Hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan protein pada saat kehamilan di puskesmas peunaron aceh timur tahun 2010

(1)

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN

PENGETAHUAN TENTANG KEBUTUHAN PROTEIN

PADA SAAT KEHAMILAN DI PUSKESMAS

PEUNARON ACEH TIMUR

TAHUN 2010

Laporan Penelitian Ini Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

OLEH

SYAMSUDDIN

107103000599

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

RIWAYAT PENULIS

Nama : Syamsuddin

Tempat, Tanggal, Lahir : Langsa, 1 September 1989 Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : jl. Ahmad Yani. No.107. Langsa Barat. Kota Langsa.NAD

No hp : 085296971110

Riwayat Pendidikan :

Tahun 1994-1995 : TK al-azhar langsa Tahun 1995-2001 : MIN langsa

Tahun 2001-2004 : Mts Bustanul ‘ulum langsa Tahun 2004-2007 : MA Darul Arafah Deli Serdang

Tahun 2007- sekarang : Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(6)

vi

Lembar Persembahan

Skripsi ini ku persembahkan untuk :

Ibunda tercinta (Rabi’ah), abah (Syama’un Ali) yang telah membimbing ku dari kecil sampai dewasa. Kaka-kaka ku (liawati, ratna wati, afriyanti), abang ku (zainal abidin), dan adik ku (ainun mardhiah) yang telah mendo’akan dan memberi semangat kepada ku. Dan keluarga besar yang tidak mungkin disebut satu persatu.


(7)

vii

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memperindah kehidupan dengan melimpahkan kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan tiada bertepi. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,yang telah mambawa ummatnya dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan. Atas nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG KEBUTUHAN PROTEIN PADA SAAT KAHAMILAN DI PUSKESMAS PEUNARON ACEH TIMUR TAHUN 2010

Keberhasilan seseorang tidak terlepas dari budi baik dan bimbingan orang lain. Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya pada pihak yang telah membantu dalam memberikan bimbingan, dukungan moril dan bantuan penyusunan skripsi ini. Hingga akhirnya penulisan skripsi ini telah selesai tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih dan penghargaan, peneliti sampaikan kepada :

1. Prof. Dr (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

2. Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp. RM selaku Kepala Program Studi Kedokteran

3. Prof. DR. Dr. H. Sardjana Sp. OG, (K). SH. selaku pembimbing riset 4. Para dosen yang telah memberikan bimbingannya

5. Keluarga yang telah memberikan dukungannya

6. Teman-teman sejawat yang telah memberi semangat kepada saya .

Akhir kata, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat memperbaiki skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.

هت اك رب و ه ا ةمحرو كي ع اسل ا و

Jakarta, 8 Oktober 2010 Penulis


(8)

viii Abstrak

Syamsuddin. pendidikan dokter. Hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan protein pada saat kehamilan di puskesmas peunaron aceh timur tahun 2010

Di indonesia terdapat masalah gizi utama yaitu Kurang Energi Protein (KEP) Masalah gizi pada umumnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Protein sangat berperan penting untuk pertumbuhan manusia. Secara garis besar guna protein bagi manusia adalah untuk membangun sel jaringan tubuh seorang bayi yang lahir dengan berat badan normal. Penelitian ini telah dilakukan terhadap 100 orang ibu yang menikah dan memiliki anak penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pengetahuan tentang kebutuhan protein pada saat kehamilan di Wilayah Peunaron mengguanakan rancangan deskriptif dengan studi cross sectional pada bulan September 2010. Sampel sebanyak 100 orang yang diambil secara Random Sampling variabel yang diteliti meliputi tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan ibu. Hasil yang diperoleh menunjukkan ibu yang tingkat pendidikan tinggi sebesar 67% dan ibu yang berpengetahuan baik adalah sebesar 80% berdasarkan uji chi square terdapat hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan


(9)

ix ABSTRACT

Syamsuddin, Medical Student. Relationship Between Levels Of Education With Knowledge About Protein Need At Pregnancy On Clinic Of Peunaron, East Of Aceh, 2010.

In Indonesia, there is main nutrient problem; it is a lack of protein energy. In

general, nutrient problem is caused by lack of people’s information. Protein has important role for human’s growth. Useful of protein for human is to building infant body’s tissue cells that was born with normal weight. This research had been done with 100 of housewife and has child. The research intents on understand relationship between levels of education with knowledge about protein need at pregnancy on region of Peunaron and by using of descriptive design with cross sectional study on September, 2010. The sample is as many as 100 people that were taken with random sampling. The variable that was examined included

the level of mother’s education and knowledge. The result that was found shows

mother who has high level of education is 67%, and mother who has good knowledge is 80%. Based on chi square test, there is significant relationship (p > 0, 05) between level of mother’s education and knowledge.


(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ...i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

LEMBAR PENGESAHAN ...iv

RIWAYAT HIDUP ...v

LEMBAR PERSEMBAHAN ...vi

KATA PENGANTAR ...vii

ABSTRAK ...vii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 2

1.3.Hipotesis ... 2

1.4.Tujuan Penelitian ... 2

1.4.1.Tujuan Umum ... 2

1.4.2. Tujuan Khusus ... 2

1.5.Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 4

2.1.1. Kebutuhab Guzi Selama kehamilan ... 4

2.1.2. Potein ... 6

2.1.2.1 Pengertian Protein... 6

2.1.2.2 Protein Berdasarkan Komponen dan Sumbernya ... 7

2.1.2.3 Klasifikasi Protein ... 8

2.1.2.4 Sumber Makanan Yang Kaya Akan Protein ... 8


(11)

xi

2.1.2.6 Ciri-ciri Molekul Protein ... 11

2.1.2.7 Fungsi Protein ... 11

2.1.2.8 Kegunaan Protein Bagi Manusia ... 11

2.1.2.9 Kebutuhan Protein Bagi Manusia ... 12

2.1.2.10 Kebutuhan Protein untuk Ibu Hamil ... 13

2.1.3. Fisiologi Penyerapan Protein ... 13

2.1.4. Akibat Kekurangan Protein ... 14

2.1.5. Pengaruh KKP Terhadap Beberapa Organ ... 16

2.1.6. Klasifikasi Kurang Kalori Protein ... 19

2.2. Kerangka Konsep ... 24

2.3. Definisi Operasional ... 24

BAB III METODOLOGI ...25

3.1. Desain Penelitian ...25

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...25

3.3. Populasi dan Sampel ...25

3.3.1. Populasi ...25

3.3.2. Populasi Terjangkau ...25

3.3.3. Sampel ...25

3.3.3. Kriteria Sampel ...26

3.4. Cara Kerja Penelitian ...26

3.4.1. Pengumpulan Data ...26

3.4.2. Instrumen Penelitian ...26

3.4.3. Pengolahan dan Penyajian Data ...26

3.4.4. Interpretasi Data ...26

3.4.5. Pelaporan Hasil ...26

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN 4.1. Hasil Analisis Univariat ... 27

4.1.1. Pendidikan Ibu ... 27

4.1.2. Pengetahuan Ibu ... 28

4.2. Hasil Analisis Bivariat ... 28

4.3. Pembahasan ... 29


(12)

xii

4.3.2. Pembahasan Penelitian ... 30

4.3.2.1. Tingkat Pendidikan ... 30

4.3.2.2. Tingkat Pengetahua ... 30

4.3.2.3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan tentang kebutuhan protein ... 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 32

5.2. Saran ... 32

5.2.1 ... 32

5.2.2 ... 32


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kebutuhan Gizi Ibu Hamil yang Dihitung Berdasarkan Persentase

