PELATIHAN KEBERSYUKURAN UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI PADA REMAJA PENYANDANG DIFABLE FISIK

Edited by Foxit Reader
Copyright(C) by Foxit Corporation,2005-2009
For Evaluation Only.

PELATIHAN KEBERSYUKURAN UNTUK MENINGKATKAN
RESILIENSI PADA REMAJA PENYANDANG DIFABLE FISIK

SKRIPSI

Oleh :
Himmatul Ulya
201210230311397

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

PELATIHAN KEBERSYUKURAN UNTUK MENINGKATKAN
RESILIENSI PADA REMAJA PENYANDANG DIFABLE FISIK

SKRIPSI


Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang
sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi

Oleh :
Himmatul Ulya
201210230311397

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
i

LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Skripsi
2.
3.
4.
5.

6.

: Pelatihan Kebersyukuran Untuk Meningkatkan Resiliensi
Pada Remaja Penyandang Difable Fisik
Nama
: Himmatul Ulya
Nim
: 201210230311397
Fakultas/ Jurusan : Psikologi
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang
Waktu Penelitian : 16 Desember – 8 Januari 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 29 Januari 2016
Dewan Penguji
Ketua Penguji
Anggota Penguji

: Dr. Latipun, M.Kes.
: 1. Zainul Anwar, M.Psi.
2. Dr. Nida Hasanati M.Si.

3. Yudi Suharsono, M.Si.

(
(
(
(

)
)
)
)

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Latipun, M.Kes.

Zainul Anwar, M.Psi.


Malang,
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Dra.Tri Dayakisni, M.Si.

ii

SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Himmatul Ulya
Nim
: 201210230311397
Fakultas/ Jurusan : Psikologi
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang
Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul:
Pelatihan Kebersyukuran Untuk Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja Penyandang
Difable Fisik
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun kesuluruhan kecuali dalam

bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya
2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak
bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan
ini tidak benar, maka saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang
yang berlaku.

Malang, Januari 2016
Mengetahui,
Ketua Program Studi

Yang menyatakan

Yuni Nurhamidah, S.Psi, M.Si.

Himmatul Ulya

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
tak lupa Shalawat serta salam penulis haturkan kepada nabi junjungan umat Islam,
Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang mulia sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pelatihan Kebersyukuran Untuk
Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja Penyandang Difable Fisik” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Kelancaran penulisan skripsi ini tidak terlepas dari adanya dorongan dan bantuan serta
segala bimbingan yang bermanfaat dari berbagai pihak yang diterima oleh penulis. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesarbesarnya kepada:
1.

Dra. Tri Dayakisni, M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang.
2. Dr. Latipun, M.Kes. dan Zainul Anwar, M.Psi. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II
yang telah memberikan banyak inspirasi, banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk memberikan bimbingan dan arahan yang bermanfaat sehingga penulis dapat
menyempurnakan penelitian ini dengan maksimal.
3. Siti Maimunah S.Psi, MM., MA., selaku dosen wali yang telah memberi dukungan dan
arahan kepada penulis selama penulis mengikuti kegiatan perkuliahan.
4. Bapak Achmad Djupri dan Ibu Sawiya, yang senantiasa memberikan dukungan baik

secara moril maupun materil, serta memberikan do’a yang begitu luar biasa untuk
penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
5. Kakak penulis Muhammad Nur Shofi dan Adik penulis Achmad Arman Maulana serta
seluruh keluarga besar yang tiada henti memberi semangat kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
6. Teman-teman dari Universitas Muhammadiyah Malang yaitu Okta, Gesta, Riska, Surya,
Abdi dan dari Universitas Brawijaya Malang yaitu Mita, Husin, Ken, Uswa dan Rara
yang telah bersedia menjadi subjek penelitian dan meluangkan waktu serta bisa
bekerjasama dengan penulis dalam proses pengambilan data penelitian.
7. Teman-teman dari SMK Negeri 7 Malang yang telah membantu peneliti dalam proses
pengujian skala.
8. Sahabat tersayang Firly Dwi Putri, Kafiyatul Aysha, Devi Ratnasari, Citra Ayu Meilinda,
Yunairisya Ayu dan Yusi Dwinta Saputri yang selalu bersedia memberi motivasi dan
do’a pada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
9. Keluarga Besar Asrama Putri Al-Izzah yang selalu menghibur dan berbagi keceriaan
serta memotivasi penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
10. Keluarga besar Laboratorium Psikologi Ibu Siti Maimunah, S.Psi, MM, MA dan Santi
Palupi, S.Psi. serta teman – teman asisten Laboratorium Psikologi yang bersedia
memotivasi dan memberikan bantuan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
11. Teman-teman seperjuangan penulis, kelas Psikologi G 2012 Universitas Muhammadiyah

Malang, yang selalu bersedia membagikan keceriaan dan semangat serta dukungan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik dan penuh semangat.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak
memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, dapat diterima sebagai
amal shaleh di sisi Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari
iv

sempurna, sehingga besar harapan penulis untuk dapat menerima pendapat, kritik, dan
masukan guna perbaikan untuk penelitian ini kedepannya. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi ilmu Psikologi, perusahaan, serta
pembaca pada umumnya.

Malang, Januari 2016
Penulis

Himmatul Ulya

v


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
JUDUL SKRIPSI................................................................................................... 1
IDENTITAS ........................................................................................................... 1
ABSTRAK.............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 2
LANDASAN TEORI
A.
B.
C.
D.
E.

F.
G.

Resiliensi ...................................................................................................... 4
Karakteristik Resiliensi ................................................................................ 5
Faktor-faktor Pembentuk Resiliensi ............................................................. 5
Fungsi Resiliensi .......................................................................................... 5
Kebersyukuran ............................................................................................. 6
Remaja Difable Fisik .................................................................................... 7
Pelatihan Kebersyukuran Untuk Meningkatkan Resiliensi pada Remaja
Difable Fisik ................................................................................................. 7

HIPOTESIS ............................................................................................................ 8
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 9
A.
B.
C.
D.

