Tringa nebularia Trinil kaki-hijau M

87 Lampiran 1. Lanjutan No. NAMA JENIS NAMA JENIS STATUS KEHADIRA STATUS LINDUNO CAPRIMULGIDAE 70. Caprimugus affinis Cabak B App II APODIDAE 71. Collocalia esculenta Walet sapi v 72. Apus pacificus Kapinis laut v ALCEDINIDAE 73. Alcedo coerulescens Raja-udang biru B P 74. Halcyon chbris Cekakak sungai B P 75. Halcyon sancta Cekakak suci M P MEROPIDAE 76. Merops philippinus Kirik-kirik laut HIRUNDINIDAE 77. Delichon dasypus Layang-layang 78. Hirundo rustica Layang-layang api M 79. Hirundo tahitica Layang-layang batu v PYCNONOTIDAE 80. Pycnonotus goiavier Cerucuk B IRENIDAE 81, Aegithina tiphia Cipeuw B ORIOLIDAE 82. Oriolus chinensis Kepodang V TURDIDAE 83. Copsychus saularis Murai B ACANTHIZIDAE 84. Gerygone sulphurea Rametuk SYLVIIDAE 85. Acrocephalus sp Kerakbasi M 86. Cisticola juncidis Cici padi v 87. Orthotomus sutorius Cinenen pisang v 88. Phylloscopus Cikrak M 89. Prima familiaris Perenjak B MUSCICAPIDAE 90. Culicicapa Sikatan kepala-abu V MONARCHIDAE 91. Rhipidura javanica Sikatan B P STURNIDAE 92. Acridotheres Kerak kerbau V 93. Sturnus Contra Jalak suren V 94. Sturnus Jalak putih V P 95. Sturnus sturninus Jalak Cina M 88 Lampiran 1. Lanjutan NECTARINIIDAE 96. Anthreptes malacensis Burung-madu kelapa 97. Arachnothera longirostra Burung No. NAMA JENIS NAMA JENIS STATUS KEHADIRA STATUS LINDUNO V V B V V V B V B V V P P P V 89 jantung 98. Nectarinia jugularis Burung madu DICAEIDAE 99. Dicaeum trochileum Burung cabal ZOSTEROPIDAE 100. Zosterops flavus Kacamata Jawa PLOCEIDAE 101. Passer montanus Gereja 102. Ploceus manyar Manyar ESTRILDIDAE 103. Lonchura leucogastroides Bodol Jawa 104. Lonchura maja Bondol aji 105. Lonchura malacca Bondol rawa 106. Lonchura punctulata Bondol peking ARTAMIDAE 107. Arthamus leucorhynchusKekep babi CORVIDAE 108. Corvus macrorhynchus Gagak Status keberadaan: B : Breeder Tercatat pernah berbiak; V : Visitor pengunjung tidak berbiak; M : Migrant pendatangmigran … : Mungkin....... Status perlindungan : P : Dilindungi di lndonesian E : Endangered Red Data Book V : Vulnerable R : Rare App.t : Appendix ICITES App.lt : Appendix II Lampiran 2 Dasar hukum kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove Indonesia No. Landasan Hukum Keterangan Sumber Hukum 1. UU Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 dan ayat 4 Ayat 3 menekankan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh Negara dan dimanfaatkan sebesarnya-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ayat 4 menekankan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan antara lain berdasarkan atas prinsip keberlanjutan dan berwawasan lingkungan. 90 Undang-Undang 1 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Mengatur hal-hal yang berkenaan dengan resapan air, pembentukan wilayah pengelolaan, wilayah perlindungan dan konservasi berdasarkan keberadaan lahan basah di kawasan hutan. 2 UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Antara lain menyebutkan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam hal pendayagunaan sumber daya alam dan upaya-upaya konservasi. Mengatur distribusi wewenang pengelolaan lahan basah lintas kabupaten, kota, provinsi. 4 UU No. 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja PBB Mengenai Perubahan Iklim United Nation Framewok Convention on Climate Change Konvensi ini merupakan dasar bagi negara-negara industri untuk mengurangi emisi gas rumahkaca gabungan mereka paling sedikit 5 dari tingkat emisi tahun 1990 menjelang periode 2008-2012. Secara tidak langsung Undang-undang ini dapat mendorong perlindungan lahan basah untuk tujuan pengendalian perubahan iklim. 