Peningkatan Asupan Gizi diatas Kebutuhan Wanita Tidak Hamil . ... 5

Tabel 2.2 Sumber Protein Nabati. ... 9

Tabel 2.3. Sumber Protein Hewani ... 10

Tabel 2.4. Klasifikasi KKP Menurut Gomez ... 20

Tabel 2.5. Klasifikasi KKP Menurut Jellife ... 20

Tabel 2.6 Klasifikasi KKP Menurut Bengoa ... 21

Tabel 2.7. Klasifikasi KKP Menurut Wellcome ... 21

Tabel 2.8. Klasifikasi KKP Menurut Waterlow ... 22

Tabel 2.9. Klasifikasi KKP Menurut Depkes 2000... 24

Tabel 2.10. Klasifikasi KKP Dewas Menurut BMI ... 23

Tabel 4.1 Distribusi Tingkat Pendidikan ... 27

Tabel 4.2 Distribusi Tingkat Pengetahuan ... 28

Tabel 4.3 Distribusi Menurut Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Protein Saat kehamilan ... 28

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kuesioner ... 34


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di indonesia terdapat 4 masalah gizi utama yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA), dan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). (Almatsier, 2006)

Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, persedian pangan, sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, sebaliknya gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarkat tertentu disertai dengan pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. (Almatsier, 2006)

Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di pengaruhi oleh makanan yang di konsumsi. Penilaian status gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama dalam mengatasi keadaan gizi penduduk, karena penilaian dapat memberikan gambaran masalah gizi yang tampak nyata. (Almatsier, 2006)

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya masalah status gizi baik yang langsung maupun tidak langsung, faktor langsung antara lain karena asupan gizi yang kurang maupun penyakit, sedangkan faktor yang tidak langsung antara lain kurangnya ketersedian pangan di tingkat rumah tangga, kurangnya pendidikan dan pengetahuan ibu tentang gizi dan kurangnya pelayanan kesehatan. (Suharjo, 1996) Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya dupan sehari-hari, khususnya dalam hal kesehaan dan gizi. Tingkat pendidikan ibu sangat mempengaruhi derajat kesehatan keluarga. (Suharjo, 1996)

Status gizi yang baik penting bagi kesehatan dan kesejahteraan tiap orang. Seseorang hanya akan cukup gizi jika jika makanan yang di makan mampu menyediakan zat penting yang dibutuhkan tubuh. Pengetahuan gizi memengang perananan penting di dalam mengguanakan pangan yang baik sehingga mencapai keadaan gizi yang cukup (Suharjo, 1996).


(15)

2

Latar belakang pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat pengetahuan. Jika pengetahuan gizi ibu baik maka diharapkan status gizi ibu dan balitanya juga baik, dengan pengetahuan baik, ibu hamil akan lebih mampu mengatur pola makannya agar bayi lahir dengan berat badan yang normal. (Suharjo, 1996)

Protein sangat berperan penting untuk pertumbuhan manusia. penting yang terdapat dalam semua makhluk hidup. Jadi tanpa adanya protein tidaklah dapat dibentuk sel makhluk hidup. Secara garis besar guna protein bagi manusia adalah sebagai berikut :Untuk membangun sel jaringan tubuh seorang bayi yang lahir dengan berat badan 3 kg. Untuk mengganti sel tubuh yang rusak. Untuk membuat air susu, enzim dan hormon air susu yang diberikan ibu kepada bayinya dan makanan ibu itu sendiri. Membuat protein darah, untuk mempertahankan tekanan osmose darah. Untuk menjaga keseimbangan asam basa dari cairan tubuh. Sebagai pemberi kalori. (Arisman, 2009)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang

protein pada saat kehamilan?”. 1.3 Hipotesis

Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan protein pada saat kehamilan.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan ibu terhadap kebutuhan protein pada saat kehamilan

1.4.2 Tujuan khusus

a. Untuk memperoleh informasi tentang gambaran tingkat pendidikan ibu

b. Untuk memperoleh informasi tentang pengetahuan ibu mengenai kebutuhan protein pada saat kehamilan.


(16)

3

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan masukan bagi pengelola KIA untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil yang datang ke Puskesmas Peunaron tentang pengetahuan kebutuhan protein saat hamil. 2. Sebagai sumbangan ilmiah dan informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya.

3. Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga dalam rangka menambah wawasan pengetahuan serta pengembangan diri, khususnya dalam bidang penelitian lapangan.


(17)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Landasan Teori

2.1.1 Kebutuhan Gizi Selama Hamil

Tujuan penataan gizi pada ibu hamil adalah menyiapkan: (1) cukup kalori protein yang bernilai biologi tinggi. Vitamin, mineral, dan cairan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi ibu janin serta plasenta: (2) makanan padat kalori dapat membentuk lebih banyak jaringan tubuh bukan lemak: (3) cukup kalori dan zat gizi untuk memenuhi pertambahan berat baku selama hamil:(4) perencanaan perawatan gizi yang memungkinkan ibu hamil untuk memperoleh dan mempertahankan status gizi optimal sehingga dapat menjalani kehamilan dengan aman dan berhasil. melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik. dan memperoleh cukup energi untuk menyusui serta merawat bayi kelak; (5) perawatan gizi yang dapat mengurangi atau menghilangkan reaksi yang tidak diinginkan seperti mual dan muntah: (6) perawatan gizi yang dapat membantu pengobatan penyulit yang terjadi selama kehamilan (diabetes kehamilan); dan (7) mendorong ibu hamil sepanjang waktu untuk mengembangkan kebiasaan makan yang baik yang dapat diajarkan kepada anaknya selama hidup. (Arisman, 2009)

Perencanaan gizi untuk ibu hamil sebaiknya mengacu pada RDA. Dibandingkan ibu yang tidak hamil. kebutuhan ibu hamil akan protein meningkat sampai 68%. asam folat 100%. kalsium 50%. dan zat besi 200-300%. Bahan pangan yang digunakan harus meliputi enam kelompok. Yaitu (1) makanan yang mengandung protein (hewani dan nabati), (2) susu dan olahannya. (3) roti dan bebijian. (4) buah dan sayur yang kaya akan vitaminC (5) sayuran berwarna hijau tua. (6) buah dan sayur lain. Jika keenam bahan makanan ini digunakan seluruh zat gizi yang dibutuhkan oleh ibu hamil akan terpenuhi. kecuali zat besi dan asam folat. Itulah sebabnya mengapa suplementasi kedua zat ini tetap diperlukan meskipun status gizi ibu yang hamil itu terposisi pada "jalur hijau" KMS ibu hamil. (Arisman, 2009)


(18)

5

Tabel 2.1

Kebutuhan Zat Gizi Ibu Hamil yang Dihitung Berdasarkan Persentase Peningkatan Asupan Gizi di atas Kebutuhan Wanita Tidak Hamil

Zat Gizi %

Kalori Protein Vitamin D Vitamin E Vitamin K VitominC Thiamin Riboflavin Niacin Vitamin B6 Folate Vitamin B12 Kalsium Foslor Magnesium Besi Seng Yodium Selenium 14% 68 % 100% 25% 8% 17% 36% 23% 13% 27% 122% 10% 50% 50% 14% 100% 25% 17% 18% Sumber: (Arisman, 2009)


(19)

6

2.1.2 Protein

2.1.2.1 Pengertian Protein

Protein berasal dari kata yunani yaitu proteos, yang berarti yang utama atau yang didahulukan. Kata ini diperkenal oleh ahli kimia Belanda, Gerardus Mulder (1802-1880). Ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme. Protein adalah komponen dasar sel dan dibutuhkan untuk pertumbuhan, penggantian dan perbaikan sel. (Ellya, 2010)

Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup, protein yang berarti pertama atau utama yang merupakan mikromoleko yang paling melimpah dalam sel hidup. Fungsinya terutama sebagai unsur pembentuk struktur sel, dapat pula sebagai protein aktif, seperti misalnya enzim. Enzim yaitu zat yang bertanggung jawab mengendalikan proses yang menjaga tubuh manusia, terdiri dari protein, hormon, hemoglobin, dan antibodi juga sebagian atau keseluruhannya terdiri dari protein. Protein terdiri dari campuran senyawa organik yang di kenal sebagai asam amino. Asam amnino adalah organisme sederhana bersel satu, dan diperkirakan mempunyai 5.000 senyawa organik, dimana 3.000 diantaranya berupa protein. Tubuh manusia sendiri mempunyai 5.000.000 macam protein yang satu dengan yang lainnya berbeda. Susunan yang berbeda dari asam amino yang penting bagi pertumbuhan dan metabolisme tubuh manusia. Tubuh mampu memproduksi sebagian besar asam amino yang diperlukan, namun terdapa lebih kurang sembilan asam amino yang harus di sediakan oleh makanan. (Ellya, 2010)