Rancangan Penelitian ................................................................................... 9

Subjek Penelitian .......................................................................................... 9
Intervensi dan Alat ....................................................................................... 9
Prosedur dan Analisa Data .......................................................................... 10

HASIL PENELITIAN........................................................................................... 10
DISKUSI ................................................................................................................ 13

vi

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ........................................................................... 16
REFERENSI .......................................................................................................... 16
LAMPIRAN ........................................................................................................... 19

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian .................................................................................... 11
Tabel 2. Deskriptif Uji Mann Whitney Data Pre-test Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol ........................................................................................................................... 11
Tabel 3. Deskriptif Uji Wilcoxon Data Pre-test dan Post-test Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol ........................................................................................................ 12
Tabel 4. Deskriptif Uji Mann Whitney Data Post-test Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol ........................................................................................................................... 12

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Blue Print Skala Resiliensi ................................................................. 19
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Skala Resiliensi ......................... 21
Lampiran 3. Skala Penelitian .................................................................................. 24
Lampiran 4. Informed Consent................................................................................ 29
Lampiran 5. Surat Rasa Syukur............................................................................... 31
Lampiran 6. Jurnal Harian Kebersyukuran ............................................................. 33
Lampiran 7. Modul Intervensi & Guide .................................................................. 35
Lampiran 8. Tabulasi Excel .................................................................................... 47
Lampiran 9. Kategorisasi Skoring ........................................................................... 49
Lampiran 10. Hasil Pre-Test Dan Post-Test............................................................ 51
Lampiran 11. Analisis SPSS ................................................................................... 53
Lampiran 12. Deskripsi Subjek ............................................................................... 56

ix

PELATIHAN KEBERSYUKURAN UNTUK MENINGKATKAN
RESILIENSI PADA REMAJA PENYANDANG DIFABLE FISIK
Himmatul Ulya
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
himmatul.ulya22@gmail.com
Remaja yang memiliki cacat fisik lebih sulit dalam penyesuaian dirinya dengan
lingkungannya hal ini dikarenakan perasaan minder dan kurang berguna karena keterbatasan
fisiknya. Remaja seperti inilah yang memerlukan penanganan yang dapat meningkatkan
resiliensi agar mereka memiliki kemampuan untuk bangkit dari permasalahannya. Salah satu
intervensi yang dapat diberikan kepada remaja difable fisik adalah dengan membekali mereka
sesuatu yang dapat membuat mereka menerima keadaannya yaitu dengan pelatihan
kebersyukuran. Pelatihan kebersyukuran dianggap mampu menumbuhkan perasaan positif
pada dirinya sendiri tentang kehidupannya dengan mengembangkan emosi-emosi positif yang
ada dalam diri individu. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan
kebersyukuran dalam meningkatkan resiliensi pada remaja difable fisik. Penelitian ini
menggunakan true experimental design yaitu pre-test post-test control group design. Subjek
penelitian berjumlah 10 peserta yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan tingkat
resiliensi yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Z = -1.984 dan
p = 0.047). Dapat disimpulkan bahwa pelatihan kebersyukuran mampu meningkatkan
resiliensi pada remaja penyandang difable fisik.
Kata Kunci: Pelatihan Kebersyukuran, Resiliensi, Difable Fisik
The adolescents who have physical ability is more difficult in coping with the environment.
Because of their physical ability makes them feeling of inferiority and less useful. These
adolescents require the treatment which can improve the resilience in order to rise of their
problem. One of the interventions which can be treated to the adolescence with the physical
difable is gratitude training. It can considered capable positive feeling to themselves about
their life by developing positive emotions that exist within individual. The aim of this research
is to find out the effect of gratitude training to improve resilience in adolescence with physical
difable. This research conducted true experimental research design. It is pre-test and post-test
control group design. Subjects were 10 participants were divided into two groups, the
experimental group and the control group. The result shown the significant level of difference
resilience between the experimental group and control group (Z = -1.984 and p = 0.047). To
sum up if the gratitude training to improves the resilience in adolescence with physical
difable.
Keywords: Gratitude Training, Resilience, Physical Difable