6 UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Mengatur hal-hal yang berkenaan dengan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang termasuk pemanfaatan ruang kawasan lindung; yang antara lain bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan. 7 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Pelestarian Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Mengatur hal-hal yang berkenaan dengan usaha perlindungan seperti perlindungan sistem penyangga, pengawetan keanekaragaman jenis, aktivitas apa saja yang dilarang, dan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya, 9 UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan dalam proses revisi, September 2003 Mengatur hal-hal yang berkenaan dengan pengelolaan, pemanfaatan, dan pengawasan sumber daya ikan termasuk habitatnya. Peraturan Pemerintah 1 PP No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan, Rencana Pengelolaan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Peraturan Pemerintah ini antara lain membahas tentang Tata Hutan, Rencana Pengelolaan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan 4 PP No 252000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom Menerangkan secara rinci kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom. Kewenangan tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa bidang, antara lain yaitu: bidang pertanian, kelautan, pertambangan dan energi, kehutanan dan perkebunan, penataan ruang, pertanahan, dan lingkungan hidup. 5 PP No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL Antara lain berisi tentang kewajiban melakukan AMDAL bagi setiap jenis usahakegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besarpenting terhadap lingkungan hidup; cara kerja komisi penilai AMDAL; tata cara pembuatan AMDAL, pembinaan, dan pengawasan; serta keterbukaan informasi dan peran masyararakat. 8 PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Antara lain berisi tentang definisi, asas, tujuan, serta kriteria Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam; pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; serta pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya kecuali pemanfaatan jenis 91 tumbuhan dan satwa serta kegiatan kepariwisataaan di zona pemanfaatan. 10 PP No. 27 Tahun 1991 Tentang Rawa Lingkup pengaturan rawa dalam Peraturan Pemerintah ini adalah penyelenggaraan konservasi rawa yang meliputi perlindungan, pengawetan secara lestari dan pemanfaatan rawa sebagai ekosistem sumber air. 11 PP No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan Mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan kawasan hutan, perlindungan tanah hutan, perlindungan terhadap kerusakan hutan, perlindungan hasil hutan, pelaksanaan perlindungan hutan, dan ketentuan pidana. 12 PP No. 2 Tahun 1982 Tentang Pengaturan Tata Air Antara lain berisi tentang asas dan landasan hak atas air; pola tata pengaturan air; koordinasi tata pengaturan air; penggunaan air danatau sumber air; perlindungan air; eksploitasi dan pemeliharaan bangunan pengairan; pengawasan; serta ketentuan pidana. Keputusan Presiden 1 Keppres No.48 Tahun 1991 Mengenai Pengesahan Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl Habitat Konvensi ini berisi tentang ketentuan konservasi lahan basah dan situs-situs lahan basah yang mempunyai kepentingan internasional. Pada pengesahan tersebut Pemerintah RI telah mengajukan Taman Nasional Berbak di Jambi sebagai lahan basah yang memiliki nilai penting secara internasional untuk dilindungi. 