Asam amino ini dikenal dengan sebagai asam amino esensial. Makanan dari binatang atau protein hewani seperti danging, ikan, telur, produk susu menyediakan asam-asam amino esensial ini disebut protein komplit. Protein yang berasal dari tumbuhan atau protein nabai seperti kacang-kacangan, polong-polongan, biji-bijian dikenal dengan protein inkomplit karena kurang mengandung asam amino esensial tertentu, namun mungkin saja di dapatkan asam amino dengan mengkombinasikan beberapa makanan nabati untuk diet seorang vegetarian. Kita meperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani sedangkan


(20)

7

protein yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati. Tumbuhan mepunyai protein dari CO2,H2O dan senyawa nitrogen. (Ellya, 2010)

Hewan yang memakan tumbuhan mengubah protein nabati menjadi protein hewani. Di samping itu digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh, proten juga digunakan sebagai sumber energi apabila tubuh kita kekurangan karbohidrat dan lemak. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah: Karbon 50%, Hidrogen 7%, Oksigen 23%, Nitrogen 16%, Belerang 0-3%, Fosfor 0-3%. (Ellya, 2010)

Protein tidak dapat di simpan dalam tubuh dan harus dikonsumsi setiap hari untuk menghindari pemecahan jaringan no-esensialseperti otot untuk menyuplai protein vital untuk bertahan hidup. Sementara defesiensi protein banyak terjadi di negara berkembang.

Ada dua cara untuk memperkirakan asupan protein yang disajikan wanita dewasa sehat, yaitu (1)lebih kurang dari 10% dari kalori total sebaiknya berasal dari protein dan (2)wanita sebaiknya mengkonsumsi 0,8 gr per kilogram berat badan ideal. (Ellya, 2010)

2.1.2.2 Protein Berdasarkan Komponen dan Sumbernya

Karena fungsinya yang demikian banyak dan penting, membuat orang berusaha makan sebanyak-banyaknya protein. Selain protein merupakan semua komponen utama dari sel hidup, fungsi utama ialah sebagai pembentukan struktur sel, misalnya dalam rambut, wol, kolagen, jaringan penghubung, membran sel dan lain-lain. Protein dapat dibedakan menjadi dua : (Ellya, 2010)

1. Berdasarkan komponen.

a. Protein bersahaja (simple protein)

Hasil hidrolisa total protein jenis ini merupakan campuran yang hanya terdiri atas asam-asam amino.

b. Protein kompleks (complekx protein, coniugated protein)

Protein kompleks terdiri atas asam amino yang juga terdapat pada komponen lain yaitu pada unsur logam, gugus posfat, dan lain-lain. c. Protein derivat (protein derivative)


(21)

8

Merupakan ikatan antara intermediet produk sebagai hasil hidrolisa parsial dari protein native.

2. Berdasarkan sumber. a. Protein hewani.

Protein hewani adalah protein yang berasal dari binatang, contoh: daging sapi, daging ayam atau unggas, susu, udang, telur, belut, ikan gabus dan lain-lain.

b. Protein nabati.

Protein nabati adalah protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, contoh: jagung, kacang kedelai, kacang hijau, dan jenis kacang-kacangan lainnya yang mengandung protein tinggi dan lain-lain.

2.1.2.3 Klasifikasi Protein

Klasifikasi protein dapat pula dilakukan berdasarkan fungsi fisiologiknya, berhubungan dengan daya dukung bagi pertumbuhan badan bagi pemeliharaan jaringan : (Ellya, 2010)

1. Protein sempurna

Bila protein ini sanggup mendukung pertumbuhan badan dan pemeliharaan jaringan.

2. Protein setengah sempurna

Bila sanggup mendukung pemeliharaan jaringan, tetapi tidak dapat mendukung pertumbuhan badan.

3. Protein tidak sempurna

Bila sarna sekali tidak sanggup menyongkong pertubuhan badan, mampu memelihara jaringan.

2.1.2.4 Sumber Makanan Yang Kaya Akan Protein

Dalam kualifikasinya protein berdasarkan sumbernya telah kita ketahui protein hewani dan nabati berikut ini adalah makanan-makanan yang kaya akan mengandung protein. (1) Protein komplit: daging sapi, kalkun, ayam, ikan laut,


(22)

9

keju, telor, udang, yogurt, susu dan (2)Protein inkomplit: tahu, tempe, kacang hijau, mentega, mi telor, beras merah, beras putih, terigu/ gandum. (Ellya, 2010)

Angka kecukupan protein tiap orang berbeda, tergantung dari usia, berat badan, tinggi badan serta jenis kelamin. Pada usia pertumbuhan dan kehamilan kebutuhan protein bertambah. Protein bisa diperoleh dari sumber makanan nabati dan hewani. Ada perbedaan diantara keduanya. Berasal dari hewan mengandung semua asam amino yang dibutuhkan tubuh bisa terpenuhi terutama serealiad an metheonin yang kurang dalam makanan yang berasal dari nabati. Hanya saja makanan hewani tidak memiliki kadar serat yang tinggi seperti makanan nabati yang berbaik menyeimbangkan makanan hewani dan nabati. (Ellya, 2010)

Kadar Protein Pada Beberapa Bahan Makanan:

Tabel 2.2

Sumber Protein Hewani

Bahan makanan Protein g %

Daging Hati Babat Jeroan, Iso Oaging kelinci Ikan segar Kerang Udang segar Ayam Telur Susu sapi 18,8 19.7 17,6 14,0 16,6 17,0 16,4 21,0 18,2 12,8 3,2

(Ellya, 2010)


(23)

10

Tabel 2.3

Sumber Protein Nabati

Bahan Makanan Protein g %

Kacang kedelai, kering Kacang ijo

Beras

Kacang Tanah Jagung panen lama Terigu, tepung Jampang Kenari Kelapa Daun singkong Singkong, tapioka 34,9 22,2 7,4 25,3 9,2 8,9 6,2 15,0 3,4 6,8 1,1

(Ellya, 2010)

2.1.2.5

Komposisi Kimia Protein

Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Molekul protein lebih kompleks dari pada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya. Asam amino terdiri atas atom karbon yang terikat pada satu gugus karboksil (-COOH), satu gugus amino (-NH2 ), satu atom hidrogen (-H) dan satu gugus radikal (-R) atau rantai cabang. (Ellya, 2010)

Pada umumnya asam amino yang diisolasi dari protein hididroksilat alfa-asam amino, yaitu gugus karboksil dan amino terikat pada atom karbon yang sama. Yang membedakan asam amino satu sama lain adalah rantai cabang atau gugus-R nya. (Ellya, 2010)


(24)

11

2.1.2.6 Ciri-Ciri Molekul Protein

Beberapa ciri utama molekul protein adalah : (Ellya, 2010)

1. Berat molekulnya besar, ribuan sampai jutaan sehingga merupakan suatu makromolekul.

2. Umumnya terdiri dari 20 macam asam amino.

3. Terdapat ikatan kimia lain yang menyebabkan terbentuknya lengkungan-Iengkungan rantai polipeptida menjadi struktur tiga dimensi protein. 4. Strukturnya tidak stabil terhadap beberapa faktor seperti pH, radiasi,

temperatur, medium pelarut organik dan detejen.

5. Umumnya reaktif dan sangat spesifik, disebabkan terdapatnya gugusan samping yang reaktif dan susunan khas struktur makromolekulnya.

2.1.2.7 Fungsi Protein

Semua orgamisme menggunakan protein untuk melakukan sejumlah fungsi penting untuk kehidupan. Protein berfungsi dan berguna sekali bagi makhluk hidup khususnya manusia semua sumber-sumber protein dalam tubuh kita sangat baik untuk kesehatan manusia. Disini dapat kita lihat fungsi protein, antara lain sebagai berikut: (Ellya, 2010)

1. Untuk pertumbuhan dan pemeliharaan.

2. Untuk pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh. 3. Untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. 4. Untuk memelihara netralitas tubuh.