1

Semua individu berharap dilahirkan dengan keadaan fisik yang normal dan sempurna.
Namun, ada beberapa individu yang terlahir dengan keadaan fisik yang kurang sempurna.
Bahkan, ada beberapa individu yang mengalami keterbatasan fisik saat mereka menuju tahap
perkembangan ke masa remaja. Di Indonesia, berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi
(Pusdatin) Kementerian Sosial (Kemensos), jumlah difable sampai 2010 mencapai 11.580.117
orang. Individu yang mengalami cacat fisik (difable fisik) tidak mampu melakukan beberapa
hal seperti individu pada umumnya. Hal ini yang menyebabkan individu dengan cacat fisik
memiliki dampak psikologis yang cenderung negatif.
Menurut Senra & Vieira (2011), dampak psikologis yang dialami penyandang cacat fisik,
antara lain: (1) depresi, yaitu individu merasa kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
dan kehilangan rasa percaya diri yang memunculkan perasaan rendah diri sehingga
menimbulkan depresi; (2) trauma, yaitu individu mengalami kesedihan dan frustasi dalam
proses mencapai well-being terutama ketika merasakan identitasnya sebagai penyandang cacat
dan merasa memiliki ketergantungan kepada orang lain; (3) marah, yaitu perasaan menyesal
melakukan berbagai kegiatan yang tidak seperti orang lain pada umumnya, serta tidak
meyakini kondisi yang dihadapi; (4) shock, yaitu perasaan yang sangat sedih dan tidak
menyangka akan keadaaannya hingga merasa sangat banyak memerlukan bantuan dari pihak
lain; (5) tidak dapat menerima keadaan, yaitu keadaan dimana belum bisa membiasakan diri
dengan tubuh yang dimiliki; dan (6) bunuh diri, yaitu berpikir untuk bunuh diri, kehilangan
semangat dan berpikiran pendek saat jiwanya terguncang. Reaksi-reaksi tersebut semakin
terlihat jelas pada saat ini, banyaknya penyandang cacat fisik yang merasa sedih, shock, tidak
dapat menerima situasi yang dialami, marah, dan depresi bahkan bunuh diri karena frustasi
dengan keadaannya. Kondisi ini sangat buruk untuk perkembangan individu terutama pada
masa remaja.
Pada masa remaja, individu merasakan adanya perubahan yang terjadi pada dirinya seperti
perubahan fisik, perubahan sikap, perasaan atau emosi. Pada masa ini remaja mulai mencari
jati dirinya dimana hal ini akan menentukan kehidupannya dimasa dewasa nanti. Menurut
Hurlock (2007), pengalaman akan membuat remaja lebih kritis dan lebih tahu mana yang
benar-benar penting untuk dirinya. Adanya penilaian kritis remaja cenderung menstabilkan
minatnya dan membawanya ke masa selanjutnya yaitu dewasa, dan sejalan dengan hal
tersebut, emosi remaja akan terus mengalami perubahan dan perbaikan. Namun ternyata, tidak
sedikit remaja yang berada pada fase ini mengalami ketegangan emosi berhubungan dengan
persoalan-persoalan yang dialaminya. Ketegangan emosi sering ditampakkan dalam
ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran-kekhawatiran. Ketakutan dan kekhawatiran tersebut
bergantung pada sejauh mana kesuksesan atau kegagalan yang dialami remaja dalam
mengatasi permasalahan yang dialaminya. Selain itu, sikap dan pandangan masyarakat yang
negatif menyebabkan para remaja penyandang cacat fisik kurang percaya diri, menjadi rendah
diri, minder dan merasa tidak berguna. Hal ini yang menyebabkan penyandang cacat fisik
menjadi terhambat dalam mengembangkan potensi kepribadian, sehingga mengakibatkan
remaja penyandang cacat menjadi pesimis dalam menghadapi tantangan bahkan takut untuk
bersaing dengan orang lain.
Remaja yang memiliki cacat fisik lebih sulit dalam penyesuaian dirinya dengan lingkungan
sekitarnya hal ini dikarenakan perasaan minder dan kurang berguna karena keterbatasan
fisiknya. Kegagalan dalam penerimaan diri ini yang membuat remaja difable lebih sensitif,
berbagai hinaan sering muncul di lingkungan sekitarnya sehingga menyebabkan remaja
difable menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Remaja yang seperti ini tidak mampu
2

bertahan dan bangkit dalam keterbatasannya karena mereka hanya memikirkan keadaannya
sekarang yang tidak bisa berubah menurut mereka. Kondisi ini tentu menimbulkan penolakan
dan trauma, rasa sedih timbul akibat perubahan penampilan fisik, hilangnya ketidakmampuan
melakukan tugas-tugas tertentu dan tidak dapat beraktifitas normal seperti individu pada
umumnya. Dampak lainnya terkadang menimbulkan ketakutan dan perasaan tak berdaya.
Perasaan tak berdaya menyebabkan individu mengalami perasaan kehilangan (feeling of lost).
Perasaan kehilangan itu bermacam-macam; harga diri, masa depan, harapan, dan sebagainya.
Menurut pendapat Ajeng Lasmini (dalam Nasirin, 2010), perasaan kehilangan merupakan
cikal bakal depresi yang harus segera dicarikan solusinya diantaranya melalui intervensi yang
cocok bagi yang bersangkutan.
Remaja seperti inilah yang memerlukan penanganan yang dapat meningkatkan resiliensi agar
mereka memiliki kemampuan untuk bangkit dari permasalahannya dan menjadi pribadi yang
lebih baik untuk masa depannya. Usaha ini dilandasi oleh kesadaran bahwa manusia sebagai
“the self determining being” memiliki kemampuan untuk menentukan apa yang paling baik
untuk dirinya sendiri dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya (Bastaman, 2007).
Tuner (dalam Yuniardi & Djudiyah, 2011) mengemukakan bahwa resiliensi adalah sebuah
kapasitas mental untuk bangkit kembali dari sebuah kesengsaraan dan untuk terus
melanjutkan kehidupan yang fungsional dengan sejahtera. Sedangkan Siebert (dalam
Yuniardi, 2009) menjelaskan bahwa resiliensi ini sangat penting karena individu yang resilien
mengetahui bagaimana mengembalikan mental dari suatu kemalangan atau kesengsaraan dan
membaliknya menjadi sesuatu yang lebih baik, bahkan dibandingkan keadaan sebelum
kemalangan itu sendiri. Resiliensi merupakan suatu proses yang alamiah terjadi dalam diri
individu. Hanya saja, waktu yang diperlukan oleh individu untuk melewati proses tersebut
bersifat individual. Individu dengan resiliensi yang baik adalah individu yang optimis, yang
percaya bahwa segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik. Individu mempunyai harapan
terhadap masa depan dan percaya bahwa individu dapat mengontrol arah kehidupannya.
Optimis membuat fisik menjadi lebih sehat dan mengurangi kemungkinan menderita depresi.
Resiliensi adalah kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif ketika berhadapan
dengan kesengsaraan atau trauma, yang diperlukan untuk mengelola tekanan hidup seharihari. Resiliensi sebagai kemampuan untuk secara terus menerus mendefinisikan diri dan
pengalaman, menjadi dasar untuk proses kehidupan yang menghubungkan antara sumber daya
individu dan spiritual (Bronie, 2011).
Hal ini sangat penting untuk diadakan suatu penelitian terhadap remaja difable fisik agar
dapat dilakukan intervensi yang tepat untuk meningkatkan resilieni pada remaja difable. Salah
satu intervensi yang dapat diberikan kepada remaja difable adalah dengan membekali mereka
sesuatu yang dapat membuat mereka menerima keadaan mereka saat ini. Salah satunya yaitu
mengembangkan emosi-emosi positif yang ada dalam diri individu sehingga individu mampu
bertahan hidup.
Ada banyak cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan emosi positif pada individu, salah
satunya adalah dengan bersyukur. Di sinilah pentingnya pelatihan kebersyukuran pada remaja
difable fisik. Pelatihan kebersyukuran sebelumnya pernah dilakukan oleh Emmons &
McCullough (2003), penelitian dilakukan dengan partisipan sekelompok penderita penyakit
neuromuscular. Hasilnya menyebutkan bahwa rasa syukur dapat meningkatkan emosi positif
dan menciptakan kebahagiaan (dengan mengukur kepuasaan hidup pada pasangan suami
istri). Kemudian efeknya juga merambat pada meningkatnya kuantitas dan kualitas tidur
penderita sehingga berpengaruh pada kesehatannya. Penelitian yang dilakukan oleh Tofangchi
3