2 Keppres No. 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Menerangkan tentang ruang lingkup kawasan lindung; pokok kebijaksanaan kawasan lindung meliputi kriteria jenis-jenis kawasan lindung dan tujuan perlindungannya; tata cara penetapan kawasan lindung; serta upaya pengendalian kawasan lindung. 3 Keppres No. 26 Tahun 1989 Mengenai Pengesahan Konvensi Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia. Konvensi ini antara lain berisi tentang definisi warisan budaya dan alam, upaya-upaya perlindungan di tingkat nasional dan internasional, pembentukan komite antar negara untuk upaya perlindungan, pendanaan bagi kegiatan perlindungan, tata cara memperoleh bantuan internasional untuk upaya perlindungan, serta kewajiban bagi negara-negara peserta konvensi untuk melakukan program-program pendidikan dan penyebaran informasi mengenai pentingnya warisan budaya dan alam kepada masyarakat. 92 Lampiran 3 Beberapa strategi nasional pengelolaan lahan basah Indonesia No Nama Strategi Keterangan 1. Strategi Nasional Pengelolaan Lahan Basah NSAP 1996 yang kemudian direvisi pada tahun 2004 Strategi ini dikeluarkan oleh Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil institusi pemerintah, peneliti dan akademisi, masyarakat sipil, dan pihak swasta. Penyusunannya sendiri difasilitasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan sehingga meski tidak memiliki baju hukum, Strategi Nasional ini dapat menjiwai kebijakan operasional yang dikembangkan oleh paling tidak dua kementerian sektor tersebut. 2. Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove di Indonesia tahun ... saat ini dalam proses revisi. Penyusunan Strategi Nasional Mangrove difasilitasi oleh Departemen Kehutanan dan LSM Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove. Strategi Nasional ini direncanakan akan memiliki baju hukum agar pelaksanannya menjadi bersifat wajib bagi instansi pemerintah terkait. Tanpa baju hukum Strategi Nasional ini akan tetap dapat menjadi acuan berbagai pemangku kepentingan, minimal bagi Departemen Kehutanan. 93 Lampiran 4 Kuisioner Survei Valuasi Ekonomi A. Identitas Responden Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : ……………..TamatTidak Tamat Jumlah Anggota Keluarga : ……….orang a. Anak-anak : ……… orang b. Dewasa : ……… orang Status Perkawinan : Alamat : Pekerjaan Utama : 1. Pegawai Negeri 2. Pegawai Swasta 3. Wiraswasta 4. Petani 5. Petambak 6. Nelayan 7. Pengrajin Arang 8. Pengambil Kayu untuk Bangunan 9. Pengambil hasil perikanan dari ekosistem 10. Lainnya…………………… Pekerjaan Sampingan : 1. Pegawai Negeri 2. Pegawai Swasta 3. Wiraswasta 4. Petani 5. Petambak 6. Nelayan 7. Pengrajin Arang 8. Pengambil Kayu untuk Bangunan 9. Pengambil hasil perikanan dari ekosistem 10. Lainnya…………………… B.1. Target Responden : Pencari Satwa 1. Apakah BapakIbuSdri benar pencari satwa dari ekosistem mangrove ? a. Benar b. Tidak 2. Apabila benar, jenis satwa apakah yang BapakIbuSdri biasanya peroleh ? a. Kelelawar b. Ular c. Burung d. Lainnya…………… 3. Berapa kali biasanya BapakIbuSdri mencari satwa tersebut ? a. Tiap hari b. 3 – 4 hari dalam seminggu c. Seminggu sekali d. Sebulan sekali e. Lainnya……………. 4. Analisis usaha dari pencari satwa yaitu No Uraian Satuan Total Rp A Penerimaan Jenis satwa 1…………….... 2……………… Hargasatwa 1……………… 2……………… Total Penerimaan B Investasi penyusutan 1. Perangkap 2. Kapak 3. lainnya ……….. Biaya Operasional 1…………. 2………….. 