dihasilkan pada pengasapan langsung cukup tipis. Tipisnya asap ini disebabkan oleh jarak anatara bahan bakar dan produk yang letaknya tidak begitu jauh.
Menurut Moeljanto 1992, perbedaan aroma dipengaruhi kepekatan asap yang dihasilkan pada proses pengasapan. Semakin tebal komponen asap yang
dihasilkan maka akan mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen terhadap produk. Produk yang mempunyai aroma asap yang kuat akan menyebabkan
timbulnya bau asam. Hal ini diakibatkan karena banyaknya asam-asam organik yang terbawa oleh asap dan menempel pada produk. Model pengasapan juga
mempengaruhi aroma dendeng batokok yang dihasilkan. tetapi perlu diketahui bahwa aroma produk tergantung pula pada suhu pengasapan dan lama pengasapan
yang digunakan Yusfrida, 2000. Rhee dan Bratzeler 1968 menyatakan bahwa asap mengandung uap air,
asam formiat, asam asetat, keton alkohol dan karbon dioksida-4. Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama disebabkan oleh senyawa fenol quaiacol, 4-
mettyl-quaiacol, 2,6-dimetoksi fenol dan senyawa karbonil.
3. Uji Organoleptik Rasa
Hasil penilaian uji hedonik panelis terhadap rasa dendeng batokok yang dihasilkan untuk masing-masing perlakuan pengasapan, dapat dilihat pada Tabel 6
Lampiran 5a dan Lampiran 6a. Penilaian rasa terhadap dendeng batokok erat kaitannya dengan bumbu dan bahan bakar yang digunakan.
Hasil sidik ragam Lampiran 5b dan 6b menunjukkan bahwa perlakuan pengasapan memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa P0,05 dendeng
batokok. Hal ini berarti bahwa rasa dendeng batokok dipengaruhi oleh perlakuan pengasapan.
Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh nilai tertinggi terhadap rasa pada masing-masing suhu pengasapan dengan metode pengasapan
yang berbeda. Untuk metode pengasapan langsung A1, nilai tertinggi rasa dendeng batokok pada masing-masing suhu pengasapan adalah sebagai berikut:
4,0 produk A1C1X3 pada suhu pengasapan 51-60
o
C dengan lama pengasapan 9 jam, 4,9 produk A1C2X2 pada suhu pengasapan 61-70
o
C dengan lama pengasapan 6 jam dan 4,0 produk A1C3X1 pada suhu pengasapan 71-80
o
C dengan lama pengasapan 3 jam. Sedangkan pada pengasapan tidak langsung A2,
nilai tertinggi rasa dendeng batokok pada masing-masing suhu pengasapan adalah sebagai berikut: 4,0 produk A2C1X3 pada suhu pengasapan 51-60
o
C dengan lama pengasapan 9 jam, 4,8 produk A2C2X3 pada suhu pengasapan 61-70
o
C dengan lama pengasapan 9 jam, dan 4,1 produk A1C3X1 pada suhu pengasapan
71-80
o
C dengan lama pengasapan 3 jam. Tabel 6 : Hasil uji organoleptik rasa dendeng batokok.
Suhu pengasapan
Lama Pengasapan
Pengasapan Langsung A1
Pengasapan Tidak Langsung A2
X1 3 jam 3.2
3,0 X2 6 jam
3.1 3.1
C1 51-60
o
C X3 9jam
4,0 4.0
X1 3 jam 3.4
3.4 X2 6 jam
4.9 3,4
C2 61-70
o
C X3 9jam
3.5 4,8
X1 3 jam 4,0
4.1 X2 6 jam
3.2 3.2
C3 71-80
o
C X3 9jam
3.0 3.0
Komponen-komponen asap yang melekat pada daging akibat proses pengasapan seperti amin, amonia, asam propanol, butirat, laktat dan senyawa
fenol quaiacol, 4-metil quaicol akan menimbulkan rasa keasapan pada daging yang diasap Pearson dan Tauber, 1973. Ditambahkan oleh Moeljanto 1992,
rasa asap pada suatu produk dihasilkan oleh asam-asam dan fenol serta zat-zat lainnya. Dalam hal ini ketebalan asap atau banyaknya asap yang terserap oleh
daging akan menentukan tingkat rasa yang perlu disesuaikan oleh selera konsumen.