& Ghamara (2013) juga menunjukkan hasil bahwa tingkat kebahagiaan ibu yang memiliki
anak retardasi mental meningkat melalui pelatihan kebersyukuran. Dalam penelitian tersebut
menjelaskan bahwa anggota intervensi yang melakukan pelatihan kebersyukuran lebih
memiliki perasaan menghargai dan menikmati kehidupannya. Hal ini menunjukkan bahwa
individu yang melakukan koping secara positif maka akan meningkatkan perasaan bahagia
dan menurunkan tingkat stress. Selain itu, penelitian yang telah dilakukan oleh Mills (2015)
dengan partisipan kelompok pasien penderita gagal jantung memperoleh hasil bahwa rasa
syukur dan spiritual Well-Being yang berkaitan dengan mood dan tidur yang baik, tidak
kelelahan, dan self-efficacy yang tinggi, dan bahwa rasa syukur sepenuhnya atau sebagian
memiliki efek menguntungkan dari spiritual Well-Being. El-Firdausy (2010), menyatakan
adanya pelatihan bersyukur akan memberikan dampak positif dalam beragam sisi kehidupan.
Rasa syukur diartikan sebagai rasa syukur dan menerima secara positif pengalaman yang
dialami individu sehingga berdampak positif pada kehidupan sehari-hari (Kashdan & Julian,
2006). Pelatihan kebersyukuran akan mengarahkan remaja difable kepada perilaku bersyukur
sehingga mereka dapat melihat nilai-nilai positif yang mereka miliki di tengah segala
keterbatasan mereka untuk menumbuhkan perasaan positif pada dirinya sendiri tentang
kehidupannya. Selain itu, pelatihan ini mampu meningkatkan kebermaknaan hidup dalam
kehidupan yang mereka jalani saat ini. Menurut McCullogh (dalam Linley & Joseph, 2004)
menjelaskan bahwa individu yang bersyukur mengalami afek positif seperti lebih sering
mengalami kebahagiaan, menikmati kepuasan dalam hidup, lebih banyak berharap, dan
cenderung kurang mengalami depresi, kecemasan dan iri hati. Selain itu, diharapkan dapat
mengendalikan kesulitan-kesulitan besar, dengan lebih baik meski mengalami berbagai
macam kemunduran atau permasalahan, mereka tetap tidak mengeluh dengan kondisi
hidupnya. Sehingga para remaja difable mampu menjalani kehidupannya agar terhindar dari
perasaan negatif dan optimis terhadap masa depan mereka.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah bagaimana pengaruh pelatihan kebersyukuran dalam meningkatkan resiliensi pada
remaja difable fisik?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan
kebersyukuran dalam meningkatkan resiliensi pada remaja difable fisik. Manfaat dari
penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pengaruh pelatihan
kebersyukuran dalam meningkatkan resiliensi pada remaja difable sehingga pelatihan
kebersyukuran dapat dijadikan salah satu intervensi untuk meningkatkan resiliensi pada
remaja difable fisik.
Resiliensi
Menurut Desmita (2010), resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki
individu, kelompok atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah,
meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisikondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang
menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Resiliensi merupakan
kemampuan yang ada dalam diri individu untuk mengatasi permasalahannya dan mampu
bangkit dari masalah hidup yang dialami.
Asumsi dasar dari resiliensi adalah bahwa dalam menghadapi suatu kesulitan atau tantangan,
ada individu yang berhasil mengatasinya dengan baik (kembali) dan ada juga yang tidak
berhasil (Reivich & Shatte, 2002). Menurut Reivich & Shatte (2002) ciri-ciri individu yang
resilien adalah resiliensi mampu mengendalikan emosi dan bersikap tenang walaupun berada
4

di bawah tekanan, mampu mengontrol dorongannya dan membangkitkan pemikiran yang
mengarah pada pengendalian emosi, bersifat optimis mengenai masa depan cerah, mampu
mengidentifikasi penyebab dari masalah mereka secara akurat, memiliki empati, memiliki
keyakinan diri, memiliki kompetensi untuk mencapai sesuatu.
Karakteristik Resiliensi
Wagnild & Young (1993) mengemukakan 2 aspek yaitu personal competence (berindikasi
pada keyakinan diri, kemandirian, tekad, penguasaan, akal) dan acceptance of self and life
(berindikasi pada adaptasi, keseimbangan, fleksibilitas, perspektif seimbang terhadap
kehidupan). Wagnild & Young (1993) membagi 2 aspek tersebut menjadi 5 karakteristik
resiliensi yaitu: 1) Meaningful life (hidup yang berarti); 2) Perseverance (ketekunan); 3) Self
reliance (kepercayaan diri); 4) Equanimity (ketenangan hati); 5) Coming home to yourself
(existensial aloneness) yaitu kemampuan untuk menjalani hidup sendiri dan kepuasan
terhadap diri sendiri;
Faktor-faktor Pembentuk Resiliensi
Reivich & Shatte (2002), memaparkan tujuh kemampuan yang membentuk resiliensi, yaitu
sebagai berikut: 1) Emotion Regulation, yaitu kemampuan untuk tetap tenang di bawah
kondisi yang menekan; 2) Impulse Control, yaitu kemampuan individu untuk mengendalikan
keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri; 3) Optimism, yaitu
kemampuan individu untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi di masa depan; 4)
Causal Analysis, yaitu kemampuan individu untuk mengidentifikasikan secara akurat
penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi; 5) Empathy, yaitu kemampuan individu
untuk membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain; 6) Self-efficacy,
yaitu keyakinan individu untuk mampu memecahkan masalah yang dialami dan mencapai
kesuksesan. 7) Reaching out, yaitu kemampuan individu meraih dampak positif dari
kehidupan setelah kemalangan yang menimpa.
Fungsi Resiliensi
Penelitian tentang resiliensi hanya mencakup bidang yang kecil dan digunakan oleh beberapa
profesional seperti psikolog, psikiater, dan sosiolog. Penelitian mereka berfokus pada anakanak, dan mengungkapkan kepada kita tentang karakteristik orang dewasa yang resilien.
Sebuah penelitian telah menyatakan bahwa manusia dapat menggunakan resiliensi untuk halhal berikut ini (Reivich & Shatte, 2002): a) Overcoming (mengatasi), resiliensi mampu
mengubah cara pandang menjadi lebih positif dan meningkatkan kemampuan untuk
mengontrol kehidupannya sendiri; b) Steering through (menghadapi), resiliesi dapat
mengarahkan serta mengendalikan diri individu dalam menghadapi masalah sepanjang
perjalanan hidupnya. c) Bouncing back (memantau ulang), resiliensi mampu untuk
menghadapi dan mengendalikan diri sendiri pada beberapa kejadian yang bersifat traumatik;
d) Reaching out (menjangkau), resiliensi berguna untuk mendapatkan pengalaman hidup yang
lebih kaya dan bermakna serta berkomitmen dalam mengejar pembelajaran dan pengalaman
baru.