94 C Net Benefit A-B B.2. Target Responden : Pemanfaat Kayu 1. Apakah BapakIbuSdri mengambil hasil ekosistem mangrove berupa kayu? a. Ya b. Tidak 2. Apabila Ya, pilihlah jenis mangrove yang BapakIbuSdri manfaatkan dan digunakan untuk apa, berdasarkan tabel dan keterangan dibawah ini : Jenis Mangrove Jenis Pemanfaatan 1 2 3 4 5 a. Avicennia b. Sonneratia c. Rhizophora d. Bruguiera e. Nypa f. Lainnya … Responden dituntun dengan memperlihatkan gambar keterangan 1. Kayu bakar 2. Arang 3. Bahan bangunan 4. Bahan perahu 5. Lainnya …………….. Analisis usaha No Uraian Satuan Total KgRphari A. Penerimaan 1. Ukuranpanjang setiap batang meter 2. Jumlah batang unit 3. Hargabatang Total Penerimaan B. Biaya 1. Jenis peralatan yang digunakan……………… 2. Harga tiap peralatan Total Biaya C. Net Benefit A-B D. Frekuensi Pengambilan hari 3. Berapa kali BapakIbuSdri melakukan pemanfaatan tersebut di atas? a. Tiap hari b. 3 – 4 hari dalam seminggu c. Seminggu sekali d. Sebulan sekali e. Lainnya…………….. 95 4. Apakah dengan jenis pemanfaatan yang BapakIbuSdri lakukan, dijual untuk menambah penghasilan ? a. Ya semuanya b. Dijual sebagian c. Tidak dijual subsisten B.3. Target Responden : Nelayan Umum 1. Ukuran perahukapal yang digunakan :………………GT 2. Dimensi L,B,D :……..x…………..x……..M 3. Jenis mesin penggerak : Motor tempelDiesel a. 10 GT b. 10 – 30 GT c. 30 GT 4. Macam alat tangkap yang digunakanj umlah :……………..…….unit 5. Alat Bantu tangkap :……………….. 6. Ukuranskala alat tangkap :pxlxt……………. 7. Jumlah nelayan ABK :…………orang 8. Skala usaha : subsistenartisanal kecilsedangbesarindustri kecilsedangbesar 9. Pelabuhan tempat pendaratan ikan : 10. Status kepemilikan usaha : milik sendirikelompok nelayanperusahaan 11. Jumlah tenaga penangkap…………………orang a. Pemilik…………………orang b. Nahkoda kapal……...orang c. Juru mesin…………….orang d. Juru mudi……………..orang e. Juru masak……………orang f. ABK pekerja…………orang Operasional Penangkapan Ikan 1. Daerah operasional penangkapan ikan fishing ground : perairan………….. 2. Jarak dari tempat pendaratan ikan ke fishing ground :…………….mil laut atau ………hari perjalanan 3. jarak dari fishing ground ke pantai terdekat :……………..mil laut 4. Banyaknya trip operasi penangkapan ikan : ……….triphari ……… tripbulan ……… triptahun 5. Lamanya satu kali trip operasi penangkapan ikan : ……………..hari 6. Waktu pengoperasian alat tangkap : pagisiangmalam 7. Hari tidak ke laut selama satu minggu :……….hari, hari……….selama satu bulan …….hari 96 8. Bulan tidak ke laut selama satu tahun :……bulan, yaitu pada bulan 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12 9. Musim penangkapan ikan : Musim banyak : bulan…………………..sampai bulan………….. Musim sedang : bulan…………………..sampai bulan………….. Musim kurang : bulan…………………..sampai bulan………….. Hasil Tangkapan 1. Jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan 2. Hasil tangkapan utama No Jenis ikan Musim Banyak kgtrip Musim kurang kgtrip 1. 2. 3. ………. ……… ………. 3. Penanganan ikan di atas kapal : menggunakan palkah dan esmenggunakan palkah tanpa esdibiarkan diatas deklain- lain…………. Penerimaan 1. Hasil tangkapan a. Jenis ikan ………………………kgtripbulantahun, harganya Rpkg……………….. ……………………… kgtripbulantahun, harganya Rpkg………………. ……………………… kgtripbulantahun, harganya Rpkg……………… 2. Total peneri maan : Rpkgtripbulantahun……………………………………. Investasi No Investasi Jumlah Nilai Rp Baru lama Umur ekonomis Beban 1. Kapalperahu 2. Mesin 3. Alat tangkap unit 4. Penanganan 5. Lainnya…… Biaya Operasional 1. Biaya ABKt rip : Rp……….. 