5. Untuk pembentukan antibodi. 6. Untuk mengangkat zat-zat gizi. 7. Sebagai sumber energi.

Oleh karena itu, protein sangat berperan penting dalam tubuh manusia, karena bila manusia tidak cukup protein, maka mereka akan dapat menderita gizi kurang.


(25)

12

2.1.2.8 Kegunaan Protein Bagi Tubuh Manusia

Protein sangat berperan penting untuk pertumbuhan manusia. penting yang terdapat dalam semua makhluk hidup. Jadi tanpa adanya protein tidaklah dapat dibentuk sel makhluk hidup. Secara garis besarnya guna protein bagi manusia adalah sebagai berikut : (Ellya, 2010)

1. Untuk membangun sel jaringan tubuh seorang bayi yang lahir dengan berat badan 3 kg.

2. Untuk mengganti sel tubuh yang rusak.

3. Untuk membuat air susu, enzim dan hormon air susu yang diberikan ibu kepada bayinya dibuat dan makanan ibu itu sendiri.

4. Membuat protein darah, untuk mempertahankan tekanan osmose darah. 5. Untuk menjaga keseimbangan asam basa dari cairan tubuh.

6. Sebagai pemberi kalori.

2.1.2.9

Kebutuhan Protein Bagi Manusia

Kebutuhan protein bagi manusia dapat ditentukan dengan cara menghitung jumlah protein yang diganti dalam tubuh. Ini bisa dilakukan dengan menghitung jumlah unsur nitrogen (zat lemas) yang ada dalam protein makanan dan menghitung pula jumlah unsur nitrogen yang dikeluarkan tubuh melalui air seni dan tinja.Penggunaan protein dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga dalam praktiknya jumlah protein itu belum dapat memenuhi kebutuhan.

Sebabnya antara lain: (Ellya, 2010)

a. Kadar protein 18,75 gram dalam tubuh akan menyebabkan beberapa reaksi kimia yang tidak bisa berlangsung dengan baik.

b. Kecernaan protein itu sendiri. Tidak semua bahan makanan yang mengandung serat-serat proteinnya bisa diambil tubuh. Karena adanya serat-serat ini, enzim-enzim tidak bisa masuk untuk memecah protein.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka ditetapkan bahwa kebutuhan protein bagi seorang dewasa adalah 1 gram untuk setiap kilogram berat badannya setiap hari. Untuk anak-anak yang sedang tumbuh, diperlukan protein yang lebih banyak, yaitu 3 gram tiap satu kilogram berat badannya.


(26)

13

Disamping itu, mengingat adanya protein sempurna dan tidak sempurna berdasarkan jumlah dan macam-macam asam amino yang ada dalam makanan, maka untuk menjamin agar tubuh benar-benar mendapatkan asam amino dalam jumlah dan macam yang cukup, sebaiknya untuk orang dewasa seperlima dari protein yang diperlukan haruslah protein yang berasal dari hewan, sedangkan untuk anak-anak sepertiga dari jumlah protein yang mereka perlukan.

(Ellya, 2010)

2.1.2.10

Kebutuhan Protein untuk Ibu Hamil

Sama seperti energi. kebutuhan wanita akan protein membubung sampai 68%. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 gr yang tertimbun clalam jaringan ibu, plasenta, serta bayi. Jika PER dianggap 70%, rata-rata pertambahan protein ialah 8.5 gr/hari. Jika koefisien variabilitas sebesar 15%, tambahan ini meningkat menjaeli 100 gr/ sehari. National Academy of Seciences mematok angka sekitar 30 gr. (Ellya, 2010)

Bagi wanita normal. pada trimester pertama angka ini terlalu tinggi, Di Kanada, tambahan yang dianjurkan ialah 5 gr pada trimester I, 15 gr pada trimester II, dan 24 gr selama trimester III. Sementara Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V 1993 menganjurkan penambahan 12 gr/hari Dengan demikian, dalam satu hari asupan protein dapat mencapai 75-100gr (sekitar 12% dari jumlah total kalori); atau sekitar 1,3 gr/kg/hari (gravida mature), 1,5 gr/kg/hari (usia 15-18 tahun), dan 1,7 gr/kg/hari (di bawah 15 tahun). Bahan pangan yang dijadikan sumber sebaiknya (2/3 bagian) merupakan bahan pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur. susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari tumbuhan (bernilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian. ( Ellya, 2010)

2.1.3

Fisiologi Penyerapan Protein

Penyerapan Protein Yang dicerna dan diserap tidak saja protein dari makanan, tetapi protein endogen ("dari dalam tubuh") yang masuk ke lumen


(27)

14

saluran pencernaan dari tiga sumber berikut juga dicerna dan diserap: (Sherwood, 2001)

a. Enzim pencernaan, yang semuanya adalah protein, yang telah disekresikan ke dalam lumen.

b. Protein di dalam sel yang lepas dari vilus ke dalam lumen selama proses pertukaran mukosa

c. Sejumlah kecil protein plasma yang dalam keadaan normal bocor dari kapiler ke dalam lumen saluran pencernaan

Setiap hari, dari ketiga sumber ini sekitar 20-40 g protein endogen masuk ke lumen. jumlah ini dapat mencapai lebih dari separuh dari protein yang disajikan ke usus halus untuk dicerna dan diserap. Semua protein endogen harus dicerna dan diserap bersama protein makanan untuk mencegah pengurangan simpanan protein tubuh. Asam amino yang diserap dari makanan dan protein endogen digunakan untuk mensintesis protein baru di tubuh. (Sherwood, 2001)

Protein yang disajikan ke usus halus untuk diserap terutama berada dalam bentuk asam amino dan beberapa fragmen peptida kecil . Asam-asam amino diserap menembus sel usus melalui transportasi aktif sekunder. serupa dengan penyerapan glukosa dan galaktosa. Dengan demikian Glukosa, galaktosa, dan asam amino semuanya memperoleh "tumpangan gratis" dari transportasi Na+ yang menggunakan energi. Peptida-peptida kecil masuk melalui bantuan pembawa lain dan diuraikan menjadi konstituen-konstituen asam aminonya oleh aminopeptidase di brush border atau oleh peptidase intrasel. Seperti monosakarida. asam amino masuk ke jaringan kapiler.yang ada di dalam vilus. Dengan demikian, proses penyerapan produk akhir pencernaan karbohidrat dan protein melibatkan sistem transportasi khusus yang diperantarai oleh pembawa dan memerlukan pengeluaran energi serta kotransportasi Na+ dan kedua jenis produk akhir tersebut kemudian diserap ke dalam darah. (SHerwood, 2001)

2.1.4

Akibat Kekurangan protein

Kurang Kalori Protein (KKP) akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya, tidak tercukupi oleh diet. Kedua bentuk defisiensi


(28)

15

ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan ketimbang yang lain. Sindrom kwasiorkor terjelma manakala defisiensi lebih menampakkan dominasi protein, dan marasmus termanifestasi jika terjadi kekurangan energi yang parah. Kombinasi kedua bentuk ini, marasmik-kwasiorkor. juga tidak sedikit, meskipun sulit menentukan kekurangan apa yang lebih dominan.