5

Kebersyukuran
Kebersyukuran adalah pengakuan terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah SWT yang
disertai dengan kepatuhan kepada-Nya dan mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan
kehendak Allah. Syukur adalah tanda orang beriman. Bersyukur berarti mengakui kebesaran
Allah SWT. Oleh karena itulah rasa bersyukur tersebut erat kaitannya dengan keberadaan
hamba dengan sang pencipta Allah SWT. Orang yang mengerti makna syukur tidak lain
adalah orang yang memahami arti hidup (El- Firdausy, 2010).
Kebersyukuran adalah inti dari spiritual dan pengalaman religius. Kualitas spiritual syukur
disampaikan oleh Streng (dalam Snyder & Lopez, 2002) yang menyatakan bahwa dalam sikap
syukur orang-orang menyadari bahwa mereka saling terhubung satu sama lain dalam cara
yang misterius yang tidak sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan fisik, tapi merupakan bagian
yang lebih luas, atau transenden konteks islam.
Pelatihan kebersyukuran adalah suatu terapi yang memfokuskan kebersyukuran terhadap
nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT terhadap individu dengan cara mengucapkan
terima kasih, mengucap rasa syukur setiap hari, mensyukuri setiap peristiwa kehidupan dan
dapat menurunkan emosi negatif yang muncul dalam diri individu serta meningkatkan emosi
positif dalam dirinya. Menurut McCullough & Cohen (2008), pelatihan syukur dapat
memunculkan emosi yang menyenangkan, seperti kebahagiaan karena rasa syukur akan
membawa manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Polak & McCullough (2006), menunjukkan bahwa kebersyukuran adalah pengakuan bahwa
individu dapat menerima manfaat dari kebaikan orang lain. Menurut McCullough & Larson
(2001) kebersyukuran dikonseptualisasikan sebagai moral emosi karena biasanya hasil dari
dan penyebab perilaku yang dimotivasi oleh kepedulian terhadap orang lain. Rasa syukur
memiliki tiga fungsi: 1) Gratitude as Moral Barometer, sebuah situasi yang menandakan
adanya pengakuan bahwa individu telah menerima manfaat dari kebaikan orang lain; 2)
Gratitude as Moral Motive, individu yang bersyukur atas bantuan yang diterimanya akan
berusaha membalas kebaikan si pemberi bantuan dan tidak membalasnya dengan hal-hal yang
negative; 3) Gratitude as Moral Reinforcer, dengan mengekspresikan gratitude kepada
individu yang telah memberi bantuan, maka akan menguatkan perilaku prososial individu
tersebut dimasa yang akan datang.
Melalui pelatihan kebersyukuran orang mengalami dan mengekspresikan rasa syukur dengan
berbagai cara, individu akan merasakan emosi bersyukur dan mengembangkan budaya serta
mengungkapkan rasa syukur tersebut (Snyder & Lopez, 2002). Emmons dan Crumpler (dalam
Snyder & Lopez, 2002) menyatakan bahwa fokus pada rasa bersyukur membuat hidup lebih
memuaskan, bermakna, dan produktif.
Berdasarkan tiga fungsi syukur menurut McCullough & Larson (2001), terdapat juga caracara untuk melatih kemampuan gratitude (Emmons & McCullogh, 2003) yaitu: Pertama,
fungsi gratitude as a moral barometer, dengan cara: 1) Penanaman rasa syukur, terdapat 4
langkah sederhana dengan menggunakan pendekatan kognitif perilaku untuk belajar
bersyukur, yaitu: a) Mengenali pikiran-pikiran tidak bersyukur (identify non grateful
thoughts), b) Merumuskan pikiran-pikiran yang mendukung rasa syukur (formulate gratitude–
supporting thoughts), c) Mengganti pikiran-pikiran tidak bersyukur dengan pikiran-pikiran
yang mendukung rasa syukur (substitute the gratitude-supporting thoughts for non grateful
6