2. Bahan Bakar : Rptripkapal perahu…………………… 3. Olie : Rptripkapal perahu…………………… 4. Total Bahan Pengawet : Rptripkapal perahu……………… 5. Lain- lain ………….: Rptripkapal perahu……………………. Biaya Perawatan 1. Kapalperahu : Rpkalibulantahun……………… 2. Alat tangkap : Rpkalibulantahun……………… 97 3. Biaya Lain – lain ………………. ABSTRACT ITA SUALIA. Impact of Sea Level Rise on Coastal Management of Pulau Dua Nature Reserve In Relation to Its Buffer Area in Kasemen Sub District, Serang Municipality of Banten Province. Under supervision of FREDINAN YULIANDA and ACHMAD FAHRUDIN Pulau Dua Nature Reserve CAPD is located in Banten Bay on 06 o 01’05”– 06 o 02’05”South and 106 o 11’38”– 106 o 13’14”East under administrative area of Sawah Luhur village of Serang municipality. The function of CPAD is very important for about 108 species of birds where 38 species of its categorized as protected by national and or international convention. An area of 28,6 hectares mangrove as the main vegetation of 30 hectares CAPD leads important role as well as natural protection for 515 hectares of fish ponds, 2910 families and also support rice production of Serang and its surrounding. Topography of CAPD and its surrounding ecosystem are a gently sloping low land area with the highest contour is 4m above MSL. Due to this topography condition and located directly faced Java Sea, caused this area is very vulnerable to the impacts of sea level rise. Simulation models of sea level rise for scenario 25cm, 50cm and 100cm combining with contour map are able to predict the changes of ecological landscape of land inundation and economic losses incurred. Calculation of economic losses in this study carried out by using economic valuation method of mangrove ecosystem, as mangrove e is the main vegetation of CAPD. Sea level rise on scenario 25cm shown taht 427, 22 ha of fish ponds will permanently inundate and no more operates or about 5.699.542.020 IDR will be losses. On scenario of 50cm shown 535,60 ha fish ponds and 10ha CAPD will be loss with economic value losses is IDR 11.261.056.639. On scenario 100cm, about 569,54 ha area will be loss namely all of area of fish pond, 28ha of CAPD, village road and settlement. Area management strategy to answer this problem was developed through SWOT analysis on vulnerability level of natural, human resource and socio economic conditions. Through this analysis can be recommend an ecological planning method as the strategy of coastal management of Sawah Luhur village. Keywords: Cagar Alam Pulau Dua, sea level rise, economic valuation, SWOT analysis, ecological planning method. RINGKASAN ITA SUALIA. Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Pengelolaan Pesisir Cagar Alam Pulau Dua dan Keterkaitan dengan Kawasan Penyangga di Kecamatan Kasemen Kota Serang Provinsi Banten Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA dan ACHMAD FAHRUDIN Cagar Alam Pulau Dua CPAD merupakan kawasan lindung yang didominasi oleh vegetasi mangrove, terletak di Teluk Banten berhadapan langsung dengan Laut Jawa dan berada dalam wilayah administrasi Kelurahan Sawah Luhur Kecamatan Kasemen Kota Serang. Secara ekologi, keberadaan CAPD sangat penting setidaknya bagi 108 jenis burung yang tiga puluh delapan diantaranya merupakan jenis yang dilindungi baik secara nasional maupun internasional. Secara ekonomi, keberadaan vegetasi mangrove di CAPD merupakan benteng alami bagi 515 hektar areal pertambakan dan pemukiman dari 2190 keluarga Kelurahan Sawah Luhur. Selain itu, keberadaan CAPD juga mendukung keberhasilan produksi beras Kota Serang dan sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh burung-burung yang hidup di CAPD merupakan penyeimbang populasi hama padi terutama serangga. Topografi berupa