(Arisman, 2009)

Kurang energi protein dikelompokkan menjadi KKP primer dan sekunder. Ketiadaan pangan melatarbelakangi KKP primer yang mengakibatkan berkurangnya asupan, Penyakit yang mengakibatkan pengurangan asupan, gangguan serapan dan utilisasi pangan, serta peningkatan kebutuhan (dan atau kehilangan) akan zat gizi dikategorikan sebagai KKP sekunder. Keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan berat badan, atau terlambat tumbuh, sampai ke sindrom klinis yang nyata. dan tidak jarang berkaitan dengan defisiensi vitamin, serta mineral. (Arisman, 2009)

Setidaknya, ada 4 faktor yang melatarbelakangi KKP, yaitu: masalah sosial, ekonomi, biologi, dan lingkungan. Kemiskinan, salah satu determinan sosial-ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang berjejalan, kumuh, dan tidak sehat serta ketidak mampuan mengakses fasilitas kesehatan. Ketidaktahuan, baik yang berdiri sendiri maupun yang berkaitan dengan kemiskinan. Menimbulkan salah paham tentang cara merawat bayi dan anak yang benar, juga salah mengerti mengenai penggunaan bahan pangan tertentu dan cara memberi makan anggota keluarga yang sedang sakit. Hal lain yang juga berpotensi menumbuhsuburkan KKP di kalangan bayi dan anak adalah penurunan minat dalam memberi ASI yang kemudian diperparah pula dengan salah persepsi tentang cara menyapih. Selain itu, distribusi pangan dalam keluarga terkesan masih timpang. (Arisman, 2009)

Tempat tinggal yang berjejalan dan tidak bersih menyebabkan infeksi sering terjadi. Prosedur penyimpanan hasil produksi pascapanen yang buruk mengakibatkan bahan pangan cepat rusak. Bencana alam, perang, atau migrasi paksa telah terbukti mengganggu distribusi pangan.


(29)

16

Penyalahgunaan anak, ketidakberdayaan kaum ibu, penelantaran lansia, kecanduan alkohol dan obat. pada akhirnya berujung pula sebagai KKP. Selain itu budaya yang menabukan makanan tertentu (terutama terhadap balita serta ibu hamil dan menyusui) dan mengonsumsi bahan bukan pangan akan memicu sekaligus melestarikan KKP. (Arisman, 2009)

Komponen biologi yang menjadi latar belakang KKP, antara lain, malnutrisi ibu, baik sebelum maupun selama hamil, penyakit infeksi, serta diet rendah energi dan protein. Seorang ibu yang mengalami KKP selama kurun waktu tersebut pada gilirannya akan melahirkan bayi berberat badan rendah. Tanpa ketersediaan pangan yang cukup, bayi KKP tersebut tidak akan mampu mengejar ketertinggalannya, baik kekurangan berat semasa dalam kandungan maupun setelah lahir. (Arisman, 2009)

Penyakit infeksi berpotensi sebagai penyokong atau pembangkit KKP. Penyakit diare, campak, dan infeksi saluran napas kerap menghilangkan napsu makan. Penyakit saluran pencernaan yang sebagian muncul dalam bentuk muntah dan gangguan penyerapan, menyebabkan kehilangan zat gizi dalam jumlah besar. Percepatan proses katabolisme meningkatkan kebutuhan sekaligus menambah kehilangan zat-zat gizi. (Arisman, 2009)

Kurang kalori protein sesungguhnya berpeluang menyerang siapa saja. terutama bayi dan anak yang tengah bertumbuh-kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia kurang dari 1 tahun. Sementara kwasiorkor cenderung menyerang setelah mereka berusia 18 bulan. Jika dialami oleh anak yang berumur lebih tua, kondisi tersebut biasanya ringan karena mereka pada umumnya telah pandai "mencari makan" sendiri. Remaja, dewasa muda (utamanya pria), wanita tidak hamil dan tidakmenyusui, memiliki angka prevalensi paling rendah. (Arisman, 2009)


(30)

17

2.1.5 Pengaruh KKP Terhadap Beberapa Organ

a. Saluran Pencernaan

Malnutrisi berat menurunkan sekresi asam dan melambatkan gerak lambung. Mukosa usus halus mengalami atrofi. Vili pada mukosa usus lenyap, permukaannya berubah menjadi datar dan diinfiltrasi oleh sel-sel limfosit. Pembaruan sel-sel epitel, indeks mitosis, kegiatan disakarida berkurang. Pada hewan percobaan, kemampuan untuk mempertahankan kandungan normal mucin dalam mukosa terganggu dan laju penyerapan asam amino serta lemak berkurang.

(Arisman, 2009)

b. pankreas

Malnutrisi menyebabkan atrofi dan fibrosis sel-sel asinar yang akan mengganggu fungsi pankreas sebagai kelenjar eksokrin. Gangguan fungsi pankreas bersama dengan intoleransi disakarida akan menimbulkan sindrom malabsorpsi, yang selanjutnya berlanjut sebagai diare. (Arisman, 2009)

c. Hati

Pengaruh malnutrisi pada hati bergantung pada lama, serta jenis zat gizi yang berkurang. Glikogen pada penderita marasmus cepat sekali terkuras sehingga zat lemak kemudian tertumpuk dalam sel-sel hati. Manakala kelaparan terus berlanjut, hati mengerut sementara kandungan lemak menyusut dan protein habis meskipun jumlah hepatosit relatif tidak berubah. Ukuran hati penderita kwasiorkor membesar serta banyak mengandung g1ikogen. Infiltrasi lemak merupakan gambaran menonjol yang terutama disebabkan oleh penumpukan trigliserida. Dengan mikroskop elektron akan terlihat proliferasi “retikulum endoplasma halus”, sementara jumlah "retikulum endoplasma kasar" menurun. Mekanisme bagaimana kedua hal ini terjadi belum diketahui. (Arisman, 2009)


(31)

18

d. Ginjal

Meskipun fungsi (agak) normal ginjal masih dapat dipertahankan. GFR (glomerular filtration rate) dan RPF (renal plasma flow) telah terbukti menurun. Penelitian di Minnesota membuktikan bahwa keadaan semikelaparan dapat mengakibatkan poliuri (tampak jelas setelah 6 minggu kelaparan) dan nokturia. Gangguan kemampuan untuk pemekatan urine diperkirakan sebagai akibat dari penurunan jumlah urea dalam medula yang disertai penyusutan medullary osmolar gradient. Pemeriksaan laboratorium urine berupa: berat jenis (BJ) rendah, ada sedikit sedimen, RBC, WBC, dan toraks sementara protein tidak ada. Secara histologis, tidak ada perubahan yang bermakna. (Arisman, 2009)

e. Sistem Hematologik

Perubahan pada sistem hematologik meliputi anemia, leukopenia, trombositopenia, pembentukan akantosit, serta hipoplasia sel-sel sumsum tulang yang berkaitan dengan transformasi substansi dasar, tempat nekrosis sering terlihat. Derajat kelainan ini bergantung pada berat serta lamanya kekurangan kalori berlangsung. Anemia pada kasus demikian biasanya bersifat normokromik dan tidak disertai oleh retikulositosis meskipun cadangan zat besi cukup adekuat. Penyebab anemia pasien yang asupan proteinnya tidak adekuat ialah menurunnya sintesis eritropoietin, sementara anemia pada mereka yang sama sekali tidak makan protein timbul karena stem cell dalam sumsum tulang tidak berkembang. di samping sintesis eritropoietin juga menurun. (Arisman, 2009)

Malnutrisi berat berkaitan dengan leukopenia dan hitung jenis yang normal. Morfologi neutrofil juga kelihatan normal. Namun, jika infeksi terjadi, jumlah neutrofil biasanya (namun tidak selalu) meningkat. Simpanan neutrofil yang dinyatakan sebagai hitung neutrofil tertinggi setelah 3-5 jam pemberian hidrokortison pada malnutrisi juga berkurang; dan fungsinya tidak normal. Sebagai tambahan, jumlah trombosit turut pula menurun. (Arisman, 2009)


(32)

19

f. Sistem Kardiovaskular

Kondisi semikelaparan akan menyusutkan berat badan sebanyak 24%. mengerutkan volume jantung hingga 17% di samping menyebabkan bradikardia. hipotensi arterial ringan, penurunan tekanan vena, konsumsi oksigen, stroke volume, dan penurunan curah jantung. Dampaknya adalah kerja jantung menurun, penjenuhan (saturasi) oksigen vena dan kandungan oksigen arterial berkurang.