thoughts), d) Menerjemahkan perasaan dalam diri menjadi perilaku yang tampak (translate
the inner feeling into outward action); 2) intervensi dan strategi memperkaya rasa syukur
yaitu dimana pengalaman bersyukur dapat memperkaya suasana hati positif lebih besar
dibandingkan dengan hanya melakukan analisa, menulis, dan memikirkan tentang bersyukur.
Individu ketika melakukan intervensi bersyukur hendaknya menyadari tujuan mereka dalam
melakukan syukur sehingga mereka mampu mempraktekan rasa syukur itu.
Kedua, fungsi gratitude as a moral motive, dengan cara: 1) Keep A Gratitude Jurnal yaitu
metode yang digunakan adalah dengan meminta partisipan untuk membuat jurnal rasa syukur
(gratitude jurnal) yang berisi tentang tulisan-tulisan yang membuatnya merasa lebih
bersyukur. Hal ini dilakukan selama 4 kali dalam seminggu maka akan menciptakan
perbedaan yang terkait dengan kebahagiaan individu; 2) Write A gratitude Letter yaitu
menuliskan surat terimakasih atau surat rasa syukur (gratitude letter) kepada individu yang
telah memberikan pengaruh positif dalam kehidupan dan membacakan surat yang dibuatnya
kepada orang yang dituju secara bertatap muka.
Ketiga, fungsi gratitude as a moral reinforcer, dengan cara: 1) Do A Gratitude Walk yaitu
menghitung sebanyak mungkin berkah yang ditemui pada saat melakukan aktivitas yang
dapat membuat individu tersebut dapat merasa bersyukur. Serta juga dapat meneriakkan atau
mengucapkan pada alam semesta dengan keras apa yang dicintai dalam hidup individu yang
melakukannya; 2) Thanks Everyone for Everything Practice yaitu mengucapkan terimakasih
pada setiap orang yang sudah menolong kita, berbuat baik kepada kita. Ucapan terimakasih
tersebut dapat berupa ucapan kepada individu langsung ataupun tidak langsung dengan
memberikan surat kepada orang tersebut.
Remaja Difable Fisik
Remaja (adolescence) menurut Piaget ialah usia di mana individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang
lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah
hak. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-21
tahun. Menurut John C. Maxwell (1995), difable adalah individu yang mempunyai kelainan
fisik dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan suatu rintangan dan hambatan
baginya untuk melakukan aktifitas secara layak atau normal. Difable fisik adalah individu
yang mengalami kelainan fisik atau anggota tubuh yang tidak lengkap baik karena bawaan
dari lahir, kecelakaan, maupun akibat penyakit yang menyebabkan terganggunya aktivitas
sehari-hari Jadi remaja difable fisik adalah individu yang berusia 12 sampai 21 tahun yang
mengalami ketidaknormalan dari segi fisiologis yang mengganggu aktivitasnya dalam
kehidupan sehari-hari.
Pelatihan Kebersyukuran Untuk Meningkatkan Resiliensi pada Remaja Difable Fisik
Pelatihan (training) adalah sebuah proses yang direncanakan untuk mengubah sikap,
pengetahuan atau keterampilan perilaku melalui pengalaman belajar untuk mencapai kinerja
yang efektif dalam berbagai kegiatan atau kegiatan tertentu. Pelatihan memiliki tujuan untuk
mengembangkan kemampuan individu dan untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan masa
depan, serta pelatihan mengarahkan individu pada penguasaan skill tertentu (Davis, 2008).

7

Pelatihan kebersyukuran merupakan salah satu teknik dari intervensi psikologi positif.
Menurut Rashid & Magyar Moe, salah satu asumsi dari psikoterapi positif adalah setiap
individu memiliki kekuatan dan kelemahan serta emosi positif dan negatif (dalam Zulfiana,
2014). Oleh karena itu, intervensi dapat dilakukan dengan memanfaatkan sisi positif individu
untuk dieksplorasi dan dibangun sehingga memperoleh efek yang teraupeutik. Pelatihan
kebersyukuran melatih individu untuk mengganti pikiran-pikiran negatif menjadi pikiranpikiran yang lebih positif yaitu dengan cara bersyukur.
Rasa syukur muncul dari dalam diri individu dan tercermin dalam pola pikir dan perilaku
individu sehari-hari. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Gallup di Amerika, lebih dari
90% remaja dan orang dewasa yang mampu mengekspresikan rasa syukur membuat mereka
merasa lebih senang dan puas dalam menjalani kehidupan (Wood & Geraghty, 2010).
Pelatihan kebersyukuran yang dilakukan oleh Emmons dan McCullough (2003),
menyebutkan bahwa rasa syukur dapat meningkatkan emosi positif dan menciptakan
kebahagiaan (dengan mengukur kepuasaan hidup pada pasangan suami istri). Kemudian
efeknya juga merambat pada meningkatnya kuantitas dan kualitas tidur penderita sehingga
berpengaruh pada kesehatannya. El-Firdausy (2010), menyatakan adanya pelatihan bersyukur
akan memberikan dampak positif dalam beragam sisi kehidupan.
Resiliensi sebagai kemampuan untuk secara terus menerus mendefinisikan diri dan
pengalaman, menjadi dasar untuk proses kehidupan yang menghubungkan antara sumber daya
individu dan spiritual (Bronie, 2011). Pengungkapan rasa syukur merupakan salah satu sisi
spiritual yang dapat dilakukan secara intens sehingga dapat membuat individu merasakan
kebermaknaan dalam hidup.
Peneliti berasumsi bahwa pelatihan kebersyukuran mampu meningkatkan emosi positif pada
remaja difable fisik sehingga mereka mampu meningkatkan kebermaknaan hidup dalam
kehidupan yang mereka jalani saat ini. Menurut Bastaman (dalam Nasirin, 2010),
kebermaknaan hidup yaitu kebajikan dan manfaat besar yang terkandung dalam berbagai
peristiwa dan pengalaman hidup baik yang menyenangkan maupun yang tak menyenangkan.
Sebagaimana ungkapan Bastaman “Meaning in Suffering” (makna dalam derita) dan
“Blessing in Disguise” (hikmah dalam musibah) yaitu keadaan di mana individu dapat
mengambil nilai ataupun hikmah dibalik pengalaman hidupnya. Hal ini antara lain ditandai
oleh hubungan antar pribadi yang penuh keakraban, rukun dan saling menghormati dan
menyayangi, saling membantu dalam kebajikan, melakukan berbagai kegiatan yang
menghasilkan karya-karya bermanfaat, memiliki tujuan hidup yang jelas, meningkatkan cara
berpikir dan bertindak positif, serta berupaya secara optimal untuk mengembangkan potensi
dirinya (fisik, mental, sosial, spiritual).
Hipotesis
Berdasarkan kajian, diketahui bahwa pelatihan kebersyukuran dapat mengatasi berbagai
permasalahan dan mampu meningkatkan emosi positif. Oleh karena itu, peneliti berasumsi
bahwa pelatihan kebersyukuran dapat meningkatkan resiliensi pada remaja penyandang
difable fisik.