Penelitian Penyimpanan 1. Kadar Air
Hasil pengukuran kadar air dendeng batokok dapat dilihat pada Gambar 4. Kadar air pada daging segar yaitu 65-80 dan produk dendeng mempunyai kadar
air pada kisaran 20-40 Purnomo, 1996. Pada Gambar 4 terlihat bahwa kadar air dendeng batokok pada penyimpanan 0 hari berada di antara 18,13bk sampai
40,72bk. Kadar air dendeng batokok dipengaruhi oleh perlakuan pengasapan.
Secara umum dapat dilihat dengan jelas bahwa kadar air dendeng batokok cenderung mengalami kenaikan selama penyimpanan baik pada metode
pengasapan langsung maupun tidak langsung.
PEN GASAPAN LAN GSUN G
10 20
30 40
50 60
5 10
15
H a r i K
a d
a r
A ir
b k
Suhu 51 s.d 60 C, lam a
pengasapan 9 j am
Suhu 61 s.d 70 C, lam a
pengasapan 6 j am
Suhu 71 s.d 80 C, lam a
pengasapan 3 j am
PEN GASAPAN TI D AK LAN GSUN G
10 20
30 40
50 60
5 10
15
H a r i K
a d
a r
A ir
b k
Suhu 51 s.d 60 C, lam a
pengasapan 9 j am
Suhu 61 s.d 70 C, lam a
pengasapan 9 j am
Suhu 71 s.d 80 C, lam a
pengasapan 3 j am
Gambar 4. Kadar air dendeng batokok selama penyimpanan pada dua metode pengasapan berbeda dan suhu pengasapan berbeda
Hasil sidik ragam Lampiran 7 menunjukkan bahwa interaksi antara suhu pengasapan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kadar air dendeng batokok P0.05. Selama penyimpanan kadar air dendeng batokok meningkat. Dari masing-masing kadar air dendeng batokok pengasapan
langsung maupun tidak langsung dapat dilihat secara umum bahwa semakin rendah suhu pengasapan maka tingkat kadar airnya akan tinggi, dan tentunya hal
ini juga dipengaruhi oleh lama pengasapannya. Bila dilihat dari Gambar 4 untuk pengasapan langsung maupun tidak
langsung, kadar air tertinggi terdapat pada suhu pengasapan 51-60
o
C. Hal ini disebabkan panas yang dihasilkan dari pembakaran tersebut tidak begitu kuat
sehingga air yang terdapat pada dendeng tidak banyak mengalami penguapan. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa lama pengasapan juga
mempengaruhi kadar air dendeng batokok, hal ini dapat terlihat pada metode pangasapan tidak langung dimana kadar air terendah terjadi pada suhu pengasapan
61-70
o
C lama pengasapan 9 jam bukan pada pada suhu 71-80
o
C lama pengasapan 3 jam. Purnomo 1995 menyatakan bahwa tinggi atau rendahnya
kadar air sangat dipengaruhi oleh suhu dan lamanya pengeringan. Semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin rendah kemampuan produk untuk menyerap air
dan menurunkan kemampuan menahan air. Menurut Soeparno 1994, kadar air dapat menjadi salah satu penyebab
kerusakan bahan pangan, sebab air merupakan media yang baik untuk mendukung pertumbuhan dan aktifitas mikroba. Dengan demikian diharapkan kadar air yang
rendah dapat memperpanjang masa simpan produk. Gambar 4 menunjukkan bahwa selama penyimpanan, kadar air dendeng batokok mengalami kenaikan.
Menurut Arpah. M 1993, suhu penyimpanan dan kelembaban dalam ruangan mempunyai pengaruh terhadap penyimpanan.
Syarif dan Halid 1993 menyatakan bahwa secara alami produk sebelum dan sesudah diolah bersifat higroskopis yaitu dapat menyerap air dari udara
sekeliling dan juga sebaliknya dapat melepaskan sebagian air yang terkandung ke udara. Bila kelembaban relatif tinggi, cairan akan berkondensasi pada permukaan
daging sehingga permukaan daging menjadi basah dan sangat kondensif untuk pertumbuhan dan kerusakan mikrobial.
Kenaikan kadar air diduga berkaitan erat dengan bahan kemasan dan kondisi udara di lingkungan tempat penyimpanan produk. Dalam penelitian ini
dendeng batokok dikemas dalam plastik jenis polietilen. Menurut Price dan Schweigert 1971, polietilen mempunyai sifat kuat, tahan panas, fleksibel,
transparannya terbatas serta permiabel terhadap oksigen dan uap air. Permeabilitas oksigen polietilen adalah 2000 ccm
2
hari atm pada suhu 23
o
C dan kelembaban relatif 50. Sehingga oksigen yang masuk ke dalam kemasan cukup banyak.