(Arisman, 2009)

g. Sistem Pernapasan

Hasil otopsi penderita malnutrisi menunjukkan tanda-tanda yang menyiratkan bahwa selama hidup mereka pernah terserang bronkitis, tuberkulosis, serta pneumonia. Kematian akibat malnutrisi biasanya terjadi berkaitan dengan pneumonia. Penyulit ini terutama disebabkan oleh lenyapnya kekuatan otot perut, sela iga, bahu, dan diafragma. Akibatnya. fungsi ventilasi terganggu, kemampuan untuk mengeluarkan dahak menjadi rusak sehingga eksudat menumpuk dalam bronkus. Keberadaan hipoproteinemia secara bersamaan mengakibatkan edema interstitial dan sekresi bronkus. Kondisi demikian memperberat fungsi ventilasi yang telah terganggu. (Arisman, 2009)

h. Penyembuhan luka

Irvin (1975) telah meneliti proses penyembuhan luka pada tikus yang menjalani operasi kolon dan diberi makanan yang tidak mengandung protein. Gangguan penyembuhan luka baru akan timbul manakala berat badan menyusut lebih dari sepertiga berat badan normal karena kekuatan mekanis otot serta kulit perut telah berkurang. Pada kolon, pengurangan kekuatan seperti ini tidak terjadi. Kesimpulan Irvin ialah bahwa penyusutan jaringan kolagen viseral jauh lebih sedikit ketimbang jaringan parietal. Namun, pengaruh buruk ini masih dapat diatasi jika nutrisi pascaoperasi terselenggara dengan baik. (Arisman, 2009)

2.1.6 Klasifikasi Kurang Kalori Protein (KKP)

Gomez (1956) merupakan orang pertama yang mempublikasikan cara pengelompokan kasus kurang kalori protein. Klasifikasi KKP menurut Gomez


(33)

20

didasarkan pada berat badan terhadap usia (BB/U). Berat anak yang diperiksa dinyatakan sebagai persentase dari berat anak seusia yang diharapkan pada baku acuan dengan menggunakan persentil ke-50 baku acuan Harvard. Berdasarkan sistem ini. KKP diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan, yaitu derajat I, II, dan III (lihat Tabel 2.4: "KIasifikasi KKP menurut Gomez"). Sayang sekali, dengan cara ini marasmus tidak dapat dibedakan dengan kwasiorkor. Akibatnya, anak yang rasio berat badan terhadap usia sangat rendah tidak termasuk sebagai penderita KKP karena anak yang kurus ini memiliki ukuran tinggi badan yang rendah pula. (Arisman, 2009)

Tabel 2.4

Klasifikasi KKP Menurut Gomez

Derajat KKP Berat Badan/usia (%)

I (Ringan) 90-76

II (Sedang) 75-61

III (Berat) <60

Sumber: Arisman, 2009

Penggunaan nilai defisit berdasarkan berat terhadap usia tidak membedakan anak yang memang mempunyai berat badan kurang (KKP kini) dengan mereka yang berat dan tingginya seimbang (KKP lampau). Di samping data tentang kronologis usia tidak selalu tersedia dan, kalaupun ada, data tersebut biasanya tidak valid (terandal). Namun demikian, pengelompokkan KKP sebagai derajat I (75-90% dari acuan berat terhadap usia), II (60- 75%), dan III (<60%) sangat berfaedah dalam penelitian epidemiologis dan kesehatan masyarakat karena proporsi anak di masyarakat yang pada suatu ketika dalam hidupnya pernah mengalami KKP dapat ditentukan. (Arisman, 2009)

Sama seperti Gomez, Jellife (1966) juga menyusun klasifikasi berdasarkan berat terhadap usia, termasuk penggunaan baku acuan Harvard dengan persentil ke-50. Bedanya, Jellife membagi KKP menjadi 4 tingkatan: I sampai dengan IV .

(Arisman, 2009)


(34)

21

Tabel 2.5

Klasifikasi KKP Menurut Jellife

Kategori Berat bada/usia (%)

KKP I 90-80

KKP II 80-70

KKP III 70-60

KKP IV <60

Sumber: Arisman, 2009

Dengan klasifikasi Jellife, kwasiorkor dan marasmus masih belum dibedakan. Karena itu, Bengoa (1970) mencoba menengahi kedua pengelompokan ini dengan memasukkan tanda edema, tanpa memandang defisit berat badan. Menurut Bengoa, KKP cukup dikelompokkan menjadi 3 kategori dan seluruh penderita yang menampakkan tanda edema dinilai sebagai KKP derajat III. Klasifikasi Bengoa masih menggunakan baku Harvard sebagai acuan. (Arisman, 2009)

Tabel 2.6

Klasifikasi KKP Menurut Bengoa

Kategori Berat badan/usia (%)

KKP I 90-76

KKP II 74-61

KKP III Semua penderita dengan edema

Sumber: Arisman, 2009

Hampir sama seperti Gomez, Jellife, dan Bengoa, klasifikasi Wellcome (1970) juga mengacu pada baku Harvard. Bedanya, Wellcome memasukkan parameter edema ke dalam penilaian. Jika defisit berat badan pada klasifikasi Bengoa tidak diperhatikan, Wellcome memasukkan indikator ini kedalam komponen yang harus dinilai. Dengan demikian, perbedaan berbagai tahapan kelainan status gizi tergambar jelas . (Arisman, 2009)


(35)

22

Tabel 2.7

Klasifikasi KKP Menurut Wellcome

Tanda yang ada % berat baku Edema Defisit BB/TB

Kurus 80-60 0 Minimal

Pendek <60 0 Minimal

Marasmus <60 0 ++

Kwasiorkor 80-60 + ++

Marasmik Kwasiorkor <60 + ++

Sumber: Arisman, 2009

Klasifikasi Waterlow (1973) telah lebih baik, menggunakan indikator berat badan terhadap usia dan berat terhadap tinggi badan meskipun masih mengacu pada baku Harvard. Waterlow mengelompokkan KKP menjadi 4 kelas, yaitu: normal. kurus, kurus dan pendek, serta pendek. Data seperti ini penting karena pendekatan serta antisipasi lamanya terapi keduanya tidak sama. Sebagai contoh. untuk menormalkan mereka yang kurus tidak memakan waktu lama, sementara sebaliknya: mengejar ketertinggalan pertumbuhan linier (kalau masih dapat) memerlukan waktu cukup panjang. (Arisman, 2009)

Tabel 2.8

Klasifikasi KKP Menurut Waterlow Derajat kependekan Derajat kekurusan (BB/TB)

Persen (derajat) BB/U >90% (0) 80-90%(1) 70-80%(2) <70%(3) >90% (derajat 0)

95-90%(derajat 1) Normal Kurus

85-90% (derajat 2)

<80% (derajat 3) Pendek Kurus-pendek

Sumber: Arisman, 2009

Terakhir, Departemen Kesehatan RI (2000), berdasarkan Temu Pakar Gizi di Bogor tanggal19-21 Januari dan di Semarang tanggal 24-26 Mei tahun 2000, merekomendasikan baku WHO-NCHS untuk digunakan sebagai baku


(36)

23

antropometris di Indonesia. Dari sini klasifikasi KKP kemudian disusun. Indikator yang dipakai ialah tinggi dan berat, sementara penyajian indeks digunakan simpangan baku. (Arisman, 2009)

Tabel 2.9

Klasifikasi KKP menurut Depkes 2000

Indeks Simpangan baku Status gizi

Berat badan terhadap usia (BB/U) ≥2 SD

-2 SD sampai + 2 SD <-2 SD sampai -3 SD <-3 SD

Gizi lebih Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk

Tinggi badan terhadap usia (TB/U) Normal Pendek

-2SD sampai +2SD <- 2 SD

Berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB)

≥2 SD

-2 SD sampai + 2 SD <-2 SD sampai -3 SD <-3 SD

Gemuk Normal Kurus Sangat kurus

Sumber: Arisman, 2009

Berlainan dengan metode yang digunakan untuk menilai keadaan gizi anak, status gizi remaja dan dewasa ditentukan dengan Plcnggunakan indikator indeks masa tubuh (body mass indeks /BMI). Indeks masa tubuh, yaitu pembagian berat dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter, dianjurkan untuk mengukur status gizi remaja dan dewasa, Kriteria yang dianjurkan oleh "International Worhing Party" terpapar dalam table. Berdasarkan data pengukuran orang kulit putih dan berwarna di Amerika Serikat, diagnosis KKP bagi kaum remaja dibatasi <15, dan <16,5 untuk usia masin g-masing 11-13 dan 14-17 tahun. (Arisman, 2009)


(37)

24

Tabel 2.10

Klasifikasi KKP Dewasa menurut BMI

BMI2 Derajat KKP

>18,5 Normal

17,0-18,4 Ringan

16,0-16,9 Sedang

<16,0 Berat

Sumber: Arisman, 2009

2.1.7 Kerangka Konsep

2.1.8 Definisi Operasional

Pendidikan yaitu Suatu cara untuk mengembangkan ketrampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi warga negara yang baik”. “Tujuannya untuk mengembangkan atau mengubah kognisi, afeksi dan konasi seseorang”.