dataran pesisir yang landai dengan ketinggian maksimal punggung pulau 4m di atas permukaan laut serta posisi yang berhadapan langsung dengan Laut Jawa menyebabkan CAPD sangat rentan terhadap dinamika pantai Penelitian simulasi dampak kenaikan muka laut skenario kenaikan 25cm, 50cm dan 100cm yang dilakukan di wilayah CAPD dan tambak sekitarnya dimaksudkan untuk : 1 Memperkirakan perubahan ekologi bentang alam CAPD dan tambak sekitarnya; 2 Menghitung kerugian ekonomi atas perubahan bentang alam yang ditimbulkan; 3 Mengidentifikasi upaya peningkatan resiliensi dan mitigasi yang telah ada; 4 Memberikan rekomendasi strategi pengelolaan pesisir Kelurahan Sawah Luhur dalam kerangka peningkatan resiliensi ekosistem dan masyarakat terhadap kenaikan muka laut. Pegumpulan data primer dan sekunder dilakukan pada Agustus 2009 sampai dengan Maret 2010. Analisis perubahan bentang alam dilakukan dengan memadukan overlay peta kontur CAPD dan tambak sekitarnya dengan skenario kenaikan muka laut setinggi 25cm, 50cm dan 100cm. Penghitungan kerugian ekonomi dari perubahan bentang alam akibat kenaikan muka laut dilakukan dengan menghitung nilai ekonomi total ekosistem mangrove. Hasil simulasi skenario kenaikan 25cm meununjukkan bahwa 427, 22 ha areal tambak akan tergenang permanen dan tidak dapat dioperasikan sehingga menyebabkan kehilangan nilai ekonomi sebesar Rp. 5.699.542.020hektartahun. Skenario kenaikan 50cm menunjukkan 535,60 ha areal tambak dan 10 ha wilayah CAPD akan tergenang permanen dengan total nilai kerugian Rp. 11.261.056.639hektartahun dan pada skenario kenaikan 100cm, total area yang akan terendam yaitu 569,54 ha terdiri dari 515 areal pertambakan, 28 ha kawasan CAPD dan 26,54 ha jalan desa dan pemukiman. Total kerugian ekonomi yang ditimbulkan Rp. 30.906.952.255. Pengembangan strategi pengelolaan ekosistem pesisir Kelurahan Sawah Luhur menggunakan pendekatan ecological planning method yaitu pemaduan informasi biofisik dan sosiokultur untuk melihat suatu peluang dan membantu pembuatan keputusan mengenai pengelolaan kawasan. Selanjutnya, informasi tersebut disusun dengan mengevaluasi kekuatan strengths, kelemahan weaknesses, peluang opportunities, dan ancaman threats yang terdapat di lokasi penelitian, khususnya pada enam modal utama dalam pengurangan risiko bencana yaitu modal sumberdaya alam natural capital, modal ekonomi finansial economicfinancial capital, modal sumberdaya manusia human capital, modal sosial social capital dan modal politik political capital. Hasil pengkajian informasi biofisik dan sosial ekonomi tersebut diatas dapat diketahui bahwa kawasan pertambakan CAPD dengan luas 515 ha memiliki ketergantungan yang sangat tinggi pada CAPD. Kerusakan kawasan CAPD bisa berdampak langsung pada kondisi sosial ekonomi Kota Serang dan disekitarnya dan memiliki dampak tidak langsung pada kondisi ekologi secara global. Berdasarkan hal tersebut, maka fokus strategi pengelolaan ekosistem pesisir Kelurahan Sawah Luhur dilakukan dengan menjadikan CAPD sebagai prioritas dengan dua strategi utama yaitu: 1. Menurunkan tingkat ancaman, mengurangi kejadian abrasi dengan mempertahankan garis pantai saat ini. Terdapat dua pilihan yang bisa dilakukan yaitu dengan hard engineering rekayasa fisik berupa pemasangan tanggul laut dan soft engineering rekayasa biologi dengan penanaman mangrove. Pilihan soft engineering sebaiknya dilakukan sehingga diperoleh biaya investasi dan perawatan yang lebih murah. Disamping itu, ekosistem mangrove yang terbentuk akan memberikan dampak ekologis yang lebih baik bagi lingkungan