Indian Ocean Dipole IOD

lebih. Pada musim peralihan II Jet Wyrtki menjadi lebih cepat dan puncaknya pada bulan November dengan kecepatan 1,0 – 1,3 mdetik. Berdasarkan penelitian Susanto et al 2001, dari data SPL dan anomali tinggi paras laut TPL sepanjang pantai selatan Jawa hingga barat Sumatera, sebaran angin dan struktur suhu, terungkap bahwa upwelling terjadi pada bulan Juni-Oktober dengan SPL yang dingin dan tinggi paras laut yang lebih rendah. Standar deviasi SPL bulanan rata-rata di daerah sepanjang pantai selatan Jawa dan barat Sumatera, menunjukkan variabilitas yang tinggi dan disimpulkan bahwa daerah dengan standar deviasi SPL yang tinggi berasosiasi dengan pusat upwelling Susanto et al., 2001. Pusat upwelling dengan standar deviasi SPL yang tinggi bergerak ke arah barat dan menuju ekuator selama Muson Tenggara Juni - Oktober. Alur perpindahan ini tergantung pada perkembangan kondisi angin secara musiman dan perubahan lintang yang mempengaruhi parameter Coriolis, dimana pusat upwelling ini konsisten dengan alur perpindahan angin sejajar pantai longshore wind yang intensif. Upwelling berakhir berkaitan dengan pembalikan arah angin pada Muson Barat Laut dan datangnya gelombang Kelvin. Berdasarkan penelitian Pariwono et al. 1988, lokasi upwelling terjadi persis pada daerah pantai yaitu di daerah perbatasan paparan benua continental shelf dengan laut dalam yang berlangsung pada akhir Musim Timur Oktober- November.

2.2 Indian Ocean Dipole IOD

Saji et al 1999 melaporkan bahwa terdapat osilasi klimatologi di Samudera Hindia. Fenomenanya ditunjukan dengan adanya variabilitas internal dengan SPL negatif atau lebih dingin dari normalnya di pantai barat Sumatera atau Samudera Hindia bagian timur 90 o BT – 110 o BT, 10 o LS – 0 o dan anomali positif di Samudera Hindia bagian barat 50 o BT – 70 o BT, 10 o LS – 10 o LU. Fenomena ini bersifat unik dan melekat di Samudera Hindia dan terlihat tidak bergantung pada ENSO. Fenomena ini dinamakan Indian Ocean Dipole IOD. Indian Ocean Dipole adalah suatu fenomena yang terjadi karena adanya interaksi antara atmosfer dan laut. fenomena ini dapat diidentifikasi dengan menganalisis anomali suhu muka air laut SPL di Samudera Hindia pada bagian barat dan timur. Untuk indeksnya digunakan Dipole Mode Index DMI yang dapat mengidentifikasi fenomena IOD. Nilai DMI menggambarkan perbedaan anomali suhu permukaan laut dari dua daerah yaitu bagian barat ekuator dari Samudera Hindia 50 o BT – 70 o BT dan 10 o LS – 10 o LU dan timur ekuator dari Samudera Hindia 90 o BT – 110 o BT dan 10 o LS – 0 o . Anomali suhu permukaan laut dari bagian barat yang dikurangi dengan anomali suhu permukaan laut bagian timur akan menghasilkan nilai DMI tersebut. Pada waktu normalnya, angin barat yang lemah bergerak dari sisi bagian timur Afrika Samudera Hindia bagian barat ke pantai barat Sumatera Samudera Hindia bagian timur. Saat terjadinya fenomena IOD, anomali SPL negatif lebih rendah dari pada suhu normalnya di pantai barat Sumatera yang mengakibatkan terjadinya tekanan tinggi di daerah ini, dan di pantai timur Afrika terdapat anomali SPL positif lebih tinggi dari kondisi normal yang menimbulkan tekanan rendah di wilayah tersebut. Kondisi ini menimbulkan angin timur yang kuat yang bertiup ke pantai timur Afrika, sehingga curah hujan di atas Afrika berada di atas normal, sementara di Indonesia terjadi kekeringan Saji et al., 1999. Siklus IOD diawali dengan munculnya anomali suhu permukaan laut negatif di sekitar Selat Lombok hingga Selatan Jawa pada sekitar bulan Mei – Juni. Selanjutnya pada bulan Juli- Agustus, anomali negatif tersebut menguat dan semakin meluas sampai pantai barat Sumatera, sementara itu di Samudera Hindia bagian barat muncul pola anomali suhu permukaan laut positif. Adanya perbedaan tekanan di antara keduanya, semakin memperkuat angin tenggara di sepanjang ekuator dan pantai barat Sumatera. Siklus ini mencapai puncaknya pada bulan September – Oktober dan selanjutnya menghilang dengan cepat pada bulan November – Desember Saji et al.,1999. Dipole Mode dibagi menjadi dua fase yakni Dipole Mode Positif dan Dipole Mode Negatif. Dipole Mode Positif, terjadi pada saat tekanan udara permukaan di atas wilayah barat Sumatera relatif bertekanan lebih tinggi dibandingkan wilayah timur Afrika yang bertekanan relatif rendah, sehingga udara mengalir dari bagian barat Sumatera ke bagian timur Afrika yang mengakibatkan pembentukkan awan-awan konvektif di wilayah Afrika dan menghasilkan curah hujan di atas normal, sedangkan di wilayah Sumatera terjadi kekeringan, begitu sebaliknya dengan Dipole Mode Negatif. Sumber: http:www.jamstec.go.jpfrsgcresearchd1iod Gambar 1.Ilustrasi SPL saat aDipole Mode positif, bDipole Mode negatif b a Tahun – tahun IOD antara lain adalah 1961, 1967, 1972, 1994, 1997 Saji et al, 1999, 2006 dan 2007 JAMSTEC, 2008. Pada tahun 1961 tidak ditemukan El Nino di Samudera Pasifik. Pada tahun 1967, IOD terjadi bersamaan dengan La Nina, sedangkan pada tahun 1972 dan 1997 IOD terjadi bersamaan dengan El Nino yang kuat Saji et al, 1999. Saji dan Yamagata 2001 mengidentifikasikan bahwa kejadian DM + meliputi tahun 1982-1983, 1994-1995 dan 1997-1998 dan kejadian DM - pada tahun 1983-1984, 1988-1989, 1992-1993, 1995-1996 dan 1998-1999.

2.3 Suhu