Pengetahuan yaitu kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan tentang kebutuhan protein diukur dengan memberi skor pada kuesioner. Bila jawaban benar diberi skor 1, dan 0 bila salah. Makan nilai yang akan didapat antara 0-10. Selanjutnya dilakukan penjumlahan skor dibagi jumlah pertanya dikali 100%

Menurut Undang-Undang

 UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989 : "Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/latihan bagi peranannya di masa yang akan datang";

Tingkat pendidikan Pengetahuan tentang

kebutuhan protein saat kehamilan


(38)

25 BAB III Metode Penelitian

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif dengan desain potong lintang (cross sectional).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di puskesmas peunaron pada tanggal 1-30 September 2010.

3.3. Populasi dan Sapel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang menikah di daerah Peunaron Aceh Timur.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang menikah dan telah memiliki anak di puskesmas Peunaron Aceh Timur.

Karena proporsi agresi tidak diketahui dan peneliti menganggap proporsi agresi adalah 50%, dengan derajat kepercayaan 95% dan peneliti mengiginkan presisi mutlak sebesar 10%. Maka rumus penentuan jumlah sampel adalah:

n = P(1-P)(Z2/d2) Jawab d= 0,1

Z= 1,96 n = P(1-P)(Z2/d2)

= 0,5(1-0,5).(1,962/0,12) = 96,04 responden


(39)

26

3.3.2.1 Kriteria Sampel Kriteria Inklusi

1. Wanita yang sudah menikah dan memiliki anak di wilayah kerja puskesma peunaron

2. Ibu yang memeriksa kehamilannya di puskesmas peunaron Kreteria Eksklusi

1. Wanita yang sudah menikah tapi belum memiliki anak

3.4. Cara Kerja Penelitian

3.4.1. Pengumpulan data

Data diperoleh dari penyebaran kuesioner pada responden diwilayah kerja puskesmas Peunaron Aceh Timur.

3.4.2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik sehingga lebih mudah diolah. Dalam penelitian ini pengumpulan data dengan menggunakan: Kuesioner yang dibagikan langsung kepada ibu yang telah memiliki anak.

3.4.3. Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows. Data disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular.

3.4.4. Interpretasi Data

Interpretasi data dilakukan secara diskriptif.

3.4.5. Pelaporan Hasil


(40)

27 BAB IV

Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Analisi Univariat

Setelah dilakukan analisi unuvariat dari hasil karakteristik tigkat pendidikan ibu di wilayah peunaron sebagai berikut:

4.1.1 Pendidikan Ibu

Berdasarkan pendidikan didapatkan denngan penyebaran kuesioner terhadap ibu di daerah peunaron.

Tabel 4.1

Distribusi tingkat pendidikan

Tingkat pendidika Jumlah Persentasi

Tinggi 67 67%

Rendah 33 33%

Total 100 100%

Berdasarkan data pada tabel 4.1 diatas didapatkan hasil ibu yang berpendidikan tinggi adalah sebesar 67% sedangkan ibu dengan pendidikan rendah berjumlah adalah sebesar 33%

4.1.2 Pengetahuan Ibu

Tabel 4.2

Distribusi tingkat pengetahua

Pengetahuan Jumlah Persentase

Baik 80 80%

Buruk 20 20%


(41)

28

Berdasarkan data pada tabel 4.2 diatas didapatkan hasil ibu yang baik adalah sebesar 80% sedangkan ibu dengan pengetahuan buruk berjumlah adalah sebesar 20%

4.2 Hasil Analisis Bivariat

Tabel 4.3

Disribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Dan Pengetahuan Protein Saat Kehamilan

Tingkat pendidikan

Status pengetahuan Total OR (95% CL) Pvelue

Baik Buruk

N % N % N %

Tinggi 60 89,6% 7 10,4% 67 100% 5,571

(1,952-15,905) 0,01 Rendah 20 60,6% 13 39,4% 33 100%

Total 80 80% 20 20% 100 100%

Dari hasil analisa hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan protein diperoleh bahwa responden yang tingkat pendidikannya tinggi mempunyai peluang untuk memiliki pengetahuan yang baik tentang protein 89,6% sedangkan responden yang tingkat pendidikannya rendah memiliki pengetahuan yang baik tentang protein sebanyak 60,6% dengan demikian secara persentase responden yang tingkat pendidikannya tinggi memiliki pengetahuan tentang protein yang baik pula dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai P Value= 0,01, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan status pengetahuan. Adapun besar bedanya dapat dilihat dari nilai OR=5,571, artinya ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai peluang berpengetahuan baik tentang protein 5,571 kali dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah.


(42)

29

4.3 Pembahasan

4.3.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut, yaitu:

1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional atau desain potong lintang yang hanya menggambarkan variabel yang diteliti pada waktu yang sama sehingga tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.

2. Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini hanya menghubungkan variabel-variabel yang diduga berhubungan dengan variabel dependen, sehingga masih ada variabel-variabel lain yang ada di dalam kerangka teori yang belum masuk dalam kerangka konsep yang diduga berhubungan dengan variabel dependen.

3. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membagikan kuesioner kepada responden.

4.3.2 Pembahasan Penelitian

3.3.2.1.1 Tingkat pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian pada 100 ibu yang menikah dan mempunyai anak di wilayah Peunaron, didapatkan gambaran mengenai tingkat pendidikan ibu yaitu 67% dengan status pendidikan tinggi, 33% dengan status pendidikan rendah.

3.3.2.2 Tingkat Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian pada 100 ibu yang menikah dan mempunyai anak di wilayah Peunaron, didapatkan gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang kebutuhan protein yaitu 80% ibu berpengetahuan baik dan 20% ibu berpengetahuan buruk


(43)

30

4.2.2.3 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan tentang kebutuhan protein

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hubungan dari hasil analisa hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan protein diperoleh bahwa responden yang tingkat pendidikannya tinggi mempunyai peluang untuk memiliki pengetahuan yang baik tentang protein 89,6% sedangkan responden yang tingkat pendidikannya rendah memiliki pengetahuan yang baik tentang protein sebanyak 60,6% dengan demikian secara persentase responden yang tingkat pendidikannya tinggi memiliki pengetahuan tentang protein yang baik pula dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah. Hasil uji statistic diperoleh nilai P Value= 0,01, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan status pengetahuan. Adapun besar bedanya dapat dilihat dari nilai OR=5,571, artinya ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai peluang berpengetahuan baik tentang protein 5,571 kali dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah.


(44)

31 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan protein, karena daari hasil uji statistik di peroleh P value sebesar 0,01.

5.2 Saran

5.2.1 Untuk Responden

Lebih memperhatian asupan protein yang dikonsumsi agar memperoleh bayi dengar berat badan yang cukup.

5.2.2 Untuk Puskesmas

Mempromosikan tentang pentingnya protein pada saat kehamilan 5.2.3 Untuk Peneliti Selanjutnya

Perlu diadakan penelitian lanjutan untuk meneliti variabel lain yang bisa mempegaruhi pengetahuan tentang kebutuhan gizi saat kehamilan


(45)

32

Daftar Pustaka

Almatsier,S, 2006, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Arisman, 2009, Buku Ajar Ilmu gizi, Gizi Dalam Daur Kehidupan, Jakarta :EGC.

Budiarto, E,2002, Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: EGC.