lokal maupun global; 2 Menurunkan tingkat kelemahan, fokus strategi adalah dengan mengupayakan peningkatan kapasitas finansial, sumberdaya manusia, dan politik masyarakat agar mengarus-utamakan upaya-upaya adaptasi perubahan iklim dalam kegiatan sehari-hari. Mata- pencaharian masyarakat, terutama perikanan agar diperkuat dengan dukungan finansial dan teknis sehingga bisa mengubah pola budidaya pertambakan konvensional saat ini menjadi pertambakan model silvofishery. Kata kunci: Cagar Alam Pulau Dua, kenaikan muka laut, SWOT, ecological planning method 1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun 1800 hingga tahun 2000 seperti variasi suhu permukaan bumi, konsentrasi gas rumah kaca di udara dan tinggi rata-rata muka laut serta prediksi dampak yang akan ditimbulkan pada masa mendatang menjadikan isu perubahan iklim terus diperbincangkan, bahkan sampai mempengaruhi kebijakan global dunia, tidak terkecuali kebijakan politik dan ekonomi Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Perancanaan Pembangunan Nasional BAPPENAS 2010 telah mengeluarkan suatu buku Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap yaitu arahan pembangunan sektor kehutanan, energi, industri, pertanian, perhubungan, daerah pesisir,sumber daya air, limbah, dan kesehatan kaitan dengan perubahan iklim. Pada tahap implementasi untuk mengintegrasikan perubahan iklim dalam perencanaan pengembangan suatu kawasan maupun program pembangunan pada berbagai sektor masih relatif sulit. Hal tersebut dikarenakan masih minimnya informasi mengenai perubahan iklim, dampak yang akan ditimbulkan serta ketidakpastian waktu kapan dampak tersebut akan terjadi. IPCC 2001 mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan pada unsur-unsur iklim dari waktu ke waktu, baik karena variabilitas alam atau akibat aktivitas manusia dalam kurun waktu yang panjang. Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia 2007 mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan sistem iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara lima puluh sampai seratus tahun yang disebabkan oleh kegiatan antropogenik, khususnya pemakaian bahan bakar fosil dan alih-guna lahan. Perubahan yang disebabkan oleh faktor alami seperti tambahan aerosol dari letusan gunung berapi tidak diperhitungkan dalam pengertian perubahan iklim. Masalah utama dalam isu perubahan iklim adalah naiknya suhu rata-rata dekat permukaan bumi yang disebabkan efek rumah kaca dari gas-gas seperti CO 2 karbondioksida dan CH 4 metana atau dikenal dengan istilah pemanasan global. Konsentrasi gas rumah 2 kaca di atmosfer diketahui telah naik secara drastis akibat aktivitas industri, terutama pasca revolusi indutri pada awal tahun 1980-an. . Pemanasan global dapat menyebabkan perubahan signifikan pada sistem biologi dan fisik bumi, seperti peningkatan intensitas siklon tropis, perubahan pola curah hujan, salinitas laut, pola angin, masa reproduksi hewan dan tumbuhan, distribusi spesies dan populasi, epidemi suatu penyakit. Kesemua hal tersebut tentu akan mempengaruhi suatu keseimbangan ekologi bahkan dapat menghilangkan suatu ekosistem tertentu. Dampak dari pemanasan global yang akan sangat di rasakan oleh masyarakat pesisir adalah kenaikan muka laut rata-rata sea level rise baik yang disebabkan oleh peningkatan suhu perairan sehingga massa air laut memuai maupun mencairnya es di kutub sehingga menambah volume air di lautan. Dampak lebih lanjut dari kenaikan muka laut diantaranya 1 pemunduran garis pantai; 2 terendamnya secara terus menerus suatu daratan; 3 meningkatnya