8

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan true experimental design, yaitu eksperimen yang dilakukan
dimana peneliti mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen
(Sugiyono, 2012). Eksperimen true experimental design yang digunakan adalah pre-test posttest control group design, yaitu merupakan desain eksperimen yang terdiri dari dua kelompok
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dimana kedua kelompok dilakukan
pengukuran sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) pemberian intervensi. Penggunaan
metode ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan kebersyukuran yang diberikan
kepada subyek.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah remaja yang mengalami cacat fisik. Teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu pemilihan subjek berdasarkan kriteriakriteria tertentu (Sugiyono, 2012). Dimana subjek yang diambil memiliki kriteria berusia 1221 tahun dan memiliki cacat pada satu atau lebih anggota tubuhnya. Setelah ditemukan remaja
dengan kriteria tersebut kemudian dilakukan pengukuran menggunakan Skala Resiliensi, dari
hasil skor pengukuran tersebut diambil remaja penyandang cacat fisik yang memiliki tingkat
resiliensi rendah dan sedang. Remaja yang memiliki skor resiliensi rendah dan sedang
tersebut akan dibagi secara acak dengan jumlah yang sama untuk menempati kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 10 subjek yang
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dimana
terdapat 5 subjek dalam setiap kelompok.
Intervensi dan Alat
Eksperimen ini menggunakan intervensi dalam bentuk pelatihan kebersyukuran, yaitu suatu
proses intervensi yang bersifat terapeutik yang memfokuskan kebersyukuran terhadap nikmat
yang telah diberikan oleh Allah SWT terhadap individu dengan cara mengucapkan terima
kasih, mengucap rasa syukur setiap hari, mensyukuri setiap peristiwa kehidupan dan dapat
menurunkan emosi negatif yang muncul dalam diri individu serta memperbesar munculnya
emosi positif dalam dirinya. Pelatihan kebersyukuran yang disusun oleh Zulfiana (2014)
terdiri dari lima tahapan yaitu (a) Anamnesa dan kontrak pelatihan (b) Writing a Gratitude
Letter dan Keep a Gratitude Journal (c) Checking a gratitude journal dan Sharing (d)
Savoring (e) Terminasi.
Resiliensi adalah respon subjek yang mencerminkan penilaian individu terhadap
kemampuannya untuk bangkit dari masalah hidup yang dialami. Resiliensi diukur dengan
menggunakan Resilience Scale (RS) yang disusun oleh Wagnild & Young (2010). RS terdiri
dari lima karakteristik yaitu: (1) meaningful life (5 item); (2) perseverance (5 item); (3) self
reliance; (4) equanimity (5 item); 5) coming home to yourself (existensial aloneness) (5 item).
Total item adalah 25 item. Salah satu contoh item adalah “hidup saya bermakna”. Konsistensi
interval RS diperoleh α = 0,91. Skala ini menggunakan 7 rating poin (1-7). Semakin tinggi
angka yang dipilih pada sebuah item menunjukkan tingkat kesesuaian subjek dengan item.
Skoring dari skala ini adalah dengan menjumlahkan semua skor pada semua item. Skor skala
berada pada rentangan 25-175. Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor
9

jawaban maka semakin tinggi pula tingkat resiliensinya, dan begitu sebaliknya. Setelah
dilakukan try out pada 96 remaja, skala ini menunjukkan nilai reliabilitas 0.878 dan indeks
validitas antara 0.338 sampai 0.689. Dari 25 item terdapat 5 item yang gugur, yaitu item 1, 6,
8, 22, dan 25 karena memiliki nilai validitas < 0.3.
Prosedur dan Analisa Data Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu melakukan pengukuran
terhadap subjek dengan memberikan skala resiliensi; kemudian hasil skor pengukuran
tersebut diambil remaja penyandang cacat fisik yang memiliki tingkat resiliensi rendah dan
sedang; remaja yang memiliki skor resiliensi rendah dan sedang tersebut akan dibagi secara
acak dengan jumlah yang sama untuk menempati kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol; selanjutnya diberi perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran terhadap kelompok
eksperimen; setelah itu, dilakukan pengukuran kembali (post test) pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol.
Pemberian intervensi berupa pelatihan kebersyukuran, peneliti menerapkan modul pelatihan
kebersyukuran sebagai berikut (Zulfiana, 2014): a) Anamnesa dan kontrak pelatihan, pada
tahap ini fasilitator menjelaskan tujuan pelatihan dan berdiskusi tentang aturan dalam
kelompok hingga proses pelatihan selesai; b) Writing a Gratitude Letter dan Keep a Gratitude
Journal, pada tahap ini peserta diminta untuk menuliskan surat ungkapan terima kasih yang
belum tersampaikan dan menuliskan jurnal harian rasa syukur setiap hari selama 1 minggu; c)
Checking a gratitude journal dan Sharing, pada tahap ini peserta berbagi pengalaman
bersyukur antara satu dengan yang lainnya; d) Savoring, peserta diajak untuk berpikir positif
dan menikmati apa yang telah dimiliki; e) Terminasi, pemutusan hubungan antara klien
dengan fasilitator. Dalam penelitian ini, intervensi yang dilakukan selama 1 minggu dengan 2
kali pertemuan, dimana setiap pertemuan dilaksanakan selama kurang lebih 180 menit.
Pertemuan pertama terdiri dari sesi anamnesa & kontrak pelatihan dan writing a gratitude
letter & keep a gratitude journal. Pada pertemuan kedua terdiri dari sesi checking a gratitude
journal dan sharing, savoring, dan terminasi.
Penelitian ini menggunakan teknik analisa statistik menggunakan program SPSS dengan
analisis non-parametrik yakni uji Mann-Whitney dan Wilcoxon terhadap selisih antara pretest dan post-test untuk mengetahui apakah variable bebas (pelatihan kebersyukuran)
berpengaruh terhadap variabel terikat (resiliensi pada remaja difable). Jadi remaja penyandang
difable fisik yang memiliki resiliensi rendah dan sedang dibagi menjadi dua kelompok yaitu
sebagai kelompok eksperimen yaitu kelompok yang diberikan intervensi berupa pelatihan
kebersyukuran dan kelompok kontrol. Setelah diberikan intervensi peneliti mengukur tingkat
resiliensi pada kedua kelompok tersebut. Skor hasil post-test dikurangkan dengan hasil skor
pre-test, sehingga akan menunjukkan peningkatan/penurunan variabel terikat terhadap
intervensi.
HASIL PENELITIAN
Penelitian pelatihan kebersyukuran untuk meningkatkan resiliensi pada remaja penyandang
difable fisik dilakukan kepada 10 subjek dengan karakteristik tertentu. Karakteristik subjek
penelitian berdasarkan hasil sampling dengan menggunakan metode purposive sampling.
Adapun karakteristik subjek penelitian adalah usia 12-21 tahun dan memiki keterbatasan pada
10