Ellya, E, 2010, Gizi dalam Kesehatan Reproduksi, Jakarta : Trans Info Media.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardja

Sherwood, L, 2001, Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Jakarta : EGC

Soekidjo Notoatmodjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi). Jakarta : PT. Rineka Cipta


(46)

33

Daftar Lampiran

Lampiran I. Koesioner A. Identitas responden

1. Nama: 1A [ ]

2. Umur: 2A [ ]

3. Pendidikan a. Tidak sekolah b. SD

c. SLTP d. SMA

e. Perguruan tinggi f. Lain-lain

3A [ ]

4. Pekerjaan

a. Ibu rumah tangga b. Guru

c. Petani

d. Lain-lain ( )

4A [ ]

B. Pengetahuan kebutuhan tentang protein

1. Apakah anda tahu tentang protein? a. Ya

b. Tidak

1B [ a ]

2. Apa fungsi protein menurut anda ? a. Membangun tibuh

b. Sumber energi c.

2B [ a ]

3. Makanan dibawah ini yang mengandung protein a. Nasi

b. Telur c. Susu


(47)

34

4. Menurut anda pentingkah protein itu? a. Ya

b. Tidak

4B [a ]

5. Apa saja jenis protein yang anda ketahui? a. Protein nabati

b. Protein laut c. Protein sayur

5B [a ]

6. Penyakit yang diderita bila kekurangan protein? a. Busung lapar

b. Kegemukan c. Bisulan

6B [ a ]

7. Apakah anda mengkonsumsi makan berprotein setiap hari?

a. Ya b. Tidak

7B [ a]

8. Apakah kebutuhan protein ibu hamil lebih banyak dari pada wanita biasa?

a. Ya b. Tidak

8B [a ]

9. Apa akibat dari kekurangan protein pada ibu hamil a. Keguguran

b. Pendarahan

c. Kurang darah (anemia)

9B [ a ]

10. Apa fungsi protein bagi janin a. Untuk Pembentuk organ tubuh b. Untuk pertumbuhan tulang dan gigi c. Untuk perkambangan otak


(48)

35

Lampiran 2. Output SPSS

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pendidikan * pengetahuan 100 100.0% 0 .0% 100 100.0% Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tinggi 67 67.0 67.0 67.0

rendah 33 33.0 33.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 80 80.0 80.0 80.0

buruk 20 20.0 20.0 100.0


(49)

36

pendidikan * pengetahuan Crosstabulation

pengetahuan

Total baik buruk

pendidikan tinggi Count 60 7 67

% within

pendidikan

89.6% 10.4% 100.0%

rendah Count 20 13 33

% within

pendidikan

60.6% 39.4% 100.0%

Total Count 80 20 100

% within

pendidikan

80.0% 20.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 11.578a 1 .001 Continuity Correctionb 9.840 1 .002 Likelihood Ratio 10.964 1 .001

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association

11.463 1 .001

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.60. b. Computed only for a 2x2 table


(50)

37

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper

Odds Ratio for pendidikan (tinggi / rendah)

5.571 1.952 15.905

For cohort pengetahuan = baik 1.478 1.109 1.969 For cohort pengetahuan = buruk .265 .117 .601


(1)

32

Almatsier,S, 2006, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Arisman, 2009, Buku Ajar Ilmu gizi, Gizi Dalam Daur Kehidupan, Jakarta : EGC.

Budiarto, E,2002, Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: EGC.

Ellya, E, 2010, Gizi dalam Kesehatan Reproduksi, Jakarta : Trans Info Media.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardja

Sherwood, L, 2001, Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Jakarta : EGC

Soekidjo Notoatmodjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi). Jakarta : PT. Rineka Cipta


(2)

Daftar Lampiran

Lampiran I. Koesioner A. Identitas responden

1. Nama: 1A [ ]

2. Umur: 2A [ ]

3. Pendidikan a. Tidak sekolah b. SD

c. SLTP d. SMA

e. Perguruan tinggi f. Lain-lain

3A [ ]

4. Pekerjaan

a. Ibu rumah tangga b. Guru

c. Petani

d. Lain-lain ( )

4A [ ]

B. Pengetahuan kebutuhan tentang protein

1. Apakah anda tahu tentang protein? a. Ya

b. Tidak

1B [ a ]

2. Apa fungsi protein menurut anda ? a. Membangun tibuh

b. Sumber energi c.

2B [ a ]

3. Makanan dibawah ini yang mengandung protein a. Nasi

b. Telur c. Susu


(3)

4. Menurut anda pentingkah protein itu? a. Ya

b. Tidak

4B [a ]

5. Apa saja jenis protein yang anda ketahui? a. Protein nabati

b. Protein laut c. Protein sayur

5B [a ]

6. Penyakit yang diderita bila kekurangan protein? a. Busung lapar

b. Kegemukan c. Bisulan

6B [ a ]

7. Apakah anda mengkonsumsi makan berprotein setiap hari?

a. Ya b. Tidak

7B [ a]

8. Apakah kebutuhan protein ibu hamil lebih banyak dari pada wanita biasa?

a. Ya b. Tidak

8B [a ]

9. Apa akibat dari kekurangan protein pada ibu hamil a. Keguguran

b. Pendarahan

c. Kurang darah (anemia)

9B [ a ]

10. Apa fungsi protein bagi janin a. Untuk Pembentuk organ tubuh b. Untuk pertumbuhan tulang dan gigi c. Untuk perkambangan otak


(4)

Lampiran 2. Output SPSS

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent pendidikan * pengetahuan 100 100.0% 0 .0% 100 100.0% Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tinggi 67 67.0 67.0 67.0

rendah 33 33.0 33.0 100.0 Total 100 100.0 100.0

Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 80 80.0 80.0 80.0 buruk 20 20.0 20.0 100.0


(5)

pendidikan * pengetahuan Crosstabulation

pengetahuan

Total baik buruk

pendidikan tinggi Count 60 7 67

% within

pendidikan

89.6% 10.4% 100.0%

rendah Count 20 13 33

% within

pendidikan

60.6% 39.4% 100.0%

Total Count 80 20 100

% within

pendidikan

80.0% 20.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 11.578a 1 .001 Continuity Correctionb 9.840 1 .002 Likelihood Ratio 10.964 1 .001

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association

11.463 1 .001

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.60. b. Computed only for a 2x2 table


(6)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper Odds Ratio for pendidikan

(tinggi / rendah)

5.571 1.952 15.905

For cohort pengetahuan = baik 1.478 1.109 1.969 For cohort pengetahuan = buruk .265 .117 .601 N of Valid Cases 100


Dokumen yang terkait

Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Hubungan Seksual Saat Kehamilan Di Wilayah Sukabumi Utara

1 40 100

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Tuberkulosis dengan Pemberian Imunisasi BCG pada Anak di Puskesmas Ciputat Timur Tahun 2012

1 22 68

Hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan protein pada saat kehamilan di puskesmas peunaron aceh timur tahun 2010

0 11 50

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KEBUTUHAN HUBUNGAN SEKSUAL SELAMA KEHAMILAN

0 0 8

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TANDA BAHAYA PADA KEHAMILAN DI PUSKESMAS SIDOHARJO KABUPATEN SRAGEN

0 0 13

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP TANDA BAHAYA KEHAMILAN DI PUSKESMAS KASIHAN II BANTUL TAHUN 2009

0 0 8

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA-TANDA BAHAYA KEHAMILAN DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN I YOGYAKARTA TAHUN 2010

0 0 10

i HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU PRIMIGRAVIDA TENTANG PERUBAHAN FISIK PADA KEHAMILAN TRIMESTER II DI PUSKESMAS MERGANGSAN YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU PRIMIGRAVIDA TENTANG PERUBAHAN

0 0 9

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANEMIA PADA KEHAMILAN DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN DI PUSKESMAS MERGANGSAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANEMIA PADA KEHAMILAN DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN DI PUSKES

0 1 12

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG PEMERIKSAAN KEHAMILAN (ANC) DENGAN FREKUENSI PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS GARUNG WONOSOBO TAHUN 2012

0 0 11