potensi banjir dan erosi di rawa lumpur; 4 meningkatnya potensi dampak banjir dan bencana alam di dataran pesisir yang landai; 5 meningkatnya salinitas di estuari, rawa lumpur, sungai dan lahan basah pesisir lainnya. Kelima dampak tersebut harus dihadapai oleh negara-negara pantai atau negara kepulauan di dunia terlebih lagi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Prediksi dampak perubahan iklim perlu diperhitungkan dalam semua kegiatan pengelolaan pesisir karena dapat berdampak langsung pada pemunduran garis pantai dan berakibat pada berkurangnya daratan sehingga dapat mengganggu pengaturan aset-aset penduduk, perkembangan ekonomi bahkan menyebabkan perpindahan penduduk relokasi dari wilayah pesisir yang terendam akibat kenaikan muka laut rata-rata Dahuri et al. 2004. Cagar Alam Pulau Dua CPAD merupakan kawasan lindung seluas tiga puluh hektar, terletak di Teluk Banten Selat Sunda bagian timur dengan vegetasi mangrove sebagai penyusun utama ekosistem. Pulau Dua sebenarnya merupakan pulau atol karang yang terpisah dari Pulau Jawa oleh selat selebar sekitar 300m. Proses sedimentasi yang terjadi secara terus menerus telah menyebabkan area yang sebelumnya berupa selat berubah menjadi daratan yang ditumbuhi oleh vegetasi mengrove dan menyebabkan Pulau Dua menjadi tersambung dengan 3 Pulau Jawa. Secara ekologi, CAPD merupakan habitat penting bagi burung air dan burung migran. Noor 2004 menyatakan terdapat sekitar 108 jenis burung ditemukan di CPAD dimana tiga puluh delapan jenis diantaranya merupakan burung yang dilindungi baik secara nasional maupun internasional. Dari sisi ekonomi, CPAD merupakan benteng alami setidaknya bagi 515 hektar areal pertambakan dan pemukiman dari 2190 keluarga warga Kelurahan Sawah Luhur desa yang berbatasan langsung dengan bagian selatan CAPD. Keberadaan CAPD juga mendukung keberhasilan produksi beras Kota Serang dan sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh burung-burung yang hidup di CAPD pada umumnya adalah pemangsa hama padi terutama serangga sehingga dapat berperan sebagai penyeimbang populasi hama tersebut. Topografi dataran pesisir yang landai dan berhadapan langsung dengan Selat Sunda menyebabkan pesisir Kelurahan Sawah Luhur sangat rentan terhadap dinamika pantai Sukarningsih 2007. Hingga saat ini garis pantai wilayah CAPD di bagian utara telah mundur sekitar tiga meter ke arah darat akibat abrasi. Informasi dari Polisi Hutan setempat dan bukti penggenangan wilayah yang dulunya daratan masih terlihat jelas yaitu pohon-pohon yang tumbang maupun tergenang. Penelitian prediksi penggenangan daratan akibat kenaikan muka laut dengan skenario kenaikan 25cm, 50cm dan 100cm yang dipadukan overlay dengan peta topografi dan peta tataguna lahan saat ini dapat memprediksi dampak ekologi dan ekonomi yang mungkin ditimbulkan. Informasi ini juga dapat digunakan sebagai landasan untuk memilih kebijakan pengelolaan suatu kawasan pesisir dalam mengadaptasi perubahan iklim serta mengurangi risiko bencana akibat kanaikan muka laut maupun proses hidrodinamika pantai lainnya.

1.2 Perumusan Masalah

Pemanasan global menyebabkan pemuaian massa air laut dan mencairnya es di kutub sehingga akan menyebabkan kenaikan muka laut. IPCC 2007 menyebutkan dalam periode tahun 1961 hingga 2003 kenaikan pertahun muka laut global rata-rata adalah 1,8 mm dari kisaran nilai antara 1,3 hingga 3,0 mm. Dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2003 laju kenaikan muka laut lebih tinggi yaitu 3,1 mm dari kisaran nilai antara 2,4 hingga 3,8 mm pertahun. Prediksi