2. Aktifitas Air a
w
Kadar air dan aktifitas air a
w
sangat penting sekali dalam menentukan daya awet dari bahan pangan, karena keduanya mempengaruhi sifat fisik,
perubahan kimia misalnya pencoklatan, kebusukan oleh mikroorganisme dan perubahan enzimatis pada bahan pangan Buckel et al, 1987. Pada Gambar 5
terlihat bahwa a
w
dendeng batokok pada penyimpanan 0 hari berada diantara 0,56 sampai 0,75.
Hasil sidik ragam Lampiran 8 menunjukan bahwa interaksi antara suhu pengasapan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata P0,05
terhadap aktifitas air a
w
. Dari masing-masing aktifitas air a
w
dendeng batokok baik pengasapan langsung maupun tidak langsung dapat dilihat secara umum
bahwa semakin rendah suhu pengasapan maka aktifitas air a
w
akan semakin tinggi. Hal ini juga dipengaruhi oleh lama pengasapan.
Nilai a
w
dendeng batokok juga dipengaruhi oleh perlakuan pengasapan. Dapat dilihat dengan jelas bahwa a
w
dendeng batokok cenderung mengalami kenaikan selama penyimpanan baik pada metode pengasapan langsung maupun
tidak langsung.
PENGASAPAN LANGSUNG
0.2 0.4
0.6 0.8
1
5 10
15
H a r i A
k ti
fi ta
s A
ir a
W
Suhu 51 s.d 60 C , lam a
pengasapan 9 j am
Suhu 61 s.d 70 C , lam a
pengasapan 6 j am
Suhu 71 s.d 80 C , lam a
pengasapan 3 j am
PENGASAPAN TI DAK LANGSUNG
0.2 0.4
0.6 0.8
1
5 10
15
H a r i A
k ti
fi ta
s A
ir a
W
Suhu 51 s.d 60 C , lam a
pengasapan 9 j am
Suhu 61 s.d 70 C , lam a
pengasapan 9 j am
Suhu 71 s.d 80 C , lam a
pengasapan 3 j am
Gambar 5. Aktivitas air a
w
dendeng batokok selama penyimpanan pada dua metode pengasapan berbeda dan suhu pengasapan berbeda
Dari Gambar 5, a
w
tertinggi terdapat pada suhu pengasapan 51-60
o
C baik metode pengasapan langsung maupun pengasapan tidak langsung. Bila
dibandingkan dengan grafik kadar air Gambar 4 dapat dilihat dengan jelas bahwa kadar air sejalan dengan aktifitas air a
w.
. Sebagaimana yang telah
dijelaskan bahwa lama pengasapan juga mempengaruhi aktifitas air a
w
dendeng batokok, hal ini dapat terlihat pada metode pangasapan tidak langung dimana a
w
terendah terjadi pada suhu pengasapan 61-70
o
C lama pengasapan 9 jam bukan pada pada suhu 71-80
o
C lama pengasapan 3 jam. Menurut Syarif dan Halid 1993, semakin rendah kadar air maka akan
menyebabkan aktifitas air a
w
dalam produk akan semakin kecil. Ditambahkan oleh Purnomo 1995, kebanyakan bahan pangan setengah lembab berasal dari
daging mempunyai nilai a
w
0,60–0,90 dengan kadar air 20 – 40. Selama penyimpanan a
w
mengalami kenaikan. Naiknya a
w
menurut Syarif dan Halid 1993, disebabkan oleh adanya upaya kesetimbangan a
w
produk dengan kelembaban relatif ruangan RH. Dan kenaikan a
w
juga dapat disebabkan karena terjadinya pertambahan lapisan di atas satu lapis molekul air multilayer
yang didukung oleh suhu ruang dan tempat penyimpanan. Chaplin 2005 menyatakan bahwa a
w
berhubungan dengan kadar air bahan. Jika kelembaban udara sekitar 50-80 a
w
=0,5-0,8, pangan dengan a
w
lebih rendah dari 0,5-0,8 cendrung untuk menyerap air, sementara pangan dengan a
w
lebih besar dari 0,5- 0,8 cendrung untuk kehilangan air.
Menurut Purnomo 1995, selain zat gizi, pH, oksigen dan suhu; aktifitas air a
w
juga dapat mempengaruhi kerusakan produk kualitas dan mutu simpan produk. Dimana pada a
w
tinggi 0,91 bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak, khamir ragi dapat tumbuh dan berkembang biak pada a
w
0,87-0,91; sedangkan jamur kapang lebih rendah lagi yaitu pada nilai a
w
0,80-0,87.
3. Nilai pH