaitu sebesar 3,10 gl, namun efisiensi substrat, efisiensi fermentasi, rendemen dan kadar etanol s3 masih kurang dari s4 yang sama-sama biakan segar. Hal tersebut mungkin disebabkan kemampuan dasar mentoleransi inhibitor s3 lebih rendah dari s4. Selain itu, jumlah sel kultivasi awal s3 1,4 x 10 9 selm lebih rendah dari s4 1,5 x 10 9 selml. Jumlah sel yang lebih sedikit menunjukkan kemampuan kultivasi s3 lebih rendah dari s4 Tabel 6. Galur s4 berasal dari isolasi buah-buahan di Indonesia sehingga lebih cocok digunakan dalam penelitian ini dibandingkan galur s3 yang berasal dari tangki distilasi di luar Indonesia da dikembangkan sebagai sumber protein.

4.3.3 Penentuan Total Gula dan Dosis Starter

Secara umum Proses optimasi gula dan dosis starter S. cerevisiae diawali dengan perhitungan starter yang akan di gunakan pada tiap perlakuan Lampiran 5. Jumlah hidrolisat asam yang digunakan sebagai substrat disesuaikan dengan dosis starter yang dimasukkan. Konsumsi gula total yang tertinggi terjadi pada perlakuan g3d3 yaitu sebesar 196,48 gl, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan g1d1 yaitu sebesar 143,40 gl Lampiran 14. Kadar gula awal berpengaruh terhadap konsumsi gula total pada proses ini. Konsumsi gula total semakin besar seiring dengan semakin besarnya konsentrasi gula awal dan dosis starter S. cerevisiae Gambar 8. Hal tersebut berhubungan dengan semakin bertambahnya kadar HMF dan furfural seiring dengan bertambahnya kadar gula awal. Pada perlakuan gula awal tinggi, gula lebih banyak digunakan untuk mereduksi HMF dan furfural dibandingkan untuk memproduksi etanol. 120.00 130.00 140.00 150.00 160.00 170.00 180.00 190.00 200.00 210.00 1 2 3 dosis S.cerevisiae kali K ons um s i G u la

t o

ta l

g l . 15 18 20 24 Gambar 8. Hubungan antara total gula awal dengan dosis starter terhadap Perubahan total gula 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 1 2 3 dosis S. cerevisiae kali R e n d em e n et an o l 15 18 20 24 Gambar 9. Hubungan antara total gula awal dengan dosis starter terhadap kadar etanol