salah satu atau lebih anggota tubuhnya. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 10 subjek
dengan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 subjek.
Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian
Kategori
Usia

18 tahun
19 tahun
20 tahun
21 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Keterbatasan Fisik
Tangan & Kaki
Tangan
Kaki
Wajah
Jenis Keterbatasan
Bawaan
Perolehan
Tingkat Resiliensi Sebelum Intervensi
Sangat Rendah
Rendah
Agak Rendah

Kelompok
Eksperimen

Kelompok
Kontrol

1 (20%)
1 (20%)
3 (60%)
0 (0%)

1 (20%)
1 (20%)
1 (20%)
2 (40%)

3 (60%)
2 (40%)

3 (60%)
2 (40%)

3 (60%)
1 (20%)
0 (0%)
1 (20%)

2 (40%)
1 (20%)
2 (40%)
0 (0%)

4 (80%)
1 (20%)

3 (60%)
2 (40%)

3 (60%)
2 (40%)
0 (0%)

1 (20%)
3 (60%)
1 (20%)

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa seluruh subjek kelompok eksperimen
berada pada kategori tingkat resiliensi sangat rendah dan rendah, sedangkan pada kelompok
kontrol subjek penelitian berada pada kategori tingkat resiliensi sangat rendah, rendah dan
agak rendah. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas subjek penelitian pada saat pre-test
berada pada kategori tingkat resiliensi rendah.
Berdasarkan deskripsi data tersebut, kemudian peneliti menganalisis skor resiliensi pada
kedua kelompok tersebut sebelum diberi perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran dengan
menggunakan uji Mann Whitney untuk melihat kesetaraan kedua kelompok.
Tabel 2. Deskriptif Uji Mann Whitney Data Pre-test Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
Kelompok
Eksperimen
Kontrol

N
5
5

Z

P

-1.375

0.169

Berdasarkan hasil uji analisis Mann Whitney dapat diambil keputusan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan skor resiliensi pada kedua kelompok (Z = -1.375; p = 0.169) . Hasil
11

tersebut menunjukkan bahwa kedua kelompok dalam keadaan yang setara sebelum diberi
perlakuan pada kelompok eksperimen yaitu berupa pelatihan kebersyukuran. Selanjutnya
adalah gambaran tingkat resiliensi pada kedua kelompok dengan dua kondisi yang berbeda
yaitu pre-test dan post-test.
Tabel 3. Deskriptif Uji Wilcoxon Data Pre-test dan Post-test Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
Kelompok

N

Eksperimen
Kontrol

5
5

Rerata Skor Resiliensi
Pre-test
Post-test
6.80
7.40
4.20
3.60

Z

P

-2.023
-1.483

0.043
0.138

Berdasarkan hasil uji analisis Wilcoxon pada kelompok eksperimen dapat diambil keputusan
bahwa ada perbedaan yang signifikan skor resiliensi kelompok eksperimen pada saat pre-test
dan post-test (Z = -2.023; p = 0.043). Selain itu, berdasarkan hasil uji analisis Wilcoxon pada
kelompok kontrol dapat diambil keputusan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan skor
resiliensi kelompok kontrol pada saat pre-test dan post-test (Z = -1.483; p = 0.138).
Setelah melakukan uji Wilcoxon, selanjutnya peneliti melakukan uji Mann Whitney untuk
mengetahui perbedaan skor resiliensi antara kelompok eksperimen dibandingkan dengan
kelompok kontrol, setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran. Nilai yang
digunakan adalah selisih skor resiliensi saat pre-test dan post-test. Berikut adalah tabel
deskriptif hasil uji Mann Whitney.
Tabel 4. Deskriptif Uji Mann Whitney Data Post-test Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
Kelompok
Eksperimen
Kontrol

N
5
5

Z

P

-1.984

0.047

Berdasarkan hasil uji analisis Mann Whitney dapat diambil keputusan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan skor resiliensi kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan
berupa pelatihan kebersyukuran (Z = -1.984; p = 0.047). Dengan demikian, hal ini
menunjukkan bahwa skor resiliensi pada kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan
berupa pelatihan kebersyukuran lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima yaitu bahwa pelatihan
kebersyukuran dapat meningkatkan resiliensi pada remaja difable fisik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat resiliensi kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan
kelompok kontrol.

12

DISKUSI
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil bahwa pelatihan
kebersyukuran dapat meningkatkan resiliensi pada remaja penyandang difable fisik. Tingkat
resiliensi kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada
saat pre-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berada dalam keadaan setara. Pada
kelompok eksperimen, skor pre-test berada pada kategori rendah. Namun, setelah diberikan
perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran tingkat resiliensi subjek meningkat. Sedangkan
pada kelompok kontrol skor pre-test dan post-test tidak mengalami perubahan. Tingkat
keberhasilan ini berdasarkan uji analisis Wilcoxon dan uji Mann Whitney pada kedua
kelompok yang menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen setelah
diberi perlakuan dan kelompok kontrol.
Hasil yang diperoleh dari penerapan pelatihan kebersyukuran dala